61832866 tesis resin pengkhelat amberlite
DESCRIPTION
tesis resin pengkelatTRANSCRIPT
RESIN PENGKHELAT AMBERLITE XAD-16-
1,5-DIFENIL KARBAZIDA UNTUK PRAKONSENTRASI
DAN ANALISIS SELEKTIF KROMIUM(VI)
TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung
Oleh
MEYLIANA WULANDARI
NIM : 20508001
PROGRAM STUDI KIMIA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010
ABSTRAK
RESIN PENGKHELAT AMBERLITE XAD-16-
1,5-DIFENIL KARBAZIDA UNTUK PRAKONSENTRASI
DAN ANALISIS SELEKTIF KROMIUM(VI)
Oleh
Meyliana Wulandari
NIM : 20508001
(Program Studi Kimia )
Resin pengkhelat Amberlite XAD-16-1,5-Difenil karbazida telah disintesis dan dikarakterisasi. Prakonsentrasi dan analisis selektif kromium(VI) dilakukan melalui pembentukan kompleks dalam larutan asam sulfat 0,05 M. Ion Cr(VI) yang teretensi dalam minikolom selanjutnya dielusi dengan asam nitrat 5 M dan dideteksi dengan Atomic Absorption Spectrometry. Pengaruh konsentrasi H2SO4, waktu kontak, kapasitas retensi, dan konsentrasi eluen telah dipelajari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas retensi Amberlite XAD-16-DPC dengan metode batch dan metode kolom berturut-turut sebesar 2,24 mg Cr / g XAD dan 24,71 µg Cr / g XAD sedangkan waktu penjenuhan kolom selama 16,5 detik. Nilai presisi untuk metode ini dinyatakan sebagai koefisien variansi adalah 3,68% pada level kepercayaan 95%. Nilai limit deteksi diperoleh sebesar 69 ppb. Daerah linier dapat diperoleh antara 100 ppb sampai 900 ppb dengan koefisien korelasi 0,985. Akurasi dari metode yang dikembangkan ini cukup baik, yang ditunjukkan oleh nilai % recovery 100%. Kinerja Flow Injection Analysis (FIA) ditunjukkan oleh nilai faktor pengayaan (Enrichment Factor) diperoleh sebesar 2 kali, efisiensi konsentrasi (Concentration Efficiency) sebesar 0,5 / menit, indeks konsumtif (Consumptive Index) yaitu 6,5 mL. Berdasarkan kinerja analitik dan kinerja FIA yang diperoleh menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk analisa selektif Cr(VI) pada tingkat konsentrasi µg / L (ppb).
Kata Kunci : Resin Pengkelat, Amberlite XAD-16, 1,5-Difenil karbazida, Cr(VI)
ABSTRACT
CHELATING RESIN AMBERLITE XAD-16-
1,5-DIPHENYLCARBAZIDE FOR PRECONCENTRATION
AND SELECTIVE ANALYSIS OF CHROMIUM(VI)
Oleh
Meyliana Wulandari
NIM : 20508001
(Chemistry Department)
A chelating resin Amberlite XAD-16-1,5-Diphenyl carbazide has been synthesized and characterized. Preconcentrated and selective analysis of chromium(VI) by forming complex at H2SO4 0,05 M. The Cr(VI) ion was retained on XAD-16-DPC mini-column and can be eluted quantitatively with HNO3 5 M and determined by Atomic Absorption Spectrometry. The effect of H2SO4 concentration, contact time, retention capacity, eluent concentration were investigated. The research shows that retention capacity of Amberlite XAD-16-DPC is 2.24 mg Cr / g XAD and 24.71 µg Cr / g XAD for batch and column method, respectively with time saturated of minicolumn was 16.5 second. The precision for this method expressed as coefficient variation is 3.68 % at a 95% confidence level. The limit of detection obtained was 69 ppb. The linier range can be attained between 100 ppb until 900 ppb with a correlation coefficient is 0.985. This method has a good accuracy according to % recovery 100%. The Flow Injection Analysis performance can be showed by enrichment factor, concentration efficiency, and consumptive index obtained was 2, 0.5 / minutes, and 6.5 mL, respectively. The study of analytical and Flow Injection Analysis performance showed that this method can be used to selective analysis Chromium(VI) on a µg / L (ppb) level.
Key Words : Chelating resin, Amberlite XAD-16, 1,5-Diphenylcarbazide, Cr(VI)
RESIN PENGKHELAT AMBERLITE XAD-16-
1,5-DIFENIL KARBAZIDA UNTUK PRAKONSENTRASI
DAN ANALISIS SELEKTIF KROMIUM(VI)
Oleh
Meyliana Wulandari
20508001
(Program Studi Kimia)
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui
Pembimbing
Tanggal ...........................
Dr. Muhammad Bachri Amran, DEA
NIP. 131690332
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut
Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta
ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut
Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus
disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin
Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
Lebih baik kamu memutuskan untuk ……
Tidak terlalu mendongak ke atas.
Karena banyak orang yang jauh lebih hebat daripada kamu.
Membandingkan kemampuanmu dengan mereka hanya akan
Membuatmu minder dan tidak melakukan apa-apa !
Jangan terlalu merunduk ke bawah
Melihat orang-orang yang jauh lebih terbatas darimu dapat membuatmu iba, prihatin/sebaliknya, sombong.
Janganlah sombong, karena itu adalah awal dari kehancuran
Jangan terlalu menoleh ke kiri dan ke kanan
Melihat reaksi orang lain ataupun mendengarkan komentar negatif
Hanya akan membuatmu salah tingkah !
Tak lagi menoleh ke belakang.
Kepahitan masa lalu akan menarik dan membelenggumu dengan kuat.
Membuatmu sulit untuk mengarahkan pandangan pada tujuanmu.
Tak memandang terlalu jauh.
Jangan terlalu terfokus pada kesuksesan masa depan dan mengorbankan masa kini.
Sebagai gantinya, memegang impianmu,
Berusaha semampumu, Tekun berdoa,
Peduli pada orang lain, dan Menikmati hidup.
(Kristine Batasina G)
Ku persembahkan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih
Atas kasih sayang dan curahan doa yang tidak terkira
Bapak, Ibu, dan Alvin tercinta
Serta mereka yang telah menjadi bagian terbaik dalam hidupku
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan kasih sayang-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tesis ini.
Penelitian yang telah dilakukan ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, nasehat,
dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang setulusnya dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Dr. Muhammad Bachri Amran, DEA sebagai pembimbing tugas akhir,
yang telah dengan sabar dan penuh kerelaan mencurahkan segala ilmu, perhatian,
dan bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu rasa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan juga
kepada :
