klasifikasi barang

84
[Type text] BAHAN AJAR KLASIFIKASI BARANG PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN SPESIALISASI KEPABEANA N D AN CUKAI ADANG KARYANA S. SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2013

Upload: bocah-sowak-dolanan-pessbook

Post on 09-Oct-2015

1.531 views

Category:

Documents


150 download

DESCRIPTION

Materi Bahan Ajar Klasifikasi Barang Semester 1 Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

TRANSCRIPT

  • [Type text]

    BAHAN AJAR KLASIFIKASI BARANG

    PROGRAM DIPLOMA I KEUANGAN

    SPESIALISASI KEPABEANAN DAN CUKAI

    ADANG KARYANA S.

    SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2013

  • 2

  • 3

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Dalam sistem kepabeanan Indonesia setiap barang yang masuk atau

    keluar dari daerah pabean Indonesia dibawah pengawasan Direktorat Jenderal

    Bea dan Cukai (DJBC). Terhadap barang yang masuk daerah pabean dilakukan

    pemeriksaan fisik secara selektif. Dalam pemeriksaan barang tersebut pada

    dasarnya meliputi kebenaran jenis dan jumlah barang. Oleh sebab itu, Pejabat

    Pemeriksa Bea dan Cukai harus memahami pengetahuan barang dalam rangka

    pengklasifikasian barang untuk penetapan tarif, harga dan kepentingan pabean

    lainnya.

    Bahan ajar ini merupakan Bahan ajar ke-2 dari pelajaran Pengetahuan,

    Identifikasi dan Klasifikasi Barang yang memberikan pengetahuan tentang sitem

    klasifikasi, Harmonized System, Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI),

    Ketentuan Umum untuk Menginterpretasi Barang dan teknik klasifikasi barang.

    Seorang pemeriksa harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan

    mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi

    yang pada akhirnya menentukan ketepatan jumlah bea masuk dan pungutan

    impor lainnya yang harus dibayar sesuai Dokumen Pemberitahuan Impor Barang

    (PIB).

    B. Tujuan Instruksional Umum

    Setelah mempelajari bahan ajar ini, Mahasiswa Program Diploma 1

    Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai mampu mengaplikasikan teknik

    dalam mengklasifikasi barang sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).

    C. Tujuan Instruksional

    Setelah mempelajari bahan ajar Klasifikasi Barang ini, Mahasiswa Program

    Diploma 1 Kepabeanan dan Cukai dapat:

    1. menjelaskan klasifikasi barang

    2. memahami Harmonized System

    3. menjelaskan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia

    4. memahami Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System

    5. mengaplikasikan tahapan dalam mengklasifikasi barang.

    6. membuat Nota Penelitian Klasifikasi Barang.

  • 4

    7. menjelaskan struktur pengelompokkan barang dalam BTKI

    D. Sistematika

    Bahan ajar Klasifikasi Barang dibagi dalam 6 Bab, yaitu:

    PENDAHULUAN

    BAB I. KLASIFIKASI BARANG

    BAB II. HARMONIZED SYSTEM

    BAB III. BUKU TARIF KEPABEANAN INDONESIA

    BAB IV. KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASI HARMONIZED

    SYSTEM

    BAB V.TEKNIK KLASIFIKASI BARANG, JENIS CATATAN DAN NOTA

    PENELITIAN KALASIFIKASI BARANG.

    BAB VI. STRUKTUR PENGELOMPOKAN BARANG

    PENUTUP

  • 5

    KLASIFIKASI BARANG

    BAB

    A. Klasifikasi Barang

    Langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk dapat mengklasifikasi

    suatu barang dengan benar, Biasanya klasifikasi tersebut dilakukan dengan

    mencari langsung kode penomoran suatu barang dalam sepuluh digit pada Buku

    Tariff Kepabeanan Indonesia (BTKI) atau yang kita kenal dengan sebutan pos

    tarif yang dianggap sesuai. Cara seperti ini tidak akurat dan sering menyebabkan

    terjadinya kemungkinan kesalahan klasifikasi yang mengakibatkan negara

    dirugikan.

    Dalam buku ini akan dijelaskan dengan singkat langkah-langkah praktis

    dalam mengklasifikasi barang. Diharapkan dengan menggunakan metode ini

    para siswa dapat dengan mudah mengklasifikasi barang. Namun sekali lagi perlu

    diingat, klasifikasi yang benar hanya dapat dilakukan apabila mengetahui jenis

    barang dan memahami aturan-aturan mengklasifikasi dengan benar.

    Langkah pertama dalam mengklasifikasi adalah apa yang akan

    diklasifikasikan. Sebelum mengklasifikasi suatu barang, kita harus tahu lebih dulu

    spesifikasi barang itu. Langkah ini dinamakan Identifikasi barang. Keakuratan

    mengklasifikasi tergantung dari keakuratan dalam mengidentifikasi barang.

    Seorang yang melakukan klasifikasi barang dalam BTKI atau kita sebut sebagai

    klasifikator, tidak mungkin dapat mengklasifikasikan suatu barang dengan benar

    bila ia tidak mengetahui spesifikasi barang tersebut.

    1

    Tujuan Instruksional Khusus

    Setelah mempelajari Bab 1 tentang klasifikasi barang, Mahasiswa Program

    Diploma I Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai dapat menjelaskan:

    A. Klasifikasi Barang

    B. Langkah-langkah Dalam Mengklasifikasi Barang

  • 6

    Setelah kita mendapatkan seluruh informasi yang dibutuhkan melalui

    identifikasi barang, barulah kita dapat melakukan langkah kedua yaitu Klasifikasi

    barang. Perlu diingat bahwa setelah melakukan tahap klasifikasi, baru diketahui

    bahwa informasi yang ada belum lengkap sehingga kita harus kembali

    melakukan identifikasi barang untuk memperoleh informasi yang diperlukan

    tersebut.

    Informasi apa yang diperlukan untuk mengidentifikasi suatu barang dan

    darimana informasi tersebut diperoleh: Informasi yang diperlukan sebenarnya

    tergantung dari uraian yang ada pada BTKI yang berkaitan dengan barang

    bersangkutan. Semakin sederhana dan rinci uraian barang pada BTKI, semakin

    mudah bagi kita untuk mengklasifikasikan barang karena tidak dibutuhkan

    informasi yang terlalu rumit. Misalnya, informasi yang diperlukan untuk

    mengklasifikasikan ayam Species Gallus domesticus atau ayam yang dikenal

    dengan ayam yang dapat dipelihara, perlu mengetahui informasi tentang berat,

    jenisnya untuk sabung atau bibit secara rinci, seperti yang terlihat dalam Gambar

    I.1.

    Gambar I.1. Struktur Sub pos 0105.94 BTKI

    Bagaimana seandainya yang akan kita klasifikasikan adalah suatu bahan

    kimia: Barangkali sebelum mengklasifikasi kita memerlukan berbagai informasi

    mengenai barang kimia tersebut: apakah organik atau anorganik, apakah bentuk

    asal atau preparat, apa komposisinya, apa kegunaannya, bagaimana bentuknya,

    dan sebagainya. Informasi yang diperlukan tentunya semakin banyak dan rumit.

    Demikian juga apabila barang tersebut berupa barang elektronik, berapa watt

    dan voltage tenaga listrik yang dibutuhkan, kegunaan, buatan, dan keterangan

    lainnya.

    Dari mana kita dapat memperoleh informasi yang kita perlukan untuk

  • 7

    mengklasifikasi suatu barang: Mari menjawab pertanyaan tersebut dengan

    memperhatikan gambar I. 2.

    Gambar I.2. Bahan informasi dalam mengklasifikasi barang

    Untuk mengetahui spesifikasi barang yang akan kita klasifikasikan, banyak

    sumber informasi yang dapat kita gunakan. Fisik barang itu sendiri sudah

    memberikan beberapa informasi yang kita butuhkan, misalnya apakah bentuknya

    cair atau padat, butiran atau bongkahan, bagaimana pengemasnya, dan

    sebagainya. Informasi lain dapat kita peroleh dari berbagai sumber di atas.

    Semakin banyak informasi yang kita miliki tentang barang tersebut, semakin

    akurat kita mengklasifikasikannya. Sumber informasi dari spesifikasi barang

    dapat dilihat sesuai gambar I.2. Berdasarkan gambar tersebut biasa dijadikan

    patokan untuk mencari sumber informasi apabila nanti bertugas dalam

    melakukan pengklasifikasian barang di lapangan.

    Identifikasi barang diperlukan untuk menjawab setidak-tidaknya empat

    pertanyaan dasar di bawah ini:

    1. Barang apa yang diimpor: bahan baku, setengah jadi, atau barang jadi: produk pertanian, kimia, elektronik, mesin :

    2. Dibuat dari apa barang tersebut: komposisi, campuran, bahan yang dominan:

  • 8

    3. Digunakan untuk apa: kegunaan tertentu, bagian dari barang lain, aksesoris, lebih dari satu macam kegunaan

    4. Bagaimana saat diimpor: kemasan : belum lengkap : terurai : dalam bentuk set

    Sebelum memahami pengklasifikasian dalam BTKI ada baiknya terlebih

    dahulu mengetahui system penomoran dalam BTKI seperti yang terlihat dalam

    Gambar I.3.

    Gambar 1.3, Kode penomoran dalam BTKI

    HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-

    kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis.

    Sistem penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan

    sub-pos (6-digit) dengan penjelasan sebagai berikut:

    0 1 04 20

    Bab (Chapter) 1, digit ke 1 dan ke 2

    Pos (Heading) 01. 04, digit ke 3 sampai digit ke 4

    Sub-pos (Sub-heading) 0104. 20, digit ke 5 sampai ke 6

  • 9

    Dua angka pertama untuk menunjukkan pada bab mana barang itu

    diklasifikasikan. Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada

    Bab 1.

    Empat angka pertama menunjukkan Pos atau Heading dalam setiap bab.

    Pada contoh di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada pos 01.04.

    Enam angka pertama menunjukkan Sub Pos dalam setiap Pos. Pada contoh

    di atas, barang dimaksud diklasifikasikan pada sub-pos 0104.20.

    Untuk keperluan nasional, Indonesia menggunakan sistem penomoran 10

    digit dalam BTKI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-sub pos dalam

    HS. Penjelasan mengenai hal ini akan dibahas lebih rinci pada penjelasan

    berikutnya.

    Pada umumnya suatu pos mencakup atau menguraikan satu kelompok

    barang sehingga sepintas lalu seakan-akan ada satu barang yang dicakup oleh

    dua atau lebih pos. Untuk itu kita perlu mengantisipasi semua pos tarif yang

    mungkin untuk dipilih satu pos yang paling sesuai.

    Sebagai tambahan, perlu juga diperhatikan siapa atau negara mana yang

    mengekspor atau menyuplai barang tersebut. Hal ini berkaitan dengan BM anti

    dumping dan dalam tingkat tertentu dapat membantu klasifikasi barang, misalnya

    kita bisa tahu barang tersebut adalah produk farmasi karena supplier-nya adalah

    pabrik farmasi.

  • 10

    B. Langkah-Langkah Dalam Mengklasifikasi Barang

    1. Prosedur Umum

    Dalam mengklasifikasi barang menggunakan BTKI, prosedur yang digunakan

    adalah sebagai berikut:

    identifikasi barang yang akan diklasifikasikan;

    mempelajari jenis, fungsi, bahan baku dan semua informasi mengenai

    barang;

    merumuskan identitas atau deskripsi barang tersebut;

    melihat Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI);

    menentukan klasifikasi barang ke dalam BTKI (dapat dimulai baik dari segi

    bahan baku menjadi barang jadi, proses sederhana dan proses

    canggih/kompleks, pertanian, mineral, kimia, mesin, dan seterusnya).

    2. Tahapan Mengklasifikasi Barang

    Dalam penjelasan ini disajikan tahapan mengklasifikasi barang secara

    garis besar. Tahapan lebih rinci akan dijelaskan kemudian setelah memahami

    apa itu Harmonized System, Buku Tarif Kepabeanan Indonesia, Ketentuan

    Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System dan teori pendukung lainnya.

