5-teknologi pengendalian hama penyakit

26
MAKALAH TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT JAGUNG DI LAPANGAN DAN GUDANG Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Teknologi Pengemasan dan Penyimpanan Disusun oleh : Zakiyatul Fachirah 091710101026 Doli Pardomuan H 081710101030 Dwi Indriati M 091710101066 Roudotul Jannah 091710101107

Upload: anis-suhariati

Post on 28-Dec-2015

84 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT JAGUNG DI

LAPANGAN DAN GUDANG

Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas

Mata Kuliah Teknologi Pengemasan dan Penyimpanan

Disusun oleh :

Zakiyatul Fachirah 091710101026

Doli Pardomuan H 081710101030

Dwi Indriati M 091710101066

Roudotul Jannah 091710101107

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2012

Page 2: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah beras yang digunakan

sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Oleh sebab itu,

ketersediannya sangat dibutuhkan sepanjang tahun. Kebutuhan jagung sebagai bahan

baku industri dalam negeri tidak mencukupi. Hal ini terbukti dengan meningkatnya

impor jagung dari tahun ke tahun. Tahun 1990 impor jagung hanya 515 ton, tetapi

pada tahun 1995 meningkat tajam menjadi 626,231 ton (Thahir dkk, 1998).

Peningkatan produksi jagung kadang-kadang tidak diikuti dengan penanganan

pasca panen yang baik, sehingga selama penyimpanan sering timbul kerusakan dan

susut baik mutu maupun kuantitasnya. Penanganan pasca panen dan lama

penyimpanan dapat mempengaruhi keutuhan butir jagung serta ketahanannya

terhadap serangga. Salah satu jenis serangga pasca panen yang banyak menimbulkan

kerusakan pada penyimpanan jagung adalah Sitophilus zeamais. Sitophilus zeamais

merupakan salah satu jenis serangga yang umum digudang dan paling merusak

didunia (Subramanyam dan Hagstrum, 1996). Serangga ini disebut dengan “kumbang

bubuk beras” jika menyerang beras/gabah. Serangga ini membuat kerusakan pada

stadia larva dengan memakan isi biji bahan pangan.

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk menjaga kualitas biji-bijian yang

disimpan, diantaranya dengan melakukan fumigasi. Fumigasi merupakan usaha

penanggulangan serangga dengan menggunakan fumigan. Salah satu fumigan yang

dapat digunakan adalah karbondioksida (CO2). Karbondioksida pada suhu ruang

merupakan gas yang tidak berwarna, mempunyai bau tajam, rasa asam, bersifat stabil

dan tidak terdekomposisi pada keadaan normal. Gas ini kurang reaktif, dan biasanya

memerlukan suhu tinggi untuk meningkatkan reaktifitasnya (koswara, 1982). CO2

digunakan dalam sistem penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi, untuk

memberantas serangga hama pada komoditi pangan yang akan disimpan dalam

jangka panjang.

Page 3: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

Teknologi atmosfer termodifikasi dengan menggunakan CO2 telah digunakan

untuk mengendalikan serangga yang menyerang biji-bijian atau bahan pangan yang

disimpan, tetapi belum banyak informasi mengenai pengaruh CO2 terhadap aspek

biologi Sitophilus zeamais.

1.2 Tujuan :

Untuk mengetahui teknik penyimpanan jagung yang baik dalam gudang.

Page 4: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Jagung

Jagung (zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang

mendapat prioritas untuk dikembangkan karena kedudukannya disamping sebagai

sumber utama karbohidrat dan protein juga merupakan bahan baku utama industri

pakan ternak dan bahan baku industri lainnya, sehingga merupakan komoditas

penting dalam upaya diversivikasi pangan.

Jagung tumbuh baik didaerah sedang yang panas, beriklim subtropis yang

basah, dan dapat pula tumbuh didaerah tropis. Tanaman jagung terdiri dari berbagai

macam varietas. Beberapa varietas unggul diantaranya adalah harapan baru, arjuna,

bromo, nakula, sadewa, hibrida, dan lain-lain. Tanaman jagung dapat dipanen apabila

sudah mencapai tingkat ketuaan tertentu, dan waktunya dapat berbeda tergantung

pada varietas. Misalnya verietas arjuna dipanen setelah umur 90 hari.

