45-gusti-amat

13
45. GUSTI AMAT  Tatang Sontani dan Andangkara saling memandang. Setelah kaum penggerebeg mengangkat kaki, tiba-tiba mereka berseru dengan berbareng: "Kami atas nama seluruh anggota Himpunan Sangkuriang menghatur-kan rasa terima kasih setinggi- tingginya kepa-da tuanku Sangaji yang maha besar ..." Dan dalam sekejap mata saja, di depan Sa-ngaji beriututlah ratus an orang dengan caranya masing-masing. Mereka berdesak-desakan seolah-olah takut tiada memperoleh tempat. Sudah barang tentu penghorma tan.sebesar itu, benar-benar mengejutkan hati Sangaji yang sederhana. Maklumlah, selama hidupnya belum pernah sekali juga ia mengalami peris-tiwa demikian. Apalagi di antara mereka terda-pat pula Andangkara adik Panembahan Tun-jungbiru. Itulah sebabnya, cepat-cepat ia berlu- tut membalas hormat pula. Tetapi k arena dua kali berturut-turu t ia menjumpai suatu peristi-wa yang berada di luar keadaan hatinya yang asli, ia menjadi gugup dengan tiba-tiba. Ke-ringat dinginnya merembesi seluruh tubuhnya, sehingga ia jadi bergoyangan. Manik Angkeran yang pada saat itu sudah berada di sampingnya, segera menyangganya bangun dan empat orang anggota Himpunan Sangkuriang cepat- cepat menghampiri siap memberi bantuan. "Bawalah tuanku Sangaji ke kamarku, biar-lah beliau beristirahat. Siapa saja kularang datang mengganggu Beliau," kata Tatang Sontani dengan nyaring. Empat orang anggota segera membungkuk memberi hormat. Kemudian dengan didam-pingi Manik Angkeran, Sangaji dipersilakan beristirahat di dalam kamar. Namun baru saja berjalan, ia sudah memperoleh kesadarannya kembali. Segera ia berputar menghampir i Tatang Sontani untuk menolong luka yang di-deritanya. "Tidak! Tidak! Kenapa tuanku mesti terbu-ru-buru ," ujar Tatang Sontani. "Biarlah kese-garan tuanku pulih kembali. Kami kira belum kasep." "Ya, biarlah tuanku beristirahat dahulu," Dadang Wiranata menguatkan. Sangaji tahu, bahwa di antara mereka Dadang Wiranata yang menderita paling berat. Itulah disebabkan, karena dia menderita luka parah empat kali berturut-turut. Mula-mula kena racun. Kemudian mengadu pukulan sakti dengan Tatang Sontani. Setelah itu mendapat gempuran dari Suryakusumah. Dan yang keempat tatkala ia mencoba membalas me-nyerang Suryakusumah. Namun ia tak memedulikan keadaan dirinya sendiri. Hati Sangaji yang mulia seketika menjadi terharu.

Upload: lorentz-da-vincentius-corn

Post on 07-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 1/13

45. GUSTI AMAT

Tatang Sontani dan Andangkara saling memandang. Setelah kaum penggerebegmengangkat kaki, tiba-tiba mereka berseru dengan berbareng: "Kami atas namaseluruh anggota Himpunan Sangkuriang menghatur-kan rasa terima kasih setinggi-tingginya kepa-da tuanku Sangaji yang maha besar ..."

Dan dalam sekejap mata saja, di depan Sa-ngaji beriututlah ratusan orang dengancaranya masing-masing. Mereka berdesak-desakan seolah-olah takut tiadamemperoleh tempat.

Sudah barang tentu penghormatan.sebesar itu, benar-benar mengejutkan hatiSangaji yang sederhana. Maklumlah, selama hidupnya belum pernah sekali juga iamengalami peris-tiwa demikian. Apalagi di antara mereka terda-pat pulaAndangkara adik Panembahan Tun-jungbiru. Itulah sebabnya, cepat-cepat ia berlu-tut membalas hormat pula. Tetapi karena dua kali berturut-turut ia menjumpaisuatu peristi-wa yang berada di luar keadaan hatinya yang asli, ia menjadi gugupdengan tiba-tiba. Ke-ringat dinginnya merembesi seluruh tubuhnya, sehingga ia jadibergoyangan.

Manik Angkeran yang pada saat itu sudah berada di sampingnya, segeramenyangganya bangun dan empat orang anggota Himpunan Sangkuriang cepat-cepat menghampiri siap memberi bantuan.

"Bawalah tuanku Sangaji ke kamarku, biar-lah beliau beristirahat. Siapa sajakularang datang mengganggu Beliau," kata Tatang Sontani dengan nyaring.