    1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan

    mengetahui spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian,

    barang kimia, atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.

    Identitas barang meliputi: nama, guna, fungsi, bauatan, berat, kemasan dan

    informasi lain yang bergunauntuk mengklasifikasi barang.

    2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut.

    Bila sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan

    catatan Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.

    3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan

    Bab yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada

    catatan yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita

    pilih, perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut

    diklasifikasikan. Pada tahap ini, biasanya kita sudah mempunyai gambaran

    umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab tersebut atau di bab

    lainnya.

    4. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,

    kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang akan

  • 11

    kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang kita

    sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan rinci.

    Bila sudah kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya

    adalah menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (10-digit) yang sesuai.

    Ingat, dalam penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul

    permasalahan klasifikasi yang sama dengan penentuan pos. Dalam tahap ini

    tentunya menggunakan kaidah-kaidah seperti yang ada dalam nomor 1

    sampai dengan 6 Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized

    System

    5. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian

    barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN,

    PPnBM, atau cukai). Karena pembebanan tersebut sering berubah, jangan

    lupa selalu menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan

    ketentuan yang terbaru.

    RANGKUMAN 1

    1) Seorang Klasifikator harus memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi dan

    mengklasifikasi barang karena akan menentukan ketepatan dalam klasifikasi

    dalam Pemberitahuan Impor Barang yang pada akhirnya menentukan ketepatan

    jumlah bea masuk dan pungutan impor lainnya yang harus dibayar.

    2) Perkembangan tehnologi barang semakin pesat dan berbagai produk barang

    semakin banyak hingga semakin rumit mengidentifikasinya. Untuk itu

    pengetahuan mengenai barang atau cara mengidentifikasinyapun perlu dipelajari

    dengan sungguh-sungguh.

    3) Dalam penentuan klasifikasi barang berdasarkan Buku Tarif Kepabeanan

    Indonesia diperlukan data barang seakurat mungkin karena akan berpengaruh

    kepada penentuan besarnya Bea Masuk dan Pajak Dalam rangka Impor

  • 12

    LATIHAN 1

    1) Apa manfaat mempelajari identifikasi dan klasifikasi barang bagi seorang

    Pemeriksa Kepabeanan dan Cukai :

    2) Sebutkan bahan informasi apa untuk melengkapi pemeriksaan suatu barang :

    3) Informasi apa yang diperlukan apabila diimpor suatu barang seperti kulkas

    (refrigerator) :

    4) mengapa dalam mengklasifikasi perlu suatu pedoman atau langkah-langkah dalam

    mengklasifikasi barang :

    5) Sebutkan langkah-langkah dalam mengklasifikasi barang :

  • 13

    HARMONIZED SYSTEM

    BAB

    A. Pengantar

    Berdasarkan pasal 14 ayat (2) Undang-undang Kepabenan Indonesia

    Nomor 10 tahun 1995 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-

    Undang Nomor 17 tahun 2006, penetapan klasifikasi barang diatur lebih lanjut

    dengan Peraturan Menteri Keuangan. Klasifikasi barang adalah suatu daftar

    penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk

    mempermudah pentarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik.

    Pada saat ini sistem pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada

    Harmonized System dan dituangkan dalam bentuk suatu daftar tarif yang kita

    kenal dengan sebutan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).

    1. Sejarah Sistem Klasifikasi di Indonesia

    Sebelum diberlakukannya Harmonized System, Indonesia telah

    menggunakan beberapa sistem klasifikasi barang, yaitu:

    a. Sistem Jenewa (Geneve Nomenclature), yang berlaku sejak kemerdekaan

    Republik Indonesia sampai dengan 31 Desember 1972.

    b. Sistem Brussel (Brussel Tariff Nomenclature atau BTN), mulai berlaku

    sejak tanggal 1 Januari 1973 sampai dengan 30 Juni 1975.

    c. Sistem Brussel Edisi 1975 (BTN 1975). Penetapan tarif ini merupakan

    Tujuan Instruksional Khusus: Setelah mempelajari Bab 2 tentang Harmonized System, Mahasiswa Program

    Diploma 1 Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai dapat mengetahuai

    apa itu Harmonized System, tujuan, jenis publikasi pelengkap dan sistem

    pengkodean Harmonized System

    2

  • 14

    penyempurnaan dari penetapan tarif sebelumnya dan mulai diberlakukan

    pada tanggal 1 Juli 1975 sampai dengan 30 September 1980.

    d. Sistem Customs Cooperation Council (CCCN). Pada dasarnya sistem

    pentarifan ini sama dengan sistem sebelumnya, hanya pada sistem CCCN

    ini terdapat penyempurnaan sistem penomoran pada sub-pos dari dua digit

    menjadi tiga digit atau semula 6 digit menjadi 7 digit. Sistem CCCN ini

    mulai diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1980 sampai dengan 31 Maret

    1985.

    e. Sistem CCCN Edisi 1985 (CCCN 1985). Sistem ini merupakan

    penyempurnaan dari sistem CCCN sebelumnya dan mulai diberlakukan

    pada tanggal 1 April 1987 sampai dengan 31 desember 1988.

    f. Sistem Harmonisasi (Harmonized System).

    Sistem ini diterapkan di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah RI

    Nomor 26 tahun 1988 dan diwujudkan dalam bentuk Buku Tarif Bea Masuk

    Indonesia 1989 (BTBMI 1989) dan dinyatakan berlaku mulai tanggal 1

    Januari 1989. Selanjutnya mulai 1 Januari 1996 menggunakan BTBMI

    dengan HS versi 1996, mulai tanggal 1 Mei 2003 menggunakan BTBMI

    dengan HS versi 2002 dan BTBMI 2004 berdasarkan ASEAN Harmonised

    Tariff Nomenclature dengan HS tetap versi 2002. Terakhir mulai tanggal 1

    Januari 2012 menggunakan HS versi 2012 dengan perubahan nama dari

    Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) menjadi Buku Tarif Kepabeanan

    Indonesia (BTKI) melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor

    213/PMK/011 tanggal 14 Desember 2011.

    2. Alasan Menggunakan Harmonized System

    Sejak tahun 1970, Customs Cooperation Council (CCC) yang sekarang

    dikenal dengan nama World Customs Organisation (Organisasi Pabean Dunia)

    telah membentuk suatu kelompok studi yang berusaha untuk menciptakan suatu

    nomenklatur klasifikasi barang yang tidak semata-mata untuk keperluan pabean,

    tetapi juga digunakan untuk kepentingan lain seperti statistik, pengangkutan, dan

    negosiasi perdagangan.

    Pada akhir tahun 1986, kelompok studi tersebut berhasil menyusun suatu

    nomenklatur (daftar klasifikasi barang berdasarkan kelompok-kelompok) yang

    dinamakan Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih

    dikenal dengan sebutan Harmonized System (HS). Untuk memberikan kekuatan

  • 15

    hukum yang pasti, nomenklatur tersebut disahkan dalam suatu konvensi yang

    dikenal dengan nama Konvensi HS.

    Pada awalnya, konvensi HS ditandatangani oleh 70 negara yang sebagian

    besar adalah negara Eropa. Namun sekarang hampir seluruh negara di dunia

    telah meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia yang telah meratifikasi

    konvensi HS dengan Keppres Nomor 35 tahun 1993. Meskipun baru meratifikasi

    pada tahun 1993, sebenarnya Indonesia telah menggunakan BTBMI

    berdasarkan HS sejak tanggal 1 Januari 1989.

    B. Tujuan Harmonized System

    Adanya perbedaan sistem klasifikasi tarif antara negara di dunia,

    mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi,

    perkembangan masyarakat industri dan pola perdagangan Internasional.

    Menyadari hal yang demikian WCO pada tanggal 14 Juni 1983 meluncurkan HS

    yang mulai berlaku secara internasional pada tanggal 1 Januari 1988, dengan

    tujuan:

    Memberikan keseragaman dalam daftar penggolongan barang yang dibuat

    secara sistematis, untuk penetapan Tarif Pabean secara mendunia.

    Memudahkan pengumpulan, pembuatan dan analisis statistik perdagangan

    dunia,

    Memberikan Sistem Internasional yang resmi untuk pemberian Kode, Pen

    jelasan dan penggolongan barang untuk tujuan perdagangan seperti tarif

    pengangkutan, keperluan pengangkutan, dokumentasi dan sebagainya.

    Memperbaharui sistem klasifikasi barang sebelumnya, untuk memberikan

    perhatian kepada perkembangan teknologi dan masyarakat industri serta pola

    perdagangan internasional.

    Mengapa HS dijadikan dasar klasifikasi secara internasional: Ada

    beberapa keuntungan yang didapat setiap negara yang mengadopsi HS sebagai

    pedoman klasifikasi barang, yaitu:

    1. HS adalah pedoman klasifikasi yang sistematik untuk seluruh barang yang

    diperdagangkan secara internasional.

    2. HS menggunakan dasar yang seragam untuk keperluan pentarifan secara

    internasional.

    3. Menggunakan bahasa pabean sehingga dapat dengan mudah dimengerti

  • 16

    oleh importir, eksportir, produsen, pengangkut, dan aparat bea dan cukai.

    4. Sederhana dan memberikan kepastian dalam hal aplikasi dan interpretasi

    yang benar dan sama untuk keperluan negosiasi.

    5. Merupakan kumpulan data yang seragam secara internasional sehingga

    dapat digunakan untuk mendukung analisis dan statistik perdagangan

    internasional.

    HS telah dibuat sedemikian rupa sehingga standar klasifikasi barang dan

    sistem kode penomoran barang dapat dijadikan acuan untuk berbagai kebutuhan

    oleh berbagai lembaga internasional yang berkaitan dengan perdagangan,

    misalnya:

    a. World Customs Organization (WCO).

    b. The International Chamber or Shipping (ICS).

    c. The International Air Transport Association (IATA).

    d. The International Union Railway (IUR).

    e. The Standard International Trade Classificatioan (SITC)

    C. Publikasi Pelengkap HS

    Harmonized System mempunyai beberapa publikasi pelengkap yang

    digunakan untuk lebih mempermudah klasifikasi barang. Publikasi-publikasi

    tersebut juga diterbitkan oleh WCO. Publikasi dimaksud adalah:

    1. The Explanatory Notes to the Harmonized System (EN)

    Explanatory Notes bukan merupakan bagian yang integral dari HS,

    namun sebagaimana disetujui WCO, explanatory notes merupakan

    interpretasi resmi (official interpretation) dari HS pada level

    internasional dan merupakan pelengkap yang sangat penting dari HS.

    Explanatory Notes adalah referensi yang sangat diperlukan untuk

    mendapatkan interpretasi yang benar dari HS. Karena pentingnya

    Explanatory Notes ini, sebagian negara anggota WCO mensahkannya

    sebagai dokumen yang berkekuatan hukum.

    Seiring perkembangan teknologi, Explanatory Notes juga mengalami

    perubahan (amandemen) untuk menyesuaikan isinya dengan struktur HS.

    Untuk itu membaca Explanatory Notes harus selalu disesuaikan dengan

    konteksnya dalam HS.

  • 17

    Explanatory Notes yang digunakan saat ini adalah edisi keenam (tahun

    2013) yang terdiri dari empat volume, yaitu Vol. 1 (Bab 1 - 28), Volume 2

    (Bab 29- 43), Volume 3 (Bab 44 - 70), Volume 4 (Bab 71 - 84) dan Volume

    5 (Bab 85 - 97).

    2. The Alphabetical Index

    Untuk mempermudah mengklasifikasikan suatu barang pada pos-pos

    atau sub-sub pos dalam nomenklatur HS atau Explanatory Notes, WCO

    juga menerbitkan buku indeks yang dikenal dengan nama the Alphabetical

    Index. Alphabetical Index terdiri dari dua volume, yaitu Volume I (A - L)

    dan Volume II (M - Z).

