repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/s_pgsd_1003448_chapter 4.doc · web viewtidak hanya...

77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan pada beberapa siklus, mulai dari siklus I, siklus II, sampai siklus III. Hasil tersebut dijabarkan dalam deskripsi pembahasan. Tidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan kemampuan berpikir kritis siswa. A. Deskripsi Data Awal Penelitian Data awal dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamat yang dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran IPS di dalam kelas. Kegiatan ini merupakan observasi awal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS. Data awal ini digunakan sebagai bahan untuk merencanakan tindakan pembelajaran dengan melalui penerapan metode diskusi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dari hasil observasi, terlihat bahwa hanya terdapat delapan siswa dari 25 jumlah siswa secara keseluruhan atau hanya 32% yang sudah mengindikasikan memiliki kemampuan berpikir kritis dan sepuluh siswa memiliki Akhmad Habibi Ubaidillah Yahya, 2014 Penerapan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran IPS Dikelas V Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 41

Upload: others

Post on 31-Dec-2019

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan

pada beberapa siklus, mulai dari siklus I, siklus II, sampai siklus III. Hasil tersebut

dijabarkan dalam deskripsi pembahasan. Tidak hanya itu saja, bab ini pun

membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan kemampuan

berpikir kritis siswa.

A. Deskripsi Data Awal Penelitian

Data awal dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamat yang dilakukan

oleh peneliti selama proses pembelajaran IPS di dalam kelas. Kegiatan ini

merupakan observasi awal yang bertujuan untuk mengetahui kondisi awal

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS. Data awal ini

digunakan sebagai bahan untuk merencanakan tindakan pembelajaran dengan

melalui penerapan metode diskusi yang bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa.

Dari hasil observasi, terlihat bahwa hanya terdapat delapan siswa dari 25

jumlah siswa secara keseluruhan atau hanya 32% yang sudah mengindikasikan

memiliki kemampuan berpikir kritis dan sepuluh siswa memiliki kemampuan

berpikir kritis yang sangat kurang. Pembelajaran yang kurang variatif dan aktifitas

antara guru dan siswa di dalam kelas kurang mengacu ke arah pembelajaran yang

bersifat komunikatif dan individualis disinyalir menjadi penyebab siswa sulit

untuk berpikir kritis.

Berdasarkan data tersebut, dilakukan penelitian tindakan kelas untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini berlangsung selama

tiga siklus. Dalam setiap siklus terdapat perencanaan, pelaksanaan dan observasi,

serta refleksi. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh hasil penelitian yaitu

berupa lembar aktivitas guru dan siswa serta lembar observasi. Berikut hasil

penelitian selama pelaksanaan siklus.

Akhmad Habibi Ubaidillah Yahya, 2014Penerapan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran IPS Dikelas VUniversitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

41

Page 2: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

42

B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus

Penelitian tindakan kelas dilakukan melalui beberapa siklus. Penelitian yang

telah dilakukan mengenai penerapan metode diskusi untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Setiap siklus

yang telah terlaksana merupakan hasil refleksi dari siklus sebelumnya. Berikut

deskripsi pelaksanaan penelitian dari siklus I sampai siklus III.

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus I

Pelaksanaan penelitian Siklus I dilaksanakan di SD Negeri 3 Cibogo

Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat untuk kelas V. Jumlah siswa

yang hadir pada siklus I yaitu 26 orang. Secara keseluruhan pelaksanaan siklus I

sudah berjalan dengan lancar. Walaupun masih terdapat kekurangan dan kendala

dalam pelaksanaannya. Berikut paparan pelaksanaan penelitian siklus I.

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus I

Perencanaan pembelajaran Siklus I disusun berdasarkan data awal penelitian

yang didapat melalui observasi. Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan

yang akan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

siswa. Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyusun Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP). Pada proses penyusunan perencanaan pembelajaran tersebut

dibuatlah tujuan, metode, media pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan

lembar observasi.

Metode yang akan diterapkan adalah metode diskusi dengan teknik melalui

presentasi dari kelompok. Penerapan teknik presentasi dipilih karena untuk

memancing daya nalar dan kemampuan bertanya, perpendapat serta

menyimpulkan hasil diskusi. Media yang digunakan adalah teks bacaan yang

merupakan salah satu cara agar siswa mau membaca dan mengkritisi bahan

bacaan tersebut agar proses diskusi berjalan dengan lancar. Rincian perencanaan

dapat dilihat dalam lembar Rencana Perencanaan Pembelajaran (RPP) siklus I

yang terlampil.

Setting kelas menjadi proses selanjutnya dalam tahap perencanaan. Hal ini

dilakukan agar terjadi pemerataan dalam pembagian kelompok. Kelompok yang

Page 3: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

43

dibentuk adalah kelompok heterogen, didalam satu kelompok terdapat empat

sampai lima siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda agar proses diskusi

berjalan dengan lancar. Kelompok yang dibentuk adalah Kelompok A sampai

dengan Kelompok F. Berikut pembagian kelompok yang peneliti lakukan pada

siklus I.

Kelompok A beranggotakan AZ , SA, MR, RZ dan NA. Kelompok B

beranggotakan KA, DN, RZ, AN. Kelompok C beranggotakan RI, AD, AS, FI.

Kelompok D beranggotakan RD, AP, AI, EA, dan MN. Kelompok E

beranggotakan NW, AA, NA, dan RN. Serta yang terakhir kelompok F

beranggotakan EL, WY, DA, dan NR.

b. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus I

Proses pembelajaran siklus I dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2014

dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran

dalam siklus I ini terbagi menjadi tiga langkah kegiatan pembelajaran yaitu

kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Kegiatan awal dimulai dengan menanyakan kabar kepada siswa dan

memotivasi siswa agar semangat belajar. Selanjutnya guru memeriksa kebersihan,

mengatur tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan

siswa siap belajar. Langkah selanjutnya guru memberikan apersepsi dengan

bertanya kepada siswa tentang materi yang telah diajarkan sebelumnya. Tahap

terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk belajar guru

memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.

Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi.

Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai hal-hal dalam

persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Proses tersebut bertujuan untuk

menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan

disampaikan.

Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai usaha

mempersiapkan kemerdekaan oleh BPUPKI dan PPKI, lalu siswa dibagi ke dalam

5 kelompok yang heterogen. Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru

Page 4: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

44

mengemukakan masalah yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan yang

harus dijawab oleh kelompok dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai

cara-cara pemecahannya.

Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari

jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan

kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang

lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap

anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.

Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan

hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari

kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap

laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan

hasil diskusi dari setiap kelompok.

Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS

sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15

menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah

dikerjakannya.

Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa

diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum

dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan

kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai usaha

mempersiapkan kemerdekaan oleh BPUPKI dan PPKI. Sebagai pemantapan siswa

diberikan tugas oleh guru.

Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup.

Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru

menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan

untuk pulang.

Selama proses pelaksanaan siklus I, peneliti didampingi oleh enam orang

observer. Observer bertugas untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap

aktivitas guru serta kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses

pembelajaran. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat

Page 5: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

45

keberhasilan peneliti dalam melaksanakan proses penelitian dalam siklus I, serta

mngetahui kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran.

c. Observasi Siklus I

Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap

penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa

untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya

selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh

observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta

untuk merencanakan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.

1) Perencanaan Pembelajaran

Di dalam perencanaan pembelajaran, setting kelas dilakukan agar terjadi

pemerataan dalam pembagian kelompok. Kelompok yang dibentuk adalah

kelompok heterogen, didalam satu kelompok terdapat empat sampai lima siswa

yang memiliki kemampuan berbeda-beda agar diskusi berjalan lancar.

Dari hasil observasi yang ditemukan, masih terdapat kelompok yang belum

dapat berdiskusi dengan baik. Salah satu cirinya adalah dominasi satu sampai dua

orang didalam kelompok sehingga siswa yang dirasa kurang hanya diam saja dan

tidak berani bertanya, mengemukakan pendapat, serta memberikan kesimpulan.

Sehingga untuk perencanaan selanjutnya pembentukan kelompok baru harus

diutamakan.

Secara keseluruhan untuk tujuan, metode, dan media yang digunakan sudah

terlaksana dengan baik. Teknik penyampaian materi melalui presentasi kelompok

pun dapat dikatakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Siswa sudah terlihat mau

bertanya, berpendapat, dan memberikan kesimpulan ketika kelompok

mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus I diobservasi oleh enam observer.

Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan kegiatan

Page 6: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

46

penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta

aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.

a) Aktivitas Guru

Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus I pada materi persiapan

kemerdekaan yang dilakukan oleh BPUPKI dan PPKI dengan menerapkan

metode diskusi secara umum sudah berjalan dengan lancar. Dari 14 langkah

dalam proses pembelajaran yang berlangsung hanya 2 atau kurang 14% yang

belum terlaksana yaitu memeriksa kelengkapan belajar siswa dan memberikan

refleksi di akhir pembelajaran.

Proses pemeriksaan kelengkapan alat belajar terlewatkan oleh guru sehingga

masih terlihat siswa yang belum mempersiapkan perlengkapan belajarnya pada

saat proses pembelajaran dimulai. Selanjutnya yaitu pada saat refleksi, guru tidak

memberikan refleksi secara keseluruhan dari proses pembelajaran yang telah

dilaksanakan. Hal tersebut terjadi karena waktu yang dialokasikan sudah hampir

habis sehingga guru langsung memberikan kesimpulan.

Selain itu yang menjadi catatan observasi adalah adanya langkah-langkah

pembelajaran di kegiatan inti yang tertukar. Pada awal pembelajaran guru

langsung membagi siswa kedalam enam kelompok sebelum guru membagikan

bahan bacaan yang akan didiskusikan. Hal-hal yang telah disebutkan tersbut

menjadi catatan bagi peneliti sebagai refleksi untuk pelaksanaan di siklus II.

b) Aktivitas Siswa

Proses observasi aktivitas siswa terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti

pembelajaran dalam kelompok besar atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok

kecil. Pada saat awal pembelajaran berlangsung secara umum siswa dapat

mengikuti instruksi atau langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan oleh

guru.