Empat orang anggota segera membungkuk memberi hormat. Kemudian dengandidam-pingi Manik Angkeran, Sangaji dipersilakan beristirahat di dalam kamar.Namun baru saja berjalan, ia sudah memperoleh kesadarannya kembali. Segera iaberputar menghampiri Tatang Sontani untuk menolong luka yang di-deritanya.

"Tidak! Tidak! Kenapa tuanku mesti terbu-ru-buru," ujar Tatang Sontani. "Biarlahkese-garan tuanku pulih kembali. Kami kira belum kasep."

"Ya, biarlah tuanku beristirahat dahulu," Dadang Wiranata menguatkan.

Sangaji tahu, bahwa di antara mereka Dadang Wiranata yang menderita palingberat. Itulah disebabkan, karena dia menderita luka parah empat kali berturut-turut.Mula-mula kena racun. Kemudian mengadu pukulan sakti dengan Tatang Sontani.Setelah itu mendapat gempuran dari Suryakusumah. Dan yang keempat tatkala iamencoba membalas me-nyerang Suryakusumah. Namun ia tak memedulikankeadaan dirinya sendiri. Hati Sangaji yang mulia seketika menjadi terharu.

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 2/13

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 3/13

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 4/13

sedangkan dada Jajang berlobang. Paras muka mereka pucat bagaikan mayat danseluruh tubuhnya bermandikan darah.

Meskipun terluka parah, namun mereka bersikap tenang. Teringatlah Sangaji,betapa mereka berdua mengotot mati-matian sewak-tu mencoba menahannya.

Sekarang mereka terluka parah. Terang lawan mereka tidak me-ngenal ampun. Danmestinya sangat kejam.

"Raja muda Tatang Sontani, Otong Surawi-jaya dan junjungan kami sekalian...orang-orang yang menyerbu terdiri dari berma-cam-macam golongan. Selainkompeni Be-landa, nampak pula pasukan dari Kerajaan Banten," kata merekasetelah membungkuk.

"Ha, masakan kompeni sampai berani pula menginjak pada dataran ketinggianGunung Cibugis? Benar-benar sial," seru Tatang Sontani.

"Pemimpin mereka seorang tua yang me-ngenakan jubah pendeta. Ia bersenjatapedahg Sangga Buwana dan didampingi oleh dua orang lagi yang pukulannyadahsyat luar biasa," kata Zakaria lagi.

Mendengar nama pedang pusaka disebut-sebut, Sangaji terkejut.

"Apakah benar-benar pedang Sangga Buwana? Kalian tak salah lihat?" TatangSontani menegas.

"Sewaktu kami berdua mencoba menahan serbuan mereka, kedua pedang kamikena ter-tebas seperti terajang tak terduga, lengan dan dada kami berdua ikut pulatertetas," ia ber-henti. Kemudian berputar menghadap Sangaji. Seperti saling

berjanji, mereka membungkuk dengan berbareng lalu berkata, "Tuanku Sangaji...ampunilah perbuatan kami berdua.

Karena salah sangka, hampir saja kami berdua menghancurkan pekerjaan tuankuyang maha besar dan maha penting... ampunilah kami..." Dan tiba-tiba mereka

jatuh terjengkang. Mereka tewas hampir berbareng pula.

Pemandangan demikian, bagi Tatang Son-tani, Dadang Wiranata, Otong Surawijaya,Smuntang dan Walisana adalah suatu kejadian yang biasa. Sama sekali merekatiada memperlihatkan suatu kesan. Sebaliknya Sangaji menjadi terharu. Itulahdisebabkan, karena kesederhanaan serta kemuliaan hatinya.

Dengan Jajang dan Zakaria, ia hahya kenal melalui suatu pertarungan. Hatinyagemas, karena berdua begitu membandel serta men-jengkelkan hatinya. Namundemikian dalam hatinya ia sudah mengampuni. Itulah sebab-nya, begitumenyaksikan nasib mereka berdua yang harus mati juga ia merasa sayang.

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 5/13

Pada saat itu Dwijendra dan Ratna Bumi memasuki ruang kamar dengan ditanduoleh anak-buah masing-masing. Melihat kedatang-an mereka berdua, OtongSurawijaya yang beradat berangasan terus saja menggere-meng.

"Benar-benar kita sial, sampai-sampai begundal-begundal Kerajaan Banten berani

mendaki Gunung Cibugis. Kompeni yang biasanya mengeram dalam kandangnya,kali ini mengapa begini berani menjual kepalanya di sini? Hm... aku bersumpahselama hayat masih dikandung badan, takkan aku hidup berbareng dengan merekadi kolong langit ini..."

Belum lagi selesai ia berbicara, Andangkara masuk pula ke ruang dengan tongkat.Kata Andangkara kepada Sangaji, "Anakku Sa-ngaji, kau tak usahlah ikut merasakankesi-bukan kami ini. Memang benar-benar kurang ajar... budak-budak KerajaanBanten berani mencoba-coba melabrak kemari..."

