4. bab iii - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ bab 3.pdfyang didirikan...

32
47 BAB III PENAFSIRAN MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD TENTANG AYAT-AYAT KENABIAN A. Latar Belakang 1. Biografi Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad adalah putra dari Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri gerakan Ahmadiyah, lahir pada hari Senin, 12 Januari 1889 di Qadian, India. Terlahir dari seorang ibu yang bernama Nusrat Jahan Begum. Menurut jemaatnya, kelahiran Basyiruddin Mahmud Ahmad merupakan kabar suka dari Allah SWT kepada pendiri Jemaat Ahmadiyah dengan kata-kata, “Seorang anak laki-laki yang rupawan, mulus lagi saleh akan dianugerahkan kepada engkau… Ia merupakan Nur Ilahi, beberkatlah dia yang datang dari langit… cahaya datang, cahaya! Kehormatannya akan tersebar ke seluruh dunia. Bangsa- bangsa akan diberkati melalui dia”. 107 Setelah Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad terpilih sebagai Khalifatul Masih II, Mirza Ghulan Ahmad banyak menerima wahyu dari Allah yang menyatakan bahwa Basyiruddin Mahmud Ahmad akan memainkan peranan penting untuk perkembangan Islam. Ia memegang jabatan Khalifah selama 51 tahun dan telah menulis lebih dari 200 buku mengenai keluhuran dan kesucian ajaran-ajaran agama Islam. Di antaranya Tafisr Al-Qur’an suci setebal kira-kira 10.000 halaman. Dalam masa kepemimpinan Basyiruddin Mahmud Ahmad, jemaat Ahmadiyah berkembang ke seluruh penjuru dunia. Beliau wafat pada tanggal 8 November 1965 pada usia 76 tahun dan meninggalkan kira-kira sepuluh juta pengikut Ahmadiyah yang setia. 108 107 Ahsan A Anang STY, Keahmadiyahan dalam Pengajaran, Makalah untuk Pembelajaran di KPA Wilayah Jateng Pantura, Periode th.IV, 2006/2007, 11 Juni 2007 108 Pengurus Jemaat Ahmadiyah, “Kami Orang Islam”, op.cit., hlm. 18-19

Upload: truongtruc

Post on 05-Jul-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

47

BAB III

PENAFSIRAN MIRZA BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD

TENTANG AYAT-AYAT KENABIAN

A. Latar Belakang

1. Biografi

Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad adalah putra dari

Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri gerakan Ahmadiyah, lahir pada hari

Senin, 12 Januari 1889 di Qadian, India. Terlahir dari seorang ibu yang

bernama Nusrat Jahan Begum. Menurut jemaatnya, kelahiran Basyiruddin

Mahmud Ahmad merupakan kabar suka dari Allah SWT kepada pendiri

Jemaat Ahmadiyah dengan kata-kata, “Seorang anak laki-laki yang

rupawan, mulus lagi saleh akan dianugerahkan kepada engkau… Ia

merupakan Nur Ilahi, beberkatlah dia yang datang dari langit… cahaya

datang, cahaya! Kehormatannya akan tersebar ke seluruh dunia. Bangsa-

bangsa akan diberkati melalui dia”.107

Setelah Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad terpilih sebagai

Khalifatul Masih II, Mirza Ghulan Ahmad banyak menerima wahyu dari

Allah yang menyatakan bahwa Basyiruddin Mahmud Ahmad akan

memainkan peranan penting untuk perkembangan Islam. Ia memegang

jabatan Khalifah selama 51 tahun dan telah menulis lebih dari 200 buku

mengenai keluhuran dan kesucian ajaran-ajaran agama Islam. Di antaranya

Tafisr Al-Qur’an suci setebal kira-kira 10.000 halaman. Dalam masa

kepemimpinan Basyiruddin Mahmud Ahmad, jemaat Ahmadiyah

berkembang ke seluruh penjuru dunia. Beliau wafat pada tanggal 8

November 1965 pada usia 76 tahun dan meninggalkan kira-kira sepuluh

juta pengikut Ahmadiyah yang setia.108

107 Ahsan A Anang STY, Keahmadiyahan dalam Pengajaran, Makalah untuk

Pembelajaran di KPA Wilayah Jateng Pantura, Periode th.IV, 2006/2007, 11 Juni 2007 108 Pengurus Jemaat Ahmadiyah, “Kami Orang Islam”, op.cit., hlm. 18-19

Page 2: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

48

Kemajuan Ahmadiyah tidak lepas dari campur tangan Khalifah

Kedua. Salah satu contoh adalah pengutusan para muballigh ke seluruh

penjuru dunia, mendirikan pusat-pusat pentablighan dan masjid-masjid di

berbagai kota penting di Eropa, Afrika, Asia dan Amerika. Bukti-bukti

peranan Basyarudddin MA dalam kemajuan jemaat Ahmadiyah adalah:

- Tahun 1924, meletakkan batu pertama sebuah masjid yang bernama

“Fazl Mosque” di London.

- Tahun 1919, mendirikan pusat organisasi yang disebut “Sadr Anjuman

Ahmadiyah”.

- Tahun 1922, membentuk badan khusus utnuk kaum wanita, yaitu

Lajnah Imaillah. Badan ini pada tahun 1926 menerbitkan majalah

“Misabah”.

- Tahun 1928, mendirikan sekolah “Nusrat Girls High School”.

- Tahun 1951, mendirikan sekolah tinggi “Nusrat College”.

- Tahun 1938, mendirikan pula organisasi pemuda “Khudamul

Ahmadiyah”, kemudian mendirikan organisasi untuk anak-anak

perempuan “Nasiratul Ahmadiyah” dan untuk anak-anak laki-laki

“Athfalul Ahmadiyah”. Selain itu didirikan pula badan lainnya untuk

laki-laki yang berumur 40 tahun ke atas bernama “Ansharullah”.109

Basyiruddin mendapat gelar “Mushlih Mau’ud” pada tanggal 28

Januari 1944 melalui ilham yang berbunyi:

� � � � � و � �� � م د � � � ـ ا� � � � ـ ا� �� ا

Artinya: “Saya Masih Mau’ud, Pemisalannya dan Khalifahnya”

Pemberian gelar di kalangan Ahmadiyah tidak bisa diperoleh oleh

khalifah-khalifah lain. Hanya seseorang yang mendapat ilham yang dapat

menyandangnya, sebagaimana Mirza Ghulam Ahmad dengan gelar

“Mujadid, Masih Mau’ud dan Imam Mahdi”, dan Basyiruddin dengan

gelar “Mushlih Mau’ud”.

109 Ahsan A Anang, op.cit., hlm. 2-3

Page 3: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

49

Jamaah Ahmadiyah juga mengakui bahwa Basyiruddin MA

mempunyai andil dalam kemerdekaan Indonesia. Mereka mengatakan

“Tatkala bangsa Indonesia bangkit memperebutkan kemerdekaannya,

maka BAsyiruddin sepenuhnya memberikan dukungan yang dituangkan di

dalam sebuah instruksi kepada seluruh warga Ahmadiyah seluruh dunia

untuk berdoa dan berpuasa Senin – Kamis supaya rakyat Indonesia

berhasil dalam perjuangannya”. Surat kabar Kedaulatan Rakyat

Yogyakarta terbitan 10 Januari 1946 memuat berita dengan judul

“Memperhebat Penerangan tentang Republik Indonesia di Luar Negeri,

Gerakan Ahmadiyah Turut Membantu”.110

Demikian biografi singkat mengenai Khalifatul Masih II

Basyiruddin MA. Karena biografi mengenai khalifah-khalifah jemaat

Ahmadiyah tidak banyak dimuat dalam buku-buku Ahmadiyah, kecuali

yang dijelaskan secara lengkap adalah biografi Mirza Ghulam Ahmad

sebagai pendiri Ahmadiyah.

Maka di sini pemulis akan mengemukakan mengenai sejarah

Ahmadiyah dan khalifah-khalifah Ahmadiyah.

Jemaat Ahmadiyah dalah sebuah organisasi atau sekte dalam Islam

yang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M

(1306H) di Qadian India. Mirza Ghulam Ahmad lahir di Desa Qadian,

India pada hari Jumat, 13 Pebruari 1835 (14 Syawal 1250H) saat subuh. Ia

lahir kembar dengan seorang seorang anak perempuan yang tidak berusia

panjang.

