4. modul dtsd klasifikasi barang

Upload: egan-tara

Post on 18-Jul-2015

805 views

Category:

Documents


108 download

TRANSCRIPT

BAHAN DIKLAT TEKNIS SUBTANTIF DASAR (DTSD) KEPABEANAN DAN CUKAI

MODUL ( I III)

MATERI KLASIFIKASI BARANG

OLEH : TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA 2007

MODUL I

SISTEM KLASIFIKASI BARANG MENURUT HARMONIZED SYSTEM

MATERI KLASIFIKASI BARANG OLEH : TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2007

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa, bahwa Modul ini dapat diselesaikan sesuai waktunya.

Obyek dari kegiatan Direktorat Bea dan Cukai adalah barang. Dalam rangka penentapan tarif bea masuk dan kepentingan kepabeanan lainnya, seyogyanya petugas Ditjen Bea dan Cukai menambah keterampilam dalam mengklasifikasi barang agar pelayanan cepat dan negara tidak dirugikan dalam menetapkan besarnya bea masuk, karena ada kepastian tentang jenis barang dan penetapan tarif posnya.

Modul ini merupakan seri dari 3 buah modul mata pelajaran klasifikasi barang. Modul ini digunakan dalam Diklat Teksnis Substantif Dasar I Kepabeanan dan Cukai dengan judul Catatan Penting dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia

Dalam kesempatan ini, Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga dapat diselesaikannya Modul ini. Semoga Allah membalas atas amal kebaikan tersebut. Semoga Modul ini bermanfaat sebagai penambah wawasan dan media untuk penambah keterampilan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang.

Jakarta, Nopember 2007

Penulis

DAFTAR ISI Halalaman Kata Pengantar ............................................................................... Daftar Isi ......................................................................................... 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1.Deskripsi singkat........................................................................ 1.2. Tujuan Pembelajaran Umum................................................ 1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus............................................... KEGIATAN BELAJAR 1 JENIS CATATAN PADA BTBMI...... 2.1 Uraian, Contoh dan Non contoh........................................... 2.2. Latihan 1............................................................................... 2.3. Rangkuman........................................................... KEGIATAN BELAJAR 2 STRUKTUR PENGELOMPOKAN BARANG PADA BTBMI....... 3.1 Uraian, Contoh dan Non contoh.......................................... 3.2. Latihan 2............................................................................ 3.3. Rangkuman...................................................................... 4 KEGIATAN BELAJAR 3 CATATAN PENTING PADA BTBMI........................................ 4.1 Uraian, Contoh dan Non contoh............................................ 4.2. Latihan 3............................................................................... 4.3. Rangkuman........................................................................... Test Formatif ............................................................................... Kunci Jawaban .................................................. Umpan Balik..................................................................... Daftar Pustaka............................................................................. i ii 1 1 1 1 2 2 5 5 6 6 22 23 24 24 32 32 33 36 37 38

2

3

5 6 7 8

MODUL I KLASIFIKASI BARANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Singkat

Seorang Pegawai Ditjen Bea dan Cukai harus menjadi seorang klasifikator dibidang kepabeanan Oleh karena itu, seorang klasifikator harus terlebih dahulu memahami pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi barang. Seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang pada akhirnya menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.

1.2. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini, para Siswa diharapkan mampu memahami landasan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari Modul ini para siswa diharapkan dapat menjelaskan : 1. Identifikasi dan klasifikasi barang 2. Harmonized System (HS) 3. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI ) 2007.

2. KEGIATAN BELAJAR 1 IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI BARANG

2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh 2.1.1. Identifikasi dan Klasifikasi Barang

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk dapat mengklasifikasi suatu barang dengan benar? Biasanya klasifikasi tersebut dilakukan dengan mencari langsung pos tarif yang dianggap sesuai. Cara seperti ini tidak akurat dan sering menyebabkan terjadinya kesalahan klasifikasi yang mengakibatkan negara dirugikan.

Dalam buku ini akan dijelaskan dengan singkat langkah-langkah praktis dalam mengklasifikasi barang. Diharapkan dengan menggunakan metode ini para siswa dapat dengan mudah mengklasifikasi barang. Namun sekali lagi perlu diingat, klasifikasi yang benar hanya dapat dilakukan apabila mengetahui jenis barang dan memahami aturanaturan mengklasifikasi dengan benar.

Langkah pertama dalam mengklasifikasi adalah apa yang akan diklasifikasikan. Sebelum mengklasifikasi suatu barang, kita harus tahu lebih dulu spesifikasi barang itu. Langkah ini dinamakan Identifikasi barang. Keakuratan mengklasifikasi tergantung dari keakuratan dalam mengidentifikasi barang. Seorang klasifikaotr tidak mungkin dapat mengklasifikasikan suatu barang dengan benar bila ia tidak tahu spesifikasi barang tersebut.

Setelah kita mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan melalui identifikasi barang, barulah kita dapat melakukan langkah kedua yaitu Klasifikasi barang. Perlu diingat bahwa setelah melakukan tahap klasifikasi, baru diketahui bahwa informasi yang ada belum lengkap sehingga kita harus kembali melakukan identifikasi barang untuk memperoleh informasi yang diperlukan tersebut.

Informasi apa yang diperlukan untuk mengidentifikasi suatu barang dan darimana informasi tersebut diperoleh? Informasi yang diperlukan sebenarnya tergantung dari

uraian yang ada pada BTBMI yang berkaitan dengan barang bersangkutan. Semakin sederhana dan rinci uraian barang pada BTBMI, semakin mudah bagi kita untuk mengklasifikasikan barang karena tidak dibutuhkan informasi yang terlalu rumit (misalnya, informasi yang diperlukan untuk mengklasifikasikan kuda hidup, hanyalah kuda bibit, untuk tujuan olah raga, atau kuda untuk sirkus).

Bagaimana seandainya yang akan kita klasifikasikan adalah suatu bahan kimia? Barangkali sebelum mengklasifikasi kita memerlukan berbagai informasi mengenai barang kimia tersebut: apakah organik atau anorganik, apakah bentuk asal atau preparat, apa komposisinya, apa kegunaannya, bagaimana bentuknya, dan sebagainya. Informasi yang diperlukan tentunya semakin banyak dan rumit. Demikian juga apabila barang tersebut berupa barang elektronik. Berapa watt dan voltage tenaga listrik yang dibutuhkan, kegunaan, buatan, dan keterangan lainnya. Darimana kita dapat memperoleh informasi yang kita perlukan untuk mengklasifikasi suatu barang? bawah ini: Mari menjawab pertanyaan tesebut dengan memperhatikan bagan di

Untuk mengetahui spesifikasi barang yang akan kita klasifikasikan, banyak sumber informasi yang dapat kita gunakan. Fisik barang itu sendiri sudah memberikan beberapa informasi yang kita butuhkan, misalnya apakah bentuknya cair atau padat, butiran atau bongkahan, bagaimana pengemasnya, dan sebagainya. Informasi lain dapat kita peroleh dari berbagai sumber di atas. Semakin banyak informasi yang kita miliki tentang barang tersebut, semakin akurat kita mengklasifikasikannya.

C/A, MSDS, KATALOG, BROSUR, DLL

EXPL. NOTES ALPHABETI CAL INDEX, DLL

HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM

LITERATUR LAIN

IDENTIFIKASI

KLASIFIKASI

KONDISI FISIK BARANG

LABEL, KEMASAN

INFORMASI DARI SUMBER LAIN: SK, INSTANSI/LEMBAGA TERTENTU

KAMUS, DATA BASE, DAN LAIN LAIN.

Identifikasi barang diperlukan untuk menjawab setidak-tidaknya empat pertanyaan dasar di bawah ini:

What is it?

Barang apa yang diimpor? bahan baku, setengah jadi, atau barang jadi? produk pertanian, kimia, elektronik, mesin?

What is it made of?

Dibuat dari apa barang tersebut? komposisi, campuran, bahan yang dominan?

What for?

Digunakan untuk apa? kegunaan tertentu, bagian dari barang lain, aksesoris, lebh dari satu macam kegunaan?

How is it imported?

Bagaimana saat diimpor? kemasan? belum lengkap? terurai? dalam bentuk set?

Pertanyaan di atas harus dijawab sebelum kita memulai tahap klasifikasi. Apabila kita sudah mempunyai jawaban, barulah kita berusaha mencari pos yang tepat. Dengan kata lain, setelah 3W + 1H What are the classifiable codes?

Mengapa What are classifiable codes? (pos-pos, bukan satu pos tertentu?). Kita dapat menemukan satu pos tertentu bila pos dimaksud dengan spesifik menguraikan jenis barangnya. Namun pada umumnya suatu pos mencakup atau menguraikan satu

kelompok barang sehingga sepintas lalu seakan-akan ada satu barang yang dicakup oleh dua atau lebih pos. Untuk itu kita perlu mengantisipasi semua pos tarif yang mungkin untuk dipilih satu pos yang paling sesuai. Keterangan pabrik atau produsen barang perlu diperhatikan, dari jenis pabrik apa, misalnya apakah pabrik farmasi atau pabrik produksi pipa plastik. Hal ini untuk mengetahui grade atau kemurnian dari bahan tersebut. Kalau dari pabrik farmasi kecenderungannya grade farmasi atau kemurnian mendekati 100 %. Keterangan

kemurnian barang akan berkaitan dengan harga barang tersebut, Demikian juga negara asal barang akan berpengaruh terhadap mutu atau harga barang.