1. Bapak dan Ibu tercinta atas semua doa, cinta, dan kasih sayang yang tidak
terkira. Terima kasih atas semua pengorbanan yang telah Bapak dan Ibu
lakukan. Rasa terima kasih tidak akan pernah dapat membalas semuanya dulu,
sekarang, ataupun nanti. Penulis hanya bisa berusaha untuk membahagiakan
dan membalas semua doa dan pengorbanan Bapak dan Ibu karena hanya Allah
SWT yang mampu membalas semua kebaikan itu,
2. Alvin, adik tercinta yang selalu bisa menjadi saudara dan teman tempat
berbagi dan tertawa,
3. Enjik, Emak Kar, Gladis, dan seluruh keluarga besar terima kasih atas
bantuan, doa dan dukungannya,
4. Para dosen di program studi Kimia terima kasih atas ilmu yang telah diberikan
selama dua tahun ini. Semoga ilmu tersebut dapat saya amalkan,
5. Staf non-akademik Program studi Kimia yang telah banyak membantu
penulis, diantaranya B. Tini, P. Wandi, P. Handi, dll,
6. Teman-teman Magister Kimia ITB 2008 khususnya Mba‘ Lina, Mas Santo,
Michael, Vera, Mba‘ Khusna, Afu, Eva, Tina, Mas Budi. Terima kasih untuk
semua bantuan dan kebersamaannya,
7. Keluarga besar Kimia Analitik, angkatan’06 (Lia, Dita, Mirna, Hera, Eci,
Mela, Sendy, Ratu, Vonny, Sam, Herina), Ria, Yudis‘04, Pak Deden (S3),
Han, Oki‘05, dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,
8. Keluarga besar Laboratorium Kimia Analitik P. Lanang, P. Dede, P. Kawi, P.
Adjat, P. Encu atas bantuan dalam peminjaman dan penggunaan alat selama
penelitian, P. Mudi di bengkel gelas BSC A atas pembuatan minikolomnya,
9. Seluruh petugas gudang bahan P. Yayat, B. Mimin, dll,
10. Keluarga besar LKFM program Doktor P. Bampito, P. Siang, P. Dani, dan
P.Igun terima kasih atas bantuan dan motivasinya,
11. Program studi Kimia ITB atas sarana dan prasarana yang disediakan selama
penulis menjalani pendidikan S2,
12. ITB atas beasiswa voucher yang diberikan selama 1 tahun.
Dan kepada semua sahabat, teman, saudara, dan pihak-pihak yang telah
membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
segala bantuannya.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu
penulis menyelesaikan tesis ini. Saran dan kritik dari semua pihak sangat
diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Bandung, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iv
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ............................................................................ v
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL........................................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ................................................................. xv
Bab I Pendahuluan ....................................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang Penelitian .................................................................................. 1
I.2 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 3
I.3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 3
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 4
II.1 Kromium ............................................................................................................ 4
II.2 Toksisitas Kromium ........................................................................................... 6
II.3 Kompleks Cr(VI)-DPC ...................................................................................... 6
II.4 Metode Analisis Instrumen untuk Kromium ..................................................... 7
II.4.1 Analisis dengan Kolorimetri .............................................................................. 7
II.4.2 Analisis dengan Ekstraksi .................................................................................. 8
II.4.3 Analisis dengan AAS ......................................................................................... 9
II.4.4 Analisis dengan Teknik Tandem ....................................................................... 9
II.5 Resin Amberlite XAD ....................................................................................... 10
II.6 Teknik Pemisahan dan Prakonsentrasi dengan XAD ........................................ 12
II.7 Flow Injection Analysis (FIA) ........................................................................... 13
II.8 Evaluasi Kinerja FIA ......................................................................................... 16
II.8.1 Faktor Pengayaan ............................................................................................... 16
II.8.2 Efisiensi Konsentrasi ......................................................................................... 16
II.8.3 Faktor Indeks Konsumtif ................................................................................... 17
Bab III Metodologi Penelitian ........................................................................................ 18
III.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................ 18
III.2 Alat dan Bahan .................................................................................................. 18
III.3 Diagram Alir Penelitian ..................................................................................... 19
III.4 Prosedur Penelitian ............................................................................................ 20
III.4.1 Pembuatan Larutan ............................................................................................ 20
III.4.2 Sintesis Resin Pengkhelat .................................................................................. 20
III.4.3 Karakterisasi Resin Pengkhelat ......................................................................... 22
III.5 Analisis Pengaruh Spesi Cr(III) terhadap Analisis Cr(VI)-DPC ....................... 22
III.6 Optimasi Kondisi Pengukuran ........................................................................... 22
III.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Cr(VI) Metode Batch .............................. 22
III.6.2 Pengaruh [H2SO4] pada Pengompleksan terhadap % Retensi Cr(VI) ............... 22
III.6.3 Pengaruh Waktu Kontak terhadap % Retensi Cr(VI) Metode Batch ................. 23
III.6.4 Pengaruh Konsentrasi Cr(VI) terhadap Kapasitas Retensi Metode Batch ......... 23
III.6.5 Penentuan Kapasitas Retensi XAD-DPC terhadap Cr(VI) secara Alir .............. 24
III.7 Prakonsentrasi dengan FIA-AAS ....................................................................... 24
III.7.1 Pembuatan Minikolom ....................................................................................... 24
III.7.2 Penentuan Konsentrasi Eluen ............................................................................ 25
III.8 Kinerja Analitik ................................................................................................. 25
III.8.1 Kebolehulangan Sinyal (Repeatability) ............................................................. 25
III.8.2 Limit Deteksi Pengukuran ................................................................................. 25
III.8.3 Penentuan Linieritas .......................................................................................... 25
III.9 Kinerja FIA ........................................................................................................ 26
III.9.1 Faktor Pengayaan (Enrichment Factor/EF) ....................................................... 26
III.9.2 Efisiensi Konsentrasi (Concentration Efficiency/CE) ....................................... 26
III.9.3 Faktor Indeks Konsumtif (Consumptive Index/CI) ............................................ 26
Bab IV Hasil dan Pembahasan ........................................................................................ 27
IV.1 Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Amberlite XAD-16-DPC ............ 27
IV.1.1 Nitrasi Amberlite XAD-16 ................................................................................ 27
IV.1.2 Reduksi Nitrobenzen.......................................................................................... 28
IV.1.3 Azotisasi Benzilamina ....................................................................................... 28
IV.1.4 Reaksi Kopling Garam Arenediazonium ........................................................... 30
IV.2 Pengaruh Spesi Cr(III) terhadap Retensi Cr(VI)-DPC ...................................... 33
IV.3 Optimasi Pengukuran dengan Metode Batch ..................................................... 33
IV.3.1 Pengaruh Konsentrasi H2SO4 terhadap Retensi Cr(VI) ..................................... 33
IV.3.2 Pngaruh Waktu Kontak terhadap Retensi Cr(VI) .............................................. 34
IV.3.3 Pengukuran Kapasitas Retensi Metode Batch ................................................... 35
IV.4 Prakonsentrasi Berbasis FIA .............................................................................. 36
IV.4.1 PengukuranKapasitas Retensi Dinamik ............................................................. 36
IV.4.2 Evaluasi Konsentrasi Eluen ............................................................................... 37
IV.5 Kinerja Analitik ................................................................................................. 38
IV.5.1 Presisi ................................................................................................................. 38
IV.5.2 Limit Deteksi ..................................................................................................... 39
IV.5.3 Penentuan Linieritas .......................................................................................... 39
IV.5.4 Pengaruh Matriks dan Perolehan Kambali (% Recovery) .................................. 40
IV.6 Kinerja FIA ........................................................................................................ 41
IV.6.1 Faktor Pengayaan ............................................................................................... 41
IV.6.2 Efisiensi Konsentrasi ......................................................................................... 41
IV.6.3 Indeks Konsumtif ............................................................................................... 41
BabV Kesimpulan dan Saran ....................................................................................... 42
V.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 42
V.2 Saran .................................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Spektrum infra Merah ................................................................................ 45
A.1 Spektrum Infra Merah Senyawa PSDVB-NO2 .............................................. 45
A.2 Spektrum infra Merah PSDVB-NH2 .............................................................. 46
A.3 Spektrum Senyawa PSDVB-DPC .................................................................. 47
A.4 spektrum Senyawa DPC Murni ...................................................................... 48
Lampiran B Pengaruh Serapan Cr(III) terhadap Cr(VI) Metode Batch......................... 49
Lampiran C Kurva Larutan standar Cr(VI) dengan Metode Batch ............................... 50
Lampiran D Perhitungan Pengaruh Konsentrasi H2SO4 terhadap Retensi Cr(VI) ......... 51
Lampiran E Perhitungan Pengaruh Waktu Kontak terhadap Retensi Cr(VI) ................ 52
Lampiran F Perhitungan Kapasitas Retensi Resin XAD-DPC terhadap Cr(VI) ........... 53
Lampiran G Perhitungan Kapasitas Retensi Resin XAD-DPC Metode Kolom ............ 54
Lampiran H Perhitungan Kebolehulangan dan Limit Deteksi ....................................... 55
Lampiran I Perhitungan Konsentrasi Sampel dan % Recovery .................................... 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Struktur kompleks Cr(VI)-DPC berdasar teori model molekul ............ 7
Gambar II.2 Hasil Difraksi Sinar-X kompleks Cr(VI)-DPC ..................................... 8
Gambar II.3 Struktur DPC dan 1,5-difenil karbazon ................................................ 8
Gambar II.4 Struktur Molekul Poli(stirendivinilbenzen) .......................................... 11
Gambar III.1 Diagram Alir Penelitian ........................................................................ 20
Gambar III.2 Set Alat Refluks .................................................................................... 21
Gambar III.3 Rangkaian Minikolom Berbasis FIA .................................................... 25
Gambar IV.1 Struktur Resin Amberlite XAD-16-DPC .............................................. 30
Gambar IV.2 Tahapan Reaksi Sintesis Amberlite XAD-16-DPC .............................. 31
Gambar IV.3 Spektrum IR PSDVB-NO2, PSDVB-NH2, PSDVB-DPC, DPC ........... 32
Gambar IV.4 Kapasitas Retensi Kompleks Cr(VI)-DPC pada Variasi [H2SO4] ........ 33
Gambar IV.5 Kapasitas Retensi Kompleks pada Variasi Waktu Kontak ................... 34
Gambar IV.6 Kapasitas Retensi Resin XAD-DPC Metode Batch.............................. 35
Gambar IV.7 Kapasitas Retensi Resin XAD-DPC Metode Kolom ............................ 36
Gambar IV.8 Hubungan Konsentrasi Eluen dan Tinggi Sinyal .................................. 37
Gambar IV.9 Presisi Sinyal Cr(VI) ............................................................................. 38
Gambar IV.10 Kurva Kalibrasi Larutan Cr(VI) ........................................................... 39
Gambar A.1 Spektrum Infra Merah Senyawa PSDVB-NO2 ..................................... 45
Gambar A.2 Spektrum Infra Merah Senyawa PSDVB-NH2 ..................................... 46
Gambar A.3 Spektrum Infra Merah Senyawa PSDVB-DPC .................................... 47
Gambar A.4 Spektrum Senyawa DPC Murni ............................................................ 48
Gambar C.1 Kurva Kalibrasi Larutan Cr(VI) Metode FIA ....................................... 50
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Sifat Fisik Kromium .................................................................................... 4
Tabel II.2 Sifat Khas Resin Amberlite XAD ............................................................... 10
Tabel IV.1 Tabel Pengukuran Sampel dan % Recovery ................................................ 40
Tabel A.1 Spektrum Infra Merah PSDVB-NO2 ........................................................... 45
Tabel A.2 Spektrum Infra Merah PSDVB-NH2 ........................................................... 46
Tabel A.3 Spektrum Infra Merah PSDVB-DPC .......................................................... 47
Tabel A.4 Spektrum Infra Merah DPC Murni ............................................................. 48
Tabel B.1 Pengaruh Serapan Cr(III) terhadap Cr(VI) dengan Metode Batch .............. 49
Tabel C.1 Korelasi Konsentrasi Larutan Standar Cr(VI) terhadap Absorban .............. 50
Tabel D.1 Pengaruh Konsentrasi H2SO4 terhadap Retensi ion Logam Cr(VI) ............ 51
Tabel E.1 Pengaruh Waktu Kontak terhadap Retensi ion Logam Cr(VI) ................... 52
Tabel F.1 Kapasitas Retensi Resin Amberlite XAD-16-DPC ..................................... 53
Tabel G.1 Laju Alir Rata-rata Cr(VI) ........................................................................... 54
Tabel H.1 Tinggi Puncak kebolehulangan Larutan Cr(VI) 500 ppb ............................ 55
Tabel H.2 Profil Tinggi Puncak Blanko ....................................................................... 56
Tabel I.1 Tinggi Puncak Larutan Cr(VI) .................................................................... 57
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Nama Pemakaian
dan Simbol pertama kali
pada halaman
USEPA United States Environmental Protection Agency 1
WHO World Health Organization 2
AAS Atomic Absorption Spectrometry 2
ICP-AES Inductively Coupled Plasma-Atomic Emission 2
Spectrometry
FIA Flow Injection Analysis 2
PSDVB Poly(Stiren divinyl) benzene 2
DPC 1,5-Diphenyl carbazide 3
SPE Solid Phase Extraction 7
CV-AAS Cold Vapour-Atomic Absorption Spectrometry 7
DIBK Diisobutyl ketone 8
FAAS Flame Atomic Absorption Spectrometry 9
ETAAS Electrothermal Atomic Absorption Spectrometry 9
RP-HPLC Reverse Phase-High Performance Liquid
Chromatography 9
PAA-E Polyacrylic ester 11
ICP-MS Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry 13
PTFE Poly Tetra Fluoro Ethylene 14
EF Enrichment Factor 16
CE Concentration Efficiency 16
CI Consumtive Index 17
FT-IR Fourier Transform-Infra Red 19
Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang Penelitian
Seringkali ion logam masuk ke aliran air karena air buangan dari berbagai proses
industri. Beberapa ion logam beracun bagi manusia sehingga pengeluarannya
harus dimonitor secara hati-hati. Contohnya logam berat yang dapat menyebabkan
beberapa resiko diantaranya efek karsinogenik bagi kesehatan manusia, ancaman
lingkungan, dan kepunahan spesies. Studi telah menunjukkan bahwa penyebab
kanker antara lain disebabkan karena logam tertentu yang sangat berbahaya yang
dapat meningkatkan interaksinya dengan logam lain, di mana proses ini sangat
tergantung pada bentuk kimia suatu logam. Sekarang ini peningkatan kesadaran
akan bahaya logam berat berdasarkan bentuk kimianya cenderung mendorong
perkembangan analisis yang lebih selektif dan spesiasi logam.(1)
Spesiasi dibutuhkan karena masing-masing spesi anorganik dari unsur khusus
memiliki sifat toksikologikal yang sangat berbeda. Ada perbedaan spesi unsur
tertentu dalam transport unsur dalam lingkungan dan dalam rantai makanan.
Mengetahui bentuk kimia unsur di lingkungan, agrikultural, dan sampel lain
menjadi lebih penting daripada mengetahui kandungan total unsur.(2) Contohnya
logam kromium, logam ini banyak digunakan di beberapa industri seperti
elektroplating, penyamakan kulit, cat, knalpot kendaraan bermotor, dan tekstil.
Dengan semua proses yang terjadi di industri, produk limbah pasti tak terelakkan.
Limbah-limbah tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan yang
dapat membahayakan kesehatan. Kromium di alam terdapat dalam bentuk Cr(III)
dan Cr(VI).(3)
Senyawa Cr(III) merupakan makronutrien esensial yang dibutuhkan oleh manusia
untuk mempertahankan metabolisme glukosa, lipid, dan protein.(4) Sedangkan
Cr(VI) menyebabkan kanker dan sangat toksik karena potensial oksidasinya yang
tinggi dan ukurannya yang kecil.(3) Dilaporkan bahwa Cr(VI) dapat merusak paru,
liver, dan ginjal.(5) The United States Environmental Protection Agency (USEPA)
memberlakukan ambang batas 0,1 mg/L total krom dalam air minum. Di Jepang
konsentrasi yang dapat ditolerir dalam air limbah 0,5 mg/L untuk krom total dan
0,05 mg/L untuk Cr(VI). Menurut WHO ambang batas Cr(VI) 0,05 mg/L terlalu
tinggi dibandingkan dengan resiko kanker yang ditimbulkan. Akibatnya,
perkembangan metode sensitif seperti metode spesiasi ion kromium di lingkungan
menjadi sangat penting.(1)
Metode konvensional untuk analisa kromium secara kuantiatif meliputi ekstraksi
pelarut dan penukar ion. Metode tersebut memerlukan waktu lama dan adanya
manipulasi sampel bisa mengakibatkan rusaknya kromium sebelum dilakukan
analisis(6). Beberapa teknik analisis instrumen telah digunakan untuk determinasi
kromium meliputi spektrofotometri uv-vis(2), AAS(7), dan ICP-AES.(8) Karena
konsentrasi Cr(VI) dalam sampel air biasanya dalam µg/L dan kandungan
matriksnya tinggi, maka metode analisis instrumen perlu digabungkan dengan
metode prakonsentrasi secara konvensional untuk memperbaiki limit deteksinya.
