6. bab ivnew

18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Penderita Kolelitiasis Hasil pada penelitian ini didapatkan dari data yang tercantum di dalam status rekam medik penderita penyakit kolelitiasis di Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Juli 2011 - Juni 2012. Data yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, tempat tinggal, gejala klinis, temuan klinis, gambaran laboratorium, pilihan tatalaksana operatif, lama perawatan, dan angka mortalitas-morbiditas pasien kolelitiasis. Pengambilan data dilaksanakan dari Oktober sampai November 2012 di Bagian Rekam Medik Pusat Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jumlah penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Bagian Bedah Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Januari Juli 2011 – Juni 2012 adalah 142 rekam medik yang didapatkan dari data pasien Rawat Inap di Bagian Rekam Medik Pusat Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Hanya ada 91 kasus (60,08%) kolelitiasis saja yang status rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi di Bagian Rekam 49

Upload: chandra-hartono

Post on 13-Dec-2014

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6. bab IVnew

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Penderita Kolelitiasis

Hasil pada penelitian ini didapatkan dari data yang tercantum di dalam

status rekam medik penderita penyakit kolelitiasis di Departemen Bedah

Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Juli

2011 - Juni 2012. Data yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia, tempat

tinggal, gejala klinis, temuan klinis, gambaran laboratorium, pilihan

tatalaksana operatif, lama perawatan, dan angka mortalitas-morbiditas

pasien kolelitiasis.

Pengambilan data dilaksanakan dari Oktober sampai November 2012

di Bagian Rekam Medik Pusat Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin

Palembang. Jumlah penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Bagian

Bedah Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode Januari

Juli 2011 – Juni 2012 adalah 142 rekam medik yang didapatkan dari data

pasien Rawat Inap di Bagian Rekam Medik Pusat Rumah Sakit Dr.

Mohammad Hoesin Palembang. Hanya ada 91 kasus (60,08%) kolelitiasis

saja yang status rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi di Bagian

Rekam Medik Pusat Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Hasil penelitian yang tertulis dituangkan dalam bentuk tabel dan

diterangkan dalam bentuk narasi.

4.2. Karakteristik Umum Penderita Kolelitiasis

Dari 91 sampel yang diambil di Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Mohammad Hoesin Palembang, didapatkan bahwa penderita kolelitiasis

yang berumur 50-59 tahun paling banyak, yaitu sebanyak 35 (38,46%)

sampel dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 17 (18,68%) sampel dan

perempuan sebanyak 18 (19,78%), sedangkan penderita kolelitiasis yang

berumur 20-29 tahun sebanyak 3 (3,30%) sampel dengan jenis kelamin laki-

laki sebanyak 2 (2,20%) sampel dan perempuan sebanyak 1 (1,10%)

49

Page 2: 6. bab IVnew

50

sampel, 30-39 tahun sebanyak 16 (17,59%) sampel dengan jenis kelamin

laki-laki sebanyak 4 (4,39%) sampel dan perempuan sebanyak 12 (13,19%)

sampel, 40-49 tahun sebanyak 23 (25,27%) sampel dengan jenis kelamin

laki-laki sebanyak 9 (9,89%) sampel dan perempuan sebanyak 14 (15,38%)

sampel, 60-69 tahun sebanyak 10 (10,99%) sampel dengan jenis kelamin

laki-laki sebanyak 2 (2,20%) sampel dan perempuan sebanyak 8 (8,79%)

sampel, dan 70-79 tahun sebanyak 4 (4,39%) sampel dengan jenis kelamin

laki-laki sebanyak 1 (1,10%) sampel dan perempuan sebanyak 3 (3,29%)

sampel. Secara keseluruhan, kolelitiasis terjadi paling sering pada

perempuan daripada laki-laki dengan perbandingan 1 : 0,6.

