modul bea materai dtsd pajak

47
Modul BEA METERAI DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR PAJAK I JAKARTA, 25 FEBRUARI – 9 MEI 2008 PUSDIKLAT PERPAJAKAN BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Upload: arinadi-panggih

Post on 02-Jul-2015

529 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

Modul

BEA METERAI

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF DASAR PAJAK I JAKARTA, 25 FEBRUARI – 9 MEI 2008

PUSDIKLAT PERPAJAKAN

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Page 2: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

Jl. Sakti Raya No. 1, Kemanggisan, Jakarta 11480 Telepon (021) 5481145 Fax (021) 5481394 www.bppk.depkeu.go.id/pajak

Page 3: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 1

BAB I PENDAHULUAN

1. Sejarah Singkat

a. Tahun 1817 – 1921 Pengenaan Bea Meterai di Indonesia sudah mulai dikenal sejak

tahun 1817 yaitu pada masa penjajahan Belanda, yang disebut De Heffing

Van Het Recht Kleinnegel.Dalam peraturan tersebutpengenaan Bea

Meterai didasarkan pada perbuatan atau persetujuan yang tercantum

dalam surat (akta). Tahun 1885 aturan pengenaan Bea Meterai tersebut di

atas diganti dengan Ordonantie op de heffing van het legel recht in

Nederhlands Indie.Pengertian Bea Meterai ada dua cara yaitu yang

seragam dan ada pula yang sebanding yaitu untuk akta yang dibuat melalui

pejabat umum, peraturan ini berlaku sampai tahun 1921.

b. Tahun 1921 – 1985 Mulai tahun 1921 berlaku Aturan Bea Meterai 1921 (Zegel

Verordening 1921) yang dimuat dalam Staatslelad 1921 Nomor 498, yang

mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Undang Undang-

undang Nomor 2 Per Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor

121), dan kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang yaitu Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38).

Undang-undang ini sifatnya perubahan atau penyempurnaan dari Aturan

Bea Meterai 1921, dengan demikian secara substantial sistematik dan

isinya masih sama dan dijiwai oleh Aturan Bea Meterai 1921.

c. Tahun 1986 Sejak Pemerintahan Orde Baru tahun 1966, banyak kebijakan baru

(pembaharuan) di bidang perpajakan untuk menunjang perkembangan

Page 4: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 2

ekonomi pada umumnya, dan penerimaan negara pada khususunya. Salah

satu yang paling menonjol yaitu dilakukannya reformasi di bidang

perpajakan ( tax reform ), antara lain :

a. Undang Undang Nomor 6 / 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan;

b. Undang Undang Nomor 7 / 1983 tentang Pajak Penghasilan;

c. Undang Undang Nomor 8 / 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Selang dua tahun kemudian di lakukan reformasi atas dua

Undang-undang, dan menghasilkan dua Undang-undang baru yaitu :

a. Undang Undang Nomor 13 / 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan,

dan

b. Undang Undang Nomor 13/ 1985 tentang Bea Meterai.

Kedua Undang-undang itu mulai berlaku 1 Januari 1986.

Khusus yang berkaitan dengan Undang Undang Nomor 13 / 1985 tentang

Bea Meterai, mengapa Undang-undang ini perlu dibentuk, jawabnya dapat

disimak pada konsideran undang-undang itu, yaitu :

a. “Bahwa Pembangunan Nasional menurut keikutsertaan segenap

warganya untuk berperan menghimpun dana pembiayaan memadai,

terutama harus bersumber dari kemampuan dalam negeri, hal mana

merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan dalam rangka mencapai

tujuan Pembangunan Nasional ;

b. Bahwa Bea Meterai yang selama ini dipungut berdasarkan Aturan Bea

Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) tidak sesuai lagi dengan

keperluan dan perkembangan keadaan di Indonesia ;

c. Bahwa sesungguhnya dengan hal tersebut diatas, perlu diadakan

pengaturan kembali tentang Bea Meterai yang lebih bersifat sederhana

dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat ;

d. Bahwa untuk mencapai maksud tersebut diatas, perlu dikeluarkan

undang-undang baru mengenai Bea Meterai yang menggantikan Aturan

Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921).”

Page 5: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 3

Sejauh mana Aturan Bea Meterai 1921 itu “ tidak sesuai” dan “

tidak mudah “ sebagaimana dapat kita sempurnakan atas koseideran

undang-undang itu, sehingga perlu dikeluarkan undang-undang baru, dapat

disimak perbandingan kedua undang-undang yang “lama” dan yang “ baru”.

Perbandingan Antara Aturan Bea Meterai 1921 dengan

UU No. 13/1985 tentang Bea Meterai

NO.

URAIAN A B M 1921 UU No. 13 Tahun 1985

1. Jumlah Bab 15 bab 7 bab 2. Jumlah pasal 142 pasal termasuk

pasal sisipan 18 pasal

3. Obyek Bea Meterai dikenal atas dokumen yang bersifat publik dan bersifat pribadi

Hanya atas dokumen yang bersifat perdata saja (itupun terbatas)

4. Jenis Bea Meterai

BM Tetap BM Umum BM Menurut Luas

Kertas BM Sebanding

Hanya BM Tetap saja

5. Macam Tarif 167 macam Hanya 2 macam saja yaitu :

Rp. 1.000,- dan Rp. 2.000,-

6. Cara Pelunasan BM

Benda meterai Meterai khusus/luar

biasa Surat Kuasa Untuk

Menyetor (SKUM) Mesin Teraan Meterai Percetakan cap lunas

Benda Meterai Cara lain yang

ditetapkan Menteri Keuangan

7. Daluarsa Ditentukan 3 tahun sejak diketahui

Ditentukan 5 tahun Sejak tanggal dokumen dibuat.

Page 6: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 4

2. S i s t e m a t i k Untuk mempermudah mempelajari Peraturan Perundang-undangan

Bea Meterai, sistematik penulisan materi bahan ajaran, disusun sesuai dengan

urutan pasal-pasal yang ada dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea

Meterai. Disamping itu pasal yang berkaitan dengan materi yang sedang

dibahas disertakan dalam pembahasan, dengan demikian sumber materi yang

dibahas atentik dan pembaca tidak perlu lagi membuka UU No. 13 Tahun 1985

tentang Bea Meterai.

Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman sudah dicapai setelah

mempelajari materi ajaran, di belakang bab terakhir ditambah pertanyaan dan

jawabannya.

Buku ini dilengkapi juga foto copy slide sebagai ringkasan semua

materi yang ada dalam uraian.

Page 7: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 5

BAB II

KETENTUAN UMUM

Beberapa Pengertian Pasal 1 UU N0. 13/ 1985 tentang Bea Meterai menjelaskan pengertian

beberapa istilah/terminologi yang dipakai dalam undang-undang tersebut sebagai

berikut :

1. Bea Meterai Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen

sebagaimana disebut dalam UU N0 13 / 1985 tentang Bea Meterai.

Batasan atau pengertian pajak ada berbagai macam, salah satu diantaranya

dikemukakan oleh Prof. Dr. P.J.A. Adriani :

“ Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terhutang oleh wajib Pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan,

dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk,

dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan

pemerintahan” ( R. Santoso Brotodihardjo, SH., Ilmu Hukum Pajak, 1995 :

2 )

2. D o k u m e n Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti

dan maksud tentang pembuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang

dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.