Penggunaan resin pengkhelat untuk prakonsentrasi sekarang lebih ditingkatkan
karena bisa dihubungkan dengan Flow Injection Analiysis (FIA) yang
terotomatisasi.(9) Keuntungannya bisa meminimalkan waktu preparasi, lebih
sederhana serta volume sampel dan reagen yang digunakan lebih sedikit.(10) Resin
pengkhelat dapat diperoleh dengan menyisipkan gugus ligan pada saat sintesisnya
atau memasukkan resin dengan larutan ligan atau kompleks logam. Berbagai
material pendukung telah digunakan untuk berikatan dengan pengkhelat, seperti
kopolimer stiren divinilbenzen (PSDVB), selulosa, dan silika gel.(11)
Resin Amberlit XAD-16 (PSDVB) dipilih sebagai material pengisi minikolom
dalam penelitian ini karena kestabilannya dalam larutan asam dan basa,
mempunyai daerah permukaan yang cukup luas, cocok digunakan sebagai pengisi
kolom dengan eluen asam kuat tanpa terjadi degradasi atau kehilangan
performanya.(3) Ligan pengkhelat dalam penelitian ini diikatkan secara kovalen
dengan kopolimer sehingga lebih tahan terhadap pengaruh luar dibandingkan
dengan cara imobilisasi dengan impregnasi biasa. Untuk memperoleh ikatan
kovalen antara resin dan ligan, resin Amberlite XAD-16 (PSDVB) dimodifikasi
dengan ligan melalui gugus fungsi penghubung seperti –N=N- yang dihasilkan
dari produk diazotisasi polimer.(10)
1,5-Difenilkarbazida (DPC) diketahui sebagai reagen selektif dan sensitif untuk
penentuan Cr(VI) secara spektrofotometri. Penentuannya berdasarkan oksidasi
DPC dalam larutan asam dan pembentukan kompleks Cr(VI)-difenilkarbazida
yang berwarna dengan absorpsi maksimum pada 540 nm. Dalam metode
spektrofotometri tersebut, beberapa ion lain seperti Fe(III), V(V), Hg(II), Mo(VI),
Cu(II), membentuk kompleks dengan DPC dan akan mengganggu pengukuran
Cr(VI) jika ada dalam konsentrasi tinggi. Dengan kata lain, aplikasi
spktrofotometri terbatas karena sensitivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan
menggunakan Atomic Absorption Spectrometry (AAS).(5) Oleh karena itu, dalam
penelitian ini dikembangkan metode prakonsentrasi Cr(VI) dengan resin
pengkhelat Amberlite XAD-16-DPC dan dideteksi dengan FIA-AAS. Variabel
yang dipelajari seperti pengaruh konsentrasi asam sulfat pada pengompleksan,
waktu kontak, kapasitas retensi, dan konsentrasi eluen.
I.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan mengevaluasi teknik
prakonsentrasi dan analisis selektif kromium(VI) berbasis Flow Injection Analysis
menggunakan resin pengkhelat Amberlite XAD-16-DPC. Metode ini diharapkan
memiliki akurasi, presisi, dan limit deteksi, serta kinerja FIA yang baik sehingga
dapat dipergunakan untuk analisis renik selektif kromium yang terdapat di
lingkungan perairan.
I.3 Ruang Lingkup penelitian
Penelitian ini akan mengkaji mengenai sintesis resin pengkhelat Amberlite XAD-
16-DPC. Hasil sintesis yang diperoleh dianalisis menggunakan metode
spektrofotometri infra merah dan dikarakterisasi sifat retensinya terhadap ion
logam Cr(VI). Proses prakonsentrasi dilakukan dan dioptimasi dengan FIA.
Kinerja analitik serta kinerja FIA dievaluasi untuk memberikan penilaian terhadap
metode analisis yang dikembangkan.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.1 Kromium(12)
Kromium adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang
Cr dan nomor atom 24. Logam ini berwarna kelabu kebiruan, berkilau, logam
keras bertitik leleh tinggi, tidak berbau, tidak berasa, dan dapat ditempa. Nama
unsurnya berasal dari bahasa Latin “Chroma” yang artinya “warna” karena
kebanyakan unsurnya berwarna. Unsur ini ditemukan oleh Louis Nicholas
Vaquelin pada mineral crocate (PbCrO4) pada tahun 1797. Crocate banyak
digunakan sebagai pigmen, setelah penemuan tersebut, ditemukanlah bijih kromit
(FeCr2O4) yang diketahui juga mengandung krom. Kromium adalah unsur yang
kelimpahannya di alam menempati urutan ke-21 di bumi.
Tabel II.1 Sifat Fisik Kromium
Kromium
Simbol
Nomor Atom
Deret kimia
Massa atom
Konfigurasi electron
Ciri Fisik
Fase
Massa jenis (suhu kamar)
Titik lebur
Titik didih
Kalor peleburan
Kalor penguapan
Ciri-ciri Atom
Struktur Kristal
Cr
24
Logam transisi
51,996
[Ar] 3d5 4s1
Padat
7,15 g/cm3
2180 K(1907 °C, 3465 °F)
2944 K(2671 °C, 4840 °F)
21,0 kJ/mol
339,5 kJ/mol
Body centered cubic
Bilangan oksidasi
Elektronegativitas
3,6
1,66 (skala Pauling)
Kromium merupakan logam tahan korosi (tahan karat) dan dapat dipoles menjadi
mengkilat. Dengan sifat ini, kromium banyak digunakan sebagai pelapis pada
ornamen-ornamen bangunan, komponen kendaraan, seperti knalpot pada sepeda
motor, maupun sebagai pelapis perhiasan seperti emas, emas yang dilapisi oleh
kromium ini lebih dikenal dengan sebutan emas putih. Perpaduan Kromium
dengan besi dan nikel menghasilkan baja tahan karat. Kromium trivalen (Cr(III),
atau Cr3+) diperlukan dalam jumlah kecil dalam metabolisme gula pada manusia.
Kekurangan kromium trivalen dapat menyebabkan penyakit yang disebut penyakit
kekurangan kromium (chromium deficiency).
Bilangan oksidasi +3 merupakan bilangan oksidasi yang paling stabil dari
kromium sehingga banyak diketahui senyawaan Cr(III). Cr(III) dapat diperoleh
dengan melarutkan kromium dalam asam seperti HCl atau H2SO4. Kromium
cenderung membentuk senyawa kompleks misalnya kompleks dengan molekul air
(hidrat) yang membentuk senyawa oktahedral. Cr(III) klorida hidrat
[CrCl2(H2O)4]Cl berwarna hijau gelap, [CrCl(H2O)5Cl]2 berwarna hijau pucat, dan
[Cr(H2O)6]Cl3 berwarna violet. Jika CrCl3 dilarutkan dalam air sehingga terjadi
perubahan warna dari hijau menjadi violet. Perubahan warna ini disebabkan oleh
substitusi klorida dengan molekul air. Cr(III) hidroksida menunjukkan reaksi
amfoter dan larut dalam larutan asam menghasilkan [Cr(H2O)6]3+ sedangkan
dalam larutan basa membentuk [Cr(OH)6]3+ dan [Cr(OH)5(H2O)]2-. Jika Cr(III)
hidroksida dipanaskan maka akan berubah menjadi Cr(III) oksida (Cr2O3) yang
stabil.
Bilangan oksidasi stabil yang kedua yaitu +6 contohnya kromat, yang diproduksi
besar-besaran dengan mengoksidasi kromit dengan kalsium atau natrium
karbonat. Reaksi kesetimbangan reaksi kromat dan dikromat : 2 CrO42- + 2 H3O
+
→ Cr2O72- + 2 H2O. Kromat dan dikromat merupakan reagen pengoksidasi yang
kuat pada pH rendah. Cr(VI) dalam larutan ada sebagai hidrokromat (HCrO4-),
kromat (CrO42-) dan dikromat (Cr2O7
2-).
II.2 Toksisitas Kromium(13)
Cr(III) merupakan tingkat oksidasi paling stabil untuk Cr, reaksinya lambat secara
kinetik, tetapi Cr(III) bukan pengoksidasi kuat. Cr(VI) bukan merupakan tingkat
oksidasi yang stabil bila dibandingkan dengan Cr(III). Cr(VI) merupakan agen
pengoksidasi paling kuat (reaksinya lebih cepat dibanding Cr(III) dan lebih
mudah membentuk kompleks). Namun hal ini bukan merupakan penyebab Cr(VI)
menjadi toksik. Salah satu produk reduksi Cr(VI) adalah Cr(V) yang berbahaya.
Cr(V) diketahui karsinogenik dan akan menetap di beberapa jaringan tubuh untuk
membentuk sel kanker. Di Rusia telah dilaporkan bahwa Cr(VI) merupakan faktor
penyebab penuaan dini.
Dalam tubuh, asiditas dan reaksi enzimatik pada Cr(VI) akan mempromosikan
pembentukan Cr(V). Namun karena ukurannya secara normal sangat besar untuk
diserap jaringan, Cr(V) akan lewat begitu saja dari jaringan. Tempat dimana
Cr(V) biasanya disimpan yaitu dalam kapiler ginjal, usus, dan paru-paru. Selama
perjalanan, Cr(VI) akan mengoksidasi apapun yang bisa dioksidasi dan
mengakibatkan terbentuknya Cr(III) yang aman dan Cr(V) yang berbahaya.
II.3 Kompleks Cr(VI)-DPC
Spesi Cr(VI) mempunyai kemampuan besar membentuk kompleks berwarna
dengan ligan-ligan termasuk 1,5-Diphenyl carbazide (DPC). DPC membentuk
kompleks dengan Cr(VI) pada pH rendah dan pengurangan pH ini biasanya
menggunakan asam sulfat atau asam fosfat. Reaksi Cr(VI)-DPC umumnya
terbebas dari interferen.(14) DPC tidak akan membentuk kompleks dengan Cr(III)
untuk membentuk warna karena stabilitas ion Cr(III) dan keinertannya. Hal ini
berarti tingkat oksidasi akhir kompleks Cr haruslah Cr(VI). Melalui model
molekuler pada Gambar II.1 bahwa ion Cr(VI) membentuk kompleks oktahedral
dengan DPC. Dapat dilihat bahwa 3 molekul DPC dapat berikatan dengan atom
pusat Cr membentuk kompleks yang sangat stabil.(13)
Cr
N
N
N
N
HN C
O
HNCNHN
NH NHNHNC
O
O
Gambar II.1 Struktur kompleks Cr(VI)-DPC berdasarkan teori model molekul
Sedangkan pada Gambar II.2 terjadi “sandwich” antara cincin yang terdelokalisasi
pada cincin benzen primer dengan Cr.(13)
Gambar II.2 Hasil Difraksi Sinar-X Struktur kompleks Cr(VI)-DPC
II.4 Metode Analisis Instrumen untuk Kromium
Banyak metode telah dikembangkan untuk prakonsentrasi dan analisis spesiasi
kromium menggunakan instrumen, sedikit diantaranya : kolorimetri dideteksi
menggunakan spektrometri uv-vis, Solid Phase Extraction (SPE) dan CV-AAS.
Prakonsentrasi dengan resin pengkhelat lalu dideteksi dengan ICP-AES (teknik
tandem). Sampai saat ini pengembangan metoda penentuan kromium masih terus
dilakukan terutama penggunaan resin pengkhelat untuk prakonsentrasi Cr(VI).
II.4.1 Analisis dengan Kolorimetri(15)
Spesi Cr(VI) dapat membentuk kompleks berwarna dengan ligan 1,5-Difenil
karbazida (DPC). Reaksi antara Cr(VI) dengan DPC berlangsung cepat dan
spesifik. Reaksi ini telah digunakan secara luas untuk penentuan kromium dengan
metode kolorimetri. Senyawa kompleks berwarna violet yang terbentuk menyerap
pada panjang gelombang ~540 nm. Reaksi pembentukan kompleks Cr-DPC ini
melibatkan reduksi kromat oleh DPC menjadi Cr(III) dan oksidasi DPC menjadi
1,5-difenil karbazon. Struktur DPC dan 1,5-difenil karbazon dapat dilihat pada
Gambar II.3. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut :
[ ] O8H LH )Cr(III)(HL 8H L3H CrO 2 22242
4 +↔++ ++− ….......
2.1
H4L menunjukkan DPC sedangkan H2L menunjukkan 1,5-difenil karbazon.
NH NH
O
NH NH
N N
O
NH NH
DPC 1,5-difenil karbazon
Gambar II.3 Struktur DPC dan 1,5-difenil karbazone
II.4.2 Analisis dengan Ekstraksi
II.4.2.1 Ekstraksi Sederhana
Yoshiro Honna(16) mengekstraksi Cr(III) dan Cr(VI) ke dalam amonium pirolidin
ditiokarbamat (APDC) dengan sistem ekstraksi diisobutilketon (DIBK). Spesiasi
sederhana dilakukan berdasar perbedaan kecepatan reaksi antara Cr(III) dan
Cr(VI). Ekstraksi I, Cr(VI) diekstraksi menuju fasa DIBK, Cr(III) yang masih
tertinggal dalam sampel dilakukan ekstraksi bagian kedua dengan DIBK yang
baru. Deteksi yang digunakan adalah AAS. Cara ini kurang efektif karena
membutuhkan reagen dan sampel yang banyak serta menghabiskan banyak waktu.