    3. Publikasi lain yang merupakan pelengkap HS adalah the Compendium of

    Classification Opinions, the Harmonized System Commodity Data Base

    (dalam bentuk CD-ROM), Dispute Settled Classification Opinion, the

    Training Moduls dan Correlation Tables.

    D. Sistem Pengkodean

    Harmonized System mempunyai dua karakteristik yang sangat mendasar, yaitu:

    1. Multipurpose nomenclature

    HS yang mempunyai 6 digit penggolongan, dirancang tidak hanya untuk

    keperluan kepabeanan, namun juga dipergunakan secara internasional dalam

    bidang lain seperti negosiasi perdagangan, pengangkutan, statistik, dan

    sebagainya. Masing-masing negara penandatangan konvensi (contracting party)

    dapat mengembangkan penggolongan 6-digit tersebut menjadi kelompok yang

    lebih spesifik sesuai dengan kebijaksanaan ekonomi dan industrinya. Dengan

    tetap berdasar kepada HS 6-digit, semua negara mempunyai kesatuan persepsi

    tentang pengklasifikasian suatu barang.

    2. Structured nomenclature

    HS adalah nomenklatur yang terdiri dari 21 Bagian, 96 Bab (+ Bab 77), dan

    sekitar 1.200 pos. HS yang tersusun dari pos dan sub-pos, bersama dengan

    Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi, Catatan Bagian, Catatan Bab, dan

    Catatan Sub-Pos, merupakan pedoman mengklasifikasi barang yang sistematik

    dan seragam.

    Ada tiga Bab yang belum digunakan dalam HS yang ada saat ini, yaitu Bab

    77, 98, dan 99. Bab 77 dipersiapkan untuk keperluan di masa mendatang,

  • 18

    sedangkan Bab 98 dan 99 digunakan untuk keperluan khusus bagi masing-

    masing contracting party, misalnya untuk barang pos atau peralatan pelayaran.

    Indonesia juga menggunakan Bab 98 untuk keperluan barang impor suku cadang

    kendaraan yang diimpor oleh importir produsen.

    Seperti telah disinggung sebelumnya, Harmonized System mempunyai tiga

    bagian utama atau integral, yaitu:

    a. Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (General

    Rules for the Interpretation of the HS). Ketentuan Umum Menginterpretasi

    Harmonized System (KUM HS) merupakan bagian terpenting yang harus

    dipahami sebelum melangkah lebih jauh untuk meng klasifikasikan barang

    menggunakan HS. KUM HS berisi enam prinsip dasar yang harus dipatuhi

    dalam mengklasifikasi barang. Mengingat pentingnya memahami KUM HS,

    bagian ini akan dibahas tersendiri.

    b. Catatan Bagian, Catatan Bab, dan Catatan Sub-Pos.

    c. Pos (4-digit) dan Sub-pos (6-digit) yang disusun dengan sistematik.

  • 19

    RANGKUMAN 2

    1) Dalam mengklasifikasi barang, terlebih dahulu harus memahami dan

    mendapatkan informasi mengenai barang itu secara akurat. Kemudian

    memahami aturan-aturan yang dikehendaki oleh Harmonized System.

    Untuk memahami Harmonized System perlu mengikuti perkembangan

    perubahannya karena akan selalu berubah sesuai perkembangan.

    2) Harmonized System inilah yang menjadi dasar Buku Tarif Kepabeanan Indonesia

    (BTKI). BTKI saat ini menggunakan Harmonized System versi 2012, HS sejak

    diterbitkan tahun 1988 dalam perkembangannya telah mengalami beberapa kali

    perubahan dalam penomoran jumlah pos tariff maupun pembebanannnya.

    1. Sebutkan nama lengkap dari Harmonized System : 2. Mengapa kita menggunakan Harmonized System : 3. Bagaimana sistem pentakikan Harmonized System : 4. Jelaskan mengapa HS memiliki sifat multipurpose nomenclature :

    5. Sistem pengkodean nomor HS dapat digunakan pada bidang apa saja :

    LATIHAN 2

  • 20

  • 21

    BUKU TARIF KEPABEANAN INDONESIA BAB

    A. Dasar Hukum

    Pada akhir tahun 1995, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat

    telah berhasil membahas dan menyetujui Rancangan Undang-Undang

    Kepabeanan, yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang Nomor 10

    Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diamandemen dengan

    nomor 17 tahun 2006, pada Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang ini menyebutkan

    bahwa Untuk penetapan tarif Bea Masuk dan Bea Keluar, barang

    dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang. Selanjutnya berdasarkan

    pasal 14 ayat 2 Undang-undang tersebut, penetapan klasifikasi barang diatur

    lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    Pengaturan lebih lanjut penentuan klasifikasi barang dilakukan dengan

    memperhatikan:

    a. Upaya peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar Internasional.

    b. Perlindungan terhadap konsumen dalam negeri.

    c. Pengurangan hambatan dalam perdagangan Internasional guna

    mendukung terciptanya perdagangan bebas.

    d. Pemenuhan perjanjian serta kesepakatan Internasional.

    Atas dasar pertimbangan di atas, Pemerintah menerbitkan Keputusan

    Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 440/KMK.05/1996 tanggal 21 Juni

    Tujuan Instruksional Khusus:

    Setelah mempelajari Bab 3 tentang Buku Tarif Kepabeanan Indonesia,

    Mahasiswa Program Diploma I Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai

    dapat memahami dasar hukum, isi dan sistem penomoran dalam Buku Tarif

    Kepabeanan Indonesia

    3

  • 22

    1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea

    Masuk Atas Barang Impor. Dalam Pasal 1 Keputusan ini disebutkan Untuk

    penetapan tarif Bea Masuk, barang barang dikelompokkan berdasarkan sistem

    klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik

    Indonesia Nomor 35 Tahun 1993 tentang Pengesahan International Convention

    The Harmonized Commodity Description and Coding System beserta

    protokolnya.

    Indonesia telah menjadi anggota World Customs Organization, yang

    sebelumnya dikenal dengan nama Customs Cooperation Council sejak tanggal

    30 April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukkan peran serta

    yang aktif dalam kegiatan WCO dan telah banyak menarik manfaat dari

    organisasi ini. Berbagai bantuan teknis dalam rangka menunjang kelancaran

    pelaksanaan sistem dan prosedur kepabeanan Internasional, telah diterima oleh

    Indonesia.

    Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 35 tahun

    1993, Indonesia telah menjadi Contracting Party dari International Convention

    on the Harmonized Commodity Description and Coding Sistem. Sebagai tindak

    lanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 81/KMK.05/1994

    tanggal 16 Maret 1994 telah ditetapkan bahwa terhitung sejak 1 April 1994,

    struktur Klasifikasi barang dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)

    mengacu kepada sistem klasifikasi dari HS Convention.

    Berdasarkan Artikel XVI HS Convention, World Customs Organization

    telah mengesahkan amandemen lampiran konvensi, yang semula

    mempergunakan HS versi 1992, menjadi HS versi 1996.

    Menindaklanjuti adanya amandemen HS 1996 tersebut, Pemerintah pada

    tanggal 29 Desember 1995 telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan

    Nomor 639/KMK. 01/1995 yang merupakan:

    1. Dasar penggunaan sistem klasifikasi barang berdasarkan HS versi 1996.

    2. Dasar penetapan besarnya tarif bea masuk (bea masuk tambahan dilebur

    bersama bea masuk) untuk barang bersangkutan.

    3. Penyempurnan Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Perubahan dan Tambahan atas

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1969 tentang

    Pembebasan atas Impor dan Perubahan atas Peraturan Pemerintah

    Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1986 tentang Bea Masuk Tambahan

  • 23

    Atas Barang Impor.

    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 639/KMK.01/1995 di atas selanjutnya

    dijabarkan dalam bentuk penerbitan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)

    edisi tahun 1996. Mulai tanggal 1 januari 2012 menggunakan HS versi 2012

    dengan perubahan nama dari Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) menjadi

    Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).

    B. Struktur dan Lajur BTKI

    Pada bab terdahulu kita telah mempelajari gambaran umum tentang

    Harmonized System. Sekarang kta akan mempelajari tentang BTKI. BTKI adalah

    Buku Tarif Kepabeanan Indonesia yang digunakan untuk pentarifan dan lainnya

    di Indonesia, BTKI berdasarkan Harmonized System semenjak 1989, dan saat ini

    yang berlaku adalah BTKI 2012.

    BTKI tidak lain adalah HS yang dimodifikasi atau dijabarkan lebih lanjut untuk

    digunakan dalam pentarifan dan penanganan barang impor ke Indonesia. BTKI

    mempunyai kolom sebagai berikut:

    Format kolom pada BTKI 2012 yaitu terdiri dari 8 kolom sesuai Tabel 3.1.

    Tabel 3.1

    Struktur Kolom pada BTKI

    Materi pokok yang tertuang dalam BTKI 2012 terdiri atas:

    1. Kolom pertama adalah kolom Pos/Subpos yang mencantumkan nomor

    pos/subpos sebagai berikut:

    a. 4 (empat) dan 6 (enam) digit pertama berasal dari teks Harmonized System

    (HS);

  • 24

    b. 8 (delapan) digit berasal dari teks AHTN;

    c. 10 (sepuluh) digit merupakan sub pos nasional (pos tarif nasional) berupa

    teks uraian barang untuk kepentingan nasional, kecuali:

    i apabila 2 digit terakhirnya 00 (misalnya 0301.11.94.00), berarti berasal

    dari teks AHTN;

    ii. apabila 4 digit terakhirnya 00.00 (misalnya 0301.91.00.00), berarti

    berasal dari teks HS WCO.

    2. Kolom kedua adalah kolom Uraian Barang dalam bahasa Indonesia yang

    disusun dengan pola sebagai berikut:

    a. Uraian barang pada pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan

    terjemahan dari teks HS;

    b. Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan terjemahan dari

    teks AHTN;

    c. Uraian barang pada subpos nasional (10 digit) merupakan teks berasal dari

    uraian barang dalam bahasa Indonesia, kecuali:

    i. yang 2 digit terakhirnya 00 (misalnya 0301.11.94.00), berarti berasal dari

    teks AHTN;

    ii. yang 4 digit terakhirnya 00.00 (misalnya 0301.91.00.00), berarti berasal

    dari teks HS WCO.

    3. Kolom ketiga adalah kolom Description of Goods dalam bahasa Inggris

    yang disusun dengan pola sebagai berikut:

    a. Uraian barang pos (4 digit) dan subpos (6 digit) merupakan teks HS dalam

    bahasa Inggris;

    b. Uraian barang pada subpos ASEAN (8 digit) merupakan teks AHTN dalam

    bahasa Inggris;

    c. Uraian barang pada subpos nasional (10 digit) merupakan terjemahan dari

    teks bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, kecuali:

    1)yang 2 digit terakhirnya 00 (misalnya 0301.11.94.00) merupakan teks

    AHTN;2) yang 4 digit terakhirnya 00.00 (misalnya 0301.91.00.00)

    merupakan teks asli HS WCO.

    4. Kolom keempat adalah kolom Bea Masuk yang mencantumkan

    pembebanan tarif bea masuk atas barang impor berlaku umum yang saat ini.

  • 25

    Besaran tarif bea masuk pada kolom ini adalah dalam bentuk advalorum

    (presentase), kecuali disebutkan lain, misal dalam bentuk Rp/kg, Rp/ltr atau

    Rp/mnt (Bea Masuk spesifik);

    5. Kolom kelima adalah kolom Bea Keluar yang mencantumkan tanda satu

    asterisk (*) menunjukkan klasifikasi barang ekspor yang dikenakan bea keluar.