2.1.2. Langkah-Langkah Dalam Mengklasifikasi Barang

1) Prosedur Umum Klasifikasi

Dalam mengklasifikasi barang menggunakan BTBMI, prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut : identifikasi barang yang akan diklasifikasikan; mempelajari jenis, fungsi, bahan baku dan semua informasi mengenai barang; merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut;

melihat buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI); menentukan klasifikasi barang ke dalam BTBMI (dapat dimulai baik dari segi bahan baku menjadi barang jadi, proses sederhana dan proses canggih/kompleks, pertanian, mineral, kimia, mesin, dan seterusnya).

2). Tahapan Mengklasifikasi Barang

Dalam penjelasan ini disajikan tahapan mengklasifikasi barang secara garis besar. Tahapan lebih rinci akan dijelaskan kemudian setelah memahami apa itu Harmonized System, Buku Tarif Bea Masuk Indonesia, Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System dan teori pendukung lainnya.

(a) Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi.

Dengan mengetahui

spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia, atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik. Identitas barang meliputi : nama, guna, fungsi, bauatan, berat, kemasan dan informasi lain yang bergunauntuk mengklasifikasi barang.

(b) Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila sudahkita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.

(c) Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab yangberkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih, perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan. Pada tahap ini,

biasanya kita sudah mempunyai gambaran umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab lainnya.

(d) Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas, maka kitamulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita sudah dapat

menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci.

Bila sudah kita

temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi yang sama dengan penentuan pos (4-digit). Dalam tahap ini tentunya menggunakan kaidah-kaidah seperti yang ada dalam nomor 1 sampai dengan 10 Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

(e) Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian barang,langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM, atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan lain-lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan ketentuan yang terbaru.

2.2. Latihan 1

Pertanyaan 1. Mengapa kita harus mengidentifikasi barang sebelum mengklasifikasinya ? 2. Bila akan diimpor sebuah pompa air yang menggunakan tenaga listrk, data apa yang diperlukan mengenai pompa tersebut ? 1.

Jawaban

2.

3. Bagaimana langkah-langkah dalam meng klasifi kasi barang ?

3.

2.3. Rangkuman

Dalam kegiatan 1

telah dijelaskan dengan singkat langkah-langkah praktis dalam

mengklasifikasi barang. Bagaimana seandainya yang akan kita klasifikasikan adalah suatu bahan kimia? Sebelum mengklasifikasi kita memerlukan identifikasi untuk

mendapatkan informasi mengenai: : organik atau anorganik, bentuk asal atau preparat, komposisinya, kegunaannya, bentuknya, dan sebagainya..

Dalam mengklasifikasi barang menggunakan BTBMI, prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) identifikasi barang, 2) mempelajari jenis, fungsi, bahan baku dan semua informasi mengenai barang; 3) merumuskan identitas; 4 melihat BTBMI ; 5) menentukan klasifikasi barang

3. KEGIATAN BELAJAR 2. HARMONIZED SYSTEM

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

3.1.1. Pengantar

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995, penetapan klasifikasi barang diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

1. Sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia

Sebelum diberlakukannya Harmonized System, Indonesia telah menggunakan beberapa sistem klasifikasi untuk barang impor, yaitu : a. Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972. b. Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975. c. Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan

penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980. d. Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini terdapat

penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985. e. Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember 1988. f. Sistem Harmonisasi (Harmonized System). Sistem ini diterapkan di Indonesia

berdasarkan PP No. 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif Bea Masuk Indonesia 1989 dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1989.

2. Mengapa HS ?

Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang dikenal dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia) telah membentuk suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu nomenklatur klasifikasi barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean, tetapi juga digunakan untuk kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan negosiasi perdagangan.

Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang dinamakan

Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi yang dikenal dengan nama Konvensi HS.

Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian besar adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi

konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi konvensi HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi pada tahun 1993, sebenarnya

Indonesia telah menggunakan BTBMI berdasarkan HS sejak tanggal 1 Januari 1989.

3.1.2. Tujuan Harmonized System

Adanya perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia, mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi, perkembangan

masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. Menyadari hal yang demikian WCO pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan tujuan : Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia. Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik perdagangan dunia. Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya. Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan perhatian kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola perdagangan Internasional. seperti tarif pengangkutan,

Mengapa HS dijadikan dasar klasifikasi secara internasional? Ada beberapa keuntungan yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai pedoman klasifikasi barang, yaitu:

1.

HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang diperdagangkan secara internasional.

2.

HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara internasional.

3.

Menggunakan bahasa pabean sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.

4.

Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.

5.

Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan internasional.

HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standard klasifikasi barang dan sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan, misalnya: a. World Customs Organization (WCO). b. The International Chamber or Shipping (ICS). c. The International Air Transport Association (IATA). d. The International Union Railway (IUR). e. The Standard International Trade Classificatioan (SITC)

3.1.3 Publikasi Pelengkap HS

Harmonized System mempunyai beberapa publikasi pelengkap yang digunakan untuk lebih mempermudah klasifikasi barang. Publikasi-publikasi tersebut juga diterbitkan oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:

1.

The Explanatory Notes to the Harmonized System (EN)

Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS, namun sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan interpretasi resmi

(official interpretation) dari HS pada level internasional dan merupakan pelengkap yang sangat penting dari HS. Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk mendapatkan interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya Explanatory Notes ini, sebagian negara anggota WCO mensahkannya sebagai dokumen yang berkekuatan hukum Seiring perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami perubahan (amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS. Untuk itu membaca Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan konteksnya dalam HS.

Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi kedua (tahun 1996) yang terdiri dari empat volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 - 29), Volume 2 (Bab 30- 63), Volume 3 (Bab 64 - 84), dan Volume 4 (Bab 85 - 97).

2.

The Alphabetical Index

Untuk mempermudah mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos atau sub-sub pos dalam nomenklatur HS atau Explanatory Notes, WCO juga menerbitkan buku indeks yang dikenal dengan nama the Alphabetical Index. Alphabetical Index terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A - L) dan Volume II (M - Z).

3. Publikasi lain yang merupakan pelengkap HS adalah the Compendium of Classification Opinions, the Harmonized System Commodity Data Base (dalam bentuk CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion, the Training Modules, dan Correlation Tables.

3.1.4. Sistem Pengkodean Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar, yaitu:

1. Multipurpose nomenclature

HS yang mempunyai 6 digit penggolongan, dirancang tidak hanya untuk keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam bidang lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, statistik, dan sebagainya. Masing-masing negara penandatangan konvensi (contracting party) dapat mengembangkan penggolongan 6-digit tersebut menjadi kelompok yang lebih spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan industrinya. Dengan tetap berdasar kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai

kesatuan persepsi tentang pengklasifikasian suatu barang.

2. Structured nomenclature

HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan 1.241 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan Ketentuan Umum Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos, merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik dan seragam. Ada tiga Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab 77, 98, dan

99. Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang, sedangkan Bab 98 dan 99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-masing contracting party, misalnya untuk barang pos atau peralatan pelayaran. Indonesia juga menggunakan Bab 98 untuk

keperluan ekspor barang tertentu yang pada bulan April 1999 dicabut kembali.

Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga bagian utama atau integral, yaitu: a. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General Rules for the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus dipahami sebelum melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang menggunakan HS.

KUM HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam mengklasifikasi barang. Mengingat pentingnya memahami KUM HS, bagian ini akan dibahas tersendiri. b. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos. c. Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.

HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-digit) dengan penjelasan sebagai berikut:

01 __

01

11 Bab (Chapter) 1 Pos (Heading) 01. 01 Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11

_______ ______________

Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada Bab 1.

Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.01.

Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0101.11.

Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam HS. Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan berikutnya.

3.2.Latihan 3

Pertanyaan 1. Apa yang dimaksud dengan Harmonized 1. System ? 2. Apa tujuan Harmnized System 2. 3. Bagaimana sistem penomoran Harmonized 3. System ?

Jawaban

3.3. Rangkuman

Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah pentarifan transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik. Berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang Kepabenan Indonesia Nomor 10 tahun 1995. Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita kenal dengan sebutan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

Perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia, mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi, perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional. WCO meluncurkan HS yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988. HS menggunakan kode nomor dalam

mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam BTBMI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam HS.

4. KEGIATAN BELAJAR 3 BUKU TARIF BEA MASUK INDONESIA

4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

4.1.1. Dasar Hukum

Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah berhasil membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang Kepabeanan, yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan saat ini telah diamandemend dengan UU no. 17 tahun 2006 . Pasal 14 ayat (1) UndangUndang ini menyebutkan bahwa Untuk penetapan tarif Bea Masuk, barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang. Selanjutnya berdasarkan pasal 14 ayat 2 Undang-undang tersebut, penetapan klasifikasi barang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Pengaturan lebih lanjut penentuan klasifikasi barang dilakukan dengan memperhatikan: a. b. c. Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia dipasar Internasional. Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri. Pengurangan hambatan dalam perdagangan Internasional guna mendukung terciptanya perdagangan bebas. d. Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.