II.4.2.2 SPE
Teknik ekstraksi pelarut merupakan cara yang banyak dilakukan dalam analisis
logam dalam jumlah renik. Pada ekstraksi pelarut fasa padat ini digunakan
ekstraktor berupa fasa padat yang direaksikan dengan larutan pengkhelat. Larutan
pengkhelat yang digunakan adalah DPC diimobilisasikan ke dalam minikolom C-
18, metode dikerjakan dengan sistem flow injection. Hasilnya kompleks Cr(VI)-
DPC dideteksi dengan ICP-AES.(17)
Pada prinsipnya teknik pembentukan kompleks khelat yang melibatkan teknik
ekstraksi pelarut, yaitu dengan cara mengontakkan larutan fasa air yang
mengandung analit dengan fasa organik berwujud padat yang mengandung reagen
pengkhelat. Reagen yang digunakan berupa senyawa pengkhelat yang akan
membentuk kompleks koordinasi dengan ion kromium sehingga terbentuk
senyawa kompleks khelat yang berwarna.
II.4.3 Analisis dengan AAS
Untuk mendapat prakonsentrasi dan pemisahan yang akurat, reliabel dan sensitif
dibutuhkan determinasi langsung dengan AAS. FAAS sudah banyak digunakan
secara rutin di laboratorium karena biayanya yang terjangkau dan operasinya
lebih mudah dibanding ETAAS. Metode lain seperti ICP-MS memang ideal dan
cocok untuk determinasi kromium namun biaya analisis instrumennya tinggi.(18)
Spesiasi kromium dan dideterminasi dengan FAAS telah dilakukan oleh
Tunceli.(7) Cr(VI) dipisahkan dari Cr(III) dan diprakonsentrasi sebagai kompleks
Cr(VI)-DPC dialirkan ke dalam kolom yang telah terisi dengan Amberlite XAD-
16. Kompleks Cr(VI) yang teretensi dielusi dengan H2SO4 dalam metanol.
II.4.4 Analisis dengan Teknik Tandem
Teknik yang banyak dikembangkan untuk meningkatkan selektifitas, sensitivitas
dan limit deteksi dalam analisis suatu sampel dalam jumlah renik dan dalam
matriks yang kompleks adalah teknik tandem. Teknik tandem merupakan suatu
metoda yang menggabungkan dua atau lebih instrumen analisis. Teknik tandem
ini biasanya digunakan untuk spesiasi karena teknik ini pada prinsipnya salah satu
instrumen berfungsi sebagai preparasi sampel seperti pemisahan atau spesiasi dan
yang lain sebagai pendeteksi. Teknik tandem untuk analisis kromium dalam
jumlah renik telah banyak dikembangkan antara lain ICP-AES(8), RP-HPLC-
AAS.(19)
HPLC merupakan salah satu metode kromatografi yang melibatkan
pendisribusian komponen-komponen yang akan dipisahkan pada 2 fasa yang tidak
saling bercampur, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan terjadi karena
adanya perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen pada fasa
diam. HPLC yang banyak dikembangkan adalah HPLC fasa terbalik, yaitu
memakai fasa diam nonpolar dan fasa gerak polar. Spesiasi kromium dengan RP-
HPLC-AAS yang telah dilakukan menggunakan minikolom C-18 dengan panjang
25 cm pada suhu 40ºC 2,5 mL/menit.
II.5 Resin Amberlite XAD(20)
Kelompok resin Amberlite XAD dibagi menjadi dua kelompok, resin polistiren
divinilbenzen (PSDVB) ditunjukkan pada Gambar II.4, dan resin polyacrylic Acid
Ester (PAA-E). Resin Amberlite XAD lebih stabil dalam larutan asam atau basa
dan pelarut organik dibandingkan dengan silika-C18 dan silika gel. Resin
Amberlite XAD telah banyak digunakan sebagai adsorben material organik dan
kompleks logam organik karena struktur makro-porinya. Beberapa sifat resin
Amberlite XAD diberikan dalam Tabel II.2.
Tabel II.2 Sifat Khas Resin Amberlite XAD
Daerah permukaan spesifik (m2/g)
Diameter pori (Å)
Volume pori (mL/g
%)
Momen dipol (D)
Polistiren divinilbenzen
Amberlite XAD-1
Amberlite XAD-2
Amberlite XAD-3
Amberlite XAD-4
Amberlite XAD-5
Amberlite XAD-16
Amberlite XAD-1180
Ester asam poliakrilat
Amberlite XAD-6
Amberlite XAD-7
Amberlite XAD-8
Amberlite XAD-9
Amberlite XAD-1
100
330
526
750
415
825
650
663
450
140
70
170
200
90
44
50
68
100
140
498
80
250
370
350
35,2
42
38,7
51
43,4
60
65
49,3
55
52
0,3
0,3
1,8
1,8
Resin XAD-1, 2, 3, 4, 5, 16, 1180 merupakan kopolimer PSDVB yang
mempunyai permukaan hidrofobik yang nonpolar. Kopolimer PSDVB tidak
mudah mengabsorb air karena sifat hidrofobiknya. Resin tersebut mempunyai
gugus aromatik dan tidak memiliki kemampuan pertukaran ion.
Resin Amberlite XAD-6, 7, 8, 9, 11 merupakan polimer PAA-E yang mempunyai
permukaan hidrofilik dan sedikit polar. Resin ini lebih mudah menyerap air, non-
aromatik dan memiliki kemampuan pertukaran ion yang rendah.
Perbedaan komposisi kimia resin PSDVB dan resin PAA-E mempengaruhi
efisiensi elusi masing-masing resin. Afinitas resin XAD Amberlite untuk
mengabsorp senyawa berhubungan dengan daerah permukaan spesifik, polaritas,
dan volume spesifik pori. Umumnya resin yang mempunyai daerah permukaan
besar yang lebih dipilih (khususnya XAD-4 dan XAD-16) dengan struktur yang
sama. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan resin Amberlite XAD-16.
CH2
CH2
CH2
CH2
CH2
CH2
Gambar II.4 Struktur Molekul Poli(stirendivinilbenzen)
Penggunaan resin Amberlite XAD dengan daerah permukaan yang besar dan
struktur makropori cocok untuk prakonsentrasi, pemisahan kromatografi dari
beberapa senyawa karena lebih mudah dielusi dan bebas dari resiko kontaminasi.
Lagipula resin XAD mempunyai kemampuan adsorpsi yang lebih besar dan lebih
mudah elusinya daripada silika gel dan alumina.
II.6 Teknik Pemisahan dan Prakonsentrasi dengan XAD(20)
Metode prakonsentrasi logam berat tingkat renik dalam beberapa media dibagi
menjadi 3 tipe : imobilisasi, impregnasi, dan adsorpsi kompleks logam.
a. Imobilisasi
Resin Amberlite XAD yang terimobilisasi secara kimia dengan ligan organik
telah digunakan untuk prakonsentrasi ion logam. Ligan yang terimobilisasi
dalam resin dipreparasi dengan beberapa kombinasi gugus fungsi. Namun
prosedur sintesisnya rumit, dan ada beberapa keterbatasan gugus fungsi yang
bisa diimobilisasi. Imobilisasi pada resin Amberlite XAD telah digunakan
untuk preparasi resin pengkhelat yang baru.
b. Impregnasi (Penyerapan dalam Pori)
Impregnasi resin Amberlite XAD dengan larutan ligan juga telah banyak
digunakan dalam prakonsentrasi ion logam tingkat renik. Beberapa metode
impregnasi reagen yang tidak larut air kepada resin Amberlite XAD telah
diaplikasikan seperti melewatkan larutan reagen disepanjang kolom yang
terisi dengan resin, mengocok adsorben dalam larutan reagen dan
menguapkan pelarut setelahnya; resin yang terimpregnasi disimpan dalam
kondisi yang cocok sampai dilakukannya prakonsentrasi.
Dalam preparasi impregnasi ligan ke adsorben, beberapa sifat yang
dibutuhkan untuk ligan : harus cukup stabil, kelarutan dalam larutan harus
cukup rendah, harus teradsorbsi sangat kuat menuju substrat, dan dipilih ligan
yang mampu membentuk kompleks dengan beberapa logam sebisa mungkin
sama dengan pH larutan sampel. Dalam prosedur imobilisasi dan impregnasi,
logam biasanya dielusi dari kolom dengan memutuskannya dari agen
pengompleks dengan beberapa konsentrasi dari asam mineral.
c. Adsorpsi kompleks logam
Karena sifat fisika dan kemampuan adsorpsi resin Amberlite XAD terhadap
kompleks logam sehingga banyak digunakan dalam pengayaan logam tingkat
renik. Penggunaan kelompok resin pada kompleks logam cenderung
meningkat. Pada prosedur ini, ion logam renik dirubah menjadi sebuah khelat
logam atau kompleks anorganik dalam larutan, kompleks logam diadsorbsi
pada resin Amberlite XAD dengan filtrasi vakum. Senyawa logam yang
teradsorb didesorbsi oleh eluen yang cocok dengan sedikit volume.
Konsentrasi logam yang dikeluarkan dari kolom dideteksi dengan AAS,
spektrofotometri, ICP-MS, dll.
II.7 Flow Injection Analysis (FIA)(21)
Flow Injection Analysis dapat didefinisikan sebagai metode analitik yang
didasarkan pada penginjeksian sejumlah sampel dalam bentuk larutan ke dalam
suatu aliran yang tidak bersegmen. Sampel yang diinjeksikan berbentuk zona,
aliran tersebut menuju suatu detektor atau sensor untuk direkam dalam bentuk
parameter seperti absorbansi, potensial elektroda, atau parameter fisik lainnya
sebagai sinyal analitik yang kontinyu.
Tiga prinsip dasar FIA adalah kombinasi antara injeksi sampel, kontrol dispersi,
dan tetapan waktu. Hal yang membuat teknis FIA ini diterima adalah : prinsip
dasarnya yang mudah dimengerti dan diimplementasikan, instrumennya dapat
dibuat dari komponen yang sederhana dan murah, menyediakan prosedur analisis
kimia basah yang terotomasi. FIA adalah teknik yang ideal untuk otomasi analisis
sampel dalam bentuk larutan.
Prakonsentrasi dengan FIA memiliki keunggulan dibandingkan dengan proses
prakonsentrasi biasa. FIA dapat memperkecil dan mengeliminasi kesalahan
operator karena sistem ini menggunakan saluran dan reaktor yang tertutup. Proses
prakonsentrasi yang berlangsung dalam reaktor menghindarkan proses dari
kesalahan analitis yang mungkin terjadi akibat proses pergantian alat,
kontaminasi, atau perubahan jumlah analit. Selain itu pengukuran dengan FIA
memerlukan jumlah reagen dan analit yang lebih sedikit dan waktu analisis yang
singkat sehingga lebih ekonomis. Secara sederhana terdapat empat tahapan sistem
kinerja FIA. Keempat tahap tersebut meliputi injeksi, dispersi, deteksi, elusi atau
pembilasan.
Carrier merupakan larutan pembawa yang juga digunakan sebagai blanko.
Carrier menjadi pembawa semua jenis reagen atau analit yang akan direaksikan
di reaktor. Oleh karena itu larutan pembawa ini harus dapat bercampur baik
dengan semua reagen yang dipergunakan dan tidak memberikan sinyal pada
detektor. Carrier juga dapat berfungsi menjaga kondisi resin yang terdapat dalam
minikolom sehingga tetap dalam kondisi optimumnya. Larutan pembawa ini terus
menerus dialirkan dengan laju alir konstan menuju detektor oleh pompa peristaltik
yang dapat diatur laju alirnya. Input reagen atau sampel ke dalam rangkaian alat
dapat dilakukan dengan cara menggantikan carrier dengan larutan tersebut pada
jalur yang sama. Pengaturan volume input reagen atau sampel dalam sistem FIA
dapat dipermudah dengan katup putar sistem yang berbasis volume, volume
reagen yang dimasukkan pada tiap-tiap pengukuran sama.
Instrumenasi yang umum digunakan :
a. Pompa Peristaltik
Alat ini berfungsi sebagai pendorong cairan baik sampel, reagen, maupun
carrier dalam sistem FIA. Pompa peristaltik dapat diatur sedemikian rupa
sehingga mempunyai kecepatan aliran tertentu yang stabil.
b. Selang Kapiler
Jenis pipa yang paling banyak digunakan sebagai selang kapiler pada sistem
FIA adalah jenis Poly(Tetra Fluoro Ethylene) / PTFE. Pipa ini mempunyai
diameter 0,35-1,0 mm. Dinding pipa diharapkan tidak lebih tipis dari 0,5 mm
untuk memastikan kecukupan dalam kekuatan mekaniknya.
