i gusti ngurah puger

15
WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011 14 OZONE HOLE DAN KETERKAITANNYA DENGAN PEMANASAN GLOBAL Oleh I Gusti Ngurah Puger 1 Abstrak: Pemanasan global yang berdampak luas pada per- ubahan iklim global, pada hakikatnya berkaitan erat dengan lubang ozon (ozone hole) dan gas rumah kaca. Adanya radikal Cl + yang berasal dari foto dekomposisi CFC oleh sinar ultra- violet dapat mengikat O yang berasal dari ozon, dan pada reaksi selanjutnya gas NO akan mengikat O yang berasal dari ozon mengakibatkan menipisnya lapisan ozon. Adanya radikal Cl + dan gas NO di stratosfer dapat mengakibatkan terjadinya lubang ozon. Lubang ozon ini akan berperan sebagai pintu masuk sinar ultraviolet ke bumi. Sinar ultraviolet ini sebagian diserap oleh bumi dan sebagian dipantulkan ke atmosfer. Karena sinar ultraviolet terperangkap oleh gas rumah kaca, maka sinar tersebut dipantulkan kembali ke bumi, demikian seterusnya. Kejadian inilah yang mengakibatkan adanya pema- nasan global. Kata kunci: Ozone hole, CFC, NO, sinar ultraviolet, dan pemanas- an global. 1) I Gusti Ngurah Puger adalah staf edukatif pada Universitas Panji Sakti Singaraja. Pendahuluan Bumi merupakan satu-satunya planet yang memiliki biosfer. Biosfer merupa- kan lapisan dari bumi yang dapat dihuni oleh makhluk hidup. Agar makhluk hidup di bumi tetap lestari, diperlukan berbagai upaya agar sinar matahari, terutama sinar ultraviolet yang dapat sampai ke bumi akan dapat membahayakan kehidupan di bumi. Secara alamiah, pada lapisan stratosfer bumi sudah ada lapisan yang dapat mencegah sinar ultraviolet matahari sampai ke bumi. Lapisan yang maha vital ini, sering dikenal dengan sebutan lapisan ozon (O3). Dengan adanya ozon, maka kita dan makhluk hidup lainnya yang ada di bumi dapat melakukan aktivitas dengan aman. Radiasi ultraviolet sinar matahari dengan panjang gelombang kurang dari 240 nm di- serap oleh O2 dan O3 atmosfer, tetapi untuk panjang gelombang antara 240 nm dan 320 nm hanya O3 yang efektif. Panjang gelombang kurang dari 320 nm merupakan

Upload: deni-sucses

Post on 02-Aug-2015

56 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

14

OZONE HOLE DAN KETERKAITANNYA

DENGAN PEMANASAN GLOBAL

Oleh I Gusti Ngurah Puger1

Abstrak: Pemanasan global yang berdampak luas pada per-

ubahan iklim global, pada hakikatnya berkaitan erat dengan

lubang ozon (ozone hole) dan gas rumah kaca. Adanya radikal

Cl+ yang berasal dari foto dekomposisi CFC oleh sinar ultra-

violet dapat mengikat O yang berasal dari ozon, dan pada

reaksi selanjutnya gas NO akan mengikat O yang berasal dari

ozon mengakibatkan menipisnya lapisan ozon. Adanya radikal

Cl+ dan gas NO di stratosfer dapat mengakibatkan terjadinya

lubang ozon. Lubang ozon ini akan berperan sebagai pintu

masuk sinar ultraviolet ke bumi. Sinar ultraviolet ini sebagian

diserap oleh bumi dan sebagian dipantulkan ke atmosfer.

Karena sinar ultraviolet terperangkap oleh gas rumah kaca,

maka sinar tersebut dipantulkan kembali ke bumi, demikian

seterusnya. Kejadian inilah yang mengakibatkan adanya pema-

nasan global.

Kata kunci: Ozone hole, CFC, NO, sinar ultraviolet, dan pemanas-

an global. 1) I Gusti Ngurah Puger adalah staf edukatif pada Universitas

Panji Sakti Singaraja.

Pendahuluan

Bumi merupakan satu-satunya planet yang memiliki biosfer. Biosfer merupa-

kan lapisan dari bumi yang dapat dihuni oleh makhluk hidup. Agar makhluk hidup di

bumi tetap lestari, diperlukan berbagai upaya agar sinar matahari, terutama sinar

ultraviolet yang dapat sampai ke bumi akan dapat membahayakan kehidupan di bumi.

Secara alamiah, pada lapisan stratosfer bumi sudah ada lapisan yang dapat

mencegah sinar ultraviolet matahari sampai ke bumi. Lapisan yang maha vital ini,

sering dikenal dengan sebutan lapisan ozon (O3). Dengan adanya ozon, maka kita dan

makhluk hidup lainnya yang ada di bumi dapat melakukan aktivitas dengan aman.

Radiasi ultraviolet sinar matahari dengan panjang gelombang kurang dari 240 nm di-

serap oleh O2 dan O3 atmosfer, tetapi untuk panjang gelombang antara 240 nm dan

320 nm hanya O3 yang efektif. Panjang gelombang kurang dari 320 nm merupakan

Page 2: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

15

spektra fotoabsorpsi ADN dan dapat menimbulkan gangguan pada proses biologis,

meliputi kanker kulit (Muderawan, 1991). Lebih lanjut dikatakan bahwa berkurang-

nya jumlah ozon atmosfer tidak sebanding dengan kenaikan jumlah radiasi ultraviolet

yang dapat menembus atmosfer dan mencapai bumi. Pengurangan 10% ozon meng-

hasilkan kenaikan 250% pada 290 nm, dan 500% pada 287 nm.

Dalam keadaan alamiah, setiap radikal oksigen dengan cepat bergabung

dengan molekul oksigen (O2) membentuk ozon (O3). Ozon dengan mudah menyerap

sinar ultraviolet atau tampak dan terdisosiasi menjadi dua bagian, yaitu O2 dan O.