Mendengar ucapan Andangkara, Tatang Sontani mengkerutkan dahi. Dia adalahseo-rang yang berwatak saksama dan hati-hati. Maka diam-diam ia berpikir didalam hati, laskar kerajaan Banten, mungkin masih bisa ditahan di lereng gunung.

Tetapi menghadapi kompeni yang bersenjata bidik adalah soal lain. Celakalah, kitasemua mati tidak, hidup pun belum.

Di antara para raja muda Himpunan Sang-kuriang, Tatang Sontani berkedudukanyang paling tinggi. Ia seorang pendekar yang luas pengetahuan danpenglihatannya, Andangkara dan rekan-rekannya yang sederajat bukan pula berartilebih rendah pengetahuannya daripada dia. Mereka adalah jago-jago yang sudahbanyak mengalami pasang surutnya suatu perjuangan serta sudah masak tergodogoleh bahaya-bahaya besar. Dan selamanya mereka bisa mengatasi atau

menghindari dengan ca-ranya masing-masing. Tapi kali ini, mereka semua merasamati kutu. Musuh ternyata menyerang dengan besar-besaran, sedangkan merekamasih saja lumpuh oleh parahnya, meskipun sudah agak mendingan daripadasebelum kena tolong Sangaji dan Manik Ang-keran. Karena itu mereka sadar, bahwaajalnya sudah berada di ambang pintu.

Terhadap Sangaji, meskipun belum pernah menyatakan kata sepakat denganbersama, namun dalam hati, mereka sudah meman-dangnya sebagai PemimpinBesarnya tak ubah Ratu Bagus Boang pendiri Himpunan Sangkuriang. Maka dengantak disadari sendiri, mereka mengharapkan bantuan pikir-an anak muda itu untukdapat mencarikan jalan mengatasi bahaya kehancuran, seperti yang sudahdiperlihatkan sewaktu menghadapi kaum penyerbu.

Sebaliknya, pada saat itu Sangaji pun se-dang memeras otaknya. Ia tahu, bahwailmu saktinya lebih tinggi dari pada mereka semua. Tapi hatinya yang sederhanameragukan kemampuan akal pikirannya sendiri. Mereka semua menghadapi jalanbuntu dan belum memperoleh jalan keluar. Apalagi dirinya yang selamanya disebutsebagai anak tolol oleh guru dan Titisari. Betapa ia berani merasa diri lebih ungguldaripada mereka.

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 6/13

Tak terasa ia menyesali Suryakusumah yarig mencelakai mereka semua dengancara curang. Dari teringat kepada Suryakusumah, tiba-tiba sesuatu ingatanmenusuk di dalam benaknya. Terus saja ia berkata, "Ah ya ... mari kita bersembunyidi dalam gua di sebe-rang lapangan. Pastilah musuh tak bisa me-ngetahui dengansegera. Andaikata mereka akhirnya mengetahui juga, setidak-tidaknya mereka

tidak mudah memasuki gua tersebut."

Sangaji mengira, bahwa usulnya merupakan suatu pendapat yang jitu. Itulahsebabnya, suaranya bersemangat. Di luar dugaan mereka menyambut usul itudengan saling pandang serta bersikap dingin. Meskipun tidak melepaskan sepatahkatapun, tetapi Sangaji yang perasa seolah-olah sadar bahwa usulnya tidak dapatmereka lakukan. Maka ia berkata meyakinkan lagi, "Seorang laki-Iaki sejati haruspandai melihat keadaan. Kita menderita luka parah. Gntuk menyingkiri sementarawaktu, bukannya berarti memerosotkan derajat kita. Nanti manakala sudah sembuhseper-ti sedia kala, kita muncul kembali untuk menggempur mereka habis-habisan."

"Pendapat tuanku Sangaji sangat bagus," kata Tatang Sontani kemudian. Iamemanggil seorang pengawal. Memberi perintah, "Hantarkan tuanku Sangaji kebenteng Halimun!"

"Hai! Bukankah kita semua menyingkir di dalam gua itu bersama-sama?" potongSangaji tercengang.

"Tuanku pergilah mendahului, sebentar lagi kami semua menyusul," sahut TatangSontani.

"Hai! Apa artinya ini?" serunya lantang. Ia menimbang-nimbang sebentar. Terasa dida-lam hati, mereka enggan meninggalkan Markas Besar. Lantas saja ia berkata,"Paman sekalian, aku Sangaji meskipun aku bukan anggota Himpunan Sangkuriang,tetapi sedi-kit-sedikit sudah pernah hidup senasib sepe-nanggungan dengan pamansekalian. Memang belumlah boleh dianggap sebagai sahabat sehidup semati.Namun apabila aku mengajak menyingkir ke dalam gua bukan semata-mata demikeselamatan aku seorang sedangkan paman-paman tidak sudi, rasanya akupuntidak seharusnya takut mati."