Jagung yang sudah dapat dipanen ditandai oleh kelobotnya yang berwarna

coklat muda dan kering, serta bijinya mengkilat. Bila biji ditekan dengan kuku tidak

berbekas (kadar air 35-40%). Pengeringan dapat dilakukan pada jagung berupa

tongkol berkelobot atau tongkol kupasan. Jagung kemudiam dipipil dan dikeringkan

lagi sampai kadar air 12-14%. Cara pengeringan dapat dengan sinar matahari atau

dengan pemanas lain (Direktorat Jenderal Tanman Pangan dan Hortikultura, 1998)

2.2 Komposisi kimia Jagung

No Zat Gizi Kandungan (per 100 g jagung)

1 Kalori 355,00 Kalori

2 Protein 9,20 g

3 Lemak 3,90 g

Page 5: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

4 Karbohidrat 73,70 g

5 Kalsium 10,00 mg

6 Fosfor 256,00 mg

7 Besi 2,40 mg

8 Vitamin A 510,00 SI

9 Vitamin B1 0,38 mg

10 Vitamin C 0,00 mg

11 Air 12,00 g

Berdasarkan komposisi kimianya, jagung terutama adalah sebagai sumber

energy. Selain mengandung energy, jagung mempunyai nilai gizi yang tinggi karena

mengandung berbagai zat gizi lainnya (tabel) (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

dan Hortikultura, 1998). Dengan kondisi nutrisi tersebut jagung juga disukai dan

sangat dibutuhkan oleh serangga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Penyimpanan jagung sangat penting artinya bagi cadangan makanan kita.

Oleh karena itu harus diperhatikan cara penyimpanannya untuk mencegah serangan

hama dan penyakit. Factor-faktor yang berpengaruh selama penyimpanan adalah

fakor fisik (suhu dan kelembaban), factor kimia( kadar air, komposisi kimia bahan

dan enzim), factor fisiologis (respirasi) dan factor biologis (kapang, serangga, dan

tikus)

2.3 Serangga hama gudang pada jagung

Serangan hama merupakan salah satu masalah didalam sistem produksi

pertanian. Masalah hama tidak saja terjadi pada saat tanaman masih dilapangan, tetapi

juga pada tahapan pasca panen. Kehilangan hasil pada tahapan pasca panen

sebenarnya dapat disebabkan oleh banyak faktor tetapi serangan hama adalah faktor

yang utama. Hama pasca panen terutama menyerang ditempat atau gudang

penyimpanan, sehingga hama ini lebih umumdikenal sebagai hama gudang.

Page 6: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

Serangga hama gudang yang umumnya menyerang jagung adalah Sitophilus

sp., Rhyzopertha dominica, trogodherma granarium, Oryzaephilus sp., tribolium sp.,

Cryptolestes sp., sitotroga cerealia, dan Ephestia cautelia (hall, 1970).

2.4 Sitophilus Zeamais

Sitophilus zeamais merupakan hama primer yang dikenal sebagai hama bubuk

beras, kumbang beras, atau maize weevil. Hama ini termasuk ordo coleoptera, dari

famili Curculionidae. Hama ini menyerang padi, jagung, gandum, sorgum, gaplek,

dan serealia lainnya. Serangga dewasa berwarna coklat terang sampai coklat gelap

dengan empat bercak kuning yang relatif besar pada elytranya. Panjang tubuh antara

2-5 mm, tergantung kondisi makanannya. Kepala berbentuk moncong dengan antena

ganda bersiku. Pada elytra terdapat alur –alur memanjang (Subramanyam dan

Hagstrum, 1996)

Sitophilus zeamais termasuk ordo Coleoptera dan famili Curculionidae.

Serangga ini merupakan hama gudang yang banyak ditemukan di tempat

penyimpanan bahan pangan terutama serealia seperti gabah, beras, jagung, dan

gandum. Serangga ini merupakan hama primer yang mampu menyerang biji-bijian

yang masih utuh (Anonim 2007).

Populasi S. zeamais di tempat penyimpanan perlu dikendalikan karena selain

mengakibatkan kerusakan biji dan susut bobot juga menyebabkan peningkatan kadar

air biji sebagai hasil respirasi. Kondisi ini akan memacu pertumbuhan cendawan

Aspergillus sp. dan terjadinya kontaminasi aflatoksin (Payne 1992; Lubuwa dan

Davis 1994; Brown et al. 1999 dalam Surtikanti 2004).