Atom oksigen bebas akan bergabung dengan molekul oksigen lainnya membentuk

ozon kembali. Ozon dapat bertumbukan dengan atom oksigen bebas dan membentuk

dua molekul oksigen stabil. Proses ini akan berlangsung terus dan menghasilkan ozon

dalam keadaan tetap (dynamic steady state), di mana laju pembentukan ozon sama

dengan laju peruraian. Laju pembentukan ozon adalah sekitar 107 molekul cm-3 detik-1

pada ketinggian 30 km (Puger, 2010).

Menurut Jones dan Wigley (1989), penggunaan zat kimia secara luas, seperti

klorofluorokarbon (CFC) yang dikenal pula dengan nama freon dapat menyebabkan

hilangnya ozon secara drastis. CFC pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada

tahun 1928 untuk menggantikan berbagai bahan lain yang dianggap tidak aman untuk

mesin pendingin. CFC sangat stabil, tidak mudah terbakar dan sangat ekonomis, diper-

kenalkan dalam kaleng aerosol dan busa, seperti untuk pemadam api. Dua jenis freon

yang utama dan banyak digunakan adalah freon-11, memiliki rumus molekul CFCl2,

dan freon-12 dengan rumus molekul CF2Cl2. Karena kestabilannya, CFC bisa bertahan

sangat lama, untuk freon-11 dan freon-12, masing-masing mampu bertahan sampai

75 tahun dan 100 tahun.

Perlu diketahui bahwa, CFC yang lepas sampai ke atmosfer bumi merupakan

ancaman yang serius bagi bumi itu sendiri. Di satu sisi, CFC merupakan ancaman ter-

hadap kerusakan lapisan ozon, dan di sisi lain, CFC merupakan gas rumah kaca (GRK).

Oleh karena itu, pemakaian CFC dan sejenisnya harus dihentikan dengan cara mencari

senyawa pengganti yang ramah dan aman terhadap lingkungan. Kesepakatan pengu-

rangan dan penghentian pemakaian CFC ini telah disepakati bersama oleh negara-

negara industri, berdasarkan kesepakatan internasional yang diadakan di Montreal,

Kanada pada tahun 1986. Dalam kesepakatan tersebut diharapkan penurunan pro-

duksi sampai 20% dicapai pada tahun 1993, kemudian penurunan produksi sampai

dengan 30% dicapai pada tahun 1998 (Wardhana, 2010).

Berkaitan dengan uraian yang sudah disebutkan, dalam artikel ini diajukan dua

permasalahan, yaitu: Bagaimanakah proses terbentuknya lubang ozon pada atmosfer

bumi?, dan Bagaimanakah keterkaitan lubang ozon dengan pemanasan global?

Page 3: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

16

Lubang Ozon

Ozon yang kita bicarakan pada bagian ini ialah ozon dalam lapisan stratosfer.

Ozon ini adalah ozon ‘baik’ karena ia melindungi makhluk hidup dari penyinaran sinar

ultraviolet (UV). Ozon di dalam troposfer, walaupun susunan kimianya sama dengan

ozon di stratosfer, mempunyai efek lain terhadap bumi dan makhluk hidup yang

menghuninya. Ozon di troposfer ini bersifat racun dan merupakan salah satu gas

rumah kaca. Karena itu, ozon ini merupakan ozon ‘buruk’.

Ozon mempunyai rumus kimia O3, jadi menyerupai rumus kimia molekul

oksigen ‘O2’ dengan sebuah atom oksigen lebih banyak. Dengan demikian, ozon mem-

punyai berat jenis 1,5 kali lebih besar daripada gas oksigen. Pada suhu kamar, ozon

juga berupa gas. Ia mengkondensasi pada suhu -112oC menjadi zat cair yang berwarna

biru. Zat cair ini membeku pada -251,4oC. Di atas 100oC ozon dengan cepat mengalami

dekomposisi.

Ozon adalah zat oksidan yang kuat, beracun, dan zat pembunuh jasad renik

yang kuat pula. Karena itu, ozon digunakan untuk menyucihamakan air minum, misal-

nya dalam produksi air minum yang kini banyak kita kenal yang dikemas dan dijual

dalam botol plastik. Kecuali menyucihamakan air minum, ozon juga menghilangkan

warna dan bau yang tidak enak dari air. Ozon mengganggu kesehatan tumbuhan,

hewan, dan manusia.

Menurut Soemarwoto (1992), di dalam stratosfer, ozon terbentuk secara

alamiah dari molekul oksigen (O2) melalui reaksi fotokimia, yaitu reaksi kimia yang

menggunakan cahaya sebagai sumber energinya. Untuk reaksi ini, diperlukan energi

yang besar. Karena itu, dalam pembentukan ozon dari molekul oksigen diperlukan

sinar UV dengan gelombang pendek.

Sinar UV yang dipancarkan oleh matahari dapat dibagi dalam empat bagian.

Bagian pertama disebut sinar UV-A, dengan panjang gelombang antara 320 sampai

400 nm; bagian kedua sinar UV-B dengan panjang gelombang antara 280 sampai 320

nm; bagian ketiga sinar UV-C dengan panjang gelombang antara 200 sampai 280 nm,

dan yang keempat UV ekstrem dengan panjang gelombang antara 100 sampai 200 nm.

Menurut hukum fisika, makin pendek panjang gelombang sejenis sinar, makin tinggi

energi yang terkandung olehnya. Sinar UV ekstrem dan UV-C yang berenergi tinggi

seluruhnya terabsorpsi dalam pembentukan ozon.

Ozon yang terbentuk mengalami pula reaksi fotokimia, yaitu pecah kembali

menjadi O2. Reaksi ini memerlukan energi yang lebih kecil daripada pembentukannya

dari molekul oksigen, yaitu cukup dengan energi yang terkandung dalam UV-B yang

bergelombang lebih panjang. Reaksi ini mengabsorpsi sebagian besar sinar UV-B.

Page 4: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

17

Dalam alam, pembentukan dan destruksi ozon ada dalam keadaan seimbang,

sehingga kadar ozon terdapat dalam keseimbangan dinamik. Kedua reaksi tersebut

dengan efektif dapat menghalangi sinar UV esktrem dan UV-C serta sebagian sinar UV-

B untuk sampai ke bumi. Inilah mekanisme alam yang melindungi bumi dan penghu-

ninya dari penyinaran UV bergelombang pendek yang berbahaya bagi kehidupan.