"Tuanku Sangaji, janganlah salah paham," tungkas Tatang Sontani gugup. "Soalnya,ka-rena kami dilarang memasuki gua Halimun itu. Siapa saja yang berani memasukigua Halimun, kecuali Pemimpin Besar kami, akan dihukum mati. Di antara kami

sekarang, ha-nyalah tuanku dan saudara Manik Angkeran yang bukan termasukanggota himpunan. Karena itu, larangan itu tidak berlaku bagi tuanku dan saudaraManik Angkeran."

Mendengar penjelasan itu, Sangaji heran. Diam-diam timbullah suatu pertanyaan didalam hatinya: Apa sebab gua Halimun men-jadi larangan besar bagi setiapanggota himpunan, sampai pula mereka raja-raja muda tidak berani melanggar?Mau ia menyatakan pertanyaan itu, tiba-tiba terdengarlah suara pertempuran

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 7/13

bertambah dekat. Suara tem-bakan dan sorak sorai menjadi lantang dan keras.Kadangkala melengkinglah seseorang yang kena tikaman maut pastilah yang berte-riak melengking itu anggota Himpunan Sangkuriang. Maka siapa saja tidak ragu-ragu, bahwa pihak lawan memperoleh kemenangan di segala bidang.

Sangaji terpengaruh oleh suara berisiknya pertempuran itu, sehingga perhatiannyaberubah. Katanya di dalam hati, tidak lama lagi musuh tiba di dataran ini danpastilah mereka semua dalam bahaya. Gua Halimun adalah satu-satunya jalan.Memperoleh keputusan demikian, ia bertanya: "Apakah peraturan laranganmemasuki gua Halimun, tidak dapat diubah?"

Dengan muka muram, Tatang Sontani menggelengkan kepala. Kemudian menun-dukkan kepala.

Selagi Sangaji hendak menyelidiki apa sebab Tatang Sontani begitu berahasia,men-dadak terdengarlah suara Raja Muda Dwijen-dra yang selama itu berdiam diri.Katanya, "Saudara-saudaraku, teman-temanku seperju-angan, dengarkan akuhendak berbicara. Saat ini selagi kita bisa berbicara sebenarnya HimpunanSangkuriang sudah tenggelam bersama kita beberapa hari yang lalu. Tapi berkatilmu sakti tuanku Sangaji yang tinggi, Himpunan Sangkuriang terhindar dari suatumalapetaka. Terhindar dari kemusnahan. Itulah sebabnya, aku kini menyatakan dirientahlah kalian setu-ju atau tidak, hendak mengabdikan diri kepadanya sebagaibalas jasa. Rasanya, aku tidak malu mengusulkan dia sebagai penggan-ti junjungankita Ratu Bagus Boang yang lenyap digulung sejarah. Sekarang kalau PemimpinBesar kita, Gusti Sangaji memberi perintah kepada kita untuk menyingkirkan diri kegua Halimun, aku akan mendahului berangkat. Karena Beliau kini sudah kuanggapsebagai Pemimpin Besar Himpunan Sangkuriang yang kelak akan membina hidupdan matinya himpunan kita. Nah, bagaimana pendapat kalian?"

Sebenarnya Tatang Sontani, Dadang Wira-nata, Otong Surawijaya, TubagusSimuntang, Walisana, Ratna Bumi dan Andangkara sudah mempunyai niat untukmengangkat Sangaji sebagai pengganti Gusti Ratu Bagus Boang. Hanya sajamasing-masing merasa segan, berhubung di antara mereka sudah lama terja-disuatu perpecahan. Sekarang Dwijendra menyatakan hai itu sebagai pembuka jalan.Sudah barang tentu, serentak mereka me-nyetujui. Malahan mereka lantasmenyokong dengan suara bulat.

Sebaliknya, begitu Sangaji mendengar suara pernyataan mereka, dengan gugup iamenolak dengan menggoyang-goyangkan tangan. Katanya dengan wajah berubahhebat. "Tidak! Tidak! Sewaktu paman-paman memanggilku dengan menggunakanistilah tuanku, hatiku risih bukan main. Sekarang, paman-paman bahkan hendakmengangkat aku untuk men-duduki kursi pimpinan tertinggi ... ah, betapa mungkin!Lihatlah, paman sekalian! Aku masih muda belia! Lagipula tiada pengala-mankusekelumitpun tentang tata pemerinta-han. Ya, bagaimana aku harus berani men-

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 8/13

duduki tahta pimpinan yang begitu agung dan mulia. Karena itu, aku terpaksamenolak usul paman-paman sekalian."