2.5 Biologi dan Morfologi

Pada jagung dan beras, S. zeamais lebih sering ditemukan sedangkan S.

oryzae lebih sering ditemukan pada gandum, barley dan serealia (Subramanyam &

Hagstrum 1996). Serangga hama ini mengalami metamorfosis sempurna dari fase

telur sampai menjadi imago. Telur diletakkan pada biji yang telah dilubangi dan tiap

Page 7: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

lubang diisi satu butir telur (Subramanyam & Hagstrum 1996). Masing-masing

lubang ditutup dengan menggunakan sekresi dari mulutnya yang biasa disebut “egg

plug” (Anonim 2007). Fase telur berlangsung sekitar 6 hari. Imago betina meletakkan

telur hingga 150 butir selama hidup mereka (Subramanyam & Hagstrum 1996).

Larva yang terdapat dalam biji akan terus menggerek biji. Larva tetap berada

di dalam biji sampai terbentuk pupa. Larva tidak bertungkai dan berwarna putih.

Ketika bergerak, larva agak mengkerut lalu memanjang kembali dan seterusnya.

Larva berkembang di dalam rongga dalam biji pada suhu optimum 25oC

(Subramanyam & Hagstrum 1996).

Pupa berada di dalam liang gerek yang dibuat oleh larva. Imago baru akan

tetap berada di dalam liang gerek selama beberapa hari. Serangga dewasa akan keluar

dari biji dengan melubangi biji tersebut. Imago mempunyai kepala yang memanjang

membentuk moncong. Sayap mempunyai dua bercak yang berwarna kuning. Sayap

depan berkembang sempurna, sayap belakang berfungsi untuk terbang. Panjang

tubuhnya 3,5-5 mm. Lama hidup imago berlangsung selama 3-6 bulan (Ress 2004).

Telur yang dihasilkan dapat mencapai 575 butir (Kalshoven 1981).

Gambar 1. Sitophillus zeamais

Page 8: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

Siklus hidup hama ini berlangsung selama 28-90 hari, tetapi umumnya sekitar

31 hari. Siklus hidup hama ini tergantung pada temperatur ruang penyimpanan,

kelembaban atau kandungan air produk yang disimpan dan jenis produk yang

diserang. Pada kelembaban udara 70% dan temperatur 18°C siklus hidup S. zeamais

dari telur menjadi dewasa mencapai 91 hari, namun pada RH 80% dengan temperatur

yang sama siklus hidup S. zeamais hanya 79 hari. Hama ini bersifat polifag. Selain

merusak butiran-butiran beras, hama juga merusak jagung, padi dan lainnya

(Surtikanti 2004).

Page 9: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Jenis – Jenis Kerusakan Jagung selama Penyimpanan

Kerusakan jagung yang biasanya terjadi selama penyimpanan dapat

digolongkan atas rusak fisik, biologis, dan kimiawi. Rusak fisik berupa keretakan

endosperm yang terutama disebabkan oleh sering terjadinya perubahan kadar air

selama penyimpanan akibat pengaruh cuaca seperti panas, hujan, siang dan malam.

Rusak biologis disebabkan oleh kegiatan biologis selama penyimpanan seperti

serangan hama, jamur, dan mikroba. Kerusakan biologis menyebabkan terjadi

penurunan nilai pangan dan kontaminasi. Penurunan nilai pangan yang disebabkan

serangan hama dalam bentuk endosperm yang dimakan hama dan sisanya berupa

butir kutuan berbentuk biji cacat. Biji cacat ini mudah mengalami oksidasi asam

lemak, menghasilkan asam lemak bebas dan memberikan bau tidak enak. Rusak

kimia terjadi karena adanya dekomposisi kimia selama penyimpanan seperti

penurunan kadar kabrohidrat, protein, dan lemak karena proses metabolisme, baik

oleh serangga, mikroba, maupun oleh biji bijian yang disimpan.

3.2 Strategi Penyimpanan Jagung yang baik di dalam Gudang

a. Kebersihan dan pengelolaan gudang

Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan hibernasi

pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di dalam

gudang difokuskan pada kebersihan gudang. Higienis adalah aspek penting

dalam strategi pengendalian terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi

populasi serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya. Taktik

yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan

membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari gudang.

Karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua

struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak di mana

Page 10: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

serangga dapat bersembunyi, dan memberi perlakuan insektisida pada dinding

maupun plafon gudang. Semua kegiatan ini harus diselesaikan dua minggu

sebelum penyimpanan jagung.

b. Persiapan biji jagung yang disimpan

Parameter penting yang dapat mempengaruhi kualitas biji, adalah kadar air

biji. Kadar air biji <12% dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk.

Pada kadar air 8%, kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson

2002). Populasi kumbang bubuk meningkat pada kadar air biji 15% atau

lebih.

c. Pengendalian secara fisik dan mekanis

Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak terjadi pertambahan

populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari 50 C dan di atas 350 C,

perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat menghambat

perkembangan kumbang bubuk (Paul and Muir 1995). Sortasi dengan

memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh)

termasuk cara untuk menekan perkembangan serangga.

d. Bahan nabati

Bahan nabati yang digunakan untuk melindungi biji di penyimpanan

bervariasi, bergantung pada daerah dan masyarakatnya serta ketersediaan

tanaman dan metode penyediaannya. Bahan nabati yang dapat digunakan

yaitu daun Annona sp., Hyptis spricigera, Lantana camara (Bergvinson 2002),

daun Ageratum conyzoides, dan Chromolaena odorata (Bouda et al. 2001),

akar Khaya senegelensis, Acorus calamus, bunga Pyrethrum sp., Capsicum

sp., dan tepung biji Annona sp. dan Melia sp.

Page 11: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

e. Fumigasi

Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dan tekanan tertentu

berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernafasan.

Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas, kemudian ditutup rapat

dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula dilakukan pada penyimpanan

sistem kedap udara, seperti penyimpanan dalam silo dengan menggunakan

kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan

jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau

jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan

yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3) dan methyl bromida

(CH3Br)

3.3 Penggunaan CO2 dalam Teknik Modifikasi Atmosfir pada Penyimpanan

Bahan Pangan

Teknologi modifikasi atmosfir (MAS) merupakan suatu cara penyimpanan

dimana tingkat konsentrasi O2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO2 lebih tinggi,

bila dibandingkan dengan udara normal. Pada prakteknya ada dua jenis penyimpanan

modifikasi atmosfir yaitu cara pasif dan cara aktif. MAS pasif, kesetimbangan antara

CO2 dan O2 didapat melalui pertukaran udara didalam kemasan. Jadi kesetimbangan

yang diinginkan tidak dikontrol pada awalnya, melainkan hanya mengandalkan

permeabilitas dari kemasan yang digunakan. Sedangkan MAS aktifadalah

penyimpanan dengan modifikasi atmosfir dimana udara didalam kemasan pada

awalnya dikontrol dengan cara menarik semua udara didalam kemasan untuk

kemudian diisi kembali dengan udara dan konsentrasi yang telah diatur dengan

menggunakan alat sehingga kesetimbangan langsung tercapai.

Penyimpanan komoditi hasil pertanian di dalam ruang kedap udara dapat

mengurangi serangan hama gudang, karena hama tersebut tidak mampu berkembang

biak. Pada ruangan semacam ini terjadi akumulasi CO2 dan penurunan kadar O2.

Page 12: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

CO2 diguanakan dalam sistem penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi untuk

memberantas serangga hama pada komoditi pangan yang akan disimpan dalam

jangka panjang. CO2 dilairkan ke dalam ruang/sungkup tetutup rapat dan mengganti

O2 yang ada di dalam ruang atau sungkup tersebut. Serangga hama akan mati karena

kelangkaan O2.

CO2 ternyata mampu membunuh serangga pada setiap fase pertumbuhannya.

Pada suhu sekitar 30ºC, udara ruang dengan konsentrasi CO2 lebih dari 35% dalam

udara selama 7 hari seharusnya sudah cukup efektif untuk memusnahkan serangga

apabila dilakukan pada suhu lebih dari 25ºC. Konsentrasi 35% CO2 merupakan

konsentrasi minimal untuk berfungsi sebagai insektisida (Winarno, 1981).

Pada ruangan yang berkadar O2 antara 15 – 21% dengan kadar CO2 sekitar

36%, mempunyai pengaruh nyata terhadap kematian Sitophiluus granaries yang ada

dalam ruangan tersebut. Rizal dan Halid (1993) menyatakan bahwa kandungan O2

pada silo penyimpanan jagung pipil adalah lebih kecil dari 5%. Pengaruh CO2

terhadap kematian serangga didalam ruangan, sangat dipengaruhi oleh jumlah

serangga, kelembaban, suhu, dan factor lingkungan lainnya.