Atas dasar pertimbangan di atas, Pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni 1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor. Dalam Pasal 1 Keputusan ini disebutkan Untuk penetapan tarif Bea Masuk, barang barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1993 tentang Pengesahan International Convention The Harmonized Commodity Description and Coding System beserta

protocol-nya.

Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang sebelumnya dikenal dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal 30 April 1957. Sebagai

anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta yang aktif dalam kegiatan WCO dan telah banyak menarik manfaat dari organisasi ini. Berbagai bantuan teknis dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan sistem dan prosedur kepabeanan

Internasional, telah diterima oleh Indonesia.

Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993, Indonesia telah menjadi Contracting Party dari International Convention on the Harmonized Commodity Description and Coding Sistem. Sebagai tindak lanjutnya , berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994 tanggal 16 Maret 1994 telah ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994 , struktur Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention.

Berdasarkan Artikel

XVI HS Convention, World Customs Organization telah

mengesahkan amandemen lampiran konvensi, yang semula mempergunakan HS versi 1992, menjadi HS versi 1996.

Menindaklanjuti adanya amandemen HS 1996 tersebut, Pemerintah pada tanggal 29 Desember 1995 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK. 01/1995 yang merupakan: 1. Dasar penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS versi 1996. 2. Dasar penetapan besarnya tarif bea masuk (bea masuk tambahan dilebur bersama bea masuk) untuk barang bersangkutan. 3. Penyempurnan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Perubahan dan Tambahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebasan atas Impor dan

Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1986 tentang Bea Masuk Tambahan Atas Barang Impor.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.01/1995 di atas selanjutnya dijabarkan dalam bentuk penerbitan BTBMI edisi tahun 1996. Hingga saat ini BTBMI 1996

dimaksud telah beberapa kali diubah atau direvisi sesuai dengan perkembangan kebijaksanaan nasional. BTBMI terakhir dengan BTBMI tahun 2007 menggunakan HS

ver 2007 berdasarkan AHTN.

4.1.2. Struktur BTBMI

Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang Harmonized System. Sekarang kta akan mempelajari tentang BTBMI. BTBMI adalah buku tarif bea masuk yang digunakan di Indonesia semenjak 1989 yaitu, beberapa tahun sebelum Indonesia meratifikasi HS Convention dan saat ini yang berlaku adalah BTBMI 2007 berdasarkan AHTN.

BTBMI tidak lain adalah HS yang dimodifikasi atau dijabarkan lebih lanjut untuk digunakan dalam pentarifan dan penanganan barang impor ke Indonesia. mempunyai struktur sebagai berikut: BTBMI

1. Kolom : a. Kolom pertama adalah kolom Pos/Subpos/Pos Tarif yang mencantumkan nomor pos/subpos sebagai berikut : 1) 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized System-World Customs Organization (HS-WCO); 2) 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN; 3) 10 (sepuluh) digit merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali: yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) berasal dari teks AHTN; yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) berasal dari teks HS WCO. 4) 4 (empat), 6 (enam) dan 10 (sepuluh) digit pada bab 98 merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia.

b. Kolom kedua adalah kolom Uraian Barang dalam bahasa Indonesia yang disusun dengan pola sebagai berikut: 1) Uraian barang pada pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan terjemahan dari teks HS-WCO;

2) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan terjemahan dari teks AHTN; 3) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali: yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) berasal dari teks AHTN; yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) berasal dari teks HS WCO. 4) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia.

c. Kolom ketiga adalah kolom Description of Goods dalam bahasa Inggris yang disusun dengan pola sebagai berikut : 1) Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS-WCO dalam bahasa Inggris; 2) Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN dalam bahasa Inggris; 3) Uraian barang pada pos tarif nasional (10 digit) merupakan terjemahan dari teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali : yang 2 digit terakhirnya 00 ( misalnya 8709.10.21.00 ) merupakan teks AHTN; yang 4 digit terakhirnya 00.00 ( misalnya 8709.11.00.00 ) merupakan teks asli HS WCO. 4) Khusus uraian barang dalam bab 98 merupakan teks berasal dari uraian barang dalam bahasa Indonesia. d. Kolom keempat adalah kolom Bea Masuk Umum yang mencantumkan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003; e. Kolom kelima adalah kolom Bea Masuk CEPT yang mencantumkan pembebanan tarif bea masuk yang berlaku untuk impor barang dari negara-negara ASEAN dalam rangka Skema CEPT berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 546/KMK.01/2003 tanggal 18 Desember 2003;

f. Kolom keenam adalah kolom PPN yang mencantumkan pembebanan tarif PPN berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000; g. Kolom ketujuh adalah kolom PPnBM yang mencantumkan pembebanan tarif PPnBM yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 569/KMK.04/2000 dan Nomor 570/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/KMK.03/2003 tanggal 28 Januari 2003 dan Nomor 355/KMK.03/2003 tanggal 11 Agustus 2003; h. Kolom kedelapan adalah kolom Larangan/Pembatasan yang mencantumkan ketentuan larangan atau pembatasan barang impor berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/KEP/7/1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 62/MPP/KEP/02/2001 dan tata niaga impor dan peredaran bahan berbahaya tertentu ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254/MPP/KEP/7/2000, serta ketentuan instansi teknis lainnya;

i. Kolom

kesembilan

adalah

kolom

Keterangan

yang

disediakan

untuk

mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain yang belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya. 2. Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk hal-hal sebagai berikut : a. Tanda strip (-) pada kolom Bea Masuk CEPT berarti komoditi pada pos tarif bersangkutan tidak termasuk dalam skema CEPT; b. Tanda strip (-) pada kolom PPN atau PPnBM berarti komoditi pada pos tariff bersangkutan tidak dikenakan pembebanan PPN atau PPnBM. 3. Pencantuman tanda asterisk (*) pada kolom pembebanan tarif ditujukan untuk halhal sebagai berikut : a. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom Bea Masuk Umum berarti pembebanan impornya mengikuti tarif pada pos tarif 87.01 sampai dengan 87.05; b. Pencantuman tanda satu asterisk (*) pada kolom PPN, PPnBM dan Larangan/Pembatasan berarti pengenaan PPN, PPnBM dan pemberlakuan

ketentuan larangan/pembatasan berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan; 4 Catatan Penjelasan Tambahan (SEN) merupakan pedoman dalam menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang yang tercantum dalam Subpos pos tarif tertentu. Apabila terdapat keraguan dalam menginterpretasikan teks yang tercantum dalam Catatan Penjelasan Tambahan (SEN), maka yang mengikat secara hukum adalah teks asli SEN dalam bahasa Inggris.

Nomor Pos tarif (10-digit) dan uraiannya, besarnya BM, PPN, dan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. PTNI (Peraturan Tata Niaga Impor) ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Perlu diingat bahwa selain BM yang tercantum dalam BTBMI, terdapat juga BM Anti Dumping yang ditetapkan tersendiri oleh Menteri Keuangan. Bea Masuk Anti Dumping berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 April 1996 berlandaskan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sesuai pasal 18, 19 dan 20.

4.1.3. Kode Penomoran dan Pentakikan

1. Sistem Penomoran

Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS, 2 digit selanjutnya mengacu kepada AHTN dan 2 digit terakhir adalah pecahan pos tarif nasional. Untuk memahami sistem penomoran tersebut, perhatikan contoh berikut:

0705.11.00.00 Selada kubis (selada bongkahan)

(1) Dua digit pertama (07) menunjukkan Bab. Bab 07 : Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan.

(2) Empat digit pertama (0705) menunjukkan Pos. Pos 07.05: Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau dingin.

(3) Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan Sub-pos yaitu selada. Sub-pos 0705.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19: 0705.10: - Selada

(4) Sepuluh digit pertama (0705.11.00.00) menunjukkan Pos Tarif 0705.19.00.00 : - - Lain-lain)

2. Sistem Takik

Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga menggunakan sistem takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. b. c. d.

Pos (4-digit) tidak diberi takik. Penggunaan satu takik (-) dimulai pada uraian Sub-pos (6-digit). Bila uraian pada butir b dipecah, digunakan dua takik (- -). Bila uraian pada butir c dipecah lagi, digunakan tiga takik (- - -), demikian seterusnya sehingga diperoleh pengelompokan barang yang lebih rinci.

Di bawah ini disajikan contoh sistem takik dengan menggunakan contoh yang sudah ada (pos tarif 0705.11.000):

07.05 Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau dingin). 0705.10 - Selada

* Ingat, dalam HS/BTBMI sub-pos 0705.10 tidak dicantumkan karena sub-pos tersebut dipecah lagi menjadi sub-pos 0705.11 dan 0705 19.

0705.11.00.00

-- Selada kubis (selada bongkolan).