    Besarnya pembebanan tarif dan jenis barang yang dikenakan Bea Keluar

    diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010

    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan

    Nomor 128/PMK.011/2011;

    6. Kolom keenam adalah kolom PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang

    mencantumkan pembebanan tarif PPN yang ditetapkan berdasarkan Undang-

    undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

    Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009;

    7. Kolom ketujuh adalah kolom PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah)

    yang mencantumkan pembebanan tarif PPnBM yang ditetapkan berdasarkan

    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003 dan Peraturan

    Menteri Keuangan Nomor 620/PMK.03/2004 sebagaimana telah diubah

    terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.03/2009;

    8. Kolom kedelapan adalah kolom Keterangan yang disediakan untuk

    mencantumkan keterangan tambahan yang dianggap perlu dan ketentuan lain

    yang belum ditampung pada kolom-kolom sebelumnya.

  • 26

    Hal lainnya yang perlu diketahui mengenai BTKI adalah beberapa

    pengertian sebagai berikut:

    1. Pencantuman tanda satu asterisk *) pada kolom PPN dan PPnBM berarti

    pengenaan PPN dan PPnBM berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang

    atau sebagian kelompok barang dalam pos tarif bersangkutan, sesuai dengan

    peraturan perundangan yang berlaku atas pengenaan PPN dan PPnBM.

    2. Pencantuman tanda satu asterisk *) pada kolom Bea Keluar berarti

    pengenaan Bea Keluar berlaku hanya terhadap sebagian jenis barang atau

    semua barang dalam pos tariff bersangkutan, sesuai dengan peraturan

    perundangan yang berlaku atas pengenaan Bea Keluar.

    3. Pencantuman tanda strip (-) pada kolom pembebanan tarif PPN, PpnBM dan

    Bea Keluar berarti komoditi pada pos tarif bersangkutan tidak dikenakan

    pembebanan PPN, PpnBM dan Bea Keluar.

    4. Untuk beberapa subpos AHTN (8 digit), tersedia Catatan Penjelasan

    Tambahan (Supplementary Explanatory Notes/SEN) yang merupakan

    pedoman dalam menginterpretasikan pengertian maupun istilah teknis barang

    yang tercantum dalam subpos AHTN tersebut. Text yang mengikat secara

    hukum adalah text asli SEN dalam bahasa Inggris.

    5. Pengguna BTKI 2012 diharapkan selalu merujuk kepada Peraturan Menteri

    Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain yang menjadi dasar

    hukumnya dan melakukan updating data secara berkala untuk mengantisipasi

    adanya perubahan kebijakan tarif yang dinamis dari waktu ke waktu.

    6. BTKI 2012 selain digunakan untuk keperluan klasifikasi dan pembebanan tarif

    bea masuk atas barang impor, dapat digunakan juga untuk klasifikasi barang

    ekspor, pungutan yang berkaitan dengan ekspor, statistik perdagangan, dan

    keperluan lainnya yang berkaitan.

    7. Apabila terdapat keraguan dalam menginterpretasikan teks pada kolom

    uraian barang atau description of goods dalam BTKI 2012, maka yang

    mengikat adalah:

    - bahasa Inggrisnya untuk pos WCO dan subpos AHTN.

    - bahasa Indonesianya untuk subpos nasional.

    8. Sebagai petunjuk untuk mengetahui keberadaan pos tarif lama pada pos tarif

    baru atau sebaliknya, dipergunakan Tabel Korelasi yang disusun dalam 2

    (dua) versi yaitu Tabel Korelasi BTBMI 2007 BTKI 2012 dan Tabel Korelasi

    BTKI 2012 BTBMI 2007.

  • 27

    C. Sistem Pengkodean

    1. Sistem Penomoran

    Sistem penomoran klasifikasi dalam BTKI menggunakan 10 digit dengan

    susunan 6 digit pertama mengacu pada konvensi HS, digit ke 7 dan 8

    berdasarkan Asean Harmoized Tariff Nomenclature dan digit terakhir yaitu ke 9

    dan 10 adalah pecahan pos tarif nasional. Untuk memahami sistem penomoran

    tersebut, perhatikan system penomoran pos tariff 0705.11.00.00 sesuai BTKI

    pada Gambar 3.2.

    Gambar 3.1. Pemecahan pos 0705 pada BTKI

    Dua digit pertama (07) menunjukkan Bab.

    Bab 07: Sayuran, akar dan bonggol tertentu yang dapat dimakan.

    Empat digit pertama (0705) menunjukkan Pos.

    Pos 07.05: Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar atau

    dingin).

    Enam digit pertama (0705.10) menunjukkan Sub-pos.

    Sub-pos 0705.10 dipecah menjadi 0705.11 dan 0705.19:

    0705.10: - Selada . Untuk penomoran ini, tidak dicantumkan karena digit ke-5

    dan ke-6 pecah menjadi 11, 12, 13, 14 dan seterusnya

    Sepuluh digit (0705.11.00.00) menunjukkan Pos Tarif

    0705.11.00.00: - - Selada kubis

  • 28

    2. Sistem Takik

    Selain menggunakan sistem nomor, HS/BTKI juga menggunakan sistem

    takik (dash, -) untuk mengklasifikasi barang, dengan penjelasan sebagai berikut:

    a. Pos (4-digit) tidak diberi takik.

    b. Penggunaan satu takik (-) dimulai pada uraian Sub-pos (6-digit).

    c. Bila uraian pada butir b dipecah, digunakan dua takik (- -).

    d. Bila uraian pada butir c dipecah lagi, digunakan tiga takik (- - -), demikian

    seterusnya sehingga diperoleh pengelompokan barang yang lebih rinci.

    Di bawah ini disajikan contoh sistem takik dengan menggunakan contoh

    yang sudah ada (pos tarif 0705.11.000):

    07.05 Selada (Lactuca sativa) dan chicory (Chicorium spp.), segar

    atau dingin).

    0705.10 - Selada

    * Ingat, dalam HS/BTKI sub-pos 0705.10 tidak dicantumkan karena sub-pos

    tersebut dipecah lagi menjadi sub-pos 0705.11 dan 0705 19.

    0705.11.00.00 -Selada kubis (selada bongkolan).

    Apabila pos tarif 0705.11.00.00 ingin dipecah lagi menjadi pos tarif yang

    lebih rinci, digunakan pemecahan menggunakan tiga takik, misalnya:

    0705.11.10.00 - - - Segar

    0705.11.20.00 - - - Dingin

    0705.11.90.00 - - - Lain-lain

    Pemecahan pos tarif (10-digit) juga mengikuti pola di atas.

    D. Arti kata lain-lain

    Dalam klasifikasi BTKI dengan sistem HS kata Lain-lain, berfungsi untuk

    menampung barang yang belum disebut pada uraian jenis barang sebelumnya.

    Kata lain-lain terdapat pada Bab, Pos, Sub-Pos dan Pos Tarif Nasional

    Untuk dapat memahami arti kata Lain-lain, perhatikan hal-hal berikut ini:

    apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada pos, bandingkan dengan

    uraian barang pada pos-pos terdahulu dalam bab yang sama.

  • 29

    apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada sub-pos, bandingkan dengan

    uraian barang pada sub-sub pos terdahulu, dalam pos yang sama.

    apabila kata lain-lain dimaksud terdapat pada pos tarif, bandingkan dengan

    uraian barang pada pos-pos tarif terdahulu, pada sub-pos yang sama.

    Metode di atas dapat dipahami dengan lebih mudah apabila kita dapat

    menggambarkannya dalam bentuk diagram pohon, sehingga akan jelas

    kelompok barang mana yang akan dibandingkan dengan barang lain-lain barang

    lain-lain yang ingin kita ketahui.

    Di bawah ini disajikan mengetahui kelompok barang yang termasuk lain-

    lain dengan menggunakan metode diagram pohon dengan contoh sesuai

    Gambar 3.3.

    Gambar 3.2. Skema membaca Lain-lain

    Barang A dibagi menjadi barang A1, A2, dan Lain-lain (1);

    Barang Lain-lain (1) dibagi menjadi barang B1, B2, dan Lain-lain (2).

    Barang Lain-lain (2) dibagi menjadi barang C1, C2, dan Lain-lain (3).

    Cara membaca:

    Lain-lain (3): barang selain C1 dan C2, yang termasuk dalam Lain-lain (2).

    Lain-lain (2): barang selain B1 dan B2, yang termasuk dalam Lain-lain (1).

    Lain-lain (1): barang selain A1 dan A2, yang termasuk dalam barang A.

  • 30

    Jadi, Lain-lain (3) adalah termasuk kelompok barang A selain A1 dan A2,

    selain B1 dan B2, selain C1 dan C2. Lain-lain (2) adalah termasuk kelompok

    barang A selain A1 dan A2, selain B1 dan B2. Lain-lain (3) adalah termasuk

    kelompok barang A selain A1 dan A2.

    Mari kita lihat Tabel 3.3. Arti lain-lain pada pos tariff 3902.10.90.90 adalah

    suatu polipropilena, selain bentuk dispersi, termasuk lain-lain, tetapi selain

    bentuk bubuk, selain bentuk butiran

    Tabel 3.3.

    Pemecahan pos 3902 BTKI

    Dengan sedikit latihan menggunakan BTKI, pengertian kata lain-lain

    tersebut akan dapat dengan mudah dimengerti. Dalam diktat ini pengertian lain-

    lain dibatasi pemahamannya sebatas berkaitan dengan uraian jenis barang pada

    judul Bab, Pos, Sub-pos maupun Pos tarif nasional, tanpa dikaitkan dengan

    catatan Bagian, catatan Bab, maupun catatan Sub-pos.

    Di bawah ini disajikan beberapa contoh pengertian kata lain-lain yang

    terdapat dalam pos tariff 0104.10.90.00 BTKI sesuai Gambar 3.4.

  • 31

    Gambar 3.4. Pemecahan pada Bab 01 BTKI

    Binatang hidup,

    selain kuda, keledai, bagal dan hinnies,

    selain binatang sejenis lembu,

    selain babi,

    selain biri-biri,

    termasuk kambing, namun bukan bibit

  • 32

    RANGKUMAN 3

    1) Saat ini BTKI yang berlaku adalah edisi 2012 (sesuai amandemen kelima HS). Buku

    Tarif Kepabeanan Indonesia tahun 2012 disusun berdasarkan Keputusan Menteri

    Keuangan Nomor 213/KMK.01/2011 tanggal 14 Desember 2011 sebagai tindak

    lanjut dari artikel XVI HS Convention (World Customs Organization).

    2) Dalam system penomoran dalam BTKI selain menggunakan sistem nomor, BTKI

    juga menggunakan sistem takik atau dash (-)

    3) Pengertian kata Lain-lain, berfungsi untuk menampung barang yang belum disebut

    pada uraian jenis barang sebelumnya

    1. Jelaskan dasar hukum penggunaan Harmonized System sebagai system klasifikasi

    barang di Indonesia:

    2. Mengapa kita menggunakan Harmonized System :

    3. Bagaimana sistem pentakikan Harmonized System :

    4. Jelaskan arti lain-lain pada pos tariff 3902.20.00.90 :

    5. Larutan poliisobutilen diklasifikasikan pada pos tariff berapa :

    LATIHAN 3

  • 33

    KETENTUAN UMUM UNTUK MENGINTERPRETASI HARMONIZED SYSTEM

    BAB

    Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS)

    merupakan pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu

    kompleksnya teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai

    pedoman dasar yang tidak boleh ditinggalkan. Setiap kali melakukan kegiatan

    klasifikasi barang, sadar atau tidak, salah satu ketentuan dalam KUM HS harus

    dipergunakan. Untuk itu, marilah kita pelajari satu-persatu enam butir KUM HS

    tersebut.

    A. KUM HS 1

    Teks KUM HS nomor 1 sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Judul dari Bagian, Bab dan Sub-bab dimaksudkan hanya untuk

    mempermudah referensi saja; untuk keperluan hukum, klasifikasi harus

    ditentukan berdasarkan uraian yang terdapat dalam pos dan berbagai Catatan

    Bagian atau Bab yang berkaitan serta berdasarkan ketentuan berikut ini, asalkan

    pos atau Catatan tersebut tidak menentukan lain.