Ahmadiyah bukan merupakan agama baru. Ahmadiyah adalah

Islam sejati yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW kira-kira

1500 tahun yang lalu. Karena itu tujuan Ahmadiyah sama dengan tujuan

Islam, yakni “untuk mengadakan hubungan cinta antara Tuhan dan hamba-

hamba-Nya, dan menciptakan perdamaian, persatuan antar berbagai

110 Ibid., hlm.3

Page 4: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

50

kalangan manusia. Ahmadiyah berusaha menghapuskan segala kendala

yang timbul karena perbedaan ras dan warna kulit. Sehingga khalayak

manusia dapat bersatu serta mengupayakan perdamaian semesta”.111

Menurut jemaatnya, mulai usia kurang lebih 40 tahun Mirza

Ghulam Ahmad dikaruniai Allah kehormatan menerima ilham, wahyu dan

kasyaf berkat mengikuti dan mentaati syariat dan ajaran Nabi Muhammad

SAW.112

Jemaah Ahmadiyah menyakini, berdasarkan wahyu-wahyu dan

perintah Allah, Mirza Ghulam Ahmad adalah al-Masih yang ditunggu dan

Imam Mahdi yang dijanjikan kedangannya di kemudian hari sebagaimana

nubuwwat junjungan kita Nabi Muhamamd SAW. beliau berpangkat Nabi

dan Rasul, tetapi tidak membawa syariat yang baru. Syariat yang dipegang

teguh oleh Mirza Ghulam adalah al-Qur’an suci 30 juz serta Sunnah

Rasulullah SAW. Tugas Mirza Ghulam yang berkali-kali diwahyukan oleh

Allah SWT kepadanya adalah “yuhyid diina wa yuqiimusy syariah”, yaitu

semata-mata menghidupkan agama serta menegakkan syariat Islam.113

Pada tahun 1882, Mirza Ghulam Ahmad menyatakann diri sebagai

mujaddid (reformis) dan untuk pertama kalinya menerima ikrar baiat dari

orang-orang di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889. Orang pertama

kali yang berikrar adalah Hakim Nuruddin yang akhirnya menjadi

Khalifah I.

Pada tahun 1890 Mirza Ghulam Ahmad mendapat petunjuk dari

Allah melalui ilham bahwa Nabi Isa AS dipercaya oleh umat Kristen

maupun umat Islam bersemayam di langit, sebenarnya telah wafat.

Kemudian dia mengumumkan pengakuan sebagai al-Mahdi yang dinanti-

nantikan oleh umat Islam untuk tujuan menghidupkan kembali ajaran

Islam dan menegakkan syariat Islam.

111 Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir, op.cit., hlm. xi 112 Ahsan A Anang, op.cit., hlm.1 113 Pengurus Jemaat Ahmadiyah, “Kami Orang Islam”, op.cit, hlm. 8

Page 5: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

51

Adapun personifikasi al-Masih yang dijanjiikan dan al-Mahdi yang

dinantikan itu pada hakekatnya terletak pada diri satu orang. Sesuai

dengan hadits Rasulullah SAW � ا ي � � م � � � �� , “Tiada Mahdi

melainkan Isa” (Hadits Ibu Majah).

Pada tahun 1901 Mirza Ghulam menyatakan menerima anugerah

pangkat kenabian dan kerasulan secara illi (bayangan) dan ummati (selaku

umat Nabi Muhammad SAW) yang merupakan berkat mengikuti dan

mematuhi syariat dan sunnah Rasulullah.114

Mirza Ghulam Ahmad telah menulis lebih dari 80 buku dalam

bahasa Urdu, Parsi dan Arab dengan maksud menjelaskan kepada

penduduk dunia tentang kesucian dan kemuliaan ajaran-ajaran Islam.

Dalam salah satu buku yang berjudul Al-Wasiyyat, beliau berpesan antara

lain:

“Adalah Kehendak dan Keinginan Allah SWT bahwa Dia akan menarik semuau roh suci yang tinggal pada berbagai tempat dalam berbagai negeri di Eropa dan Asia. Semua orang mempunyai fitrah baik. Kepada ajaran tauhid, Allah akan mengumpulkan semua hamba-hamba-Nya dalam agama yang satu. Inilah maksud Allah SWT yang perwujudannya ini akau diutus ke dunia. Maka ada baiknya kamu mengikuti benar-benar maksud itu, tetapi dengan jalan lemah lembut, mengutamakan keluhuran akhlak serta banyak-banyak berdoa ke Hadirat Allah SWT.”115

Setelah Mirza Ghulam Ahmad meninggal pada tanggal 26 Mei

1908 M, pemimpin jemaat Ahmadiyah diteruskan oleh khalifah sesuai

dengan sunnah Islam. Sebagai Khalifatul Masih I dipilih Hakim Nuruddin

pada tanggal 27 Mei 1908 sampai meninggal pada 13 Maret 1914.

Kemudian diteruskan Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (w. 8

Nopember 1965) yang bergelar Mushlih Mau’ud sebagai Khalifatul Masih

II. Sebagai Khalifatul Masih III adalah putranya, Mirza Nasir Ahmad

wafat pada 9 Juni 1982 dan diteruskan oleh adiknya, Mirza Tahir Ahmad

sebagai Khalifatul Masih IV (w. 19 April 2003). Khalifatul Masih V

114 Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir, op.cit., hlm. xiii 115 Pengurus Jemaat ahmadiyah, op.cit., hlm. 18

Page 6: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

52

adalah Mirza Masroor Ahmad yang memimpin jamaah Ahmadiyah hingga

sekarang.116

Di antara khalifah-khalifah yang paling berperan dalam kemajuan

Ahmadiyah adalah Khalifatul Masih II, yaitu Basyiruddin Mahmud

Ahmad yang telah membuktikan dengan berdirinya organisasi-organisasi,

masjid-masjid dan telah banyak menulis buku-buku.

2. Karya-karya

Sebagai Khalifatul Masih II, Basyiruddin Mahmud Ahmad

berperan penting dalam kemajuan jemaat Ahmadiyah. Basyiruddin banyak

mengeluarkan karya tulis yang dibukukan sejumlah 225 buku, yang

dijadikan rujukan bagi jemaatnya untuk menguatkan pendapat mereka.

Di antara karya-karya Basyiruddin Mahmud Ahmad adalah:

a. Tafsir al-Qur’an (besar dan kecil). Tafsir Besar meliputi kurang lebih

3000 halaman dalam bentuk tiga jilid besar dan tebal. Kitab yang

setebal demikian sudah jelas amat sulit bagi pembaca awam untuk

mempergunakannya. Maka dibuatlah edisi ringkas dimaksudkan untuk

memenuhi keperluan tersebut, yaitu “Tafsir Shaghir” atau Tafsir Kecil

atau Tafsir Ringkas.117

b. Da’watul Amir

c. Anwar Khilafah

d. Al-Qaul al-Fashl

e. Barakat an-Nubuwah

f. Haqiqat ar-Ru’ya

g. Kalimat Allah

h. Manshib al-Khilafah

i. Minhaj ath-Thalibin

j. Mir’aat ash-Shiddiq

116 Ibid., hlm. 18-19 117 Basyiruddin Mahmud Ahmad, “Qur’anummajid”, op.cit., hlm. xi

Page 7: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

53

k. Tuhfat al-Mulk.118

Selain itu ada kitab-kitan lain:

a. Ta’aluq Billah

b. Hasti bari Ta’ala

c. Islam ka Iqtisadi Nizam

d. Niza Mei Nou

e. Shirat Khairi Rasul

f. Aina I Shadaqat

g. Malaikatullah

h. Zikir Ilahi.119

Di antara karya-karya Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad yang

sudah dialihbahasakan ke dalam beberapa bahasa adalah:

a. Riwayat Hidup Ahmad

b. Djasa-djasa Imam Mahdi

c. Apakah Ahmadiyah Itu?

d. Ahamadiyah Movement

e. The Economic Structure of Islamic Society.

Dan masih banyak lagi karya-karya Basyiruddin yang lain yang

tidak disebutkan di sini.

3. Metodologi Tafsir Qur’anumajid (Tafsir Singkat)

Al-Qur’an sebagai kitabullah yang diturunkan kepada Nabi

Muhamad SAW untuk disampaikan kepada seluruh alam, di dalamnya

terdapat berbagai keistimewaan dan mengumpulkan beberapa ajaran yang

termaktub dalam kitab-kitab sebelumya dan universalitasnya. Sehingga

mampu menyelesaikan perkembangan zaman di samping itu juga menjadi

petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

118 Ihsan Ilahi Zhahir, op.cit., hlm. 412-413 119 Ahsan A Anang STY, op.cit., hlm. 3

Page 8: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

54

Sebagai kitab yang menjelaskan kepada umat manusia al-Qur’an

meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, baik dalam maslah aspek

sosial politik, budaya dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa semua

masalah sekalipun secara garis besar tidak dijumpai dalam al-Qur’an

namun tetap ada pada garis substansial walaupun secara global.