Penggunaan selang kapiler sebagai tabung aliran atau conduit pada sistem FIA
sangat penting untuk mempertahankan kondisi aliran laminar dari cairan yang
dialirkan. Dengan demikian aliran turbuler yang dapat mengakibatkan laju
alur dari reagen yang tidak sama di setiap titik (aliran fluida yang terpisah
dengan ruang kosong) dapat dihindari.
Panjang selang kapiler untuk FIA perlu menjadi salah satu faktor teknis yang
perlu diperhatikan. Selang yang panjang akan memperlama waktu kontak
antar reagen dan mengakibatkan proses pengenceran analit pada tahap
dispersi. Adanya pengenceran akan memperkecil perolehan sinyal pada
detektor.
c. Katup Putar Multi Jalur
Sistem katup digunakan untuk memasukkan sampel maupun reagen dengan
volume tertentu sesuai yang dibutuhkan secara periodik ke dalam aliran
carrier. Sistem katup ini digunakan untuk menjaga adanya faktor pengganggu
dalam sistem zona sampel seperti pulsa udara yang kadang-kadang dapat
memberikan sinyal pada detektor. Selain itu sistem katup ini juga berfungsi
untuk menyeragamkan proses input sehingga dapat mengeliminasi kesalahan
akibat ketidakseragaman proses input.
d. Reaktor
Pada metode prakonsentrasi ini digunakan minikolom yang diisi Amberlite
XAD-16-DPC sebagai reaktor. Reaktor atau kolom sebagai tempat terjadinya
interaksi antara reagen dan terjadinya proses prakonsentrasi.
Berdasarkan proses yang terjadi dalam reaktor, teknik FIA untuk
prakonsentrasi dan pemisahan dapat dikelompokkan menjadi kategori
ekstraksi cair-cair, ekstraksi gas-cair, sorpsi, presipitasi, dan dialisis. Untuk
tujuan prakonsentrasi, dapat digunakan kolom sorpsi, presipitasi, ekstraksi
cair-cair, dan sebagainya. FIA juga dapat dilakukan untuk pengukuran
langsung analit (auto sampling) atau juga kondisi suatu reaksi melalui
pengukuran parameter fisik yang berubah selama reaksi berlangsung.
e. Detektor
Detektor berfungsi untuk menerjemahkan perubahan parameter fisik yang
diukur dari analit sebagai puncak transien. Jenis detektor yang dipilih
disesuaikan dengan karakteristik analit. Pengukuran analit logam
menggunakan detektor FAAS, AES, ICP-AES, dan sebagainya. Detektor
dapat pula dikombinasikan dengan rekorder sehingga sinyal yang dihasilkan
instrumen dapat direkam baik secara analog maupun digital. Tinggi dan luas
puncak yang terekam sebanding dengan konsentrasi. Dengan demikian
informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi,
senyawa yang ditentukan dengan membandingkannya dengan kurva kalibrasi.
Pengukuran analit yang memiliki serapan di daerah sinar tampak atau uv dapat
mempergunakan detektor berupa spektrofotometer uv-vis. Instrumen lain
dapat digunakan sebagai detektor disesuaikan dengan kebutuhan, ketersediaan
alat dan tujuan analisis.
II.8 Evaluasi Kinerja FIA(21)
II.8.1 Faktor Pengayaan (Enrichment Faktor)
Faktor pengayaan merupakan perbandingan antara konsentrasi sampel setelah
tahap prakonsentrasi (Ce) terhadap konsentrasi sampel sebelum prakonsentrasi
(Cs), dapat dinyatakan menjadi :
Cs
Ce EF= ……….
2.2
Pada dasarnya EF (Enrichment Faktor) adalah suatu bentuk pendekatan. Hal ini
dikarenakan dalam aplikasinya, konsentrasi analit dalam konsentrat (Ce) tidak
dapat diketahui secara pasti. Pendekatan EF selanjutnya didefinisikan sebagai
perbandingan antara kemiringan kurva kalibrasi sebelum dan sesudah
prakonsentrasi. Nilai EF dianggap mendekati nilai sesungguhnya jika kondisi
analitik meliputi karakteristik respon detektor tidak mengalami perubahan pada
dua kalibrasi tersebut.
Untuk memperoleh sensitivitas yang tinggi, sistem prakonsentrasi dalam FIA
selalu dibuat pada puncak maksimum seperti dengan mengevaluasi tinggi puncak.
Nilai EF secara sederhana ditentukan dengan membandingkan tinggi puncak
sebelum dan sesudah prakonsentrasi.
II.8.2 Efisiensi Konsentrasi (EC)
Satu alasan utama implementasi sistem prakonsentrasi FIA adalah efisiensinya
yang tinggi dibanding dengan metode batch. Meskipun EF sangat diperlukan
untuk evaluasi sistem prakonsentrasi FIA, ketika digunakan tidak memberi
informasi yang cukup memadai terhadap efisiensinya. EF yang tinggi tidak
identik dengan efisiensi tinggi karena mungkin dicapai dengan waktu
prakonsentrasi yang lama, beberapa jam, bahkan hari dan membutuhkan banyak
sampel. Selain EF yang tinggi, waktu dan jumlah analit yang diperlukan pada
tahap prakonsentrasi juga mempengaruhi efisiensi pengukuran.
Efisiensi konsentrasi didefinisikan sebagai hasil kali antara faktor EF dan
frekuensi sampling dari analisa per menit. CE (Concentration Efficiency)
diekspresikan sebagai menit-1:
60
f EF CE ×= ……….
2.3
dengan f sebagai frekuensi sampling per jam.
Nilai CE menunjukkkan faktor pengayaan analit yang dicapai oleh sistem
permenitnya. Dengan mengabaikan prinsip pemisahan, konsep efisiensi
konsentrasi dapat diperluas untuk semua sistem prakonsentrasi sehingga
memungkinkan penggunaan nilai CE untuk membandingkan efisiensi prosedur
prakonsentrasi yang menggunakan prinsip pemisahan yang berbeda.
II.8.3 Faktor Indeks Konsumtif
Indeks konsumtif mencerminkan aspek lain dari efisiensi sistem prakonsentrasi,
antara lain efisiensi penggunaan, diartikan sebagai volume sampel dalam mililiter
yang diperlukan untuk mencapai tiap unit EF.
EF
Vs CI = ……….
2.4
dengan Vs adalah volume sampel yang diperlukan untuk mencapai nilai EF. CI
(Consumptive Index) biasanya digunakan untuk sampel dengan volume yang
terbatas atau jika sampel berjumlah banyak.
Bab III
Metodologi Penelitian
III.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kelompok Keahlian Kimia Analitik,
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Bandung, dimulai dari bulan Agustus 2009 - Mei 2010.
III.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain : Waterbath (Buchi 480 made in
Switzerland), labu alas bulat, kondensor, pemanas listrik (Thermolyne MirakTM),
labu leher tiga, pengaduk magnet (Magnetic Stirrer), pendingin liebigh, oil bath,
statif, klem refluks, termometer, termocouple, Spektrofotometer Infra Merah
Transformasi Fourier (IR Prestige-21 Fourier Transform Infrared
Spectrophotometer Shimadzu) untuk pengujian karakteristik resin yang disintesis,
pH meter (Hanna®), alat sentrifugasi (Fiser Scientific Company® Model 370),
Pompa peristaltik (Ismatec), kolom PTFE diameter 2 mm, panjang 5 cm, pipa
Tygon® diameter 0,07-0,10 cm untuk saluran sampel pereaksi lainnya, Atomic
Absorption Spectrophotometer (AAS Double Beam GBC®-902) untuk analisis
kadar Cr(VI) dalam analit, Perangkat lunak Power Chrom (AD Instrument®) yang
terintegrasi dalam AAS untuk pencatat data secara digital, alat gelas standar yang
biasa dipakai di laboratorium analitik.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat kemurnian
pro analisis (p.a) dan terdiri dari :
K2Cr2O7(s), CrCl3.6H2O(s), etanol, aseton(aq), HNO3 pekat, H2SO4 pekat, HCl
pekat, SnCl2(aq), NaNO2(s), NaOH(aq), Amberlite XAD-16(s), 1,5-Difenil karbazida
(DPC)(s), KI(s), amilum(s).
III.3 Diagram Alir Penelitian
Pembuatan larutan
Sintesis PSDVB terazotisasi
Persiapan alat dan bahan
Gambar III.1 Diagram alir Penelitian
III.4 Prosedur Penelitian
III.4.1 Pembuatan Larutan
III.4.1.1 Pembuatan Larutan induk Cr(VI) 1000 ppm
Ditimbang 0,7067 g K2Cr2O7 lalu dilarutkan dengan aquabidest dan diencerkan
hingga volume larutan 250 mL.
PSDVB
PSDVB-NO2 FT-IR
PSDVB-NH2 FT-IR
PSDVB-terazotisasi
FT-IR
Evaluasi : 1. Konsentrasi H2SO4
2. Waktu Kontak
3. Kapasitas Retensi
4. Konsentrasi Eluen
FIA-AAS
Evaluasi : 1. Kebolehulangan
2. Limit Deteksi
3. Linieritas
4. % Recovery
Kinerja FIA
Analisis Data
III.4.1.2 Pembuatan Larutan induk Cr(III) 1000 ppm
Ditimbang 1,2813 g CrCl3.6H2O lalu dilarutkan dengan aquabidest dan
diencerkan hingga volume larutan 250 mL.
III.4.1.3 Pembuatan Larutan Induk DPC 1%
Ditimbang 0,250 g DPC lalu dilarutkan dengan aseton sehingga volume larutan
25 mL. Larutan disimpan dalam botol gelap dan didinginkan dalam lemari
pendingin, dan larutan dibuang ketika warnanya hilang.
III.4.2 Sintesis Resin Pengkhelat
III.4.2.1 Pencucian Resin Amberlite XAD-16
10 g Resin Amberlite XAD-16 yang berwarna putih kekuningan dicuci terlebih
dahulu menggunakan aquabidest, HCl 1 M, aquabidest, NaOH 1 M, aquabidest,
dan dikeringkan dengan etanol. Tujuan pencucian untuk menghilangkan pengotor
yang terdapat dalam resin tersebut sehingga dihasilkan warna resin yang putih
bersih.
III.4.2.2 Nitrasi Resin Amberlite XAD-16
10 g resin Amberlite XAD-16 atau PSDVB dimasukkan ke dalam labu alas bulat
dan ditambahkan 20 mL HNO3 pekat dan tetes demi tetes H2SO4 pekat sebanyak
50 mL. Larutan tersebut direfluks dalam water bath selama 1 jam pada suhu 60ºC
yang dihubungkan dengan kondensor. Setelah refluks selesai, dihasilkan resin
ternitrasi (PSDVB-NO2) berwarna coklat muda dengan bau asam yang sangat
menyengat. Untuk menghilangkan bau asam dilakukan pencucian dengan
aquabidest sampai netral.
III.4.2.3 Reduksi (PSDVB-NO2)
Resin PSDVB-NO2 ditambahkan 40 g SnCl2, 45 mL HCl pekat, dan 60 mL
etanol. Campuran tersebut direfluks (Gambar III.2) selama 12 jam pada suhu 60-
90ºC dalam oil bath. Digunakannya minyak karena sifat minyak yang lebih stabil
secara termal daripada sifat air yang mudah menguap jika dipakai untuk
pemanasan dalam waktu yang lama. Setelah itu dilakukan pencucian dengan HCl
: C2H5OH (1:1), aquabidest, NaOH 2 M, aquabidest untuk mendapat resin yang
tereduksi (PSDVB-NH2) yang berwarna coklat kehitaman.
Gambar III.2 Set Alat Refluks
III.4.2.4 Azotisasi PSDVB-NH2
Resin PSDVB-NH2 tersebut kemudian direndam dalam 50 mL larutan HCl 2M
selama 30 menit. Kemudian resin disaring dengan aquabidest untuk
menghilangkan sisa HCl. Resin yang telah disaring kemudian dimasukkan ke
dalam aquabidest dingin. Suhu larutan dijaga agar tidak lebih dari 4ºC. Kemudian
ditambahkan HCl 1 M sebanyak 50 mL dan ditambahkan larutan NaNO2 1 M
sedikit demi sedikit sampai mencapai volume 100 mL dan menghasilkan warna
hitam, dilakukan penyaringan resin dengan cepat.(10) Resin yang telah diazotisasi
direndam dengan DPC 1% selama 24 jam.