    Tujuan Instruksional Khusus:

    Setelah mempelajari Bab 4 tentang Ketentuan Umum Untuk Menginterpretasi

    Harmonized System, Mahasiswa Program Diploma 1 Keuangan Spesialisasi

    Kepabeanan dan Cukai dapat mengaplikasikan Ketentuan Umum Untuk

    Menginterpretasi Harmonized System dari nomor satu sampai dengan nomor 6

    4

  • 34

    Penjelasan:

    HS adalah nomenklatur yang bersifat sistematik. Namun mengingat

    banyaknya jenis barang, tidak mungkin semua jenis barang dapat dicakup

    dengan persis pada setiap bab. Contohnya, sutera adalah produk hewani, tetapi

    karena sifatnya yang khusus dalam HS tidak diklasifikasikan pada bab 5 (produk

    hewani tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya), tetapi diklasifikasikan

    khusus pada bab 50.

    Uraian pada bab hanya untuk referensi saja, tidak mempunyai kekuatan

    hukum. Karena itu perlu diingat agar selalu mempertimbangkan semua bab atau

    pos yang mungkin mencakup suatu barang. Yang mempunyai kekuatan hukum

    adalah pos (heading), catatan bagian, catatan bab, dan catatan sub-pos. Uraian

    pos dan catatan-catatan tersebut merupakan pertimbangan utama. Apabila pos

    dan catatan-catatan tersebut tidak menentukan lain, dalam hal KUM HS 1 tidak

    bisa digunakan barulah digunakan KUM HS 2, 3, 4, dan 5. Contohnya, catatan 2

    Bab 31 menjelaskan pos 31.02 hanya untuk produk tertentu. Batasan ini tidak

    boleh diperluas dengan menggunakan KUM HS 2(b).

    Gambar 4.1 Gajah untuk sirkus

    Contoh Aplikasi KUMHS 1:

    Bagian I Binatang Hidup; produk hewani

    Bab 1 Binatang Hidup

    Bagaimana mengklasifikasikan gajah untuk sirkus:

    Pos 01.06 sebagai Binatang Lainnya :

    Perhatikan Catatan 1 (c) Bab 1

    binatang dari pos 95.08 dikeluarkan dari

    Bab 1

    Gajah untuk sirkus diklasifikasikan pada pos

    95.08 dengan aplikasi KUMHS 1 dan

    catatan 1(c) Bab 1

  • 35

    B. KUM HS 2 a dan 2b

    Teks KUM HS nomor 2a sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Setiap referensi untuk suatu barang dalam suatu pos harus dianggap

    meliputi juga referensi untuk barang tersebut dalam keadaan tidak lengkap atau

    belum rampung, asalkan pada saat diajukan, barang yang tidak lengkap atau

    belum rampung tersebut mempunyai karakter utama dari barang itu dalam

    keadaan lengkap atau rampung. Referensi ini harus dianggap juga meliputi

    referensi untuk barang tersebut dalam keadaan lengkap atau rampung (atau

    berdasarkan Ketentuan ini dapat digolongkan sebagai lengkap atau rampung)

    yang diajukan dalam keadaan belum dirakit atau terbongkar.

    Penjelasan:

    Barang tidak lengkap atau tidak rampung dianggap sebagai barang

    lengkap atau rampung, asalkan pada saat diimpor sudah mempunyai sifat utama

    sebagai barang lengkap atau rampung

    Sebagai contoh beberapa set sepeda yang diimpor dalam keadaan terurai, dan

    tiap setnya tidak ada sadel dan ban dalamnya. Namun tetap dianggap set

    sepeda karena sifat utamanya sebagai sepeda telah dimiliki.

    Contoh Aplikasi KUMHS 2(a):

    - Mobil yang belum dilengkapi roda - Sepeda yang belum dilengkapi sadel - Handphone tanpa keypad - Kemeja tanpa kancing

    Teks KUM HS nomor 2b sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Setiap referensi untuk suatu bahan atau zat dalam suatu pos, harus

    dianggap juga meliputi referensi untuk campuran atau kombinasi dari bahan atau

    zat itu dengan bahan atau zat lain. Setiap referensi untuk barang dari bahan atau

    DIKLASIFIKASIKAN SEBAGAI BARANG JADINYA

    Barang belum

    lengkap/jadi:

  • 36

    zat tertentu harus dianggap juga meliputi referensi untuk barang yang sebagian

    atau seluruhnya terdiri dari bahan atau zat tersebut. Barang yang terdiri lebih dari

    satu jenis bahan atau zat harus diklasifikasikan sesuai dengan prinsip dari

    ketentuan 3.

    Penjelasan:

    Campuran atau kombinasi dua atau lebih bahan atau zat diklasifikasikan

    berdasarkan KUM HS 1. Ingat, ketentuan ini hanya berlaku apabila pos atau

    catatan bagian atau catatan bab tidak menentukan lain. Contoh, pos 15.03 (-lard

    oil, tidak diemulsi atau dicampur); karena uraian posnya sudah menyebutkan

    bahwa produk dalam pos tersebut tidak dicampur, maka KUM HS 2(b) tidak

    berlaku.

    Apabila tambahan atau campuran bahan atau zat menghilangkan sifat barang

    seperti diuraikan pada pos, KUM HS 2(b) tidak dapat digunakan (harus

    digunakan KUM HS 3).

    Gambar 4.2 Pisau dari baja bergagang plastik

    Bagaimana mengklasifikasikan pisau

    dengan mata terbuat dari stainless

    steel dan gagang dari plastic :

    Bab 82 perkakas logam

    Bab 39 barang dari plastik

    Pisau terbuat dari stainless steel dianggap semata-mata hanya perkakas dari

    logam dan mengabaikan bahan plastik untuk gagangnya, sehingga dengan

    KUMHS 2(b) diklasifikasikan sebagai pisau dari logam pada pos 82.11

    C. KUM HS 3a, 3b dan 3c

    Apabila dengan menggunakan Ketentuan 2 (b) atau karena sebab lain,

    barang pada pandangan sepintas lalu dapat diklasifikasikan dalam dua pos atau

    lebih, maka pengklasifikasiannya harus diatur sebagai berikut:

    Pisau dari baja

    Pegangan (gagang)

    pisau dari plastik

  • 37

    KUM HS 3a

    Teks KUM HS nomor 3a sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Pos yang memuat uraian yang paling terinci harus lebih diutamakan

    daripada pos yang memuat uraian yang lebih umum sifatnya. Tetapi, jika dua

    pos atau lebih yang masing-masing hanya merupakan bagian dari bahan atau

    zat di dalam suatu barang campuran atau kombinasi, atau hanya merupakan

    bagian dari barang yang disiapkan untuk penjualan eceran, pos-pos itu dianggap

    setaraf sepanjang berkaitan dengan barang itu, walaupun salah satu pos itu

    mempunyai uraian yang lebih lengkap atau lebih tepat.

    Penjelasan:

    KUM HS 3 hanya dipergunakan bila KUM HS 2 tidak bisa dipergunakan.

    Penggunaan KUM HS 3 harus urut dari KUM HS 3(a), KUM HS 3(b), baru

    kemudian KUM HS 3(c). Sekali lagi diingatkan, KUM HS 3 baru dipergunakan

    apabila uraian pos, catatan bagian, atau catatan bab tidak menentukan lain.

    Contoh, catatan 4(b) bab 97 menentukan bahwa barang yang dirinci pada pos

    97.01 sampai dengan 97.05 dan juga dirinci pada pos 97.06, harus

    diklasifikasikan pada pos terdahulu awal (berarti bertentangan dengan KUM HS

    3.c).

    Dalam hal ini KUM HS 3(c) tidak berlaku. Pos dengan uraian lebih spesifik

    lebih diutamakan dari pos dengan uraian yang lebih umum. Pos yang

    menyebutkan nama barang lebih diutamakan dari pos yang menyebutkan

    kelompok barang. Contoh shavers/hair clippers diklasifikasikan pada pos 85.10,

    bukan pada pos 85.08 atau 85.09 (self-contained motor).

    Pos yang menyebutkan barang yang disebutkan secara rinci lebih

    diutamakan dari pos yang menyebutkan bagian suatu barang. Contoh, tufted

    textile for motor cars diklasifikasikan pada pos 57.03, bukan pada pos 87.08.

    Apabila dua atau lebih pos menguraikan hanya bagian dari bahan atau zat

    yang terkandung dalam suatu barang campuran atau komposit, atau bagian dari

    item dalam satu set barang untuk penjualan eceran, maka KUM HS 3(a) tidak

    berlaku dan digunakan KUM HS 3(b) atau 3(c), meskipun salah satu pos lebih

    rinci dari pos lainnya.

  • 38

    Gambar 4.3 Karpet tufted untuk mobil

    Karpet tufted untuk mobil

    57.03 Karpet berumbai

    87.08 Bagian dan asesoris kendaraan

    KUM HS 3b

    Teks KUM HS nomor 3b sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Barang campuran dan kombinasi yang terdiri dari bahan yang berbeda

    atau yang tersusun dari komponen yang berlainan, dan barang yang disiapkan

    dalam perangkat untuk penjualan eceran, yang tidak dapat diklasifikasikan

    menurut Ketentuan 3 (a), harus diklasifikasikan seolah-olah barang itu terdiri dari

    bahan atau komponen yang memberikan sifat utama kepada barang itu

    sepanjang ketentuan ini dapat digunakan.

    Penjelasan:

    KUM HS 3(b) hanya berlaku untuk campuran, barang komposit yang terdiri

    dari bahan yang berbeda, barang komposit yang terdiri dari komponen yang

    berbeda, dan barang yang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan eceran,

    dan bila KUM HS 3(a) tidak bisa digunakan.

    Yang dimaksud dengan Sifat utama (Essential character) pada KUM HS

    ini mengacu pada bahan atau komponen, kemasan, jumlah, berat atau nilai, dan

    bahan utama yang berkaitan dengan penggunaan barang.

    KUM HS 3(b) berlaku juga untuk komponen yang terpisah, asalkan satu

    sama lain adapted to the other, mutually complementary, dan bersama-sama

    membentuk barang jadi yang secara normal tidak diperdagangkan terpisah.

    Contoh, rak bumbu dengan beberapa botol tempat bumbu kosong.

    Yang dimaksud dengan barang dikemas dalam bentuk set untuk penjualan

    eceran yaitu:

    Paling sedikit dua produk yang berbeda pos (sembilan sendok bukan set).

    Beberapa produk/barang bersama-sama untuk keperluan/kegiatan tertentu.

    Bisa langsung dijual tanpa perlu dibungkus/dikemas kembali (contoh ready-

    to-eat-meal).

  • 39

    KUM HS 3(b) tidak berlaku untuk barang yang terdiri dari beberapa bagian yang

    dikemas terpisah (baik kemasan yang biasa digunakan maupun tidak), dalam

    proporsi tertentu untuk keperluan industri (contoh, minuman).

    Contoh aplikasi KUM HS nomor 3b sesuai gambar 4.4.

    Gambar 4.4 Hair dressing Set

    Hairdressing set yang terdiri dari electric

    hair clipper (85.10), sisir (96.15), gunting

    (82.13), sikat (96.03), dan handuk dari

    tekstil (63.02), dikemas dalam tas kulit

    (42.02) diklasifikasikan pada pos

    85.10 (berdasarkan komponen yang

    memberikan sifat utama).

    Gambar 4.5 Kursi yang bias berfungsi menjadi tangga

    Suatu kursi yang dapat berfungsi

    selain tempat duduk adalah untuk

    tangga

    Fungsi mana dari barang ini yang

    menunjukan karakter esensialnya

    Gambar 4.6 Serutan pinsil berbentuk mainan

    Suatu serutan pinsil yang dapat

    berfungsi sebagai penyerut dengan

    bentuk mainan

    Fungsi mana dari barang ini yang

    menunjukan karakter esensialnya

  • 40

    KUM HS 3 c:

    Teks KUM HS nomor 3c sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Apabila barang tidak dapat diklasifikasikan menurut ketentuan 3 (a) atau 3

    (b), maka barang itu diklasifikasikan ke dalam pos yang disebutkan terakhir

    dalam Nomenklatur dari pos dimana barang itu dapat diklasifikasikan atas dasar

    pertimbangan yang setaraf.