Untuk menggali sisi yang terkandung di dalamnya diperlukan

berbagai pendekatan sehingga diperoleh keterangan, hukum-hukum, ilmu

pengetahuan dan etika kehidupan manusia. Dalam upaya menafsirkan al-

Qur’an telah dimulai semenjak zaman nabi, meskipun beliau sendiri yang

menjelaskan pada sahabat tanpa dipengaruhi orang lain.120

Dalam perkembangan penafsiran al-Qur’an telah mengalami

pertumbuhan di bidang metodologi, orientasi, corak maupun

sistematikanya. Perkembangan ini tidak terlepas dari laju kehidupan

manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.121

Tiap mufassir mempunyai metode dan corak yang berbeda-beda.

Perbedaan ini disebabkan oleh pengalaman, ilmu pengetahuan yang

menjadi keahlian. Dan kondisi inilah yang nampak pula dari gaya

penafsiran Basyiruddin dalam kitab tafsirnya, Qur’anummajid.

Di sini penulis akan mengemukakan metode, sistematika dan corak

tafsir Qur’anummajid (Tafsir Singkat) karya Basyiruddin.

a. Metode Tafsir Qur’anummajid

Bila diperhatikan kutipan-kutipan penafsiran ayat-ayat al-

Qur’an, maka secara umum tampak sekali Basyiruddin tidak berusaha

menampilkan bentuk penafsiran yang panjang lebar. Basyiruddin

berusaha menafsirkan makna dan arti ayat dengan uraian yang singkat

dan menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal lain selain

120 M. Yunan Yususf, “Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia”, dalam Jurnal Ulumul

Qur’an, Vol. III, No. 4, 1992, hlm. 50 121 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1993, hlm. 86

Page 9: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

55

arti yang dikehendaki. Yang demikian dilakukan terhadap ayat-ayat al-

Qur’an yang sesuai dengan urutannya dalam mushaf dalam kerangkan

uraian yang mudah dengan bahasa dan cara yang dapat dipahami.

Cara seperti ini merupakan cara termudah dalam menjelaskan

arti ayat, sehingga dengan mudah pula untuk mengetahui kandungan

al-Qur’an. Sebab uraiannya tidak berbelit-belit. Cara yang demikian ini

akhirnya dikenal dengan metode ijmaly.

Metode ini banyak dipergunakan dalam beberapa karya tafsir.

Karena itu uraian yang singkat dan global menjadi karakteristik metode

ini. Akan tetapi kelemahannya adalah uraiannya yang terlalu singkat

sehingga tidak mungkin diharapkan untuk menguak makna-makna yat

secara luas dari berbagai aspek yang dibutuhkan oleh perkembangan

jaman. Dan ini tentu yang memberdakan dengan karya tafsir lain yang

menggunakan metode lain dalam setiap penafsirannya.122

Metode ijmaly ini tampaknya diterapkan Basyiruddin dalam

penyusunan tafsir Qur’anummajid. Terlihat dalam menafsirkan ayat al-

Qur’an terkadang menggunakan ayat lain sebagai pendukung maksud

ayat. Karena itu uraiannya tidak jauh dari konteks ayat al-Qur’an yang

dimaksudkan. Terkadang pula ayat-ayat tertentu ditunjukkan pula

sebab-sebab turunnya ayat atau peristiwa yang dapat menjelaskan arti

ayat. Kemudian juga menghubungkannya dengan hadits Nabi dan

riwayat sahabat sebagai sandaran penjelasannya.

Salah satu contoh adalah penafsirannya dalam surat an-Nisa 69.

Kata �م yang berarti “beserta / bersama” diartikan bukan sekedar

“bersama” saja tetapi diartikan ! (termasuk dalam / di dalam).

Sebagaimana dalam surat al-Hijr ayat 32, yang artinya, “Kecuali iblis,

ia enggan turut menjadi mereka yang tunduk (sujud)” menjadi

“Kecuali iblis, dia tidak termasuk mereka yang bersujud”.

122 Harifuddin Cawidu, “Metode dan Aliran dalam Tafsir”, dalam Majalah Pesantren,

Vol. III, Jakarta, 1991, hlm. 12

Page 10: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

56

Maka dalam surat an-Nisa 69 tersebut berarti orang-orang yang

mengikuti Allah dan Rasul-Nya akan termasuk golongan nabi-nabi,

shidiq-shidiq, syahid dan shaleh.

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa penafsiran

Basyiruddin menggunakan metode ijmaly yang terkadang masih

menggunakan ayat lain sebagai pendukung maksud ayat.

Dalam hal-hal tertentu, terkadang Basyiruddin masih

memberikan pembahasan yang cukup panjang. Seperti dalam

menafsirkan surat al-Fatihah dan masalah kenabian.

b. Sistematika Tafsir Qur’anummajid

1) Ayat-ayat al-Qur’an di dalam tafsir ini tercantum berdampingan

dengan terjemahnya dalam bahasa Arab.

2) Keterangan tentang kata-kata dan ungkapan-ungkapan bahasa Arab

yang penting dalam tafsir ini didasarkan pada kamus-kamus bahasa

Arab kenamaan seperti Lisanul Arab, Tajul ‘Arus, Mufradat Imam

Raghib dan lain-lain.

3) Suatu sistem rujuk silang (cross reference) kepada ayat-ayat al-

Qur’an dipergunakan di sini. Rujukan kepada ayat-ayat al-Qur’an

diletakkan langsung di bawah ayat-ayat serta terjemahannya dalam

al-Qur’an.

4) Pendahuluan diletakkan di muka setiap surat. Pendahuluan itu

membicarakan tempat serta waktu surat itu diturunkan, memberi

ikhtisar surat dan menjelaskan hubungan surat itu deng surat

sebelumnya dan surat berikutnya.

5) Dalam memberi nomor-nomor ayat-ayat al-Qur’an, tafsir ini telah

menempatkan bismillah sebagai ayat pertama di setiap surat

mengikuti sistem yang lazim terdapat pada terbitan-terbitan al-

Qur’an yang sudah lazim. Surat ke-9 merupakan pengecualian

kaedah tersebut yaitu tidak dimulai dengan bismillah. Oleh karena

Page 11: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

57

itu penomoran ayat dalam surat tersebut sama dengan nomor

terusan dan tidak berakhir jika sebuah surat telah selesai, tetapi

urutannya bersambung ke surat berikutnya hingga tamat seluruh al-

Qur’an.

6) Dalam penunjukan-penunjukan (rujukan-rujukan), angka di sebelah

kiri tanda titik dua menyatakan nomor surat. Sedang angka di

sebelah kanannya menunjukkan nomor ayat. Penunjukan pada surat

al-Qur’an, untuk singkatnya tidak disebut. Contoh, 20:8

menunjukkan ayat ke-8 surat ke-20. tetapi dalam penunjukan

kepada kitab-kitab agama lain, nama kitab senantiasa disebut,

meskipun pada umumnya dalam bentuk singkat. Maka Gen 5:6

berarti ayat 6 pasal 6 Genesis, kitab pertama Nabi Musa AS.123

c. Corak Tafsir Qur’anummajid

Dilihat dari penafsiran-penafsiran Basyiruddin yang

menitikberatkan pada kepentingan ajarannya, maka diketahui bahwa

corak dari peanfsirannya adalah bil- ra’yi .