III.4.3 Karakterisasi Resin Pengkhelat
Karakterisasi dilakukan dengan pengujian kristal dengan menggunakan
spektrofotometri infra merah. Struktur kimia yang dievaluasi meliputi struktur
PSDVB-NO2, PSDVB-NH2, dan PSDVB-terazotisasi-DPC. PSDVB yang
terazotisasi tidak dilakukan pengujian dengan FT-IR karena molekulnya tidak
stabil.
III.5 Analisis Pengaruh Spesi Cr(III) terhadap Analisis Cr(VI)-DPC
Metode Batch
Larutan Cr(VI) dan Cr(III) 5 ppm dibuat pada pH 1 (sebanyak 2,5 mL Cr(VI) 100
ppm ditambah dengan sedikit H2SO4 6 M lalu diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas labu takar 50 mL dan menunjukkan pH 1) kemudian diukur
serapannya dengan AAS. Resin XAD-DPC yang telah ditimbang sebanyak 0,5 g
tersebut masing-masing dicelupkan dan diaduk dalam larutan Cr(VI) dan Cr(III)
sebanyak 15 mL dan dibiarkan terjadi penyerapan oleh resin selama 30 menit.
Sisa larutan yang telah terserap resin juga diukur dengan AAS, yang sebelumnya
telah disentrifuge untuk memisahkan larutan dari resin.
III.6 Optimasi Kondisi Pengukuran
III.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Cr(VI) Metode Batch
Ke dalam 7 buah labu takar 25 mL masing-masing dibuat larutan standar Cr(VI)
dengan konsentrasi 1, 2, 4, 6, 8, 10, 20. Sebanyak 0,25; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 5 mL
larutan Cr(VI) 100 ppm masing-masing ditambahkan H2SO4 1,25 mL (untuk
kondisi pH 1) dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Sederet larutan
standar tersebut kemudian diukur dengan AAS.
III.6.2 Pengaruh [H2SO4] pada Pengompleksan terhadap % Retensi Cr(VI)
Metode Batch
Larutan standar Cr(VI) 20 ppm dibuat dengan memipet Cr(VI) 100 ppm sebanyak
5 mL masing-masing ke dalam 5 buah labu takar 25 mL dan ditambahkan H2SO4
1M sebanyak 0,125; 0,25; 0,75; 1,25; 2,5 mL dan diencerkan sampai tanda batas
dengan aquades. Diperoleh larutan standar Cr(VI) 20 ppm dengan variasi
konsentrasi H2SO4 berurutan 0,005; 0,01; 0,03; 0,05; 0,1 M. Masing-masing
larutan standar dipipet 10 mL ke dalam gelas kimia 25 mL yang telah berisi 0,5 g
resin Amberlite XAD-16-DPC sambil diaduk selama beberapa waktu dan
dibiarkan selama 60 menit. Setelah 60 menit akan diperoleh warna larutan yang
semula agak kekuningan menjadi jernih yang menandakan terjadinya penyerapan
Cr oleh resin Amberlite XAD-16-DPC. Serapannya diukur dengan AAS pada
panjang gelombang 357,9 nm. Kondisi optimum ditandai dengan mg Cr / g resin
paling besar.
III.6.3 Pengaruh Waktu Kontak Resin terhadap % Retensi Cr(VI) Metode
Batch
Larutan standar Cr(VI) 20 ppm dibuat dengan memipet Cr(VI) 100 ppm sebanyak
5 mL masing-masing ke dalam 5 buah labu takar 25 mL dan ditambahkan 1 M
H2SO4 1,25 mL (volume yang dibutuhkan agar konsentrasi H2SO4 optimum yaitu
0,05 M) dan diencerkan sampai tanda batas dengan aquades. Masing-masing
larutan standar dipipet 10 mL ke dalam gelas kimia 25 mL yang telah berisi 0,5 g
resin Amberlite XAD16-DPC sambil diaduk. Variasi waktu perendaman
digunakan 15; 30; 60; 90; 120 menit. Absorban sisa larutan Cr yang telah terserap
ke resin Amberlite XAD-16-DPC diukur dengan AAS pada panjang gelombang
357,9 nm. Kondisi optimum ditandai dengan mg Cr / g resin paling besar.
III.6.4 Pengaruh Konsentrasi Cr(VI) terhadap Kapasitas Retensi Metode
Batch
Dibuat Larutan standar Cr(VI) 30; 40; 50; 60; 100; 200; 300 ppm dengan
penambahan sejumlah H2SO4 1 M sehingga konsentrasi larutan standar 0,05 M
dalam 7 buah labu takar 25 mL. Masing-masing dipipet 10 mL ke dalam gelas
kimia 25 ml yang telah berisi 0,5 g resin Amberlite XAD-16-DPC sambil diaduk
dan dibiarkan selama 60 menit (waktu kontak optimum). Absorban awal dan
absorban sisa larutan Cr yang telah terserap ke resin Amberlite XAD-16-DPC
diukur dengan AAS pada panjang gelombang 357,9 nm. Kondisi optimum
ditandai oleh titik potong kurva konsentrasi Cr(VI) sebagai absis dan kapasitas
resin mg/g sebagai ordinat.
III.6.5 Penentuan Kapasitas Retensi Amberlite XAD-16-DPC terhadap
Cr(VI) secara Alir
Dibuat Larutan standar Cr(VI) 10 ppm dengan penambahan sejumlah H2SO4
sehingga konsentrasi larutan H2SO4 0,05 M dalam labu takar 25 mL. Larutan
tersebut dialirkan ke dalam minikolom yang berisi resin dengan laju alir 2 mL /
menit sampai timbul puncak pada sinyal detektor (minikolom Amberlite XAD-
16-DPC tidak mampu lagi meretensi Cr(VI). Waktu yang dibutuhkan agar puncak
bisa muncul diukur dan dikonversikan terhadap laju alir sehingga diperoleh
kapasitas retensi Amberlite XAD-16-DPC terhadap Cr(VI).
III.7 Prakonsentrasi dengan FIA-AAS
III.7.1 Pembuatan Minikolom
0,2 g Resin Amberlite XAD-16-DPC dimasukkan ke dalam kolom (diameter 2
mm, panjang 5 cm) yang kedua ujungnya telah disumbat menggunakan glass
wool. Kolom yang berisi Amberlite XAD-16-DPC tersebut kemudian dilakukan
swelling menggunakan carrier (H2SO4 0,05 M) selama 30 menit. Metode analisis
Cr(VI) ini menggunakan teknik prakonsentrasi dengan deteksi AAS. Pompa katup
injeksi 8 jalur-minikolom dan AAS dihubungkan secara langsung dengan
menggunakan selang berdiameter dalam 0,5 mm. Rangkaian minikolom berbasis
FIA ditunjukkan pada Gambar III.3. H2SO4 0,05 M berfungsi sebagai carrier
dengan eluen asam nitrat, dan sampel larutan Cr(VI).
Gambar III.3 Rangkaian Minikolom Berbasis FIA
III.7.2 Penentuan Konsentrasi Eluen
Larutan Cr(VI) 100 ppb dialirkan ke dalam kolom berisi Amberlite XAD-16-DPC
yang terhubung dengan AAS dengan laju alir 2 mL/menit. Larutan Cr(VI) yang
teretensi dalam kolom dielusi dengan eluen HNO3 dengan variasi konsentrasi 1;
2; 3; 4; 5 M. Dari data tinggi sinyal yang diperoleh kemudian ditentukan
konsentrasi eluen untuk mengelusi dengan baik Cr(VI).
III.8 Kinerja Analitik
III.8.1 Kebolehulangan Sinyal (Repeatability)
Larutan Cr(VI) 500 ppb diukur berulang-ulang dengan kondisi pengukuran yang
sama dan diukur tinggi sinyalnya. Kebolehulangan sinyal ditunjukkan dengan %
koefisien variansi.
III.8.2 Limit Deteksi Pengukuran
Limit deteksi ditentukan dengan pengukuran harga serapan terkecil yang masih
dapat dibedakan dari sinyal yang diberikan oleh blanko. Limit deteksi dinyatakan
sebagai perbandingan sinyal standar (S) 500 µg/L (ppb) terhadap sinyal blanko.
III.8.3 Penentuan Linieritas
Linieritas ditentukan dengan membuat kurva kalibrasi. Dibuat larutan standar
Cr(VI) pada beberapa konsentrasi, dari 100-900 ppb (µgL-1) dialirkan ke dalam
kolom Amberlite XAD-16-DPC. Serapannya diukur pada konstruksi FIA-AAS
dengan laju alir 1,5 mL/menit.
- Penentuan kadar ion Cr(VI) dalam Sampel
Larutan sampel air sebanyak 1 mL dipompakan dengan laju alir 1,5 mL/menit ke
dalam kolom yang terhubung dengan AAS. Ion Cr(VI) yang teretensi pada kolom
dielusi menggunakan 1 mL asam nitrat 5 M.
- % Recovery
Sebanyak 0,5 mL larutan standar Cr(VI) 5 ppm dimasukkan dalam labu takar 25
mL kemudian diencerkan dengan sampel air sampai tanda batas. Larutan ini
dialirkan ke dalam kolom sebanyak 1 mL. Ion Cr(VI) yang teretensi pada kolom
dielusi menggunakan 1 mL asam nitrat 5 M dengan laju alir yang sama.
III.9 Kinerja Flow Injection Analysis
III.9.1 Faktor Pengayaan (Enrichment Factor/EF)
Slope kurva kalibrasi Cr(VI) setelah prakonsentrasi dengan FIA dibandingkan
terhadap slope kurva kalibrasi Cr(VI) dengan pengukuran langsung pada detektor
AAS.
III.9.2 Efisiensi Konsentrasi (Concentration Efficiency/CE)
CE dinyatakan permenit, yaitu perbandingan EF larutan Cr(VI) setelah
prakonsentrasi dengan frekuensi analisis tiap menit.
III.9.3 Faktor Indeks Konsumtif (Consumptive Index/CI)
Merupakan jumlah volume reagen yang diperlukan dalam satu kali sekuensi
analisis.
Bab IV
Hasil dan Pembahasan
IV.1 Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Amberlite XAD-16-DPC
IV.1.1 Nitrasi Amberlite XAD-16
Benzen bereaksi dengan asam nitrat pekat menghasilkan nitrobenzen yang
berwarna coklat muda secara lambat. Reaksi tersebut lebih cepat jika
dilaksanakan dengan memanaskan benzen dengan campuran asam nitrat pekat
dan asam sulfat pekat.
600CNO2
+ HNO3 + H2SO4 + H3O+ + HSO4
-
Nitrobenzen
………..4.1
Asam sulfat pekat menaikkan laju reaksi dengan meningkatkan jumlah elektrofil
yaitu ion nitronium (NO2+), mekanisme reaksinya sebagai berikut(22) :
a. Asam nitrat menerima proton dari asam kuat yaitu asam sulfat
HO3SO H H O NO-
OH O
HN
O-
O+ HSO4
-....+
++
….…..4.2
b. Asam nitrat terdisosiasi membentuk ion nitronium
H O+
H
N+
O-
O
N+
0
O
+ H2O..
………..4.3
c. Ion nitronium adalah elektrofilik dalam nitrasi, bereaksi dengan benzen
membentuk resonansi stabilisasi ion arenium
N+
0
O HNO2
HNO2
HNO2
lambat
+
+
ion arenium
+
………..4.4
d. Ion arenium kemudian mentransfer proton menuju basa dan menjadi
nitrobenzen
HNO2
H
O H NO2O+H HH
+
+:
….…..4.5
IV.1.2 Reduksi Nitrobenzen
Proses reduksi nitrobenzen menghasilkan benzilamina yang berwarna coklat tua
dilakukan dengan bantuan garam logam SnCl2 dalam HCl, karena nitrobenzen
sukar larut dalam HCl sehingga ditambahkan etanol dan dilakukanlah proses
refluks. Refluks adalah suatu teknik yang meliputi kondensasi uap dan
mengembalikannya ke dalam sistem dimana uap tersebut dihasilkan. Tujuan dari
refluks untuk mensuplai energi dalam menjalankan reaksi selama periode waktu
yang lama. Reaksi yang terjadi sebagai berikut(22) :
NO2 SnCl2HCl
NH2
Benzilamina
………..4.6
IV.1.3 Azotisasi Benzilamina
Arilamina primer bereaksi dengan asam nitrit disebut reaksi diazotisasi
menghasilkan garam arenediazonium berwarna hitam dan bersifat tidak stabil.
Garam arenediazonium lebih stabil daripada garam diazonium alifatik karena
tidak bisa terurai jika temperatur reaksi campuran dijaga tetap di bawah 5ºC.