3.4 Mekanisme Kerja dan Faktor – factor yang Berpengaruh dalam Teknik

Modifikasi Atmosfir dengan CO2

Serangga hidup dengan baik pada kondisi atmosfir yang normal, yaitu pada

gas CO2 0,03% dan O2 21%. Adanya peningkatan konsentrasi atau perubahan

konsentrasi udara di penyimpanan menyebabkan serangga sulit untuk melakukan

metabolisme. Hal ini disebabkan CO2 yang tinggi dengan O2 yang rendah

menyebabkan serangga sulit untuk melakukan pernafasan atau respirasi. Pada proses

pernafasan, serangga menghirup O2 dan mengeluarkan CO2, gas ini aktif membunuh

serangga. Dengan berkurangnya O2 juga akan menyebabkan berhentinya proses

respirasi sehingga menyebabakan kematian serangga.

Adapun factor yang berpengaruh di dalam teknik modifikasi atmosfir

diantaranya adalah konsentrasi gas dan lama perlakuan, peningkatan suhu dan

Page 13: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

kelembaban, serta jenis, stadia, umur dan kondisi serangga. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sakti dan Poernomo (1992) bahwa pada konsentrasi CO2 60%

se4lama 15 hari akan mematikan serangga S. zaemais O2 80% dengan lama perlakuan

15 dan 20 hari. Peningkatan suhu ditempat penyimpanan dapat disebabkan oleh

proses oksidasi dari biji jagung maupun respirasi oleh serangga. Peningkatan suhu

akan meningkatkan kelembaban sehingga akan meningkatkan populasi serangga.

Pada umumnyastadia yang paling merusak bahan pangan adalah stadia larva,

sehingga akan efektif jika teknik MAS dilakukan pada saat serangga masih dalam

keadaan stadia larva.

3.5 Syarat - Syarat Penyimpanan dengan Menggunakan Teknik MAS

Cara Kerja

a. Pengemas jagung pipil yang digunakan harus kedap udara, karena hasil

oksidasi CS2 adalah gas CO2 dan SO2.

b. Tempatkan CS2 cair dalam botol dengan dosis 0,25 cc/Kg jagung pipil

dengan kadar air sekitar 10% kemudian ditutup agak renggang. Penutupan

agak renggang agar CS2 cair ini menguap secara perlahan-lahan kemudian

mengalami oksidasi. Apabila jumlah jagung yang disimpan cukup banyak,

misalnya dua ton atau lebih, maka penempatan botol berisi CS2 tersebut dapat

dilakukan di beberapa tempat di bagian tengah.

c. Setelah penempatan botol berisi CS2 dalam kemasan jagung selesai

dilakukan, maka pengemas jagung segera ditutup rapat.

d. Selanjutnya jagung disimpan dalam ruang penyimpanan yang dijaga

kebersihannya.

3.6 Beberapa Teknik Penyimpanan Jagung

a. Penyimpanan Di Atas Para-Para

Penyimpanan jagung dapat dilakukan dalam bentuk tongkol berkelobot pada

parapara yang ditempatkan di bawah atap maupun di atas dapur. Dapat pula

Page 14: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

dilakukan dalam bentuk tongkol pada para-para dan pada langit-langit rumah

yang dilengkapi dengan kawat anti tikus. Untuk penyimpanan jagung dalam

tongkol berkelobot dianjurkan hanya pada jagung yang kelobotnya menutup

seluruh tongkol. Para-para di atas dapur dapat memperoleh asap dari kayu

yang dibakar sewaktu masak di dapur. Asap tersebut meninggalkan residu

yang bersifat anti terhadap bakteri, jamur maupun serangga. Dengan demikian

dapat menjamin jagung disimpan dalam waktu yang cukup lama.

b. Penyimpanan Dengan Karung

Faktor utama yang perlu mendapatkan perhatian adalah kebersihan dan

ketahanan dari jenis wadahnya. Wadah harus bersih dan tidak bocor, dengan

demikian selama dalam wadah, biji jagung tidak mudah mengalami serangan

oleh hama dan penyakit. Oleh sebab itu gunakan karung plastik yang dilapis

dengan karung goni. Setelah itu ikatlah erat-erat atau dijahit sepanjang lubang

secara kuat dan rapih.