"Aku adalah adik Ki Tunjungbiru," kata An-dangkara. "Engkau pernah berkatakepadaku, bahwa engkau menganggap kakakku itu sebagai Akimu sendiri. Menurut

pantas, engkau harus memanggil aku dengan sebutan Aki pula. Namun akumemanggilmu dengan tuanku. Malahan kini, aku akan mulai menye-butmu sebagaiGusti. Ya, Gusti Sangaji! Sebab engkaulah memang junjungan kita pada masadatang."

"Apakah aku tidak mempunyai hak suara yang patut tuanku dengar?" ujar TubagusSimuntang. "Himpunan Sangkuriang sudah terlalu lama hidup tanpa pimpinan.Akibatnya saling bentrok dan saling memfitnah. Malahan saling membunuh pula.Kini muncullah Tuan di tengah-tengah kami. Dan kami semua setu-ju dan benar-benar bersedia tunduk serta patuh kepada tuanku."

Mendengar ucapan kedua raja muda itu, hati Sangaji terharu bukan main. Bukankarena mereka bersikap merendah dan menjunjung tinggi dirinya, tetapi sikapkerelaan serta ketu-lusan hatinya demi kesejahteraan Himpunan Sangkuriang dikemudian hari. Namun masih saja ia berbimbang-bimbang. Di dalam benak-nya,teringatlah dia kepada tokoh yang mena-makan diri Gusti Amat. Inilah saat yangsebaik-baiknya untuk minta penjelasan.

Tetapi kala itu, suara tembakan dan kegaduhan pertempuran sudah berada diambang dataran ketinggian Gunung Cibugis. Rasanya tidaklah mungkin lagi iamenerima penjelasan yang diperiukan. Dalam pada itu terdengarlah suara RajaMuda Walisana dan Ratna Bumi si pendiam.

"Tuanku! Menghadapi saat-saat genting, seorang laki-laki harus dapat berpikircepat dan mengambil keputusan yang bijaksana. Kami semua sudah mengambilsuatu kepu-tusan yang tak pernah terjadi semenjak bebe-rapa puluh tahun yanglalu. Karena itu, kami kira tidak ada alasan kita lagi yang bisa menumbangkankeputusan kami dengan suara bulat itu."

"Ya, benar," sahut raja-raja muda lainnya.

Sangaji merasa diri terdesak. Menimbang, bahwa keadaan sangat genting, iabersedia membatalkan pertanyaan tentang diri Gusti

Amat. Pikirnya di dalam hati, biarlah jabatan ini kuterimanya dahulu. Perlahan-lahanaku akan minta penjelasan tentang Gusti Amat. Dan setelah memperoleh pikirandemikian, segera ia berkata memutuskan. "Baiklah. Paman-paman sekalian begitumenghargai diriku. Kalau aku menolak, rasanya aku justru merugikan pendiriHimpunan Sangkuriang ini. Biarlah sementara waktu aku menjabat kursi pimpinanseperti kehendak paman-paman sekalian. Tetapi manakala bahaya sudah ter-

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 9/13

lampui, aku mohon agar paman sekalian memilih seorang pandai yang tepatmendudu-ki jabatan ketua kalian."

Mendengar keputusan Sangaji, sekalian raja muda bersorak berbareng. Dan sorakmereka disambung oleh para pengawal yang berada di luar pintu. Sebentar

kemudian sorak itu sam-bung menyambung dan akhirnya mengguruh ke angkasaseumpama dataran ketinggian Gunung Cibugis bergetar seperti hendak gempabumi.

Benar-benar hebat pengaruh sorak itu. Musuh sudah berada di ambang pintu.Bahaya besar sedang mengancam, namun mereka seakan-akan tidakmenghiraukan karena hatinya penuh syukur dan girang luar biasa. Maklumlah,semenjak lenyapnya Gusti Ratu

Bagus Boang, Himpunan Sangkuriang hidup tanpa pimpinan lagi. Masing-masingraja muda malah saling memisahkan diri. Lalu berdiri sendiri. Akhirnya salingbermusuhan serta bunuh membunuh. Dan sekarang, se-orang pemimpin besarmuncul dengan tak ter-duga. Hebat wibawanya sampai raja-raja muda yangbiasanya tak sudi tunduk kepada siapa saja, bersedia bertekuk lutut mengab-dikandiri. Inilah pemimpin Besar yang dijan-jikan sejarah. Masa depan HimpunanSangkuriang yang gemilang, rasanya sudah nam-pak jelas terbayang di hadapansekalian anggota himpunan. Memperoleh perasaan demikian semua orang anggotahimpunan yang berjumlah ribuan orang, bertekuk lutut sambil bersembahmenghadap pintu Gedung Markas Besar. Tak peduli mereka berada di ba-wahnaungan panji-panji masing-masing. Mereka nampak ikhlas. Bahkan Andangkaraadik Ki Tunjungbiru yang pantas menjadi Aki Sangaji bertekuk lutut pula sambilbersembah kepada Sangaji. Mereka semua menyerukan suatu pengakuan denganserentak: "Hidup raja kami, Gusti Sangaji! Gusti Sangaji! Gusti Sangaji!"