Diazotisasi benzilamina menggunakan NaNO2 dan HCl, reaksinya adalah(22) :
+ NaNO2 + 2HClNH2 N N:
+Cl- + NaCl + 2H2O
………..4.7
Diazotisasi amina primer terjadi dalam beberapa langkah. Dengan kehadiran HCl
sebagai asam kuat menyebabkan asam nitrit terurai menjadi ion +NO. Ion ini
bereaksi dengan nitrogen amina untuk membentuk ion N-nitrosoamonium berupa
intermediet yang tidak stabil. Intermediet kemudian kehilangan proton
membentuk N-nitrosoamin yang bertautomerisasi dengan diazohidroksida dalam
reaksi yang sama dengan tautomerisasi keto-enol. Dengan kehadiran asam,
diazohidroksida kehilangan air membentuk ion diazonium.
Asam nitrit merupakan asam lemah yang tidak stabil sehingga dipreparasi secara
langsung dengan mereaksikan NaNO2 dengan asam kuat seperti HCl.
NaNO2 + HCl HONO + NaCl
………..4.8
H2O+ NO 2H2O + :N+=OHONO + H3O
++ H2O
…..4.9
+ :N+=O
NH2N+H
HN O -H+ N
HN O
Benzilamina ion N-nitrosoamonium N-nitrosoamin ………..4.10
NH
N O -H+
+H+
N N O-+H+
-H+
N N OH
N-nitrosoamin diazohidroksida
………..4.11
N N OH +H+
-H+
N N OH2N+ N:
N N:++ H2O
ion arenediazonium
Ion diazonium ….4.12
IV.1.4 Reaksi Kopling Garam Arenediazonium
Ion arenediazonium merupakan elektrofilik lemah yang bisa bereaksi dengan
senyawa aromatik yang reaktif menghasilkan senyawa azo. Substitusi aromatik
elektrofilik disebut reaksi kopling azo. Reaksi ion arenediazonium dari Amberlite
XAD-16 (PSDVB) dengan 1,5-Difenil karbazida menghasilkan resin pengkelat
yang berwarna coklat kemerahan. Dapat dilihat struktur resin Amberlite XAD-16-
DPC pada Gambar IV.1.
N N:+
+
NHNH
O
NHNH
NH NH
O
NHNH
NN
Gambar IV.1 Struktur Resin Amberlite XAD-16-DPC
Tahapan reaksi nitrasi, reduksi, diazotisasi, dan kopling dengan ligan dapat dilihat
pada Gambar IV.2 :
CH CH2
HNO3 SnCl2 NaNO2
CH CH2
NH2
CH CH2
NO2
CH CH2
N2+Cl-
HCl HClH2SO4
PSDVB
NHNH
O
NHNH
N
NH
N
NHNH
ONH
CH CH2
+
Gambar IV.2 Tahapan Reaksi Sintesis Amberlite XAD-16-DPC
Karakterisasi resin hasil sintesis dilakukan tahap demi tahap menggunakan
spektroskopi Infra Merah. Hubungan antara bilangan gelombang dengan %T ada
pada lampiran A. Berdasarkan spektrum IR senyawa PSDVB-NO2 yang
diperoleh dari hasil nitrasi (Gambar IV.3a) menunjukkan pita serapan tajam pada
1527,62 cm-1 dan 1348,24 cm-1. Kedua pita serapan tersebut merupakan pita
serapan dari gugus nitro.
Pita serapan akan hilang setelah dilakukan reduksi dengan SnCl2 dalam HCl yang
mereduksi gugus -NO2 dari benzen menjadi -NH2. Spektrum PSDVB-NH2
menunjukkan pita serapan sedikit tajam pada bilangan gelombang 1608,63 cm-1
yang merupakan karakteristik gugus NH2 pada benzilamina. Data tersebut
didukung dengan pita serapan pada bilangan gelombang 1276,88 cm-1 yang
merupakan karakteristik ikatan C-N pada benzilamina (Gambar IV.3b). Hasil ini
mengindikasikan resin PSDVB-NO2 telah berhasil direduksi menjadi PSDVB-
NH2 disertai dengan perubahan warna resin dari coklat muda menjadi coklat tua.
Gambar IV.3 Spektrum Infra Merah PSDVB-NO2 (a), PSDVB-NH2 (b), Amberlite XAD-16-DPC (c), DPC Murni (d)
Resin yang telah direduksi tersebut supaya dapat berikatan secara kovalen dengan
ligan 1,5-difenilkarbazida harus diazotisasi dahulu menghasilkan senyawa azo.
Senyawa azo tidak stabil pada suhu di atas 4ºC sehingga hasil sintesis
senyawanya tidak dikarakterisasi dengan FT-IR. Setelah garam diazonium
terbentuk, ke dalam resin ditambahkan ligan DPC dan direndam. Hasil FT-IR
Amberlite XAD-16-DPC (Gambar IV.3c) antara lain menunjukkan pita serapan
1712,79 cm-1, 1521,84 cm-1, 1442,75 cm-1 berturut-turut menggambarkan
spektrum ikatan C=O, CNH, dan NH.
Data pita serapan memperlihatkan bahwa ligan DPC telah berhasil diikatkan
secara kovalen dengan resin Amberlite XAD-16 melalui gugus perantara azo. Pita
serapan kuat DPC murni (Gambar IV.3d) pada 1670,35 dan 1600,92 cm-1
menunjukkan C=O, 1492,90 cm-1 menunjukkan CNH yang didukung oleh pita
serapan 1539, 20 cm-1. Buktinya pita serapan DPC yang telah terikat secara
kovalen dengan resin Amberlite XAD-16, sama seperti pada pita DPC murni yaitu
menunjukkan adanya ikatan C=O dan CNH.
IV.2 Pengaruh Spesi Cr(III) terhadap Retensi Cr(VI)-DPC
Analisis dilakukan dengan metode batch untuk mengetahui pengaruh Cr(III)
terhadap retensi Cr(VI)-DPC. Data lampiran B menunjukkan Cr(III) sangat
sedikit yang berhasil teretensi oleh resin XAD-DPC yaitu 0,0046 mg tiap 1 g resin
sedangkan Cr(VI) lebih banyak teretensi yaitu 0,0414 mg tiap 1 g resin. Hal ini
berarti hanya spesi Cr(VI) yang teretensi dalam resin XAD-DPC sedangkan spesi
Cr(III) tidak teretensi dan langsung menuju detektor. Sehingga keberadaan spesi
Cr(III) tidak mengganggu retensi Cr(VI) pada resin Amberlite XAD-16-DPC.
IV.3 Optimasi Pengukuran dengan Metode Batch
IV.3.1 Pengaruh Konsentrasi H2SO4 terhadap Retensi Cr(VI)
Studi literatur pada metode kolorimetri menunjukkan bahwa pembentukan
kompleks DPC dengan kromium terjadi pada range pH 2 ± 0,5.(23) Berdasarkan
hal tersebut pengaruh konsentrasi H2SO4 dipelajari untuk mendapatkan kondisi
optimum retensi Amberlite XAD-16-DPC terhadap Cr(VI). Konsentrasi H2SO4
yang digunakan dalam penelitian ini dari 0,005-0,1 (pH sekitar 2-0,7).
Gambar IV.4 Profil Kapasitas Retensi XAD-DPC-Cr(VI) pada Variasi [H2SO4]
Dari hasil analisis (lampiran D) serapan optimum kompleks Cr(VI)-DPC terjadi
pada konsentrasi H2SO4 0,05 M yaitu pH sekitar 1. Grafik hubungan konsentrasi
H2SO4 dan kapasitas retensi (mg/g) pada reaksi pembentukan kompleks Cr(VI)-
DPC dapat dilihat pada Gambar IV.4. Dapat diamati bahwa pada konsentrasi
H2SO4 dari rendah ke tinggi, mg / g retensinya meningkat dan mg / g retensi
mulai menurun pada konsentrasi 0,1 M. Semakin tinggi konsentrasi H2SO4
(semakin rendah pH) maka pembentukan kompleks yang terjadi lebih besar serta
adanya penurunan pada konsentrasi H2SO4 0,1 M (pH sekitar 0,7). Konsentrasi
H2SO4 optimum selanjutnya akan digunakan sebagai larutan carrier.
Pengaruh konsentrasi H2SO4 terhadap kesetimbangan Cr(VI) mengikuti reaksi :
OH OCr 2H CrO 2 2-2
72-2
4 +→+ +
………..4.13
Pada konsentrasi H+ tinggi (pH relatif asam), Cr(VI) lebih banyak yang berbentuk
Cr2O72-. Dengan semakin berkurangnya H+, Cr(VI) lebih berbentuk CrO4
2-.
IV.3.2 Pengaruh Waktu Kontak terhadap Retensi Cr(VI)
Pengaruh waktu kontak terhadap pembentukan kompleks Cr(VI)-DPC telah
dipelajari. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang
dibutuhkan oleh ion Cr(VI) agar dapat teretensi dengan baik dalam resin
pengkhelat.
Gambar IV.5 Profil Kapasitas Retensi Cr(VI)-DPC pada Variasi Waktu Kontak
Berdasarkan lampiran E dan Gambar IV.5 waktu kontak yang digunakan mulai
dari 15 menit sampai 120 menit. mg Cr(VI) / g resin Amberlite XAD-16-DPC
meningkat mulai dari waktu kontak 15 sampai 60 menit dan turun secara
mendatar untuk waktu kontak 90 dan 120 menit. Adanya kenaikan mg Cr(VI)
terhadap resin dikarenakan resin Amberlite XAD-16-DPC masih bisa meretensi
sejumlah Cr(VI). Penurunan mg / g retensi Cr(VI)-DPC dan mencapai kondisi
konstan dikarenakan resin sudah jenuh oleh sejumlah Cr(VI) dan tidak mampu
lagi meretensi Cr(VI).
IV.3.3 Pengukuran Kapasitas Retensi Metode Batch
Kapasitas retensi resin Amberlite XAD-16-DPC adalah ukuran kemampuan resin
tersebut untuk meretensi Cr(VI). Semakin banyak jumlah Cr(VI) yang diserap,
semakin besar kapasitas retensinya. Analisis kapasitas retensi selain dapat
dilakukan dengan metode kolom juga dapat dilakukan dengan metode batch. Pada
metode batch dilakukan variasi konsentrasi larutan standar Cr(VI) 30 ppm sampai
300 ppm (Gambar IV.6).
Gambar IV.6 Kapasitas Retensi Resin Amberlite XAD-16-DPC Metode Batch
Dari hasil analisis secara metode batch diperoleh kapasitas optimum retensi resin
Amberlite XAD-16 terhadap Cr(VI) terjadi pada konsentrasi 159 ppm besarnya
sekitar 2,24 mg Cr /g XAD (lampiran F). Data tersebut memberikan informasi
bahwa setiap 1 g resin dapat meretensi 2,24 mg Cr(VI). Sebelum mencapai
konsentrasi 159 ppm resin masih dapat meretensi Cr(VI) sehingga kapasitas
retensinya akan terus mengalami peningkatan. Konsentrasi yang lebih besar dari
159 ppm tidak menunjukkan peningkatan tajam artinya Cr(VI) sudah tidak
mampu lagi diretensi oleh resin.
IV.4 Prakonsentrasi Berbasis FIA
IV.4.1 Pengukuran Kapasitas Retensi Dinamik
Prakonsentrasi adalah suatu metode untuk menaikkan konsentrasi suatu analit
tanpa adanya penambahan standar. Melalui metode ini, analit yaitu Cr(VI) dengan
konsentrasi rendah (ppb) masih dapat dideteksi. Caranya melalui retensi Cr(VI)
secara kontinyu pada suatu materi pendukung Amberlite XAD-16-DPC yang
dimasukkan dalam mini kolom pada suatu sistem alir. Untuk memperoleh data
konsentrasi sampel, sebelumnya dilakukan pengukuran kapasitas dinamik dan
evaluasi konsentrasi eluen.
Pengukuran kapasitas retensi dinamik pada metode kolom digunakan larutan
Cr(VI) sebesar 10 ppm. Kapasitas retensi dilakukan dengan cara menghitung
break point kolom. Dari Gambar IV.7 dapat dilihat dari detik ke-0 sampai kira-
kira ke-16 menunjukkan sinyal yang konstan, sinyal ini berasal dari sinyal
carrier.