Kedua reaksi itu juga merupakan sebab naiknya suhu di dalam stratosfer dibanding-

kan dengan di troposfer.

Ozon yang terbentuk tinggal di stratosfer pada ketinggian 12 sampai 25 km

sebagai lapisan yang menyelimuti bumi. Kadar ozon itu sangatlah rendah, sehingga

seandainya seluruh ozon yang ada di stratosfer itu dipadatkan pada suhu dan tekanan

di permukaan bumi tebal lapisan ozon itu hanyalah beberapa milimeter saja. Kadar

ozon dinyatakan dalam satuan dobson. Satu unit Dobson ialah satu seperseratus

(1/100) milimeter tebal lapisan ozon pada suhu dan tekanan standar, yaitu 0oC dan

tekanan udara 1 atmosfer (Gribbin, 1990).

Dalam tahun 1985, Farman dan kawan-kawannya yang merupakan anggota

tim peneliti Antarktika Inggris mengumumkan, antara tahun 1977 sampai 1984 kadar

ozon di atas stasiun penelitian mereka di Halley Bay, Antarktika, telah turun dengan

drastis. Penurunan ini terjadi pada bulan Oktober, yaitu musim semi di Antarktika

pada waktu matahari mulai terbit lagi setelah sepanjang musim dingin tak ada

matahari. Antara tahun 1950 dan pertengahan 1970-an kadar ozon itu berkisar se-

kitar 300 unit Dobson, yaitu setebal lapisan 3 mm pada suhu dan tekanan standar.

Akan tetapi, pada bulan Oktober 1978, kadar itu turun menjadi hanya 125 unit

Dobson. Temuan tim Inggris ini membuat kehebohan, karena satelit Nimbus 7

Amerika Serikat tidak melaporkan penurunan yang drastis itu. Padahal satelit itu

telah mengorbit sejak tahun 1978 dan secara teratur memantau kadar ozon dengan

peralatan pengukuran ozonnya ‘Total Ozone Mapping Spectrometer (TOMS)’ dan Solar

Backscatter Ultraviolet (SBUV). Para pakar di Goddard Space Flight Center yang ber-

tanggung jawab atas eksperimen TOMS dan SBUV sangat terkejut dan merasa keco-

longan. Dengan saksama mereka memeriksa kembali rekaman TOMS dan SBUV dan

ternyata penurunan itu sebenarnya terekam oleh kedua peralatan tersebut. Akan

tetapi, karena para pakar belum pernah menjumpai kadar yang sangat rendah itu,

mereka menginstruksikan kepada komputer yang mengolah data itu untuk menolak

semua angka di bawah 180 unit Dobson. Angka yang rendah itu dianggap salah. Data

TOMS dan SBUV yang diperiksa kembali itu memperkuat temuan Farman dan laporan

Farman itu tidak lagi diragukan oleh para peneliti lain. Seperti telah disebut di muka,

penurunan kadar ozon yang drastis itu kemudian mendapatkan julukan lubang ozon

(ozone hole) (Soemarwoto, 1992).

Page 5: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

18

Lubang ozon sangat merisaukan, karena dengan menurunnya kadar ozon itu

berarti akan makin bertambahnya sinar UV-B yang akan dapat sampai ke bumi.

Dampak bertambahnya sinar UV-B itu akan sangat besar terhadap makhluk hidup di

bumi. Karena itu, pengumuman tim Inggris itu menarik banyak perhatian dan banyak

penelitian dilakukan untuk berusaha mengungkapkan sebab terjadinya lubang ozon.

Sebelum ditemukannya lubang ozon itu, sebenarnya telah ada kekhawatiran

akan terjadinya masalah itu, yaitu dalam kaitannya dengan pengembangan pesawat

supersonik (SST = Supersonik Transport). Para pakar dan para aktivis lingkungan

mengkhawatirkan uap air dan oksida nitrogen (NOx) yang dihasilkan dalam pemba-

karan bahan bakar pesawat itu akan merusak lapisan ozon di stratosfer. Sistem

NO/NO2 merupakan sistem katalisator perusakan ozon. Gerakan lingkungan itu meru-

pakan faktor penting dalam terhentinya proyek SST Amerika Serikat, namun proyek

pesawat Concord yang dibiayai oleh Inggris dan Perancis dapat terus berjalan. Akhir-

akhir ini kekhawatiran itu timbul lagi dengan adanya usul pembuatan SST baru yang

disebut ‘Orient Express’ yang terbang pada ketinggian yang lebih tinggi lagi.

Ada pula kekhawatiran lain, yaitu naiknya kadar N2O di dalam atmosfer. N2O

itu berasal dari, antara lain, pembakaran biomassa dan penggunaan pupuk N. Di

dalam atmosfer, N2O itu naik sampai ke stratosfer. N2O merupakan sumber untuk ter-

jadinya NO. Kekhawatiran tentang kerusakan ozon itu meningkat setelah Molina dan

Rowland dalam tahun 1973 mengumumkan temuan mereka bahwa segolongan zat

kimia yang disebut klorofluorokarbon, yang disingkat CFC, berpengaruh sangat besar

terhadap perusakan ozon. Setelah itu, CFC mendominasi permasalahan perusakan

ozon dan menjadi zat yang sangat dicurigai sebagai penyebab utama terjadinya

lubang ozon. Karena pentingnya kedudukan CFC dalam masalah lubang ozon, baiklah

kita uraikan dulu tentang CFC.

Klorofluorokarbon merupakan segolongan zat kimia yang terdiri atas tiga jenis

unsur, yaitu klor (Cl), fluor (F), dan karbon (C). Singkatan umum untuk klorofluoro-

karbon adalah CFC. Di samping CFC, terdapat pula segolongan zat kimia lain yang

merusak ozon, yaitu yang disebut halon, dan juga karbontetraklorid (CCl4).