"Silakan semua bangun!" kata Sangaji de-ngan gugup. Kemudian karena sangatmemi-kirkan keselamatan seluruh anggota him-punan dia berkata memerintahkankepada Tatang Sontani. "Paman Tatang Sontani, se-karang perintahkan sekaliananggota him-punan agar memundurkan diri ke dalam gua Halimun. Bawa semuaperbekalan. Dan mus-nahkan semua bangunan yang berada di atas dataranketinggian ini!"

Dengan membungkuk Tatang Sontani meneruskan perintahnya. Dan dengan tertibsekali pasukan panji-panji yang kini bernaung di bawah panji besar HimpunanSangkuriang, bergerak memasuki gua Halimun dengan se-mangat berkobar-kobardi dalam dadanya. Setelah mereka menghilang di dalam gua, barulah para raja-rajamuda ditandu masuk. Kini tinggal beberapa orang saja yang bertugasmembumihanguskan semua bangunan yang berada di atas dataran ketinggian. Apiberkobar-kobar menyala memenuhi dataran. Dan lawan yang berhasil memasukidataran tidak berani mendekat, walaupun jumlahnya besar. Bahkan kompeni yangbersenjata bidik, tidak berdaya menghadapi api.

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 10/13

Setelah pasukan yang menunaikan tugas akhir selesai, mereka memasuki gua pula.Lantas saja pintu-pintu penghubung ditutup atau diputuskan. Maka merekaberpisah dari dunia luar. Sekarang meskipun seekor semut-pun tak dapatmemasuki. Sebab antara gua dan seberang dataran menghadang suatu jurangdalam dan tebingnya yang tinggi curam.

Kebakaran itu berlangsung sampai lima malam lamanya. Markas Besar HimpunanSangkuriang dahulu, didirikan atas perintah Ratu Bagus Boang pada zaman RatuFatimah mulai berpengaruh di dalam Kerajaan Banten. Umurnya hampir mencapaiseratus tahun. Sekarang musnah dengan cepat tinggal tum-pukan puing-puingnyabelaka. Siapa saja akan menjadi terharu apabila teringat sejarahnya. Namundemikian, setiap anggota meman-dangnya dengan penuh ikhlas. Karena runtuh-nyagedung bersejarah itu adalah atas perintah pemimpin besarnya yang baru. Denganbegitu terasalah, betapa berwibawa Sangaji dan beta-pa patuh mereka kepadasemua perintah-pe-rintahnya. lnilah suatu kejadian yang ajaib. Mimpipun takpernah, bahwa anak muda yang dahulu terkenal tolol dan anak seorang jandamiskin, bisa menduduki tahta kewibawaan demikian tinggi. . Setelah api padam,musuh mencoba mem-bongkar tumpukan puing-puing. Mereka me-nemukanpuluhan anggota Himpunan Sangkuriang yang sudah mati terbakar. Sebenarnyamereka semua sudah tewas sebelum terbakar. Mereka dilemparkan ke dalam api,untuk me-ngelabui lawan. Benar juga, lawan mengira bahwa yang mati adalah parapemimpin Himpunan Sangkuriang, karena berputus asa. Maklumlah, muka merekatak dapat dikenali lagi. Maka setelah memperoleh kesimpulan demikian, denganpuas lawan meninggalkan dataran ketinggian Gunung Cibugis dengan perasaanpuas.

Dalam pada itu, Tatang Sontani dengan re-kan-rekannya sudah menempatkankeduduk-an pasukan-pasukan bawahannya. Ternyata yang disebut gua Halimun,benar-benar meru-pakan sebuah lapangan luas yahg terlindung oleh pagar tebingtinggi dengan jalan-jalan rahasianya. Di dalamnya terdapat kamar-kamar batupenuh bekal makanan. Meskipun dimakan oleh dua puluh ribu manusia, tidak akanhabis selama dua bulan.

Di dalam gua tersebut semua anggota Himpunan Sangkuriang hidup menurutpetun-juk pemimpinnya masing-masing. Mereka sangat tertib dan tidak beranibergerak dengan sembarangan, karena tahu bahwa gua Halimun merupakandaerah larangan serta dipandang keramat. Hanya para raja muda pada setiap kali

datang mengunjungi Sangaji yang sudah merupakan pemimpin besar mereka.Dengan hati terbuka, Sangaji mengisahkan riwayat hidupnya sampai datang kedataran ketinggian Gunung Cibugis. Seperti diketahui, ia tak pandai bercerita.Namun di hadapan mereka, ia memaksa diri agar dapat bercerita sebanyakmungkin. Dan usahanya sedikit banyak membawa hasil juga. Setidak-tidaknya jauhlebih baik daripada biasanya.