Page 8: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 6

Pengertian “ kertas “ harus diartikan secara luas, yaitu media untuk menulis

lainnya seperti bahan dari karton, plastik, kulit, kain dan lai-lainnya.

Adapun “ tulisan “ tidak hanya tulisan latin saja tetapi juga tulisan

beberapa huruf-huruf lainnya seperti Jawa, Arab, Cina, Kanji dan lain-lain.

Adapun mengenai bahasa yang ditulis itu tidak terbatas hanya bahasa

Indonesia melainkan, termasuk bahasa asing lainnya.

3. Benda Meterai Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang

dikeluarkanoleh Pemerintah Republik Indonesia.

Adapun tentang tata cara dan persyaratan pengelolaan, penjualan, penukaran,

pengembalian dan pemusnahan benda meterai diatur dengan Keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia N0. 1009/KMK.01/1986, tanggal 1

Desember 1986.

4. Tandatangan Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana lazimnya

dipergunakan, termasuk pula tatap, teraan atau cap nama atau tanda lainnya

sebagai pengganti tandatangan.

5. Pemeteraian Kemudian Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang

di lakukan oleh Pejabat Pos atau permintaan pemegang dokumen yang Bea

Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.

6. Pejabat Pos Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro ( PT Pos

dan Giro ) yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.

Page 9: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 7

BAB III OBJEK, TARIF, DAN YANG TERUTANG

BEA METERAI

1. Yang Dikenakan Bea Meterai Pasal 1 (1) UU N0. 13 / 1985 tentang Bea Materai, menetapkan bahwa

yang dikenakan Bea Meterai adalah dokumen-dokumen yang disebut kan

dalam Undang Undang tersebut diatas.

Adapun jenis dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah sebagai mana

tercantum dalam Pasal 2 Undang Undang N0 13 / 1985 tentang Bea Meterai.

a. “ Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan

untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai pembuatan,

kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;

b. Akta-akta notaris termasuk salinannya;

c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk

rangkap-rangkapnya;

d. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta

rupiah):

1) Yang menyebutkan penerimaan uang;

2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang

dalam rekening di bank;

3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;

4) Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau

sebagaimana telah dilunasi atau diperhitungkan;

Page 10: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 8

e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek yang berharga

nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);

f. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga

nominalnya lebih dari Rp. 1. 000.000,00 (satu juta rupiah).”

Penjelasan a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya

1) Tidak semua dokumen dikenakan Bea Meterai.

2) Yang dikenakan Bea Meterai adalah dokumen sebagaimana tersebut

pada pasal 2 (1) huruf a s/d f tersebut dimuka.

3) Surat perjanjian dan surat lainnya adalah persetujuan yang dinyatakan

secara tertulis (dokumen) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih,

masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut dalam

persetujuan itu dan dibuat tujuan untuk digunakan sebagai alat

pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan, yang

bersifat perdata.

4) Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya

tersebut, dibebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat

perjanjian atau surat-surat yang dipegangnya. Yang dimaksud surat-

surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, surat

pernyataan.

b. Akta Notaris

Sesuai pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notaris –

ambt, Stll. 1860 N0 3) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum

yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu

peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk

dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya,

Page 11: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 9

menyimpan aktanya, dan memberikan grose, salinan dan kutipannya;

semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum

tidak juga ditugaskan atau di kecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Adapun akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan

oleh Undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang

untuk itu, di tempat di mana akta itu dibuat (Pasal 1868 kitab Undang-

undang Hukum Perdata).

c. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Perjanjian untuk memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak

baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjamkan uang dengan hak

atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang

dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk dan diangkat oleh Menteri

Dalam Negeri. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam

Negeri, dan untuk desa-desa di wilayah yang terpencil Menteri Dalam

Negeri dapat menunjuk PPAT sementara.

d. Surat Yang Memuat Jumlah Uang

Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang

Bea Meterai menetapkan mengenakan Bea Meterai terhadap

surat/dokumen :

1) Yang menyebutkan penerimaan uang;

2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam

rekening di bank;

3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;

4) Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau

sebagaimana telah dilunasi atau diperhitungkan.

1) Dokumen yang menyebutkan penerimaan uang.

Dokumen ini biasa disebut “ KUITANSI “, yang mengandung arti/atau

pernyataan telah menerima sejumlah uang (surat bukti penerimaan

uang)

Page 12: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 10

Dalam perdagangan bukti penerimaan uang atau bukti seseorang

telah membeyar lunas atas barang yang dibelinya dinyatakan dalam

bentuk nota penjualan yang dibubuhi tanda “ LUNAS “ atau “ TUNAI

“. Nota sejenis ini jika digunakan secara internal misalnya untuk “

menebus “ barang yang telah dibeli meskipun nilainya melebihi Rp

100.000,- baca Rp 250.000,- sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat

(4) Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai

tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi jika nota tersebut digunakan oleh

si pembeli sebagai bukti bahwa ia telah menyerahkan uang

pembayaran atas barang yang dibelinya maka nota itu dikenakan

Bea Meterai.

2) Dokumen yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan

uang dalam rekening di bank. Contohnya seperti nota kredit yang

dikirim oleh bank kepada masalah ( pemegang rekening ) yang

menyebutkan bahwa dalam rekening atas namanya di bank tersebut

telah dibukukan dalam kredit sejumlah uang. Lembar surat setoran

ke bank yang dikembalikan kepada nasabah setelah dibubuhi tanda

terima oleh bank adalah sebagai tanda bukti penyetoran dan karena

itu dikenakan Bea Meterai, jika jumlah uang yang disetor itu

memenuhi syarat untuk dikenakan Bea Meterai.

3) Dokumen yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.

Contohnya yaitu “ saldo bilyet “ atau “ surat saldo “ yang diberikan

bank kepada nasabahnya. Dokumen sejenis ini dikenakan Bea

Meterai, sepanjang jumlah uangnya memenuhi syarat untuk

dikenakan Bea Meterai.

Page 13: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 11

4) Dokumen yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya

atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.

Contohnya yaitu seorang kreditur yang menerima pembayaran dari

debitur atas hutangnya baik seluruh maupun sebagian, kadang-

kadang kreditur tidak membuat surat yang menyebutkan penerimaan

uang, melainkan menyebutkan dengan kata-kata lain bahwa hutang

uang seluruhnya atau sebagian telah lunas atau diperhitungkan.

Meskipun dokumen ini bukan kwitansi, tetapi pada hakekatnya

dokumen ini berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau

sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan, atas dokumen

sejenis ini dikenakan Bea Meterai.

e. Surat Berharga

Dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang berbentuk surat berharga

seperti :

Wesel, adalah surat perintah atau surat kuasa kepada seseorang untuk

membayarkan sejumlah uang kepada orang lain yang berhak atas

pembayaran itu.

Promes, adalah janji atau kesanggupan untuk membayar, jika promes

dibuat sendiri oleh yang berhutang.

Aksep, adalah surat yang menyatakan setuju atau sepakat untuk

membayar.

Cek, adalah suatu alat pembayaran, yang harus dibayar pada waktu

ditunjukkan atau diperlihatkan, jadi fungsinya dipersamakan dengan

uang tunai.

f. Efek dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dimaksud dengan efek

adalah surat saham dan surat okligasi.