CFC tidak ditemukan dalam alam, melainkan merupakan zat hasil rekayasa

manusia. Ia ditemukan dalam tahun 1920-an. CFC tidak beracun, tidak terbakar, dan

sangat stabil karena tidak mudah bereaksi. Karena itu, ia merupakan zat yang sangat

ideal untuk industri. CFC-12 (CCl2F2) sangat banyak digunakan sebagai zat pendingin

dalam kulkas dan AC mobil. AC rumah lebih banyak menggunakan zat yang menye-

rupai CFC, yaitu HCFC-22 (CHClF2). Perkembangan mesin pendingin ini memacu per-

kembangan industri makanan, pembangunan gedung perkantoran yang besar-besar

dan pariwisata, misalnya hotel dan toko swalayan. Di dalam industri CFC-11 (CFCl3)

Page 6: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

19

digunakan untuk membuat plastik busa, misalnya bantal kursi dan jok mobil, plastik

pelindung dalam kemasan serta piring dan gelas plastik. Kebutuhan plastik busa naik

pula untuk digunakan sebagai bahan untuk mengisolasi ruangan dari panas atau

dingin, karena naiknya harga energi untuk memanasi atau mendinginkan ruangan.

Campuran CFC-11 dan CFC-12 merupakan bahan utama sebagai gas pendorong pada

aerosol, yaitu bahan yang dikemas dalam kaleng pada tekanan tinggi. Bahan itu dapat

disemprotkan dengan memijat sebuah tombol kecil pada kaleng itu. Beberapa contoh

ialah kemasan aerosol parfum, zat pewangi, hairspray, deodoran, zat pembersih kaca,

dan racun hama. Di dalam industri elektronika, CFC-113 digunakan sebagai zat untuk

membersihkan permukaan mikrocip dari berjenis kotoran. Ia digunakan pula dalam

dry cleaning. Kiranya tak ada seorang pun di dunia ini yang tidak mengenyam manfaat

CFC. Orang di desa yang membeli barang elektronik yang dikemas dalam dus dengan

dilindungi plastik busa, misalnya, secara tidak langsung telah juga ikut mengonsumsi

CFC (Jones dan Wigley, 1989).

Di samping manfaat CFC di atas, perlu juga diketahui bahwa gas CFC tidak

mudah terurai bila terlepas ke atmosfer, sehingga bisa sampai ke lapisan stratosfer.

Selain bersifat sebagai gas rumah kaca, gas CFC juga bersifat merusak lapisan ozon

sehingga timbul lubang ozon atau ozone hole. Lapisan ozon adalah lapisan pelindung

bumi terhadap radiasi sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari. Apabila lapis-

an ozon rusak, muncul lubang ozon karena lapisan ozon ‘termakan’ oleh gas CFC.

Fungsi lapisan ozon sebagai pelindung bumi pun hilang. Sinar ultraviolet akan mene-

robos atmosfer bumi dan terus sampai ke bumi. Akibatnya, bumi menjadi panas.

Menurut Wardhana (2010), adapun lubang ozon terbentuk karena reaksi foto

dekomposisi oleh energi sinar ultraviolet sebagai berikut.

Cl2F2C + sinar ultraviolet ---> ClF2C + Cl+ (radikal) (1)

O3 (ozon) + Cl+ (radikal) ---> ClO + O2 (2)

ClO + 0,5O2 ---> Cl + O2 (3)

Reaksi (2) tersebut di atas adalah reaksi terjadinya lubang ozon yang melolos-

kan sinar ultraviolet menembus atmosfer bumi sehingga bumi menjadi panas. Selan-

jutnya pada reaksi (3) tersebut di atas adalah reaksi ikutan yang menghasilkan atom

Cl yang termasuk ke dalam kelompok halogen yang bersifat reaktif. Dalam kelompok

halogen, reaktivitas atom Cl cukup tinggi, menempati urutan kedua setelah reaktivitas

atom Fluor. Ada kemungkinan bahwa atom Cl yang reaktif tersebut akan makin reaktif

saat terkena sinar ultraviolet, karena atom Cl berubah menjadi radikal Cl+, seperti

yang terjadi pada reaksi (1). Reaksi kerusakan lapisan ozon akan berlanjut sebagai

berikut.

Page 7: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

20

Cl + sinar ultraviolet ---> Cl+ (4)

O3 + Cl+ ---> O2 + ClO (5)

Reaksi (5) tersebut di atas adalah reaksi kerusakan lapisan ozon tahap kedua,

sedangkan kerusakan lapisan ozon tahap ketiga diakibatkan adanya Nitrogen Oksida

dalam lapisan atmosfer. Reaksi kerusakan lapisan ozon tahap ketiga didahului oleh

reaksi foto dekomposisi oleh energi sinar ultraviolet terhadap ozon itu sendiri. Reaksi

tahap ketiga adalah sebagai berikut.

O3 + sinar ultraviolet ---> O2 + O (6)

Kemudian atom O yang terbentuk pada reaksi (6) akan bereaksi lebih lanjut dengan

molekul ClO, sebagai berikut. ClO + O ---> Cl + O2 (7) Cl + O2 ---> ClO + O2 (8) --------------------------- + O + O2 ---> 2O3 (9)

Reaksi (9) sebenarnya merupakan reaksi pembentukan ozon alamiah, tetapi hanya

bersifat ‘sementara’ karena ozon yang baru terbentuk akan bereaksi lagi. ClO + NO ---> Cl + NO2 (10) O3 + Cl ---> ClO + O2 (11) ----------------------------- + O3 + NO ---> NO2 + O2 (12)

Reaksi (12) adalah kerusakan lapisan ozon tahap ketiga, yaitu reaksi adanya NO di

atmosfer yang dipicu oleh keberadaan CFC yang terlepas ke lapisan atmosfer bumi.

Pada saat ini lubang ozon telah tampak di atas Kutub Selatan yang menyebab-

kan suhu udara Kutub Selatan lebih hangat dari sebelumnya. Akibatnya, sebagian es

mencair dan banyak pulau es yang hilang karena pencairan tersebut. Lubang ozon di

atas Kutub Selatan pada saat ini makin besar dan mulai bergerak ke arah khatulistiwa.