Berdasarkan hasil observasi, ketika guru memberikan apersepsi dengan

menanyakan pembelajaran sebelumnya. Siswa sudah menyimak dan merespon

pertanyaan yang diajukan oleh guru. Begitu seterusnya sampai pada langkah

Page 7: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

47

penyampaian tujuan pembelajaran. Siswa masih merespon dengan baik namun

terlihat juga masih terdapat siswa yang belum mengerti sampai pada akhirnya

siswa tersebut dapat memahami tujuan pembelajaran setelah guru melakukan

pengulangan.

Selanjutnya yang menjadi catatan observer adalah ketika proses pembagian

kelompok. Dikarenakan ada langkah pembelajaran yang tertukar akhirnya pada

saat pembagian kelompok pun siswa terlihat tidak kondusif. Kelas dapat kembali

kondusif ketika guru membimbing siswa untuk segera bergabung dengan

kelompoknya sesuai dengan instruksi yang diberikan.

Proses diskusi kelompok belum berjalan dengan baik di dalam kelompok F.

Hal tersebut dapat terlihat dari dominasi siswa perempuan dalam diskusi.

Pembuatan laporan kelompok pun hanya dibuat oleh siswa perempuan. Siswa

laki-laki masih terlihat bermain-main dan cenderung diam. Sedangkan untuk

kelompok lainnya proses diskusi kelompok sudah berjalan dengan baik.

Pembagian tugas dalam penyusunan laporan kelompok sudah dikerjakan bersama-

sama.

Temuan hasil observasi dalam diskusi kelompok kecil lainnya yaitu dalam

pemecahan masalah yang diberikan oleh guru. Masih terdapat siswa bertanya

langsung kepada guru terkait jawaban yang harus mereka cari. Setelah guru

memberikan bimbingan kepada siswa agar pertanyaan tersebut harus didiskusikan

didalam kelompok barulah mereka bekerjasama dan saling memberikan pendapat.

Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan

kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu

kelompok A yang membacakan hasil diskusinya. Hal tersebut dilakukan untuk

mengefektifkan waktu. Kelompok lain menanggapi jawaban yang diberikan oleh

kelompok A. Dalam kegiatan ini diskusi antar kelompok sudah terlihat baik,

anggota kelompok lain aktif dan berani mengajukan pendapat yang berbeda dari

yang disajikan oleh kelompok A.

Pada akhir pembelajaran siswa yang ditunjuk oleh guru menyimpulkan hasil

diskusi yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu hanya beberapa siswa saja yang

tercatat sudah memberikan kesimpulan. Dengan pemaparan catatan hasil

Page 8: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

48

observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama

pembelajaran dalam siklus I ini terkait penerapan metode diskusi belum terlaksana

secara efektif.

3) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus I

Kemampuan berpikir kritis siswa yang menjadi objek penelitian pada siklus

I sebesar 58%. Peneliti menganalisis serta menginterpretasi aspek berpikir kritis

berupa pertanyaan, pernyataan, serta kesimpulan yang diutarakan oleh siswa.

Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat

dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria

yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman

penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada

siklus I.

Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis

pada siklus I dikatakan cukup karena mendapatkan skor lima dengan presentase

55,56%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah dua skor. Skor

dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan pada proses

diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman sekelompoknya

yaitu “Apa saja hasil dari sidang BPUPKI dan PPKI?”. Lalu aspek yang kedua

adalah memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi

kelompok tidak sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek ini

mendapatkan skor dua. Dia mengungkapkan pernyataan “Soekarno mah presiden

pertama” ketika ditanya mengenai pembentukan BPUPKI oleh teman

kelompoknya. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan, dalam aspek ini MN

mendapatkan skor satu yang artinya dia tidak memberikan kesimpulan atas materi

yang telah diajarkan.

Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus I

dikatakan cukup karena mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%.

Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Pertanyaan yang dia

ajukan dalam proses diskusi kelas yaitu “Apa tujuannya BPUPKI dan PPKI?”

pertanyaan itu diajukan pada saat dia sedang mencari jawaban untuk dicatatat

Page 9: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

49

dalam hasil diskusi kelompok. Aspek yang kedua yaitu memberikan pernyataan,

pernyataan tersebut dia ajukan ketika menemukan jawaban dari pertanyaan yang

dia ungkapkan sendiri bentuk pernyataannya yaitu “Nah ini tujuan terbentuknya

BPUPKI, buat menyelidiki hal-hal penting mendirikan negara Indonesia”.

Berdasarkan pedoman penilaian yang dibuat peneliti pernyataan terebut

mendapatkan skor tiga. Terakhir aspek memberikan kesimpulan, dalam aspek ini

dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang

telah diajarkan. Pada akhir pembelajaran dia belum mendapatkan kesempatan

memberikan kesimpulan karena yang memberikan kesimpulan didominasi oleh

siswa yang lebih pintar.

Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada

pembelajaran siklus I adalah 55,56% atau mendapatkan score lima. Kemampuan

mengungkapkan pertanyaan mendapatkan score dua. Pertanyaan yang dia ajukan

pada saat berdiskusi kelompok yaitu “ Hasil dari terbentuknya BPUPKI itu apa?”.

Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk kategori indikator pertama

ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan menggunakan kata tanya

“apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan materi pembelajaran. Lalu

untuk aspek yang kedua dia mendapatkan score dua. Karena dia memberikan

pernyataan, namun tidak berhubungan dengan pembelajaran. Pernyataan yang

diajukan adalah “Sini bacaannya, saya mau baca karena ada Bapak” hal tersebut

terjadi ketika guru sedang memeriksa proses diskusi kelompok. Dan pernyataan

tersebut selalu berulang selama proses diskusi kelompok berlangsung. Sedangkan,

untuk aspek terakhir dia mendapatkan score satu karena pada akhir diskusi

kelompok dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada

pembelajaran siklus I sebesar 66,67% dengan skor enam dan berada pada kategori

cukup. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok yaitu

“Apa saja hasil-hasil dari BPUPKI?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang

dibuat, pertanyaan tersebut mendapatkan kategori cukup dengan skor dua.

Berbeda dengan aspek mengungkapkan pertanyaan, pada aspek memberikan

pernyataan dia mendapatkan skor tiga dengan kategori baik. Hal tersebut

Page 10: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

50

dikarenakan pada saat proses diskusi dia aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan oleh teman kelompoknya. Salah satu pernyataan yang dia

ungkapkan adalah “Ada anggapan PPKI badan yang dibentuk jepang, jadi

golongan muda ngga mau kemerdekaan dibacakan di depan PPKI”. Terakhir,

dalam aspek memberikan kesimpulan dia mendapatkan skor satu karena tidak

memberikan kesimpulan atas materi yang telah dijelaskan.

Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus I berada

pada kategori cukup dengan skor lima dan presentase 55,56%. Aspek

mengungkapkan mendapatkan skor dua dengan pertanyaan “Jadi, apa tujuan

BPUPKI dan PPKI?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada AD ketika mereka

sedang mendiskusikan tujuan dibentuknya BPUPKI. Lalu aspek memberikan

pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang sering diungkapkan

tidak berhubungan dengan materi pembelajaran. Aspek terakhir dia mendapatkan

skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.

Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran

siklus I mendapatkan kategori cukup dengan skor empat dan presentase 44,44%.

Selama proses diskusi dia tidak bertanya sama sekali sehingga pada aspek ini

mendapatkan skor satu. Untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor

dua karena pernyataan yang dia ungkapkan tidak berhubungan dengan

pembelajaran. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu

karena dia tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus I masuk dalam

kategori cukup mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%. Pertanyaan

yang dia ungkapkan adalah “Apa saja hasil-hasil dari BPUPKI?”, pertanyaan

tersebut mendapatkan skor dua karena bertanya menggunakan kata tanya “apa”,

“siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan materi pembelajaran. Lalu dalam

aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena berdasarkan

catatan observasi dia memberikan pernyataan namun tidak berhubungan dengan

pembelajaran. Sedangkan kesimpulan yang dia berikan ketika ditanya oleh guru

mengenai kesimpulan pembelajaran ini adalah “Indonesia merdeka pada tanggal

Page 11: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

51

17 pak” sehingga mendapatkan skor karena sudah berani memberikan kesimpulan

namun tidak sesuai dengan materi yang telah diajarkan.

Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus I berada

dalam kategori cukup dengan jumlah skor enam presentase 66,67%. Dia

mengungkapkan pertanyaan “Kapan sih dibentuknya PPKI?” pada proses diskusi

kelompok sehingga sesuai dengan indikator penilain dia mendapatkan skor dua.

Lalu dia memberikan jawaban ketika temannya bertanya kapan terbentuknya

BPUPKI, jawaban yang dia berikan yaitu “Nih BPUPKI resmi dibentuknya

tanggal 29 April 1945” sehingga untuk aspek yang kedua dia mendapatkan skor

tiga karena memberikan pernyataan yang sesuai dengan materi pembelajaran.

Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dia

mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi yang

telah diajarkan.

Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus I kemampuan berpikir

kritisnya dikategorikan cukup dengan mendapatkan skor empat dan presentase

44,44%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Apa saja hasil-hasil dari

BPUPKI?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor

dua. Sedangkan untuk memberikan pernyataan mendapatkan skor satu karena

selama diskusi dia bertugas mencatat hasil-hasil diskusi sehingga dia tidak

memberikan pernyataan selama proses diskusi kelompok. Begitu pula aspek

memberikan kesimpulan, dia tidak memberikan kesimpulan sehingga

mendapatkan skor satu.

Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada

pembelajaran siklus I dikategorikan cukup dengan skor enam dan presentase

66,67%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan

dibentuknya BPUPKI?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan skor dua.

Pada aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor tiga dengan penilaian

memberikan pernyataan yang berhubungan dengan pembelajaran. Bentuk

pernyataannya yaitu “Tujuan dibentuknya BPUPKI tuh membuat dasar negara”.

Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu karena dia

tidak memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Page 12: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

52

Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan

berpikir kritis siswa pada siklus I dengan menerapkan metode diskusi belum

mendapatkan hasil maksimal. Hal tersebut akan menjadi bahan perbaikan pada

siklus selanjutnya.

d. Refleksi Siklus I

Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari

pelaksanaan tindakan siklus I. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan

siklus I yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap

pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-

data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok belum berjalan dengan

baik. Hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa kekurangan dalam

pelaksanaan siklus I. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan perencanaan dan

pelaksanaan untuk siklus selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan

lagi kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan metode diskusi.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu ditingkatkan dari pelaksanaan

siklus I yang masih belum optimal untuk dilaksanakan pada siklus II.

1) Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk dirumuskan dengan tepat.

Karena perencanaan pembelajaran merupakan hal pokok yang menjadi acuan

dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Perbaikan perencanaan pembelajaran dari siklus I untuk dilaksanakan pada siklus

II yaitu:

a) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi.

b) Perubahan indikator dalam RPP yang lebih tinggi agar kemampuan berpikir

kritis siswa semakin meningkat.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Berhasil tidaknya siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran ditentukan

pula oleh proses pembelajaran yang dilakukan. Di dalam proses pembelajaran ini,

ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari siklus I yaitu:

Page 13: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

53

a) Sistematika penyampaian materi harus diperhatikan, agar tidak ada langkah

pembelajaran yang terlewat atau tertukar.

b) Memberikan instruksi yang lebih jelas kepada siswa agar proses pembelajaran

berjalan dengan efektif.

c) Adanya bimbingan lebih untuk siswa yang masih kesulitan dalam

mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan memberikan kesimpulan.

d) Lebih menstimulus siswa untuk berkonsentrasi dan fokus memperhatikan

penjelasan guru.

e) Memberikan kesempatan siswa yang masih kurang dalam menyimpulkan

pembelajaran.

3) Kemampuan berpikir kritis siswa

Kemampuan berpikir kritis siswa dalam siklus I masih belum menunjukkan

hasil yang optimal. Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa masih perlu

ditingkatkan lagi. Berdasarkan tiga aspek kemampuan berpikir kritis masih

banyak siswa yang mendapatkan skor dibawah tiga atau masih berada didalam

kategori cukup khususnya pada aspek memberikan kesimpulan. Oleh karena itu,

pelaksanaan pembelajaran pada siklus II perlu menekankan pada pemberian

kesempatan kepada siswa yang masih kurang untuk menyimpulkan materi yang

telah diajarkan.

2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, masih diperlukan adanya tindak

lanjut dalam pembelajaran. Tindak lanjut tersebut dilaksanakan pada pelaksanaan

siklus II. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II

sama dengan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Di dalam siklus II ini,

kekurangan-kekurangan dalam siklus I diperbaiki dan disempurnakan

pelaksanaannya.

Berdasarkan hasil kajian peneliti terhadap penyelenggaraan siklus I,

diketahui bahwa siswa masih belum berani dan tepat dalam memberikan

pernyataan serta kesimpulan. Oleh karena itu, pada siklus II ini, pelaksanaan

Page 14: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

54

pembelajaran lebih menekankan pada pemotivasian siswa untuk lebih

mengemukakan pendapat pada saat berdiskusi kelompok. Berikut pemaparan

pelaksanaan siklus II, dengan beberapa tahapan yang terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus II

Perencanaan pembelajaran pada siklus II merupakan refleksi dari

pelaksanaan siklus I. Sehingga dalam pembuatan rencana pelaksanaan siklus II ini

disusun tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran pada siklus I,

begitupun dengan langkah-langkah pembelajarannya. Yang menjadi perbedaan

perencanaan pembelajaran pada siklus II dengan siklus I yaitu terletak pada

pembahasan yang akan dipelajari yaitu pembahasan mengenai proses

terbentuknya dasar negara. Berikut perencanaan pembelajaran siklus II yang

merupakan hasil refleksi dari siklus I.

1) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi.

Kelompok baru yang dibentuk sebagai berikut. Kelompok A beranggotakan

KA , FI, AD, dan DN. Kelompok B beranggotakan RI, SA, RZ, dan EA.

Kelompok C beranggotakan NA, AZ, AA, dan WY. Kelompok D

beranggotakan NW, DA, AS, RN, dan MN. Kelompok E beranggotakan AN,

DR, EL, NR, AP. Serta yang terakhir kelompok F beranggotakan MA, MR, RI,

AI, dan NA.

2) Peningkatan indikator dari C1 ke C2.

b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II

Proses pembelajaran siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2014

dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran

dalam siklus II ini sama dengan proses pembelajaran pada siklus I.

Kegiatan awal sama halnya pada siklus I yaitu dengan menanyakan kabar

kepada siswa dan memotivasi siswa agar semangat belajar. Langkah selanjutnya

guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi yang

telah diajarkan sebelumnya . Selanjutnya guru memeriksa kebersihan, mengatur

tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan siswa siap

Page 15: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

55

belajar. Tahap terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk

belajar guru memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.

Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi.

Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai dasar negara. Proses

tersebut bertujuan untuk menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa

tentang materi yang akan disampaikan.

Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai

perumusan dasar negara, lalu siswa dibagi ke dalam 5 kelompok yang heterogen.

Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru mengemukakan masalah

yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan mengenai perumusan dasar

negara yang harus dijawab oleh kelompok dan memberikan pengarahan

seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya.

Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari

jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan

kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang

lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap

anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.

Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan

hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari

kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap

laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan

hasil diskusi dari setiap kelompok.

Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS

sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15

menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah

dikerjakannya.

Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa

diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum

dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan

kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai perumusan dasar

negara. Sebagai pemantapan siswa diberikan tugas oleh guru.

Page 16: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

56

Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup.

Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru

menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan

untuk pulang.

c. Observasi Siklus II

Sama halnya dengan proses pelaksanaan siklus I, pada saat pelaksanaan

siklus II peneliti juga didampingi oleh enam orang observer. Observer bertugas

untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap aktivitas guru serta

kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada

siklus II.

Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap

penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa

untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya

selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh

observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta

untuk merencanakan pelaksanaan tindakan pada siklus selanjutnya.

1) Perencanaan Pembelajaran

Setelah pembentukan kelompok baru dari hasil observasi yang ditemukan,

masih terdapat kelompok yang belum dapat berdiskusi dengan baik. Salah satu

cirinya adalah dominasi satu sampai dua orang didalam kelompok sehingga siswa

yang dirasa kurang hanya diam saja dan tidak berani bertanya, mengemukakan

pendapat, serta memberikan kesimpulan. Sehingga untuk perencanaan selanjutnya

pembentukan kelompok baru harus dilakukan lagi.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus II diobservasi oleh enam observer.

Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan kegiatan

penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru serta

aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.

Page 17: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

57

a) Aktivitas Guru

Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus II pada materi perumusan dasar

negara dengan menerapkan metode diskusi secara umum sudah berjalan dengan

lancar. Dari 14 langkah dalam proses pembelajaran yang berlangsung hanya 1

atau kurang 7% yang belum terlaksana yaitu menyimpulkan pembelajaran.

Berikut peneliti paparkan lebih lanjut mengenai catatan observasi proses

pelaksanaan pembelajaran pada siklus II.

Berdasarkan catatan observasi, pada kegiatan pendahuluan atau kegiatan

awal masih adanya langkah-langkah pembelajaran di awal yang tertukar. Langkah

memeriksa kebersihan kelas tertukar dengan menyiapkan kelengkapan belajar.

Lalu proses apersepsi belum memberikan perhatikan secara menyeluruh kepada

seluruh siswa, hanya siswa dibarisan depan yang sudah memperhatikan.

Selanjutnya pada saat kegiatan inti yang menjadi catatan observasi adalah

proses pemberian arahan mengenai cara-cara pemecahan masalah. Guru sudah

jelas memberikan arahan namun masih ada siswa yang belum fokus dalam

menyimak arahan guru tersebut sehingga proses penyampaian cara menyelesaikan

dilaksanakan oleh guru secara berulang-ulang.

Selain itu yang menjadi catatan observasi pada kegiatan akhir adalah

langkah kegiatan menyimpulkan pembelajaran tidak terlaksana. Hal tersebut

terjadi karena kondisi siswa sudah tidak kondusif ingin segera mengikuti

ekstrakulikuler pramuka. Hal-hal tersebut merupakan catatan observasi yang

peneliti dapat pada saat pelaksanaan pembelajaran siklus II.

b) Aktivitas Siswa

Seperti halnya siklus I proses observasi aktivitas siswa pada siklus II pun

terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti pembelajaran dalam kelompok besar

atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok kecil. Pada saat awal pembelajaran

berlangsung, secara umum siswa dapat mengikuti instruksi atau langkah-langkah

pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Hal tersebut terlihat pada saat guru

bertanya sebagai proses apersepsi. Siswa sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan oleh guru. Namun terlihat di barisan belakang siswa masih belum

Page 18: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

58

fokus sehingga siswa yang berada dibarisan tersebut masih belum fokus dan

belum memperhatikan.

Selanjutnya yang menjadi catatan adalah pada saat kegiatan inti.

Berdasarkan hasil observasi masih ditemukan siswa yang belum memperhatikan

guru ketika sedang mengemukakan masalah yang sedang didiskusikan. Lalu

ketika guru memberikan pengarahan mengenai cara berdiskusi atas pemecahan

masalah masih ditemukan siswa yang belum merespon sehingga guru mengulang

cara penyelesaiannya secara langsung kepada setiap kelompok. Barulah setelah itu

siswa memahami cara penyelesaian masalah pada saat berdiskusi dengan

temannya.

Proses diskusi dalam kelompok pun mendapatkan catatan tersendiri. Catatan

utama dari observer adalah masih ada siswa yang keluar dari bangku dan

menghampiri teman yang berbeda kelompok yaitu siswa yang berada pada

kelompok A dan Kelompok B. Lalu pada kelompok F masih didominasi oleh satu

orang yaitu RD hal tersebut terjadi karena RD tidak mendapatkan kelompok

dengan teman dekatnya. Sehingga guru selalu memberikan arahan untuk bekerja

sama pada kelompok ini.

Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan

kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu

kelompok F yang memprsentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi

jawaban yang diberikan oleh kelompok F. Pada kegiatan diskusi kelas ini siswa

terlihat aktif memberikan pertanyaan dan jawaban apabila merasa berbeda dengan

pemaparan kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

Catatan pada saat aktivitas diskusi kelas adalah ketika ada siswa yang

memberikan pertanyaan maupun pernyataan masih terdapat beberapa siswa yang

tidak memperhatikan. Sehingga guru memberikan refleksi agar menghargai orang

yang sedang berbicara. Lalu akhir dari kegiatan inti siswa mengerjakan LKS

sebagai evaluasi pembelajaran

Pada akhir pembelajaran ketika proses refleksi siswa memperhatikan dan

kondisi kelas kondusif sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan

oleh guru sebagai refleksi dari pembelajaran. Proses terakhir yaitu memberikan

Page 19: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

59

kesimpulan siswa memberikan kesimpulan dengan bimbingan guru sehingga

kesimpulan yang diberikan lebih lengkap. Dengan pemaparan catatan hasil

observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama

pembelajaran dalam siklus II ini terkait penerapan metode diskusi masih perlu

ditingkatkan.

c) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus II

Secara umum kemampuan sepuluh siswa dalam berpikir kritis mengalami

peningkatan menjadi 70%. Seperti halnya siklus I yang menjadi penilaian

kemampuan berpikir kritis siswa adalah pertanyaan, pernyataan serta kesimpulan

yang diungkapkan.

Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat

dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria

yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman

penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada

siklus II.

Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis

pada siklus II dikatakan baik karena mendapatkan skor delapan dengan presentase

88,89%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah dua skor. Skor

dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan pada proses

diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman sekelompoknya

yaitu “Apa hasil dari dibentuknya dasar negara?”. Lalu aspek yang kedua adalah

memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi

kelompok sudah sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek ini

mendapatkan skor tiga. Dia mengungkapkan pernyataan “Dasar negara diperlukan

karena dasar negara kaya pondasi rumah” ketika berdiskusi mengenai pentingnya

dasar negara. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan, dalam aspek ini MN

mendapatkan skor tiga yang artinya dia kesimpulan atas materi yang telah

diajarkan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Negara kita perlu ada dasar negara

karena negara kita ingin memperjuangkan negara ke arah yang lebih baik dan agar

kokoh”.

Page 20: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

60

Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus II

dikatakan cukup karena mendapatkan skor tujuh dengan presentase 66,67%.

Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor satu karena dia tidak

mengungkapkan pertanyaan pada proses diskusi. Pada aspek yang kedua yaitu

memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua. Pernyataan yang dia

ungkapkan yaitu “Karena akan ada pancasila” ketika ditanya mengenai perumusan

dasar negara. Terakhir aspek memberikan kesimpulan, dalam aspek ini dia

mendapatkan skor tiga karena dia terlihat menyimpulkan hasil diskusi kelompok

yang dicatat dalam laporan.

Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada

pembelajaran siklus II adalah 66,67% atau mendapatkan score enam. Pertanyaan

yang dia ajukan pada saat berdiskusi kelompok yaitu “Kapan tahun dibuatnya

Undang-undang Dasar?”. Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk

kategori indikator pertama ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan

menggunakan kata tanya “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan

materi pembelajaran. Lalu untuk aspek yang kedua dia mendapatkan score tiga.

Pernyataan yang dia ungkapkan ketika berdiskusi mengenai alasan diperlukannya

dasar negara. Dia menjawab “Adanya dasar negara tuh biar lebih adil dan

makmur, juga ngga mudah ditipu”. Sedangkan, untuk aspek terakhir dia

mendapatkan score satu karena pada akhir diskusi kelompok dia tidak

memberikan kesimpulan atas materi yang telah diajarkan.

Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada

pembelajaran siklus II sebesar 88,89% dengan skor delapan dan berada pada

kategori baik. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok

yaitu “Kapan Ir. Soekarno mengusulkan konsep dasar negara dalam rapat

BPUPKI?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang dibuat, pertanyaan tersebut

mendapatkan kategori cukup dengan skor dua. Berbeda dengan aspek

mengungkapkan pertanyaan, pada aspek memberikan pernyataan dia

mendapatkan skor tiga. Hal tersebut dikarenakan pada saat proses diskusi dia aktif

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh teman kelompoknya. Salah

satu pernyataan yang dia ungkapkan adalah “Karena masyarakat Indonesia tidak

Page 21: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

61

semua beragama islam jadi diganti” ketika ditanya alasan penggantian sila

pertama pada piagam Jakarta. Terakhir, dalam aspek memberikan kesimpulan dia

mendapatkan skor tiga karena dia memberikan kesimpulan atas materi yang telah

dijelaskan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Supaya negara tidak runtuh jadi

kita butuh dasar negara”.

Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus II berada

pada kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%. Aspek

mengungkapkan mendapatkan skor tiga dengan pertanyaan “Kenapa dasar negara

harus dibentuk?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada kelompok ketika mereka

sedang berdiskusi. Lalu aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua

karena pernyataan yang sering diungkapkan tidak berhubungan dengan materi

pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan yaitu “Ketuhanan yang maha esa”

ketika mendiskusikan arti dasar negara. Aspek terakhir dia mendapatkan skor

satu karena tidak memberikan kesimpulan.

Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran

siklus II mendapatkan kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%.

Selama proses diskusi dia mengungkapkan pertanyaan “Ini dasar negara menurut

siapa?” sehingga pada aspek ini mendapatkan skor dua. Untuk aspek memberikan

pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan tidak

berhubungan dengan pembelajaran. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan

mendapatkan skor dua karena kesimpulan yang diberikan tidak sesuai dengan

materi yang telah diajarkan.

Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus II masuk dalam

kategori cukup mendapatkan skor enam dengan presentase 66,67%. Pertanyaan

yang dia ungkapkan adalah “Kenapa UUD yang diambil dari piagam Jakarta?”,

pertanyaan tersebut mendapatkan skor tiga karena bertanya menggunakan kata

tanya “mengapa”. Lalu dalam aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan

skor dua karena berdasarkan catatan observasi dia memberikan pernyataan namun

tidak berhubungan dengan pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan lebih

sering berbincang mengenai ekstrakurikuler pramuka. Sedangkan untuk aspek

Page 22: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

62

terakhir dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas

materi yang telah disampaikan.

Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus I berada

dalam kategori cukup dengan jumlah skor enam presentase 55,56%. Dia

mengungkapkan pertanyaan “Kapan panitia kecil mengadakan pertemuan dengan

38 anggota BPUPKI?” pada proses diskusi kelompok sehingga sesuai dengan

indikator penilain dia mendapatkan skor dua. Lalu untuk aspek mengungkapkan

pernyataan dia mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan

lebih ke perintah untuk mencari jawaban atas permasalahan yang menjadi bahan

diskusi. Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir

kritis dia mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan atas materi

yang telah diajarkan.

Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus II kemampuan berpikir

kritisnya dikategorikan baik dengan mendapatkan skor delapan dan presentase

88,89%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Kapan panitia kecil mengadakan

pertemuan?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor

dua. Lalu untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Pernyataan

yang dia ungkapkan yaitu “Karena kalau ada dasar negara negara bisa melangkah

maju” ketika ditanya mengapa dasar negara perlu dibentuk sebelum kemerdekaan.

Untuk aspek yang terakhir dia memberikan kesimpulan dengan mengungkapkan

hasil dikusi kelompoknya sehingga mendapatkan skor tiga.

Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada

pembelajaran siklus II dikategorikan cukup dengan skor empat dan presentase

44,44%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan

rumusan dasar negara dilaksanakan?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan

skor dua. Pada aspek memberikan pernyataan dan memberikan kesimpulan dia

mendapatkan skor satu karena tidak memberikan pernyataan dan kesimpulan

ketika diskusi kelompok dan diskusi kelas.

Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan

berpikir kritis siswa pada siklus II dengan menerapkan metode diskusi sudah

Page 23: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

63

menunjukkan peningkatan namun masih belum mendapatkan hasil yang

maksimal. Hal tersebut akan menjadi bahan perbaikan pada siklus selanjutnya.

d. Refleksi Siklus II

Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari

pelaksanaan tindakan siklus II. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan

tindakan siklus II yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap

pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-

data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok belum berjalan dengan

baik. Hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa kekurangan dalam

pelaksanaan siklus II. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan perencanaan dan

pelaksanaan untuk siklus selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan

lagi kemampuan berpikir kritis siswa dengan menerapkan metode diskusi.

Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu ditingkatkan dari pelaksanaan

siklus II yang masih belum optimal untuk dilaksanakan pada siklus III.

1) Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk dirumuskan dengan tepat.

Karena perencanaan pembelajaran merupakan hal pokok yang menjadi acuan

dalam pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Perbaikan perencanaan pembelajaran dari siklus II untuk dilaksanakan pada siklus

III yaitu:

a) Pembentukan kelompok baru karena masih terdapat siswa yang belum mau

berdiskusi dengan teman kelompoknya agar siswa dapat lebih baik dalam

berdiskusi.

b) Peningkatan indikator dalam RPP agar kemampuan berpikir kritis siswa

meningkat.

c) Penggunaan media harus dimunculkan agar siswa tidak jenuh.

Page 24: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

64

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Berhasil tidaknya siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran ditentukan

pula oleh proses pembelajaran yang dilakukan. Di dalam proses pembelajaran ini,

ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari siklus II yaitu:

a) Sistematika penyampaian materi harus diperhatikan, agar tidak ada langkah

pembelajaran yang terlewat atau tertukar.

b) Memberikan instruksi yang lebih jelas kepada siswa agar proses pembelajaran

berjalan dengan efektif.

c) Adanya bimbingan lebih untuk siswa yang masih kesulitan dalam

mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan memberikan kesimpulan.

d) Memberikan kesempatan siswa yang masih kurang dalam bertanya,

berpendapat, dan menyimpulkan pembelajaran.

3) Kemampuan berpikir kritis siswa

Kemampuan berpikir kritis siswa dalam siklus II sudah menunjukkan

adanya peningkatan namun masih terdapat siswa yang mengalami penurunan.

Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa masih perlu ditingkatkan lagi.

Berdasarkan tiga aspek kemampuan berpikir kritis masih banyak siswa yang

mendapatkan skor dibawah tiga atau masih berada didalam kategori cukup. Oleh

karena itu, pelaksanaan pembelajaran pada siklus III perlu menekankan pada

pemberian kesempatan kepada siswa yang masih kurang untuk berani bertanya,

berpendapat, dan memberikan kesimpulan.

3. Deskripsi Pelaksanaan Siklus III

Pelaksanaan siklus III merupakan kelanjutan dari tindakan siklus II.