Saham, adalah tanda ikut serta dalam modal perseroan. Pemegang

saham berhak memperoleh bagian keuntungan yang disebut deviden.

Page 14: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 12

Okligasi, surat hutang untuk jangka waktu tertentu, yang dikeluarkan

untuk mendapatkan dana. Pemegang okligasi mempunyai hak untuk

memperoleh bunga yang tetap.

2. Pengenaan Bea Meterai Atas Dokumen Tersebut Pada Pasal 2 ayat (1) UU N0

13 Tahun 1983 Tentang Bea Meterai.

Pasal 2 ayat Undang Undang Nomor 13 Tahun 1983 tentang Bea

Meterai menetapkan bahwa dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea

Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah).

Dalam menjelaskan Pasal 2 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dikemukakan

sebagai berikut :

“ Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d, huruf e,

huruf f ini juga dimaksudkan jumlah uang ataupun harga nominal yang

dinyatakan dalam mata uang asing. Untuk menentukan nilai rupiahnya

maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan dengan nilai

tukar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat

dokumen itu dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut

dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai. “

Selanjutnya Pasal 2 ayat (4) Undang Undang Nomor 13 Tahun 1983

tentang Bea Meterai menetapkan sebagai berikut :

“ Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d,

huruf e, huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.100.000,-

(seratus ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta

rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp. 500,- (lima ratus

rupiah), dan apabila harga nominal tidak lebih dari Rp. 100.000,-

(seratus ribu rupiah) tidak terhutang Bea Meterai “

Page 15: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 13

3. Pengenaan Bea Meterai Atas Dokumen Yang Akan Digunakan Sebagai Alat

Pembuktian Di Muka Pengadilan.

Pasal 2 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 1983 Tentang Bea

Meterai menetapkan sebagai berikut :

“ Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) atas

dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka

Pengadilan :

a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan

b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan

tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh

orang lain, lain dari maksud semula.”

Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun

1983 Tentang Bea Meterai di kemukakan sebagai berikut :

Huruf a “ Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf a ayat ini dibuat tidak

untuk tujuan sesuatu pembuktian misalnya seseorang mengirim surat

biasa kepada orang lain untuk menjual sebuah barang. Surat semacam

ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila kemudian

dipakai sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka terlebih

dahulu dilakukan pemeteraian kemudian. Surat-surat kerumahtanggaan

misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untuk

digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan

Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang

ini digunakan sebagai alat pembuktian, maka daftar harga barang ini

terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.

Page 16: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 14

Huruf b Surat-surat yang dimaksud dalam huruf b ayat ini ialah surat-surat yang

karena tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya

kemudian diubah maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai.

Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk

keperluan intern organisasi tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila

kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat

pembuktian dimuka Pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut

harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu.“

4. Surat-surat Biasa, Surat Kerumahtanggaan Dan Surat-surat Yang Tidak

Dikenakan Bea Meterai Berdasarkan Tujuannya.

a. Surat Biasa

Atas surat biasa tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi bila kemudian hari

terjadi sengketa dan surat tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di

muka Pengadilan, maka atas surat biasa itu harus terlebih dahulu dibubuhi

meterai, dengan cara pemeteraian kemudian di Kantor Pos sebelum

diajukan kepada hakim.

Surat biasa dapat diketahui dari bentuk suratnya, contoh :

Si A berhutang kepada Si B sebesar Rp 10.000.000,- dan berkirim surat

kepada Si B bahwa dia akan melunasi hutangnya setelah dia menjual

mobil miliknya.

Atas surat yang bentuknya seperti tersebut di atas dikenakan Bea Meterai.

Dikemudian hari diketahui oleh Si B bahwa Si A telah menjual mobilnya dan

ternyata Si A tidak mau membayar hutangnya tersebut. Jika Si B kemudian

memperkarakan hal itu ke Pengadilan dan menggunakan surat itu sebagai

alat pembuktian, maka atas surat tersebut dikenakan Bea Meterai dengan

cara pemeteraian kemudian.

b. Surat Kerumahtanggaan

Page 17: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 15

Surat kerumahtanggaan adalah tulisan yang karena di dalamnya terdapat

hal-hal yang mempunyai arti penting bagi yang bersangkutan disimpan

dalam rumah tangga, misalnya

Notula rapat dari suatu organisasi sosial.

Surat hibah wasiat dari seorang ayah kepada anak-anaknya yang tidak

dibuat didepan Notaris.

Daftar harga barang pada suatu toko dll.

Atas surat-surat tersebut di atas tidak dikenakan Bea Meterai.

c. Surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya.

1) Surat-surat yang karena tujuannya, tidak di kenakan Bea Meterai,

misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk

keperluan intern organisasi, maka tidak dikenakan Bea Meterai (Pasal 2

ayat (3) huruf b).

2) Surat-surat berdasarkan sifat dokumen itu Undang-undang telah

menetapkan tidak dikenakan Bea Meterai, misalnya kwitansi yang

nilainya Rp. 50.000,- menurut Pasal 2 ayat (4) tidak dikenakan Bea

Meterai.

Atas kwitansi ini meskipun digunakan sebagai pembuktian di muka

Pengadilan tetap tidak dikenakan Bea Meterai (bersifat mutlak).

BAB IV

Page 18: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 16

TARIF BEA METERAI

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) UU N0 13 / 1985 tentang Bea

Meterai tarif yang berlaku ada dua, yaitu Rp.1.000,- dan Rp. 500,- (lima ratus

rupiah).

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995,

Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan

Menteri Keuangan Nomor : 182/KMK.04/1995, tanggal 1 Mei 1995, Tentang

Pelaksanan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995, Tentang Perubahan

Tarif Bea Meterai maka secara efektif mulai tanggal 16 Mei 1995 berlaku tarif Bea

Meterai yang baru, yaitu Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) dan Rp. 1.000,- (seribu

rupiah).

Secara ringkas penerapan tarif Bea Meterai tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Objek Dan Tarif Bea Meterai OBJEK

(BENTUK DOKUMEN) BEA METERAI

A. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (a.L.

Surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan)

yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan

sebagai alat pembuktian mengenai

perbuatan, kenyataan/keadaan yang bersifat

perdata.

Rp. 2.000,00

(dua ribu rupiah)

B. Akta notaris termasuk salinannya. Rp. 2.000,00

(dua ribu rupiah)

C. Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-

rangkap

Rp. 2.000,00

(dua ribu rupiah)

D.1. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 2.000,00

Page 19: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 17

Rp. 1.000.000,00/ (harga nominal yang

dinyatakan dalam mata uang asing)

1) Yang menyebutkan pene-rimaan uang.

2) Yang menyatakan pembukuan uang

atau penyimpanan uang dalam rekening

di bank.

3) Yang berisi pemberitahuan saldo

rekening di bank.

4) Yang berisi pengakuan bahwa utang

uang seluruhnya / sebagian telah

dilunasi / diperhitungkan.