Gambar IV.7 Kapasitas Retensi Resin Amberlite XAD-16-DPC Metode Kolom
Garis lurus tersebut menandakan bahwa resin masih bisa meretensi atau menahan
Cr(VI). Setelah detik ke-16 terjadi peningkatan sinyal yang mengindikasikan
sinyal Cr(VI) yang berhasil dielusi yang artinya kolom tidak mampu lagi
meretensi Cr(VI). Titik inilah yang disebut break point. Pengujian menghasilkan
break point kolom terjadi setelah kolom dialiri Cr(VI) selama 16,5 detik. Setelah
dilakukan konversi terhadap laju alir, konsentrasi larutan standar dan berat resin
pada kolom diperoleh kapasitas retensi kolom 24,71 µg Cr /g XAD (lampiran G).
Bila kapasitas retensi Cr(VI) antara metode batch dan metode kolom
dibandingkan maka diperoleh kapasitas retensi Cr(VI) dengan metode kolom
lebih kecil. Hal ini didasarkan pada zona konsentrasi yang sama pada tiap
pengukuran dan tidak menunggu hingga reaksi selesai. Lain halnya dengan
metode batch yang didasarkan pada rentang waktu yang disesuaikan sehingga
didapat retensi yang berlangsung secara optimum.
IV.4.2 Evaluasi Konsentrasi Eluen
Teknik FIA menggunakan katup putar 8 jalur memudahkan pengaturan
volume sampel dan eluen yang tepat dan sama serta aliran carrier yang kontinyu.
Eluen sangat penting perannya dalam metode kolom karena harus mampu
mengelusi secara kuantitatif ion Cr(VI) yang teretensi pada resin Amberlite XAD-
16-DPC sehingga bisa dideteksi oleh detektor. Selain itu, mini kolom perlu
diregenerasi agar bisa digunakan kembali. Efektivitas elusi ditentukan oleh jenis
dan konsentrasi eluen.
Gambar IV.8 Hubungan Konsentrasi Eluen dan Tinggi Sinyal
Pengelusian Cr(VI) dilakukan dengan HNO3 karena didasarkan pada sifat logam
Cr yang mudah larut dalam HNO3. Ion hidrogen dari HNO3 akan mengganggu
senyawa khelat yang terbentuk antara resin Amberlite XAD-16-DPC dengan
Cr(VI). Konsentrasi eluen perlu dioptimasi untuk mengetahui kondisi pengelusian
Cr(VI) yang tidak merusak ikatan Amberlite XAD-16-DPC dalam kolom.
Berdasarkan profil sinyal yang diperoleh (Gambar IV.8) dapat dilihat pada
konsentrasi HNO3 1-3 M tidak menunjukkan perbedaan signifikan dan terjadi
kenaikan tinggi sinyal pada konsentrasi HNO3 4 dan 5 M. Semakin tinggi
konsentrasi eluen semakin tinggi puncak, artinya semakin banyak Cr(VI) yang
terelusi. HNO3 1-3 M tidak digunakan karena diduga masih ada ion logam Cr(VI)
yang belum terelusi sempurna, sedangkan HNO3 di atas 5 M juga tidak digunakan
karena karena konsentrasi asam yang terlalu tinggi akan mempersulit proses
regenerasi kolom sehingga proses regenerasi untuk mengembalikan keadaan
kolom pada pH optimumnya akan berlangsung lama dan juga dapat menurunkan
kinerja dari FIA. Jadi dalam penelitian ini digunakan HNO3 5 M sebagai eluen ion
Cr(VI) dari kolom Amberlite XAD-16-DPC.
IV.5 Kinerja Analitik
IV.5.1 Presisi
Presisi menggambarkan kebolehulangan dari pengukuran, yaitu kedekatan
antara nilai data yang satu dengan data yang lain yang diperoleh dengan
menggunakan larutan, peralatan, metode, waktu dan analis yang sama.
Berdasarkan perhitungan pada lampiran H, nilai standar deviasi 0,1685. Makin
kecil nilai standar deviasi, semakin bagus kebolehulangan pengukuran. Biasanya
presisi dinyatakan sebagai persen Relative Standard Deviation (RSD) atau
Coefficient of Variation (CV). Koefisien variansi (% KV) pada metode ini diperoleh
sebesar 3,68% untuk konsentrasi Cr(VI) 500 ppb. Suatu metode dikatakan
mempunyai presisi yang baik jika nilai koefisien variansinya lebih kecil dari 5%.
Hasil yang diperoleh menunjukkan kebolehulangan yang baik terlihat dari nilai
%KV yang kurang dari 5%. Gambar IV.9 menunjukkan kebolehulangan sinyal
pengukuran.
Gambar IV.9 Presisi Sinyal Cr(VI)
IV.5.2 Limit Deteksi
Limit deteksi menyatakan konsentrasi atau massa minimum terkecil yang masih
dapat terdeteksi oleh suatu metode analisis dengan tingkat kepercayaan yang
tinggi. Dengan mengetahui limit deteksi dapat diperkirakan jumlah konsentrasi
sampel minimum yang dibutuhkan dalam suatu proses analisis serta pencarian
metode baru atau pengembangan metode lama dengan cara membandingkan
limit deteksi dengan metode sebelumnya. Berdasarkan perhitungan lampiran H,
limit deteksi untuk metode prakonsentrasi ion Cr(VI) dengan FIA-AAS yang
diperoleh adalah 69 ppb untuk volume larutan standar Cr(VI) 1 mL.
IV.5.3 Penentuan Linieritas
Linieritas adalah kemampuan metode untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji
langsung atau setelah diolah secara matematika, sebanding dengan konsentrasi
analit pada batas rentang konsentrasi tertentu. Biasanya linieritas dievaluasi secara
grafik/evaluasi matematika yaitu plot antara tinggi sinyal/luas puncak analit
(sumbu y) sebagai fungsi dari konsentrasi analit (sumbu x) yang biasa disebut
kurva kalibrasi. Berdasarkan kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis y = ax+b,
dimana a adalah kemiringan kurva, b adalah intersep atau perpotongan terhadap
sumbu y.
Gambar IV.10 Kurva Kalibrasi Larutan Cr(VI)
Kurva kalibrasi pada penelitian ini dibuat dengan memvariasikan konsentrasi
larutan standar Cr(VI) dari 100 sampai 900 ppb sehingga diperoleh persamaan
garis y = 0,047 x – 0,705 dengan koefisien korelasi R2= 0,985 (Gambar IV.10).
Dari grafik ini, R2 menunjukkan daerah kerja yang cukup linier dan rentang
konsentrasi tersebut dapat digunakan sebagai daerah kerja pengukuran.
Selanjutnya persamaan regresi ini digunakan untuk mengukur konsentrasi sampel.
Sampel yang digunakan berasal dari saluran pembuangan air limbah PT. Pindad.
Konsentrasi Cr(VI) dalam sampel air yang diperoleh sebesar 85 ppb. Berdasakan
WHO, kandungan maksimum Cr(VI) yang ditolerir sebesar 0,05 ppm. Karena
Cr(VI) pada air saluran pembuangan PT. Pindad yang diperoleh dengan metode
prakonsentrasi dan analisis selektif dengan FIA-AAS memberikan hasil yang
melebihi standar yang ditetapkan WHO, maka telah terjadi pencemaran air dari
saluran pembuangan PT. Pindad. Sumber pencemaran ini kemungkinan berasal
dari limbah proses elektroplating di PT. Pindad.
IV.5.4 Perolehan Kembali (% Recovery)
Perolehan kembali (% recovery) menunjukkan tingkat keakurasian dari metode
yang digunakan. Perolehan kembali dilakukan dengan membandingkan nilai
konsentrasi analit yang terukur dengan konsentrasi analit yang terhitung, yaitu
melakukan analisis spike sampel (sampel buatan) yang telah diketahui
konsentrasinya. Nilai % recovery yang baik adalah berkisar 100 ± 5%. Dari
perhitungan yang tertera pada lampiran I dan Tabel IV.1 diperoleh % recovery
sebesar 100%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode yang dilakukan
memiliki tingkat akurasi yang baik.
Tabel IV.1 Tabel Pengukuran Sampel dan % Recovery
Sampel Air Limbah PT. Pindad Spike Terukur Spike Terhitung % Recovery
85 ppb 0,18 µg/L 0,18 µg/L 100%
IV.6 Kinerja FIA
IV.6.1 Faktor Pengayaan (Enrichment Factor)
Faktor Pengayaan (EF) menyatakan peningkatan sensitivitas metode
prakonsentrasi FIA-AAS dibandingkan dengan metode pengukuran tanpa
prakonsentrasi. Faktor pengayaan dapat dihitung dengan membandingkan slope
kurva kalibrasi pengukuran Cr(VI) secara langsung (lampiran C) dan kurva
kalibrasi Cr(VI) melalui metode prakonsentrasi (Gambar IV.10). Diperoleh nilai
slope 0,0234 Absorban / ppm untuk Cr(VI) tanpa prakonsentrasi dan 0,047
Absorban / ppm dengan metode prakonsentrasi, sehingga nilai EF sebesar 2 untuk
volume larutan standar Cr(VI) 1 mL. Oleh karena itu, metode prakonsentrasi
Cr(VI) 2 kali lebih sensitif jika dibandingkan dengan metode analisis tanpa
prakonsentrasi. Metode prakonsentrasi dengan FIA diharapkan mempunyai nilai
EF sebesar mungkin. Peningkatan nilai EF bisa diperoleh dengan menaikkan
volume larutan standar Cr(VI) yang digunakan dalam FIA.
IV.6.2 Efisiensi Konsentrasi (Concentration Efficiency)
Efisiensi Konsentrasi (CE) menyatakan rentang waktu yang diperlukan untuk satu
kali analisis hingga dihasilkan sinyal. Pada metode ini diperoleh 15 sinyal tiap 60
menit sehingga diperoleh nilai CE sebesar 0,5 / menit. Artinya setiap menit
dihasilkan efisiensi konsentrasi sebesar 0,5. Frekuensi pengukuran 15 kali per jam
menunjukkan bahwa waktu analisis metode yang dikembangkan ini cukup cepat
sehingga layak digunakan untuk analisa rutin dengan jumlah sampel yang banyak.
IV.6.3 Indeks Konsumtif (Consumptive Index)
Indeks Konsumtif (CI) menyatakan efisiensi sampel yang terkait dengan volume
carrier dan eluen yang digunakan. Prakonsentrasi dengan FIA diharapkan
mempunyai nilai CI sekecil mungkin agar tercapai efisiensi pereaksi. Satu kali
sekuensi analisis terdiri dari carrier-sampel-carrier-eluen-carrier diperoleh nilai
CI 6,5 mL. Hal ini berarti untuk satu kali sekuensi analisis yang menghasilkan
satu sinyal diperlukan 6,5 mL pereaksi jika volume sampel yang digunakan 1 mL.
Bab V
Kesimpulan dan Saran
V.1 Kesimpulan
Penelitian ini telah berhasil mensintesis resin pengkhelat Amberlite XAD-16-1,5-
Difenil karbazida. Resin pengkhelat Amberlite XAD-16-DPC dikarakterisasi
sifat-sifat retensinya terhadap ion logam Cr(VI). Resin pengkhelat ini memiliki
kapasitas retensi sebesar 2,24 mg Cr(VI) / g resin dalam larutan asam sulfat 0,05
M dan waktu kontak minimal 60 menit. Dilihat dari sifat retensinya, resin
Amberlite XAD-16-DPC ini dapat digunakan sebagai material pengisi minikolom
dalam prakonsentrasi dan analisis ion logam Cr(VI) yang berbasis FIA. Resin
Amberlite XAD-16-DPC dalam kolom memiliki kapasitas retensi sebesar 24,71
µg Cr(VI) / g resin dan menggunakan eluen 1 mL asam nitrat 5 M.
Kinerja analitik dari metode yang dikembangkan ini cukup baik dengan
didapatkannya nilai presisi yang dinyatakan sebagai persen koefisien variansi
(%KV) sebesar 3,68% untuk konsentrasi 500 ppb dan juga memiliki nilai limit
deteksi sebesar 69 ppb dengan kelinieran pada rentang konsentrasi 100-900 ppb
(R2= 0,985). Aplikasi metode ini pada sampel air memberikan nilai kandungan
ion logam Cr(VI) sebesar 85 ppb dengan % perolehan kembali sebesar 100%.
Kinerja FIA menghasilkan nilai pemekatan konsentrasi (EF) 2 kali, nilai CE 0,5 /
menit, dan CI 6,5 mL. Berdasarkan kinerja analitik dan kinerja FIA, metode
prakonsentrasi dan analisis selektif ini dapat digunakan untuk menentukan
kandungan ion Cr(VI) dalam sampel air limbah dengan kadar renik (ppb).