Apabila pos tarif 0705.11 dipecah lagi menjadi pos tarif yang lebih rinci, khusus untuk negara Indonesia, maka digunakan pemecahan menggunakan tiga takik pada digit 9 dan 10, misalnya :

0705.11.00.10 - - - Segar 0705.11.00.20 - - - Dingin

Namun apabila ASEAN misalnya akan membagi dari subpos 0705.11. maka : 0705.11.10.00 - - - Segar 0705.11.20.00 - - - Dingin

Perlu diperhatikan bahwa kadang-kadang nomor sub-pos atau pos tarif yang dipecah lebih lanjut tidak dicantumkan secara eksplisit dalam BTBMI, contoh : sub-pos 0705.10, dalam BTBMI tidak dicantumkan (hanya dicantumkan uraian barangnya yaitu: - selada) karena sub-pos tersebut dipecah lebih lanjut menjadi 0705.11 dan 0705.19.

Dalam HS/BTBMI hanya ada dua jenis barang, yaitu barang tertentu dan lain-lain. Kedua jenis barang tersebut dapat dipecah kembali lagi menjadi dua kelompok di atas (barang tertentu dan lain-lain) yang lebih spesifik.

Setiap kelompok barang di atas (baik dalam pos, sub-pos, maupun pos tarif) dibagi atau dirinci dengan dua cara, yaitu barang tertentu A - barang tertentu B atau barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain). Contoh: Barang tertentu A - barang tertentu B : Pos 07.07 (Ketimun dan ketimun acar, segar atau dingin) dibagi menjadi ketimun dan ketimun acar saja. Barang tertentu A - barang lainnya (lain-lain). Pos 07.01 (Kentang, segar atau dingin) dibagi menjadi bibit dan lain-lain.

Bila pos dipecah menjadi sub-sub pos, perhatikan digit kelima dan keenam. Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, 30, ..., 80.

Pemecahan pos tarif (10-digit) juga mengikuti pola di atas. Mari kita lihat contoh berikut:

39.01

--Polimer dari etilena, dalam bentuk asal.

3901.10 3901.10.10.00

-- Polietilena berat jenis kurang dari 0,94: -- Dalam bentuk padat -- Butiran

3901.10.21.00 3901.10.22.00 3901.10.23.00

--- Mutu farmasi --- Mutu kabel --- Lain-lain, digunakan dalam pembuatan kabel telepon atau kabel listrik

3901.10.29.00 3901.10.30.00

--- Lain-lain --Cair atau pasta --Bentuk lain :

3901.10.91.00

--- Digunakan dalam pembuatan kabel telepon atau kabel listrik

3901.10.99.00

--- Lain-lain

Untuk pemecahan pos tarif,perhatikan dua digit terakhir.

Barang tertentu mempunyai kode 10, 20, ..., 30; Barang lainnya (lain-lain) diberi kode 90. Bila kode 10 dipecah lagi menjadi lebih rinci, digunakan digit kesembilan, yaitumenjadi 11, 12, ..., 19.

Demikian juga kode 900 bila dipecah menjadi 91, 92, ..., 99.4.1.4. Arti kata lain-lain

Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata Lain-lain, berfungsi untuk menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya. Kata lain-lain terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional Untuk dapat memahami arti kata Lain-lain , perhatikan hal-hal berikut ini: bandingkan kelompok barang lain-lain dimaksud dengan kelompok barang yang setara. apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada bab, bandingkan dengan uraian barang pada bab-bab terdahulu. apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada pos, bandingkan dengan uraian

barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama. apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada sub-pos, bandingkan dengan uraian barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama. apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub-pos yang sama.

Metode

di

atas

dapat

difahami

dengan

lebih

mudah

apabila

kita

dapat

menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas kelompok barang mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain barang lain-lain yang ingin kita ketahui.

Di bawah ini disajikan mengetahui kelompok barang yang termasuk lain-lain dengan menggunakan metode diagram pohon dengan contoh sebagai berikut:

A

A1 A2 Lain-lain (1) B1 B2 Lain-lain (2) C1 C2 Lain-lain (3)

Barang A dibagi menjadi barang A1, A2, dan Lain-lain (1); Barang Lain-lain (1) dibagi menjadi barang B1, B2, dan Lain-lain (2). Barang Lain-lain (2) dibagi menjadi barang C1, C2, dan Lain-lain (3).

Cara membaca: Lain-lain (3): barang selain C1 dan C2, yang termasuk dalam Lain-lain (2). Lain-lain (2): barang selain B1 dan B2, yang termasuk dalam Lain-lain (1). Lain-lain (1): barang selain A1 dan A2, yang termasuk dalam barang A.

Jadi, Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan A2, selain B1 dan B2, selain C1 dan C2. Lain-lain (2) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan

A2, selain B1 dan B2. Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan A2. Dengan sedikit latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti. Dalam diktat ini pengertian lain-lain dibatasi pemahamannya sebatas berkaitan dengan uraian jenis barang pada judul Bab, Pos, Subpos maupun Pos tarif nasional, tanpa dikaitkan dengan catatan Bagian, catatan Bab, maupun catatan Sub-pos. Di bawah ini disajikan beberapa contoh pengertian kata lain-lain yang terdapat dalam BTBMI: a) Judul Bab. Bab 63: Barang tekstil sudah jadi lainnya .... Secara singkat makna kata lainnya berfungsi untuk menampung barang tekstil sudah jadi yang belum disebutkan pada bab-bab sebelumnya dalam Bagian XI. Secara

lebih rinci judul bab tersebut dapat diuraikan menjadi Tekstil dan barang tekstil, selain yang telah disebutkan pada Bab 50 sampai dengan Bab 62.

b) Judul Pos. Pos 01.06: Binatang hidup lainnya. Kata lainnya dalam pos ini berfungsi untuk menampung binatang hidup yang belum disebutkan pada pos-pos sebelumnya. Secara lebih rinci uraian pos tersebut dapat diuraikan menjadi: Binatang hidup, selain kuda, keledai, bagal dan hinnies, selain binatang sejenis lembu, selain babi selain biri-biri dan kambing selain unggas dari jenis : ayam spesies Gallus domesticus, bebek, kalkun dan ayam mutiara

c) Judul Sub Pos Sub-pos 0102.90 : - Lain-lain Kata lain-lain dalam sub-pos ini berfungsi untuk menampung binatang sejenis lembu, hidup yang belum disebutkan pada sub-sub pos sebelumnya. Secara lebih rinci uraian dalam sub-po stersebut dapat diuraikan menjadi:

Binatang hidup, selain kuda, keledai, bagal dan hinnies, termasuk binatang sejenis lembu, namun bukan untuk bibit

4.2. Latihan 3

Pertanyaan 1. Pasal berapa dalam Undang-undang no. 10 tahun 1. 1995 yang berkaitan dengan klasifikasi barang ? 2. Apa isi Buku Tarif Bea Masuk Indonesia ? 2.

Jawaban

3. Apa yang dimaksud dengan sistem pentakikan 3. dalam penomoran HS ? 4. Bagaimana cara membaca pengertian kata Lain- 4. lain dalam BTBMI ?

4.3. Rangkuman

Indonesia telah menjadi Contracting Party dari International Convention on the Harmonized Commodity Description and Coding Sistem. berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun 1993. Sebagai tindak lanjutnya struktur Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention Sistem penomoran klasifikasi dalam BTBMI menggunakan 10-digit dengan susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS dan 2 digit terakhir adalah pecahan pos tarif nasional. Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTBMI juga menggunakan sistem takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang Dalam klasifikasi BTBMI dengan sistem HS kata Lain-lain, berfungsi untuk menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya. Kata lain-lain terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional. Dengan sedikit

latihan menggunakan BTBMI, pengertian kata lain-lain tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti

5. Test Formatif

5.1.

Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan huruf S apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1. ( B - S )

Untuk mengklasifikasi barang diperlukan data mengenai nama, jenis dan spesifikasi lainnya secara akurat. Informasi mengenai barang tersebut dapat kita peroleh melalui : kondisi fisik, brosur, sertificate of analysis, label kemasan dan data lainnya

2. ( B - S )

Customs Cooperation Council di Brussels pada tanggal 14 Juni 1983 menghasilkan Konvensi Internasional tentang The Harmonized

Commodity Description and Coding System (HS) dan mulai berlaku di Indonesi sejak tanggal 1 Januari 1988

3. ( B - S )

HS bersifat harmonis karena standard klasifikasi dan sistem kode penomoran barang digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti Pabean, statistik, perdagangan internasional dan pengangkutan laut, udara dan kereta api. Salah satu tujuan HS adalah untuk memberikan ketidak seragaman secara internasional penggolongan barang dalam tarif pabean

4. ( B - S )

Apabila terdapat perbedaan sistem klasifikasi pada setiap negara akan memperpanjang waktu untuk penetapan bea masuk dan pengeluaran barang impor di pelabuhan. Fungsi dasar HS adalah untuk memberikan keseragaman dalam mengklasifikasi barang guna memberikan

kemudahan pada perdagangan internasional

5. ( B - S )

Ditinjau dari fungsi pengklasifikasian, struktur HS terdiri dari : KUM HS ; Catatan Bagian, Bab dan Subheading ; Heading, sub-heading dan penomoran hingga ke Pos tarif (10 digit). Demikian dalam kekuatan hukumnya sama, karena yang utama adalah uraian barangnya.

5.2.

Pilihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari huruf yang terdapat di depan jawaban tersebut a, b, c, atau d )

1. Untuk penetapan tarif bea masuk, barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang. Bunyi kalimat diatas sesuai dengan bunyi UU no. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan pada : a. pasal 16 b. pasal 115 c. pasal 14 d. pasal 116

2. The Harmonized Commodity Description and Coding System (HS) mulai berlaku secara internasional sejak : a. tanggal 1 Januari 1989 b. tanggal 1 Agustus 1988 c. tanggal 31 Januari 1988 d. tanggal 11 Januari 1989

3. Untuk mengklasifikasi barang, dikenal prosedur umum untuk mengklasifikasi barang. Prosedur tersebut secara umum ialah ......... a. mengidentifikasi barang dengan mempelajari jenis dan spesifikasinya b. merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut c. melihat Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dan menentukan klasifikasinya d. pernyataan a, b dan c benar

4. Dalam pengamatan sementara untuk mengklasifikasi barang, maka sebutkan pernyataan dibawah ini yang tidak benar a. Jenis suatu jenis barang dimungkinkan tidak ada dalam HS b. Dapat terkait dengan beberapa bab c. Mengklasifikasi barang seluruhnya harus tepat secara eksak d. Barang tidak dapat diklasifikasikan, karena uraian jenis barangnya tidak ada dalam BTBMI

5. Pencantuman besarnya Bea Masuk pada Buku tarif Bea Masuk Indonesia : a. hanyalah sementara (mengikuti surat Keputusan Menteri Keuangan RI) b. harus mengacu kepada perkembangan terakhir besarnya penetapan Bea Masuk c. selalu berubah d. pernyataan a, b dan c benar

5.3. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan benar 1. Sebutkan 3 Sistem dalam mengklasifikasi barang yang pernah digunakan Pemerintahan Republik Indonesia, sebelum HS ! 2. 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konvensi HS ? Mengapa kita memilih suatu system seperti HS dalam menentukan klasifikasi barang ? 4. 5. Sebutkan tujuan Harmonized System ? Apakah besarnya tarif bea masuk Indonesia secara hukum sesuai seperti apa yang tertulis dalam BTBMI tersebut ?

6. KUNCI JAWABAN TEST FORMATIF

Kelompok 5.1. 1 B. 2. S 3. B. 4. B 5. S

Kelompok 5.2.. 1. a 2. b 3. d 4. c 5. d

Kelompok 6.3.

Nomor 1 a) Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan

penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 september 1980. b) Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN ini terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret 1985. c) Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan pada tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember 1988.

Nomor 2 Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang dinamakan

Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan hukum yang pasti, nomenklatur disahkan dalam Konvensi HS

Nomor 3 a) HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang diperdagangkan secara internasional. b) HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang diperdagangkan secara internasional. c) HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara internasional. d) Menggunakan bahasa pabean sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai. e) Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.

f) Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan internasional.

Nomor 4 a) Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia. b) Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis Statistik perdagangan dunia, dan ; c) Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya. d) Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan perhatian kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola perdagangan Internasional. seperti tarif pengangkutan,

Nomor 5 Buku tarif Bea Masuk Indonesia hanyalah suatu referensi praktis agar dapat secara optimal digunakan di lapangan. Ketentuan hukum yang legal adalah sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang perubahan Tarif Bea Masuk Indonesia (lihat Kata Pengantar pada BBTBMI)

7. UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT

Bandingkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif yang ada di belakang modul ini. Hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar atau sejauh mana Anda menguasai mata pelajaran tersebut. Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap terhadap materi kegiatan belajar

Rumus Tingkat Penguasaan Untuk kelompok A dan B : Jumlah Jawaban yang benar dibagi 10 kemudian dikali 100 % = ............ Untuk kelompok C : Apabila benar seluruhnya nilai menjadi 100

Untuk nilai keseluruhan maka dibagi rata-rata dari (A+B) dan C Arti tingkat penguasaan : * 90 % - 100 % = Baik sekali * 80 % - 89 % = Baik * 70 % - 79 % = Cukup * 69 % = Kurang Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80% keatas Anda dapat meneruskan kepada modul atau bagian pelajaran lain. Hasilnya Baik ! akan tetapi, bila tingkat penguasaan Anda masih dibawah 80 %, Anda harus mengulangi membaca Modul kembali, terutama bagian yang belum Anda kuasai

8. Daftar Kepustakaan

a. Harmonized System, Word Customs Organization, 2007 version b. Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (2007). Departemen Keuangan RI, Jakarta c. Explanatory Notes, World Customs Organization, 2007 d. Pengantar Klasifikasi Barang. (1995) Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta ***

MODUL II

SISTEM KLASIFIKASI BARANG MENURUT HARMONIZED SYSTEM

MATERI KLASIFIKASI BARANG OLEH : TIM PENYUSUN MODUL PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA 2007Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa, bahwa Modul ini dapat diselesaikan sesuai waktunya.

Obyek dari kegiatan Direktorat Bea dan Cukai adalah barang. Dalam rangka penentapan tarif bea masuk dan kepentingan kepabeanan lainnya, seyogyanya petugas Ditjen Bea dan

Cukai menambah keterampilam dalam mengklasifikasi barang agar pelayanan cepat dan negara tidak dirugikan dalam menetapkan besarnya bea masuk, karena ada kepastian tentang jenis barang dan penetapan tarif posnya.

Modul ini merupakan seri dari 3 buah modul mata pelajaran klasifikasi barang. Modul ke 2 dengan judul Teknik Klasifikasi Barang digunakan dalam Diklat Teksnis Substantif Spesialis Kepabeanan dan Cukai

Dalam kesempatan ini, Penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga dapat diselesaikannya Modul ini. Semoga Allah membalas atas amal kebaikan tersebut. Semoga Modul ini bermanfaat sebagai penambah wawasan dan media untuk penambah keterampilan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang.

Jakarta,

Nopember 2007

Penulis

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ............................................................................... Daftar Isi ......................................................................................... PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1.Deskripsi singkat................................................................. 1.2. Tujuan Pembelajaran Umum........................................... 1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus............................................... KEGIATAN BELAJAR 1 KETENTUAN UMUM UNTUKMENGINTERPRETASI HS..... 2.1 Uraian, Contoh dan Non contoh........................................... 2.2. Latihan 1............................................................................... 2.3. Rangkuman........................................................................ KEGIATAN BELAJAR 2 TAHAPAN MENGKLASIFIKASI BARANG............................ 3.1 Uraian, Contoh dan Non contoh.......................................... 3.2. Latihan 2............................................................................ 3.3. Rangkuman...................................................................... KEGIATAN BELAJAR 3 NOTA PENELITIAN KLASIFIKASI BARANG 4.1 Uraian, Contoh dan Non contoh............................................ 4.2. Latihan 3............................................................................... 4.3. Rangkuman........................................................................... Test Formatif ............................................................................... Kunci Jawaban .................................................. Umpan Balik..................................................................... Daftar Pustaka............................................................................. i ii 1 1 1 1 2 2 13 14

1

2

3

15 15 16 17 18 18 23 24 24 27 28 29

4

5 6 7 8

MODUL II TEKNIK KLASIFIKASI BARANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Singkat

Seorang klasifikator dibidang

kepabeanan harus dapat mengidentifikasi dan

mengklasifikasi barang dengan terampil. Oleh karena itu, seorang klasifikator harus terlebih dahulu memahami pengetahuan barang dan pengetahuan mengenai klasifikasi barang. Seorang klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan pengisian Pemberitahuan Impor Barang yang pada akhirnya menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan

pungutan impor lainnya yang harus dibayar.

1.2. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini, para Siswa diharapkan mampu menerapkan ketentuan umum untuk menginterpretasi Harmonized System, tahapan dalam mengklasifikasi barang dan membuat nota penelitian klasifikasi barang berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia.

1.3. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari Modul ini diharapkan para Siswa mampu menjelaskan : 1. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System 2. Tahapan dalam mengklasifikasi Barang. 3. Nota Penelitian Klasifikasi Barang.

2. KEGIATAN 1 KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASI HARMONIZED SYSTEM

2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

2.1. 1. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 1

Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) merupakan pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu kompleksnya

teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai pedoman dasar yang tidak boleh ditinggalkan. Setiap kali melakukan kegiatan klasifikasi barang, sadar atau tidak, salah satu ketentuan dalam KUM HS harus dipergunakan. pelajari satu-persatu enam butir KUM HS tersebut. Untuk itu, marilah kita

KUM HS 1 : Judul Bagian, Bab dan Sub-bab hanya dimaksudkan untuk memudahkan referensi saja; untuk tujuan hukum, klasifikasi harus ditentukan menurut uraian yang terdapat dalam pos dan berbagai Catatan Bagian atau Bab yang berkaitan serta menurut ketentuan-ketentuan berikut ini, asalkan pos atau Catatan tersebut tidak menentukan lain :

Penjelasan: HS adalah nomenklatur yang bersifat sistematik. Namun mengingat banyaknya jenis barang, tidak mungkin semua jenis barang dapat dicakup dengan persis pada setiap bab. Contohnya, sutera adalah produk hewani, tetapi karena sifatnya yang khusus dalam HS tidak diklasifikasikan pada bab 5 (produk hewani tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya), tetapi diklasifikasikan khusus pada bab 50. Uraian pada bab hanya untuk referensi saja, tidak mempunyai kekuatan hukum. Karena itu perlu diingat agar selalu mempertimbangkan semua bab atau pos yang mungkin mencakup suatu barang. Yang mempunyai kekuatan hukum adalah pos (heading), catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos. merupakan pertimbangan utama. Uraian pos dan catatan-catatan tersebut

Apabila pos dan catatan-catatan tersebut tidak

menentukan lain, dalam hal KUM HS 1 tidak bisa digunakan barulah digunakan KUM

HS 2, 3, 4, dan 5. Contohnya, catatan 2 Bab 31 menjelaskan pos 31.02 hanya untuk produk tertentu. Batasan ini tidak boleh diperluas dengan menggunakan KUM HS 2(b).