OBJEK ( BENTUK DOKUMEN)

(dua ribu rupiah)

BEA METERAI D.2. Apabila harga nominalnya lebih dari

Rp. 250.000,00 tetapi tidak lebih dari

Rp. 1.000.000,00

Rp. 1.000,00

(seribu rupiah)

D.3. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari

Rp. 250.000,00

Tidak terutang

E.1. Surat berharga seperti wesel, promes &

aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp

1.000.000,00

E.2. Apabila harga nominalnya lebih dari Rp

250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp

1.000.000,00

E.3. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp

250.000,00

Rp. 2.000,00

(dua ribu rupiah)

Rp. 1.000,00

(seribu rupiah)

tidak terutang

F.1. Efek dengan nama & dalam bentuk apapun,

sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp

1.000.000,00

F.2. Apabila harga nominalnya lebih dari Rp

Rp. 2.000,00

(dua ribu rupiah)

Rp. 1.000,00

(seribu rupiah)

Page 20: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 18

250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp

1.000.000,00

F.3. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp

250.000,00

tidak terutang

G.1. Surat-surat biasa & surat-surat

kerumahtanggaan;

2. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea

meterai berdasarkan tujuannya, jika

digunakan untuk tujuan lain/digunakan oleh

orang lain, lain dari maksud semula, yang

akan digunakan sebagai alat pembuktian di

muka pengadilan.

Rp. 2.000,00

(dua ribu rupiah)

2. Tarif Bea Meterai Atas Cek Dan Balyet Giro

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4), besarnya tarif Bea Meterai

atas cek dan bilyet giro, dikaitkan dengan besarnya harga nominal dalam cek

dan bilyet giro, yaitu bila harga nominalnya.

Kurang dari Rp 100.000,-, tidak dikenakan Bea Meterai

Lebih dari Rp 100.000,- tetapi tidak dari Rp 1.000.000, dikenakan Bea

Meterai dengan tarif Rp 500,-

Lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 1.000,-

Karena dalam pelaksanaan penerapan dua jenis tarif tersebut secara

teknis menyulitkan pihak bank dan nasabahnya, maka dikeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 13 Tahun 1989, tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea

Meterai Dan Besarnya Batas Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai

Atas Cek Dan Bilyet Giro, dimana pada Pasal 1 ditentukan bahwa tarif Bea

Meterai atas cek dan bilyet giro ditetapkan Rp 500,- (lima ratus rupiah) tanpa

batas pengenaan besarnya harga nominal.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 3, Peraturan Pemerintah Nomor 7

Tahun 1995 menetapkan bahwa tarif Bea Meterai atas cek dan bilyet giro

Page 21: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 19

adalah Rp 1.000,- (seribu rupiah) tanpa batas pengenaan besarnya harga

nominal.

3. Perubahan Tarif Bea Meterai.

Perubahan tarif Bea Meterai dapat dilakukan oleh pemerintah, karena Undang

Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai memberi wewenang untuk

itu, berdasarkan Pasal 3, yang menyatakan bahwa :

“ Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea

Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan

Bea Meterai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikan setinggi-tingginya

enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2."

BAB V PENGECUALIAN

Page 22: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 20

Pengertian objek Bea Meterai yang dikecualikan adalah bahwa dokumen

dimaksud seharusnya dikenakan Bea Meterai, tetapi karena adanya

pertimbangan-pertimbangan tertentu objek tersebut dikecualikan sehingga

ditetapkan untuk tidak dikenakan Bea Meterai. Jadi ada dokumen yang nyata-

nyata bukan objek Bea Meterai dan ada dokumen yang merupakan objek Bea

Meterai tetapi dikecualikan sehingga tidak dikenakan Bea Meterai.

Pasal 4 UU N0 13 / 1985 tentang Bea Meterai menetapkan beberapa

dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai, sebagai berikut :

“ Tidak dikenakan Bea Meterai atas :

a. Dokumen yang berupa :

1) Surat penyimpanan barang;

2) Konsumen;

3) Surat angkutan penumpang dan barang;

4) Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen

sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3);

5) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;

6) Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;

7) Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat

sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka 6).

Penjelasan

Angka 7

Yang dimaksud dengan surat-surat lainnya dalam angka 7) ini

ialah surat-surat yang tidak disebut pada angka 1) sampai

dengan angka 6) namun karena isi dan kegunaannya dapat

disamakan dengan surat-surat yang dimaksud, seperti surat

titipan barang, ecel gudang, manifest penumpang, maka surat

Page 23: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 21

yang demikian ini tidak dikenakan Bea Meterai, menurut Pasal 4

huruf a ini.

b. Segala bentuk ijazah :

Penjelasan Huruf b

Termasuk dalam pengertian segala bentuk ijazah ini ialah surat

tanda tamat belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti

sesuatu pendidikan, latihan, kursus dan penataran.

c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan

pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta

surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu;

d. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah

Daerah dan Bank;

e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang

dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah dan

Bank;

Penjelasan

Huruf e

Bank yang dimaksud dalam huruf e ini adalah bank yang ditunjuk

oleh Pemerintah untuk menerima setoran pajak, bea dan cukai.

f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi;

g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan

kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang

bergerak di bidang tersebut;

h. Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian;

i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan

dalam bentuk apapun.”

Page 24: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 22

Berikut di bawah ini dijelaskan secara berturut-turut butir-butir yang

tercantum dalam Pasal 4 tersebut di muka :

a. Dokumen

Kalau kita perhatikan dokumen-dokumen sebagaimana tercantum dalam Pasal

4 huruf a dari butir 1 s/d bitir 7, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

dokumen-dokumen itu dikaitkan langsung dengan kegiatan perekonimian.

Kebijaksanaan untuk tidak mengenakan Bea Meterai atas dokumen-dokumen

itu ialah untuk mempelancar lalu lintas barang dan penumpang dan membantu

mengurangi biaya.

b. Segala bentuk ijazah

Ijazah yang diterbitkan oleh pemerintah bukan objek Bea Meterai karena

bersifat publik. Adapun ijazah yang dikeluarkan oleh swasta termasuk

dokumen sebagaimana Pasal 2 ayat (1) huruf a yang seharusnya dikenakan

Bea Meterai. Agar tidak terjadi diskriminasi dalam pengenaan Bea Meterai

maka semua jenis ijazah tidak dikenakan Bea Meterai.

c. Tanda terima gaji dan jenisnya

Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun dan yang lainnya merupakan tanda

terima uang dan termasuk objek Bea Meterai seperti tersebut dalam Pasal 2

ayat (1) huruf d, angka 1, karena Undang-undang mengecualikan maka atas

dokumen tersebut di atas tidak dikenakan Bea Meterai. Termasuk dalam

dokumen “surat-surat yang diserahkan untuk mendapat pembayaran itu”

antara lain surat kuasa untuk mengambil/menerima gaji, daftar keluarga untuk

pengurusan tunjangan keluarga dan lain-lain.

d. Tanda bukti penerimaan uang Negara

Pasal 4 huruf d menyatakan; “ tidak dikenakan Bea Meterai atas tanda bukti

penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan

Bank ” dalam penjelasannya “ cukup jelas ” kalau ketentuan di atas ditafsirkan

secara harfiah maka kata ” …… dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan

Bank bersifat definitif dan limitatif. Tegasnya kalau uang Negara itu diterima

bukan dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah dan Bank, maka dokumen

Page 25: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 23

yang menyatakan bukti penerimaan uang Negara itu dikenakan Bea Meterai.

Bagaimana kalau uang Negara itu diterima dari bendaharawan UUDP (uang-

uang untuk dipertanggungjawabkan), misalnya karena adanya pembelian ATK

untuk keperluan kantor.?