    Penjelasan:

    Bila KUM HS 3(a) dan 3(b) tidak dapat digunakan, barang diklasifikasikan

    pada pos terakhir. Contohnya, suatu bingkai berbentuk bujur sangkar yang 2

    sisi terbuat dari kayu dan dua sisi lainnya terbuat dari logam. Bingkai ini ditinjau

    dari bahan baku memiliki bahan yang sama dan seimbang antara pos 44.14 dan

    pos 83.06, namun karena menurut KUM HS 3c, maka bingkai tersebut harus

    diklasifikasikan pada pos terakhir, yaitu pos 83.06.

  • 41

    Gambar 4.7 Kemeja dari kain tenun

    Gambar 4.8 Kemeja dari kain rajutan

    Suatu kemeja yang

    lapisan luar tenunan

    dan lapisan dalam

    rajutan dengan pola

    kedua lapisan

    tersebut sama.

    Apakah masuk

    pakaian Bab 61 atau

    Bab 62

    D. KUM HS 4:

    Teks KUM HS nomor 4 sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Barang yang tidak dapat diklasifikasikan menurut ketentuan di atas harus

    diklasifikasikan ke dalam pos untuk barang yang sifatnya paling sesuai.

    Penjelasan:

    a) KUM HS 4 baru digunakan apabila KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 3

    tidak dapat digunakan. Berdasarkan KUM HS 4, klasifikasi berdasarkan

    barang yang sifatnya paling sesuai (misalnya uraian barangnya, sifatnya,

    tujuannya).

    b) b) Ketentuan ini mengenai barang-barang yang tidak dapat diklasifikasikan

    ke dalam salah satu pos dalam HS, karena tidak ada uraian yang sesuai

    (misalnya yang baru muncul di pasaran dunia). Ketentuan ini menetapkan

    bahwa barang-barang tersebut harus digolongkan kedalam pos atas barang

    yang memiliki persamaan terbanyak.

    c) Pada waktu menerapkan ketentuan No.4, barang yang akan diklasifikasikan

    harus diperbandingkan dengan uraian barang dalam beberapa pos HS yang

    memiliki kesamaan jenis atau karakternya. Hal tersebut dilakukan untuk

    meneliti pada pos mana yang memiliki unsur kesamaan terbanyak.

    d) Persamaan dapat tergantung dari beberapa faktor seperti nama, sifat,

    penggunaan, dan seterusnya.

    Perlu diingatkan, KUM HS 4 baru digunakan apabila benar-benar tidak ada

    lagi data atau informasi yang dapat diperoleh untuk mengidentifikasi barang

  • 42

    dimaksud. Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan KUM HS 4, sangat

    disarankan untuk mencari lebih dulu informasi tentang barang dimaksud dari

    berbagai sumber yang ada, seperti literatur, data teknis, internet, dan

    sebagainya.

    Contoh Aplikasi KUMHS 4:

    Pemanggang daging atau sate yang menggunakan tenaga matahari untuk

    memasak makanan, dan bukan menggunakan bahan bakar cair, padat ataupun

    gas.

    Gambar 4.9

    Kompor bahan bakar tenaga solar

    Terdapat beberapa jenis

    pemanggang daging atau sate pada

    HS yang semuanya menggunakan

    bahan bakar sbb.:

    7321.11 Pemanggang Bahan

    Bakar Gas atau Bahan Bakar Lain

    7321.12 Bahan Bakar Cair

    7321.19 Bahan Bakar Padat

    Catatan: contoh kasus tahun 2006

    Mengingat tidak ada pos yang lebih sesuai pada HS maka pemanggang

    dengan tenaga matahari diklasifikasikan pada pos paling menyerupai sesuai

    KUMHS 4 pada pos 7321.11. (dalam BTBMI 2007 sudah di amandemen)

    E. KUM HS 5a dan 5b:

    Sebagai tambahan dari aturan di atas, ketentuan berikut ini berlaku

    terhadap barang tersebut di bawah ini:

    KUM HS 5 a:

    Teks KUM HS nomor 5a sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Peti kamera, peti instrumen musik, peti senapan, peti instrumen gambar,

    peti kalung dan tempat simpan yang semacam, dengan bentuk atau kelengkapan

    khusus untuk menyimpan barang tertentu atau seperangkat barang tertentu,

  • 43

    cocok untuk pemakaian jangka panjang dan diimpor lengkap dengan isinya,

    harus diklasifikasikan dengan barang tersebut jika biasa dijual dengan barang itu.

    Akan tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap tempat simpan yang

    memberikan seluruh sifat utamanya.

    Penjelasan:

    KUM HS 5(a) berlaku untuk Peti (cases), kotak (boxes), dan tempat semacam itu

    yang:

    khusus dibuat untuk barang tertentu.

    digunakan untuk jangka waktu lama.

    dimasukkan bersama-sama barangnya (bila dimasukkan terpisah

    diklasifikasikan pada pos tersendiri).

    biasa dijual bersama dengan barangnya.

    tidak memberikan sifat utama.

    Contoh: tempat perhiasan, tempat teleskop, tempat alat musik, tempat senjata,

    dan sebagainya.

    Gambar 4.10 Violin beserta kemasannya

    Violin beserta isinya yang diimpor

    bersamaan, maka diklasifikasikan sebagai

    violin

    KUM HS 5 b:

    Teks KUM HS nomor 5b sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Berdasarkan kepada ketentuan nomor 5 (a) di atas, bahan pembungkus

    dan tempat simpan pembungkus diimpor bersama isinya harus diklasifikasikan

    dengan barang tersebut jika biasa dipakai untuk membungkus barang itu, akan

    tetapi aturan ini tidak mengikat apabila bahan pembungkus atau tempat simpan

    pembungkus nyata-nyata cocok untuk dipakai berulang-ulang.

  • 44

    Penjelasan:

    Mengacu pada KUM HS 5(a), pembungkus/tempat simpan diklasifikasikan

    dengan barangnya bila biasa dipakai untuk barang tersebut.

    Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembungkus/tempat simpan yang

    digunakan berulang-ulang (repetitive use), contohnya gas yang diimpor bersama

    pengemasnya (tabung gas di bawah tekanan), maka gasnya diklasifikasikan

    pada pos tarif gas, sedangkan pengemasnya diklasifikasikan pada pos tarif

    tabung gas.

    Ketentuan ini tidak berlaku untuk tempat simpan yang nilainya jauh lebih

    tinggi dari barang yang disimpan di dalamnya. Tempat semacam itu harus

    diklasifikasikan tersendiri Sebagai contoh, tempat teh dari perak dan tempat

    permen dari porselin berdekorasi China

    Gambar 4.11 Tabung berisi gas LPG

    Tabung LPG yang berisi gas minyak bumi yang

    dicairkan. Tabung tersebut diimpor bersama isinya

    F. KUM HS 6

    Teks KUM HS nomor 6 sesuai terjemahan pada BTKI adalah sebagai

    berikut:

    Untuk tujuan hukum, pengklasifikasian barang dalam sub-pos dari satu pos

    ditentukan menurut uraian dari sub-pos tersebut dan catatan sub-pos yang

    bersangkutan dan, mutatis mutandis, mengikuti ketentuan-ketentuan di atas

    dengan pengertian bahwa hanya sub-pos yang setaraf yang dapat dibandingkan.

    Untuk keperluan dari ketentuan ini catatan Bagian dan catatan Bab yang

    bersangkutan juga diberlakukan, kecuali apabila konteksnya menentukan lain.

  • 45

    Penjelasan:

    KUM HS 1 sampai dengan KUM HS 5 berlaku mutatis mutandis (secara

    langsung) untuk sub-sub pos pada satu pos yang sama (perbandingan pada

    takik yang sama).

    KUM HS 6 berlaku sepanjang konteksnya tidak menentukan lain. Artinya,

    catatan bagian, catatan bab, atau catatan sub-pos harus tetap menjadi

    pertimbangan utama. Contohnya, Platinum pada catatan 4(b) Bab 71 tidak

    sama dengan Platinum pada catatan sub-pos 2 (khusus untuk sub-pos 7110.11

    dan 7110.19).

    RANGKUMAN 4

    1) Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System (KUM HS) merupakan

    pintu gerbang untuk memasuki klasifikasi barang. Mengingat begitu kompleksnya

    teknik klasifikasi barang, KUM HS mutlak diperlukan sebagai pedoman dasar yang

    tidak boleh ditinggalkan

    2) KUM HS terdiri dari 6 nomor yang dalam penggunaannya harus berurutan dari

    mulai nomo1, selanjutnya nomor 2 kemudian nomor 3. Apabila nomor 1 sampai

    dengan nomor 3 tidak dapat diterapkan maka menggunakan nomor 4

    3) KUM HS diterapkan terhadap barang yang ada kemasannya, sedangkan KUM HS

    nomor 6 diterapkan untuk pengkodean 6 digit

    LATIHAN 4

    1. Jelaskan KUM HS nomor satu dan berikan 2 contoh pengaplikasiannya 2. Jelaskan pengertian dan penerapan KUM HS no. 2a : 3. Apa pengertian KUM HS no. 3a : 4. Bagaimana pengklasifikasiannya apabila suatu barang yang tidak ada uraian

    barangnya dalam HS : 5. Bagaimana pengklasifikasian kamera beserta tasnya (casing):

  • 46

  • 47

    TEKNIK KLASIFIKASI, JENIS CATATAN DAN NOTA PENELITIAN KLASIFIKASI BARANG

    BAB

    A. Tahapan Mengklasifikasi Barang

    Secara lebih rinci, langkah-langkah berikut ini dapat digunakan untuk

    mengklasifikasi barang:

    1. Kita identifikasi dulu barang yang akan kita klasifikasi. Dengan mengetahui

    spesifikasi barang, misalnya barang tersebut produk pertanian, barang kimia,

    atau mesin, kita bisa memilih bab-bab yang lebih spesifik.

    2. Pilih bab atau bab-bab yang berkaitan dengan spesifikasi barang tersebut.

    Bila sudah kita tentukan, baca dan perhatikan baik-baik catatan Bagian dan

    catatan Bab yang berkaitan dengan pilihan bab atau bab-bab pada butir 1.

    3. Perhatikan penjelasan-penjelasan dalam catatan Bagian maupun catatan

    Bab yang berkaitan dengan barang yang akan kita klasifikasi. Apabila ada

    catatan yang mengeluarkan barang tersebut dari Bab atau Bagian yang kita

    pilih, perhatikan pada Bagian, Bab, atau pos mana barang tersebut

    diklasifikasikan.

    4. Baca dan cermati catatan Bagian atau Bab (atau catatan Sub-pos dalam hal

    tertentu) yang ditunjuk oleh penjelasan pada butir 3. Kita ulangi proses

    pengklasifikasian pada butir 3. Pada tahap ini, biasanya kita sudah

    mempunyai gambaran umum apakah barang tersebut diklasifikasikan di bab

    tersebut atau di bab lainnya.

    Tujuan Instruksional Khusus :

    Setelah mempelajari Bab 5 tentang teknik klasifikasi, jenis catatan dan

    nota penelitian klasifikasi barang, Mahasiswa Program Diploma 1 Keuangan

    Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai dapat mempraktekan tahapan dalam

    mengklasifikasi barang, dalam suatu Nota Penelitian Klasifikasi Barang

    5

  • 48

    5. Setelah menemukan satu bab yang paling sesuai berdasarkan kajian di atas,

    maka kita mulai menelusuri pos-pos yang mungkin mencakup barang yang

    akan kita klasifikasikan dalam bab tersebut. Pada tahap ini kadang-kadang

    kita sudah dapat menemukan pos yang mencakup barang tersebut dengan

    rinci. Bila sudah kita temukan satu pos yang tepat, maka langkah selanjutnya

    tinggal menentukan sub-pos (6-digit) dan pos tarif (9-digit) yang sesuai.