Tabel 6. Frekuensi dan Persentase Umur dan Jenis Kelamin Penderita Kolelitiasis

Umur (tahun)Laki-Laki Perempuan Total % % %

20-29 2 2,20 1 1,10 3 3,30

30-39 4 4,39 12 13,19 16 17,59

40-49 9 9,89 14 15,38 23 25,27

50-59 17 18,68 18 19,78 35 38,46

60-69 2 2,20 8 8,79 10 10,99

70-79 1 1,10 3 3,29 4 4,39

Total 35 38.46 56 61.54 91 100

Kolelitiasis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki,

namun perbedaan insidensinya di antara kedua jenis kelamin ini menurun

seiring dengan bertambahnya usia. Berdasarkan studi GREPCO, rasio

wanita terhadap laki-laki adalah 2,9 di antara usia 30-39 tahun, 1,6 di antara

usia 40-49 tahun, dan 1,2 di antara usia 50-59 tahun (Agrawal, 2001). Hasil

penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Asuquo et al (2008) yang menyebutkan insidensi

perempuan lebih tinggi 5 kali lipat daripada laki-laki. Insidensi ini dapat

meningkat 4 kali lipat pada penduduk di Amerika (Bruce et al, 2005).

Page 3: 6. bab IVnew

51

Berdasarkan penelitian MICOL yang dilakukan pada 33.000 subjek berusia

30-69, didapatkan prevalensi 18.8% pada wanita dan 9.5% pada pria (Meir,

2001).

Pada beberapa literatur jumlah penderita kolelitiasis pada wanita yang

lebih tinggi ini dikaitkan dengan kadar estrogen pada wanita yang lebih

tinggi dibandingkan pria. Kadar estrogen akan meningkatkan kolesterol dan

menurunkan motilitas kandung empedu sehingga memperbesar

kemungkinan terbentuknya kolelitiasis (Agrawal, 2010).

Usia paling sering pada penderita kolelitiasis yang ditemukan pada

penelitian ini adalah 40-59 tahun pada laki-laki dan perempuan. Data ini

tidak jauh berbeda dengan penelitian West et al. (2009) yang berjudul

“Cholelithiasis on Imaging--an Analysis of Clinical Presentations by Age

and Gender in a Jamaican Population ” dimana usia rata – rata terjadinya

kolelitiasis adalah 49 tahun pada wanita dan 50 tahun pada pria.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian di tempat lain terkait distribusi

kolelitiasis berdasarkan jenis kelamin dan usia, yaitu kolelitiasis lebih

tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan prevalensi penderita

kolelitiasis paling sering pada kelompok umur 40-59 tahun.

4.3. Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Tempat Tinggal

Dari 91 sampel yang diambil di Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Mohammad Hoesin Palembang, didapatkan bahwa sebagian besar penderita

kolelitiasis bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 77 (84,61%)

sampel dan pedesaan sebesar 14 (15,39%) sampel.

Page 4: 6. bab IVnew

52

Tabel 7. Distribusi Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Tempat Tinggal

Tempat Tinggal %Perkotaan 77 84,61Pedesaan 14 15,39

Total 91 100

Hasil ini mungkin dikarenakan masyarakat yang bertempat tinggal di

daerah perkotaan mempunyai akses yang lebih mudah menuju Rumah

Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang ketika merasakan

keluhan – keluhan kolelitiasis dibandingkan dengan yang bertempat

tinggal di pedesaan. Dapat dipertimbangkan juga bahwa masyarakat

pedesaan lebih memilih berobat ke rumah sakit daerah di wilayah tempat

tinggalnya dan pengobatan alternatif. Menurut penelitian yang dilakukan

Alok et al. (2012) mengenai prevalensi overweight dan obesitas pada

orang dewasa di Gujarat, India dengan membandingkan area rural

(pedesaan) dan area urban (perkotaan) didapatkan bahwa adanya

peningkatan prevalensi overweight dan obesitas pada orang dewasa di area

perkotaan dibandingkan area pedesaan. Hal ini selaras dengan penelitian

yang dilakukan oleh Agrawal (2010) bahwa obesitas adalah salah satu

faktor risiko dari kolelitiasis.

4.4. Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Gejala Klinis

Dari 91 sampel yang diambil di Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Mohammad Hoesin Palembang, didapatkan bahwa penderita kolelitiasis

yang menunjukan gejala simptomatik sebanyak 89 (97,8%) sampel dan

asimptomatik sebesar 2 (2,2%) sampel.

Tabel 8. Distribusi Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Gejala Klinis

Gejala Klinis %Simptomatik 89 97,8Asimptomatik 2 2,2

Total 91 100

Page 5: 6. bab IVnew

53

Hasil ini mendekati penelitian yang dilakukan oleh Bruce et al. (2005)

mengenai ” Cholelithiasis and Cholecystitis in Journal of Long Term Effect

of Medical Implants” yang menunjukkan 30% pasien datang dengan gejala

klinis asimptomatik. Penelitian yang dilakukan Ahmed et al. (2005) yang

berjudul “Management of Gallstones and Their Complications”

menunjukkan hasil yang berbeda, dalam penelitian ini sebanyak 60-80%

pasien datang dengan gejala klinis asimptomatik.