Karena bendaharawan UUDP itu merupakan kepanjangan tangan dari kas

Negara/Kas Pemerintah Daerah, maka bukti penerimaan uang dari

bendaharawan UUDP, tidak dikenakan Bea Meterai.

e. Kuitansi untuk semua jenis pajak

Bea Meterai adalah pajak, wajar jika atas kuitansi penerimaan pembayaran

pajak tidak dikenakan Bea Meterai, sehingga tidak menimbulkan kesan

terjadinya dua kali pengenaan pajak.

Penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu (pajak) antara lain

penerimaan :

Pajak Bumi dan Bangunan.

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Bea Cukai.

Dan lain-lain.

f. Tanda penerimaan untuk keperluan intern organisasi

Tanda penerimaan yang terjadi secara internal dalam organisasi pada

hakekatnya merupakan tanda penerimaan dari dan untuk diri organisasi itu

sendiri. Namun demikian jika tanda penerimaan antara bagian dalam

organisasi itu akan digunakan sebagai alat bukti di muka Pengadilan maka

tujuannya sudah lain dari tujuan semula, bila demikian maka atas tanda

penerimaan itu harus dikenakan Bea Meterai.

g. Dokumen yang menyangkutkan tabungan dan lainnya yang bergerak di bidang

itu.

Tidak dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang menyebutkan tabungan dan

lainnya yang bergerak di bidang itu adalah untuk mendorong dan menunjang

kebijaksanaan pemerintah dalam TABANAS dan jenis tabungan lainnya.

h. Surat gadai dari Perjan Pegadaian

Page 26: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 24

Tidak dikenakan Bea Meterai atas surat gadai dari Perjan Pegadaian

dimaksudkan untuk tidak menambah bahan terhadap pengambilan kredit yang

pada umumnya kecil dan sedang kesulitan likuiditas.

i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek.

Yang dimaksud tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek ialah

kupon dan tanda deviden, terhadap dokumen ini tidak dikenakan Bea Meterai

karena terhadap efeknya telah dikenakan Bea Meterai (Pasal 2 ayat (1) huruf

e).

Jika kemudian hari kupon atau penerimaan uang ini dibuatkan kuitansi, maka

atas kuitansi penerimaan uang ini dikenakan Bea Meterai.

BAB VI

SAAT TERUTANG BEA METERAI DAN YANG HARUS MEMBAYAR BEA METERAI

Page 27: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 25

1. Saat Terutang Bea Meterai.

Saat terutang Bea Meterai diterapkan dalam Pasal 5 UU N0 13/ 1985 tentang

Bea Meterai, sebagaimana tersebut dibawah ini :

“ saat terhutang Bea Meterai ditentukan dalam hal :

a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu

diserahkan;

b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat

selesainya dokumen itu dibuat;

c. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di

Indonesia.”

Penjelasan a. Dokumen yang dibuat satu pihak.

“ Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang termasuk pada huruf a,

adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk

siapa dokumen itu dibuat, bukan pada saat ditandatangani, misalnya

kuitansi, cek dan sebagiannya.

Contoh Si A membuat surat kuasa kepada Si B, dimana dalam surat kuasa itu

disebutkan bahwa Si B atas nama Si A diberi kuasa untuk menagih dan

menerima sejumlah uang dari Si C yang berhutang kepada Si A.

Pada waktu surat kuasa itu dibuat oleh Si A dan belum diserahkan kepada

Si B, maka atas surat kuasa itu belum dikenakan Bea Meterai. Jika surat

kuasa itu diserahkan kepada Si B (pihak penerima kuasa) maka pada saat

penyerahan itu Bea Meterainya menjadi terhutang.

b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak

Saat terutang Bea Meterai atas dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu

pihak adalah pada saat dokumen itu selesai dibuat, yang ditutup dengan

pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan.

Contoh :

Page 28: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 26

Si A menjual rekening tanah kepada Si B melalui/dihadapan PPAT, maka

tanda tangan PPAT merupakan penutup dari akta jual beli yang

sebelumnya ditandatangani oleh saksi dan para penghadap. Pada saat

akta jual beli itu selesai ditandatangani oleh semua pihak yang

bersangkutan termasuk PPAT, maka saat itulah Bea Meterai terutang.

c. Dokumen yang dibuat di luar negeri

Saat terutang dokumen yang dibuat di luar negeri adalah saat digunakan di

Indonesia.

Hal ini sesuai dengan Pasal 9 UU N0 13 / 1985 tentang Bea Meterai, yang

menetapkan :

“ Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia

harus telah dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian

kemudian.”

Contoh : Si A (orang Indonesia) membuat perjanjian jual beli di Kuala Lumpur

dengan Si B warga negara Malaysia. Jika dokumen perjanjian jual beli itu

oleh Ai A dibawa ke Indonesia dan disimpan saja di dalam lemari, maka

atas dokumen perjanjian jual beli itu belum/tidak terutang Bea Meterai.

Jika dokumen perjanjian itu hendak digunakan di Indonesia (misalnya

dalam realisasi jual beli yang diperjanjikan) maka pada saat itu terutang

Bea Meterai dan harus dibubuhi meterai dengan cara pemeteraian

kemudian di Kantor Pos.

2. Kapan Bea Meterai Harus Di Bayar

Lazimnya kewajiban membayar pajak timbul setelah tiba saat terutang pajak.

Tetapi hal ini tidak selalu berlaku dalam pembayaran Bea Meterai, sebab pada

saat seseorang membeli meterai atau kertas meterai di Kantor Pos pada saat

itu pula terjadi penerimaan negara atas pajak yang berasal dari Bea Meterai

Page 29: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 27

(kas stelsel), pada hal belum tentu orang tersebut dalam waktu yang

bersamaan menggunakan meterai tersebut untuk memenuhi kewajibannya

membayar Bea Meterai.

Contoh lain misalnya jika sebuah bank menggunakan mesin teraan, maka

pada hakekatnya ia telah membayar pajak yang berasal dari Bea Meterai.

Sebaliknya bisa terjadi, bank tersebut telah menggunakan mesin teraan

melebihi penyetoran dimuka (misalnya karena bank itu membuka segelnya

atau karena mesin teraannya rusak). Dalam keadaan ini bank tersebut dapat

disebut “ tidak atau kurang melunasi kewajiban membayar Bea Meterainya”

sehingga dapat dikenakan denda administrasi sebesar 200 % dari Bea Meterai

yang tidak atau kurang di bayar (Pasal 8 ayat (1) UU N0 13 / 1985 tentang Bea

Meterai).

Adapun Undang-undang menetapkan saat terutang Bea Meterai ini mutlak

perlu, yaitu untuk menjamin kepastian hukum apakah seseorang telah

melaksanakan kewajiban perpajakannya (Bea Meterai) sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak.

3. Siapa Yang Terutang Bea Meterai.

Pasal 6 UU N0 13 / 1985 Tentang Bea Meterai menetapkan bahwa :

“ Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang

mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang

bersangkutan menentukan lain.”

Dalam penjelasan Pasal 6 tersebut diberikan contoh-contoh sebagai berikut

a. Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, bea meterai terutang

oleh penerima kuitansi.

b. Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, misalnya surat

perjanjian di bawah tangan, maka masing-masing pihak terutang Bea

Meterai atas dokumen yang diterimanya.

Page 30: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 28

c. Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris maka Bea Meterai yang

terhutang baik atas asli salih yang disimpan oleh Notaris maupun

salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terutang

oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang

dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

d. Jika pihak-pihak bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai

terutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen

tersebut.