    Ingat, dalam penentuan sub-pos dan pos tarif pun kadang timbul

    permasalahan klasifikasi yang sama dengan penentuan pos (4-digit).

    Sampai tahap ini sebenarnya kita sedang menggunakan KUM HS 1.

    6. Apabila sepintas lalu ada beberapa pos yang sesuai dengan spesifikasi

    barang, kita mulai menggunakan KUM HS 2. Ingat, kita baru dapat

    menggunakan KUM HS 2 apabila KUM HS 1 benar-benasr tidak dapat

    digunakan. Cara untuk meyakinkan bahwa KUM HS 1 gugur adalah dengan

    berusaha membuktikan bahwa hanya ada satu pos yang sesuai untuk barang

    tersebut. Dalam hal KUM HS 1 tidak bisa diterapkan karena informasi atau

    data spesifikasi barang kurang lengkap, maka yang harus dikerjakan adalah

    mencari informasi atau data tersebut lebih dulu. Jangan terburu-buru

    menggunakan KUM HS 2 sebelum kita benar-benar yakin KUM HS 1 tidak

    dapat digunakan.

    7. Dalam hal menggunakan KUM HS 3 (b), perlu diperhatikan bahwa yang

    dimaksud dengan sifat utama (essential character) meliputi berbagai aspek.

    Beberapa aspek yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan sifat utama

    adalah fungsi/kegunaan, nilai (value), dan bentuk fisik (appearance).

    Usahakan paling tidak selalu mempertimbangkan ketiga aspek tersebut

    sebelum menentukan sifat utama suatu barang campuran.

    8. Dalam membandingkan pos-pos, sub-sub pos, atau pos-pos tarif, harus

    selalu diingat bahwa yang dibandingkan adalah pos-pos, sub-sub pos, atau

    pos-pos tarif yang setara (perhatikan takiknya). Ingat, dalam mengklasifikasi,

    perbandingan dimaksud tidak berdasarkan pembebanan impornya!.

    9. Apabila sudah dipilih satu pos tarif yang benar-benar sesuai dengan uraian

    barang, langkah selanjutnya adalah melihat pembebanannya (BM, PPN,

    PPnBM, atau cukai) dan ada atau tidak peraturan tata niaganya (IT, IP,

    Pertamina, dan lain-lain.). Karena pembebanan tersebut sering berubah,

    jangan lupa selalu menggunakan pembebanan yang up to date berdasarkan

    ketentuan yang terbaru.

  • 49

    B. Jenis Catatan Pada BTKI

    Catatan dalam BTKI dapat dibagi beberapa kelompok namun secara

    ringkas dapat dikelompokan menjadi: catatan definitif, catatan eksklusive, catatan

    iIlustratif dan catatan lain-lain

    1. Catatan Definitif

    Catatan yang menjelaskan pengklasifikasian suatu barang pada pos atau

    sekumpulan pos tertentu.

    Contoh: Catatan 4 Bab 30:

    Pos no. 30.04 hanya berlaku untuk hal berikut ini, yang harus

    diklasifikasikan dalam pos tersebut dan tidak dalam pos lainnya dari Nomenklatur

    ini:

    (a) Catgut bedah steril, bahan jahit bedah steril yang semacam itu dan perekat

    kertas steril untuk penutup luka bedah;

    (b) Laminaria steril dan laminaria steril yang dapat menggembung;

    (c) Hemostatik bedah atau gigi steril yang dapat menyerap;

    (d)

    (e)

    (f)

    (g)

    (h) Preparat kontrasepsi kimia dengan bahan dasar hormon atau pembunuh

    sperma.

    2. Catatan Eksklusif

    Catatan yang mengeluarkan barang tertentu dari suatu pos atau sub-pos

    dan memasukkannya dalam pos atau sub-pos tertentu lainnya.

    Contoh: Catatan 1 Bab 2:

    Bab ini tidak meliputi:

    (a) Produk dari jenis yang diuraikan dalam pos No. 02.01 sampai dengan

    02.08, atau 02.10, yang tidak layak atau tidak sesuai untuk konsumsi

    manusia;

    (b) Usus, kandung kemih atau perut dari binatang (pos No. 05.04) atau darah

    binatang (pos No. 05.11 atau 30.02); atau

    (c) Lemak hewani, selain produk dari pos No. 02.09 (Bab 15).

  • 50

    3. Catatan Ilustratif

    Catatan yang memberikan gambaran terhadap pengertian atau istilah yang

    perlu dijabarkan lebih lanjut.

    Contoh: Catatan 3 Bab 42:

    Untuk keperluan pos no. 42.03, istilah barang pakaian dan perlengkapan

    pakaian berlaku, antara lain, untuk sarung tangan (termasuk sarung tangan olah

    raga), apron dan pakaian pelindung lainnya, tali penahan celana, ikat pinggang,

    tali sandang dan semua jenis gelang, tetapi tidak termasuk arloji tangan (pos no.

    91.13).

    4. Catatan Penjelasan

    Catatan yang menguraikan pengertian-pengertian yang bersifat teknis.Contoh:

    (a) Catatan 2 Bab 3:

    Dalam Bab ini pengertian pellet adalah produk-produk yang telah

    diaglomerasi baik secara langsung dengan cara dikompresi atau dengan

    penambahan sejumlah kecil bahan pengikat.

    (b) Catatan 1 Bab 9:

    Campuran dari produk dimaksud dalam pos no. 09.04 sampai dengan

    09.10 harus diklasifikasikan sebagai berikut:

    (a) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang sama harus digolongkan

    dalam pos itu;

    (b) Campuran dua produk atau lebih dari pos yang berlainan harus digolongkan

    dalam pos no. 09.10. Tambahan dari bahan lainnya ke dalam produk dari

    pos no. 09.04 sampai dengan 09.10 (atau campuran seperti yang

    dimaksud dalam (a) atau (b) di atas) tidak mempengaruhi

    penggolongannya asalkan..

    (c) Catatan 2 Bagian XV:

    Dalam seluruh Nomenklatur, istilah bagian untuk pemakaian umum

    berarti:

    (a) Barang dari pos no. 73.07, 73.12, 73.15, 73.17 atau 73.18 dan barang

    semacam itu dari logam tidak mulia lainnya;

    (b) Pegas dan lembaran untuk pegas, dari logam tidak mulia, selain pegas

    untuk lonceng atau arloji (pos no. 91.14); dan

    (c) Barang dari pos no. 83.01, 83.02, 83.08, 83.10 dan bingkai serta kaca

    dari logam tidak mulia, dari pos no. 83.06.

  • 51

    Dalam Bab 73 sampai dengan 76 dan 78 sampai dengan 82 (tetapi bukan

    dalam pos no. 73.15) apa yang disebut bagian dari barang tidaklah

    termasuk uraian tentang bagian untuk pemakaian umum seperti diuraikan

    di atas.

    Dengan memperhatikan ketentuan dalam ayat di atas dan Catatan 1 Bab

    83, barang dari Bab 82 atau 83 tidak termasuk dari Bab 72 sampai dengan

    76 Bab 78 sampai dengan 81.

    C. Nota Penelitian Klasifikasi Barang

    Berkaitan dengan klasifikasi barang, setidaknya ada dua fihak yang

    berkepentingan yaitu aparat DJBC dan importir/PPJK. Sebagaimana selama ini

    telah berjalan, dalam rangka pengimporan importir/PPJK memberitahukan sendiri

    jenis barang, klasifikasi, dan pembebanan impornya. Selanjutnya DJBC akan

    meneliti dan menetapkan klasifikasi barang tersebut.

    Dalam mekanisme ini tidak jarang timbul perbedaan pendapat mengenai

    klasifikasi barang antara importir/PPJK dan aparat DJBC. Dalam

    mempertahankan pendapatnya, aparat DJBC diharuskan membuat uraian rinci

    yang menjelaskan dasar klasifikasi barang dimaksud. Sementara ini

    importir/PPJK nampaknya belum terbiasa menyampaikan argumentasinya

    berdasarkan ketentuan mengklasifikasi yang benar. Untuk itu dalam bahan ajar

    ini disajikan juga cara membuat nota penelitian klasifikasi barang secara rinci.

    Untuk memudahkan, uraian rinci klasifikasi barang dimaksud kita sebut

    saja Nota Penelitian Klasifikasi Barang. Kerangka nota penelitian klasifikasi

    barang sebenarnya tidak baku, bisa singkat atau memerlukan uraian yang cukup

    panjang tergantung pada permasalahan yang dihadapi. Namun dalam diktat ini

    pembuatan nota penelitian klasifikasi barang tersebut diarahkan untuk mengikuti

    ketentuan-ketentuan dasar mengklasifikasi barang sesuai HS/BTKI.

    Pada bagian akhir bahan ajar ini disajikan juga contoh nota penelitian

    klasifikasi barang, dan contoh jawaban klsaifikasi barang dalam bentuk Nota

    Penelitian Klasifikasi Barang. Dalam menyelesaikan latihan soal dapat

    menggunakan Nota Penelitian Klasifikasi Barang.

    Contoh 1. Contoh format dibawah ini umumnya diterapkan apabila memerlukan

    data dari exlanatory notes, brosur, certificate of analysis dan data

    pendukung lainnya

  • 52

    1) Nama barang/uraian jenis barang

    2) - Bagian, Bab, alasan/catatan Bag/Bab /Sub-pos yang terkait

    3) - Explanatory Notes atau referensi lainnya

    4) Uraian klasifikasi barang

    - tuliskan mulai dari 2 digit, 4 digit, 6 digit dan 9 digit

    5) Kesimpulan

    Contoh 2.Contoh ini umumnya diterapkan didasarkan kondisi barang hasil

    pemeriksa barang dilapangan dan memerlukan data exlanatory notes,

    brosur, certificate of analysis dan data pendukung lainnya.

    Nama Barang/Uraian Jenis Barang

    Spesifikasi Barang

    (Komposisi, kapasitas, kemasan,bentuk, kegunaan, dll.)

    Dasar Klasifikasi

    Catatan: Bagian, Bab dan Sub pos

    Uraian pos, Explanatory Notes, BTKI, dan informasi atau referensi

    lainnya

    Tentukan satu pos yang paling sesuai

    Tentukan sub-pos yang paling sesuai

    Tentukan pos tarif yang paling sesuai

    Kesimpulan Klasifikasi Barang

    Barang dimaksud dimaksud diklasifikasikan pada

    tarif xxxx.xx.xxx BM x% PPN x%.

  • 53

    D. Pembuatan Nota Penelitian Klasifikasi Barang:

    Contoh 1.

    Gambar 5.1 Kuda untuk sirkus

    Nama dan Jenis barang:

    Kuda untuk sirkus keliling

    Alasan Klasifikasi:

    - Hewani masuk Bagian I

    - Binatang hidup masuk Bab 1

    - Catatan 1c Bab 1 ..binatang

    untuk demontrasi (sirkus) masuk

    pos 9508

    Uraian klasifikasi:

    - Bab 95 Mainan

    - Pos 9508 ..untuk sirkus...

    - Pos tarif 9508.10.00.00 sirkus keliling

    Kesimpulan :

    Kuda tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 9508.10.00.00

    Contoh 2.

    Gambar 5.2 Kantong plastic (kresek)

    Nama dan jenis barang

    Kantong plastik (kresek) uk. 20 x 40 cm, dr

    polietilena, pegangan bkn utk jangka panjang

    Alasan klasifikasi

    - Plastik dan karet masuk Bagian VII,

    - Barang plastik Bab 39

    - Catatan no. 2(m) Bab 39 ..tdk meliputi

    tas tangan..> (masuk pos 4202)

    - Catatan catatan 2A(a) Ba 42 tdk meliputi

    tas dgn gagang tdk dirancang jangka

    panjang...