Yang dimaksud tafsir bil ra’yi adalah penafsiran terhadap ayat-

ayat al-Qur’an dengan didasarkan pada ijtihad aqli tanpa menggunakan

ruh syariah sebagai dasar pijakannya.124 Sekalipun dalam rumusan lain

masih didasarkan juga pada kaidah-kaidah yang dipandang valid baik

secara naqli maupun dari segi akal.125

Tafsir yang didasarkan pada ijtihad akan, manakala hasilnya

mendekati kebenaran yang obyektif, maka tafsir tersebut dapat

dipandang valid. Namun manakala penafsirannya lebih banyak

123 Basyiruddin Mahmud Ahmad, Qur’anummajid: al-Qur’an dengan Terjemahan dan

Tafsir Singkat, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Jakarta, 1987, hlm. xii-xiv 124 Manna’ Khalil al-Qaththan, op.cit., hlm. 482 125 Subhi al-Shaleh, Mabahis fi Ulum al-Qur'an, Dar al-Ilm li al-Malayin, 1997, hlm. 290-

291

Page 12: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

58

didominasi oleh sifat subyektifitas, maka tafsir tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam tafsir madzmum (tercela).126

Latar belakang timbulnya corak tafsir ini adalah tatkala ilmu

keislaman berkembang pesat, di saat para ulama telah menguasai

berbagai disiplin ilmu dan berbagai karya dari berbagai disiplin ilmu

bermunculan. Maka karya tafsir juga ikut bermunculan dengan

pesatnya dan diwarnai oleh latar belakang pendidikan masing-masing

penafsirnya. Maka penafsir mempunyai kecenderungan dan arah

pembahasan tersendiri berbeda dengan yang lain. ada yang cenderung

kepada pembahasan aspek balaghah, seperti Imam Zamakhsyari, ada

yang lebih menenkankan pada pembahasan aspek hukum syariah

seperti Imam al-Qurtubi, ada yang lebih mengutamakan pembahasan

mengenai aspek keindahan bahasa seperti Imam Abu Su’ud. Ada pula

yang menitikberatkan pembahasan menegnai aspek qiraat seperti

Imam al-Naizabury dan al-Nafsy, dan ada lagi yang lebih cenderung

menekankan pembahasan mengenai pendapat aliran-aliran kalam dan

falsafat seperti Imam al-Razi, demikian seterusnya.

Fenomena yang demikian terjadi karena seorang ulama itu di

samping sebagai penafsir sekaligus jug asebagai ahli bahasa, filosofis,

faqih, ahli falak, mutakallimin dan sebagainya.

Demikianlah kecenderungan individual semacam ini sering

muncul di dalam tafsir mereka. Sehingga apabila kandungan suatu ayat

mempunyai hubungan dengan bidang ilmu yang menjadi keahliannya,

ia akan menuangkan ide-ide ilmunya tersebut, dan bisa jadi ia akan

asyik dengan ide ilmunya sampai-sampai mengesampingkan tafsir.

Corak tafsir bil ra’yi ini ada yang diterima dan ada pula yang

ditolak. Corak tafsir ini dapat diterima sepanjang penafsirannya

126 Al-Zurqani, op.cit., hlm. 49

Page 13: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

59

memenuhi syarat-syarat sebagai seorang mufasir dan selama penafsir

tersebut menjauhi lima hal sebagai berikut:

1) Memaksakan diri untuk mengetahui makna yang dikehendaki Allah

pada suatu ayat sedangkan ia tidak memenuhi syarat untuk itu.

2) Mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui

Allah.

3) Menafsirkan al-Qur'an dengan disertai hawa nafsu dan sikap

istihsan (menilai bahwa sesuatu itu baik semata-mata berdasarkan

persepsinya).

4) Menafsirkan ayat untuk mendukung suatu madzhab yang salah

dengan cara menjadikan paham madzhab sebagai dasar, sedangkan

penafsirannya mengikuti paham madzhab tersebut.

5) Menafsirkan ayat al-Qur'an dengan mastikan bahwa makna yang

dikehendaki Allah adalah demikian tanpa didukung dalil. 127

Selama para mufasir bil ra’yi menghindari ke lima hal di atas

dengan disertai niat ikhlas semata-mata karena Allah, penafsirannya

dapat diterima dan pendapatnya dapat dikatakan rasional. Jika tidak

demikian berarti ia menyimpang dari cara yang dibenarkan sehingga

penafsirannya ditolak atau tidak dapat diterima.

Dari keterangan di atas, maka disimpulkan bahwa penafsiran

Basyiruddin dalam tafsirnya adalah bil ra’yi yang tidak dapat diterima /

ditolak karena sebagaimana penafsiran-penafsirannya mengenai

kenabian menitikberatkan pada ajaran Ahmadiyahnya.

Di antara penafsiran Basyiruddin adalah:

- Kata tawaffa (�!�") dalam QS al-Maidah ayat 118 diartikan mati

(kematian). Basyiruddin menafsirkan bahwa Nabi Isa AS telah

wafat dan beliau sekali-kali tidak akan kembali ke dunia.128

127 Adz-Dzahabi, Al-Tafsir wal Mufassirun, hlm. 275 128 Basyiruddin Mahmud Ahmad, “Qur’anummajid; al-Qur'an dengan Terjemahan dan

Tafsir Singkat”, op.cit., hlm. 477

Page 14: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

60

Kepercayaan jemaat Ahmadiyah adalah, al-Masih AS yang

kedatangannya telah dijanjikan akan datang kelak dari antara umat

ini juga. Dal hal ini yang dimaksud adalah Mirza Ghulam Ahmad

yang bergelar al-Masih al-Mau’ud AS,129 sebagai pendiri jemaat

Ahmadiyah.

Kepercayaan seperti ini bertentangan dengan ajaran Islam yang

menyatakan bvahwa Nabi Isa AS tidaklah wafat tetapi di-rafa’ ke

langit dan akan turun dari langit pada hari yang ditentukan Allah.

- Dalam menafsirkan kata khatam, Basyiruddin mengartikannya

sebagai mencap, mematerai atau menyetempel dan stempel

digunakan untuk mengabsahkan sesuatu. Ia berpendapat bahwa

seorang nabi akan datang sesudah Nabi Muhammad SAW tanpa

membawa suatu kitab baru, tidak membatalkan suatu hukum di

dalam syariat sebelumnya. Rangkaian kenabian semacam itu masih

terbuka dengan menjadi umat Nabi SAW. seorang ummat Nabi

yang mencapai martabat kenabian ummati dan tetap menjadi

ummati adalah lebih agung dari nabi-nabi terdahulu.130

Basyiruddin berpendapat meskipun kenabian Mirza Ghulam

Ahmad tidak ia peroleh secara langsung tetapi dengan mengikuti ajaran

Rasulullah dan menjadi umat yang taat. Namun demikian ia seorang

nabi juga sebab kenabian dikatakan kepada suatu martabat istimewa

kedekatan kepada Allah Ta’ala, yang pada martabat itu tugas orang

yang dilimpahi berkat itu memperbaiki keadan dunia.131

B. Penafsiran Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad tentang Ayat-ayat

Kenabian dalam Kitab Tafsir Qur’anummajid

129 Basyiruddin Mahmud Ahmad, “Da’watul Amir”, op.cit., hlm. 33 130 Ibid., hlm. 45-46 131 Ibid., hlm. 46

Page 15: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

61

Dalam sub bab ini akan dibahas ayat-ayat yang berhubungan dengan

masalah kenabian. Sebagai pengantar terhadap pembahasan yang lebih lanjut,

beberapa ayat tersebut akan dibahas penafsiran Basyiruddin Mahmud Ahmad

yang tidak dapat diterima oleh sebagian besar umat Islam di dunia. Di

antaranya:

1. Ayat tentang Pengertian Nabi dan Rasul

Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad menafsirkan bahwa tiap rasul

itu nabi dan tiap nabi itu rasul. Kedua kata ini dapat saling menggantikan

dan menampilkan dua segi jabatan yang sama dan sua tugas yang sama.

Firman Allah:

واذكر يف الكتاب موسى إنه كان خملصا وكان رسوال نبيا

Artinya: dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Musa di

dalam kitab (al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi. (QS Maryam: 51)132

Kata-kata “ia seorang rasul dan seorang nabi”, menjelaskan serta

menghilangkan salah anggapan yang sudah umum, bahwa seorang rasul

(utusan) ialah orang yang membawa syariat baru dan kitab baru.

Sedangkan seorang nabi adalah orang yang diberi tugas oleh Tuhan hanya

untuk memperbaiki kaumnya. Dan meskipun seperti halnya seorang rasul,

nabipun menerima wahyu Ilahi, namun tidak membawa syariat atau kitab

yang berisikan perintah-perintah dan peraturan-peraturan baru.

Menurut Basyiruddin Mahmud Ahmad, ayat di atas membatalkan

pandangan bahwa setiap rasul mesti berpangkat nabi, tetapi tidak setiap

nabi adalah seorang rasul. Sebab jika seorang rasul ialah orang yang

membawa kitab baru dan syariat baru, merstilah seorang nabi.

