59223645 presentasi kasus farmasi epilepsi

25
BAB I PENDAHULUAN Epilepsi berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti serangan. Otak adalah struktur yang kompleks, terbuat dari jutaan sel saraf (neurones). Otak mengkontrol banyak tugas, seperti kesadaran, gerakan, dan postur. Otak mengirim dan menerima pesan-pesan sehingga kegiatan-kegiatan ini terjadi. Jika ada kesalahan dalam pengiriman atau penerimaan pesan yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan sel saraf, beberapa atau bahkan seluruh fungsi otak akan berhenti untuk sementara. Jika itu terjadi, orang akan merasakan bangkitan epilepsi (seizure). Jadi secara klinis, suatu bangkitan dinyatakan epilepsi jika disebabkan oleh hiperaktifitas listrik di saraf otak, bukan karena penyakit otak akut (Epilepsi Indonesia, 2007). Epilepsi adalah sebuah sindrom, bukan sebuah penyakit. Keadaan ini bisa disebabkan oleh sebab apapun yang mempengaruhi korteks serebri. Epilepsi juga tidak selalu berciri kejang. Sebaliknya kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi (Sudomo, 2004). Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran, luka kepala, stroke, tumor otak, serta alkohol. Epilepsi mungkin dapat juga disebabkan oleh genetika, namun epilepsi bukan penyakit keturunan. Sampai saat ini penyebab pasti epilepsi belum diketahui (Epilepsi Indonesia, 2007). Kurang lebih 60% epilepsi termasuk jenis idiopatik maupun kriptogenik. Prevalensi sebesar 1% hampir seragam di beberapa negara. 1

Upload: izmeederizone

Post on 31-Dec-2014

27 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

EPILEPSI

TRANSCRIPT

Page 1: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti serangan.

Otak adalah struktur yang kompleks, terbuat dari jutaan sel saraf (neurones).

Otak mengkontrol banyak tugas, seperti kesadaran, gerakan, dan postur. Otak

mengirim dan menerima pesan-pesan sehingga kegiatan-kegiatan ini terjadi. Jika

ada kesalahan dalam pengiriman atau penerimaan pesan yang disebabkan oleh

lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan sel saraf, beberapa atau bahkan

seluruh fungsi otak akan berhenti untuk sementara. Jika itu terjadi, orang akan

merasakan bangkitan epilepsi (seizure). Jadi secara klinis, suatu bangkitan

dinyatakan epilepsi jika disebabkan oleh hiperaktifitas listrik di saraf otak, bukan

karena penyakit otak akut (Epilepsi Indonesia, 2007).

Epilepsi adalah sebuah sindrom, bukan sebuah penyakit. Keadaan ini bisa

disebabkan oleh sebab apapun yang mempengaruhi korteks serebri. Epilepsi

juga tidak selalu berciri kejang. Sebaliknya kejang tidak secara otomatis berarti

epilepsi (Sudomo, 2004). Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh

kerusakan otak dalam proses kelahiran, luka kepala, stroke, tumor otak, serta

alkohol. Epilepsi mungkin dapat juga disebabkan oleh genetika, namun epilepsi

bukan penyakit keturunan. Sampai saat ini penyebab pasti epilepsi belum

diketahui (Epilepsi Indonesia, 2007). Kurang lebih 60% epilepsi termasuk jenis

idiopatik maupun kriptogenik. Prevalensi sebesar 1% hampir seragam di

beberapa negara. Sedangkan puncak serangan terjadi pada umur di bawah 16

tahun atau di atas 70 tahun (Sudomo, 2004).

Penatalaksanaan epilepsi sendiri tidak hannya terapi medisinal. Terapi

medisinal yang bertujuan untuk memberantas atau mengelola timbulnya

serangan hanya merupakan salah satu aspek dari perawatan seorang penderita

epilepsi. Penatalaksaan epilepsi sebenarnya terdiri dari penerangan tentang

epilepsi, advis cara hidup sehari-hari, follow up, pemberian antikonvulsan dan

advis mengenai tindakan-tindakan yang harus dikerjakan bila serangan epileptik

bangkit. Sedangkan tujuan utama dari terapi farmakologik untuk epilepsi adalah

mengendalikan serangan epilepsi dengan satu jenis obat. Sebisa mungkin

dengan dosis terendah namun dapat mengendalikan epilepsi (lowest but best

control) (Sudomo, 2004).