Tindakan siklus III dilakukan karena pada siklus II karena kemampuan

kemampuan berpikir kritis siswa masih berada dalam kategori cukup. Dengan

demikian, pelaksanaan siklus III dilakukan untuk memperbaiki serta

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus III. Berikut

pemaparan pelaksanaan siklus III, dengan beberapak tahapan yang terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Page 25: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

65

a. Perencanaan Pembelajaran Siklus III

Perencanaan pembelajaran pada siklus III merupakan refleksi dari

pelaksanaan siklus II. Sehingga dalam pembuatan rencana pelaksanaan siklus III

ini disusun tidak jauh berbeda dengan perencanaan pembelajaran pada siklus II,

begitupun dengan langkah-langkah pembelajarannya. Yang menjadi perbedaan

perencanaan pembelajaran pada siklus III dengan siklus II yaitu terletak pada

pembahasan yang akan dipelajari yaitu pembahasan mengenai peranan tokoh-

tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan. Berikut perencanaan pembelajaran

siklus II yang merupakan hasil refleksi dari siklus II.

1) Pembentukan kelompok baru agar siswa dapat lebih baik dalam berdiskusi.

Kelompok baru yang dibentuk sebagai berikut. Kelompok A beranggotakan

KA , FI, NA, AD ,dan DN. Kelompok B beranggotakan RI, SA, RZ, dan EA.

Kelompok C beranggotakan RD, DA, AI, dan MN. Kelompok D

beranggotakan AZ, AN, AS, RN, dan MW. Kelompok E beranggotakan EL,

NA, AA, NR, dan AP. Serta yang terakhir kelompok F beranggotakan NW,

MR, RZ, NA, dan DI.

2) Peningkatan indikator dari C2 ke C3.

3) Penggunaan media gambar agar siswa mengenal tokoh yang sedang dibahas.

b. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III

Proses pembelajaran siklus III dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2014

dengan alokasi waktu 3 X 35 menit. Secara garis besar kegiatan pembelajaran

dalam siklus II ini sama dengan proses pembelajaran pada siklus II.

Kegiatan awal sama halnya pada siklus II yaitu dengan menanyakan kabar

kepada siswa dan memotivasi siswa agar semangat belajar. Langkah selanjutnya

guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang materi yang

telah diajarkan sebelumnya . Selanjutnya guru memeriksa kebersihan, mengatur

tempat duduk, memeriksa kelengkapan belajar siswa, dan memastikan siswa siap

belajar. Tahap terakhir dalam kegiatan awal ini adalah setelah siswa siap untuk

belajar guru memberikan penyampaian tentang tujuan belajar hari ini.

Page 26: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

66

Kegiatan inti terbagi menjadi dua kegiatan yaitu ekplorasi dan elaborasi.

Sebelum melakukan kegiatan eksplorasi guru menempelkan media gambar di

depan kelas. Dalam eksplorasi siswa dan guru bertanya jawab mengenai tokoh-

tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan. Proses tersebut bertujuan untuk

menggali dan mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan

disampaikan.

Selanjutnya dalam elaborasi siswa diberikan teks bacaan mengenai peranan

tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan, lalu siswa dibagi ke dalam 5

kelompok yang heterogen. Setelah siswa berkumpul dengan kelompoknya guru

mengemukakan masalah yang akan didiskusikan yaitu berupa pertanyaan

mengenai peranan tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan yang harus dijawab

oleh kelompok dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara

pemecahannya.

Siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing untuk mencari

jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Selama siswa melakukan

kegiatan diskusi, guru berkeliling dari kelompok yang satu ke kelompok yang

lain, menjaga ketertiban, serta memberikan dorongan dan bantuan agar setiap

anggota kelompok berpartisipasi aktif, dan agar diskusi lancar.

Kemudian setelah kelompok selesai berdiskusi setiap kelompok melaporkan

hasil diskusinya. Hasil-hasil tersebut ditanggapi oleh semua siswa, terutama dari

kelompok lain. Selanjutnya guru memberikan ulasan atau penjelasan terhadap

laporan tersebut. Siswa mencatat hasil diskusi, dan guru mengumpulkan laporan

hasil diskusi dari setiap kelompok.

Langkah terakhir dalam kegiatan elaborasi adalah siswa diberikan LKS

sebagai evaluasi pembelajaran dan diminta untuk mengerjakannya selama 15

menit. Setelah selesai siswa diminta untuk mengumpulkan LKS yang telah

dikerjakannya.

Sebagai konfirmasi setelah semua siswa selesai mengumpulkan LKS, siswa

diberi kesempatan untuk bertanya kepada guru tentang pembelajaran yang belum

dimengerti. Langkah selanjutnya adalah siswa bersama guru menyimpulkan

Page 27: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

67

kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan yaitu mengenai perumusan dasar

negara. Sebagai pemantapan siswa diberikan tugas oleh guru.

Langkah terakhir dalam kegiatan pembelajaran yaitu kegiatan penutup.

Siswa diminta untuk merapihkan alat tulis yang telah digunakan, lalu guru

menutup pembelajaran dengan berdoa bersama siswa dan siswa dipersilahkan

untuk pulang.

c. Observasi Siklus III

Sama halnya dengan proses pelaksanaan siklus II, pada saat pelaksanaan

siklus III peneliti juga didampingi oleh enam orang observer. Observer bertugas

untuk mengamati dan memberikan penilaian terhadap aktivitas guru serta

kemampuan berpikir kritis dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada

siklus III.

Observer diberikan lembar observasi aktivitas guru dan siswa terhadap

penerapan metode diskusi serta lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa

untuk mencatat temuan-temuan penting dan untuk mencatat hasil pengamatannya

selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi yang dicatat oleh

observer digunakan sebagai bahan diskusi pada refleksi untuk dianalisis, serta

untuk merencanakan perbaikan selanjutnya.

1) Perencanaan Pembelajaran

Setelah pembentukan kelompok baru dari hasil observasi yang ditemukan,

kelompok sudah dapat berdiskusi dan melakukan pembagian tugas dalam

pengerjaan laporan kelompok. Penggunaan media juga sudah dilakukan oleh

guru,sehingga memudahkan siswa mengenal tokoh yang sedang dipelajari.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran dalam siklus III peneliti diobservasi oleh enam

observer. Observasi yang dilakukan yaitu untuk mengamati keterlaksanaan

kegiatan penerapan metode diskusi dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru

serta aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok dan diskusi kelas.

Page 28: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

68

a) Aktivitas Guru

Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus III pada materi peranan tokoh-

tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan dengan menerapkan metode diskusi

secara umum sudah berjalan dengan lancar. Dari 14 langkah dalam proses

pembelajaran yang berlangsung semuanya sudah terlaksana. Berikut peneliti

paparkan lebih lanjut mengenai catatan observasi proses pelaksanaan

pembelajaran pada siklus III.

Berdasarkan catatan observasi, pada kegiatan pendahuluan atau kegiatan

awal sudah berjalan dengan sistematis. Kegiatan apersepsi dilakukan dengan

menanyakan materi pembelajaran sebelumnya. Kegiatan memeriksa kebersihan

kelas dan menyiapkan kelengkapan belajar pun sudah tertukar. Kegiatan akhir

dalam pendahuluan yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran pun sudah

terlaksana. Penyampaian tujuan dilakukan berulang-ulang agar siswa lebih paham

dan mengerti tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Selanjutnya pada kegiatan initi berdasarkan catatan observasi, guru sudah

melakukan pembagian kelompok dengan sistematis dan jelas. Guru

mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dengan lantang dan jelas. Namun

masih terdapat siswa yang belum fokus sehingga guru melakukan pengulangan

dalam menyampaikan masalah.

Pengarahan mengenai pemecahan masalah dilakukan secara individual

terlebih dahulu baru ketika ada siswa yang belum mengerti guru memberikan

pengarahan secara klasikal kepada seluruh siswa. Sihingga pemantauan proses

diskusi sudah dilakukan secara proporsional kepada setiap kelompoknya.

Setelah diskusi kelompok selesai guru mengulas laporan kelompok.

Pengulasan laporan kelompok dilakukan dengan meminta satu kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas. Guru berperan sebagai

moderator yang mengatur jalannya proses diskusi kelas. Guru juga memberikan

pertanyaan kepada seluruh siswa sebagai ulasan atas diskusi yang telah mereka

lakukan. Sehingga siswa benar-benar mengerti dan paham atas jawaban dari

permasalahan yang didiskusikan.

Page 29: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

69

Kegiatan akhir dalam kegiatan inti pun sudah semua terlaksana yaitu guru

sudah memberikan refleksi dan menyimpulkan pembelajaran dengan melakukan

tanya jawab serta memberikan siswa kesempatan untuk menyimpulkan

pembelajaran yang telah dilaksanakan.

d) Aktivitas Siswa

Seperti halnya siklus II proses observasi aktivitas siswa pada siklus III pun

terbagi menjadi dua yaitu ketika mengikuti pembelajaran dalam kelompok besar

atau kelas dan ketika berdiskusi kelompok kecil. Pada saat awal pembelajaran

berlangsung, secara umum siswa dapat mengikuti instruksi atau langkah-langkah

pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Hal tersebut terlihat pada saat guru

bertanya sebagai proses apersepsi. Siswa sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan oleh guru. Selanjutnya observer memberikan catatan ketika proses

penyampaian tujuan pembelajaran siswa sudah menyimak pemaparan guru dan

sudah bertanya ketika ada tujuan pembelajaran yang tidak dipahami sehingga guru

melakukan pengulangan penyampaian tujuan pembelajaran.

Pada kegiatan pembagian kelompok siswa sudah terlihat tertib namun agak

kurang antusias ketika guru menginstruksikan belajar dalam kelompok. Hal

tersebut terjadi karena siswa merasa tidak suka dengan teman satu kelompoknya

dan tidak satu kelompok dengan teman dekatnya. Lalu pada saat guru

menyampaikan masalah yang akan didiskusikan siswa sudah terlihat fokus

memperhatikan. Begitu pun ketika guru memberikan pengarahan mengenai cara

penyelesaian masalah, siswa sudah tidak ragu untuk bertanya kepada guru apabila

ada yang tidak dipahami atau ada yang belum dimengerti terkait cara

menyelesaikan masalahnya.