Kebanyakan penyakit kolelitiasis tidak memberikan gejala atau

asimptomatik, yaitu sekitar setengah sampai dua pertiga dari seluruh

penderita, sehingga seringkali penyakit ini didapati secara kebetulan

sewaktu pemeriksaan ultrasonografi, pembuatan foto polos perut atau

perabaan sewaktu operasi (Sjamsuhidajat, 2011). Menurut Channa (2008),

penderita kolelitiasis asimptomatik berisiko rendah berkembang menjadi

symptom, dengan rata – rata risiko rendah yang mendekati 2,0-2,6% per

tahun karena 10% dan 20% akan berkembang menjadi simptomatik dalam 5

dan 20 tahun setelah diagnosis.

4.5. Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Temuan Fisik

Dari 91 sampel yang diambil di Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Mohammad Hoesin Palembang, beberapa individu menunjukan lebih dari

satu temuan fisik, didapatkan bahwa temuan fisik yang paling sering

ditemukan adalah nyeri tekan sebanyak 35 (35,71%) sampel, Murphy sign

sebanyak 15 (15,31%) sampel, Ikterus sebanyak 5 (5,1%) sampel,

hepatomegali sebanyak 1 (1,02%), dan tanpa temuan fisik sebanyak 42

(42,86%) sampel.

Tabel 9. Distribusi Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Temuan Fisik

Temuan Fisik %Murphy Sign 15 15,31Nyeri Tekan 35 35,71Ikterus 5 5,1Hepatomegali 1 1,02Tidak ada 42 42,86

Total 98 100

Page 6: 6. bab IVnew

54

Berdasaarkan penelitian et al. (2008) yang dilakukan terhadap 17 pasien

yang akan menajalankan tatalaksana operatif kolesistektomi dinyatakan

sebanyak 55.6% terdapat murphy sign. Pada pemeriksaan fisik bila batunya

berada di kandung empedu, akan didapatkan tanda Murphy yang positif,

yaitu nyeri tekan yang bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang

karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan

pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas. Pada batu di saluran empedu,

pemeriksaan fisik tidak akan ditemukan gejala pada fase tenang, namun

kadang teraba hati agak membesar (hepatomegali) dan sklera ikterik

(Sjamsuhidajat, 2011).

4.6. Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Gambaran Laboratorium

Dari 91 sampel yang diambil di Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Mohammad Hoesin Palembang didapatkan bahwa gambaran laboratorium

pada penderita kolelitiasis yang berada dalam batas normal, yaitu

hemoglobin sebanyak 56 (61,54%) sampel, leukosit 69 (75,2%) sampel,

alkaline fosfatase 39 (42,86%) sampel, bilirubin total 70 (76,92%) sampel,

bilirubin direk 41 (45,05%) sampel, bilirubin indirek 80 (87,91%) sampel,

SGOT 57 (62,64%) sampel, SGPT 55 (60,44%) sampel, gula darah sewaktu

84 (92,31%) sampel, dan kolesterol 13 (14,38%) sampel.

Gambaran laboratorium yang di atas batas normal, yaitu hemoglobin

tidak ada, leukosit 22 (24,18%) sampel, alkaline fosfatase 13 (14,28%)

sampel, bilirubin total 20 (21,98%) sampel, bilirubin direk 49 (53,85%)

sampel, bilirubin indirek 10 (10,99%) sampel, SGOT 15 (16,48%) sampel,

SGPT 17 (18,68%) sampel, gula darah sewaktu 3 (3,29%) sampel, dan

kolesterol 11 (12,09%) sampel.

Gambaran laboratorium yang di bawah batas normal hanya hemoglobin

35 (38,46%) sampel. Ada beberapa rekam medik yang tidak disertai

pemeriksaan alkaline fosfatase 39 (42,86%) sampel, bilirubin total 1 (1,1%)

sampel, bilirubin direk 1 (1,1%) sampel, bilirubin indirek 1 (1,1%) sampel,

SGOT 15 (20,83%) sampel, SGPT 17 (18,68%) sampel, gula darah sewaktu

3 (3,29%) sampel, dan kolesterol 11 (12,09%) sampel.