1

Page 2: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

EPILEPSI

A. DEFINISI

Epilepsi adalah manifestasi gangguan fungsi (malfungsi) otak secara

intermitten sebagai kondisi kronis hasil dari muatan listrik abnormal neuron-

neuron secara paroksismal akibat berbagai macam sebab selain penyakit otak

akut (unprovoked) (Sudomo, 2004).

Tahapan epilepsi meliputi:

1. Prodromal, terdapat perubahan perilaku maupun mood, timbul berjam-jam

dan seringkali mendahului timbulnya serangan.

2. Aura, merupakan gejala sesaat sebelum serangan.

3. Ictus, yaitu serangan atau seizure itu sendiri.

4. Post ictal period, merupakan sesaat sesudah ictus, dimana pasien kadang

bingung ataupun disorientasi.

Sedangkan status epileptikus adalah serangan berkepanjangan tanpa

disertai recovery (pemulihan kesadaran) dan berakhir lebih dari 30 menit atau

dua serangan atau lebih tanpa disertai recovery diantara dua serangan

(Sudomo, 2004). Namun kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit sangat

jarang berhenti dengan spontan, oleh karena itu dalam praktek sehari harus

dianggap sebagai status epileptikus (Handryastuti, 2011).

B. ETIOLOGI

1. Idiopatik. Tidak diketahui dan diduga akibat kelainan genetik

2. Kriptogenik. Dicurigai akibat lesi pada otak

3. Simptomatik. Lesi otak dapat dikenal

4. Psikogenik

5. Multifaktorial. Merupakan gabungan dari kelainan genetik, faktor

predisposisi, kelainan metabolik maupun faktor mendadak akut.

(Sudomo, 2004).

2

Page 3: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

C. FAKTOR PRESIPITASI

Faktor presipitasi adalah faktor yang mempermudah terjadinya serangan,

antara lain (Mansjoer, 2000):

1. Faktor sensoris: cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang

mengejutkan, air panas.

2. Faktor sistematis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya

golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik.

3. Faktor mentai: stres, gangguan emosi

D. KLASIFIKASI

1. Kejang parsial (fokal)

a. Sederhana

Disertai gejala motorik, autonomik, somatosensoris, psikis.

Motorik : gerakan involunter otot salah satu anggota gerak, wajah,

rahang bawah, pita suara dan kolumna vertebralis (badan berputar).

Sensorik : merasakan nyeri, panas/dingin

Autonom : mual, muntah, hiperhidrosis.

Disebut dengan epilepsi Jackson dengan tanpa penurunan kesadaran

tetap normal. Misalnya, serangan gejala defisit neurologik yang bersifat

sensorik (parestesia, hipestesia, anestesia) disebut epilepsi Jackson

sensorik.

b. Kompleks

1) Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau

tanpa automatism

2) Parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran dengan atau

tanpa automatism. Awalnya kesadaran baik kemudian kesadaran

menurun.

3) Sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder

Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik

Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik

klonik

2. Kejang umum

a. Bangkitan lena (absence)/petit mal dan atypical absence

3

Page 4: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

Petit mal biasanya terjadi pada umur 4-8 tahun. Kesadaran hilang

sejenak. Pada waktu kesadaran hilang beberapa detik, tonus otot

skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Lamanya serangan

antara 5-10 detik. Adakalanya timbul gerak otot wajah (facial

twitching).Serangan petit mal akan berhenti ketika usia 20 tahun atau

selambat-lambatnya pada umur menjelang 30 tahun. Ada kemungkinan

petit mal berkembang menjadi grand mal.

Atypical absence lama serangan 5-30 detik (> 10 detik) dengan

awal dan akhir serangan perlahan berbeda dengan petit mal yang

berawal dan berakhir seketika.

b. Bangkitan mioklonik

Mioklonik adalah gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang

timbul tiba-tiba dan berlangsung sejenak. Mioklonus terutama tubuh

bagian atas disebut dengan miklonous jerking.

c. Bangkitan klonik

d. Bangkitan tonik

Pada bangkitan tonik otot hanya menjadi kaku.

e. Bangkitan tonik-klonik (grand mal)

Secara tiba-tiba penderita jatuh sambil menjerit atau berteriak,

untuk sesaat pernafasan berhenti dan seluruh tubuh menjadi kaku

kemudian bangkit gerakan tonik-klonik, yaitu gerakan tonik (kaku) yang

diselingi oleh relaksasi sehingga selama serangan grand mal tungkai

tetap lurus namun secara ritmik terjadi fleksi ringan dan ekstensi kuat

pada semua persendian anggota gerak.