Bila tidak ada usaha menghentikan pergerakan lubang ozon yang makin besar dan

menuju ke arah utara tersebut, maka negara-negara yang berada di khatulistiwa, ter-

masuk Indonesia akan mengalami bencana.

Sebagai tambahan, perlu diketahui bahwa senyawa kimia CFC kini mulai dila-

rang penggunaannya karena dapat merusak lapisan ozon. Akan tetapi ada negara

industri yang melanggar larangan pemakaian CFC dan tetap memakai senyawa kimia

tersebut dalam aktivitas industrinya, karena hanya memikirkan keuntungan tanpa

memedulikan kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Senyawa CFC memiliki

nama dagang freon atau juga suva (khusus buatan Du Pont).

Page 8: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

21

Senyawa-senyawa kimia yang merupakan turunan CFC mempunyai kestabilan

atau waktu tinggal (residence time) yang cukup lama, hingga puluhan tahun, bila ter-

lepas ke atmosfer dan pada umumnya bisa menembus sampai melewati lapisan tro-

posfer atas bahkan ada yang sampai ke lapisan stratosfer. Pemakaian senyawa CFC

dan sejenisnya di dunia cukup banyak, dapat mencapai ratusan ribu ton per tahunnya,

sehingga kemungkinan terlepas ke atmosfer cukup besar. Kalau tidak dikendalikan,

pemakaian CFC jelas merupakan ancaman terhadap kerusakan lapisan ozon. Waktu

tinggal senyawa-senyawa tersebut bila terlepas ke atmosfer dan perkiraan emisi se-

nyawa tersebut terlepas ke atmosfer antara lain dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Waktu tinggal senyawa CFC dan sejenisnya di atmosfer.

No. Nama Senyawa Kimia Waktu Tinggal (Tahun) Emisi (1000 ton Per Tahun)

1. Carbon Tetra Chlorid 67 66

2. CFC-11 76 238

3. CFC-12 139 412

4. CFC-113 92 138

5. Halon-1211 12 3

6. Halon-1301 101 3

7. Methyl Chloroform 8 474

Sumber: Wardhana (2010).

Dampak lubang ozon tidak hanya terbatas pada tumbuhan dan hewan, melain-

kan juga pada manusia. Karena energi yang tinggi yang dikandungnya, sinar UV-B juga

dapat merusak protein dan ADN, pembawa sifat keturunan makhluk hidup. Perusakan

ADN dapat mengubah sel menjadi sel kanker, khususnya kanker kulit. Kepekaan ter-

hadap penyakit kanker kulit lebih tinggi pada orang yang berkulit putih daripada

orang berwarna. Hal ini karena pigmen kulit melanin merupakan pelindung terhadap

penyinaran UV-B. Salah satu jenis kanker kulit tersebut ialah melanoma yang jumlah

kasusnya lebih sedikit daripada kanker kulit yang lain, namun mempunyai mortalitas

yang lebih tinggi. Di seluruh dunia, setiap tahunnya sekitar 10.000 orang meninggal

karena kanker ini.

Sebuah penelitian di Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan, pada pen-

duduk yang berkulit putih makin dekat tempat tinggal orang ke khatulistiwa, makin

tinggi laju kematian karena kanker kulit melanoma. Hubungan itu disebabkan karena

makin mendekati khatulistiwa, makin banyak pula penyinaran UV-B. Hubungan yang

serupa terdapat pula di Inggris, Norwegia, Australia, dan Selandia Baru.

Lubang Ozon dan Pemanasan Global

Page 9: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

22

Pemanasan global telah menjadi isu Internasional yang hangat, meskipun se-

benarnya masih terdapat ketidakpastian yang besar. Isu tersebut timbul mengingat

pemanasan global akan mempunyai dampak yang sangat besar, apabila ia benar ter-

jadi. Dampak itu ialah perubahan iklim sedunia dan kenaikan permukaan air laut.

Rincian perubahan iklim yang akan terjadi itu belum diketahui. Diperkirakan hujan

secara global akan bertambah, tetapi ada daerah yang hujannya akan berkurang dan

ada pula yang bertambah. Hal ini akan mengacaukan sistem pertanian yang ada dan

akan diperlukan biaya yang sangat besar untuk melakukan penyesuaian. Frekuensi

dan intensitas badai dan topan mungkin meningkat. Perubahan iklim juga akan me-

nyebabkan kepunahan banyak jenis.

Sampai pada akhir dekade 1970-an, pemanasan global hanyalah diperdebatkan

di kalangan para ilmuwan. Masyarakat umum belumlah mempunyai perhatian terha-

dapnya. Akan tetapi, dengan makin banyaknya didapatkan petunjuk tentang kemung-

kinan terjadinya pemanasan global dan dengan makin banyak diketahuinya pula

dampak yang dapat ditimbulkan olehnya, masyarakat ramai pun ikut memperbin-

cangkannya. Dengan perkembangan ini, para politisi pun tidak lagi dapat mengabai-

kannya. Sehubungan dengan itu, pada tahun 1987, Kongres Amerika Serikat telah

mengadakan dengar pendapat dengan para ilmuwan. Dari dengar pendapat itu, para

wakil rakyat itu mengambil simpulan bahwa pemanasan global itu memang perlu di-

perhatikan. Sejak itu, permasalahan pemanasan global menjadi isu yang hangat, tidak

saja di Amerika Serikat, melainkan di seluruh dunia.

Soemarwoto (1992) menyatakan pemanasan global merupakan gejala naiknya

suhu permukaan bumi karena naiknya intensitas efek rumah kaca. Oleh karena itu,

untuk dapat memahami pemanasan global, kita perlu menelaah lebih dahulu efek

rumah kaca.