Page 7: 6. bab IVnew

55

Tabel 10. Distribusi Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Gambaran Laboratorium

Pemeriksaan Normal Meningkat Menurun Tidak ada data

Hb 56 (61,54%)

0 35 (38,46%)

0 91

Leukosit 69 (75,82%)

22(24,18%)

0 0 91

Alkaline Fosfatase

39 (42,86%)

13(14,28%)

0 39 (42,86%)

91

Bilirubin Total

70 (76,92%)

20(21,98%)

0 1(1,1%)

91

Bilirubin Direk

41 (45,05%)

49 (53,85%)

0 1(1,1%)

91

Bilirubin Indirek

80 (87,91%)

10 (10,99%)

0 1(1,1%)

91

SGOT 57 (62,64%)

15 (16,48%)

0 19 (20,88%)

91

SGPT 55 (60,44%)

17 (18,68%)

0 19 (20,88%)

91

Gula Darah Sewaktu

84(92,31%)

3(3,29%)

0 4(4,4%)

91

Kolesterol 13 (14,28%)

11 (12,09%)

0 67 (73,63%)

91

Sebagian besar hasil pemeriksaan laboratorium penderita kolelitiasis

adalah normal, hal ini tidak berbeda dengan pernyataan Ahmed et al (2000)

yang menyatakan penderita kolelitiasis tanpa komplikasi biasanya memiliki

pemeriksaan laboratorium yang normal.

Terdapat 1 pasien dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus tipe 2

dari data di atas, menurut Reshetnyak (2012) pasien Diabetes mellitus (DM)

memiliki risiko lebih tinggi terhadap kolelitiasis karena terkait dengan

hiperkolesterolemia pada penyakit ini, sedangkan menurut Agrawal (2010),

DM mempermudah perkembangan pembentukan kolelitiasis karena

peningkatan trigliseridanya yang berhubungan dengan obesitas begitupun

dengan menimbulkan hipomotilitas dan stasis kandung empedu.

Page 8: 6. bab IVnew

56

Kadar bilirubin dapat tinggi apabila terdapat sumbatan di duktus

koledokus, atau terjadi gangguan metabolisme, seperti keadaan hemolitik

(Sjamsuhidajat, 2011).

4.7. Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Tatalaksana Operatif

Dari 91 sampel yang diambil di Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Mohammad Hoesin Palembang, didapatkan bahwa tatalaksanana operatif

laparoscopic cholecystectomy lebih menjadi pilihan penderita kolelitiasis

sebanyak 83 (91,21%) sampel dan sisanya open cholecystectomy sebanyak 8

(8,79%) sampel.

Tabel 11. Distribusi Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Tatalaksana Operatif

Tatalaksana Operatif %Laparoscopic Cholecystectomy 83 91,21Open Cholecystectomy 8 8,79

Total 91 100

Menurut penelitian yang dilakukan Mitchell et al (2006) yang berjudul

“Laparoscopic Cholecystectomy for Chronic Cholecystitis in Jamaican

Patients with Sickle Cell Disease: Preliminary Experience”, yang dilakukan

di The University Hospital, Indies West mengatakan tatalaksana operatif

laparoscopic cholecystectomy menjadi pilihan utama dengan pertimbangan

lama perawatan yang lebih singkat dan rasa sakit yang lebih ringan setelah

operasi. Laparoscopic cholecystectomy lebih efektif untuk penderita

kolelitiasis dengan gejala simptomatik (Charles et al, 2005). Penelitian

pasien kolelitiasis yang berusia di atas 30 tahun lebih memilih laparoscopic

cholecystectomy daripada open cholecystectomy dengan perbandingan 4:1

(Moritz et al, 2007).

Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Habib et

al (2009) yang dilakukan pada 124 penderita kolelitiasis simptomatik

periode Agustus 2006 sampai dengan Juli 2007, didapatkan tindakan

laparoscopic cholecystectomy sebanyak 86,29% dan open cholecystectomy

Page 9: 6. bab IVnew

57

sebanyak 13,70%. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sesuai jika

jumlah penderita kolelitiasis gejala simptomatik dihubungkan dengan

pilihan tatalaksana operatif.