Kesadaran hilang saat penderita saat penderita jatuh. Air liur

berbusa keluar dari mulut hasil kontraksi tonik-klonik wajah selama 1-2

menit, frekuensi dan intensitas konvulsi berkurang secara berangsur-

angsur hingga akhirnya berhenti. Setelah itu pasien akan tertidur

tergantung berat/ringannya konvulsi.

f. Bangkitan atonik

Otot seluruh tubuh mendadak lemas kemudian jatuh. Kesadaran

tetap baik atau menurun sesaat.

3. Kejang tidak tergolongkan

4

Page 5: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

E. PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan neuron-neuron otak dan

transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak,

mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh potensial membran sel.

Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran

neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler

ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na, dan Cl, sehingga di dalam

sel terdapat konsentrasi tinggi ion K dan konsentrasi rendah ion Ca, Na, dan

Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraselular. Perbedaan

konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensi membran. Biasanya

membran sel dalam keadaan polarisasi yang dapat dipertahankan oleh

adanya suatu proses metabolik aktif (pompa sodium) yang mengeluarkan ion

Ca dan Na dari dalam sel (Sudomo, 2004).

Berbagai faktor dapat mengubah atau mengganggu fungsi membran

neuron, sehingga membran mudah dilewati oleh ion Ca dan Na dari ruangan

ekstra ke intraselular. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi

membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan tidak

terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara

sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi (Sudomo, 2004).

Suatu sifat khas serangan epilepsi adalah setelah beberapa saat

serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah

pengaruh neuron-neuron di sekitar fokus epileptik. Selain itu juga sistem-

sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yagn menjamin agar neuron-neuron

tdak terus menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang

dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti adalah kelelahan

neuron-neuron akibat habisnya zat-zat penting untuk fungsi otak, diantaranya

oksigen, ATP, kreatin fosfat, dan neurotransmiter serta timbulnya zat-zat yang

menyebabkan inhibisi seperti CO2, sisa-sisa metabolisme dan zat asam amino

(Sudomo, 2004).

Sedangkan hilangnya kesadaran pada serangan umum sering dikaitkan

oleh adanya peningkatan aktivitas abnormal pada korteks asosiasi fronto-

parietal dan struktur sub kortikal yang berhubungan dengannya. Sedangkan

5

Page 6: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

aktivitas yang abnormal pada lokasi diatas juga bisa menyebabkan hilangnya

kesadaran, yaitu pada saat serangan partial kompleks (Sudomo, 2004).

F. DIAGNOSIS

1. Anamnesa/aloanamnesa

a. Fokalitas: dari penderita atau orang-orang yang pernah menyeksikan

serangan epileptiknya harus didapati lukisan lengkap. Bila fokalitas

sudah ditetapkan, maka interogasi harus diarahkan ke penentuan jenis

serangan fokal. Bila unsur fokalitas tidak ada, maka jenis epilepsi umum

idiopatik harus ditentukan.

b. Riwayat keluarga yang dapat mengungkapkan adanya anggota keluarga

yang epileptik.

c. Riwayat penyakit dahulu yang dapat memberikan informasi tentang

faktor kausatif yang relevan.

d. Riwayat kehamilan dan kelahiran yang berhubungan dengan trauma

lahir atau gangguan serebral dalam masa intrauterin.

(Sudomo, 2004).

2. Pemeriksaan klinis umum

3. Pemeriksaan penunjang

a. EEG

Pada epilepsi gelombang yang muncul adalah gelombang abnormal,

yaitu gelombang tajam (tajam lambat) dapat saat atau di luar serangan,

dan gelombang paku ombak (paku lambat)

b. Rontgen kepala fraktur?

c. CT-scan infark? hematom? tumor?

d. Laboratorium hipoglikemi? hiponatremi? Uremia?

e. MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy)

f. Lumbal pungsi indikasi infeksi SSP akut

G. PENATALAKSANAAN

Terapi medisinal yang bertujuan untuk memberantas atau mengelola

timbulnya serangan hanya merupakan salah satu aspek dari perawatan

seorang penderita epilepsi. Penatalaksaan epilepsi sebenarnya terdiri dari

penerangan tentang epilepsi, advis cara hidup sehari-hari, follow up,

6

Page 7: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

pemberian antikonvulsan dan advis mengenai tindakan-tindakan yang harus

dikerjakan bila serangan epileptik bangkit. Sedangkan tujuan utama dari terapi

farmakologik untuk epilepsi adalah mengendalikan serangan epilepsi dengan

satu jenis obat. Sebisa mungkin dengan dosis terendah namun dapat

mengendalikan epilepsi (lowest but best control) (Sudomo, 2004).