Kondisi demikian akan mempermudah dalam pengangkutan serta akan

mengurangi kehilangan hasil akibat banyaknya jagung yang tercecer selama

dalam pengangkutan. Khususnya bagi jagung pipilan, tingkat kehilangan

karena tercecer kemungkinan lebih besarbila dibanding dengan jagung

tongkol. Dalam bentuk pipilan, jagung dapat disimpan dalam karung goni,

karung plastik, bakul besar dan kotak kayu. Bahkan dalam jumlah yang besar

dapat disimpan dalam bentuk curah di dalam gudang atau silo-silo. Dalam

kondisi demikian, perlu pengaturan terhadap kadar air, suhu penyimpanan dan

kelembaban udara (RH) secara stabil. Penyimpanan dalam bentuk pipilan

sebaiknya kadar airnya diatur setelah mencapai 13-14%. Karena kadar air di

atas 14% merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan jamur.

Kontaminasi jamur dapat memproduksi bermacam-macam toxin (racun)

antara lain aflatoksin dan hama-hama gudang, sehingga menyebabkan

kerusakan. Wadah yang digunakan sebaiknya menggunakan karung plastik

Page 15: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

(plyethelene), karena jagung yang disimpan dalam karung plastik ternyata

mempunyai daya simpan lebih lama dibanding jagung yang disimpan dalam

karung goni.

c. Penyimpanan dengan Silo Bambu Semen

Untuk tujuan konsumsi, jagung dapat disimpan dalam silo bambu semen. Silo

ini mudah didapat karena bahan bangunannya mudah diperoleh di pedesaan.

Kapasitas silo adalah 1.000 kg (1ton) dengan ukuran 125 cm dan tinggi 100

cm. Silo tersebut dapat digunakan selama 20 tahun. Cara penyimpanannya

yaitu jagung pipilan dikeringkan sampai kadar air mencapai 12,5 – 13 %,

kemudian diangin-anginkan selama 2 – 4 jam dan dimasukkan ke dalam silo.

Sebelum jagung dimasukkan ke dalam silo, pada dasar silo dilapisi plastik

satu lapis untuk menghindari masuknya lengas tanah secara kapiler ke dalam

silo. Cara lain yang dapat ditempuh adalah membuat landasan silo dari lapisan

kerikil dan lapisan pasir. Penyimpanan jagung dengan silo bambu semen

dapat bertahan 4 - 8 bulan tanpa ada hama gudang.

1.

Page 16: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

a. Kerusakan jagung yang biasanya terjadi selama penyimpanan dapat

digolongkan atas rusak fisik, biologis, dan kimiawi.

b. Strategi penyimpanan jagung yang baik di gudang dapat dilakukan dengan

cara kontrol kebersihan dan pengelolaan gudang, persiapan biji jagung yang

akan disimpan, pengendalian secara fisik dan mekanis, penggunaan bahan

nabati, dan fumigasi.

c. Penggunaan teknik penyimpanan MAS untuk komoditi jagung dapat di

lakukan dengan MAS aktif dan MAS pasif.

d. Mekanisme MAS mencegah adanya serangga dalam jagung yaitu dengan

adanya kadar oksigen yang rendah dan karbodioksida yang banyak

menyebabkan serangga tidak dapat atau kesulitan melakukan

pernafasan/respirasi sehingga menyebabkan kematian pada serangga itu

sendiri.

e. Beberapa cara penyimpanan jagung yang biasa dilakukan yaitu penyimpanan

di atas para-para, penyimpanan dengan karung, dan penyimpanan dengan silo

bambu semen.

Page 17: 5-Teknologi Pengendalian Hama Penyakit

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1998. Budidaya Tanaman

Palawija. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen

Pertanian.

Hall, D. W. 1970. Handling and Storage of Food Grain in tropical and subtropical

Areas, Food anf Agriculture Organization , rome.

Subramanyam, B dan Hagstrum, D.W. 1996. Integreted Management of Insects in

Stored Products. Marcel Dekke, Inc. New York

Thahir, P. Sudaryono, Soemardi, Soehardi.1998. Teknologi Pasca Panen jagung

dalam jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi pertanian Bogor.