Ditambahkan kata “nabi” kepada kata “rasul” dalam ayat ini dan ayat-ayat

lainnya adalah tidak perlu dan berlebih-lebihan. Kenyataannya ialah,

132 Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 468

Page 16: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

62

bahwa tiap rasul itu nabi dan di tiap nabi itu rasul. Kedua kata ini dapat

saling menggantikan dan menampilkan dua segi jabatan yang sama dan

tugas yang sama. Seorang Mushlih Rabbani (pembaharu suci) ialah

seorang rasul, oleh karena beliau menerima amanat-amanat dari Tuhan

(risalat, berarti amanat) dan beliau seorang nabi dalam pengertian bahwa

beliau menyampaikan amanat-amanat itu kepada mereka dan kepadanya ia

diutus (nubuwwah, berarti penyampaian amanat).

Dengan demikian tiap rasul adalah nabi, sebab setelah menerima

amanat Tuhan, beliau133 menyampaikannya kepada kaumnya. Dan tiap

nabi itu rasul, sebab beliau menyampaikan kepada kaumnya amanat yang

telah diterima dari Tuhan. Hanya, tugas-tugas kenabian mengikuti tuas-

tugas kerasulan. Dalam kedudukannya sebagai rasul, beliau mula pertama

menerima amanat (risalat) dari Tuhan dan dalam kedudukannya sebagai

nabi,beliau menyampaikan amanat itu kepada kaumnya. Itulah sebabnya

mengapa di sini di tiap-tiap tempat lainnya dalam al-Qur'an, bila kedua

kata rasul dan nabi dipakai bersama-sama, maka tanpa kecuali kata nabi

mengikuti kata rasul. Sebab itulah urutannya yang wajar.134

Dalam karyanya “Da’watul Amir” Basyiruddin menjelaskan

seorang dikatakan sebagai nabi adalah:

a. Tidak harus membawa suatu kitab baru,

b. Tidak membatalkan sutu hukum di dalam syariat sebelumya,

c. Kenabiannya tidak ia peroleh secara langsung (dengan mengikuti

ajaran nabi).

Namun demikian Mirza Ghulam Ahmad dikatakan seorang nabi

juga. Sebab kepada Allah SWT yang pada martabat itu tugas orang yang

dilimpahi berkat itu memperbaiki dunia. Ia menarik serta membawa

manusia menuju Allah SWT. Ia menganugerhakan kehidupan kepada

133 Kata “beliau” yang dimaksud adalah Mushlih Rabbani (pembaharu suci), yang tidak lain adalah Mirza Ghulam Ahmad.

134 Basyiruddin Mahmud Ahmad, “Qur’anummajid; al-Qur'an dengan Terjemahan dan Tafsir Singkat”, op.cit., hlm. 1072-1073

Page 17: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

63

setiap orang yang hatinya mati. Ia menyirami tanah yang telah menjadi

gersang. Ia menyampaikan kepada manusia kalam yang diturunkan Allah

sebagai petunjuk bagi manusia. Ia membangun suatu jemaat yang

membuktikan seluruh kehidupan mereka bagi penyebaran kebenaran dan

karena melihat suri teladannya mereka memperbaiki hati mereka lalu

meluruskan perilaku mereka sendiri.135

Basyiruddin membagi kenabian menjadi dua macam, sebagaimana

penafsirannya dalam QS al-Baqarah: 253,

...من كلم الله ورفع بـعضهم درجات ... Artinya: …Mereka ada yang kepada Allah bercakap-cakap dan Dia

meninggikan sebagian dari mereka dalam derajatnya… (QS al-Baqarah: 253)136

Dalam menafsirkan ayat ini, Basyiruddin menyatakan ungkapan ini

tidak berarti bahwa ada nabi yang kepadanya Allah tidak bercakap-cakap

atau bahwa ada beberapa yang kerohanian mereka tidak ditinggalkan.

Tetapi itu hanya berarti bahwa ada dua macam nabi.

a. Nabi yang membawa syariat baru, yang disebut sebagai nabi-nabi

mukallam,

b. Kenabian mereka hanya tercermian dalam kemuliaan pangkat rohani

mereka, yang disebut nabi-nabi ghairu mukallam.137

Basyiruddin juga mengatakan bahwa kenabian itu ada dua macam,

a. Kenabian Khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, yang

kepada mereka masing-masing sebuah kitab (hukum atau syariat),

yang sekarang tidak dapat dicapai lagi.

135 Basyiruddin Mahmud Ahmad, “Da’watul Amir”, op.cit., hlm. 46 136 Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 62 137 Mirza Basyiruddin, Qur’anummajid, Tafsir Singkat, op.cit., hlm. 182

Page 18: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

64

b. Kenabian Umum, yakni kenabian yang tidak perlu membawa syariat,

yang masih dapat dicapai dengan jalan mengikuti Rasulullah SAW.138

Kenabian yang disertai syariat itulah yang mengakhiri rangkaian

kenabian yang dahulu dan syariat nabi terdahulu hanya dapat dibatalkan

oleh kenabian yang diperoleh secara langsung. Akan tetapi bentuk

kenabian yang diperoleh berkat dan karena mengikuti nabi terdahulu,

bertujuan untuk menyebarluaskan kenabian terdahulu dan untuk

menampakkan kebesaran dan keagungannya.139

Basyiruddin berpendapat Rasulullah SAW tidak menutup pintu-

pintu rahmat, bahkan membukakannya. Perbedaan di antara Rasululah

SAW dengan para nabi terdahulu ialah pengikut para nabi terdahulu hanya

dapat mencapai martabat muhaddatsah (pribadi-pribadi yang mendapat

kehormatan bercakap-cakap dengan Allah). Sedangkan untuk memperoleh

martabat kenabian mereka memerlukan pendidikan tersendiri. Akan tetapi

dengan menjadi pengikut Rasulullah SAW seorang insan dapat sampai

kepada martabat kenabian. Namun demikian ia tetap menjadi umat

Rasululah SAW.140

Martabat Rasulullah SAW seperti yang diterangkan di atas,

Basyiruddin percaya bahwa rangkaian kenabian semacam itu masih

terbuka sesudah Rasulullah. Dan seorang nabi yang umatnya mencapai

martabat kenabian ummati, dan tetapi menjadi adalah lebih agung dari

nabi-nabi terdahulu. Andaikata umat ini tidak memperoleh kenabian

semacam itu, maka umat ini tidak mempunyai suatu kelebihan dari umat

nabi lain.141

2. Ayat tentang Jumlah Para Nabi dan Rasul

138 Ibid., hlm. 362 139 Basyiruddin Mahmud Ahmad, “Da’watul Amir”, op.cit., hlm. 43 140 Ibid., hlm. 45 141 Ibid., hlm. 45-46

Page 19: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

65

Firman Allah

وإن من أمة إال خال فيها نذير ...

Artinya: … Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya

seorang pemberi peringatan. (QS Fathir: 24)142

Lebih lanjut dijelaskan

نـهم بالقسط وهم ال يظلمون ولكل أمة رسول فإذا جاء رسوهلم قضي بـيـ

Artinya: Tiap-tiap umat mempunyai rasul, maka apabila telah datang rasul

mereka diberikanlah keputusan anatar mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya. (QS Yunus: 47)143

Dalam ayat di atas Basyiruddin menafsirkan, al-Qur'an hanya

menyebut 24 nabi. Sedangkan hadits Rasulullah SAW meneybutkan

bahwa ada 124.000 nabi yang telah diutus ke dunia.

Muhammad Sabiq, sebagai anggota jemaat Ahmadiyah

memaparkan bahwa “jumlah nabi adalah 124.000. Di antaranya adalah 313

rasul dan nama yang tersbut dalam al-Qur'an sebanyak 28. Adapun kitab

yang diturunkan Allah dari langit adalah 104 buah. Sepuluh diturunkan

kepada Adam, 30 diturunkan kepada Syis, 50 kepada Idris, 10 shahifah

dan Taurat kepada Musa, Zabur kepada Daud, Injil kepada Isa dan al-

Qur'an kepada Muhammad SAW.144

Shahifah-shahifah dan kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah

SWT adalah 104 (seratus empat) banyaknya. Sedangkan jumlah nabi

adalah 124.000. Maka tidak dapat dikatakan bahwa setiap nabi diberi kitab

/ syariat baru.