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 11/13

"Satu hal yang kini hendak kupinta kete-rangan dari sekalian," akhirnya dia berkatamengesankan. "Manakala aku sudah mene-rima penjelasan, hatiku akan tenteramdan lebih mantap."

"Apakah itu?" sahut raja muda dengan serentak.

"Siapakah sebenarnya yang disebut Gusti Amat? Menurut keterangan, beliaulahyang menduduki kursi pimpinan. Karena itu, aku bernrat hendak mengembalikankedudukanku kini kepada Beliau."

Tatang Sontani, Dadang Wiranata, Tubagus Simuntang, Andangkara dan raja-rajamuda lainnya saling berpandangan. Mereka seperti kehilangan sesuatu yangterenggut dengan tiba-tiba. Lalu, setelah melalui keheningan beberapa saatlamanya, Andangkara berkata kepada Tatang Sontani.

"Sontani! Hayolah, kau mewakili kami semua memberi keterangan kepada junjungan kita. Dengan begitu, awan gelap akan tersapu untuk selama-lamanya!"

Mendengar ucapan Andangkara, raja-raja muda lainnya segera menyokong. Makade-ngan takzim Tatang Sontani menghadap Sangaji. Kemudian berkatamenerangkan. "Gusti Sangaji! Himpunan Sangkuriang ini didirikan oleh almarhumRatu Bagus Boang. Seperti diketahui, Ratu Bagus Boang adalah salah seorangputera mahkota Kerajaan Ban-ten. Hanya sayang, ia tidak dapat naik tahta,berhubung kelemahan hati Sultan tua. Dan akhirnya tahta kerajaan jatuh kepadaRatu Fatimah seorang janda bekas isteri letnan VOC."

"Ya, aku tahu," potong Sangaji.

"Baik," Tatang Sontani menyahut cepat. Meneruskan, "Himpunan Sangkuriang kamiterbagi menjadi dua sayap yang diduduki oleh enam orang raja muda. Merekalah:Dadang Wiranata, Otong Surawijaya, Ratna Bumi, Dwijendra, Andangkara danWalisana. Kemu-dian Tubagus Simuntang menempati sebagai penghubungseumpama leher kita. Sedangkan para penasihat, terdiri dari almarhum Ki Tapa,Maulana Syafri, Suryapranata, Ki Tunjungbiru, hamba sendiri dan Diah Kartika."

"Diah Kartika?" Sangaji kaget.

"Ya, apakah Gusti Sangaji kenal dia?"

Sangaji diam menimbang-nimbang. Kha-watir akan mengganggu jalannyaketerangan, ia hanya mengangguk kecil. Kemudian berkata, "Teruskan!"

"Semula, sewaktu Gusti Ratu Bagus Boang masih hidup, keadaan kita bersatu padu. Tetapi setelah beliau hilang tiada kabarnya, mulailah para raja muda memisahkandiri. Masing-masing mempunyai panji, lambang kekuasaannya, Obor Menyala, KudaSembra-ni, Keris Sakti, Bintang, Garuda dan Bunga Merekah. Hambapun tidak luputdari segala kesalahan. Hamba sengaja menduduki Ge-dung Markas Besar sebagai

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 12/13

pusat pemerinta-han. Mereka boleh saling tikam dan boleh saling memusnahkan,namun takkan mungkin mereka berani memusnahkan Gedung Markas Besarsebagai lambang kejayaan Himpunan Sangkuriang. Demikianlah keyakinan hamba."

"Eh, mengapa tak berterus terang saja?" tungkas Otong Surawijaya. "Kau

mengharap agar kita semua mampus, bukan? Lalu kau akan mengumpulkan sisa-sisa anak buah kita.

Dengan begitu kau akan dicatat sejarah seba-gai seorang raja muda yang memilikiseluruh pasukan panji-panji, memang kau hebat!"

"Otong! Apakah kau tak bisa menutup mulutmu," tegur Dwijendra. "Dia sudah kitapercayai untuk mewakili mulut kita. Nah, de-ngan begitu tak berhak kau membukamulut-mu ...

Otong Surawijaya hendak mendamprat lagi-. Tiba-tiba teringatlah dia, bahwa dihadapannya kini sudah ada seorang pemimpin besarnya. Maka mau tak mau iamembatalkan niatnya sendiri.

"Pada suatu hari Ki Tunjungbiru datang ke-pada hamba," Tatang Sontanimeneruskan. "Dia datang atas nama seluruh raja-raja muda, katanya. CIntukmengatasi perpecahan, dia mengusulkan agar membentuk seorang ketuahimpunan bayangan.".

