4. aktifitas perladangan berpindah dalam budaya … · aktifitas perladangan berpindah dalam budaya...

58
4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana masyarakat Benuaq di Kecamatan Muara Lawa mengelola sistem pertanian meliputi klasifikasi ladang, tahapan pengerjaan ladang, pengetahuan keanekaragaman varietas padi, pembagian kerja dalam pengerjaan ladang, dan suksesi lahan ladang yang diberakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnobotani: pendekatan digunakan untuk memperoleh data-data etnobotani varietas padi dan sistem peladangan berpindah tradisonal. Data diperoleh dengan teknik parstisipasi langsung dan wawancara langsung dengan informan kunci tentang kegiatan dan persepsi mereka tentang peladangan yang mereka lakukan. Wawancara bebas dilakukan untuk mengetahui pengetahuan mereka tentang aktifitas peladangan termasuk keanekaragaman padi. Kemudian data kuantitatif diperoleh dari kuisioner yang dikombinasikan dengan wawancara terstruktur dengan informan kunci. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem lokal, praktek dan preferensinya menjaga keanekaragaman padi mereka. S istem perladangan padi pada lahan kering, pemilihan lahan untuk ladang, tumbuhan indikator kesuburan dan kisaran luas ladang masyarakat Benuaq mengindikasikan pengalaman mereka dalam mengelola pertaniannya. Pengetahuan dan keterlibatan secara krusial dalam mengembangkan sumberdaya alam yang lestari. Sayangnya telah terjadi degradasi pengetahuan lokal pada kalangan muda masyarakat Benuaq. Abstract This research aim to study how to Benuaq society around Muara Lawa District, manage agriculture system, internal knowledge about rice varieties, labor distribution, and successional of land fallow. This research use ethnobotanical approach: the approach used is collecting ethnobotanical data of rice varieties and traditional system of shifting cultivation. Data was obtained by using direct participatory technique by interview the people (key informants) about their practice and perception. The interviews were unstructured open-ended discussion on knowledge and farming activities included about diversity in rice varieties. Subsequently, quantitative data from questionnaires was combined with depth- interview data from key informants. As a result the Benuaq indigenous systems, practices and preferences are guarded towards maintaining rice diversity. The Benuaq systems of upland rice cultivation, site selection for umaq establishment, fertility indicator plant species and cultivation of a wide range of upland rice varieties indicate a clearly sophisticated knowledge system at work. Their knowledge and involvement are crucial in sustainable development on these natural resources. Unfortunately there has been degradation in the indigenous knowledge among the young Benuaqs. Key words: Benuaq, ethnobotanical, indigenous, shifting, upland rice

Upload: dangnhu

Post on 06-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana masyarakat Benuaq di Kecamatan Muara Lawa mengelola sistem pertanian meliputi klasifikasi ladang, tahapan pengerjaan ladang, pengetahuan keanekaragaman varietas padi, pembagian kerja dalam pengerjaan ladang, dan suksesi lahan ladang yang diberakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnobotani: pendekatan digunakan untuk memperoleh data-data etnobotani varietas padi dan sistem peladangan berpindah tradisonal. Data diperoleh dengan teknik parstisipasi langsung dan wawancara langsung dengan informan kunci tentang kegiatan dan persepsi mereka tentang peladangan yang mereka lakukan. Wawancara bebas dilakukan untuk mengetahui pengetahuan mereka tentang aktifitas peladangan termasuk keanekaragaman padi. Kemudian data kuantitatif diperoleh dari kuisioner yang dikombinasikan dengan wawancara terstruktur dengan informan kunci. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem lokal, praktek dan preferensinya menjaga keanekaragaman padi mereka. Sistem perladangan padi pada lahan kering, pemilihan lahan untuk ladang, tumbuhan indikator kesuburan dan kisaran luas ladang masyarakat Benuaq mengindikasikan pengalaman mereka dalam mengelola pertaniannya. Pengetahuan dan keterlibatan secara krusial dalam mengembangkan sumberdaya alam yang lestari. Sayangnya telah terjadi degradasi pengetahuan lokal pada kalangan muda masyarakat Benuaq.

Abstract

This research aim to study how to Benuaq society around Muara Lawa District, manage agriculture system, internal knowledge about rice varieties, labor distribution, and successional of land fallow. This research use ethnobotanical approach: the approach used is collecting ethnobotanical data of rice varieties and traditional system of shifting cultivation. Data was obtained by using direct participatory technique by interview the people (key informants) about their practice and perception. The interviews were unstructured open-ended discussion on knowledge and farming activities included about diversity in rice varieties. Subsequently, quantitative data from questionnaires was combined with depth-interview data from key informants. As a result the Benuaq indigenous systems, practices and preferences are guarded towards maintaining rice diversity. The Benuaq systems of upland rice cultivation, site selection for umaq establishment, fertility indicator plant species and cultivation of a wide range of upland rice varieties indicate a clearly sophisticated knowledge system at work. Their knowledge and involvement are crucial in sustainable development on these natural resources. Unfortunately there has been degradation in the indigenous knowledge among the young Benuaqs. Key words: Benuaq, ethnobotanical, indigenous, shifting, upland rice

Page 2: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

87

Pendahuluan

Perladangan berpindah merupakan suatu lapangan usaha para petani untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya yang sampai saat ini masih terus dilakukan di

Kalimantan Timur. Sebagian besar masyarakat Dayak mempraktekkan sistem

perladangan berpindah dan padi merupakan tanaman utama dalam sistem perladangan

mereka. Kegiatan perladangan ini merupakan perwujudan dari akal pikiran manusia

yang selalu mengikuti bioritme alam sekitarnya, sehingga berhasil menciptakan

teknik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada di sekitarnya.

Teknik tersebut untuk mewujudkan kesejahteraannya baik secara kualitatif maupun

kuantitatif dengan menggerakkan tenaga, daya dan modal dalam menggali sumber

daya alam yang tersedia, sehingga tercipta upaya pemanfaatan hutan yang

dilaksanakan oleh manusia baik secara modern maupun tradisional.

Sistem perladangan berpindah tradisonal (swidden cultivation) ditemukan

pada banyak wilayah di kawasan tropis. Dove (1983) menyatakan bahwa sistem

perladangan berpindah dipraktekkan oleh 240 sampai 300 juta penduduk di daerah

tropis. Sistem pertanian ladang ini dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang

panjang jika mampu beradaptasi dan berintegrasi dengan kondisi lokal, dan mendapat

dukungan dari strategi subsisten lainnya.. Selain itu, akses lahan dan sumberdaya

alam lainnya harus terjamin serta daya dukungnya tidak terlampaui. Masyarakat

Benuaq salah satu masyarakat lokal di Kalimantan Timur yang masih melakukan

aktivitas peladangan berpindah, meramu dan berburu untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Masyarakat tradisional ini merupakan salah satu kelompok masyarakat

lokal yang menghadapi tekanan dinamika budaya akibat perkembangan Indonesia

yang cepat dan desentralisasi sektor kehutanan.

Masyarakat Dayak Benuaq merupakan bagian dari kelompok Dayak

Lawangan dan perkampungan mereka terletak sepanjang anak-anak Sungai Mahakam

sebelah selatan. Pertanian ladang berpindah mempunyai sejarah panjang dalam

kehidupan masyarakat Dayak Benuaq. Pada masa lalu perkampungan mereka selalu

berpindah-pindah karena aktifitas perladangan dan mencari tempat yang aman dari

serangan musuh manakala terjadi perang antar suku Dayak, namun pada saat ini

Page 3: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

88

perkampungan mereka telah menetap. Penelitian ini mempelajari pengetahuan lokal

tentang pertanian (indigenous agricultural knowledge) masyarakat Benuaq yang

menitik beratkan pada sistem pengetahuan lokal meliputi teknik bercocok tanam

tanaman pangan yang diadaptasikan pada kondisi lingkungannya. Sistem perladangan

merupakan mata pencaharian (subsistence economics) sebagian besar masyarakat

Dayak Benuaq dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sosial

budaya mereka.

Perlu dilakukan penelitian dan dokumentasi sistem penggunaan lahan oleh

masyarakat Dayak Benuaq karena terjadi perubahan mendasar akibat tekanan

dinamika budaya dan faktor desentralisasi kehutanan tersebut. Apalagi sering

dikaitkan masalah kerusakan hutan, maka tidak terlepas dari tudingan bahwa

peladang berpindah merupakan salah satu komponen, penyebab kerusakan hutan serta

makin meluasnya areal padang alang-alang di hutan Kalimantan Timur. Penelitian ini

bertujuan untuk mengungkapkan dan memahami sistem pertanian masyarakat Benuaq

di Kutai Barat dalam arti luas. Secara lebih rinci dapat diuraikan tujuan penelitian ini

adalah:

1. Mengungkapkan pengetahuan lokal masyarakat Dayak Benuaq tentang

lingkungan hidupnya berkaitan dengan sistem peladangan berpindah dari

perspektif mereka sendiri. Pengetahuan tersebut meliputi klasifikasi

ladang, proses pengelolaan ladang, pembagian kerja dalam pengelolaan

ladang, suksesi lahan bera dalam sistem perladangan.

2. Mengetahui dinamika vegetasi yang diakibatkan oleh aktivitas

perladangan berpindah terutama pada hutan-hutan sekunder yang

terbentuk akibat proses pemberaan lahan ladang.

Bahan dan Metode

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007 pada Kampung

Cempedas, Kampung Dingin, dan Kampung Muara Lawa. Alasan pemilihan

kampung-kampung tersebut adalah sebagai berikut: a) mayoritas penduduknya hidup

Page 4: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

89

dari berladang; b) penduduk kampung ini relatif homogen (penduduk asli) yang

merupakan konsekuensi dari penelitian yang dilaksanakan yaitu untuk meneliti

etnoekologi perladangan masyarakat Benuaq; c) masih banyak orang tua yang

mengetahui tentang adat tradisional mereka.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Alat rekam

suara, rol meter ukuran 50 meter, kompas, peta, diameter tape, altimeter, soiltester,

clinometer, hygrometer, magnifying lope, binokuler, jangka sorong, mistar, parang,

gunting stek, haga altimeter, tali plastik, kantong plastik berbagai ukuran, amplop

sample, kertas mounting, label gantung, kertas koran, kantong plastik, sasak, kamera,

film dan alat-alat tulis.

Bahan kimia yang digunakan adalah alkohol 70%, formalin 5%, dan spiritus.

Metode Penelitian

a. Pengumpulan data etnoekologi dan etnobotani di lapangan mela lui dua

pendekatan: emik dan etik

i. Pendekatan emik (pengetahuan)

1. Membuat deskripsi tentang satuan-satuan lingkungan berkaitan dengan

sistem perladangan yang dikenali masyarakat (praxis).

2. Menyusun kembali pola pemikiran masyarakat tadi ke dalam sebuah

sistem melalui daftar pertanyaan baku. Selanjutnya dilakukan berbagai

teknik wawancara seperti wawancara semi terstruktur (Grandstaff &

Grandstaff, 1987), wawancara terstruktur dan wawancara bebas (open

ended) (Gambar 13). Daftar pertanyaan baku yang disiapkan meliputi:

- Klasifikasi ladang.

- Tata cara dan siklus perladangan.

- Luas ladang dan jumlah produksinya.

- Jenis tanaman budidaya selain padi.

- Pembagian kerja dalam pengolahan ladang.

- Kondisi lahan dan suksesi perladangan.

Page 5: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

90

Gambar 13 Wawancara pengumpulan data di lapangan

3. Melakukan penilaian berdasarkan katagori pemanfaatan terhadap sumber

daya tumbuhan dari masing-masing satuan lingkungan.

ii. Pendekatan etik (ilmu pengetahuan)

1. Melakukan analisis vegetasi pada setiap perubahan klasifikasi lokal

perladangan dengan membuat plot sampling untuk memperoleh gambaran

tentang dinamika ekosistem perladangan. Setiap tipe lahan suksesi bekas

ladang diambil sampel tanah lapisan atas (0-20 cm) untuk dianalisa pada

Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas

Pertanian Institut Pertanian Bogor.

2. Melakukan analisis hubungan antara masing-masing satuan lingkungan

dengan melibatkan aktifitas/ kegiatan masyarakat penghuninya (penetapan

informan, melalui pertimbangan peubah demografi).

3. Melakukan identifikasi untuk memperoleh nama baku ilmiah sumber daya

tumbuhan. Identifikasi tumbuhan dilakukan pada Herbarium Bogoriense

dan Herbarium Wanariset Samboja.

Page 6: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

91

b. Pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya

Data sosial ekonomi dikumpulkan untuk memperoleh gambaran umum

tentang masyarakat setempat. Data dikumpulkan dengan metode survei terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan memilih secara acak

peladang responden secara proporsional yang meliputi:

- Kelompok dalam pengelolaan ladang.

- Ritual-ritual perladangan.

- Hasil panen ladang.

- Hasil lain yang didapatkan dari hutan.

- Hasil musiman yang diambil dari hutan.

Data sekunder dikumpulkan dari lembaga/instansi yang ada kaitannya dengan

penelitian ini seperti Kantor Kecamatan, Kantor Bupati Daerah Tk II, Dinas Pertanian

Kabupaten dan Biro Pusat Statistik Kabupaten Kutai Barat yang meliputi:

- Jumlah dan kepadatan penduduk.

- Komposisi umur dan kelamin penduduk.

- Pendidikan (tidak sekolah/SD/SMP/SMA/PT)

- Mata pencaharian penduduk.

- Penggunaan lahan.

- Kelembagaan.

- Pendapatan per kapita.

- Organisasi kemasyarakatan.

Hasil

Klasifikasi ladang

Sistem peladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat Benuaq

umumnya bersifat rotasi pemakaian lahan atau dikenal dengan istilah lokal

perladangan gilir-balik (rotational cultivation). Setelah satu hingga dua kali panen

ladang akan diberakan untuk waktu yang tidak ditentukan, tergantung suksesi alami

dari lahan tersebut. Bekas lahan tadi akan tumbuh menjadi belukar sampai menjadi

hutan sekunder dan merupakan warisan turun-temurun bagi keluarga si penggarap.

Page 7: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

92

Lokasi perladangan umumnya di luar kawasan kampung dikenal dengan istilah umaq

lati tana. Kawasan ini memang dikhususkan untuk kegiatan pertanian terutama

peladangan berpindah (shifting cultivation). Peladangan berpindah adalah suatu

bentuk kegiatan pertanian pada masyarakat pedalaman umumnya dan masyarakat

Dayak khususnya yang berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan

bercocok tanam yang disesuaikan dengan kondisi dan kaidah-kaidah ekologi

setempat, secara mudah dan murah.