1. Kausatif terapi penyebab primer, misalnya tumor otak dan metabolik.

2. Drug of choice berdasarkan tipe kejang :

Jenis Bangkitan Pilihan Pertama Pilihan Kedua

Parsial

Sederhana

Kompleks

Umum Sekunder

Fenitoin

Karbamazepin

Fenobarbital

Klobazam,Gabapentin,

Lamotrigin,Primidon,

Tiagabin,Topiramat,

Vigabatrin,Valproat

Serangan Umum

Tonik-klonik

Fenitoin

Fenobarbital

Valproat

Karbamazepin

Vigabatrin,Klobazam,

Gabapentin,Lamotrigin,

Primidon,Tiagabin, Topiramat

Absans/Lena Valproat

Etosuksimid

Asetazolamid,

Klobazam,Felbamat,

Lamotrigin,Topiramat

Tonik,

atonik,klonik

Valproat Klobazam,Felbamat,

Lamotrigin,Topiramat.

Mioklonik Valproat Asetazolamid,

klobazam,klonazepam,

felbamat,lamotrigin, topiramat.

Juvenile Myoclonic Valproat Topiramat,lamotrigin

Sindrom

Lennox-Gestaut

Topiramat

Felbamat

Lamotrigin

Valproat,fenobarbital,

BZDs,ZNS

7

Page 8: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

Sindrom West Hormonal

Valproat

Vigabatrin

Topiramat,lamotrigin,

ZNS,BZDs,piridoksin

a. Parsial

Sederhana karbamazepin 20 mg/kgbb/hari, fenobarbital (luminal) 5

mg/kgbb/hari

Kompleks karbamazepin 20 mg/kgbb/hari, fenobarbital 5

mg/kgbb/hari

Umum sekunder sama dengan atas

b. Umum

Tonik klonik (grandmal) : asam valproat, karbamazepin 20

mg/kgbb/hari, fenitoin

Mioklonik : asam valproat 60 mg/kgbb/hari

Lena/petit mal : asam valproat 60 mg/kgbb/hari

Pengobatan dihentikan setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang,

dilakukan secara perlahan selama beberapa bulan.

3. Pengobatan Psikososial

Penjelasan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan

bebas kejang. Penderita epilepsi juga dapat bermasyarakat secara normal.

Pasien juga harus taat dan patuh terhadap pengobatan.

H. PROGNOSIS

Prognosis epilepsi tergantung dari beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi,

faktor penyebab, umur saat serangan pertama kali, lamanya dan ada tidaknya

kelainan struktur otak. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup baik. Pada

50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat,

sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat.

Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun serangan

absence mempunyai prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan

pertamanya dimulai pada usia 3 tahun atau yang disertai dengan kelainan

neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif jelek

(Sudomo, 2004).

8

Page 9: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN

A. KASUS

Ny. S (26 th) datang dengan keluhan tidak sadar setelah kejang kurang

lebih 1 jam sebelum masuk RS. Kejang berlangsung 15-20 menit, seluruh

anggota badan kaku, keluar busa pada mulut pasien. Sebelum kejang, pasien

mengeluh kepalanya pusing. Kemudian saat di RS, pasien kembali kejang 1

kali dengan gejala yang sama ± 10 menit. Setelah kejang pasien sempat tidak

sadar ± 15 menit.

Kurang lebih 6 tahun yang lalu dan 2 bulan yang lalu dengan gejala

serupa. Saat itu pasien sempat tidak sadar ±1 jam setelah kejang. Pasien

kemudian dibawa ke RS Kustati (mondok). Pasien mendapatkan obat tetapi

tidak tahu obat apa yang didapat dan obat tidak diminum teratur.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, RR 24

kali/menit, nadi 72 kali/menit, suhu 36,7°C. Pada pemeriksaan neurologis

didapatkan GCS E1 Vx M3, n. III rc (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), refleks

fisiologis menurun pada lengan dan tungkai kanan, refleks patologis negatif.