Firman Allah:

142 Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 699 143 Ibid., hlm. 314 144 Muhamad Sabiq HA, Analisa tentang Khataman Nabiyin, Jemaat Ahmadiyah

Indonesia, 1993, hlm. 28

Page 20: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

66

إنا أنـزلنا التـوراة فيها هدى ونور حيكم ا النبيون الذين أسلموا للذين ...هادوا

Artinya: sesunguhnya Kami telah menurunkan Taurat, di dalamnya

petunjuk dan nur nabi-nabi yang tunduk (sesudah nabi Musa) memutuskan (perkara) dengannya (Taurat) untuk orang-orang Yahudi… (QS al-Maidah: 44)145

Mengenai ayat ini jemaat Ahmadiyah mengambil salah satu tulisan

Imam ar-Razi dalam tafsirnya al-Kabir,

�ا , � ا+ * ( ا ) % ! ' & % هللا ن ا 2 � � & � % � ا �ب 4 3 2 � & م 1 � � �ء � / � ا� . � م ! � ـ

ا�4 9 �م 8 7 % 146 .اةر � ـ

Artinya: Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus kepada kaum Israil ribuan nabi yang tidak mempunyai kitab (syariat) baru. Mereka diutus untuk mendirikan (dan menjalankan) Taurat itu saja.

Dengan keterangan di atas, jemaat Ahmadiyah mengemukakan

bahwa memang ada nabi-nabi yang diberi syariat baru (kitab), tetapi

banyak pula mereka yang tidak diberik syariat baru, bahkan mereka

disuruh supaya mengikuti dan menjalankan syariat nabi sebelumnya

seperti nabi Harus AS yang meneruskan syariat Nabi Musa AS.

Maka dapat disimpulkan semakin yakinlah jemaat Ahmadiyah

dengan kenabian pemimpinnya, yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Ia tidak

hanya diakui sebagai nabi saja, tetapi juga sebagai Imam Mahdi dan al-

Maish. Sehingga jabatan tersebut jemaatnya memanggil dengan sebutan

al-Masih Mau’ud.

3. Ayat tentang Kesinambungan Kenabian dalam al-Qur’an

145 Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 167 146 Fakhruddin ar-Razi, Tafsir Kabir wa Mafatih al-Ghaib, Dar al-Fikr, Juz 3, 1981, hlm.

408

Page 21: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

67

Jemaat Ahmadiyah mempunyai dalil-dalil al-Qur'an yang

menjelaskan tentang kesinambungan al-Qur'an dan masalah kenabian yang

dianutnya. Dengan dalil-dalil tersebut jemaat Ahmadiyah merasa yakin

dengan apa yang dianutnya.

Di antara dalil-dalil jemaat Ahmadiyah adalah:

a. Dalil pertama

QS an-Nisa: 69

ومن يطع الله والرسول فأولئك مع الذين أنـعم الله عليهم من النبيني يقني والشهداء والصاحلني وحسن أولئك رفيقا دوالص

Artinya: Dan barang siapa taat kepada Allah dan rasul-Nya maka

mereka itu termasuk golongan orang-orang yang kepada mereka Allah memberikan nikmat, yakni nabi-nabi, shidiq-shidiq, syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS an-Nisa: 69)147

Kata �م dalam ayat di atas diartikan Basyiruddin, bukan

sekedar “bersama” saja. Tetapi kata �م di sini diartikan “beserta /

termasuk dalam”. Menurutnya jika �م diartikan “bersama” maka

sebagai konsekuensinya orang-orang yang taat pada Allah dan

rasulullah hanya akan bersama-sama dengan orang-orang shaleh,

syahid, shiddiq dan nabi, tetapi tidak pernah ada yang termasuk salah

satupun dari nikmat-nikmat itu. Dan dapat diartikan bahwa semua

orang di dalam umat ini akan dimiskinkan dari segala derajat kebajikan

dan ketaqwaan.148

Apabila bobot makna kata �م ditekankan untuk menutup

silsilah kenabian maka dengan sendirinya bersamaan dengn itupun

147 Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 130 148 Basyiruddin Mahmud Ahmad, “Da’watul Amir”, op.cit., hlm. 53-54

Page 22: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

68

pintu-pintu ke-shiddiq-an, ke-syahid-an dan keshalehan akan terpaksan

ditutup.149

Dalam ayat lain disebutkan, kata �م tidaklah hanya berarti

kebersamaan dua buah benda berkenaan dengan tempat atau waktu,

melainkan terkadang kata �م pun dipergunakan untuk menyatakan

kebersamaan berkenaan dengan derajat. Sebagaimana firman Allah QS

an-Nisa ayat 146

م لله فأولئك إال الذين تابوا وأصلحوا واعتصموا بالله وأخلصوا دينـه مع المؤمنني وسوف يـؤت الله المؤمنني أجرا عظيما

Artinya: kecuali orang-orang yang bertaubat dan mengadakan

perbaikan-perbaikan dan berpegang kepada Allah serta mereka ikhlas dalam pengabdian mereka kepada Allah. Dan mereka itu termasuk golongan orang-orang mukmin dan Allah nanti akan memberikan ganjaran besar kepada orang-orang mukmin. (QS an-Nisa: 146)150

Kata .�(>ما� �م dipergunakan mengenai orang-orang yang

bertaubat, orang-orang yang beramal shaleh, orang-orang yang

berpegang teguh kepada Allah dan orang-orang yang ikhlas dalam

ketaatan mereka. Jika �م diartikan “bersama” maka berarti bahwa

kendatipun mereka memiliki semua sifat di atas, namun mereka tidak

akan menjadi orang mukmin, melainkan hanya akan ditempatkan

bersama-sama dengan orang-orang mukmin.151

Dari beberapa ayat al-Qur'an di atas, Basyiruddin

menyimpulkan bahwa bagi umat ini masih terbuka pintu kenabian

yang merupakan bayangan atau dzil kenabian Rasulullah SAW, dan

149 Ibid., hlm. 54 150 Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 147 151 Basyiruddin Mahmud Ahmad, “Da’watul Amir”, op.cit., hlm. 54-55

Page 23: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

69

untuk menyebarkan kenabian Rasulullah SAW. kenabian itu diperoleh

karena penghambaan dan ketaatan kepada Rasulullah SAW.

Menurut Basyiruddin, ayat ini sangat penting sebab ia

menerangkan semua jalur kerohanian yang terbuka bagi kaum

muslimin. Keempat martabat kerohanian itu ialah para nabi, shiddiq,

syuhada, dan shalihin. Semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan

mengikuti Rasulullah SAW. Hal ini merupakan kehormatan khusus

bagi Rasulullah SAW semata. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang

oleh ayat yang membicarakan nabi secara umum, yakni QS al-Hadid:

19.

م هداء عند ريقون والش ده ورسله أولئك هم الصذين آمنوا باللوال ...هلم أجرهم ونورهم

Artinya: Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya

mereka itu orang-orang shidiq dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka bagi mereka pahala dan cahaya mereka. (QS al-Hadid: 19)152

Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama, maka berarti

bahwa jika para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat

shidiq, syahid dan saleh, dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut

Rasulullah dapat naik ke martabat nabi juga.153

b. Dalil kedua

QS al-A’raf: 35

يا بين آدم إما يأتيـنكم رسل منكم يـقصون عليكم آيايت فمن اتـقى وأصلح فال خوف عليهم وال هم حيزنون

152 Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 903 153 Mirza Basyiruddin, Qur’anummajid, Tafsir Singkat, op.cit., hlm. 362

Page 24: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

70

Artinya: Wahai anak cucu Adam! jika datang kepadamu rasul-rasul dari anak kamu yang akan menceritakan diri, maka ia tidak akan takut dan tidak akan sedih. (QS al-A’raf: 35)154

Basyiruddin menafsirkan ayat ini nyata sekali bahwa dari

antara umat inipun akan datang nabi-nabi. Sebab ketika menyebutkan

nabi-nabi datang kepadamu hendaklah kamu menerimanya, jika tidak

kamu akan mendapat kesusahan.155

Dalam hal ini Basyiruddin mengambil kata ام� (jikalau), yang

menunjukkan persyaratan. Sebab Allah Ta’ala pun mempergunakan

kata itu sesudah peristiwa keluarnya Nabi Adam. Jadi orang-orang

jaman inipun termasuk dalam pengertian Bani Adam. Maka dari sittu

dapat diketahui, bahwa pada sisi Allah rangkaian kenabian tidaklah

tertutup.156 Ayat tersebut menunjukkan akan adanya kesinambungan

rasul-rasul setelah Rasulullah SAW. Kata kerja yang digunakan adalah

ya’tiyannakum (akan datang kepadamu) adalah fi’il mudlari’ (kata

kerja sekarang dan akan datang).157

c. Dalil ketiga

QS al-Haj: 76

يع بصري الله يصطفي من المالئكة رسال ومن الناس إن الله مس

Artinya: Allah akan memilih rasul-rasul dari pada kamu malaikat-

malaikat dan manusia. Sesungguhnya Allah Maha Melihat lagi Maha Mendengar. (QS al-Haj: 75)158

Dalam ayat ini jelas sekali pemilihan rasul-rasul akan tetap

berlaku karena perkataan memilih dengan sighat mudlari (present and

154 Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 226 155 Basyiruddin Mahmud Ahmad, Da’watul Amir, op.cit., hlm. 56 156 Ibid., hlm. 56 157 Muhammad Ahmad, Justisia, op.cit., hlm. 70 158 Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 525

Page 25: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

71

future tense) yang diartikan “sedang” atau “akan memilih”, bukan

“telah memilih” (past tense).