Suku Dayak dalam berladang berprinsip pada pola daur penggunaan lahan

dalam skala lokal yang sering dicampurbaurkan dengan perpindahan penduduk

(migrasi). Berdasarkan urutan pengerjaan ladang dan setelah masa panen yang

pertama masyarakat Dayak Benuaq mengklasifikasikan ladang sebagai berikut:

1. Baber

Baber adalah areal ladang yang terus digunakan untuk kegiatan berladang

pada tahun ke dua. Hal ini dipertimbangkan karena lahan masih produktif, walaupun

lahan baber ini sudah ditumbuhi beberapa jenis tumbuhan gulma terutama kelompok

tumbuhan perintis. Lahan ini umumnya ditanami jagung, ubi kayu dan talas

disamping tanaman utama padi ladang. Pengerjaan ladang pada lahan ini lebih

dominan dikerjakan oleh kaum wanita sehingga secara hukum adat Benuaq hasil

ladang yang dibuat pada satuan lingkungan ini merupakan milik kaum ibu.

2. Kelewako

Kelewako adalah areal ladang yang terus digunakan hingga tahun ke tiga atau

merupakan lanjutan dari baber. Pengerjaan ladang pada tipe ini lebih berat jika

dibandingkan dengan baber karena beberapa jenis tumbuhan perintis berkayu telah

berukuran agak besar. Biasanya peladang hanya menanami sebagian dari areal ladang

dengan tanaman ubi kayu (jebao), ubi jalar (ayaq), talas (tenayan atau tonai).

Peladang mungkin lebih menghargai rotasi tanaman karena cara ini mengurangi

tenaga kerja dan persyaratan distribusi tenaga kerja selama suatu jangka waktu yang

panjang.

Selanjutnya berdasarkan letak atau posisinya masyarakat Dayak Benuaq

mengenal beberapa jenis ladang yaitu:

Page 8: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

93

1. Umaq Buu

Umaq Buu adalah ladang yang diolah oleh satu keluarga penggarap dan letaknya

terpencil jauh dari ladang- ladang yang lain. Ladang ini dibuat biasanya sebagai

uji coba kesuburan suatu lahan baru di dalam hutan atau lebih tepatnya sebagai

upaya membuka hutan baru sebelum dimulai suatu perladangan secara beramai-

ramai.

2. Umaq Temikng

Umaq Temikng adalah ladang yang dibuat berdampingan dengan ladang milik

tetangga atau sanak saudara dari satu kelompok keluarga maupun antar kelompok

yang berbeda namun masih bertetangga. Umaq Temikng sesuai dengan namanya

yang berarti ladang kembar atau ladang berdampingan yang terdiri dari paling

sedikit dua atau lebih ladang yang dibangun pada waktu yang bersamaan.

Pasangan suami- istri, duda atau janda dengan anak remajanya yang belum

menikah biasanya merupakan kesatuan yang membuat ladang dengan tipe seperti

ini. Bentuk ladang yang dibuat berdampingan juga ditemukan pada masyarakat

Bentian pada Kecamatan Bentian Besar (Sillander, 2002).

3. Umaq Lelekng

Umaq Lelekng adalah ladang yang dibuat secara beramai-ramai oleh satu keluarga

besar atau beberapa keluarga sehingga kelihatan seperti hamparan ladang yang

luas. Pembuatan ladang tipe ini hanya dapat dilakukan pada masa lalu dimana

hutan yang tersedia untuk peladangan masih sangat luas.

Untuk mencegah silang sengketa karena aktifitas berladang maka ada aturan

adat yang harus dipatuhi dikenal dengan adat bekumaq. Misalnya pada umaq temikng

dan umaq lelekng maka pada setiap batas lahan milik setiap penggarap dibuat suatu

batas yang jelas berupa pohon-pohon yang sengaja dibiarkan tetap berdiri berjejer

sepanjang batas ladang tersebut. Pohon-pohon pembatas ini disebut Elakng dan jika

pohon-pohon tadi musnah pada saat pembakaran ladang yang dilakukan beramai-

ramai maka untuk penggantinya harus ditanami dengan pohon-pohon baru berupa

jenis tumbuhan berumur panjang seperti kayu teluyatn (Eusideroxylon zwagerii) atau

kalakng (Durio zibethinus). Hal ini untuk memudahkan kepada ahli waris pemilik

Page 9: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

94

ladang di kemudian hari mengenal batas-batas ladang atau agroforestri (simpukng)

peninggalan orang tua mereka.

Batas-batas ladang ini tercermin dalam peribahasa yang menjadi salah satu

unsur falsafah dalam kehidupan mereka yaitu Umaq naan elakng, belai naan

binturat. Kayuq naan tonar, sunge naan maraq artinya berladang ada batasnya,

berumahpun ada batasnya. Pohon ada pangkalnya, sunga i pasti ada muaranya.

Maksud dari pepatah ini adalah sebagai landasan berpikir dalam melakukan aktifitas

kehidupan memang bebas namun ada batasannya. Hal ini memperlihatkan bahwa

masyarakat tradisional Benuaq melestarikan sumber dayanya dan menghindari over

konsumsi dengan aturan tabu. Hasil yang diharapkan adalah kehidupan yang

harmonis antara manusia dan alam karena kesimbangan ekologi alamnya terjaga.

Tahapan pengerjaan ladang

Pelaksanaan pengerjaaan ladang oleh masyarakat Benuaq melalui tahap-tahap

yang merupakan siklus pengerjaan ladang yang dilakukan sepanjang tahun (Gambar

14). Tahap-tahap awal pembukaan ladang oleh masyarakat Dayak Benuaq sangat

mempercayai hal-hal atau peristiwa-peristiwa alam di sekitar lokasi perladangan yang

dianggap sebagai tanda (nyahuq). Peristiwa-peristiwa alam ini dianggap pertanda

baik dan pertanda buruk. Pertanda yang dianggap baik bila pada tahap-tahap

mengerjakan ladang tidak dijumpai hal-hal yang merugikan, misalnya kecelakaan

atau terluka pada saat bekerja. Sedangkan pertanda yang dianggap buruk bila pada

tahap pengerjaan ladang ditemui hal-hal yang kurang baik, misalnya ditemukannya

hewan yang mati pada lahan yang akan dijadikan ladang, suara burung atau binatang

yang aneh, mimpi buruk , pohon yang tumbang secara tiba-tiba ketika akan pergi ke

tempat berladang dan lain- lain. Jika mendapatkan pertanda buruk pada saat

pembukaan ladang maka pekerjaan ini akan ditunda atau dibatalkan oleh si peladang.

Page 10: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

95

Gambar 14 Siklus pengerjaan ladang pada masyarakat Dayak Benuaq (modifikasi Boissiere, 2003)

1

2

3

4 5

6

7

8

Perencanaan (Maduq mede)

Kawasan perladangan

(Uma lati tana)

Tanda (nyahuq)

Indikator kesuburan

Seleksi (Ngerakng)

9 Arah penebasan

Ritual / tanda

Peralatan (ekek )

Ritual / tanda

Alat

Tekhnik Peneban

Gender (? )

Gerak pembakaran

Arah angin (Kerongo) Sekat (Ladekng)

Mengumpulkan sisa pembakaran

Pembakaran ke 2

Ritual (muat luwikng)

Alat (tajak )

Biji, stek, tunas

Teknik penyiangan

Alat (lingga)

waktu

Gender (? )

Ritual

Alat (gentuk )

Penyimpanan

Suksesi alami

Agroforestri (simpukng)

Perkebunan (kebotn)

1. Pemilihan lahan

2. Penebasan (Nokap)

3. Menebang (Nowang)

4. Membakar (Nyuru)

5. Membakar ulang (Mongkekng)

Pengaturan batas

6. Menugal (Ngasak niruq)

7. Menyiang (Ngejikut)

8. Panen (Ngotepm)

9. Pemberaan

Page 11: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

96

Namun bila dilanjutkan maka diadakan suatu upacara ritual yang dimaksudkan

untuk membersihkan dan menangkal diri dari bahaya yang dapat mengancam saat

mengerjakan ladang. Ritual tersebut dikenal dengan Melas lati tana dan yang

umum dilakukan adalah Pakatn nyahuq yaitu memberi makan para roh penunggu

hutan yang akan dijadikan ladang.

1. Perencanaan (Maduq mede)

Tradisi dan keyakinan masyarakat Dayak Benuaq secara turun temurun

untuk memulai suatu pekerjaan besar seperti membangun rumah dan membuka

ladang dimulai dengan melihat tanda-tanda alam, terutama tanda-tanda bintang

dan bulan. Dengan melihat bintang-bintang itulah mereka akan menentukan

perencanaan pembuatan ladang dan menentukan waktu pemilihan lahan. Khusus

untuk kegiatan berladang, bintang yang jadi patokan adalah Bintang Bemari yaitu

tanda untuk memilih lahan dan Bintang Piyuluq (Pengkuluq) yang merupakan

tanda untuk memulai pengerjaan ladang. Hal ini juga berlaku pada masyarakat

Dayak lainnya sebagaimana dinyatakan oleh Sellato (1989) bahwa orang Dayak

memilih waktu untuk berbagai kegiatannya dengan melihat bintang. Khusus untuk

tanda bulan, hal yang diperhatikan adalah tidak boleh memulai suatu pekerjaan

pada saat bulan gelap (bulatn sirepm) atau pada akhir bulan (bulatn liyetn). Selain

memperhatikan tanda bintang dan bulan, masyarakat juga sangat memperhatikan

tanda-tanda alam lainnya seperti suara-suara binatang liar (nyahuq).

Menjadi tradisi pula dalam masyarakat Benuaq untuk melakukan

pekerjaan-pekerjaan besar seperti pembuatan ladang secara gotong-royong

bergiliran yang dikenal dengan istilah pelo atau beroh. Pelo merupakan suatu

kelompok tani dalam melakukan pekerjaan perladangan yang dilakukan secara

bergiliran pada lahan setiap anggotanya. Anggota pelo umumnya merupakan

kerabat dekat dan tetangga yang memiliki ladang berdekatan. Pelo dilakukan

bukan hanya dalam pekerjaan mengolah ladang tetapi juga dalam pekerjaan

lainnya seperti membuat rumah. Sebelum melakukan pekerjaan pembukaan

ladang biasanya anggota kelompok pelo berkumpul dan bermusyawarah untuk

membicarakan waktu dimulainya kegiatan pembuatan ladang dan jadwal

pengaturan pelo. Kegiatan ini dikenal dengan istilah berinu atau musyawarah.

Menurut Dyson (1979) terbentuknya kelompok di daerah perladangan masyarakat

Page 12: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

97

Dayak Benuaq lebih mempermudah jalannya sistem pengerahan tenaga kerja

terutama dalam bidang pertanian dan menghemat waktu serta tenaga yang

biasanya digunakan selama perjalanan dari rumah ke kawasan ladang. Hal ini

salah satu bentuk usaha mengatasi keterbatasan tenaga kerja di kampung-

kampung di pedalaman Kalimantan.

2. Pemilihan lahan ladang (Nusaq lati tana)

Nusaq lati tana artinya mencari lahan yang baik untuk dijadikan tempat

berladang. Pemilihan lahan biasanya dilakukan dengan penjajagan ke beberapa

lokasi yang dianggap layak. Hal ini dilakukan sebagian masyarakat bahkan 1 atau

2 tahun sebelum dimulainya penggarapan lahan dan bila mereka menemukan

lahan yang dianggap ideal untuk dijadikan ladang maka di tempat tersebut diberi

tanda berupa pemancangan yang disebut Tonyokng. Tonyokng berupa potongan

kayu yang ditancapkan ke tanah yang panjangnya sekitar 1 depa orang dewasa.

Pada ujung bagian atas potongan kayu tersebut dikuliti dan dibelah menjadi

empat, kemudian pada belahan tersebut diselipkan ranting-ranting kayu yang

masih berdaun. Tanda tersebut dapat juga berupa penggarapan awal pada kedua

ujung lokasi yang menandakan bahwa lokasi tersebut sudah direncanakan untuk

dijadikan ladang oleh seseorang atau sekelompok orang. Tahap ini pada

masyarakat Benuaq dan Tunjung dikenal dengan istilah ngerakng (selecting).

Lahan yang sudah ditandai tadi ditinggalkan beberapa bulan hingga tiba

saat yang tepat untuk memulai penggarapan. Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan kesempatan kepada pihak lain yang mungkin saja mengakui bahwa

lahan tersebut miliknya atau warisannya. Agar tidak terjadi sengketa lahan, maka

faktor pertama yang harus dipertimbangkan adalah status kepemilikan lahan yang

akan dijadikan ladang. Kegiatan penjajagan ini hanya dilakukan dalam membuka

ladang baru di hutan primer dan tidak perlu dilakukan jika membuat ladang pada

bekas ladang sebelumnya. Jarak antara lokasi ladang penduduk dengan kampung

rata-rata lebih dari 2 jam perjalanan yang harus ditempuh dengan jalan kaki.

Lahan ladang yang jauh dari kampung pada umumnya adalah jenis hutan sekunder

tua (bataakng) dengan masa bera 20-30 tahun, sedangkan ladang yang berada di

sekitar kampung umumnya adalah hutan sekunder muda (balik bataakng) dengan

masa bera berkisar 5-15 tahun.

Page 13: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

98

Kesuburan tanah diindikasikan dengan kehadiran jenis-jenis tumbuhan

tertentu yang sebenarnya erat kaitannya dengan tahapan suksesi vegetasi seperti

jenis-jenis Bateteq (Horstedtia spp), Bengkuukng (Macaranga gigantea), Isaaq

Ngkookng (Cominsia gigantea), Nagak (Schima wallichii), dan Tentakng

(Campnosperma auriculatum). Disamping itu kesuburan diindikasikan juga

dengan ukuran diameter pohon yang tumbuh di lahan tersebut seperti pohon

Belaban (Tristaniopsis whiteana) yang dapat tumbuh dengan ukuran normal pada

tanah yang subur dan akan menjadi kerdil pada tanah yang tidak subur (hutan

kerangas). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peladang Benuaq mengenal

beberapa jenis tumbuhan indikator ekologis yang berhubungan dengan tingkat

kesuburan tanah pada lahan yang diberakan dan menjadi salah satu pertimbangan

dalam pemilihan lahan (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis-jenis tumbuhan indikator kesuburan tanah pada masyarakat Benuaq No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku

1 Belayatn Merremia sp Convolvulaceae

2 Bengkuukng Macaranga gigantea (Reichb. f. & Zoll.) Mull. Arg. Euphorbiaceae

3 Bateteq Hornstedtia sp Zingiberaceae 4 Jaung Nicolaia speciosa (Bl.) Horan Zingiberaceae 5 Kayu sirih Piper aduncum L. Piperaceae 6 Tentakng Campnosperma auriculatum (Bl.) Hook. f. Myrsinaceae 7 Biruq Licuala valida Becc. Palmae 8 Beramboyut Macropanax dispermus Bl. Cucurbitaceae cf. 9 Tempuro Dillenia sp Dilleniaceae

10 Pisaaq Fordia splendidissima Bl. Fabaceae 11 Pipit Lithocarpus elegans (Bl.) Hatus. Ex S. Fagaceae 12 Butootn Stachypterinum sp Maranthaceae 13 Isaaq Ngkookng Cominsia gigantea K. Schum. Maranthaceae 14 Nagak Schima wallichii (D.C.) Korth. Theaceae

15 Belaban Tristaniopsis whiteana (Griff.) Wilson & Waterhouse Myrtaceae

Faktor lain yang juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan ladang

adalah warna dan struktur tanah. Berdasarkan warna dan struktur tanah

masyarakat Benuaq membedakan beberapa tipe tanah yaitu 1. tana metapm yaitu

tanah yang berwarna hitam; 2. tana meaq yaitu tanah yang berwarna merah; 3.

tana ronan yaitu tanah yang strukturnya lempung (tanah liat); dan 4. tana one

yaitu tanah berpasir yang dibagi lagi menjadi tiga tipe yaitu: a. tana one lemit

(tanah berpasir kuning) biasanya ditemukan di daerah pinggir sungai; b. tana one

Page 14: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

99

metapm (tanah berpasir hitam) biasanya di lahan bengkar; dan c. tana one bura

(tanah berpasir putih) biasanya ditemukan pada lahan lati jaras yang merupakan

lahan kerangas yang tidak subur. Tipe tanah-tanah di atas kecuali tana one bura

biasanya relatif subur walaupun tingkat kesuburannya bervariasi tergantung

tingkatan suksesi lahan.