Efek rumah kaca dalam kaitan dengan pemanasan global disebabkan oleh ada-

nya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Gas rumah kaca tersebut dapat memantulkan

sinar matahari yang terperangkap di bumi secara berulang-ulang ke bumi. Pemantul-

an sinar matahari ke bumi secara berulang-ulang oleh gas rumah kaca ini, mengaki-

batkan temperatur permukaan bumi meningkat. Bahkan Wardhana (2010) menyata-

kan suhu atmosfer bumi pada saat ini terasa lebih panas daripada sebelumnya. Para

ahli klimatologi memperkirakan bahwa suhu atmosfer bumi telah naik rata-rata se-

besar 0,5oC dari 100 tahun yang lalu. Bahkan berdasarkan pengamatan 30 tahun ter-

akhir ini, kenaikan suhu rata-rata udara di seluruh dunia 2oC. Pada beberapa bagian

belahan bumi ada yang kenaikan suhu rata-rata udaranya lebih besar dari 2oC, misal-

nya kota Bandung sampai mencapai hampir 4oC, kota Jakarta mencapai hampir 5oC,

Kanada dan Amerika, khususnya di California, mencapai keadaan ‘sangat panas’ yang

Page 10: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

23

menyebabkan kekeringan yang sangat dan kebakaran hutan. Kenaikan suhu rata-rata

tersebut akan terus bertambah bila tidak ada usaha pencegahan. Artinya, bencana

benar-benar mengancam umat manusia! Bencana itu berupa dampak pemanasan

global akibat efek rumah kaca.

Perlu ditegaskan bahwa efek rumah kaca disebabkan oleh adanya gas rumah

kaca di atmosfer. Gas rumah kaca sendiri adalah gas yang timbul secara alamiah dan

merupakan akibat kegiatan industri. Contoh gas rumah kaca (GRK) adalah CO2

(karbon dioksida), CH4 (methana), N2O (nitrogen oksida), CFC (chloro fluoro karbon),

HFC (hidro fluoro karbon), PFC (perfluoro karbon), dan SF6 (sulphur heksafluoro).

Jika GRK terlepas ke atmosfer dan sampai pada ketinggian troposfer, akan terbentuk

lapisan ‘selimut’ atau ‘rumah kaca’ yang mengungkung bumi. Adapun partikel yang

melayang-layang di atmosfer bumi berasal dari letusan gunung berapi berupa debu

(abu) vulkanik. Saat melayang-layang di atmosfer bumi sebelum kemudian jatuh ke

bumi, debu (abu) vulkanik tersebut berlaku sebagai lapisan selimut yang mengung-

kung bumi.

Kebanyakan para ahli percaya bahwa kenaikan kadar gas-gas rumah kaca telah

memengaruhi ekosistem dan iklim dunia, dan tampaknya efek tersebut akan terus

meningkat pada masa yang akan datang. Berdasarkan bukti-bukti yang ada diperoleh

simpulan bahwa suhu permukaan global telah meningkat sebesar 0,6oC dalam satu

abad terakhir (Pearce, 2002), dan suhu air laut juga meningkat rata-rata sebesar

0,06oC selama lebih dari 50 tahun terakhir.

Para ahli klimatologi tampaknya sepakat bahwa akibat peningkatan kadar

karbon dioksida dan gas-gas lainnya suhu bumi akan meningkat sebesar 1,4-5,8oC

pada tahun 2100 (IPCC, 2001). Peningkatan itu bahkan lebih besar lagi bila kadar

karbon dioksida meningkat lebih cepat daripada yang diperhitungkan selama ini.

Sebaliknya, laju peningkatan suhu dapat juga berkurang, jika semua negara mengu-

rangi emisi gas-gas rumah kaca dalam waktu dekat. Peningkatan suhu paling tinggi

terjadi di daerah garis lintang tinggi dan benua yang luas. Secara umum, curah hujan

di bumi ini akan meningkat, tetapi kecenderungan perubahan curah hujan tersebut

akan tergantung pada setiap wilayah. Artinya, mungkin ada beberapa wilayah yang

mengalami penurunan curah hujan. Juga mungkin akan terjadi peningkatan cuaca

yang ekstrem seperti angin topan, banjir, dan kekeringan tingkat wilayah yang terkait

dengan pemanasan global ini. Dibandingkan masa-masa sebelumnya, saat ini kondisi

cuaca ekstrem mungkin sudah lebih sering terjadi. Dampak perubahan iklim global

terhadap suhu dan curah hujan diduga kurang seberapa dahsyat di daerah tropika, di-

bandingkan yang tengah terjadi pada zona iklim sejuk. Namun sedikit saja perubahan

dalam jumlah dan waktu curah hujan dapat memberi dampak besar, baik terhadap

Page 11: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

24

komposisi spesies, siklus reproduksi tumbuhan, maupun kerawanan terhadap ke-

bakaran.

Sejak pemerintah dan masyarakat menyadari implikasi perubahan iklim ter-

hadap kesejahteraan manusia dan lingkungan, timbullah gerakan masyarakat untuk

mengurangi pengeluaran karbon dioksida dan gas-gas rumah kaca. Kesepakatan

utama yang mengatur masalah ini dirumuskan di Kyoto pada tahun 1997 dalam Perte-

muan Para Pihak yang ke-3 (Third Conference of Parties) guna membahas perubahan

iklim. Dalam pertemuan Kyoto tersebut, negara-negara anggota bersepakat untuk

mengurangi emisi gas rumah kaca. Sayang sekali, Amerika Serikat, Rusia, dan keba-

nyakan negara-negara Afrika dan Timur Tengah tidak sepakat dengan ketentuan-ke-

tentuan dalam kesepakatan itu (Indrawan et al., 2007).

Dalam kesepakatan yang kemudian dikenal sebagai Protokol Kyoto ini ditarget-

kan dan dijadwalkan penurunan emisi yang harus dilakukan oleh negara-negara

Annex-1 (yang terdiri dari negara industri serta negara dengan ekonomi dalam tran-

sisi), yaitu sebesar 5,2% dari tingkat emisi bersama di tahun 1990. Target penurunan

emisi tersebut harus dicapai dalam Periode Komitmen Pertama, yaitu 2008-2012.

Pemantauan perubahan iklim dari tahun ke tahun terus-menerus dilakukan

oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change –panel ilmiah yang terdiri atas

para ilmuwan dari seluruh dunia). Di bulan April 2007, oleh berbagai kelompok kerja

dalam IPCC diluncurkan Laporan Penilaian ke Empat (Fourth Assesment Report).