4.8. Penderita Kolelitiasisi Ditinjau dari Lama Perawatan dengan Terapi Bedah

Dari 91 sampel yang diambil di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad

Hoesin Palembang, didapatkan bahwa lama perawatan penderita kolelitiasis

kurang dari 7 hari sebanyak 54 (59,34%) sampel, 7-30 hari sebanyak 37

(40,66%) sampel, dan lebih dari 30 hari tidak ada. Dari semua penderita

kolelitiasis yang memilih tatalaksana operatif laparoscopic cholecystectomy,

lama perawatan kurang dari 7 hari sebanyak 52 (62,65%) sampel dan 7-30

hari sebanyak 31 (37,35%) sampel. Penderita kolelitiasis yang memilih

tatalaksana operatif open cholecystectomy dengan lama perawatan kurang

dari 7 hari sebanyak 2 (25%) sampel dan 7-30 hari sebanyak 6 (75%)

sampel.

Tabel 12 . Distribusi Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Lama Perawatan dengan Terapi Bedah

Lama Perawatan Laparoscopic Cholecystectomy

Open Cholecystectomy

Kurang dari 7 hari 52(62,65%)

2(25%)

54(59,34%)

7 – 30 hari 31(37,35%)

6(75%)

37(40,66%)

Lebih dari 30 hari 0 0 0∑ 83

(100%)8

(100%)91

(100%)

Survei yang dilakukan Margaret (2010) mengenai rata-rata lama rawat

inap pasien secara umum pada populasi di Amerika tahun 2007 mengatakan

bahwa rata-rata lama rawat inap pasien usia di atas 65 tahun selama 6-7 hari,

usia 45-64 tahun selama 5 hari, dan usia 15-44 tahun selama 3 hari.

Menurut Johnston dan Kaplan (1993), pada prosedur open

cholecystctomy yang selektif yang dilakukan pada kandidat yang sehat,

namun berisiko kolelitiasis, membutuhkan waktu dirawat di rumah sakit

Page 10: 6. bab IVnew

58

selama 3-5 hari dengan angka kematian kurang dari 1%. Menurut Keus

(2006), prosedur laparoscopic cholecystectomy memiliki kompikasi yang

sama dengan open cholecystectomy namun dengan waktu tinggal di rumah

sakit yang lebih pendek, waktu penyembuhan yang lebih cepat dan biaya

yang lebih murah. Berdasarkan OECD (2011), rata-rata lama rawat inap

untuk penyakit akut selama 1-5 hari dan penyakit kronik selama 4-13 hari.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian terkait distribusi kolelitiasis

berdasarkan lama rawat inap yang mengatakan rata-rata lama rawat inap

berkisar antara 1-13 hari dan tidak ditemukan data lama rawat inap lebih

dari 30 hari. Penelitian ini juga memiliki kesesuaian antara hubungan rata-

rata lama rawat inap dan distribusi umur penderita kolelitiasis yang paling

sering, yaitu rata-rata lama rawat inap pasien usia 45-64 tahun selama 5

hari.

4.9. Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Aspek Mortalitas-Morbiditas

Dari 91 sampel yang diambil di Rumah Sakit Umum Pusat dr.

Mohammad Hoesin Palembang, semua pasien yang mejalani tindakan

operatif pulang dalam keadaan sembuh (100%).

Tabel 13. Distribusi Penderita Kolelitiasis Ditinjau dari Aspek Mortalitas-Morbiditas

Aspek Mortalitas-Morbiditas %Pulang menderita 0 0Pulang sembuh 91 100Meninggal setelah operasi atau selama rawat inap

0 0

Total 91 100

Angka kematian penderita kolelitiasis menurun dari 66-74 per 10.000

kasus menjadi 8,6-16 per 10.000 kasus sejak ditemukannya tatalaksana

operatif laparoscopic cholecystectomy ( Charles et al, 2005).

Berdasarkan penelitian retrospektif yang dilakukan Girard et al. (1993)

dengan jumlah sampel 10.471 pasien kolelitiasis yang menjalani tatalaksana

operatif kolesistektomi dari tahun 1971 sampai 1990, angkat kematian yang

Page 11: 6. bab IVnew

59

didapatkan hanya sebesar 0,4 %. Penelitian di India yang dilakukan oleh

Mufti et al. (2007) dengan jumlah sampel sebesar 60 pasien yang terdiri dari

51 perempuan dan 9 laki-laki menunjukan bahwa tidak ada pasien yang

meninggal setelah dilakukan laparoscopic cholecystectomy. Beberapa fakta

di atas sesuai dengan penelitian ini yang menunjukan 100% pasien pulang

dalam keadaan sembuh.