Peladang Dayak Benuaq umumnya lebih senang membuat ladang pada

tipe tanah yang strukturnya lempung karena biasanya lebih subur. Menurut Ohta

et al. (1993) partikel-partikel lempung berperanan penting dalam menyimpan

nutrien-nutrien tanah. Oleh karena itu, kemungkinan masa bera yang diperlukan

untuk meningkatkan kandungan nutrien mungkin lebih pendek pada tanah

bertekstur lempung. Sedangkan berdasarkan topografinya, lahan kerereng yang

merupakan lahan dilereng- lereng bukit lebih disukai untuk membuat ladang.

Menurut masyarakat peladang tanah pada lereng bukit lebih subur dan cepat

kembali kesuburannya saat diberakan. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge)

yang dimiliki oleh peladang Benuaq ini sejalan dengan apa yang dikemukakan

oleh beberapa ahli seperti Mackinnon et al. (2000) menyatakan bahwa batuan

pulau Kalimantan ini miskin kandungan logam dan pelapukan sempurna yang

dalam disertai dengan pelindian menghasilkan tanah yang kesuburannya rendah di

berbagai dataran rendah. Lereng yang lebih curam mungkin lebih subur karena

erosi dan tanah longsor terus membuka bahan induk yang baru.

3. Ritual pembukaan ladang

Ritual diadakan untuk melakukan komunikasi antara peladang dengan

makhluk gaib penunggu hutan. Ritual ini dilakukan dengan berbagai cara dan

yang paling sederhana untuk persyaratan pembukaan ladang adalah ritual Ngentas

(ritual ini dapat diartikan sebagai ritual bertanya pada makhluk gaib apakah hutan

tersebut boleh digarap atau tidak), tetapi ritual ini sudah sangat jarang dilakukan

dalam pembukaan ladang namun masih dilakukan dalam ritual pengobatan. Ritual

yang masih dilakukan dalam membuka ladang pada saat ini adalah ritual Melas

Lati Tana atau Pakatn Nyahuq (memberi makan roh-roh penjaga hutan). Apabila

para makhluk gaib dapat menerima dengan baik, maka dipercaya akan ada tanda-

tanda atau isyarat tertentu yang diperlihatkan kepada para peladang melalui mimpi

atau tanda-tanda lainnya (nyahuq). Tradisi melaksanakan upacara ritual untuk

Page 15: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

100

mengidentifikasi kesesuaian lahan tempat berladang sesuai dengan penelitian

Sumual (1998).

Upacara ritual pembukaan ladang juga untuk lebih mempererat komunikasi

antar peladang di sekitar kawasan peladangan karena makin terjalin kerjasama dan

keharmonisan sekaligus merupakan antisipasi paling efektif untuk menangkal hal-

hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Walaupun upacara yang berhubungan

dengan aktifitas-aktifitas perladangan sudah mulai berkurang di Kecamatan Muara

Lawa pada saat ini, namun para peladang masih mematuhi beberapa larangan-

larangan religius dalam memilih lahan tempat berladang. Hasil pengamatan di

lapangan menunjukkan bahwa pemilihan lahan pada saat ini lebih berdasarkan

aspek-aspek pragmatis, seperti jarak dan mudah dicapai dari kampung, lamanya

masa bera, dan jarak dengan lahan sanak famili.

4. Menebas (Nokap nerap)

Penggarapan awal lahan dimulai dengan pekerjaan yang disebut nokap

atau menebas. Nokap adalah pekerjaan menebang pohon-pohon kecil dan semak

belukar. Alat yang digunakan adalah ekek (parang khas Dayak) dan dikerjakan

oleh kaum pria dan wanita bersama-sama. Pekerjaan menebas dilakukan sekitar

bulan April hingga Mei jika membuat ladang pada hutan primer (Bengkar) tetapi

biasanya dikerjakan pada bulan Juni bagi masyarakat yang membuat ladang pada

hutan sekunder bekas ladang yang diberakan (Balik batakng dan Batakng).

Pekerjaan menebas ladang pada prinsipnya dikerjakan oleh seluruh anggota

keluarga karena itu keluarga atau rumah tangga merupakan unit tenaga kerja,

produksi, dan konsumsi dalam sistem perladangan seperti dikemukakan oleh Dove

(1988).

Tujuan penebasan lokasi perladangan adalah untuk membersihkan semak

belukar di lokasi ladang dan untuk membersihkan lantai hutan guna menunjang

efisiensi pekerjaan penebangan dan pembakaran ladang pada tahap-tahap

berikutnya. Arah penebasan yang dilakukan oleh peladang biasanya berlawanan

dengan arah rebahnya semak belukar yang ditebas. Misalnya, lokasi ladang di

lereng bukit maka pekerja bergerak naik, sedangkan arah rebahan semak belukar

yang ditebas selalu mengarah ke bawah. Arah gerakan ini dilakukan dengan

teratur untuk memudahkan pekerjaan penebangan pohon pada tahap berikutnya.

Page 16: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

101

Selanjutnya alur penebasan menurut adat Benuaq tidak boleh terputus-putus

sehingga mereka akan menebas dengan pola yang teratur. Pekerjaan penebasan

tergantung pada jenis hutan yang dijadikan ladang. Penebasan yang dilakukan di

hutan primer relatif lebih cepat karena di lantai hutan primer tidak terlalu banyak

terdapat semak belukar jika dibandingkan hutan sekunder.

Pada tahap ini masih banyak tanda-tanda atau isyarat tertentu yang perlu

diperhatikan. Bila tanda-tanda yang diturunkan menunjukkan pada hal-hal yang

aneh, misalnya ditemukan binatang beranak di lokasi lahan yang sedang digarap

atau terdengar suara makhluk yang tidak sebagaimana biasa maka kebanyakan

peladang lebih memilih menunda atau membatalkan pekerjaannya. Setiap kali

peladang mendengar atau melihat pertanda-pertanda jelek, pertanda itu harus

diikuti dengan ritual dan pantang bekerja di ladang. Dove (1988) memaknai

kepercayaan ini (omen) sebagai sistem pengetahuan asli orang Dayak dalam

membaca pertanda lingkungan hidup, terutama yang berhubungan dengan

perladangan mereka.

5. Menebang (Nowang)

Nowang adalah kegiatan menebang pohon-pohon besar dan memotongnya

menjadi bagian yang lebih kecil, biasanya dilakukan bulan Juli dan Agustus.

Tahap ini dilakukan sekitar sebulan setelah tahap nokap agar pohon-pohon kecil

dan belukar yang ditebas mengering. Waktu menebang umumnya dilakukan

sekitar tiga sampai empat minggu setelah menebas. Alat yang digunakan untuk

menebang adalah beliung, kapak dan parang, namun pada saat ini penggunaan

gergaji mesin (Chain saw) sangat berperan untuk efisiensi waktu. Menurut

informan peladang Benuaq ada beberapa teknik penebangan pohon, namun dari

pengamatan lapangan selama penelitian hanya ditemukan penebangan dengan

menggunakan gergaji mesin (Chain saw). Hal ini dilakukan peladang karena

teknik penebangan dengan gergaji mesin dapat menyelesaikan pekerjaan ini

dalam waktu relatif singkat.

Pelaksanaan tahap penebangan ini juga masih dipengaruhi oleh isyarat

alam. Bila selama pengerjaan tidak tampak tanda-tanda aneh maka pekerjaan bisa

dilanjutkan. Namun bila terdapat tanda-tanda atau isyarat yang kurang baik, maka

biasanya peladang memberikan persembahan dan meminta maaf pada penunggu

Page 17: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

102

hutan melalui Pawang Belian yang disebut ritual Bebayar Betahur. Upacara

Bebayar Betahur pelaksanaannya biasanya dapat menunggu sampai setelah

musim panen. Sebelumnya dilakukan acara perjanjian yang disebut Besapaq

Besawei yaitu permohonan si penggarap lahan kepada makhluk gaib agar

dilindungi dari bahaya.

Pekerjaan menebang hanya dilakukan oleh kaum pria saja walaupun

terkadang ada kaum wanita ikut membantu. Menurut Dove (1988) ada dua tujuan

utama dari tahapan menebang. Pertama pohon-pohon perlu ditebang supaya mati

dan cepat kering dan pembakaran ladang akan menghasilkan banyak abu. Abu ini

merupakan faktor penting bagi keberhasilan ladang, karena dapat dipakai sebagai

sumber makanan bagi tanaman yang sedang tumbuh. Kedua adalah untuk

memungkinkan matahari menyinari permukaan ladang. Jika pohon-pohon

dibiarkan berdiri maka permukaan ladang akan tertutup oleh kanopi pohon dan

kurang baik bagi pertumbuhan padi.

6. Membakar (Nyuru)

Lahan yang telah ditebang dibiarkan selama 20 hingga 45 hari hingga

kayu-kayu dan daun-daunnya mengering. Tahap berikutnya adalah nyuru atau

membakar ladang yang dilakukan pada bulan September atau Oktober.

Pembakaran adalah teknik menghilangkan gulma, hama serta penyakit. Pada

pembakaran ladang terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu arah

angin dan pemerataan tumpukan bekas tebangan sehingga tidak terjadi kebakaran

ke lahan- lahan di sekitarnya. Beberapa hal yang harus dilakukan pada saat

melakukan pembakaran ladang adalah:

1. Pembuatan suatu sekat seperti jalan di sekeliling ladang yang akan

dibakar untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan di luar lokasi

ladang. Ranting-ranting dan daun-daun kering pada area sekat tersebut

disapu dan dibersihkan. Sekat ini dikenal dengan istilah ladekng pada

masyarakat Benuaq dan merupakan cara tradisional untuk melokalisasi

kebakaran hutan. Cara ini juga dikenal pada etnis Dayak lainnya seperti

ngeladih pada etnis Iban dan ikkar pada etnis Tamambaloh (Supardiyono,

1999).

Page 18: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

103

2. Dilakukan penyiraman bila dianggap perlu untuk mengantisipasi

kebakaran hutan dan peladang biasanya menyiapkan beberapa ember atau

jerigen air pada saat membakar ladang. Pekerjaan ini umumnya dilakukan

secara bergotong-royong oleh kaum pria dan wanita.

3. Memperhatikan arah angin biasanya dengan menggunakan alat sederhana,

yakni dengan menggantungkan sebuah nyiruh didepan pondok. Pada

nyiruh tersebut diberi lukisan bocah dungu bernama Kerongo. Menurut

lagenda Benuaq bocah dungu ini bertuah dan sakti serta mempunyai

banyak kelebihan dan ikut berperan dalam sejarah masa lalu.

4. Kaum perempuan pada hari akan membakar ladang dianjurkan pagi-pagi

sekali sudah membersihkan semua ruangan rumah sampai ke halaman.

Selanjutnya mereka mandi dan berkeramas serta berdandan dengan

pakaian rapi agar kelihatan lebih menarik dari biasanya, tak ubahnya

seperti menyambut tamu agung. Hal tersebut berkaitan dengan

kepercayaan masyarakat Benuaq agar lahan yang mereka bakar pada hari

itu menjadi hangus sempurna sehingga tak bersisa sepotong kayupun di

dalamnya.

5. Memberi tahu dan bekerja sama dengan pemilik lahan di sekitar untuk

membakar ladang secara beramai-ramai pada saat yang bersamaan.

Pembakaran ladang oleh peladang Benuaq dimulai dari tengah-tengah

ladang dengan gerak pembakaran bersifat lingkaran (konsentris). Gerak

pembakaran ladang konsentris ini sama dengan gerak pembakaran ladang yang

oleh masyarakat Dayak Tunjung seperti dikemukakan oleh Lahajir (2001).

Namun hal tersebut berbeda dengan pembakaran ladang pada masyarakat Kantu

yang dimulai dari pinggir ladang dengan gerak pembakaran bersifat lurus

(simetris) (Dove, 1988).

7. Membersihkan lahan setelah dibakar (Mongkekng)

Mongkekng adalah membersihkan sisa-sisa kayu yang tidak habis dilalap

api agar lahan bersih dan lebih mudah untuk ditanami (Gambar 15). Sisa-sisa

tumbuhan yang tidak terbakar dikumpulkan pada suatu tempat setelah itu

dilakukan pembakaran kembali. Dalam kepercayaan masyarakat Dayak Benuaq

ladang adalah suatu lautan yang akan dilayari oleh Dewi Padi (Luwikng) sehingga

Page 19: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

104

bila ladang bersih maka diibaratkan lautan yang tenang dan tidak bergejolak,

dengan demikian pelayaran roh padi akan tenang dan nyaman. Pekerjaan ini

dapat dilakukan dalam waktu 3 hingga 8 hari tergantung dari hasil pembakaran

ladang pertama dan dilakukan oleh kaum pria dan wanita secara bersama-sama.

Kegiatan ini juga dilakukan oleh masyarakat peladang Dayak lainnya di

Kalimantan Timur seperti masyarakat Dayak Kenyah yang menyebut tahap ini

dengan istilah Mekup (kom. pri).

Gambar 15 Tahap membersihkan sisa-sisa kayu yang tidak habis terbakar

8. Menugal (Ngasak niruk)

Penanaman padi ladang yang disebut ngasak niruk dilakukan setelah

pembakaran dianggap sempurna. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada bulan

September dan Oktober setelah pekerjaan membersihkan sisa-sisa kayu yang tidak

habis terbakar. Penanaman padi ini dilakukan dengan cara kolektif yaitu gotong-

royong bergiliran (pelo dan beroh) oleh kaum pria dan wanita. Pelo merupakan

bentuk kerja gotong royong bergiliran diantara sesama anggotanya, sedangkan

beroh merupakan tenaga yang membantu dalam pekerjaan di ladang.