Oleh karena ayat ini turun setelah Rasulullah SAW terpilih.

Dan waktu nabi itu tidak ada terjadi pemilihan rasul lagi, maka kalimat

“yashthafi” (memilih) itu hanya dapat diartikan lagi dengan “akan

memilih” (future tense) mengartikan dengan “telah” atau “sedang”

adalah salah sekali.159

d. Dalil keempat

QS al-Jumuah 2-3

يهم لو عليهم آياته ويـزك هم يـتـ هو الذي بـعث يف األميني رسوال منـويـعلمهم الكتاب واحلكمة وإن كانوا من قـبل لفي ضالل مبني

هم لما يـلحقو 2﴿ ا م وهو العزيز احلكيم ﴾ وآخرين منـ

Artinya: Dialah yang telah membangkitkan di tengah-tengah kaum

yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan kepada mereka kitab-kitab hikmah, walaupun sebelumnya mereka dalam kesesatan yang nyata. Dan Dia akan membanmgkitkannya di tengah-tengah suatu golongan lain dari antara mereka yang belum pernah bergabung dengan mereka dan Dialah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksasa. QS al-Jumuah: 2-3)160

Dalam firman Allah, Basyiruddin menekankan pada surat

Jumuah ayat ketiga bahwa ajaran Rasulullah SAW ditujukan bukan

kepada bangsa Arab belaka, yang di tengah-tengah bangsa itu beliau

dibangkitkan, melainkan kepada seluruh bangsa. Bukan hanya kepada

orang-orang sezaman beliau, melainkan juga kepada keturunan demi

keturunan manusia yang akan datang hingga kiamat. Dan yang dapat

diartikan bahwa Rasululah SAW akan dibangkitkan di antara kaum

159 Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Kami Orang Islam, Jemaat Ahmadiyah

Indonesia, 2007, hlm. 50 160 Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 932

Page 26: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

72

lain yang belum pernah tergabung dalam para pengikut semasa hidup

beliau.161

Isyarat di dalam ayat ini tertuju kepada pengutusan Rasulullah

SAW sendiri kedua kali dalam wujud Masih Mau’ud AS di akhir

zaman, terdapat dalam hadits Nabi dari Abu Huirairah RA,

Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW, saya minta keterangan kepada beliau, “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata dan di tengah-tengah suatu golongan lain dari antara mereka yang belum pernah bergabung dengan mereka?” (Salman al-Farisi sedang duduk di antara kami). Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu Rasulullah SAW meletakkan tangan beliau pada Salman dan bersabda, “Bila Imam telah terbang ke bintang Suraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya”. (HR. Bukhari).

Merujuk hadits di atas, Basyiruddin berpendapat bahwa ini

menunjukkan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi, yaitu Hazrat

Masih Mau’ud AS. Pendiri Jemaat Ahmadyah adalah dari keturunan

Parsi.

Dalam firman-Nya wa akharina minhum (dan kepada kaum

yang lain), menunjukkan akan kebangkitan yang kedua bagi Nabi

SAW di kalangan lain yang akan datang setelah zaman para sahabat

Rasul adalah dari mereka dan bukan dari yang lain. Dan telah ketahui

bahwa Nabi tidak akan dibangkitkan yang kedua kalinya dalam wujud

pribadi beliau. Jadi yang akan dibangkitkan adalah al-Masih Mau’ud /

al-Mahdi, yang merupakan kebangkitan yang kedua kali dari kenabian

/ kerasulan SAW.162

4. Ayat tentang Kenabian Terakhir

Bagi jemaat Ahmadiyah kenabian masih dapat diusahakan asalkan

mengikuti ajaran Rasulullah, sebagaimana penafsiran Basyiruddin.

161 Mirza Basyiruddin, Qur’anummajid, Tafsir Singkat, op.cit., hlm. 1919 162 Muhammad Ahmad, “Kesinambungan Kenabian Menurut al-Qur’an dan Hadits”

dalam Justisia, Edisi 31, Th XVI, 2007, hlm. 70-71

Page 27: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

73

...كن رسول الله وخامت النبيني ما كان حممد أبا أحد من رجالكم ول ﴿40﴾

Artinya: Muhammad bukanlah sekali-kali bapak dari seorang laki-laki

kamu, tetapi ia adalah seorang rasul Allah dan khataman nabiyin. (QS al-Ahzab: 40)163

Ayat di atas terlebih dahulu dijelaskan bahwa Muhammad SAW

bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara kamu sekalian. Kemudian

setelah itu kata .=� (melainkan) disisipkan sebelum kata ر(�ل dan kata

�.ـ��"2 ا�)/� . Basyiruddin menafsirkan, untuk menghilangkan keraguan itu

Allah mempergunakan .=� dan menerangkan bahwa dengan pernyataan itu

dapat timbul keraguan di dalam hati sebagian orang, maka untuk itu Allah

menghilangkan keraguan dengan cara demikian. Walaupun Nabi SAW

bukan bapak seorang laki-laki, tetapi merupakan bapak ruhani untuk

semuanya yang menjadi pengikutnya. Namun demikian Nabi SAW tidak

dapat disebut sebagai abtar (tidak berketurunan), sebab beliau adalah

seorang Rasul Allah. Sehingga silsilah kerohanian meluas jangkauannya

dan keturunan rohani akan tidak terhingga banyaknya.164

Kemudian kata �/(ـ��"2 ا�.� dijelaskan secara terperinci. Kata

khatam berasal dari kata khatama yang berarti mematerai, mencap,

mensahkan atau mencetakkan pada barang. Adapun arti yang kedua ialah

mencapai ujung benda atau melindungi apa yang tertera dalam tulisan

dengan memberi tanda atau mencapkan secercah tanah liat di atasnya.

Khatam berarti juga sebentuk cincin stempel, segel, materai dan sebuah

tanda, ujung atau bagian terakhir dan hasil anak (cabang) suatu benda juga

berarti perhiasan.165

163 Yayasan Penyelenggara Penerjemah dan Penafsir al-Qur'an, op.cit. hlm. 674 164 Basyiruddin, Qur’anummajid, op.cit., hlm. 1460 165 Basyiruddin, Da’watul Amir, op.cit., hlm. 48

Page 28: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

74

Kata .��/(2 ا�"�� dengan tanda fathah (ـــ) di atas huruf ta (ت) berarti

stempel, bukan berarti menutup dan stempel dipergunakan untuk

mengabsahkan sesuatu dan dapat berarti juga sebagai hiasan dan perhiasan

nabi-nabi. Maka dapat diartikan kata �/(ـ��"2 ا�.� bahwa tidak hanya

banyak orang mukmin akan menjadi keturunannya bahkan Rasulullah

menjadi stempel bagi para nabi. Dengann stempel Rasulullah SAW

manusia akan dapat mencapai martabat kenabian. Jadi beliau bukan saja

bapak bagi orang-orang biasa melainkan akan menjadi bapak bagi para

nabi.