BAB VII PELUNASAN BEA METERAI

Page 31: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 29

1. Bentuk, Ukuran, Dan Warna Kertas Bermeterai

Pasal 7 ayat (1) UU N0 13 / 1985 Tentang Bea Meterai mengatur tentang

Bentuk, Ukuran, Dan Kertas Bermeterai, seperti tersebut di bawah ini :

(1) “ Bentuk, Ukuran, Warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian

pula percetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian

keabsahannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.”

Adapun pelaksanaan teknisnya di atur oleh Menteri Keuangan, yang dalam hal

ini seperti tersebut pada Keputusan menteri Keuangan Nomor :

419/KMK.04/1995 Tentang Bentuk, Ukuran, Dan Warna Kertas Bermeterai,

tanggal 6 September 1995 (lihat lampiran)

2. Cara Melunasi Bea Meterai

Cara melunasi Bea Meterai pada dasarnya diatur melalui Pasal 7 ayat (2),

seperti tersebut di bawah ini :

(2) “ Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara :

a. Menggunakan benda meterai;

b. Menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.”

Selanjutnya pada penjelasan Pasal 7 ayat (2) dikatakan :

“ Pada umumnya Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan benda

meterai menurut tarif yang ditentukan dalam Undang-undang ini.

Disamping itu dengan Keputusan Menteri Keuangan dapat ditetapkan

cara lain bagi pelunasan Bea Meterai, misalnya membutuhkan tanda tera

sebagai pengganti benda meterai di atas dokumen dengan mesinteraan,

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ditentukan untuk

itu.”

a. Benda Meterai

Yang dimaksud dengan benda meterai adalah meterai tempel dan kertas

meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Pasal 1

ayat (2) ).

Page 32: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 30

Adapun pengadaan, pengelolaan dan penjualan benda meterai pada

dasarnya di atur dengan Peraturan Pemerintah (PP N0 28 Tahun 1986)

sedang pelaksanaan teknisnya di atur oleh Menteri Keuangan, yang antara

lain menyebutkan :

1. Penetapan dalam rangka pengadaan menteri, dilaksanakan oleh

Perusahaan Umum (PERUM) Percetakan Uang Republik Indonesia

(PERURI).

2. Pengelolaan dan penjualan benda meterai, dilaksanakan oleh PERUM

Pos dan Giro.

Pengaturan selanjutnya lihat keputusan Menteri Keuangan Nomor

1009/KMK.01/1986 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pengelolaan,

Penjualan, Penukaran, Pengembalian, Dan Pemusnahan Benda

Meterai (lihat lampiran)

b. Penggunaan benda meterai.

Bagaimana caranya menggunakan benda meterai dalam pelunasan Bea

Meterai di atur dalam Pasal 7 ayat (3) s/d ayat (9), sebagai berikut :

(3) “ Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di

atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai.

(4) Meterai tempel direkatkan di tempat di mana tanda tangan akan

dibubuhkan.

(5) Pembubuhan tandatangan disertai dengan pencantuman tanggal,

bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau sejenis dengan itu,

sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi

di atas meterai tempel.

(6) Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus

dibubuhkan sebagaian di atas semua meterai tempel dan sebagian

diatas kertas.

(7) Kertas meterai yang sudak digunakan, tidak boleh digunakan lagi.”

Page 33: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 31

Penjelasan “ Ayat ini menegaskan bahwa sehelai kertas meterai hanya dapat

digunakan untuk sekali pemakaian, sekalipun dapat terjadi tulisan atau

keterangan yang dimuat dalam kertas meterai tersebut hanya

menggunakan sebagaian saja dari kertas meterai. Andaikan bagian

yang masih kosong atau tidak terisi tulisan atau keterangan, akan

dimuat tulisan atau keterangan lain, maka atas pemuatan tulisan atau

keterangan lain tersebut terhutang Bea Meterai tersendiri yang

besarnya disesuaikan dengan besarnya tarif sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2. Jika sehelai kertas meterai karena sesuatu hal tidak

jadi digunakan dan dalam hal ini belum ditanda tangani oleh pembuat

atau yang berkepentingan, sedangkan dalam kertas meterai telah

terlajur ditulis dengan beberapa kata atau kalimat yang belum

merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang

ada pada kertas meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau

keterangan baru maka kertas meterai yang demikian dapat digunakan

dan tidak perlu dibubuhi meterai lagi.

(8) Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk

dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk

bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak

bermeterai.

(9) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai

dengan ayat (8) tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap

tidak bermeterai.”

3. Pemeteraian Kemudian.

Mengenai pemeteraian kemudian UU N0 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai

mengatur melalui tiga pasal yaitu Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10, yang

lengkapnya sebagai berikut :

Page 34: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 32

Pasal 8

(1) Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea

Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya

dikenakan denda administrasi sebesar 200 % (dua ratus persen) dari

Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) harus melunasi Bea Meterai yang terhutang berikut dendanya

dengan cara pemeteraian kemudian.

Pasal 9

Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia

harus telah dilunasi Bea Meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian

kemudian.

Penjelasan

“ Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai

sepanjang tidak digunakan di Indonesia. Jika dokumen tersebut

hendak digunakan di Indonesia harus dibubui meterai terlebih dahulu

yang besarnya sesuai dengan tarip sebagaimana dimaksud dalam

pasal 2 dengan cara pemeteraian kemudian tanpa denda. Namun

apabila dokumen tersebut baru dilunasi Bea Meterainya sesudah

digunakan, maka pemeteraian kemudian dilakukan berikut dendanya

sebesar 200 % (dua ratus persen).”

Pasal 10

“ Pemeteraian kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos

menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.”

Dari uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pemeteraian kemudian

dilakukan karena :

Page 35: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 33

a. Dokumen yang semula tidak/belum perlu dibubuhi meterai tetapi karena

kemudian dipergunakan sebagai alat bukti di muka Pengendalian, maka

harus dibubuhi meterai (Pasal 2 ayat (3) )

b. Dokumen tidak/kurang dilunasi pengenaan Bea Meterainya (Pasal 8)

c. Dokumen yang dibuat di Luar Negeri akan digunakan di Indonesia (Pasal

(9) )

d. Pada dasarnya pemeteraian kemudian (yang dilakukan oleh Pejabat Pos)

adalah pelunasan Bea Meterai dengan cara menggunakan meterai tempel

juga, tetapi karena sesuatu hal dilakukan kemudian (dokumen telah

ditandatangani).

4. Cara melakukan Pemeteraian Kemudian.

Cara melakukan pemeteraian kemudian tergantung dari penyebab dilakukan

pemeteraian kemudian dan jenis dokumennya.

a. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas surat kerumahtanggaan dan

surat lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (3) UU N0 13 / 1985

tentang Bea Meterai, yang dipergunakan sebagai alat bukti di muka

Pengadilan, maka besarnya Bea Meterai adalah 2.000,- tanpa denda

administrasi.

Contoh : Suatu surat kerumahtanggaan (sesuai peraturan perundang-undangan

tidak dikenakan Bea Meterai) digunakan sebagai alat bukti di muka

Pengadilan maka atas surat kerumahtanggaan itu harus dilakukan

pemeteraian kemudian di Kantor Pos dan Pejabat Pos akan mengenakan

Bea meterai Rp 2.000,- (dua ribu rupiah) tanpa denda administrasi.

b. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang seharusnya

dikenakan Bea Meterai (misalnya Rp 2.000,-) tetapi ternyata pelunasannya

Page 36: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 34

terlambat (lewat saat terhutangnya) maka dalam pelaksanaan pemeteraian

kemudiannya ditambah denda 200 %.