Selanjutnya pada saat proses dikusi kelompok secara keseluruhan siswa

sudah dapat berdiskusi dengan baik. Siswa sudah saling membegi tugas dalam

pemecahan masalah dan sudah berani bertanya maupun memberikan pernyataan

ketika proses diskusi berlangsung. Sehingga jalannya diskusi pada siklus III ini

berjalan dengan lancar. Hanya satu yang menjadi catatan observer yaitu, ada siswa

yang langsung bertanya kepada guru ketika guru membimbing jalannya diskusi

Page 30: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

70

dengan mendatangi kelompok satu persatu. Namun setelah diberikan arahan agar

pertanyaan itu didiskusikan dalam kelompok akhirnya siswa mulai mengerti.

Setelah diskusi kelompok selesai dilanjutkan dengan mengulas laporan

kelompok. Presentasi dilakukan di depan kelas dan hanya satu kelompok yaitu

kelompok C yang memprsentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain menanggapi

jawaban yang diberikan oleh kelompok C. Proses diskusi kelas pada pembelajaran

siklus III sudah lebih tertib dari pembelajaran sebelumnya. Pada kegiatan diskusi

kelas ini siswa terlihat aktif memberikan pertanyaan dan jawaban apabila merasa

berbeda dengan pemaparan kelompok yang mempresentasikan hasil diskusinya di

depan kelas. Lalu akhir dari kegiatan inti siswa mengerjakan LKS sebagai

evaluasi pembelajaran.

Pada akhir pembelajaran ketika proses refleksi siswa memperhatikan dan

kondisi kelas kondusif sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan

oleh guru sebagai refleksi dari pembelajaran. Proses terakhir yaitu memberikan

kesimpulan siswa memberikan kesimpulan dengan bimbingan guru sehingga

kesimpulan yang diberikan lebih lengkap. Dengan pemaparan catatan hasil

observasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa selama

pembelajaran dalam siklus III ini terkait penerapan metode diskusi sudah berjalan

dengan lancar.

e) Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Siklus III

Secara umum kemampuan sepuluh siswa dalam berpikir kritis mengalami

peningkatan menjadi 80%. Seperti halnya siklus II yang menjadi penilaian

kemampuan berpikir kritis siswa adalah pertanyaan, pernyataan serta kesimpulan

yang diungkapkan.

Dalam menganalisis pertanyaan, pernyataan, dan kesimpulan yang tercatat

dalam lembar observasi, peneliti mengkategorikan aspek tersebut sesuai kriteria

yang telah ditentukan. Selanjutnya menentukan skor berdasarkan pedoman

penelitian. Berikut penjabaran hasil penilaian kemampuan berpikir siswa pada

siklus III.

Page 31: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

71

Siswa pertama beridentitaskan MN, kriteria kemampuan berpikir kritis

pada siklus III dikatakan baik karena mendapatkan skor sembilan dengan

presentase 100%. Aspek mengungkapkan pertanyaan yang dia dapat adalah tiga

skor. Skor dua tersebut didapatkan berdasarkan pertanyaan yang dia ungkapkan

pada proses diskusi kelompok. Pertanyaan yang dia ajukan kepada teman

sekelompoknya yaitu “Bagaiamana sih peranan M. Yamin?”. Lalu aspek yang

kedua adalah memberikan pernyataan, pernyataan yang dia ungkapkan ketika

berdiskusi kelompok sudah sesuai dengan materi sehingga penilaian untuk aspek

ini mendapatkan skor tiga. Dia mengungkapkan pernyataan “Karena tidak semua

memeluk agama islam” ketika berdiskusi mengenai alasan penggantian poin

pertama dalam Piagam Jakarta. Aspek terakhir yaitu memberikan kesimpulan,

dalam aspek ini MN mendapatkan skor tiga yang artinya dia kesimpulan atas

materi yang telah diajarkan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kita juga harus

disiplin dan sungguh-sungguh kalo belajar”.

Siswa kedua DN, kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran siklus III

dikatakan cukup karena mendapatkan skor tujuh dengan presentase 66,67%.

Aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor satu karena dia tidak

mengungkapkan pertanyaan pada proses diskusi. Pada aspek yang kedua yaitu

memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua. Terakhir aspek memberikan

kesimpulan, dalam aspek ini dia mendapatkan skor tiga karena dia terlihat

menyimpulkan hasil diskusi kelompok yang dicatat dalam laporan.

Selanjutnya yaitu RZ, kemampuan berpikir kritis yang ia dapatkan pada

pembelajaran siklus III adalah 88,89% atau mendapatkan skor delapan.

Pertanyaan yang dia ajukan pada saat berdiskusi kelompok yaitu “Siapa saja tokoh

yang kita cari peranannya?”. Dari pertanyaan tersebut dapat dianalis bahwa untuk

kategori indikator pertama ini dia mendapatkan score dua, karena bertanya dengan

menggunakan kata tanya “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “dimana” sesuai dengan

materi pembelajaran. Lalu untuk aspek yang kedua dia mendapatkan skor tiga.

Pernyataan yang dia ungkapkan merupakan meluruskan jawaban tentang Peranan

Radjiman. Dia mengungkapkan “Nih yang bener, puncak peranannya menjadi

ketua BPUPKI bukan anggota BPUPKI doang”. Lalu untuk aspek terakhir dia

Page 32: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

72

mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia ungkapkan adalah “Kita harus

pantang menyerah seperti para pahlawan”.

Siswa berikutnya adalah AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada

pembelajaran siklus III sebesar 88,89% dengan skor delapan dan berada pada

kategori baik. Pertanyaan yang dia ungkapkan dalam proses diskusi kelompok

yaitu “Apa peranan Ahmad Soebarjo?”. Berdasarkan pedoman penilaian yang

dibuat, pertanyaan tersebut mendapatkan kategori cukup dengan skor dua. Aspek

memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Dia menyatakan “Pahlawan

memegang teguh prinsip” ketika berdiskusi mengenai nilai yang bisa diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir, dalam aspek memberikan kesimpulan dia

mendapatkan skor tiga karena dia memberikan kesimpulan atas materi yang telah

dijelaskan. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kita harus berpendirian teguh

kaya pahlawan tapi harus menghormati pendapat orang lain juga”.

Selanjutnya AS, kemampuan berpikir pada pembelajaran siklus III berada

pada kategori cukup dengan skor enam dan presentase 66,67%. Aspek

mengungkapkan mendapatkan skor tiga dengan pertanyaan “Bagaimana peranan

Soepomo dalam PPKI?”. Pertanyaan tersebut diajukan kepada kelompok ketika

mereka sedang berdiskusi. Lalu aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor

dua karena pernyataan yang sering diungkapkan tidak berhubungan dengan materi

pembelajaran. Pernyataan yang dia ungkapkan yaitu “Nih Moh. Hatta itu menjadi

anggota PPKI” ketika mendiskusikan peranan tokoh. Aspek terakhir dia

mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.

Berikutnya adalah MR, Kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran

siklus III mendapatkan kategori baik dengan skor enam dan presentase 77,78%.

Selama proses diskusi dia mengungkapkan pertanyaan “Kapan Moh. Hatta lahir?”

sehingga pada aspek ini mendapatkan skor dua. Untuk aspek memberikan

pernyataan mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan hanya

perintah kepada teman sekelompoknya untuk mencari jawaban atas permasalahan

yang sedang didiskusikan. Selanjutnya aspek memberikan kesimpulan

mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Cara menghargainya

ya kita juga harus menghargai orang lain”.

Page 33: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

73

Kemampuan berpikir kritis NA pada pembelajaran siklus III masuk dalam

kategori baik mendapatkan skor delapan dengan presentase 88,89%. Pertanyaan

yang dia ungkapkan adalah “Bagaimana peranan Ahmad Soebarjo?”, pertanyaan

tersebut mendapatkan skor tiga karena bertanya menggunakan kata tanya

“mengapa”. Lalu dalam aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua

karena berdasarkan catatan observasi pernyataan yang dia berikan masih belum

sesuai dengan materi pembelajaran. Dia meminta temannya untuk dapat lebih

bekerja sama dalam menjalankan tugasnya di dalam kelompok. Untuk aspek

terakhir dia mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia berikan yaitu “Kalo kita

menghargai pahlawannya dengan ikut upacara bendera pak”.

Selanjutnya adalah AN, kemampuan berpikir kritis pada siklus III berada

dalam kategori baik dengan jumlah skor tujuh presentase 77,78%. Dia

mengungkapkan pertanyaan “Siapa saja tokoh yang berperan? Biar aku yang

catet”pada proses diskusi kelompok sehingga sesuai dengan indikator penilain dia

mendapatkan skor dua. Lalu untuk aspek mengungkapkan pernyataan dia

mendapatkan skor dua karena pernyataan yang dia ungkapkan lebih ke perintah

untuk mencari jawaban atas permasalahan yang menjadi bahan diskusi.

Sedangkan untuk aspek terakhir dalam penilaian kemampuan berpikir kritis dia

mendapatkan skor tiga. Kesimpulan yang dia ungkapkan yaitu “Kita harus belajar

lebih giat dan ngga mudah nyerah kaya pahlawan”.

Siswa selanjutnya FI, pada pembelajaran siklus III kemampuan berpikir

kritisnya dikategorikan baik dengan mendapatkan skor delapan dan presentase

88,89%. Pertanyaan yang diungkapkan yaitu “Bagaimana sih peranan masing-

masing tokoh?”. Sehingga pada aspek mengungkapkan pertanyaan mendapatkan

skor tiga. Lalu untuk aspek memberikan pernyataan mendapatkan skor dua.

Pernyataan yang dia ungkapkan lebih banyak perintah kepada temannya untuk

mencari jawaban atas masalah yang diberikan. Untuk aspek yang terakhir dia

memberikan kesimpulan “Kita harus pantang menyerah kalo belajar seperti

pahlawan” sehingga mendapatkan skor tiga.

Siswa yang terakhir yaitu DA, kemampuan berpikir kritis pada

pembelajaran siklus III dikategorikan cukup dengan skor lima dan presentase

Page 34: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

74

55,56%. Ketika berdiskusi kelompok dia mengungkapkan pertanyaan “Apa sih

peranan Soepomo?”, sehingga dalam aspek ini dia mendapatkan skor dua. Pada

aspek memberikan pernyataan dia mendapatkan skor dua karena lebih sering

meminta temannya untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diberikan.

Aspek terakhir mendapatkan skor satu karena tidak memberikan kesimpulan.