Mengenai asbabunnuzul ayat di atas, Basyiruddin mengungkapkan

peristiwa itu terjadi di Makkah pada saat semua putra Rasulullah telah

meninggal dunia semasa masih kanak-kanak. Musuh-musuhnya mengejek

beliau seorang abtar (yang tidak mempunyai anak laki-laki), yang berarti

ketidakadaan ahliwaris untuk menggantikannya. Sebagai jawaban terhadap

ejekan orang-orang kafir, secara tegas dinyatakan dalam surat al-Kautsar,

bahwa bukan Rasulullah yang abtar, melainkan musuh-musuh beliaulah

yang tidak akan berketurunan. Sesudah surat al-Kautsar diturunkan tentu

saja terdapat anggapan di kalangan kaum muslimin di zaman permulaan

bahwa Rasulullah SAW akan dianugerahi anak-anak lelaki yang akan

hidup sampai dewasa.166

Ayat di atas menghilangkan salah faham itu. Menurut Basyiruddin,

ayat ini menyatakan bahwa Rasulullah SAW baik sekarang maupun

dahulu ataupun di masa yang akan datang bukan atau tidak pernah akan

menjadi bapak seorang lelaki dewasa (rijal berarti pemuda). Akan tetapi

Nabi Muhammad SAW adalah Rasul Allah, yang mengandung arti bahwa

beliau adalah bapak rohani seluruh umat manusia dan beliau juga

khataman nabiyin yang maksudnya bahwa beliau adalah bapak rohani

seluruh nabi.

166 Ibid., hlm. 1460

Page 29: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

75

Lebih lanjut Basyiruddin mengatakan bila ungkapan ini diambil

dalam arti bahwa beliau Nabi Muhamamd nabi yang terakhir dan bahwa

tiada nabi akan datang sesudahnya, maka ayat ini nampak sumbang

bunyinya dan tidak mempunyai pertautan dengan konteks ayat dan dari

pada menyanggah ejekan orang-orang kafir bahwa Rasulullah tidak

berketurunan malahan mendukung dan menguatkannya.167

Selain dalil-dalil al-Qur'an, Basyiruddin juga menjelaskan hadits

tentang kedatangan nabi sesudah Rasulullah SAW. Rasulullah bersabda:

168 )رواه ا%. م��A( 2 م ا� * ا� �24 ا و �ء � / ا�� * � ا ـ �ا “Aku adalah akhir dari nabi-nabi dan kalian akhir umatku”.

Dalam hadits di atas, bahwa beliau akhir nabi yang mempunyai

umat sendiri, tetapi nabi yang tidak mempunyai umat sendiri dan hanya

mengaku umat dari nabi sebelumnya tidak ada halangan akan datang.169

Hadits lain menyebutkan:

A� �170 � ـ ا�* ا� ه � C � م ا��/��ء و * ا� “Beliau (Muhammad) adalah akhir nabi-nabi dan masjidnya adalah akhir masjid-masjid”.

Apabila ا�*ا��/��ء berarti bahwa sesudah beliau tidak akan datang

nabi macam apapun, maka �A��ا�*ا� pun akan berarti juga sesudah Masjid

Nabawi tidak akan dapat didirikan masjid apapun. Tetapi pada

kenyataannya banyak didirikan masjid-masjid dewasa ini.

Dengan melihat alasan ini, maka Basyiruddin berpendapat bahwa

seseorang dapat menjadi seorang nabi yang merupakan bayangan kenabian

dari Rasulullah SAW dan mereka diutus hanya untuk menyebarkan ajaran

167 Ibid., hlm. 1461 168 Abi Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Qazwani, Sunan Ibn Majah, Jilid 2, Dar al-

Fikr, hlm. 1434 169 Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Kami Orang Islam, op.cit., hlm. 65 170 Jalaluddin as-Suyuthi, Sunan an-Nasa’i, Jilid 1-2, Dar al-Fikr, hlm. 38

Page 30: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

76

Rasulullah serta segala sesuatu yang mereka dapati adalah karena

keberkatan Rasulullah. Dengan kedatangan nabi-nabi semacam itu sekali-

kali tidak mengurangi kedudukan Rasulullah sebagai akhirul anbiya.

Seperti halnya dengan menyuruh mendirikan masjid-masjid baru sesuai

dengan model masjid beliau, sekali-kali tidak mengurangi kedudukan

masjid beliau sebagai akhirul masajid.

Hadits lain disebutkan

D � � � ـ � "م ا * F ا �� � � ا � � ا ) � م . م ن و �ر ھ G � 9 ـ ( % ـ )م ن � = ـ " ن

)رواه ا�/�Iري( ي � & % / �

Artinya: Wahai Ali, tidakkah engkau suka mempunyai kedudukan di sampingku seperti kedudukan Nabi Harun AS di samping Nabi Musa AS? Tetapi laa nabiyya ba’di, tidak ada nabi sesudahku. (HR Bukhari)

Dengan riwayat ini jelaslah bahwa perkataan “la nabiyya ba’di”

(tidak ada nabi di belakangku) khusus untuk Ali dan tidak untuk umum.

Demikian pula kalimat ي�&% /� � pun tidak mengandung arti

bahwa sesudah beliau tidak seorang nabipun dapat datang, bahkan berati

tidak dapat datang seorang nabi yang memansukhkan (membatalkan)

syariat beliau SAW. Sebab sesuatu dapat dikatakan barang terakhir ialah

jika barang yang lama sudah mulai habis. Jadi nabi yang datang untuk

mengukuhkan kenabian Rasulullah SAW tidak dapat disebut seorang nabi

karena ia terangkum di dalam kenabian Rasulullah SAW. sesudah

Rasulullah SAW dapat datang seorang nabi, akan tetapi nabi yang

membawa syariat baru atau yang bebas dari Rasulullah SAW tidak dapat

datang.171

Basyiruddin juga menggunakan hadits dari Aisyah untuk

menguatkan pendapatnya:

8 �� �.◌ / ا�ـ) 2 �" � � � ا ا� ـ ه � & % / ا � � � � � L � " ، و �ـ

171 Basyiruddin, Da’watul Amir, op.cit., hlm. 49-50

Page 31: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

77

Artinya: Wahai manusia, katakanlah sesungguhnya beliau SAW adalah

khataman nabiyyin, tetapi jangan sekali-kali kamu mengatakan tidak ada nabi sesudah beliau.

Hadits di atas dijadikan Basyiruddin sebagai hadits yang

menunjukkan bahwa sesudah Rasulullah SAW dapat datang seorang nabi.

Akan tetapi nabi yang membawa syariat atau yang bebas dari Rasulullah

tidak dapat datang. Kenyataan bahwa para sahabat diam ketika Siti Aisyah

ra berucap demikian, menunjukkan bahwa para sahabat menyetujui hadits

Aisyah ra.172

Dari uraian di atas Basyiruddin menyimpulkan bahwa ungkapan

khataman nabiyin dapat mempunyai kemungkinan empat arti:

a. Rasulullah saw adalah materai para nabi, yakni tiada nabi dianggap

benar, kalau kenabiannya tidak bermeteraikan Rasulullah. Kenabian

semua nabi yang sydah lampau harus dikuatkan dan disahkan oleh

Rasulullah dan juga tiada seorangpun yang dapat mencapai tingkat

kenabian sesudah beliau kecuali dengan menjadi pengikut Rasulullah

saw.

b. Rasulullah saw adalah yang terbaik, termulia dan paling sempurna dari

antara semua nabi dan beliau adalah sumber hiasan bagi mereka.

c. Rasulullah saw adalah yang terakhir di antara para nabi pembawa

syariat, tiada nabi dapat datang sesudah Rasulullah saw yang dapat

memansukhkan (membatalkan) millah beliau atau yang akan datang

dari luar umat beliau. Tetapi jika dari umat beliau kenabian akan terus

berlanjut hingga hari kiamat, sebagaimana Siti A’isyah ra berkata,

“Katakanlah bahwa beliau saw adalah kahataman nabiyin, tetapi

janganlah mengatakan tidak ada nabi lagi sesudah beliau”.

172 Ibid., hlm. 50

Page 32: 4. BAB III - eprints.walisongo.ac.ideprints.walisongo.ac.id/3497/4/4103065 _ Bab 3.pdfyang didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada tanggal 23 Maret 1889 M (1306H) di Qadian India. Mirza

78

d. Rasulullah saw adalah nabi terakhir hanya dalam arti kata bahwa

semua nilai dan sifat kenabian terjelma dengan sesempurna-

sesempurnanya dan selengkap-selengkapnya dalam diri beliau saw.

khatam dalam arti sebutan terakhir untuk menggambarkan kebagusan

dan kesempurnaan adalah sudah lazim dipakai.173 Lebih-lebih al-

Qur'an mengatakan tentang bakal diutusnya nabi-nabi sesudah

Rasulullah SAW wafat (QS al-A’raf: 36).

173 Basyiruddin, Qur’anummajid, op.cit., hlm. 1461