Sehari sebelum upacara ngasak niruk dilakukan, pada lokasi ladang sudah

disiapkan bakul-bakul berisi benih padi yang akan ditanam. Tempat meletakkan

bakul-bakul benih ini disebut Pukatn Bini. Pada tempat tersebut akan ditanami

berbagai jenis tumbuhan yang berkhasiat seperti kwayatn lemit (Bambusa vulgaris

Schrad. var. striata), biowo (Cordyline fruticosa Back.) dan berbagai tumbuhan

Page 20: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

105

hias yang bermanfaat sebagai obat-obatan tradisional. Lokasi ini menurut

kepercayaan masyarakat Benuaq adalah tempat perahu Dewi Padi yang akan

digunakan untuk berlayar. Pada tempat ini disusun beberapa potongan kayu

sebagai tempat duduk yang merupakan dermaga bagi sang Dewi saat berangkat

berlayar maupun saat tiba dari perantauan. Tempat ini diatur sedemikian rupa agar

Dewi Padi merasa senang karena mendapat perhatian penuh dari pemilik ladang.

Prosesi upacara ngasek dimulai pagi sekali sebelum burung-burung atau

lalat berterbangan. Hal ini dipercaya agar dalam proses pertumbuhan tanaman

akan terhindar dari gangguan hama dan penyakit. Upacara dimulai dengan

mengantarkan semua bibit yang akan ditanam dan diletakkan di Pukatn Bini.

Kemudian seorang tetua dari keluarga pemilik ladang atau pawang akan

membacakan mantra-mantra serta memberi makanan pada Juata Tonoi penunggu

lahan agar ikut memelihara dan menjaga tanaman sepanjang tahun. Setelah

membacakan mantra-mantra beberapa jenis makanan untuk kegiatan menugal

dibawa ke tengah ladang dan diletakkan tidak jauh dari Pukatn Bini. Para anggota

pelo yang ikut bergotong-royong sebelum memulai pekerjaan terlebih dahulu

harus memakan makanan kecil berupa lemang, tumpi, ketupat dan makanan kecil

lainnya.

Gambar 16 Tahap menugal pada pengerjaan ladang

Ket: Barisan depan adalah kelompok yang membuat lobang tugalan Barisan ke dua adalah kelompok yang mengisi lubang dengan bibit

Page 21: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

106

Selanjutnya dimulai pekerjaan menugal, yakni kaum pria akan membuat

lubang tugalan dengan tongkat kayu ulin yang ujungnya diruncingkan dan kaum

wanita mengiringi di belakang dengan membawa bibit di dalam bisatn (kantung

anyaman) dan mengisi setiap lubang dengan bibit padi (Gambar 16). Kegiatan

mengisi lubang tugalan yang dilakukan oleh kaum wanita ini dikenal dengan

istilah lokal moyas. Bentuk peladangan padi pada masyarakat Benuaq ini

menunjukkan bahwa sangat sedikit dilakukan pengolahan tanah sebelum ditanami.

Bentuk pengolahan tanah yang diolah seperlunya dengan menggunakan tajak

untuk membuat lubang pada peladangan merupakan salah satu metoda mekanik

dalam konservasi tanah, karena hal ini akan mengurangi erosi pada permukaan

tanah. Friedberg (1989) menyatakan bahwa peladangan lestari tradisional

dicirikan oleh sedikitnya persiapan lahan, hanya menggunakan tajak (tongkat

yang ujungnya diruncingkan untuk membuat lubang yang akan digunakan untuk

menanam biji). Sedikitnya gangguan terhadap permukaan tanah ikut andil dalam

mempertahankan kesuburan tanah dengan mengurangi erosi.

Upacara terbesar dalam adat menanam padi pada masyarakat Dayak

Benuaq adalah Muat Luwikng. Pada saat ini sangat jarang dilakukan upacara ini

karena mahalnya biaya yang diperlukan dan biasanya dilakukan pemotongan

seekor kerbau di tengah ladang untuk dimakan bersama-sama. Kegiatan menugal

yang disertai dengan upacara Muat Lawikng biasanya dimeriahkan dengan

berbagai permainan kesenian anak negeri seperti Bedeguq Bedongkoi Ngeloak

(menari), Prentangin (berpantun), dan Besimbur (bersiram-siraman air di tengah

ladang). Kegiatan ini juga dimeriahkan olah raga tradisional seperti Begasing

(permainan gasing), Dokar (pacu egrang), Dopakng (adu jentikan jari), Rancaq

(adu kekuatan jari-jemari dan kekuatan tangan seperti panco), dan Tapi atau

Bebentek (adu kekuatan kaki). Puncak acara pada sore hari setelah selesai

menugal diadakan acara Engket-Engkuni yaitu kegiatan seperti panjat pinang

namun pohon yang digunakan adalah pohon Potung (Euodia glabra) yang dikuliti

sehingga akan sangat licin ketika dipanjat. Pada bagian cabang dan ranting serta

daunnya dibiarkan tersisa untuk menggantungkan hadiah-hadiah yang akan

diperebutkan berupa makanan.

Page 22: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

107

Tabel 6 Tahap pertumbuhan padi ladang menurut masyarakat Dayak Benuaq

No Tahap pertumbuhan Karakter 1. Nokoq Padi ladang mulai tumbuh setelah disemaikan.

2. Meriwih luang asak Pertumbuhan padi ladang sudah mencapai

sekitar 20 cm. 3. Makur lokatn Pertumbuhan padi ladang sudah mencapai

sekitar 40 cm. 4. Beramaaq Pertumbuhan padi ladang antara 80 cm hingga

setinggi pinggang orang dewasa. 5. Untuq maih Batang padi sudah meruncing ke atas.

6. Buluq titukng Awal munculnya bunga padi.

7. Entur urakng Bunga dan bakal buah padi sudah mulai

muncul tetapi belum merata pada seluruh tanaman padi di ladang.

8. Meetn / Belampaar Sudah muncul buah padi secara keseluruhan.

9. Sengayo seloit Tangkai padi sebagian mulai merunduk karena mulai berisi.

10. Ngejatas Isi bulir padi sudah putih menyerupai susu.

11. Ngertak Bulir padi sudah bernas.

12. Lemit morakng/ Luai uruk Padi mulai menguning pada bagian ujung tangkai.

13. Luai tengah Padi sudah mulai menguning sampai bagian tengah tangkai.

14. Luai melus Padi sudah menguning semuanya dan saatnya untuk dipanen

Padi merupakan tanaman utama pada ladang masyarakat Dayak Benuaq.

Padi bukan hanya sekedar makanan pokok bagi mereka tetapi suatu kebudayaan

yang ikut menentukan cara penghidupan mereka. Lebih jauh mereka mengenal

karakter-karakter pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman pokok tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peladang tradisonal Benuaq mempunyai

kearifan lokal tentang pertumbuhan padi sehingga mengenal tingkatan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dalam ladang mereka yang

diuraikan menjadi 14 tahap pertumbuhan dalam terminologi lokal (Tabel 6).

Page 23: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

108

Tabel 7 Keanekaragaman jenis tanaman pangan yang dibudidayakan di ladang masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara Lawa No Nama Jenis Jumlah

kultivar Kegunaan

1 Pare (Oryza sativa) 67 Makanan pokok 2 Pulut (Oryza glutinosa) 36 Makanan tambahan 3 Jagookng (Zea mays) 3 Makanan tambahan 4 Jebao (Manihot utilissima) 16 Makanan tambahan dan

sayuran 5 Ayak (Ipomoea batatas) 13 Makanan tambahan 6 Jelok (Musa spp) 26 Buah-buahan 7 Uwiq (Dioscorea spp) 2 Makanan tambahan 8 Tou (Saccharum officinarum) 17 Penyegar 9 Tou toli (Saccharum edule) 1 Sayuran 10 Sabe (Capsicum spp) 11 Bumbu 11 Timun (Cucumis sativus) 9 Sayuran 12 Loyaaq (Zingiber officinale) 4 Bumbu 13 Bawang Balooq (Allium sp) 1 Sayuran 14 Tomat (Lycopersicon esculentum) 1 Sayuran 15 Toyung (Solanum spp) 3 Sayuran 16 Ulapm (Solanum melongena) 1 Sayuran 17 Tenayan (Colocasia esculenta) 3 Makanan tambahan 18 Tonai (Xanthosoma violaceum) 1 Makanan tambahan 19 Serempolum siwai (Portulaca

grandiflora) 1 Obat padi

20 Bayam (Amaranthus spp) 2 Sayuran 21 Botong (Cucurbita moschata) 2 Sayuran 22 Periaq (Luffa acutangula) 1 Sayuran 23 Paria (Momordica charantia) 2 Sayuran 24 Serei (Andropogon nardus) 2 Bumbu 25 Sekur (Kaempferia galanga) 1 Bumbu 26 Jomit (Curcuma spp) 4 Bumbu 27 Keretak (Vigna unguiculata) 1 Sayuran 28 Kacang tanah (Arachis hypogea) 1 Makanan tambahan 29 Trincikng (Ananas comosus) 1 Buah-buahan

Masyarakat Dayak Benuaq juga menanam beberapa jenis tanaman pangan

lainnya selain padi ladang. Berbeda dengan penanaman padi yang dilakukan

secara kolektif maka penanaman tanaman non-padi ini dilakukan sendiri oleh

pemilik ladang. Menurut Dove (1988) hampir semua peladang berpindah

berpindah di Asia Tenggara menanam makanan pokok biji-bijian atau campuran

tanaman berbiji dan umbi-umbian. Beberapa cara yang dilakukan untuk menanam

tanaman non-padi tersebut oleh peladang Benuaq diantaranya adalah: 1). menugal

Page 24: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

109

dan menaburkan bibitnya yang biasanya dilakukan untuk menanam jagung. Hal

ini biasanya dilakukan oleh wanita dewasa dengan alat tugal sambil membawa

keranjang berisi bibit jagung; 2). menaburkan benih pada lokasi di dalam ladang

yang telah dibersihkan, biasanya digunakan untuk menanam bayam, terong dan

tanaman lain yang mempunyai biji berukuran halus; 3). menanam batang (stek)

atau bagian tunas tumbuhan tersebut yang biasanya dilakukan untuk menanam

keladi, nenas, pisang, tebu, dan ubi kayu.

Penanaman jenis tanaman non-padi tidak selalu sama pada setiap ladang

tergantung kemauan pemilik ladang. Bagi pemilik ladang yang rajin maka

ladangnya akan ditanami dengan berbagai macam tanaman pangan, namun

sebaliknya bagi pemilik yang malas hanya menanam beberapa jenis tanaman saja.

Keanekaragaman jenis tanaman yang dibudidayakan di ladang masyarakat Dayak

Benuaq seperti ditampilkan pada tabel 7. Penanaman jagung dan palawija lainnya

sering dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman padi. Sedangkan

penanaman ubi kayu biasanya dilakukan sebagai tanaman terakhir sebelum masa

bera dalam daur perladangan karena ubi kayu masih memberikan hasil yang

lumayan di tanah-tanah tandus dan bahkan tanah tererosi. Selain itu ubi kayu tidak

mempunyai waktu panen khusus, sehingga umbinya dapat dipanen sesuai

kebutuhan dan merupakan sumber karbohidrat bila bahan pangan lainnya mulai

berkurang.

9. Menyiangi (Ngejikut)

Menyiangi rumput atau memberantas tumbuhan pengganggu atau gulma di

ladang oleh peladang Benuaq disebut ngejikut, dilakukan setelah padi berumur

satu hingga tiga bulan. Pertumbuhan padi akan lambat karena bersaing dengan

rumput-rumput liar jika ladang tidak disiangi. Penyiangan dilakukan sekitar bulan

Oktober hingga November ketika pertumbuhan padi mencapai sekitar setinggi

lutut orang dewasa. Pekerjaan ini akan dilakukan sebelum batang padi keras

karena jika batang padi sudah keras akan mudah patah akibat aktifitas penyiangan.

Sebelum padi berumur lebih dari tiga bulan pekerjaan menyiangi ini lebih

diintensifkan oleh kaum wanita yang dilakukan dengan gotong-royong secara

bergiliran.

Page 25: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

110

Penyiangan dilakukan dengan menggunakan tangan atau menggunakan

alat seperti cangkul kecil yang disebut lingga. Penyiangan dengan tangan

dilakukan dengan mencabuti rumput atau gulma yang tumbuh diantara tanaman

padi. Pencabutan gulma menggunakan jari-jari dengan menggenggam setiap

rumput liar sedekat mungkin dengan pangkalnya lalu dicabut ke atas sehingga

sistem perakaran rumput tersebut juga ikut tercerabut dari tanah. Penyiangan

dengan menggunakan alat lingga dilakukan dengan memotong secara mendatar

bagian tanah yang berada di bawah rumpun rumput liar tersebut. Tangan kiri

peladang biasanya digunakan untuk mencabut setiap rumpun rumput yang dibabat

dengan alat tadi. Pekerjaan menyiangi umumnya dilakukan oleh kaum perempuan

karena memerlukan ketelitian, sikap dan perilaku yang halus.

Menyiangi merupakan salah satu pekerjaan perawatan terhadap tanaman-

tanaman budidaya pada ladang masyarakat Dayak Benuaq. Disamping itu juga

dilakukan perawatan lainnya, antara lain membakar beberapa jenis tumbuhan

yang dipercaya dapat mengusir hama seperti berentanuq (Diospyros pendula),

nunuk singa (Pachycentria constricta) dan wakai sar (Gmelina uniflora). Dalam

kurun waktu padi mulai tumbuh sampai berumur tiga bulan, terkadang dilakukan

lagi upacara Pakatn Nyahuq yakni semacam upacara syukur pada makhluk gaib

pemberi tanda-tanda baik dan buruk. Selanjutnya saat tanaman mulai

menghasilkan buah dilakukan penjagaan yang lebih intensif agar tidak diserang

oleh hama burung, kodek (monyet) dan bawiq (babi hutan).

10. Panen (Ngotepm)

Upacara panen padi pada masyarakat Dayak Benuaq disebut Nema Pare,

yaitu suatu upacara sederhana dan hanya dihadiri oleh kerabat dekat dalam satu

rumah atau satu keluarga besar. Upacara ini mesti dilakukan sebelum memulai

pekerjaan memotong padi (Ngotepm) yang bertujuan untuk tanda selamat datang

pada Dewi Padi yang baru datang dari perantauan. Menurut kepercayaan

masyarakat Dayak Benuaq selama pertumbuhan tanaman padi sampai masa panen

oleh peladang, maka selama itu Dewi Padi dianggap merantau ke suatu negeri asal

mereka dan ke sana pula mereka kelak akan kembali. Semua peralatan yang

dipakai dalam proses pembuatan ladang hingga panen diikut sertakan dalam

upacara dan ditepung tawari serta dimantrai sebagai ucapan terima kasih peladang

Page 26: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

111

atas bantuan alat-alat tersebut sehingga panen berhasil dengan baik. Tujuan

upacara ini juga untuk memberi ucapan selamat kepada bumi yang telah

menanggung beban berat ibarat ibu yang sedang hamil dan sekarang melahirkan

bayinya berupa padi yang siap dipanen. Demikian juga para roh halus penjaga

ladang turut disapa pawang dengan mantra-mantranya sebagai ucapan terima

kasih atas bantuan mereka ikut menjaga dan memelihara isi ladang dari gangguan

hama dan semua roh jahat yang dapat menggagalkan panen.