B. ASSESMENT

Diagnosis Klinis: Epilepsi, general seizure tonic clonic

Diagnosis Topis: Korteks

Diagnosis Etiologis: Idiopatik

C. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

IVFD RL 20 tpm

Inj Fenitoin 100mg/8jam dalam 20cc NS

Inj Diazepam 1 amp (k/p)

9

Page 10: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

Resep

Cito!

R / Diazepam inj. amp No II

Cum disposable syringe cc 3 No I

∫ imm

R / Infus RL flab No III

Cum

Infuse set No I

Iv catheter no 22 No I

∫ imm

R / Fenitoin inj. amp No III

Nacl 0,9% flab No I

Cum

disposable syringe cc 3 No I

disposable syringe cc 20 No I

∫ imm

Pro : Ny. S ( 25 th )

D. PEMBAHASAN

Obat pilihan utama terdiri dari fenobarbital atau fenitoin. Dua-duanya

baik sekali dan murah harganya. Fenitoin mempunyai sifat-sifat yang unggul,

yaitu tidak membuat orang mengantuk, tidak akan menimbulkan manifestasi

overdose yang fatal dan bila dihentikan tidak akan membangkitkan status

epileptikus. Efek samping yang kurang enak ialah sakit epigastrik, dermatitis,

anemia, hipertrofi gusi, hirsutismus, nistagmus, dan ataksia (Sidharta, 2009).

Jika pasien tidak mau dirawat di RS dan diberikan fenitoin maka terapi

dimulai dengan dosis tinggi yaitu 10-15 mg/kgBB/hari untuk orang dewasa

atau 200-400 mg/hari dan 5-8 mg/kgBB/hari untuk anak-anak di bawah 6

tahun (Sidharta, 2009).

Anak-anak, bayi, dan wanita lebih baik diobati dengan fenobarbital,

mengingat efek buruk kosmetik dari fenitoin. Sedangkan efek samping

10

Page 11: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

fenobarbital hanya mengantuk saja. Dosis fenobarbital untuk anak-anak di

bawah 6 tahun ialah 3-5mg/kgBB/hari atau 60-120 mg/hari (Sidharta, 2009).

Bila serangan grand mal masih belum dapat diberantas dengan obat-

obat tersebut di atas baik secara kombinasi maupun obat tunggal, dapat

digunakan primidone (Sidharta, 2009). Primidone efektif untuk semua

bangkitan kecuali bangkitan lena. Efeknya baik untuk bangkitan tonik klonik

yang telah refrakter terhadap terapi yang lazim, dan lebih efektif lagi dalam

kombinasi dengan fenitoin (Utama dan Gan, 2007). Dosis untuk anak dibawah

umur 6 tahun ialah 10-25 mg/kgBB/hari. Sedangkan orang dewasa 300-600

mg/hari. Dosis permulaan harus rendah misalnya 100-150 mg/hari. Efek

samping primidone dapat berupa ngantuk, vertigo, ataksia, dermatitis, dan

anemia (Sidharta, 2009).

Di bawah ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai fenobarbital dan

fenitoin:

1. Fenobarbital

Fenobarbital sebagai antiepilepsi bekerja dengan membatasi penjalaran

aktivitas dan bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital

merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif dan murah. Dosis

efektifnya relatif rendah. Efek samping yang terjadi adalah efek sedatif.

Fenobarbital merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang

demam pada anak. Dosis anak ialah 100-300 mg/hari sedangkan dewasa

dua kali 120-250 mg/hari. (Utama dan Gan, 2007)

2. Fenitoin

Obat yang dipilih sebagai antiepilepsi pada kasus diatas adalah fenitoin.

Fenitoin merupakan golongan hidantoin yang merupakan obat utama untuk

hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan lena. Fenitoin diindikasikan

terutama untuk bangkitan tonik klonik dan bangkitan parsial.

Farmakodinamik

Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran

rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Fenitoin juga mempengaruhi

perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini, khususnya

menggiatkan pompa Na+, K+, Ca2+ neuron dan mengubah neurotranmitor

NEPI, asetilkolin, dan GABA.

11

Page 12: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

Farmakokinetik

Pemberian secara per oral mengalami absorpsi secara lambat dan sesekali

tidak lengkap. Pemberian secara IM menyebabkan fenitoin mengendap

ditempat suntikan kira-kira 5 hari dan absorpsi berlangsung lambat.

Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih

lama, tetapi mula kerjanya lebih lambat daripada fenobarbital.

Metabolit fenitoin akan di ekskresi melalui ginjal.

Interaksi obat

Interaksi fenitroin dengan fenobarbital atau karbamazepin akan

menyebabkan fenitoin menurun kadarnya karena fenobarbital atau

karbamazepin menginduksi enzim mikrosom hati, tetapi kadang-kadang

kadar fenitoin dapat meningkat akibat inhibisi kompetitif dalam

metabolisme.

Efek samping

Efek samping yang dapat ditimbulkan dari fenitoin adalah keracunan pada

SSP, saluran cerna, gusi dan kulit, sedangkan yang lebih berat

mempengaruhi kulit, hati, dan sumsum tulang.

Dosis

Kadar plasma untuk terapi fenitoin terdapat antara 10-20µg/ml. Ketika

terapi oral sudah dimulai, dosis dewasa biasanya 300 mg/hari tanpa

memperlihatkan berat badan. Jika kejang berlanjut, dosis yang lebih tinggi

biasanya diperlukan untuk mendapatkan kadar plasma dalam batas-batas

terapi yang lebih tinggi.

(Utama dan Gan, 2007)

Sedangkan di bawah ini adalah alternatif obat yang digunakan untuk epilepsi

tonik klonik

1. Karbamazepin

Karbamazepin efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan

tonik klonik. Efek samping karbamazepin cukup sering terjadi. Efek

samping yang terjadi setelah pemberian obat jangka lama berupa pusing,

vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan

dapat meningkat akibat dosis berlebih.

Dosis anak di bawah 6 tahun 100 mg/hari, 6-12 tahun 2x 100 mg/hari,

dewasa: dosis awal 2x 200 mg sehari pertama, selanjutnya dosis ditinggkat

12

Page 13: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

secara bertahap. Dosis pemeliharaan 800-1200 mg.hari. (Utama dan Gan,

2007)

2. Asam valproat

Asam valproat terutama untuk terapi epilepsi umum dan kurang efektif

terhdap epilepsi fokal. Efek antikonvulsi valproat didasarkan meningkatnya

kadar GABA di dalam otak. Valproat efektif terhadap epilepsi umum yakni

bangkitan lena yang disertai oleh bangkitan tonik klonik. Sedangkan

terhadap epilepsi fokal lain efektivitasnya kurang memuaskan. Terapi

dimulai dengan dosis awal 3x 200 mg/hari dengan dosis harian berkisar

0,8-1,4 g.

Valproat telah diakui efektivitasnya sebagai obat untuk bangkitan lena,

tetapi bukan merupakan obat terpilih karena efek toksiknya terhadap hati.

(Utama dan Gan, 2007)

3. Diazepam

Diazepam digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status

epileptikus. Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada orang

dewasa disuntikkan 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan 5 mg/menit diazepam

IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang

waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Dosis maksimal 20-30 mg.

Efek samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunakan

diazepam IV ialah obstruksi saluran napas oleh lidah akibat relaksasi otot.

Disamping itu dapat terjadi depresi napas sampai henti napas, hipotensi,

henti jantung, dan kantuk. (Utama dan Gan, 2007)

Pada kasus Ny. S diatas, Ny. S didiagnosis general seizure tonik klonik

dan masuk dalam kriteria status epileptikus karena kejang berlangsung

selama lebih dari 5 menit dan diantara dua serangan tidak disertai recovery

atau pemulihan kesadaran. Status epileptikus tonik klonik umum merupakan

suatu keadaan yang membahayakan jiwa.

Diazepam merupakan obat yang paling efektif pada beberapa pasien

untuk menghentikan serangan dan diberikan secara langsung dengan dosis

intravena total 20-30 mg pada orang dewasa. Efek diazepam tidak lama,

tetapi 30-40 menit pada interval bebas kejang memberikan suatu awal terapi

yang lebih berarti. Pasien yang tidak dalam keadaan kejang, terapi diazepam

13

Page 14: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

dapat dihilangkan dan segera diobati dengan obat berjangka panjang seperti

fenitoin. Pengobatan status epileptikus yang paling tepat adalah fenitoin

intravena, efektif, dan nonsedatif. Diberikan dengan dosis tunggal intravena

13-18 mg/kgBB pada orang dewasa. Untuk pasien yang tidak responsif pada

fenitoin, fenobarbital dapat diberikan dalam dosis besar, 100-200 mg IV

sampai jumlah total 400-800 mg (Katzung, 2002)

14

Page 15: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Pada kasus Ny. S (26 th), pasien datang dengan keadaan tidak sadar

setelah kejang kurang lebih 1 jam sebelum masuk RS. Kejang berlangsung

15-20 menit, seluruh anggota badan kaku, keluar busa pada mulut pasien.