Spesifikasi keledai : - jenis keledai - umur 2 tahun - dapat mendemontrasikan beberapa permainan dalam pertunjukan sirkus Pengklasifikasian apakah pada bab 1 atau bab 95

Perhatikan gambar keledai yang biasa digunakan untuk sirkus. Bagaimana pengklasifikasiannya bila keledai tersebut diimpor oleh grup sirkus dari jerman ?

2.1. 2.. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 2a dan 2 b

KUM HS 2 a : Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap meliputi juga referensi barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau belum rampung, asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau belum rampung tersebut memiliki karakter utama dari barang itu dalam keadaan lengkap atau rampung. Referensi ini harus dianggap juga meliputi refensi untuk barang tersebut dalam keadaan lengkap atau rampung (atau yang berdasarkan ketentuan ini dapat digolongkan sebagai lengkap atau rampung) yang diajukan dalam keadaan belum dirakit atau terbongkar.

Penjelasan: Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap atau rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai barang lengkap atau rampung Sebagai contoh beberapa set sepeda yang diimpor dalam keadaan terurai, dan tiap setnya tidak ada sadel dan ban dalamnya. Namun tetap dianggap set sepeda karena sifat utamanya sebagai sepeda telah dimiliki.

Spesifikasi : Sepeda merk :Bamby - Ada alat perubah kecepatan - memiliki laher dalam as ban -bisa dikendarai oleh orang tua maupun anakanak

: Perhatikan gambar sepeda diatas. Bagaimana pengklasifikasiannya bila sepeda tersebut : a) tidak dicat ,b) tidak ada sadelnya c) dalam keadaan terurai

KUM HS 2 b : Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam pos, harus dianggap juga meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau zat itu dengan bahan atau zat lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau zat tertentu harus dianggap juga meliputi referensi untuk barang yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari bahan atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari satu jenis bahan atau zat harus diklasifikasikan sesuai prinsip dari Ketentuan 3.

Penjelasan:

Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan berdasarkan KUM HS 1. Sebagai contoh suatu susu yang telah ditambah sedikit vitamin, maka pengklasifikasiannya tetap sebagai susu. Mengapa demikian ? karena sifat sebagai susunya tidak berubah. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku apabila pos atau catatan bagian atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, pos 15.03 (-lard oil, ...tidak diemulsi atau dicampur...); karena uraian posnya sudah menyebutkan bahwa produk dalam pos tersebut tidak dicampur, maka KUM HS 2(b) tidak berlaku. Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat barang seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus digunakan KUM HS 3). Spesifikasi tutup botol : - Terbuat dari gabus - bagian luarnya dilapisi plastik. Bagaimana pengklasifikasian tutup botol tersebut, apakah pada bab 45 atau bab 39

Perhatikan sumbat botol diatas, bagaimana bila sumbat botol bagian atas dilapis plastik ?

2.1.3. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 3a, b dan c

KUM HS 3 : Apabila dengan menerapkan Ketentuan 2 (b) atau untuk berbgaia alasan lain, barang yang dengan pertimbangan awal dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau lebih, maka klasifikasiannya harus diberlakukan sebagai berikut :

Penjelasan: KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan. Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru kemudian KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan apabila uraian pos, catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, catatan 4(b) bab 97 menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos 97.01 sampai dengan 97.05 dan juga dirinci pada pos 97.06, harus diklasifikasikan pada pos terdahulu awal (berarti bertentangan dengan KUM HS 3c ). Dalam hal ini KUM HS 3(c) tidak berlaku.

KUM HS 3 a : Pos yang memberikan uraian yang paling spesifik, harus lebih diutamakan dari pos yang memberikan uraian yang lebih umum. Namun demikian, apabila dua pos atau lebih yang masing-masing pos hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat yang terkandung dalam barang campuran atau barang komposisi,atau hanya merujuk kepada bagian dari bahan atau zat terkandung dalam campuran atau barang komposisi atau hanya merujuk kepada bagian dari barang dalam set yang disiapkan untuk penjualan eceran, maka pospos tersebut harus dianggap setara sepanjang berkaitan dengan barang tersebut, walaupun salah satu dari pos tersebut memberikan uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.

Penjelasan: Pos dengan uraian lebih spesifik lebih diutamakan dari pos dengan uraian yang lebih umum. Pos yang menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos yang menyebutkan kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan pada pos 85.10, bukan pada pos 85.09 (self-contained motor). Saringan oli walau sebagai bagian dari mesin pada pos 8409, namun pos 8421 uraian barangnya lebih rinci.

Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih diutamakan dari pos yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted textile for motor cars

diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.

Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat yang terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari item dalam

satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak berlaku dan digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih rinci dari pos lainnya.

KUM HS 3 b : Barang campuran dan barang komposisi yang terdiri dari bahan yang berbeda atau yang dibuat dari komponen yang berbeda, serta barang yang disiapkan dalam set untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3 (a), harus diklasifikasikan berdasarkan bahan atau komponen yang memberikan karakter utama barang tersebut, sepanjang kriteria ini dapat diterapkan.

Penjelasan: KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri dari bahan yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang berbeda, dan barang yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran, dan bila KUM HS 3(a) tidak bisa digunakan.

Yang dimaksud dengan karakter utama (Essential character)

pada KUM HS ini

mengacu pada bahan atau komponen, kemasan, jumlah, berat atau nilai, dan bahan utama yang berkaitan dengan penggunaan barang.

KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu sama lain adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama membentuk barang jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah. Contoh, rak bumbu dengan beberapa botol tempat bumbu kosong.

Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran yaitu: Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set). Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu. Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh, ready-to-eatmeal). Contoh set: hairdressing set yang terdiri dari electric hair clipper (85.10), sisir (96.15), gunting (82.13), sikat (96.03), dan handuk dari tekstil (63.02), dikemas dalam tas kulit (42.02) diklasifikasikan pada pos 85.10 (berdasarkan komponen yang memberikan

sifat utama).

KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian yang dikemas terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam proporsi tertentu untuk keperluan industri (contoh, minuman).

Spesifikasi Mie :Instan : - Supermi instan bungkus - merk :Mi Enak - Mengandung mie, bumbu, saus, bawang dan cabe

Perhatikan mie instan yang sudah mask diatas. Tahukah Saudara ketika belum dimasak yang bungkusannya terdiri dari : mie, saus, kecap, bumbudan bahan lainnya. Bagaimana Saudara mengklasifikasi bila dalam keadaan mentah atau dalam bungkusan ?

KUM HS 3 c: Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi 3 (a) atau 3(b), maka barang tersebut harus diklasifikasikan dalam pos tarif terakhir berdasarkan urutan penomorannya di antara pos tarif yang mempunyai pertimbangan yang setara.

Penjelasan: Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan pada pos terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2 sisi terbuat dari kayu dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau dari bahan baku memiliki bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan pos 83.06, namun karena menurut KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus diklasifikasikan pada pos terakhir, yaitu pos Spesifikasi barang : - Van belt merk : :Ando - mengandung

83.06.

Perhatikan vanbelt ini, bagaimana pengklasifikasiannya bila terbuat dari bahan plastik dan karet yang sama tebalnya ?

2.1. 4. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 4

KUM HS 4: Barang yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan referensi diatas, diklasifikasikan ke dalam pos yang sesuai untuk barang yang paling menyerupai. harus

Penjelasan: a) KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3 tidak dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan barang yang sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya, tujuannya). b) Ketentuan ini mengenai barang-barang yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu pos dalam HS, karena tidak ada uraian yang sesuai (misalnya yang baru muncul di pasaran dunia). Ketentuan ini menetapkan bahwa barang-barang tersebut harus digolongkan kedalam pos atas barang yang memiliki persamaan terbanyak. c) Pada waktu menerapkan ketentuan No.4, barang yang akan diklasifikasikan harus diperbandingkan dengan uraian barang dalam beberapa pos HS yang memiliki kesamaan jenis atau karakternya. Hal tersebut dilakukan untuk meneliti pada pos mana yang memiliki unsur kesamaan terbanyak. d) Persamaan dapat tergantung dari beberapa faktor seperti nama, sifat, penggunaan, dan seterusnya.

Perlu diingatkan, KUM HS 4 baru digunakan apabila benar-benar tidak ada lagi data atau informasi yang dapat diperoleh untuk mengidentifikasi barang dimaksud. Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan KUM HS 4, sangat disarankan untuk mencari lebih dulu informasi tentang barang dimaksud dari berbagai sumber yang ada, seperti literatur, data teknis, internet, dan sebagainya.