  • 54

    Uraian klasifikasi

    - Bab 39 plastik

    - Pos 3923..wadah utk mengangkut

    - Subpos 3923.20. Sak

    - Pos tarif 3923.21.90.00 sak dari polietilena

    Kesimpulan

    Kantong plastik tersebut diklasifikasikan pada Pos tarif 3923.21.90.00

    Contoh 3

    Gambar 5.3 Rantai untuk sepeda motor dari baja

    Nama dan Jenis barang:

    Rantai pemutar untuk sepeda

    motor merk: Honda ASTREA

    ukuran diameter 30 cm dibuat

    dari bahan baja tahan karat

    Alasan Klasifikasi:

    - Logam tidak mulia dan

    barangnya masuk Bagian XV

    - Barang dari baja masuk Bab

    73

    - catatan 2 Bagian XV

    ..Bagian untuk pemakaian

    umum..meliputi rantai pemutar

    pos 7315..

    Uraian Klasifikasi

    - Bab 73 barang dari baja

    - Pos 7315rantai dan bagiannya.

    - Subpos 7315. 10. - rantai penghubung (/ - Sub pos 7315.11.. rantai pemutar

    )

    - Pos tarif 7315.11.10.00 rantai sepeda motor

    Kesimpulan:

    Rantai pemutar tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 7315.11.10.00

  • 55

    Contoh 4

    Gambar 5.4 Pemantik dari baja

    berlapis emas

    Nama dan Jenis barang:

    Korek api pemantik saku bentuk kotak

    dari baja dilapisi emas 18 karat (15 % berat).

    Isi gas dan dapat diisi ulang

    Uraian klasifikasi:

    - Bab 96 barang pabrik

    - Pos 9613 pemantik sigaret

    - Subpos 9613.20 pemantik saku isi gas yang dapat diisi ulang

    - Pos tarif 9613.20.90.00 pemantik sigaret

    Kesimpulan :

    Korek api pemantik tersebut diklasifikasikan pada pos tarif 9613.20.90.00

    RANGKUMAN 5

    1) Sebelum mengklasifikasi barang, terlebih dahulu harus mengetahui jenis dan

    spesifikasi barang dengan lengkap agar hasil klasifikasi akurat.

    2) Nota Penelitian Klasifikasi Barang terdiri dari nama dan jenis barang, kemudian alas

    an klasifikasi, uraian klasifikasi dan terakhir adalah kesimpulan

    3) Catatan dalam BTKI dapat dibagi beberapa kelompok namun secara ringkas dapat

    dikelompokan menjadi: catatan definitif, catatan eksklusive, catatan iIlustratif dan

    catatan penjelasan

    1. Jelaskan prosedur mengkalsifikasi barang :

    2. Apa hubungan antara kebenaran uraian barang dan keakuratan kalsifikasi barang :

    3. Sebutkan format Nota Penelitian Klasisikasi Barang :

    4. Tentukan pos tariff dari barang dibawah ini dalam nota penelitian klasifikasi barang :

    a. Mukena untuk peralatan sembahyang wanita dari bahan tenunan kapas

    b. Sabuk pengaman (safety belt) untuk sedan bahan bakar bensin, selinder 2000 cc

    5. Tentukan pos tariff dari Asam asetat dengan kadar 11 %dalam suatu nota penlitian

    klasifikasi barang :

    LATIHAN 5

  • 56

    STRUKTUR PENGELOMPOKAN BARANG

    BAB

    A. Bagian

    Dalam Harmonized System (HS), barang dikelompokkan dalam 96 bab

    (dan bab 77 sebagai persiapan masa mendatang) yang dikelompokkan dalam 21

    bagian. Pengelompokan tersebut berdasarkan urutan tingkat pengerjaannya,

    yaitu bahan baku (raw material), bahan yang tidak/belum dikerjakan (unworked

    products), barang setengah jadi (semi-finished products), dan barang jadi

    (finished products). Sebagai contoh, binatang hidup diklasifikasikan pada Bab 1,

    jangat dan kulit binatang pada Bab 41, sepatu dari kulit binatang pada Bab 64.

    Urutan pengelompokan ini juga berlaku untuk bab dan pos.

    Di bawah ini disajikan urutan pengelompokan barang dalam HS/BTKI:

    1. Gambaran per Bagian

    Bagian I mencakup binatang hidup dan produk dari binatang (daging, ikan,

    produk susu, telur, madu, produk yang dapat dimakan lainnya, dan produk yang

    tidak dapat dimakan). Namun beberapa jenis minyak dan lemak dikeluarkan dari

    bagian I dan diklasifikasikan pada bab 15, demikian juga halnya dengan jangat,

    kulit, bulu dan barang terbuat daripadanya (diklasifikasikan pada bagian VIII).

    Bab 1 sampai dengan bab 24 (Bagian I sampai dengan Bagian IV) mencakup

    produk-produk pertanian dalam arti luas.

    Tujuan Instruksional Khusus:

    Setelah mempelajari Bab 6 tentang struktur pengelompokan

    barang, Mahasiswa Program Diploma 1 Keuangan Spesialisasi

    Kepabeanan dan Cukai dapat memahami struktur pengelompokkan

    barang pada BTKI

    6

  • 57

    Bagian II mencakup produk sayuran, baik yang bisa dimakan atau tidak

    (tanaman, biji-bijian, sayuran, buah, sereal, tepung, dsb.), kecuali beberapa jenis

    minyak dan lemak tertentu (bab 15) dan kayu (bab 44). Produk-produk yang

    termasuk bagian I dan II belum mengalami proses pengerjaan kecuali sampai

    tahap tertentu (dengan beberapa pengecualian). Terhadap produk yang telah

    mengalami proses lebih lanjut diklasifikasikan pada bab 19, bab 20 atau bab 21.

    Contohnya, produk makanan siap saji yang diawetkan diklasifikasikan pada

    Bagian IV.

    Bagian III hanya terdiri dari bab 15 yang mencakup lemak dan minyak

    hewani dan nabati dan produk terbuat daripadanya (misalnya malam/wax).

    Minyak pada Bab II baik dalam keadaan mentah, telah diproses, misalnya

    minyak goreng atau margarine yang siap dikonsumsi. Umumnya minyak tidak

    menguap, karena minyak nabati yang mudah menguap masuk Bab 33 sebagai

    minyak atsiri.

    Bagian IV mencakup produk minuman, minuman keras, cuka,dan

    tembakau, bersama-sama dengan produk industri makanan yang tidak dicakup

    bab-bab sebelumnya. Bab 16 meliputi daging atau ikan yang telah mengalami

    proses lebih lanjut, diantaranyadi goreng, dikukus atau diawetakan secara

    permanen. Bab 17 meliputi gula dan bahan lainnya seperti sirop, madu tiruan

    dan karamel. Berbagai jenis gula yang murni secara kimiawi diklasifikasikan pada

    Bab 29. Demikian juga bahan pemanis tiruan masuk Bab 29, seperti saccharin

    dan dulcin.

    HUBUNGAN BAGIAN I DAN II DENGAN BAGIAN IV:

    BAGIAN

    I & II

    DIPROSES LEBIH LANJUT

    >>>BAGIAN IV

    *BAB 2 (DAGING) > * BAB 16

    BAB 3 (IKAN)

  • 58

    *BAB 4 (SUSU) > * BAB 19

    BAB 10 (GANDUM-GANDUMAN)

    BAB 11 (PRODUK-GILINGAN)

    *BAB 7 (SAYURAN) > * BAB 20

    BAB 8 (BUAH-BUAHAN)

    BAB 11 (PRODUK GILINGAN,

    KENTANG )

    Bagian V mencakup produk mineral, baik sumber mineral anorganik

    seperti tanah, batuan pada Bab 25 atau bijih logam pada Bab 26, dan sumber

    bahan organik pada Bab 27 seperti batu bara, dan minyak bumi.

    Kecuali kalau susunannya mensyaratkan lain, maka Bab 25 meliputi

    produk tambang, seperti garam, belerang dan batuan lainnya hanya dalam

    keadaan mentah (crude), telah dicuci, hancur, hasil tumbuk, hasil gilingan atau

    saringan.

    Hasil pertambangan yang telah diolah secara lain, misalnya dimurnikan

    sebagai bahan kimia anorganik masuk Bab 28, sedangkan apabila merupakan

    hasil bentukan atau pahatan masuk Bab 68 dan kalau bahan tersebut merupakan

    hasil pembakaran maka masuk Bab 69. Batu-batuan setengah permata atau

    batu permata digolongkan pada Bab 71.

    Bagian VI mencakup produk-produk kimia, baik yang berbentuk asal

    (primary form) maupun produk-produk industri kimia seperti produk farmasi,

    pupuk, sabun, kosmetik, cat, bahan peledak, dan lain-lain.

    Bagian VII mencakup plastik dan produk dari plastik (bab 39) dan karet

    dan produk dari karet (bab 40). Komoditi plastik, karet buatan serta barang dari

    plastik dan karet buatan banyak diimpor Indonesia. Sesuai dengan kemajuan

    teknologi, maka produk barang-barang tersebut semakin bervariasi dan

    bertambah jenisnya. Karena kemajuan teknologi pembuatan barang, maka

    pengenalan dan proses pengidentifikasi barang tersebut semakin sulit,

    khususnya dalam rangka klasifikasi barang.

  • 59

    Bagian VII mencakup plastik/barang dari plastik serta karet/barang dari

    karet. Bagian ini terdiri dari 2 bab, yaitu bab 39 (Plastik dan Barang Dari Plastik)

    dan bab 40 (Karet dan Barang Dari Karet).

    Struktur dalam Bab 39 secara garis besar adalah:

    BAB 39 BAB 40

    PLASTIK DAN BARANG DARI PLASTIK KARET DAN BARANG DARI

    KARET

    SUB-BAB 1

    3901-3911: Polimer buatan 4001-4002 : Bahan karet

    3912-3913: Polimer alami 4003 : Karet pugaran

    3914 : Penukar ion 4004 : Sisa, reja

    SUB-BAB II

    4005 : Coumpond

    3915 : Sisa, reja.... 4006 :Tidak divulkanisasi

    3916-3921: Barang setengah jadi 4007-40016: Barang setengah jadi

    3922-3924: Barang jadi 4017 : Karet keras

    Bagian VIII mencakup produk-produk tertentu yang berasal dari binatang

    seperti jangat dan kulit (bab 41), barang dari kulit atau usus binatang (bab 42),

    kulit berbulu, termasuk kulit berbulu imitasi (bab 43). Perlu dicatat bahwa pos

    42.01 dan 42.02 juga mencakup produk-produk tertentu terbuat bukan dari kulit.

    Bagian IX mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, seperti kayu dan

    barang dari kayu (bab 44), gabus dan barang dari gabus (bab 45), dan barang

    kerajinan tangan (bab 46). Namun, beberapa produk seperti furniture

    diklasifikasikan di bab lain (bab 94).

    Bagian X juga masih mencakup produk yang berasal dari tumbuhan, yaitu

    pulp (bab 47), kertas, kertas karton dan barang terbuat daripadanya (bab 48),

    dan produk industri percetakan (bab 49).

    Bagian XI mencakup produk tekstil mulai dari sutera (bab 50) sampai

    dengan pakaian dan permadani (bab 63). Bahan dasar tekstil adalah serat. Serat

    bila diproses akan menjadi benang, kemudian dari benang menjadi kain atau

    produk tekstil lainnya. Serat dapat berasal dari tumbuhan, hewani, mineral dan

    buatan manusia. Serat dari tumbuhan atau disebut serat nabati, misalnya serat

  • 60

    kapas, flaks, rami, henneps, goni dan sisal. Serat yang berasal dari hewan

    misalnya bulu domba atau bulu anak domba, bulu unta, bulu kelinci, bulu

    kambing Angora (Mohair) dan sutera.

    Serat buatan manusia atau man made fiber terbagi dua, yaitu serat

    sint