Contoh : Suatu surat perjanjian jual beli tidak bermeterai baik yang dipegang penjual

maupun pembeli maka dikenakan pemeteraian kemudian masing-masing

Rp 2.000,- + 200 % x Rp 2.000,- = Rp 6.000,-

c. Jika pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang kurang bayar

Bea Meterainya, maka pengenaan pemeteraian kemudian adalah

disamping yang kurang bayarnya harus dilunasi dikenakan pula denda

administrasi 200 % terhadap yang barang bayar itu.

Contoh : Suatu kuitansi bukti pembayaran senilai Rp 5.000.000,- dikenakan Bea

Meterai Rp 1.000,- (kurang bayar Rp 1.000,-). Jika atas kuitansi ini

dilakukan pemeteraian kemudian maka dikenakan Rp 1.000,- + 200 % x Rp

1.000,- = Rp 3.000,-

5. Pelunasan Bea Meterai Menggunakan Cara Lain.

Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b UU N0 13 / 1985

tentang Bea Meterai, pelunasan Bea Meterai dapat dilakukan dengan cara lain

yang ditetapkan oleh Menteri keuangan. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan

itu telah terbit beberapa peraturan pelaksanaannya yaitu :

a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 104/KMK.04/1986 Tentang

Pelunasan Bea Meterai Dengan menggunakan Cara Lain, tanggal 22

Pebruari 1986;

b. Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-11/PJ.3/1986, Tentang Petunjuk

Mengenai Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain,

tanggal 19 Maret 1986;

Page 37: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 35

c. Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-07/PJ.3/1988, Tentang Penerbitan

Terhadap Pemberian Izin Penggunaan Mesin Teraan Meterai, tanggal 3

Maret 1988;

d. Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-33?PJ.3/1988, Tentang Pelunasan Bea

Meterai Dengan Menggunakan Mesin Teraan Meterai, tanggal 1 Agustus

1988.

Berdasarkan petunjuk pelaksanaan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai

berikut:

a. U m u m

1) Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain adalah dengan

menggunakan mesin teraan atau alat lain dengan teknologi tertentu.

2) Mesin teraan atau alat lain di maksud, penggunaannya harus mendapat

ijin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak.

3) Penggunaan mesin teraan atau alat lain, diberikan kepada pemakai

yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Pajak.

b. Ijin Penggunaan Mesin Teraan Meterai

1) Untuk memperoleh izin penggunaan mesin teraan meterai. Pengusaha

harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Pajak Tidak

Langsung atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Dalam surat

permohonan harus dicantumkan jenis/merek dan tahun pembuatan

mesin teraan Bea Meterai yang akan digunakan.

2) Ijin penggunaan mesin teraan meterai dapat diberikan, bila digunakan

mesin teraan meterai yang tidak dapat melampaui jumlah angka

pembilang sesuai dengan jumlah penyetoran Bea Meterainya. (Mesin

teraan akan berhenti bila sudah mencapai angka pembilang akhir

sesuai dengan jumlah yang diijinkan dalam Berita Acara tentang

pemasangan segel mesin teraan meterai tersebut ).

3) Jika permohonan dapat disetujui, maka sebelum dikeluarkan keputusan

pemberian ijin penggunaan mesin teraan meterai pemohon harus

Page 38: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 36

menyetor di muka Bea Meterai sebesar minimal Rp 5.000.000,- (lima

juta rupiah), dengan menggunakan Surat Setor bentuk KPU 8A.

4) Keputusan ijin menggunakan mesin teraan meterai (bentuk KP.BM-1)

dikeluarkan sesudah pemohon melunaskan jumlah setoran tersebut

pada bitir (3) dan menyampaikan SSP (KPU 8A) lembar ke-II(Warna

Merah).

5) Sebelum mesin teraan meterai yang bersangkutan digunakan, terlebih

dulu harus dilakukan pemasangan segel dan dibuat Berita Acara

pemasangan segel (formulir KP.BM-2) untuk pemakaian yang pertama

dan Berita Acara pembukaan dan pemasangan segel untuk

perpanjangan pemakaian mesin teraan meterai (KP. BM-2A).

6) Pemberian ijin penggunaan mesin teraan meterai pada dasarnya

bersifat selektif dan agar dibatasi hanya kepada wajib pajak/pemakai

mesin teraan meterai yang melakukan pemeteraian atas dokumen

dalam jumlah besar didalam waktu yang relatif singkat, seperti setiap

hari tidak kurang dari 50 dokumen yang harus diberi meterai. Oleh

karena itu dalam setiap permohonan ijin penggunaan mesin teraan

meterai agar dilampirkan pernyataan (bermeterai Rp 2.000,-) dari

pemilik/pemakai mesin teraan meterai bahwa dokumen yang harus

dibubuhi meterai setiap hari cukup banyak, sehingga memerlukan

penggunaan mesin teraan meterai. Untuk penerbitan Keputusan ijin

penggunaan mesin teraan meterai yang pertama kali, digunakan

formulir bentuk KP. BM-88.

7) Ijin penggunaan mesin teraan meterai hanya diberikan dalam jangka

waktu 2 (dua) tahun, karena itu setiap 2 (dua) tahun diperpanjang,

apabila dalam jangka waktu 2 tahun depositnya habis, maka dengan

menambah setoran di muka Bea Meterai, mesin teraan meterai harus di

program lagi sesuai penambahan deposit tersebut dan setelah

dilakukan penyegelan lagi serta telah dibuat Berita Acara pembukaan

dan penerangan segel, langsung dapat digunakan lagi.

Page 39: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 37

8) Laporan bulanan atas ijin penggunaan mesin teraan meterai dipakai

formulir KP. BM-3.

c. Ijin pencetakan lunas Bea Meterai

1) Ijin pencetakan lunas Bea Meterai biasanya diajukan oleh Perusahaan

Perbankkan (mencentak lunas meterai pada Buku Cek) atau

perusahaan lain yang banyak menggunakan kuitansi. Untuk sementara

ijin untuk pencetakan tanda “ lunas Bea Meterai “ pada dokumen hanya

diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan karenanya permohonan

untuk memperoleh ijin pencetakan tanda lunas Bea Meterai hanya

dapat diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak U.P. Direktur Pajak

Tidak Langsung.

2) Cara pelunasan dengan melakukan pencetakan lunas Bea Meterai pada

dokumen yang akan digunakan, dianggap sama cara pelunasannya

dengan menggunakan Benda Meterai asalnya jumlah Bea Meterai yang

dilunasi sama besarnya dengan jumlah Bea Meterai terutang

berdasarkan UU N0 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.

BAB VIII KETENTUAN KHUSUS DAN DALUWARSA

Page 40: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 38

Bab IV UU N0 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai mengatur tentang ketentuan

khusus, memuat dua hal yaitu (a) tindakan yang tidak dibenarkan bagi pejabat (b)

daluwarsa.