2.1. 5. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 5

KUM HS 5 : Sebagai tambahan dari aturan di atas, Ketentuan berikut ini harus diberlakukan terhadap barang tersebut di bawah ini : Tas kamera, tas instrumen musik, koper senapan, tas instrumen gambar, kotak kalung dan kemasan semacam itu, dibentuk secara khusus atau pas untuk menyimpan barang atau perangkat barang tertentu, cocok untuk penggunaan jangka panjang dan diajukan bersama barangnya, harus diklasifikasikan menurut barangnya, apabila kemasan tersebut memang biasa dijual dengan barang tersebut. Namun demikian, ketentuan ini tidak berlaku untuk kemasan yang memberikan seluruh karakter utamanya;

Penjelasan: KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat semacam itu yang: khusus dibuat untuk barang tertentu. digunakan untuk jangka waktu lama. dimasukkan bersama barangnya (bila dimasukkan terpisah diklasifikasikan pada pos tersendiri). biasa dijual bersama dengan barangnya. tidak memberikan sifat utama.

Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata, dan sebagainya.

Spesifikasi barang : - gitar dengan kemasannya - merk :Refly - Terbuat dari karet yang dilapisi tekstil tebal

Perhatikan

gambar

guitar

dan

kemasannya

diatas.

Bagaimana

Saudara

mengklasifikasiguitar beserta kemasan diatas ?

KUM HS 5 b : Berdasarkan aturan dari ketentuan nomor 5 (a) di atas, bahan pembungkus dan kemasan pembungkus yang diajukan bersama dengan barangnya harus diklasifikasikan menurut barangnya, apabila bahan atau kemasan pembungkus tersebut memang biasa untuk membungkus barang tersebut. Namun demikian ketentuan ini tidak mengikat apabila bahan atau kemasan pembungkus tersebut secara nyata cocok untuk dipakai berulangulang.

Penjelasan: Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan dengan barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.

Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang digunakan berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama pengemasnya (tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan pada pos tarif gas, sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif tabung gas. Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih tinggi dari barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus diklasifikasikan tersendiri Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat permen dari porselin berdekorasi China

Spesifikasi barang : - tabung gas berisi gas - merk :Reflon - Terbuat baja tahan karat

Bagaimana pengklasifikasian suatu gas beserta tabungnya yang dapat diisi ulang ? Tabung gas LPG dengan isinya LPG pada pos berapa dalam Harmonized System ?

2.1. 6. Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System nomor 6

KUM HS 6 : Untuk tujuan hukum klasifikasi barang dalam sub pos dari suatu pos harus ditentukan berdasarkan uraian dari subpos tersebut dan catatan subpos bersangkutan, serta ketentuan ini di atas dengan penyesuaian seperlunya, dengan pengertian bahwa hanya subpos yang setara yang dapat diperbandingkan. Kecuali apabila konteksnya menentukan lain, untuk keperluan ketentuan ini diberlakukan juga catatan Bagian dan catatan Bab.

Penjelasan: KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara langsung) untuk subsub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada takik yang sama).

KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain.

Artinya, catatan

bagian, catatan bab, atau catatan subpos harus tetap menjadi pertimbangan utama. Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak sama dengan Platinum pada catatan subpos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11 dan 7110.19).

2.2. Latihan

Pertanyaan 1. Dalam mengklasifikasi barang gantungan kunci yang terdiri dari ring baja, rantai baja dan hiasan dari plastik, harus menggunakan KUM HS nomor berapa ? 1.

Jawaban

2. Sebutkan contoh barang yang dalam mengklasifikasinya menerapkan KUM HS nomor 3a (selain yang telah disebutkan

2.

contoh diatas)

3. Bagaimana menurut pendapat Saudara mengenai penggunaan KUM HS nomor 4 dalam prakteknya ?

3.

2.3. Rangkuman

Dalam mengklasifikasi barang dalam BTBMI diperlukan suatu pedoman. Pedoman tersebut adalah Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) merupakan ketentuan untuk memasuki klasifikasi barang. Saat ini KUM HS hanya terdiri dari nomor 1 sampai dengan nomor 6. Dahulu sampai dengan 10, nomor 7 sampai 10 dihilangkan dan beberapa diantaranya menjadi surat keputusan Dirjen Bea dan Cukai

3. KEGIATAN BELAJAR 2 TAHAPAN MENGKLASIFIKASI BARANG

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

Secara lebih rinci, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk mengklasifikasi barang:

1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi.

Dengan mengetahui

spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia, atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.

2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut. Bila sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan catatan Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.

3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan Bab yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada catatan yang

mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita pilih, perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut diklasifikasikan.

4. Baca dan cermati catatan Bagian atau Bab (atau catatan Sub-pos dalam hal tertentu) yang ditunjuk oleh penjelasan pada butir 3. Kita ulangi proses pengklasifikasian pada butir 3. Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai gambaran umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab lainnya.

5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas, maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci. Bila sudah kita

temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya tinggal menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai. Ingat, dalam penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul permasalahan klasifikasi yang sama dengan penentuan pos

(4-digit). Sampai tahap ini sebenarnya kita sedang menggunakan KUM HS 1.

6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi barang, kita mulai menggunakan KUM HS 2. Ingat, kita baru dapat menggunakan KUM HS 2 apabila KUM HS 1 benar-benasr tidak dapat digunakan. Cara untuk meyakinkan bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan berusaha membuktikan bahwa hanya ada satu pos yang sesuai untuk barang tersebut. Dalam hal KUM HS 1 tidak bisa diterapkan karena informasi atau data spesifikasi barang kurang lengkap, maka yang harus dikerjakan adalah mencari informasi atau data tersebut lebih dulu. Jangan terburu-buru menggunakan KUM HS 2 sebelum kita benar-benar yakin KUM HS 1 tidak dapat digunakan.

7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek. Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama adalah fungsi/kegunaan, nilai (value), dan bentuk fisik (appearance). Usahakan paling tidak selalu

mempertimbangkan ketiga aspek tersebut sebelum menentukan sifat utama suatu barang campuran.

8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus selalu diingat bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos , sub-sub pos, atau pos-pos tarif yang setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi, perbandingan

dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.

9. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN, PPnBM, atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP, Pertamina, dan lain-lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan lupa selalu menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan ketentuan yang terbaru.

3.2. Latihan

Pertanyaan 1. Mengapa sebelum mengklasifikasi barang, diperlukan data mengenai barangnya ? Sebutkan contoh kasus ! 1.

Jawaban

2. Bagaimana tahapan dalam mengklasifikasi barang agar menghasilkan pos tarif yang akurat ?

2.

3. Mengapa dalam mengklsifikasi barang harus memperhatiakan bagian dan bab serta catatan bagian dan catatan babnya yang terkait dengan barang tersebut ?

3.

3.3. Rangkuman

Dalam proses mengklasifikasi barang diperlukan tahapan yang sesuai, agar menghasilkan keputusan yang tepat sesuai aturan yang benar. Pada prinsipnya meliputi identifikasi barang, mendeskripsikan jenis barang, kemudian melihat uraian barang dalam BTBMI sesuai dengan yang akan diklasifikasi. Pengamatan uraian barang dalam BTBMI dengan melihat bagaian, bab dan catatan yang berkaitan dengan barang yang akan diklasifikasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut baru ditentukan pos tarif yang tepat.

4. KEGIATAN BELAJAR 3 NOTA PENELITIAN KLASIFIKASI BARANG

4.1. Uraian Contoh dan Non Contoh

4.1.1. Pengantar

Berkaitan dengan klasifikasi barang, setidaknya ada dua fihak yang berkepentingan yaitu aparat DJBC dan importir/PPJK. Sebagaimana selama ini telah berjalan, dalam rangka pengimporan importir/PPJK memberitahukan sendiri jenis barang, klasifikasi, dan pembebanan impornya. Selanjutnya DJBC akan meneliti dan menetapkan klasifikasi barang tersebut. Dalam mekanisme ini tidak jarang timbul perbedaan pendapat mengenai klasifikasi barang antara importir/PPJK dan aparat DJBC. Dalam mempertahankan pendapatnya, aparat DJBC diharuskan membuat uraian rinci yang menjelaskan dasar klasifikasi barang dimaksud. tersebut. Dalam diktat ini disajikan cara membuat uraian rinci klasifikasi barang

Untuk memudahkan, uraian rinci klasifikasi barang dimaksud kita sebut saja Nota Penelitian Klasifikasi Barang. Kerangka nota penelitian klasifikasi barang sebenarnya tidak baku, bisa singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Namun dalam diktat ini pembuatan nota penelitian

klasifikasi barang tersebut diarahkan untuk mengikuti ketentuan-ketentuan dasar mengklasifikasi barang sesuai HS/BTBMI.

4.1.2. Nota Penelitian Klasifikasi Barang

Pada bagian akhir diktat ini disajikan juga contoh soal klasifikasi barang menggunakan nota penelitian klasifikasi barang. Soal tersebut dapat dijawab dengan menggunakan contoh nota penelitian di bawah ini: Contoh 1.