Menurut Sellato (1989a) pada masyarakat Dayak padi merupakan sumber

segala kehidupan dan daur pemanenannya disertai banyak larangan (tabu) dan

upacara ritual. Pemanenan padi (ngotepm) umumnya dilakukan hanya oleh kaum

perempuan saja yaitu ibu dan anak-anak perempuannya dilakukan secara gotong-

royong oleh para ibu- ibu secara bergiliran (pelo). Pemanenan dilakukan dengan

alat ani-ani (gentuk), selanjutnya padi hasil panenan dimasukkan ke kantong yang

dibuat dari anyaman bambu dan rotan yang diikatkan pada pinggang yang disebut

gamak (Benuaq). Setelah gamak penuh mereka memindahkan ke keranjang

anyaman yang lebih besar yang disebut lamar. Isi atau volume lamar dapat

menampung sekitar 4-5 kali isi gamak dan selanjutnya lamar digunakan untuk

membawa hasil panen ke rumah. Pada zaman dulu padi disimpan dalam lumbung

padi yang dikenal dengan istilah kelengkikng namun sudah sangat jarang

ditemukan saat ini.

Umur padi ladang dapat dipanen berkisar 4-6 bulan, tergantung varietas

padi yang di tanam karena setiap varietas mempunyai masa panen yang berbeda.

Masyarakat biasanya menghitung hasil panen padi dengan ukuran kaleng bekas

minyak goreng. Satu kaleng setara dengan 10 kg gabah kering, dimana untuk

ladang seluas sekitar 1 ha didapatkan hasil berkisar 100 hingga 250 kaleng atau

sekitar 1 hingga 2 ton gabah kering. Hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh

kesuburan lahan, masa bera lahan dan umur ladang. Hasil panen ladang pada

tahun pertama biasanya lebih banyak dan semakin berkurang pada panen

berikutnya.

Perladangan padi secara gilir-balik mempunyai peran sentral dalam

pertanian tradisional masyarakat Dayak Benuaq. Hal ini tercermin pada produksi

padi di Kabupaten Kutai Barat setiap tahunnya. Pada tahun 2005 tercatat luas

Page 27: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

112

panen padi ladang sebesar 14.515 ha dan padi sawah sebesar 2.597 ha sehingga

luas panen padi keseluruhan mencapai 17.112 ha. Produksi padi ladang mencapai

35.829 ton yang jauh lebih besar dibandingkan dengan produksi padi sawah yang

hanya sebesar 8.245 ton, namun hasil per hektar untuk padi sawah sebesar 31,75

Kw/ha jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan 24,68 Kw/ha untuk padi ladang

(Anonim, 2006). Pada tahun berikutnya 2006 luas panen keseluruhan berkurang

menjadi 15.096 ha terdiri dari padi ladang seluas 13.506 ha dan padi sawah seluas

1.597 ha. Hal ini menyebabkan produksi padi ladang berkurang menjadi 35.100

ton dan produksi padi sawah menjadi 5.177 ton. Namun hasil per hektar

menunjukkan adanya peningkatan untuk padi ladang 25,99 Kw/ha dan padi sawah

32,56 Kw/ha (Anonim, 2007).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari peladang, hasil panen yang

didapatkan lebih banyak pada ladang di hutan primer terutama pada musim panen

ke dua jika dibandingkan dengan ladang yang dibuat pada hutan sekunder. Namun

masyarakat Dayak Benuaq jarang membuka hutan primer dalam aktivitas

perladangan saat ini. Pembukaan hutan sekunder atau bekas ladang terdahulu

lebih disukai berkaitan dengan biaya pengolahan yang lebih murah jika

dibandingkan membuka hutan primer. Hal ini juga dibatasi oleh berkurangnya

luas hutan primer di sekitar kampung yang dapat dijadikan ladang.

Pengetahuan tentang keanekaragaman padi

Hasil penelitian pada masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara

Lawa didapatkan 67 varietas padi lokal biasa dan 36 varietas padi ketan yang

dikenal oleh para peladang sehingga total varietas yang dikenal sebanyak 103

varietas. 97 varietas dari padi tersebut ditanam pada ladang berpindah dengan

berbagai kondisi topografi dan enam jenis ditanam pada lahan berpayau.

Umumnya varietas-varietas tersebut merupakan padi lokal dan beberapa varietas

merupakan padi dari luar. Masuknya varietas-varietas padi dari luar merupakan

hal yang biasa ditemukan pada masyarakat Dayak seperti Dayak Iban (Freeman,

1970). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa peladang Benuaq

mempunyai katagori spesifik untuk masing-masing varietas padi mereka. Setiap

varietas mempunyai nama lokal dan para peladang familiar dengan karakter

Page 28: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

113

khusus yang dimilikinya atau dari mana varietas tersebut berasal. Terkadang nama

yang diberikan menunjukkan asal dari bibit padi tersebut seperti pare bentian dan

pare kenyah. Beberapa varietas padi mempunyai mitos pada masyarakat Benuaq

seperti pare bawiiq yang dipercaya bibitnya pertama kali ditemukan pada usus

babi dan pare tekayo (dari usus rusa). Kebanyakan peladang Benuaq lebih suka

menanam varietas padi lokal walaupun produksinya lebih rendah dibandingkan

varietas yang datang dari luar, namun padi mereka lebih adaptif pada kondisi

tanah yang miskin dan rasanya lebih disukai. Beberapa peladang mengakui bahwa

mereka lebih menyukai rasa beras dari padi ladang dibandingkan padi sawah.

Pada saat ini pencarian plasma nutfah padi untuk meningkatkan hasil

panen dan tahan terhadap penyakit giat dilakukan oleh Departemen Pertanian dan

keanekaragaman varietas padi yang sangat tinggi di lingkungan masyarakat Dayak

termasuk yang dimiliki peladang Benuaq merupakan sesuatu yang mungkin untuk

dimanfaatkan. Hasil penelitian ini diperoleh informasi penting bahwa para

peladang memiliki pengetahuan yang unik tentang padi mereka dan memelihara

keanekaragaman genetik padi mereka dengan kondisi lingkungan setempat seperti

dikemukakan juga oleh beberapa peneliti padi lokal yaitu pada suku Dayak

Kenyah (Setyawati, 1997) dan suku Filipino di luar Kalimantan (Fujisaka, 1987).

Beberapa para peladang yang berumur lanjut masih menyimpan dan memelihara

beberapa varietas padi yang mereka sukai. Mereka menanam varietas padi

tersebut tidak untuk dimakan tetapi untuk memperbarui bibitnya sehingga suatu

ketika mereka dapat memanfaatkan kembali bibit tersebut. Hal ini menunjukkan

kepada kita bahwa masyarakat lokal tersebut mempunyai pemikiran dalam

memelihara dan menyelamatkan plasma nutfah yang berada di tangan mereka.

Beberapa petani yang berusia lanjut, kepala adat (mantiq) dan istrinya

dapat menyebutkan semua varietas yang ditemukan dalam penelitian ini (103

varietas) sedangkan yang lainnya hanya dapat menyebutkan 10 hingga 40 varietas

saja. Secara umum responden yang berusia lebih tua dapat menyebutkan dan

mengetahui lebih banyak varietas padi dibandingkan dengan yang muda (Tabel 8).

Peladang yang berusia lebih dari 50 tahun dapat menyebutkan sekitar 60%

sedangkan yang lebih muda (40-50 tahun) hanya dapat menyebutkan 40% dari

total varietas. Pengetahuan ini terus berkurang hingga para responden yang paling

Page 29: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

114

muda (20-30 tahun) hanya dapat menyebutkan sekitar 20% saja dari total varietas.

Pengetahuan tentang keanekaragaman padi ini diperoleh dari pengalaman mereka,

tukar pikiran dengan anggota pelo, dan observasi pada peladang lainnya. Namun

tampaknya pengetahuan ini semakin berkurang pada kalangan pemuda seiring

masuknya pengaruh budaya dari luar.

Tabel 8 Rata-rata jumlah varietas padi yang diketahui peladang berdasarkan

kelompok umur Umur

(tahun) Rata-rata jumlah varietas

padi yang diketahui Jumlah responden

(N) 20-30 18 10 31-40 25 16 41-50 42 14 > 50 62 10 Total 50

Pada setiap musim tanam, kebanyakan peladang menanam beberapa

varietas yang berbeda dari musim sebelumnya. Ini merupakan upaya mereka

untuk mencoba bibit yang baru. Kondisi lingkungan yang tidak begitu subur

membuat para peladang selalu mencoba varietas yang lain dan berharap dapat

tumbuh baik serta menghasilkan panen yang banyak. Jika hasil panen dari bibit

tersebut cukup baik maka pada musim tanam yang akan datang akan ditanam

kembali. Apapun alasannya (apakah pengetahuan tradisional mengenai ekologi

yang tidak disadari atau kesukaan untuk menanam berbagai kultivar padi dengan

rasa berbeda), terbukti dari banyak penelitian bahwa peladangan dengan

diversifikasi tanaman dapat merupakan sebuah strategi pertanian yang lebih

berhasil jika dibandingkan dengan pertanian monokultur.

Peladang Benuaq lebih menyukai varietas-varietas lokal untuk ditanam,

yang mungkin tidak begitu produktif seperti jenis-jenis unggul, tetapi lebih tahan

terhadap hama dan lebih menyesuaikan diri terhadap kondisi setempat. Peladang

lebih menyukai menanam padi varietas lokal yang dianggap mempunyai rasa

lebih enak dan lebih sesuai dengan tanah yang relatif miskin. Hal ini juga

didukung adanya anggapan yang berkaitan dengan budaya masyarakat berkaitan

dengan pembedaan antara parai taai (padi kita) dan parai ulutn (padi orang). Padi

kita adalah padi yang berasal dari lingkungan sendiri sedangkan padi orang

Page 30: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

115

adalah padi yang dibeli di pasar atau beredar di pasaran. Padi kita dipandang

berjiwa dan mempunyai roh, sedangkan padi orang tidak berjiwa sehingga tidak

ada tabu yang berlaku kepadanya. Perspektif ini berkembang karena dalam pola

pikir masyarakat Benuaq selalu mempertanyakan tentang asal-usul segala

sesuatunya (Hopes, 1997). Salah satu mitos (tempuutn) mengenai asal-usul padi

adalah bahwa sisa penciptaan langit dan bumi kemudian dijadikan beberapa jenis

yang salah satunya adalah padi (luikng). Dalam mitos tersebut dikisahkan bahwa

padi adalah Luikng Walo (roh padi yang berjumlah delapan gadis) anak dari

pasangan Beritutn Tautn dan Diakng Serunai (Madrah & Karaakng, 1997).

Keragaman varietas padi sangat tinggi di lingkungan masyarakat Dayak,

hal ini juga berkaitan dengan kelompok masyarakat Dayak yang berbeda-beda.

Banyaknya keragaman habitat, iklim, budaya dan praktek bertanam padi pada

masyarakat Dayak menyebabkan timbulnya seleksi varietas padi selama ribuan

tahun. Berkaitan dengan kekayaan varietas padi lokal yang dimiliki oleh

masyarakat Dayak ini, menimbulkan kekuatiran dengan berakhirnya perladangan

berpindah secara bertahap dapat menjadi penyebab hilangnya keragaman genetik

padi. Karena padi gogo yang mereka budidayakan dapat ditanam pada kondisi

tanah yang dari segi pertanian dianggap miskin. Padi mereka dapat hidup pada

kondisi lahan yang sering tidak menunjang kehidupan tanaman perdagangan

lainnya, sehingga membuat lahan yang sebetulnya tidak dapat digunakan untuk

pertanian menjadi lahan yang produktif. Menurut Bernsten et al. (1982) di

kawasan Indonesia sendiri diperkirakan terdapat lebih dari 8000 varietas padi

lokal.

Pembagian kerja dalam pengerjaan ladang

Dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak ada pembagian kerja yang jelas

antara pria dan wanita Dayak Benuaq. Kaum wanita, sebagaimana pria juga

bekerja di ladang menenteng ekek (parang), ikut menores karet, menjala dan

memancing ikan di sungai dan rawa-rawa serta pekerjaan harian lainnya. Bahkan

pengerjaan ladang pada tahun kedua lebih didominasi oleh kaum ibu sehinggga

secara adat pun diakui bahwa hasil panen yang diperoleh pada panen ke dua dan

seterusnya merupakan hak kaum wanita. Hal ini seperti dinyatakan oleh

Page 31: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

116

Mulyoutami et al. (2006) bahwa wanita suku Benuaq memainkan peranan penting

dalam aktivitas utama berladang meliputi menanam, memelihara dan memanen.

Bahkan sayur-sayuran dan tanaman palawija lainnya pun umumnya ditanam dan

dipelihara oleh kaum wanita.

Aktifitas utama masyarakat Benuaq selain berladang adalah berkebun karet

dan aktifitas ini tidak hanya didominasi oleh kaum pria saja namun kaum wanita

juga sangat berperanan. Seperti aktifitas menyadap karet (nores) yang merupakan

kegiatan harian untuk mendapatkan uang tunai bagi kebutuhan keluarga, selain

dilakukan oleh kaum pria juga banyak oleh dikerjakan oleh kaum wanita. Pada

tabel 9 ditampilkan persentase pembagian kerja antara pria dan wanita dalam

tahapan-tahapan pengerjaan ladang dan kebun karet pada beberapa responden di

Kecamatan Muara Lawa.

Tabel 9 Pembagian kerja antara pria dan wanita di ladang dan kebun karet

Aktifitas Pria % Wanita % Umaq/Ladang

Nokap (Menebas) 90 10 Noweng (Menebang) 95 5 Nyuru (Membakar) 75 25 Ngasaq (Menugal) 50 50 Ngejikut (Menyiangi) 25 75 Ngotapm (Panen) 25 75 Mengangkut ke kampung 75 25 Mengeringkan 20 80 Menggiling 50 50

Kebun karet Mencari bibit 95 5 Menanam 75 25 Menyiangi tahap 1 70 30 Menyiangi tahap 2 70 30 Memangkas 95 5 Nores (menyadap) 50 50 Menjual 50 50

Masyarakat Dayak Benuaq menginvestasikan sebagian besar waktunya

pada ladang berpindah karena merupakan mata pencaharian utama mereka.

Perkiraan waktu yang dialokasikan untuk peladangan berpindah dari 50 orang

peladang yang dipilih secara acak dilihat pada tabel 10 berikut ini. Rata-rata hari

Page 32: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

117

kerja yang dilakukan oleh peladang dalam satu musim adalah 86 hingga 220 hari.