1. Tindakan Yang Tidak Dibenarkan Bagi Pejabat

Pasal 11 Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai,

menentukan :

1) “ Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat

umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak

dibenarkan :

a. Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang

Bea Meterainya tidak kurang bayar;

b. Melekatkan dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang

dibayar sesuai dengan taripnya pada dokumen lain yang berkaitan;

c. Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari

dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar;

d. Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak

atau kurang dibayar sesuai dengan tarif Bea Meterainya.

2) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dikenakan sanksi administatip sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.”

Beberapa contoh berikut ini akan lebih memperjelas ketentuan di atas :

a) Seorang notaris menerima dan menyimpan dari kliennya surat kuasa jual

beli, padahal suarat kuasa itu belum dikenakan Bea Meterai.

b) Seorang PPAT menyimpan dalam berkas penyelesaian Akta Jual Beli

Tanah kliennya, sebuah kuitansi yang pengenaan Bea Meterainya masih

kurang dibayar.

c) Seorang Notaris membuat salinan Akta Jual Beli Tanah dan Bangunan

kemudian menyerahkan Akta tersebut kepada kliennya padahal Bea

Meterainya tidak atau kurang di bayar.

Page 41: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 39

d) Seorang hakim memberikan keterangan atau catatan pada dokumen

berupa surat kerumah tanggaan yang digunakan sebagai alat bukti pada

hal surat kerumah tanggaan tersebut belum dikenakan pemeteraian

kemudian.

2. Daluwarsa

Pasal 12 Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai

menetapkan bahwa.

“ Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang

terhutang menurut Undang-undang ini daluwarsa setelah lampau waktu

lima tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.”

Penjelasan

“ Ditinjau dari segi kepastian hukum daluwarsa 5 (lima) tahun dihitung

sejak tanggal dokumen dibuat, berlaku untuk seluruh dokumen

termasuk kuitansi.”

Ketentuan daluwarsa di atas berarti setelah lampau 5 (lima) tahun sejak

tanggal dokumen dibuat, maka orang yang terhutang Bea Meterai dan denda

administrasinya atas dokumen tersebut. Saat tanggal dokumen dibuat, dan

jangka waktu lima tahun merupakan waktu-waktu yang pasti, dengan demikian

adanya ketentuan daluwarsa dimaksud untuk menjamin kepastian hukum dan

memudahkan menghitung daluwarsanya.

Contoh :

Kuitansi penerimaan uang senilai Rp 5.000.000,- yang dibuat tanggal 20

Agustus 1999, tidak dikenakan Bea Meterai sebagaimana mestinya, maka

setelah lampau tanggal 20 Agustus 2004 yang mendapat manfaat atas

kuitansi tersebut tidak berkewajiban lagi memenuhi Bea Meterai yang

terhutang, demikian juga dendanya.

Page 42: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 40

Perlu diingatkan bahwa saat tanggal dokumen dibuat berbeda dengan saat

terutang Bea Meterai, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Undang Undang

Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.

BAB IX KETENTUAN PIDANA

Page 43: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 41

Dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai, Ketentuan

Pidana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14, untuk jelasnya dapat dikemukan

sebagai berikut :

1. Ketentuan Pidana Pasal 13 Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang

Bea Meterai, menetapkan.

“ Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana :

a) Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel dan kertas

meterai atai meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk

mensahkan meterai;

b) Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk

diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu,

yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak;

c) Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan,

menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke

Negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tandatangan,

tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah

dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau

menyuruh orang lain menggunakan dengan melawan hak;

d) Barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas yang

diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk

meniru dan memalsukan benda meterai.”

Penjelasan (cukup jelas)

Jika kita kaji ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai

berikut :

a. Sesuai dengan kalimat pertamanya Ketentuan Pidana dalam Bea Meterai,

mengacu kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sedang perbuatan

hukumnyalah yang secara lex specialis mengenai Bea Meterai.

Page 44: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 42

b. Ketentuan itu sama sekali tidak menyebut/menentukan besarnya hukuman,

hal ini berarti hakim yang mengadilinya yang akan menentukan besarnya

hukuman sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana yang terdapat dalam Bab XI, antara lain Pasal 253, Pasal 257,

Pasal 260 dan Pasal 261.

2. Ketentuan Pidana Pasal 14 N0 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai,

menetapkan :

1) “ Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa ijin Menteri Keuangan,

dipidana penjara selama-selamanya 7 (tujuh) tahun.”

Penjelasan

“ Melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan

Pasal 7 ayat (2) ijin Menteri Keuangan, akan menimbulkan

keuntungan bagi pemilik atau yang menggunakannya, dan

sebaliknya akan menimbulkan kerugian bagi Negara. Oleh karena

itu harus dikenakan sanksi pidana berupa hukuman setimpal

dengan kejahatan yang diperbuatnya.

2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah

kejahatan.”

Sesuai Keputusan Menteri Keuangan No 104/KMK.04/1986 Tentang

Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain, khususnya Pasal 2,

ditetapkan bahwa mesin teraan atau alat lain yang digunakan sebagai “ cara

lain “ dimaksud, harus mendapat ijin tertulis dari Dirjen Pajak (yang

dilimpahkan kepada Direktur Pajak Tidak langsung untuk DKI Jaya dan kepada

Page 45: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 43

Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk wilayah di luar DKI). Dengan demikian

wajar jika pelanggaran dengan sengaja terhadap Pasal 7 ayat (2) Undang

Undang Nomor 13 Tahun 1985 terutang Bea Meterai tersebut dipidana penjara

selama-lamanya 7 tahun. Hal ini sebagaimana penjelasan Pasal 14 dimaksud,

adalah untuk menjaga agar negara tidak dirugikan.

BAB X KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Page 46: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 44

1. Ketentuan Peralihan.

Berdasarkan Pasal 18 Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea

Meterai, dinyatakan bahwa Undang-undang tersebut mulai berlaku pada

tanggal 1 Januari 1986, ini berarti bahwa Aturan Bea Meterai (

Zegelverordening 1921 ), berakhir masa berlakunya pada tanggal 31

Desember 1985. Hal di atas dipertegas dengan Pasal 15 Undang Undang

Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai sebagai berikut :

Pasal 15

1) “ Atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterainya yang

dibuat sebelum Undang-undang ini berlaku, Bea Meterainya tetap

terhutang berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening

1921).

2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur

oleh Menteri Keuangan.”

Sedang mengenai peraturan pelaksanan Undang Undang Nomor 13 Tahun

1985 Tentang Bea Meterai yang belum dikelurkan maka peraturan

pelaksanaan berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921)

yang tidak bertentangan dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985

Tentang Bea Meterai yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih tetap

berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1988.

Adapun pelaksanaan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea

Meterai selanjutnya di atur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 17).

Ketentuan Peralihan dalam suatu Undang-undang diperlukan, terutama pada

Undang-undang yang sifatnya menyempurnakan/mengganti Undang-undang

sebelumnya, agar terjamin kepastian hukum sehingga tidak menimbulkan

keraguan atau kekacauan dalam pelaksanaannya.

2. Ketentuan Penutup

Page 47: Modul Bea Materai Dtsd Pajak

C:\Herr\Bea Meterai 45

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea meterai yang sederhana

dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat, diadakan untuk mengatur kembali

pengenaan Bea Meterai yang sebelumnya di atur berdasarkan Aturan Bea

Meterai 1921 (Zegelverordening 1921), ditutup dengan Pasal 18 yaitu :

“ Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran

NegaraRepublik Indonesia.”