Sebelum kejang, pasien mengeluh kepalanya pusing. Kemudian saat di RS,

pasien kembali kejang 1 kali dengan gejala yang sama ± 10 menit. Setelah

kejang pasien sempat tidak sadar ± 15 menit. Kurang lebih 6 tahun yang lalu

dan 2 bulan yang lalu dengan gejala serupa. Saat itu pasien sempat tidak

sadar ±1 jam setelah kejang. Pasien kemudian dibawa ke RS Kustati

(mondok). Pasien mendapatkan obat tetapi tidak tahu obat apa yang didapat

dan obat tidak diminum teratur.

Dari kasus tersebut dapat didiagnosis bahwa Ny. S mengalami kejang

umum tonik klonik dan masuk dalam kriteria status epileptikus karena kejang

berlangsung selama lebih dari 5 menit dan diantara dua serangan tidak

disertai recovery atau pemulihan kesadaran. Penatalaksanaan status

epileptikus adalah dengan pemberian diazepam 5 mg IV. Jika masih kejang

maka diberikan diazepam lagi hingga dosis maksimal 20-30 mg. Jika pasien

sudah tidak kejang maka terapi diazepam dapat dihilangkan dan segera

diobati dengan obat berjangka panjang seperti fenitoin. Fenitoin diberikan

dengan dosis tunggal intravena 13-18 mg/kgBB.

B. SARAN

Selain terapi farmakologik pasien epilepsi dan keluarganya harus

penerangan tentang epilepsi, advis cara hidup sehari-hari, follow up,

pemberian antikonvulsan dan advis mengenai tindakan-tindakan yang harus

dikerjakan bila serangan epileptik bangkit.

Perlu dan penting untuk diketahui bahwa penderita epilepsi harus hidup

wajar sebagaimana orang sehat menjalani penghidupan sehari-harinya.

Setiap penderita epilepsi harus hidup teratur, yaitu makan tepat pasa

waktunya, tidur malam harus nyenyak dan berlangsung 7-8 jam, water intake

harus dibatasi. Seorang penderita epilepsi tidak boleh mengendarai

15

Page 16: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

kendaraan bermotor atau sepeda. Selain itu kesehatan badan pun juga harus

terjaga.

Jika pasien mengalami kejang jangan pindah pasien kecuali kalau

dalam posisi bahaya misalnya di atas tangga atau di jalan. Taruhlah benda

lembut dibawah kepala pasien (jaket atau bantal), atau letakkan tangan

dibawah kepala mereka. Tujuannya agar pasien tidak membenturkan

kepalanya ke lantai dan melukai otak belakang. Jangan halangi pasien.

Biarkan seizure berlangsung. Jangan taruh apapun di mulut pasien. Jika

serangan berakhir gulingkan pasien ke posisi pemulihan agar pasien

berbaring di salah satu sisi. Hapuskan liur. Jika pernafasan pasien sulit, cek

mulut untuk memastikan tak ada benda atau makanan yang menghalangi

tenggorokan. Temanilah dan hiburlah pasiem sampai pulih kembali.

16

Page 17: 59223645 Presentasi Kasus Farmasi Epilepsi

DAFTAR PUSTAKA

Epilepsi Indonesia. 2007. Apa itu epilepsi?.

http://epilepsiindonesia.com/mengenal-epilepsi/apa-itu-epilepsi/apa-itu-

epilepsi

Handryastuti S. 2011. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak. Dalam Makalah

Simposium Nasional Refresh and Update A Comprehensive Management of

Seizure. Surakarta: Panitia Pelantikan Dokter Baru Periode 176

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., Setiowulan, W. (eds). 2000.

Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. pp:

33-27

Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Penerbit Dian

Rakyat

Sudomo A. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surakarta: BEM FK UNS Press

Utama H. dan Gan V. 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi. Dalam Farmakologi

dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI

Katzung B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Edisi 8. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika

17