Hal ini sangat tergantung pada luas ladang dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki

namun umumnya luas ladang mereka berkisar antara 1-2 hektar. Jumlah rata-rata

hari kerja peladang Benuaq di Kecamatan Muara Lawa tidak jauh berbeda dengan

masyarakat Benuaq di Kecamatan Tanjung Isui yang berkisar 57 hingga 184 hari

(Gonner, 2000) dan hari kerja masyarakat Kantu di Kalimantan Barat yang

berkisar 88 hingga 170 hari (Dove, 1985).

Tabel 10 Rata-rata hari kerja dalam kegiatan ladang masyarakat Benuaq

Tahap Pekerjaan Perkiraan Waktu (hari kerja)

Seleksi Lahan 1 – 7 Membuat Pondok 5 – 30 Nokap (menebas) 6 – 30 Noweng (menebang) 10 – 30 Nyuru (membakar) 1 – 2 Mongkekng (membakar sisa) 2 – 10 Ngasaq (menugal) 10 – 14 Ngejikut (menyiangi) 10 – 30 Durukng Umaq (menjaga ladang) 10 – 15 Ngotapm (panen) 25 – 40 Mengangkut Panen ke Kampung 6 – 12 Total 86 – 220

Masyarakat Dayak Benuaq tidak mendedikasikan keseluruhan waktunya

untuk berladang namun juga untuk berbagai kegiatan lainnya. Gambar 17

menunjukkan alokasi waktu tahunan masyarakat Benuaq di Kutai Barat. Mereka

juga memiliki penghidupan lain seperti berkebun karet, beternak, budidaya rotan,

berburu, menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan, dan kerajinan tangan.

Penelitian Nanang (2004) menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk

berladang berpindah ± 4,37 bulan/tahun (37%). Kerja di kebun rotan memakan

waktu hanya 1,60 bulan (13%) meliputi penanaman, pemeliharaan dan pemanenan

karena kebun rotan tidak memerlukan perawatan ekstra. Bekerja untuk tanaman

palawija (timun, jagung, sayur-sayuran dan lain- lain) dan memelihara ternak

memakan waktu 1,70 bulan (14%) pertahun. Penanaman tumbuhan palawija

biasanya bersamaan waktunya dengan menanam padi jadi mereka tidak

memerlukan waktu ekstra untuk menyiangi lahan tersebut karena lahan yang

Page 33: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

118

digunakan bersamaan dengan tanaman padi ladang. Kegiatan mengukir dan

pekerjaan membuat kerajinan tangan memerlukan waktu masing-masing 0,57

bulan (5%) dan 0,7 bulan (6%), sedangkan waktu 1,60 bulan (13%) digunakan

untuk berburu dan mencari ikan. Sisa waktu lainnya dihabiskan untuk kegiatan-

kegiatan yang lainnya.

Sumber: Nanang (2004) Gambar 17 Alokasi waktu tahunan masyarakat Dayak Benuaq di Kutai Barat

Suksesi dan kondisi tanah perladangan

Klasifikasi tahapan suksesi lahan yang diberakan dalam terminologi lokal

Benuaq ditampilkan pada Gambar 18. Klasifikasi lahan bera bekas ladang pada

masyarakat Benuaq dimulai dari satu lapisan jenis pionir hingga berkembang

menjadi struktur yang komplek seperti halnya sistem klasifikasi ilmiah. Secara

umum peladang Benuaq mengenal 5 tahap perkembangan lahan yang diberakan.

Sistem klasifikasi ini menggambarkan peralihan dari ladang yang baru

ditinggalkan hingga menjadi hutan primer seperti yang digambarkan oleh para

ahli ekologi tropis (Richards, 1996; Whitmore, 1984).

Suksesi hutan sekunder akibat kegiatan perladangan oleh masyarakat

Benuaq dimulai dari urat yaitu lahan yang baru diberakan antara 1-3 tahun yang

ditumbuhi oleh semak belukar. Tahap kedua yaitu balikng bataakng merupakan

hutan sekunder muda yang diberakan 5-15 tahun ditumbuhi oleh jenis-jenis pionir

dengan diameter batang rata-rata sebesar lengan orang dewasa. Tahap ketiga yaitu

bataakng merupakan hutan sekunder yang telah diberakan 20-30 tahun dengan -

Ladang berpindah; 38%

Budidaya rotan; 13%

Berburu/ Mencari Ikan;

13%

Mengukir; 5%

Berkebun/ beternak; 14%

Kerajinan tangan; 5%

Lainnya; 12%

Page 34: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

119

Gambar 18 Tahapan regenerasi hutan bekas ladang berdasarkan pengetahuan lokal Dayak Benuaq

Ladang (Umaq)

Belukar (Urat) Hutan sekunder awal

(Balikng bataakng) Hutan sekunder muda (Bataakng) Hutan sekunder tua

(Bengkar uraq)

Waktu (tahun)

0

40 30 50 20 1 5 10

T I N G G G i

(M)

1

30

15

Lo Sw

Tw

Ak

Ix Lc

De

Lg

Go

Ps

Ek Pl

Mg

Mg Mg

Mt Mt Eg

Vp

Pc

Vp En

Gp Fsp To

To Vp

Ma Ms

Mtc Vp

Hutan sekunder lebih tua (Bengkar tuhaq)

Page 35: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

120

Keterangan Gambar 18:

Ak: Artocarpus kemando, De: Dillenia excelsa , Eg: Euodia glabra, Ek: Eugenia kunstleri, En: Eurya nitida, Fsp: Ficus sp., Go: Glochidion obscurum, Gp: Guioa pleuropteris, Ix: Ixonanthes sp., Lc: Lithocarpus canocarpus, Lg: Lithocarpus gracilis, Lo: Litsea odorata , Ma: Melastoma affine, Mg: Macaranga gigantea, Mt: Macaranga triloba, Mtc: Macaranga trichocarpa, Pc: Pternandra courulescens, Pl: Phoebe laevis, Ps: Pithecellobium splendens, Sw: Schima wallichi, To: Trema orientalis, Tw: Tristianopsis whiteana, Vp: Vitex pinnata.

diameter pohon rata-rata sebesar paha orang dewasa. Tahap keempat yaitu bengkar

uraq merupakan hutan sekunder tua yang telah diberakan antara 30-40 tahun dan

tahap ini berlanjut hingga ke tahap kelima bengkar tuhaq yang merupakan hutan

sekunder lebih tua yang telah diberakan lebih dari 45 tahun. Setelah mencapai

tahapan klimaks kemungkinan dapat pulih kembali menjadi hutan primer seperti

sedia kala (asli bengkar) namun membutuhkan waktu yang sangat lama. Riswan et al.

(1985) yang meneliti regenerasi dan suksesi jenis di hutan Dipterocarpaceae

campuran di Kalimantan Timur menaksir bahwa setelah terbentuk rumpang yang

luas, diperlukan waktu 60 hingga 70 tahun bagi sejumlah jenis dalam tahap

perkembangannya untuk mencapai maksimumnya dan selama itu pula bagi jenis

tahap dewasa untuk menjadi jenis yang dominan. Oleh karena itu diperlukan waktu

ratusan tahun untuk pulih kembali seperti semula.

1. Urat

Urat adalah bekas ladang yang telah diberakan 1 hingga 3 tahun. Secara

umum urat berarti semak belukar. Pada tingkat regenerasi ini bekas ladang telah

ditumbuhi oleh jenis-jenis pionir sebesar jari tangan. Vegetasi pada satuan lingkungan

ini tidak ditemukan pohon, hanya berisi belta dan semai dari beberapa jenis tumbuhan

pionir. Hasil pencuplikan data pada bekas perladangan yang diberakan selama 1

tahun didapatkan 39 jenis tumbuhan pionir awal (early pioneer species). Beberapa

jenis yang menonjol pada petak ini berturut-turut adalah Bekakang (Melastoma

affine) dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 69,33 diikuti oleh Kelebotok

(Trema orientalis) 41,85, Tenterisik (Gaertnera vaginans) 29,85, Kelepapa (Vitex

pinnata) 22,32, Keranyik (Milletia sericea) 12,61, Empar (Ficus padana) 12,55,

Page 36: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

121

Wakai Pengesik (Derris thyrsiflora) 12,23, dan Mengkelunai (Macaranga

trichocarpa) 11,37.

Pada petak penelitian bekas ladang yang diberakan selama 1 tahun umumnya

masih didominasi tumbuhan pada tingkatan semai (∅ < 2 cm) dan belum

menunjukkan stratifikasi yang jelas. Tumbuhan berkayu sudah mulai menutupi herba

dan paku seperti kelepapaq (Vitex pinnata) salah satu jenis tumbuhan yang

mempunyai tinggi yang menyolok dibandingkan jenis lainnya. Tumbuhan berkayu

pada tahap awal suksesi umumnya merupakan trubus (sprouting) dari tunggul-

tunggul pohon yang ditebang pada awal pembuatan ladang. Jenis-jenis seperti

Melastoma affine (Melastomataceae) dan Trema orientalis (Ulmaceae) mendominasi

dan tumbuh mengelompok diantara tumbuhan pionir berkayu lainnya (Gambar 19).

Kedua jenis ini merupakan tumbuhan pionir yang umum ditemukan setelah ladang

diberakan. Namun umur (life-span ) dari jenis Trema orientalis hanya beberapa tahun,

selanjutnya semak-semak yang terdiri dari tumbuhan yang berumur sama tersebut

secara simultan akan mati dan digantikan oleh jenis pionir lainnya seperti Macaranga

spp.

Gambar 19 Struktur vegetasi urat (bekas ladang diberakan 1 tahun) Ket: Ma: Melastoma affine, Ms: Milletia sericea , To: Trema orientalis, Vp: Vitex pinnata

Page 37: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

122

2. Balikng Bataakng

Balikng batakng adalah bekas ladang yang berumur sekitar 5 hingga 15 tahun

setelah diberakan. Pada umumnya satuan lingkungan ini ditandai dengan semakin

besarnya diameter batang jenis-jenis tumbuhan pionir yang tumbuh di dalamnya.

Pada masyarakat Benuaq satuan lingkungan ini dicirikan dengan diameter pohon

sebesar lengan orang dewasa. Hal ini merupakan kategori lahan yang tergolong tipe

balikng bataakng dalam tahapan suksesi lahan menurut kearifan lokal Benuaq.

Menurut Inoue dan Lahjie (1990) setiap kelompok suku Dayak memiliki klasifikasi

untuk hutan sekunder, namun umur dari tahapan-tahapan suksesi tersebut tidak jelas

dan mereka mempunyai standar tersendiri untuk klasifikasi seperti kelas diameter

pohon yang terdapat di dalamnya.

Satuan lingkungan balik bataakng ini tergolong hutan sekunder muda yang

berisi berbagai jenis tumbuhan pionir. Vegetasi pada lingkungan ini masih sedikit

ditemukan tingkatan pohon, tetapi didominasi oleh jenis-jenis pionir berdiameter

kurang dari 10 cm (belta) dan tumbuh mengelompok seperti Elaeocarpus oxypyren,

Eurya nitida, dan Pternandra courulescens dengan tinggi kurang dari 10 m (Gambar

20). Sejumlah tumbuhan berkayu dengan diameter yang kecil menghasilkan

kerapatan yang tinggi dan basal area yang kecil dalam hutan sekunder muda ini.

Kekayaan jenis dalam tegakan hutan sekunder muda ini berisi sekitar 50 jenis per

1000 meter2 dalam dua lapis stratifikasi. Lapisan atas (> 5 m) di tempati oleh jenis-

jenis seperti: Elaeocarpus oxypyren, Helicia robusta, Macaranga gigantea,

Rhodamnia cinerea, Trema orientalis, dan Vitex pinnata. Sedangkan lapisan bawah

(< 5 m) ditempati oleh Eurya nitida, Guioa diplopetala, Macaranga trichocarpa,

Melastoma affine, dan Pternandra courulescens. Menurut Schmidt-Vogt (2001)

secara sistem rotasi tradisional maka ladang yang diberakan akan menjadi hutan

sekunder setelah 15-17 tahun masa bera. Hutan sekunder ini akan mempunyai

struktur yang komplek dengan pohon-pohon yang bervariasi tinggi dan diameternya.

Page 38: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

123

Gambar 20 Struktur vegetasi balik bataakng (bekas ladang diberakan 10 tahun) Ket:- Atas: En: Eurya nitida, Eo: Elaeocarpus oxypyren, Gd: Guioa diplopetala, Hr: Helicia robusta , Mg: Macaranga gigantea, Pc: Pternandra courulescens , Rc: Rhodamnia cinerea, To: Trema orientalis, Vp: Vitex pinnata

- Bawah: Elaeocarpus oxypyren (2, 3, 7, 8, 12, 16, 21, 22, 23, 24, 28, 32, 39, 40, 41,42, 80, 81, 95, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 121, 122, 123, 127, 141, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 152, 154, 155); Eurya acuminata (55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 73, 74, 75, 76, 77, 159,160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175,176, 177, 178, 179, 180, 181); Pternandra courulescens (45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 82, 83, 84, 85, 87, 88, 89, 138, 139, 140); Rhodamnia cinerea (17, 18, 27, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 37, 38, 79, 91, 92, 94, 100,101, 102, 115, 117, 128, 129, 157); Vitex pinnata (6, 10, 15, 36, 43, 44, 86, 97, 98, 105, 120, 124, 125, 126, 134, 149,150, 151, 153); Eodia glabra (1); Guioa diplopetala (11, 156); Helicia robusta (119, 135, 136, 137); Lepisanthes amoena (19); Macaranga gigantea (20); Milletia sericea (78, 96, 130, 131, 132, 133); Melastoma affine (90, 103, 126); Trema orientalis (9, 182); Ficus sp (25, 26); Sarcotheca macrophylla (104); Syzigium chloranthum (99, 116); Gaertnera vaginans (118).

Page 39: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

124

Hasil pencuplikan pada petak bekas perladangan yang diberakan lebih kurang

10 tahun ditemukan 47 jenis tumbuhan pada tingkatan belta. Jenis-jenis yang

menonjol adalah kelepapa (Vitex pinnata) dengan INP 54,54, mengkelunai

(Macaranga trichocarpa) INP 20,55, potung (Euodia glabra) INP 20,34, nkodoi

(Elaeocarpus oxypyren) INP 18,35 dan balik angin (Alphitonia incana) INP 14,41.

Sedangkan tingkatan pohon ditemukan hanya sembilan jenis dan lima jenis pohon

dominan adalah potung (Euodia glabra) INP 91,69, bengkuukng (Macaranga

gigantea) INP 46,55, nepoq (Ixonanthes sp) INP 25,24, jamuq danum (Syzigium sp)

INP 25,08 dan balik angin (Alphitonia incana) INP 22,63. Tingkatan semai yang

ditemukan sebanyak 27 jenis dan lima jenis yang menonjol adalah mengkelunai

(Macaranga trichocarpa) INP 99,02, keranyik (Milletia sericea) INP 34,78, biayukng

(Saccharum spontaneum ) INP 29,09, uwe iya (Plectocomiopsis geminiflora) INP

11,89, dan kelepapa (Vitex pinnata) INP 11,27. Jenis-jenis yang mempunyai INP

tertinggi pada tingkatan pohon, belta, dan semai ditampilkan pada lampiran 3.