1) Nama barang/uraian jenis barang

2) - Bagian, Bab, alasan/catatan Bag/Bab /Sub-pos yang terkait 3) - Explanatory Notes atau referensi lainnya

4) Uraian klasifikasi barang - tuliskan mulai dari 2 digit, 4 digit, 6 digit dan 9 digit

5) Kesimpulan

Contoh 2.

(Contoh ini umumnya diterapkan pada penelitian klasifikasi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai):

Nama Barang/Uraian Jenis Barang

Spesifikasi Barang (Komposisi, kapasitas, kemasan,bentuk, kegunaan, dll.)

Pos (pos-pos) Yang Mungkin (Bisa satu atau lebih kemungkinan pos tarif)

Dasar Klasifikasi Catatan : Bagian, Bab dan Sub pos Uraian pos, Explanatory Notes, BTBMI, dan informasi atau referensi lainnya Tentukan satu pos yang paling sesuai Tentukan sub-pos yang paling sesuai Tentukan pos tarif yang paling sesuai

Kesimpulan Klasifikasi Barang Barang dimaksud dimaksud diklasifikasikan pada tarif xxxx.xx.xxx BM x% PPN x%.

4.1.3.. Praktek Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang:

1. Nama dan Jenis barang : Norit mengandung arang aktif dari arang kayu dalam bentuk tablet 5 gram dipergunakan untuk mengatasi keracunan atau perut kembung. Bahan tersebut telah terdaftar dalam Farmakope Indonesia Alasan Klasifikasi : Arang kayu masuk Bab 44. Menurut catatan 1 (d) Bab 44 tidak meliputi arang aktif masuk pos 3802

- Bab 38 catatan 1 (d) tidak meliputi barang untuk obat masuk Bab 30

Uraian klasifikasi : - Bab 30..Produk farmasi - Pos 3004. Obat dalam dosis tertentu.. - Subpos 3004.90 Lain-lain - Subpos 3004.90.90 Lain-lain - Pos tarif 3004.90.99.00 Lain-lain

Kesimpulan : Norit diklasifikasikan pada pos tarif 3004.90.99.00 % .PPN % PPh %. BM .

2. Nama dan Jenis barang : Shampo merk : KAO dalam tube 100 ml mengandung obat anti ketombe dan anti

jamur atau kerontokan rambut Alasan Klasifikasi : - Shampo termasuk kosmetik Bab 33, shampo Pos 3305. ; - Bila mengandung obat Bab 30 Lihat Bab 30 catatan 1(d) :Bab ini tidak meliputi pos 3303-3307 walau mengandung obat

Uraian klasifikasi : - Bab 33..kosmetika - Pos 3305 preparat digunakan pada rambut.. - Subpos 3305.10 shampo - Pos tarif 3305.10.90.00..shampo Kesimpulan : Shampo mengandung obat anti kerontokan diklasifikasikan pada pos tarif 3305.10.90.00 BM . % .PPN % P

3. Nama dan Jenis barang : Sosis daging sapi yang dimasak Alasan Klasifikasi : - Makanan olahan masuk Bagian IV - Olahan dari ikan masuk Bab 16, lihat cat 1 ..diolah selain dari bab 2 dan 3 masuk Bab 16 - Lihat Bab 16 catatan 2 Bab 16 meliputi olahan makanan mengandung daging lebih dari 20 % Uraian klasifikasi : - Bab 16 ...Olahan dari daging - Pos 1601 ...sosis - Subpos 1601.00.10. sosis - Pos tarif 1601.00.12.00mengandung daging sapi Kesimpulan : Sosis daging sapi tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 1601.00.12.00 BM . % .PPN % PPh %.

4. Nama dan Jenis barang : Bahan untuk membuat cat besi mengandung bahan alkyd resin (poliester resin) 55 %, bahan pelarut yang mudah manguap 28 % dan bahan lainnya 13 % Alasan Klasifikasi : - Bahan cat termasuk produk kimia bagian VI, cat masuk bab 32 - Lihat catatan 4 bab 32 ....... pos 3208 meliputi bahan yang mengandung bahan pelarut mudah menguap lebih dari 50 % - pelarut kurang dr 50 % ke pos 3907.. Uraian klasifikasi : - Bab 39..polimer - Pos 3907 poliester (alkid resin) - Subpos 3907.50 alkid (poliester) dari poliester - Pos tarif 3907.50.10.00 cair Kesimpulan : Bahan cat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 3907.50.10.00 BM . % .PPN % PPh %.

5. Nama dan Jenis barang : Kawat pilinan dari baja terdiri dari 5 buah yang dipilin tidak diisolasi ukuran diameter 2,5 cm digunakan untuk penarik mobil derek Alasan Klasifikasi : - Barang dari logam tidak mulia masuk Bagian XV. - Lihat Bagian XV catatan 2 kawat dipilin masuk bagian untuk pemakaian umum pos 7312 .Mobil derek masuk bab 87 - Lihat Bagian XVII catatan 2(B) bagian untuk pemakaian umum tidak boleh masuk Bab 87 - Barang dari logam tidak mulia masuk Bab 73, (walau bagian untuk mobil derek) Uraian klasifikasi : - Bab 73..barang dari baja - Pos 7312 ..kawat - Subpos 7312.10. kawat dipilin - Pos tarif 7312.10.90.00 ukuran 25 mm

Kesimpulan : Kawat tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 7312.10.90.00 BM .% PPN % PPh.%.

6. Nama dan Jenis barang : Bagian dari kendaraan bermotor berupa : Radiator untuk mobil bus mini untuk pengangkutan 15 orang dengan mesin diesel dalam keadaan CKD masa total 10 ton Alasan Klasifikasi : -Kendaraan yang bergerak selain diatas rel masuk Bagian XVII, Kendaraan Bab 87 Radiator bagian dari kendaraan bermotor berjalan bukan di rel. Bagiannya masuk

pos 8708. Uraian klasifikasi : -Bab 87 Kendaraan yang bergerak selain diatas rel -Pos 8708 bagian untuk kendaraan bermotor.. -Sub pos 8708.90 bagian dan aksesori lainnya . - Sub pos 8708.91. radiator - Pos tarif 8708.91.30.00 untuk bus mini Kesimpulan : Radiaotor tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 8708.91.30.00 BM . % .PPN % PPh %.

4.2. Latihan

Pertanyaan 1. Sebutkab tahapan dalam membuat nota penelitian klasifikasi barang ? 1.

Jawaban

2.

Nota

penelitian

klasifikasi

barang

2.

seyogyanya memuat hal-hal apa saja ?

3. Mengapa dalam mengklasifikasi barang tidak hanya menyebutkan 9 digitnya atau kesimpulannya saja ?

3.

4.3. Rangkuman

Proses dalam mengklasifikasi barang harus seuai dengan aturan, demikian juga hasil penelitian klasifikasi barang harus disajikan dalam bentuk format yang benar. Pada umumnya hsil penelitian dituangkan dalam suatu format yang berisikan komponen : nama dan jenis barang, alas an klasifikasi, uraian klasifikasi dan kesimpulan. Dalam membuat nota penelitian klasifikasi barang ada yang sederhana dengan hanya menggunakan BTBMI, namun dilapangan nama barang berdasarkan hasil pemeriksaan, ditambah informasi barang dari brosur, hasil analisa laboratorium atau sumber informasi lainnya

5. Test Formatif

5.1. Lingkarilah huruf B apabila pernyataan ini Saudara anggap benar dan huruf S apabila pernyataan Saudara anggap salah.

1. ( B - S )

Judul Bagian, Bab dan Sub-bab pada Buku tarif Bea Masuk Indonesia hanya dimaksudkan untuk memudahkan penyebutan saja. Tidak mengikat secara hukum dalam mengklasifikasi

2. ( B - S )

Pernyataan 2b pada KUM HS adalah Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang lengkap atau rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama sebagai lengkap atau rampung barang

3. ( B - S)

Pernyataan 3a pada KUM HS adalah Pos yang memuat uraian yang paling terinci harus lebih diutamakan daripada pos yang memuat uraian

yang lebih umum sifatnya

4. ( B - S )

Pernyataan 5b pada KUM HS adalah Peti kamera, peti instrumen dan tempat simpan yang semacam, dengan bentuk atau kelengkapan khusus untuk menyimpan barang tertentu atau seperangkat barang tertentu, cocok untuk pemakaian jangka panjang dan diimpor lengkap dengan isinya, harus diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual dengan barang itu

5. ( B - S )

Sebelum mengklasifikasi barang, sebaiknya kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui spesifikasi barang maka akan lebih mendekati keakuratan dalam mengklasifikasi barang

6.2. Pililihlah jawaban yang Saudara anggap benar dengan cara melingkari huruf yang terdapat di depan jawaban tersebut

1. Dalam membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang maka diperlukan kerangka yang singkat atau memerlukan uraian yang cukup panjang tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Namun demikian nota tersebut setidak-tidaknya memuat tentang : a. nama barang dan uraian jenis barang b.alasan atau catatan yang digunakan c. Uraian klasifikasi mulai 2 digit sampai dengan 9 digit d. pernyataan a, b dan c benar

2.