Berdasarkan analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir

kritis siswa pada siklus III dengan menerapkan metode diskusi sudah

menunjukkan peningkatan.

e. Refleksi Siklus III

Kegiatan refleksi dilakukan setelah peneliti menganalisis data dari

pelaksanaan tindakan siklus III. Data-data yang diperoleh dari pelaksanaan

tindakan siklus III yaitu hasil observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa terhadap

pembelajaran, serta kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah menganalisis data-

data tersebut, aktivitas siswa dalam berdiskusi kelompok sudah berjalan dengan

baik.

Keberhasilan pembelajaran pada siklu III ini tidak terlepas dari aktivitas

guru yang dilaksanakan. Guru sudah melaksanakan langkah-langkah

pembelajaran sesuai dalam RPP. Guru telah melaksanakan pembelajaran dengan

baik, mulai dari memberi motivasi, apersepsi, menyampaikan tujuan

pembelajaran, menjelaskan materi, membimbing siswa dalam kelompok, memberi

kesempatan kepada siswa untuk bertanya, serta memberikan evaluasi kepada

siswa.

Keberhasilan siklus III pun tidak lepas dari peran dan aktivitas siswa.

Aktivitas siswa pada siklus III ini berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan.

Siswa sudah mulai terbiasa untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas dengan

kelompoknya. Dengan adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa

sebesar 80% maka kegiatan penelitian dianggap tuntas dan tidak dilakukan

tindakan berikutnya.

Page 35: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

75

Rekap hasil keterlaksanaan pembelajaran pada semua siklus

1. Aktivitas Guru

Gambar 4.1

Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I, II, dan III

2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

a) Kemampuan Berpikir Kritis MN

Gambar 4.2

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis MN pada Siklus I, II, dan III

Page 36: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

76

b) Kemampuan Berpikir Kritis DN

Gambar 4.3

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis DN pada Siklus I, II, dan III

c) Kemampuan Berpikir Kritis RZ

Gambar 4.4

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis RZ pada Siklus I, II, dan III

Page 37: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

77

d) Kemampuan Berpikir Kritis AD

Gambar 4.5

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AD pada Siklus I, II, dan III

e) Kemampuan Berpikir Kritis AS

Gambar 4.6

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AS pada Siklus I, II, dan III

Page 38: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

78

f) Kemampuan Berpikir Kritis MR

Gambar 4.7

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis MR pada Siklus I, II, dan III

g) Kemampuan Berpikir Kritis NA

Gambar 4.8

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis NA pada Siklus I, II, dan III

Page 39: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

79

h) Kemampuan Berpikir Kritis AN

Gambar 4.9

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis AN pada Siklus I, II, dan III

i) Kemampuan Berpikir Kritis FI

Gambar 4.10

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis FI pada Siklus I, II, dan III

Page 40: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

80

j) Kemampuan Berpikir Kritis DA

Gambar 4.11

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis DA pada Siklus I, II, dan III

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan data awal penelitian peneliti menemukan masalah siswa dalam

pembelajaran IPS. Permasalahan tersebut yaitu kemampuan sepuluh siswa dalam

berpikir kritis masih rendah. Hal ini masih belum sesuai dengan salah satu

karakteristik pembelajaran IPS yaitu mengutamakan peran aktif siswa agar siswa

mampu mengembangkan berpikir kritis, rasional dan analitis.

Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti mencari solusi dengan

melakukan Penelitian Tindakan Kelas dalam pembelajaran IPS melalui penerapan

metode diskusi. Penerapan metode diskusi dalam pembelajaran IPS dimaksudkan

untuk melatih siswa agar lebih berani bertanya, berpendapat, serta memberikan

kesimpulan. Dengan kata lain tujuan dari penerapan metode diskusi pada

pembelajaran IPS dalam materi pokok perjuangan mempersiapkan kemerdekaan

Indonesia yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Upaya peneliti dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas telah

menunjukkan perubahan yang sangat berarti. Hal tersebut dapat dilihat dengan

meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus I sampai siklus III.

Page 41: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

81

Perubahan yang jelas terlihat yaitu pada siklus III. Secara keseluruhan

kemampuan berpikir kritis siswa mencapai 80%.

Salah satu proses pembelajaran yang penting agar siswa dapat terlatih

berpikir kritis yaitu pembelajaran antara guru dengan siswa harus lebih

komunikatif serta memberikan kesempatan siswa untuk bekerjasama dengan

temannya. Oleh karena itu pemilihan metode diskusi dalam proses pembelajaran

IPS dirasa tepat. Di dalam metode diskusi siswa dapat mengemukakan pendapat

sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya dan membina suatu

perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan

yang akan atau telah diambil.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerapan

metode diskusi pada pembelajaran IPS dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lan Wright dan C.

L. Bar, L.M Sartolli dan R. Swartz dan S, Parks (Sidik, 2010; 44) bahwa “cara

dan strategi untuk melatih kemampuan berpikir kritis diantaranya adalah dengan

diskusi yang kaya”. Faktor pertama yang menjadi penyebabnya yaitu

permasalahan yang dikemukakan oleh guru sebagai bahan diskusi kelompok

sudah dapat memancing siswa untuk saling bertanya, berpendapat dan

memberikan kesimpulan. Lalu faktor kedua yaitu dibentuknya kelompok secara

heterogen. Kelompok terdiri dari empat sampai lima siswa yang memiliki

kemampuan yang berbeda-beda. Setting kelompok ini bertujuan agar proses

diskusi dapat berjalan dengan lancar.

Aktivitas guru pada siklus I sudah cukup baik hal tersebut dapat dilihat dari

keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran. Dari 14 langkah pembelajaran

hanya 2 aktivitas yang terlewatkan atau 86% sudah terlaksana. Akan tetapi,

aktivitas siswa dalam diskusi pada siklus I masih kurang. Dominasi siswa yang

memiliki kemampuan berpikir kritis baik dalam pembagian tugas untuk

penyusunan laporan tidak terhindarkan. Sehingga masih terdapat siswa yang

berdiskusi diluar permasalahan yang diberikan oleh guru. Lalu yang menjadi

penghambat siswa dalam berdiskusi adalah faktor psikologis siswa. Faktor

Page 42: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

82

psikologis yang dimaksud adalah siswa yang tidak sekelompok dengan teman

dekatnya akan cenderung diam dan tidak mau berdiskusi.

Proses pembelajaran mulai menunjukkan perubahan saat dilakukan

pembelajaran siklus II. Keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran sudah

mencapai 93% dari 14 langkah atau hanya 1 aktivitas yang terlewatkan. Dari

hasil refleksi siklus I, peneliti kembali membentuk kelompok baru dengan

mempertimbangkan faktor psikologis siswa agar proses diskusi berjalan dengan

baik. Dari proses pembelajaran siklus II aktivitas siswa dalam diskusi kelompok

dan kelas sudah mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa sudah berani

mengungkapkan pertanyaan, pendapat, dan kesimpulan.

Aktivitas guru lebih baik lagi pada siklus III. Di dalam pelaksanaan siklus

III, langkah-langkah pembelajaran sudah terlaksana 100%. Begitu pula dengan

aktivitas siswa dalam kelompok, siswa sudah mulai terbiasa membagi tugas dalam

mengerjakan laporan diskusi kelompok. Sehingga aktivitas siswa lebih efektif dan

tertib dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Dengan terbiasanya siswa

berdiskusi, maka terbiasa pula siswa saling menghargai pendapat orang lain.

Berikut presentase aktivitas guru dalam menerapkan metode diskusi pada

pembelajaran IPS.

Gambar 4.12

Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I, II, dan III

Page 43: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

83

Dari bagan di atas, dapat dikatakan pahwa penerapan metode diskusi oleh

guru pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 3 Cibogo menunjukkan

peningkatan. Peningkatan tersebut diikuti juga oleh peningkatan aktivitas siswa

ketika berdiskusi di dalam kelompok seperti yang telah peneliti paparkan

sebelumnya.

Peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran tidak meningkat

dengan sendirinya. Peran guru dalam menciptakan dan mengendalikan suasana

belajar merupakan faktor yang menentukan. Dalam setiap siklus yang dilakukan,

guru memberikan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat

memungkinkan siswa untuk berpikir kritis. Guru pun melakukan teknik

pembahasan hasil diskusi dengan presentasi oleh satu kelompok dan kelompok

lainnya menanggapi. Sehingga siswa dapat mengungkapkan pemikiran mereka

melalui pernyataan-pernyataan apabila ada jawaban yang berbeda dari temannya.

Hal lain yang penting yaitu, peningkatan indikator dalam setiap Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada setiap siklus. Peningkatan yang dimaksud

adalah peningkatan kemampuan kognitif dari kemampuan C1 sampai dengan C3.

Pada siklus I indikator yang digunakan berada pada kemampuan C1 dan C2,

siklus II berada pada kemampuan C2, dan untuk siklus III berada pada

kemampuan C3. Untuk lebih jelas mengenai indikator dalam RPP dapat dilihat

dalam lampiran. Peningkatan indikator dilakukan agar kemampuan berpikir kritis

siswa mengalami peningkatan sesuai dengan yang dikemukakan oleh Glaser

(Fisher, 2002: 3) bahwa berpikir kritis merupakan “suatu sikap mau berpikir

secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam

jangkauan pengalaman seseorang”.

Peningkatan aktivitas guru dan siswa ternyata berpengaruh terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa. Secara keseluruhan kemampuan berpikir kritis

siswa setiap siklusnya mengalami peningkatan yang ditunjukkan dalam persen.

Presentase kemampuan berpikir siswa pada siklus I yaitu 58%. Pada siklus II

meningkat menjadi 70%. Dan pada siklus 3 presentase kemampuan berpikir kritis

siswa kembali meningkat menjadi 80%. Berikut bagan peningkatan presentase

kemampuan berpikir kritis siswa.

Page 44: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

84

Gambar 4.13

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Siklus I, II,

dan III

Dari bagan di atas, dapat dikatakan bahwa penerapan metode diskusi tidak

hanya meningkatkan aktivitas guru dan siswa, tetapi juga meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa. Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa metode

diskusi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran

IPS.