Kelompok kerja I (berkonsentrasi pada ilmu pengetahuan perubahan iklim) menyam-

paikan bahwa berdasarkan berbagai penelitian mengenai peningkatan temperatur

sejak pertengahan abad 20 disimpulkan penyebab kenaikan suhu adalah peningkatan

konsentrasi gas rumah kaca akibat kegiatan manusia (antropogenik). Lebih dari

29.000 seri data observasi dari 75 kajian, menunjukkan perubahan nyata dalam

sistem fisik dan biologis, dan 89% di antaranya menyatakan bahwa pemanasan global

telah menimbulkan dampak nyata.

Dalam seri penilaian yang sama (Fourth Assesment Report), Kelompok Kerja II

IPCC (yang memfokuskan perhatian pada dampak, adaptasi, dan kerentanan) me-

nyampaikan data yang menunjukkan dampak secara nyata. Di antaranya adalah naik-

nya rata-rata temperatur udara, naiknya permukaan air laut yang menyebabkan teng-

gelamnya pesisir dan pulau-pulau kecil, musim kemarau yang panjang dengan curah

hujan yang rendah, musim hujan yang pendek namun memiliki intensitas yang tinggi

dan mencairnya tutupan serta ketebalan salju. Ancaman tersebut tentunya melahir-

kan konsekuensi negatif terhadap lingkungan dan infrastruktur, sosial, dan ekonomi.

Dipastikan bahwa sektor-sektor kehidupan sosial dan ekonomi serta lingkungan yang

Page 12: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

25

menunjang pertumbuhan suatu negara akan menuju titik terendah dalam ekonomi

makro mereka.

Sebetulnya atmosfer mampu berperan sebagai pelindung planet bumi karena

adanya lapisan Van Allen belt atau sabuk Van Allen yang berupa cincin dan menge-

lilingi bumi. Lapisan atau sabuk tersebut terletak di atas khatulistiwa dan ditemukan

oleh fisikawan Amerika Joseph Van Allen pada tahun 1958. Letak sabuk Van Allen

kurang lebih antara 40o lintang utara dan 40o lintang selatan dan berada pada keting-

gian 10.000 kaki. Ketebalannya sampai dengan 40.000 kaki. Sabuk Van Allen timbul

karena pengaruh medan magnet bumi yang berasal dari Kutub Utara dan Kutub

Selatan. Fungsi sabuk Van Allen adalah sebagai penahan radiasi sinar kosmis yang

datang dari matahari dan penahan radiasi pengion lainnya. Kedudukan sabuk Van

Allen terhadap bumi kurang lebih seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Tampang lintang kedudukan sabuk Van Allen terhadap bumi.

Radiasi sinar kosmis dan radiasi pengion lainnya yang tertahan oleh sabuk Van

Allen sebesar kurang lebih 30% dari seluruh radiasi yang menuju ke bumi. Tanpa

sabuk Van Allen, radiasi sinar-sinar kosmis sebesar 30% tersebut akan menerobos

atmosfer bumi. Bila hal ini terjadi maka bencana benar-benar jadi ancaman bagi umat

manusia karena radiasi tersebut bersifat mematikan makhluk hidup. Pada Gambar 1

di atas berdasarkan pengamatan besarnya sinar kosmis yang diukur pada daerah 40o

lintang utara dan 40o lintang selatan lebih besar daripada yang diukur pada daerah

khatulistiwa. Akan tetapi, untunglah bahwa sabuk Van Allen bersifat ‘inert’, tidak di-

pengaruhi oleh adanya perubahan komposisi senyawa kimia yang ada di atmosfer.

Sabuk Van Allen mungkin akan mengalami perubahan manakala ada perubahan pada

kuat medan magnet bumi. Kuat medan magnet bumi sejauh ini belum pernah meng-

alami perubahan, kecuali ada planet besar menabrak bumi dan bila hal ini terjadi,

berarti dunia kiamat!

Lapisan pelindung lainnya adalah lapisan ozon yang menyelimuti seluruh

atmosfer bumi. Lapisan ozon adalah lapisan pelindung bumi terhadap radiasi sinar

ultraviolet. Letak lapisan ozon ini lebih tinggi dari sabuk Van Allen dan terdiri dari 3

atom oksigen atau O3 yang mempunyai massa lebih besar daripada oksigen biasa atau

O2. Lapisan ozon akan menahan sebagian radiasi sinar ultraviolet yang datang dari

Page 13: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

26

matahari menuju ke bumi. Radiasi sinar ultraviolet akan menimbulkan panas bila

tidak ditahan sebagian oleh lapisan ozon. Jadi, kerusakan lapisan ozon atau terjadinya

lubang ozon akan menimbulkan pemanasan global akibat sinar ultraviolet tidak dita-

han oleh lapisan ozon. Kerusakan lapisan ozon terjadi karena O3 ‘termakan’ oleh gas

rumah kaca CFC dan NO.

Khusus untuk CFC dan NO bila terakumulasi sampai pada stratosfer, selain ber-

sifat sebagai gas rumah kaca, juga bersifat sebagai perusak lapisan ozon, sehingga

timbul lubang ozon atau ozone hole. Lapisan ozon adalah lapisan pelindung bumi ter-

hadap radiasi sinar ultraviolet yang dipancarkan oleh matahari. Apabila lapisan ozon

rusak, muncul lubang ozon karena lapisan ozon termakan oleh gas CFC dan NO. Fungsi

lapisan ozon sebagai pelindung bumi pun hilang. Sinar ultraviolet akan menerobos

atmosfer bumi dan terus sampai ke bumi. Akibatnya bumi menjadi panas.

Sebetulnya ada empat jenis sinar ultraviolet, yakni ultraviolet A, ultraviolet B,

ultraviolet C, dan ultraviolet ekstrem. Makin pendek panjang gelombang suatu sinar,

makin tinggi energi yang terkandung olehnya. Mengingat sinar ultraviolet C dan ultra-

violet ekstrem yang berenergi tinggi seluruhnya terabsorpsi dalam pembentukan

ozon, maka sinar ultraviolet yang mampu menerobos lubang ozon dan sampai ke

bumi adalah ultraviolet A dan ultraviolet B.