'Pemimpin bayangan bagaimana?' hamba minta keterangan.

'Clntiik mengatasi penyakit kanak-kanak yang terjangkit di segala bidang. Bukankahperpecahan dan perebutan kekuasaan dengan segala kuman-kumannya adalah

suatu penyakit kanak-kanak?' katanya. 'Kalian boleh hancur, tetapi tidak bolehmembawa hancur Himpunan Sangkuriang. Semata-mata disebabkan suatu nafsubesar hendak menduduki tahta pengganti Gusti Ratu Bagus Boang. Itulahsebabnya, aku mengusulkan seorang pemimpin atau ketua bayangan, seumpamabendera putih kita. Betapapun besar jurang kehancuran, namun apabila salahseorang raja muda menggunakan bendera putih tersebut, masing-masing harusmemundurkan. Barang siapa melanggar pantangan itu, semua raja muda akandatang menghancurkan.'

'Apakah maksudmu, semua raja muda bo-leh menggunakan nama ketua bayanganitu?' hamba minta keterangan.

'Demi persatuan atau tujuan ke dalam, boleh. Tetapi ke luar, akan diselenggarakanoleh penasihat Maulana Syafri,' kata Ki Tunjungbiru.

Dan nama ketua bayangan itu, kita sebut dengan Gusti Amat. Nama itu seumpamasebuah jembatan penghubung antara raja mu: da yang satu dengan yang lainnya.Clmpama-nya raja muda Otong Surawijaya selalu ben-trok dengan hamba. Tapipada suatu hari, markas besar terancam bahaya. Hamba mem-butuhkan

8/6/2019 45-GUSTI-AMAT

http://slidepdf.com/reader/full/45-gusti-amat 13/13

bantuannya demi keselamatan Himpunan Sangkuriang seluruhnya. CIntuk datangsendiri, tidaklah mungkin. Leher hamba bisa dikutungi. Tetapi manakala hambamengirimkan sehelai kartu undangan atas nama Gusti Amat, maka dia akan datangmemenuhi semata-mata mengingat nama Himpunan Sangkuriang."

Sangaji mendengarkan uraian Tatang Son-tani dengan saksama. Tiba-tibateringatlah dia kepada peristiwa di luar kota Jakarta.

"Beberapa kawan datang ke rumahku atas perintah Gusti Amat. Siapakah yangmeme-gang peranan Gusti Amat itu?"

"Sudah hamba terangkan, bahwa urusan luar akan diperankan oleh penasihatMaulana Syafri. Dia berhak menggunakan atau meme-rankan nama Gusti Amat,setelah mendapat persetujuan dari Dewan Penasihat yang terdiri dari, hambasendiri, Suryapranata, Ki Tunjungbiru dan dia sendiri. Dan semua sepak ter-jangnyaatau setiap keputusan Dewan Penasihat akan diteruskan kepada raja-raja mudauntuk diketahui. Dengan demikian, setiap raja muda akan bisa memeriksa sepakterjang Dewan Penasihat pula yang bertindak atas nama Himpunan Sangkuriang."

Mendengar penjelasan itu, hati Sangaji kagum bukan main. Terasa dalam hatinya,bahwa Himpunan Sangkuriang benar-benar merupakan suatu organisasi yang tertibdan berwibawa. Maka ia menegas lagi, "Jadi Gusti Amat benar-benar bukan namaseseorang?"

"Bukan," mereka menyahut hampir seren-tak.

Sangaji diam merenung-renung. Sejenak kemudian berkata memutuskan. "Pamanse-kalian. Tadinya, aku berani menerima jabatan ketua himpunan karena bersandarkepada nama agung itu. Kelak aku akan mengemba-likan kepadanya. Ternyatanama itu hanyalah semacam nama sebutan belaka. Meskipun demikian, aku tetapmengharap kepada paman sekalian agar di kemudian hari mencari seseorang yangbenar-benar pandai dan benar-benar tepat sebagai ketua paman sekalian."

"Tetapi apakah bedanya antara Gusti Amat dan Gusti Sangaji?" tungkas TatangSontani.

"Ada bedanya," seru Otong Surawijaya. "Bedanya Gusti Amat hanya suatu nama ba-yangan, sedangkan Gusti Sangaji benar-benar ada."

"Ya, benar," kata Dadang Wiranata. "Kali ini kau bisa berkata benar."

Mendengar perkataan Dadang Wiranata, rekan-rekannya tertawa bergegeran.Memang, selamanya Otong Surawijaya hanya merupakan tukang damprat. Tapi kaliini, benar-benar bermata tajam. Maka diam-diam mereka menyetujui pendapatnya.