Lebih khusus lagi akan peneliti jabarkan kemampuan berpikir kritis

masing-masing siswa yang didapat selama pembelajaran dari siklus I sampai

siklus III. Penjabaran hanya berisi presentase kemampuan berpikir kritis secara

keseluruhan pada setiap siklus dan skor per indikator yang di dapat dari masing-

masing siswa. Untuk analisis catatan observasi kemampuan berpikir kritis siswa

yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran.

Siswa pertama MN, pada siklus I kemampuan berpikir kritisnya 55,56%

dengan skor total lima. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan

skor dua, memberikan pernyataan dua, dan menyimpulkan satu. Siklus II

presentase kemampuan berpikirnya 88,89% dengan skor total delapan. Indikator

mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan tiga,

Page 45: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

85

dan menyimpulkan tiga. Siklus III presentase kemampuan berpikir kritisnya

100%. Keseluruhan aspek penilaian indikator mendapatkan skor tiga. Berdasarkan

data tersebut pembelajaran menggunakan metode diskusi sangat berpengaruh

pada MN dengan menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang

signifikan.

Kedua yaitu DN, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar

66,67% dengan skor total enam. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan

mendapatkan skor dua, sedangkan indikator memberikan pernyataan mendapatkan

skor tiga, dan indikator memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu.

Presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus II sebesar 66,67% dengan

rincian mendapatkan skor satu pada indikator mengungkapkan pertanyaan, skor

dua pada memberikan pernyataan, dan skor tiga untuk memberikan kesimpulan.

Presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus III juga masih 66, 67%. Untuk

perolehan skor setiap indikatornya masih sama dengan siklus II. Berdasarkan data

tersebut secara keseluruhan kemampuan berpikir kritisnya tidak menunjukkan

peningkatan di setiap siklusnya.

Penurunan terjadi pada indikator pertama dan kedua. Untuk indikator

pertama pada siklus I dia mendapatkan skor dua, namun pada siklus II dan siklus

III mendapatkan skor satu. Hal tersebut terjadi karena dia lebih cenderung diam

dan menyimak apa yang didiskusikan oleh teman-teman kelompoknya. Begitu

pula dengan indikator kedua. Pernyataan yang dia berikan lebih cenderung tidak

berhubungan dengan materi pembelajaran. Sehingga peningkatan hanya

ditunjukkan pada indikator memberikan kesimpulan. Pada siklus satu DN masih

belum memberikan kesimpulan sedangkan pada siklus II dan siklus III selalu

memberikan kesimpulan yang sesuai dengan materi.

Siswa ketiga RZ, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I sebesar

55,56% dengan skor total 5. Indikator mengungkapkan pertanyaan dan

pernyataan mendapatkan skor dua, sedangkan untuk memberikan kesimpulan

mendapatakan skor satu. Presentase siklus II sebesar 66,67% dengan skor enam.

Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua. Sedangkan untuk

indikator memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga. Serta untuk indikator

Page 46: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

86

memberikan kesimpulan belum menunjukkan peningkatan yaitu masih mendapat

skor satu. Siklus III menunjukkan peningkatan yang signifikan. Presentase

kemampuan berpikir kritis yang didapat adalah sebesar 88,89% dengan skor

delapan. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua.

Sedangkan indikator memberikan pernyataan dan kesimpulan mendapatkan skor

tiga. Peningkatan yang terlihat yaitu pada indikator kedua dan ketiga. Pada

iindikator kedua terlihat RZ sudah memberikan pernyataan yang relevan dengan

materi pembelajaran begitu pun dengan kesimpulan yang diberikan.

Siswa keempat AD, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I

sebesar 66,67% dengan skor enam. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan

mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan

membuat kesimpulan satu. Selanjutnya untuk siklus II menunjukkan penigkatan.

Presentase kemampuan berpikir kritis yang didapat sebesar 88,89% dengan skor

delapan,. Rincian perolehan skor yang didapat pada siklus II yaitu,indikator

mengungkapkan pernyataan mendapatkan skor dua dan untuk indikator

memberikan pernyataan serta memberikan kesimpulan mendapatkan skor tiga.

Sedangkan untuk siklus III presentase kemampuan berpikir kriti dan skor yang

didapat sama dengan siklus II yaitu sebesar 88,89% dengan skor total delapan.

Skor yang didapat pada setiap indikatornya dalam siklus III masih sama dengan

siklus II.

Siswa kelima yaitu AS, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I

sebesar 55,56% dengan skor total lima. Indikator pertama mengungkapkan

pertanyaan mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor

dua, dan memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Lalu untuk siklus II

presentase kemampuan berpikir kritisnya sebesar 66,67% dengan skor enam.

Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor tiga, memberikan

pernyataan mendapatkan skor dua, dan memberikan kesimpulan mendapatkan

skor satu. Selanjutnya siklus III, presentase kemampuan berpikir yang didapat

sebesar 66,67% dengan skor total enam. Untuk perolehan skor indikator pada

siklus III sama dengan perolehan pada siklus II. Berdasarkan hasil tersebut terlihat

Page 47: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

87

siswa menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Namun , pada siklus III

kemampuan berpikir kritis AS stabil atau tidak menunjukkan peningkatan.

Siswa keenam yaitu MR, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus

I sebesar 44,44% dengan skor empat. Indikator mengungkapkan pertanyaan

mendapatkan skor satu, memberikan pernyataan mendapatkan skor dua, dan

memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Lalu siklus II presentase

kemampuan berpikir kritisnya yaitu 66,67%. Keseluruhan indikator mendapatkan

skor dua. Untuk siklus III presentase kemampuan berpikir kritis sebesar 77,78%

dengan skor tujuh. Indikator mengungkapkan pertanyaan mendapatkan skor dua,

memberikan penyataan mendapatkan skor dua, dan memberikan kesimpulan

mendapatkan skor tiga. Peningkatan kemampuan berpikir kritis MR selalu terjadi

disetiap siklusnya. Yang paling terlihat selalu meningkat adalah indikator

memberikan kesimpulan. Hal tersebut terjadi karena guru sedikit memberikan

paksaan agar siswa mau menyimpulkan.

Siswa ketujuh yaitu NA, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I

sebesar 55,56% dengan skor total lima. Indikator mengungkapkan pertanyaan

mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor dua, dan

memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Peningkatan terjadi pada siklus

II yaitu, menjadi 66,67% dengantotal skor yang didapat enam. Peningkatan terjadi

pada indikator pertama dari skor dua menjadi skor tiga. Sedangkan untuk

indikator memberikan pernyataan dan memberikan kesimpulan masih sama

dengan yang didapat pada siklus I. Pada siklus III pun presentase kemampuan

berpikir kritis siswa kembali meningkat menjadi 88,89%. Peningkatan signifikan

terdapat pada indikator memberikan kesimpulan, dari yang hanya mendapatkan

skor satu meningkat jadi tiga. Hal tersebut terjadi karena guru kembali

memberikan kesempatan yang lebih kepada NA untuk memberikan kesimpulan.

Siswa kedelapan yaitu AN, presentase kemampuan berpikir kritisnya

sebesar 66,67% dengan skor total enam. Indikator mengungkapkan pertanyaan

mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan

memberikan kesimpulan mendapadatkan skor satu. Untuk hasil presentase

kemampuan berpikir kritis disiklus II mengalami penurunan yaitu menjadi

Page 48: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

88

55,56% dengan skor 6. Penurunan terjadi pada indikator memberikan pernyataan

dari tiga menjadi dua. Jal tersebut terjadi karena siswa cenderung memberikan

pernyataan berupa perintah kepada teman sekelompoknya. Sedangkan untuk

siklus III kembali mengalami peningkatan menjadi 77,78% dengan total skor

tujuh. Peningkatan terjadi pada indikator memberikan kesimpulan dari skor dua

menjadi skor tiga. Untuk indikator mengungkapkan pertanyaan dan memberikan

pernyataan sama dengan siklus dua yaitu mendapatkan skor dua.

Siswa kesembilan yaitu FI, presentase kemampuan berpikir kritis pada

siklus I sebesar 44,44% dengan skor total empat. Indikator mengungkapkan

pertanyaan mendapatkan skor dua, sedangkan untuk indikator memberikan

pernyataan dan memberikan kesimpulan hanya mendapatkan skor satu. Pada

siklus II peningkatan terjadi signifikan menjadi 88,89% dengan mendapatkan skor

total delapan. Peningkatan terjadi pada indikator mengungkapkan pernyataan dan

memberikan kesimpulan yaitu mendapatkan skor tiga. Sedangkan untuk indikator

mengungkapkan pertanyaan masih mendapatkan skor dua. Pada siklus III

presentase kemampuan berpikir kritis masih 88,89%. Namun yang menarik adalah

adanya penurunan pada indikator memberikan pernyataan. Penurunan tersebut

dikarenakan pada saat pelaksanaan siklus II siswa mendapatkan tugas mencatat.

Untuk aspek mengungkapkan pertanyaan dan memberikan kesimpulan meningkat

mendapatakan skor tiga.

Siswa terakhir yaitu DA, presentase kemampuan berpikir kritis pada siklus I

sebesar 66,67% dengan skor total enam. Indikator mengungkapkan pertanyaan

mendapatkan skor dua, memberikan pernyataan mendapatkan skor tiga, dan

memberikan kesimpulan mendapatkan skor satu. Pada siklus II presentase siswa

mengalami penurunan menjadi 44,44%. Hal tersebut terjadi karena siswa tidak

satu kelaompok dengan teman dekatnya sehingga lebih cenderung diam. Namun

peningkatan kembali terjadi pada siklus III tapi tidak lebih dari apa yang didapat

dalam siklus I. Presentase pada siklus III sebesar 55,56% dengan skor total lima.

Peningkatan terjadi pada indikator memberikan pernyataan. Siswa sudah berani

memberikan pernyataan walaupun tidak berhubungan dengan pembelajaran.

Page 49: repository.upi.edurepository.upi.edu/12464/7/S_PGSD_1003448_Chapter 4.doc · Web viewTidak hanya itu saja, bab ini pun membahas hasil penerapan metode diskusi terhadap peniongkatan

89

Berdasarkan penjelasan di atas, sebagian besar penerapan metode diskusi

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Namun ada satu siswa yang

kemampuan berpikir kritisnya stagnan dan ada juga satu siswa yang mengalami

penurunan. Seperti yang peneliti paparkan di atas, faktor terbesar yang menjadi

penyebab penurunan kemampuan berpikir kritis yaitu faktor psikologis.