Kedua jenis sinar ultraviolet yang sampai ke bumi, sebetulnya tidak semuanya

diserap oleh bumi, namun ada bagian yang dipantulkan kembali ke atmosfer. Namun

karena di atmosfer, tepatnya pada stratosfer dan troposfer terdapat gas rumah kaca,

maka sinar ultraviolet yang dipantulkan dari bumi kembali terperangkap pada gas

rumah kaca. Gas rumah kaca selanjutnya memantulkan kembali sinar ultraviolet ter-

sebut ke bumi, demikian seterusnya.

Hal ini telah dikemukakan oleh Wardhana (2010), mengenai rincian sinar

matahari (termasuk sinar ultraviolet yang lolos lewat ozone hole) yang sampai ke

bumi sebagai akibat adanya gas rumah kaca. Rumah kaca inilah yang akan meman-

tulkan sebagian panas dari bumi kembali lagi ke bumi dan atmosfer menjadi hangat.

Bila hal ini terus berlanjut, dunia akan terancam mengalami pemanasan global.

Gambaran mengenai sinar matahari yang sampai ke bumi dan dipantulkan kembali ke

bumi adalah sebagai berikut. 1) Panas matahari sebagian diserap oleh bumi sebesar

160 watt/m2 dan memanasi bumi, 2) panas matahari sebagian dipantulkan kembali

ke atmosfer, 3) panas matahari sebagian dipantulkan oleh bumi dan diteruskan oleh

atmosfer, dan 4) panas matahari sebagian dipantulkan kembali oleh GRK sebesar 30

watt/m2 ke bumi dan menjadikan atmosfer dan lingkungan jadi panas. Mengenai

gambaran panas matahari yang sampai ke bumi dapat dilihat Gambar 2.

Page 14: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

27

Gambar 1. Mekanisme efek rumah kaca.

Dari gambaran ini dapat dikatakan bahwa lubang ozon sebetulnya sangat ber-

kaitan erat dengan adanya pemanasan global. Lubang ozon tersebut merupakan pintu

masuk sinar ultraviolet A dan B untuk sampai ke bumi, kemudian sinar ultraviolet ter-

sebut terperangkap oleh gas rumah kaca, dan selanjutnya dipantulkan kembali ke

bumi. Hal inilah yang menyebabkan bumi menjadi lebih panas. Bahkan hasil peneliti-

an menunjukkan bahwa suhu atmosfer bumi pada saat ini terasa lebih panas daripada

sebelumnya. Para ahli klimatologi memperkirakan bahwa suhu atmosfer bumi telah

naik rata-rata sebesar 0,5oC dari 100 tahun yang lalu. Bahkan berdasarkan pengamat-

an 30 tahun terakhir ini, kenaikan suhu rata-rata udara di seluruh dunia sebesar 2oC.

Suhu udara yang naik rata-rata 2oC di seluruh dunia, atau perubahan suhu

udara akibat pemanasan global yang berdampak langsung terhadap atmosfer secara

garis besar, seperti: pergeseran musim, banjir dan tanah longsor, kekeringan dan ben-

cana kelaparan, dan siklon tropis dan bencana angin ribut.

Ikhtiar untuk mengurangi penggunaan CFC berdasarkan Protokol Montreal

pada bulan September 1987 merupakan salah satu usaha untuk mengurangi kerusak-

an lapisan ozon. Usaha untuk mengurangi penggunaan CFC sebetulnya secara global

bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Usaha ini pada hakikatnya

sudah terselip dalam memperingati hari lingkungan hidup di Indonesia tahun 2009

dengan mengemukakan tema ‘Bersama Selamatkan Bumi dari Perubahan Iklim’.

Bahkan Meksiko adalah tuan rumah peringatan Hari Lingkungan Hidup Dunia tahun

2009 dengan tema United Nation Environment Program (UNEP): ‘Your Planet Needs

You Unite to Combat Climate Change’.

Simpulan

Page 15: i Gusti Ngurah Puger

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No. 3 April 2011

28

Radikal Cl+ yang berasal dari foto dekomposisi CFC oleh sinar ultraviolet akan

bereaksi dengan ozon. Radikal Cl+ akan mengikat O pada ozon menjadi ClO + O2. Pada

tahap reaksi selanjutnya, akan terjadi penguraian ozon oleh gas NO menjadi NO2 + O2.

Pengikatan O yang berasal dari ozon oleh radikal Cl+ dan NO mengakibatkan terben-

tuknya lubang ozon. Lubang ozon ini selanjutnya dapat meloloskan sinar ultraviolet

ke bumi. Sebagian sinar ultraviolet ini akan diserap oleh bumi dan sebagian lagi di-

pantulkan ke atmosfer. Karena terperangkap oleh gas rumah kaca, maka sinar ultra-

violet tersebut dipantulkan kembali ke bumi secara berulang-ulang. Hal inilah yang

mengakibatkan timbulnya pemanasan global.

Daftar Pustaka

Gribbin, J. 1990. The Hole in The Sky, Man’s Threat to The Ozone Layer. London: Corgi

Books.

Indrawan, Mochamad et al. 2007. Biologi Konservasi. Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). 2001. Climate Change 2001:

Synthesis Report. Cambridge: Cambridge University Press.

Jones, R.R. dan T. Wigley ed. 1989. Ozone Depletion: Health and Environmental

Consequences. New York: John Wiley & Sons, Ltd.

Muderawan, I Wayan. 1991. “Perubahan Ozon di Stratosfer dan Dampaknya Terhadap

Kehidupan di Bumi”. Dalam Aneka Widya No. 01 Th. XXV Januari 1991.

Pearce, F. 2002. Global Warming. London: Dorling Kindersley.

Puger, I Gusti Ngurah. 2010. Materi Ilmu Alamiah Dasar (IAD). Singaraja: LP2M Unipas

Singaraja.

Soemarwoto, Otto. 1992. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Wardhana, Wisnu Arya. 2010. Dampak Pemanasan Global. Yogyakarta: Andi Offset.

Wigley, J. Falk. 1989. Ozone Hole in The Sky. London: Pegasus.