Dalam siklus perladangan masyarakat Dayak Benuaq terkadang membuat

ladang pada satuan lingkungan ini. Hal ini biasanya disebabkan oleh keadaan yang

mendesak sehingga peladang tidak sempat memilih lahan lain yang lebih tua usianya.

Namun hal ini juga disebabkan keterbatasan lahan yang dimiliki sehingga masa bera

yang yang diberikan pada lahan-lahan perladangan jadi semakin singkat. Masa bera

yang semakin singkat ini akan membuat produksi ladang menjadi menurun karena

lahan yang belum kembali kesuburannya sudah diolah kembali. Dalam hal ini

perladangan berpindah yang dilakukan pada lahan yang terbatas dan masa bera yang

pendek tidak akan memberikan hasil yang memadai bagi peladang.

3. Bataakng

Bataakng menurut katagori lokal adalah bekas ladang yang sudah diberakan

dan pohon-pohon yang ada di dalam satuan lingkungan tersebut rata-rata diameternya

sudah mencapai sebesar paha orang dewasa. Selain ditandai dengan besarnya

diameter jenis-jenis pohon pionir yang tumbuh di dalamnya, juga ditandai dengan

munculnya anakan jenis-jenis klimak. Umur bera satuan lingkungan ini berkisar

Page 40: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

125

antara 20 hingga 30 tahun. Pada tegakan bataakng (20 tahun) umumnya pohon-pohon

terkonsentrasi pada diameter 10-15 cm. Frekuensi besarnya pohon meningkat dengan

bertambahnya umur hutan sekunder, seperti pada tegakan bengkar uraq dan bengkar

tuhaq. Demikian juga variasi kekayaan jenis meningkat (pohon dan belta) dengan

bertambahnya umur tegakan. Dari 9 jenis pohon pada tegakan balik bataakng dan

meningkat pada tegakan bataakng (18 jenis), selanjutnya pada tegakan bengkar uraq

(65 jenis).

Vegetasi pada tipe lahan ini didominasi oleh jenis-jenis pohon sekunder yang

tumbuh cepat seperti Macaranga spp, Artocarpus spp, Euodia glabra, Vitex spp, dan

jenis lainnya. Hasil pencuplikan data untuk tingkatan pohon diperoleh lima jenis yang

menonjol dengan Indeks Nilai Penting tertinggi yaitu bengkuukng (Macaranga

gigantea) 74,22 diikuti oleh jenis kelepapa (Vitex pinnata) 32,94, potung (Euodia

glabra) 30,68, nancakng (Macaranga triloba) 29,59, dan nepoq (Ixonanthes sp)

25,19. Pada tingkatan belta Indeks Nilai Penting tertinggi juga dari jenis bengkuukng

(Macaranga gigantea) 50,95, diikuti oleh jenis berencemoq (Pternandra

coerulescens) 13,58, keranyik (Milletia sericea) 12,33, kalajempik (Guioa

diplopetala) 9,75 dan potung (Euodia glabra) 9,22. Selanjutnya tingkatan semai

Indeks Nilai Penting Tertinggi diperoleh dari jenis keranyik (Milletia sericea) 69,91,

diikuti oleh jenis toyung tekayo (Timonius wallichianus) 24,80, kalajempik (Guioa

diplopetala) 21,85, tenterisik (Gaertnera vaginans) 14,33 dan sengkulai (Timonius

flavescens) 13,60.

Struktur vegetasi di lahan ini dapat dibedakan atas 2 strata yaitu lapisan atas

(> 10 m) dan lapisan bawah (< 10 m). Lapisan atas didominasi oleh beberapa jenis

pohon sekunder yaitu Macaranga gigantea, Macaranga triloba, Euodia glabra,

Ixonanthes sp. dan Vitex pinnata. Sedangkan lapisan bawah disusun oleh beberapa

jenis tumbuhan bawah seperti Ficus spp, Vernonia arborea, Pternandra

coerulescens, Milletia sericea, dan anakan dari beberapa jenis primer yang mulai

tumbuh pada lahan tersebut (Gambar 21). Jenis-jenis yang mendominasi pada satuan

lingkungan ini pada tingkatan pohon, belta dan semai ditampilkan pada lampiran 4.

Page 41: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

126

Gambar 21 Struktur vegetasi ladang diberakan 20 th (bataakng) dengan ∅ = 4 cm Ket: - Atas: Eg: Euodia glabra , En: Eurya nitida, Fsp: Ficus sp, Gp: Guioa pleuropteris, Mg: Macaranga gigantea, Mt: Macaranga triloba, Pc: Pternandra coerulescens, Ssp: Syzigium sp, Vp: Vitex pinnata, Vsp: Vitex sp, Xs: Ixonanthes sp.

- Bawah: Alseodaphne sp (11); Cratoxylum sumatranum (33); Durio dulcis (49); Euodia glabra (1,2,7,42); Eurya nitida (36); Ficus sp1 (10, 12, 27,28, 38); Ficus sp2 (27, 28, 30); Guioa pleuropteris (8, 31); Ixonanthes sp (25); Litsea cf. umbelata (16); Macaranga gigantea (4, 6, 9, 21, 23, 24, 26, 30,35, 37, 40, 41, 44, 45, 46, 47, 48, 53, 54, 55); Macaranga pruinosa (15); Macaranga triloba (17, 19, 20); Pternandra coerulescens (50, 51, 52, 56,57, 58, 59, 60, 61, 62, 63); Roureopsis acutipetala (3); Sindora leiococarpa (22); Syzigium sp (13, 34); Vernonia arborea (43); Vitex pinnata (5, 14, 32); Vitex sp (18,39); Xanthophylum scortechinii (29).

Page 42: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

127

4. Bengkar Uraq dan Bengkar Tuhaq

Bengkar Uraq adalah bekas ladang yang sudah diberakan di atas 35-45 tahun

sehingga lahan tersebut sudah mulai menjadi hutan sekunder tua. Sedangkan Bengkar

tuhaq adalah bekas ladang yang sudah diberakan lebih dari 45 tahun. Hasil

pencuplikan data pada bengkar uraq yang telah di berakan selama sekitar 35 tahun

menunjukkan bahwa vegetasi pada lahan ini sudah dominasi oleh tingkat

pertumbuhan pohon. Pada plot sampling ditemukan 65 jenis pohon, 76 jenis belta dan

24 jenis semai (Lampiran 5). Pada tingkatan pohon diperoleh Indeks Nilai Penting

tertinggi dari jenis nepoq (Ixonanthes sp) 20,83 diikuti oleh potung (Euodia glabra)

18,58, Darak (Artocarpus dadah) 15,29, menotn (Meliosma nitida) 12,96 dan peleleq

(Lithocarpus gracilis) 12,19. Pada tingkatan belta diperoleh Indeks Nilai Penting

tertinggi dari jenis keranyik (Milletia sericea) 13,12, diikuti oleh toyung tekayo

(Timonius wallichianus) 11,21, pasi losoq (Baccaurea stipulata) 10,71, berentoyung

(Tarenna cumingiana) 9,54 dan sengkulai (Timonius flavescens) 9,24. Sedangkan

pada tingkatan semai, lima jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting tertinggi yaitu

keranyik (Milletia sericea) 56,55, diikuti oleh sengkulai (Timonius flavescens) 17,45,

deraya julung (Horsfieldia grandis) 15,75, meliwei (Polyalthia curtisii) 15,48 dan

benung (Gluta cortisii) 15,45.

Umumnya hutan sekunder bengkar uraq dan bengkar tuhaq terdiri dari tiga

lapisan stratifikasi (Gambar 22). Jenis-jenis yang penting adalah Schima wallichii,

Ixonanthes sp, Litsea odorifera dan Tristianopsis whiteana pada lapisan atas (= 30

m). Lapisan tengah (15-30 m) terdiri dari beberapa jenis pohon yaitu Artocarpus

kemando, Eugenia kunstleri, Phoebe laevis, Platea exelsa, Litsea brachystachys,

Pithecellobium splendens, Lithocarpus conocarpus dan L. gracilis. Sedangkan

lapisan bawah umumnya terdiri dari jenis-jenis Artocarpus anisophylus, Dillenia

excelsa, Glochidion obscurum, dan Nephelium sp. Jenis-jenis yang penting pada

hutan sekunder bengkar uraq adalah Artocarpus spp, Ixonanthes sp, Lithocarpus spp,

Schima wallichii, dan Tristianopsis whiteana.

Page 43: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

128

Gambar 22 Struktur vegetasi ladang diberakan > 40 tahun (bengkar uraq) dengan diameter = 5 cm Ket: Aa: Artocarpus anisophyllus (2), Ak: A. Kemando (24), Ao: A. odoratissimus (15), De: Dillenia excelsa (19, 20), Dk: Durio kutejensis (23), Ek: Eugenia kunstleri (8), Go: Glochidion obscurum (12), Gp: Garcinia parvifolia (11),

Page 44: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

129

Lb: Litsea brachystachys (4), Lc: Lithocarpus conocarpus (18), Lg: L. gracilis (14), Lo: Litsea odorifera (21), Nsp: Nephelium sp (22), Pe: Platea exelsa (3), Pl: Phoebe laevis (17), Ps: Pithecellobium splendens (7), Ssp: Syzigium sp (5), Sw: Schima wallichii (1, 16), Tw: Tristianopsis whiteana (13), Vp: Vitex pinnata (6), Xs: Ixonanthes sp (9,10). Selain 5 tahap perkembangan lahan yang diberakan di atas, pemilihan lahan

untuk ladang juga memperhatikan topografi lahan. Berdasarkan topografi dan kondisi

lahan, masyarakat Dayak Benuaq membedakan beberapa tipe lahan untuk

perladangan yaitu: dempaak adalah lahan datar yang terletak di antara dua bukit yang

tidak terlalu tinggi atau di pinggir sungai; kerebeek atau kerereng yaitu lahan yang

miring pada lereng- lereng bukit (bukit = pentuut); dan payaakq adalah di daerah

dataran rendah atau lahan berpaya. Lahan payaakq juga terbagi 2 (dua) yaitu payaakq

belikuq engkoq yaitu lahan di dataran rendah dengan permukaan tanah tidak rata

sehingga ada bagian yang terendam air dan ada yang tidak terendam; dan payaakq

biasa yaitu lahan di dataran rendah dengan permukaan rata terendam air. Selanjutnya

varietas padi yang ditanam pada berbagai tipe lahan tersebut berbeda-beda walaupun

ada varietas yang dapat ditanam pada semua tipe lahan.

Berdasarkan hasil analisis sampel tanah lapisan atas (0 – 20 cm) yang diambil

secara purposif dari tiga lokasi suksesi lahan perladangan yaitu lahan bera 1 tahun

(urat), lahan bera 10 tahun (balik bataakng), dan lahan bera lebih dari 20 tahun

(bataakng) diketahui kondisi tanah tersebut (lampiran 23). Berdasarkan hasil analisis

tersebut dapat diketahui bahwa lahan- lahan yang telah diberakan lebih lama oleh

peladang mempunyai tingkat kesuburan yang lebih baik dari lahan yang masih muda

(baru diberakan). Secara umum tanah-tanah yang terdapat di lokasi penelitian

mengalami pencucian bahan organik dan hara tanah. Kandungan karbon organik

tanah lapisan atas menunjukkan variasi yaitu pada lahan diberakan lebih dari 20 tahun

(bataakng) sebesar 0,88 (sangat rendah), lahan diberakan 10 tahun (balik bataakng)

sebesar 3,12 (tinggi) dan lahan diberakan 1 tahun (urat) 2,48 (sedang). Sedangkan

kandungan total nitrogen tanah menunjukkan kriteria sangat rendah sampai rendah.

Kandungan total nitrogen sangat rendah yaitu 0,09 % didapatkan pada lahan

Page 45: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

130

diberakan lebih dari 20 tahun (bataakng) sedangkan pada lahan diberakan 10 tahun

yaitu 0,25 % dan 1 tahun yaitu 0,23 % tergolong sedang.

Nilai pH H2O merupakan kandungan asam aktual yang ada pada sampel

lokasi penelitian, sedangkan nilai pH KCl merupakan pH optimal yang digunakan

untuk mengetahui kondisi lahan yang bersifat paling asam. Dari tabel dapat diketahui

bahwa tingkat keasaman tanah yaitu pH H2O terendah adalah 4,60 pada lahan yang

telah diberakan 10 tahun (balik bataakng) dengan pH KCl yaitu 3, 80. Sedangkan

tingkat pH H2O tertinggi adalah 5,10 pada lahan yang telah diberakan lebih dari 20

tahun (bataakng) dengan pH KCl yaitu 4,00.

Nilai C/N menunjukkan tingkat pelapukan, semakin kecil nilai C/N berarti

tingkat pelapukan relatif makin tinggi. Dengan nilai C/N>12 menunjukkan bahwa

tingkat pelapukan relatif rendah. Nilai C/N terendah adalah pada lahan yang

diberakan lebih dari 20 tahun (bataakng) yaitu 9,78 yang menunjukkan bahwa

pelapukan pada tipe lahan tersebut relatif tinggi dibandingkan dengan lahan urat dan

balik bataakng.

Nilai kapasitas tukar kation (CEC) menunjukkan kemampuan tanah untuk

mempertahankan atau membutuhkan hara antara koloid tanah dengan larutan tanah.

Pada dasarnya nilai CEC digunakan untuk keperluan praktis, mengingat CEC dari

berbagai tanah adalah sangat beragam. Bedasarkan tabel nilai CEC terendah sampai

tertinggi berturut-turut terdapat pada lahan diberakan lebih dari 20 tahun (bataakng)

sebesar 3,70 me/100 gr tanah, lahan diberakan 1 tahun (urat) sebesar 4,62 me/100 gr

tanah, dan lahan diberakan selama 10 tahun (balik bataakng) sebesar 9,25 me/100 gr

tanah. Menurut Sembiring dkk. (2000) pada tanah alami yang normal nilai CEC

adalah sebesar 17,66 me/100 gr tanah. Hal ini menunjukkan bahwa lahan-lahan di

atas memiliki kandungan zat hara yang rendah karena nilainya j auh dibawah normal.

Kandungan P tersedia pada tipe lahan diberakan lebih dari 20 tahun yaitu 2,2

ppm, lahan diberakan 10 tahun yaitu 6,9 ppm dan lahan bera 1 tahun yaitu 10 ppm.

Nilai P pada lahan diberakan lebih dari 20 tahun termasuk rendah, karena pada tapak

tanah yang tidak terganggu secara alami akan terdapat kandungan P sebesar 7,50 ppm

(Sembiring dkk., 2000). Sedangkan pada lahan diberakan 10 tahun dan 1 tahun nilai

Page 46: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

131

P termasuk normal. Perbedaan ini diduga ada kaitannya dengan lapisan tanah yang

belum lapuk sehingga fosfat sukar larut dan belum dapat tersedia bagi tanaman.

Pembahasan

Pengembangan pertanian dengan pendekatan budaya mereka sendiri

merupakan langkah yang bijaksana untuk meningkatkan kearah kehidupan yang lebih

baik. Karena hingga saat ini peladangan berpindah tradisional (swidden agriculture)

merupakan tulang punggung ekonomi dan budaya bagi masyarakat Dayak Benuaq.

Menurut Conklin (1963) ada tiga pilar utama dalam perladangan yaitu lingkungan,

kebudayaan dan temporal. Pilar lingkungan terdiri dari faktor iklim, edafis, dan

biotik. Pilar kebudayaan perladangan adalah faktor teknologi, sosial, dan etnoekologi.

Pilar temporal perladangan menunjukkan pada lima fase suksesif dalam aktifitas

perladangan, yaitu fase pembersihan lahan, penebangan, pembakaran, penanaman dan

pemberaan. Tiga fase pertama lebih berkaitan dengan pembersihan vegetasi-vegetasi

yang tidak relevan dengan keperluan perladangan, sedangkan dua fase selanjutnya

berhubungan dengan aktifitas kontrol terhadap vegetasi yang baru tumbuh dan yang

ditanam.

Proses antropisasi terhadap lingkungan alami yang dilakukan oleh masyarakat

Dayak Benuaq untuk kegiatan pertanian telah mempengaruhi keanekaragaman jenis

tumbuhan di kawasan Kabupaten Kutai Barat. Mosaik-mosaik hutan yang terbentuk

dicirikan dengan jenis-jenis tumbuhan tertentu yang mendominasi sehingga pengaruh

aktivitas masyarakat terhadap keanekaragaman ditingkat ekologis sangat jelas

terlihat. Secara ringkas Tabel 11 berikut memberikan gambaran formasi vegetasi di

setiap satuan lingkungan yang ada di Kutai Barat saat ini.

Tabel 11 Antropisasi dan formasi vegetasi di Kabupaten Kutai Barat

Tipe aktivitas Tipe lingkungan Formasi vegetasi utama

Pertanian inisial (umaq buu)

Hutan primer, sekarang hanya ditemukan di daerah bagian hulu sungai Lawa

Hutan primer didominasi oleh jenis-jenis pohon Dipterocarpa seperti Shorea spp, Dipterocarpus spp, Dryobalanops sp, Hopea spp dan Eusideroxylon zwageri

Page 47: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

132

Tipe aktivitas Tipe lingkungan Formasi vegetasi utama

Sistem pertanian tradisional per ladangan berpindah dengan masa pemberaan lebih dari 30 tahun

Hutan sekunder tua pemberaan 30 hingga >45 tahun)

Hutan sekunder tua didominasi oleh jenis-jenis pohon seperti: Artocarpus dadah, A nitidus, A kemando, A odoratissimus, Ixonanthes sp, Cratoxylum sumatranum, Diospyros spp, Euodia glabra, Horsfieldia grandis, Koilodepas pectinatus, Meliosma nitida, Lithocarpus gracilis, Litsea spp, dan jenis lainnya.

Sistem pertanian tradisional perladangan berpindah dengan masa pemberaan kurang dari 20-30 tahun

Hutan sekunder muda Hutan sekunder muda yang didominasi oleh jenis-jenis pionir Macaranga gigantea, M. triloba, Euodia glabra, Ixonanthes sp, Vitex pinnata dan jenis lainnya.

Sistem pertanian tradisional perladangan berpindah dengan masa pemberaan kurang dari 20.

Hutan sekunder muda Hutan sekunder muda didominasi oleh jenis pionir seperti: Macaranga trichocarpa, Euodia glabra, Alphitonia incana, Homalanthus populneus, Mallotus spp, Elaeocarpus oxypyren, Vitex pinnata dan lain- lain.

Sistem pertanian tradisional perladangan berpindah dengan masa pemberaan kurang dari 10 tahun

Semak belukar Semak belukar yang didominasi oleh jenis-jenis early pionir seperti: Melastoma affine, Milletia sericea, Trema orientalis dan jenis lainnya.

Page 48: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

133

Tipe aktivitas Tipe lingkungan Formasi vegetasi utama

Sistem pertanian agroforestri (simpukng)

Kebun hutan (forest- gardens) dan kebun pekarangan (home-gardens)

- Berbagai jenis pohon dan rotan yang bernilai ekonomi serta pohon-pohon tempat bersarangnya lebah madu (tanyut)

- Berbagai jenis pohon buah-buahan: Mangifera spp, Durio spp, Baccaurea spp, Artocarpus spp, Lansium domesticum, Dimocarpus sp.

Sistem pertanian kebun buah (kebotn dukuh)

Lahan didominasi oleh jenis-jenis buah-buahan dan rotan yang bernilai ekonomis

Tegakan buatan (man-made stand) yang didominasi oleh jenis-jenis pohon buah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti Artocarpus champeden dan Nephelium spp. Pada kebun rotan disusun oleh jenis-jenis rotan tertentu seperti: Calamus manan, C. javensis, Ceratolobus subangulatus, C. concolor dan Daemonorops crinita.

Hutan peliharaan (ewei teweletn)

Hutan tegakan alami yang dipelihara dan dieksploitasi pada waktu-waktu tertentu

Pohon-pohon tegakan alami dan berbagai jenis rotan yang bernilai ekonomi maupun bernilai ekologi.

Hutan keramat (Sacred forest)

Suatu tempat yang dikeramatkan karena merupakan tempat bersemayamnya roh-roh jahat atau tempat kuburan

Ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan yang secara adat dilindungi: Canarium spp, Dipterocarpus spp, Intsia sp, Koompassia excelsa, Shorea laevis, dll.

Akibat dari intervensi masyarakat terhadap lingkungan alami menimbulkan

terbentuknya satuan-satuan lingkungan yang secara ekologis berbeda-beda yang

Page 49: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

134

masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri. Misalnya ladang (umaq), hutan

sekunder bekas ladang (urat, balikng bataakng, bataakng, bengkar uraq dan bengkar

tuhaq), agroforestri (simpukng), kebun (kebotn dukuh) dan lainnya yang setiap satuan

lingkungan tersebut dicirikan oleh jenis-jenis tumbuhan yang mendominasinya.

Aktivitas masyarakat Benuaq telah mengakibatkan perubahan komposisi floristik dan

struktur vegetasinya yang ditandai hilangnya jenis-jenis tumbuhan hutan primer (jenis

sciaphile) yang tergantikan oleh jenis-jenis tumbuhan pionir (heliophile). Kegiatan

perladangan berpindah yang dilakukan di kawasan hutan primer maupun hutan

sekunder telah mengakibatkan munculnya populasi jenis alelopati seperti padakng

(Imperata cylindrica) yang mengakibatkan kemunduran kualitas tanah. Demikian

juga yang terjadi pada pembukaan lahan di kawasan lereng perbukitan telah

menimbulkan tumbuhnya jenis paku-pakuan khususnya Gleichenia linearis yang

dapat menyebabkan penurunan kualitas lahan. Apabila diberakan dalam jangka waktu

lama, tempat-tempat yang telah lama dibuka akan mengadakan regenerasi, meskipun

suksesi untuk kembali ke hutan alam seperti semula mungkin memerlukan waktu

beratus-ratus tahun (Riswan et al, 1985).

Lahan hutan sekunder yang diberakan oleh masyarakat Benuaq untuk

perladangan (umaq lati tana) dapat dibedakan dari struktur dan komposisi yang

menyusunnya. Klasifikasi lahan bera oleh masyarakat peladang secara prinsip

berdasarkan fisiognomi hutan sekunder tersebut. Hal ini umum dijumpai pada

perkembangan hutan sekunder dari lahan yang diberakan oleh suku-suku di Indonesia

(De Jong et al, 2001). Gambar 23 memperlihatkan pertambahan jenis dan suku pada

setiap tingkatan suksesi lahan bekas ladang serta jumlah jenis yang dimanfaatkan oleh

masyarakat. Dalam hal pemanfaatan keanekaragaman yang tinggi dari jenis-jenis

tumbuhan mencerminkan biodiversitas yang tinggi dari hutan yang dikelola

masyarakat. Hampir tidak ada jenis tumbuhan tanpa manfaat bagi masyarakat Benuaq

(90% bermanfaat). Setiap pertanyaan tentang manfaat suatu jenis tumbuhan, mereka

selalu menjawab manfaat dari jenis tersebut walaupun terkadang ”hanya” berguna

untuk makanan satwa liar seperti Timonius wallichianus (toyung tekayo).

Page 50: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

135

0

20

40

60

80

100

120

1- 3 th (Urat) 5-10 th (Balikbataakng)

11 - 30 th(Bataakng)

> 35 th (Bengkaruraq)

Lama masa bera (tipe)

Jum

lah

jen

is/ s

uku

Jumlah jenis Jumlah suku Jenis bermanfaat

Gambar 23 Pertambahan jenis dan suku serta tumbuhan bermanfaat pada lahan bera

Pertanian ladang berpindah merupakan sistem penggunaan lahan yang

ekstensif daripada intensif, terutama yang berhubungan dengan penggunaan tanah

atau lahan pertaniannya. Sistem perladangan berpindah pada masyarakat Dayak

Benuaq adalah suatu bentuk pertanian yang memiliki karakteristik seperti rotasi

ladang, membersihkan dengan api, tidak terdapat binatang-binatang penarik dan

pemupukan, manusia menjadi satu-satunya tenaga, alat-alat pengolahan sederhana,

dan periode-periode yang pendek dalam pemakaian tanah di mana harus sesegera

mungkin dipulihkan dengan masa bera yang panjang. Dengan demikian mereka harus

piawai mengatur siklus perladangan mereka. Pelaksanaan aktifitas perladangan yang

berpindah-pindah tentu akan menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan

hidup di sekitarnya.

Usaha mengatasi terjadinya kerusakan lingkungan hidup di sekitar lokasi

perladangan telah dilakukan oleh peladang Benuaq sesuai dengan tradisi mereka.

Selain diberakan dengan suksesi alami maka lahan bekas ladang yang ditinggalkan

terlebih dahulu ditanami dengan berbagai jenis pohon buah-buahan dan rotan. Bahkan

pada saat sekarang umumnya masyarakat menanami ladang yang ditinggalkan dengan

pohon karet. Aktifitas tradisional di atas merupakan proses awal terbentuknya

kawasan agroforestri tradisional pada masyarakat Benuaq. Hal ini mencerminkan

bahwa mereka menyadari bahwa lingkungan hidup di sekitar lokasi perladangan

Page 51: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

136

harus tetap terjaga keseimbangannya. Secara ringkas sistem pengelolaan sumber daya

alam dan lingkungan alami serta lingkungan antropisasi disajikan dalam Gambar 24.

(modifikasi dari Gonner, 2002) Gambar 24 Siklus penggunaan lahan untuk peladangan dan agroforestri pada masyarakat Dayak Benuaq di Kecamatan Muara Lawa. Ket: tanda panah warnah merah menggambarkan jalur yang jarang tapi mungkin terjadi dalam siklus.

Sistem perladangan masyarakat Dayak Benuaq lahan biasanya digarap dua

hingga tiga kali musim tanam. Setelah itu ladang akan diberakan selama 7 hingga

lebih dari 20 tahun untuk mengembalikan kesuburan tanah. Hal ini dapat dipahami

dari penelitian Morisada et al. (2000) pada lahan dengan beberapa periode masa bera

di Kutai Barat bahwa perbandingan tanah setelah diberakan menunjukkan kandungan

nutrien tanah akan berubah sesuai dengan masa bera. Secara keseluruhan, kandungan

Perladangan Umaq: Ladang tahun I Baber : Ladang tahun II Kelewako: Ladang tahun III

Lahan Bekas Ladang (masa bera) Urat: diberakan 1-3 tahun Balik Batakng: diberakan 5-10 tahun Batakng: diberakan hingga 30 tahun Bengkar Uraq: hutan sekunder bekas ladang diberakan > 35 tahun

Agroforestri : Simpukng Ewei Teweletn Lati Rempuuq Kebotn dukuh (Kebun buah atau Kebun Karet)

Hutan Asli Bengkar : Hutan primer Bengkar Tuhaq: Hutan sekunder tua Lati Lajah: Hutan gambut Payaq: Hutan rawa

Page 52: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

137

nutrien tanah tidak perlu dilengkapi hingga 30 tahun masa bera. Penelitian tersebut

juga menunjukkan bahwa di dalam tanah karbon dan phospor yang tersedia tidak

terbentuk hingga sekurang-kurangnya 15 tahun masa bera, dan selanjutnya

produktifitas tanah diperkirakan kembali pulih setelah lebih 15 tahun masa bera.

Panjang masa bera merupakan faktor kritis untuk keberlanjutan perladangan

masyarakat Dayak. Menurut Mayer (1988) peladangan berpindah dengan masa bera

yang cukup panjang dapat merupakan bentuk penggunaan lahan pertanian yang

efisien dan bersifat terlanjutkan di daerah yang kesuburannya rendah. Namun pada

dasarnya mengenai perladangan berpindah, hingga saat ini masih terdengar silang

pendapat, apakah kegiatan ini merusak ataukah selaras dengan alam (lihat Dove,

1985; Kartawinata et al. 1984; Mubyarto dkk, 1991; Zakaria, 1994). Hasil

pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat peladang berpindah

khususnya suku Dayak Benuaq mengenal berbagai etika dan aturan yang bersifat

positif menyangkut perladangan, yang memungkinkan penekanan kerusakan yang

ditimbulkan seperti Adat Sukat Pertanahan dan Tanam Tumbuh (Madrah, 2001) dan

Adat Bekumaq (Asy’arie, 2004). Aturan-aturan tersebut tersebut tidak hanya

menyangkut mengenai pemilihan lahan yang harus benar-benar cermat agar

produksinya tinggi dan tidak menguruskan tanah, tetapi juga upaya-upaya yang

dilakukan guna mencegah terjadinya kebakaran hutan dan pelaksanaan pemberaan

lahan setelah pemane nan dalam waktu yang cukup panjang agar tanah mampu subur

kembali.

Peladangan berpindah tradisional di daerah yang kepadatan penduduknya

rendah, dapat merupakan kegiatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekologi seperti

di daerah Apo Kayan (Kartawinata et al. 1984; Jessup dan Vayda, 1988). Sistem ini

berkelanjutan, jika kondisi hasil tanaman yang rendah dan kepadatan penduduk yang

rendah dalam sistem ini dari segi sosial dan ekonomi masih tetap sesuai keinginan.

Dalam hal ini panjang masa bera merupakan faktor kritis sehingga perlu dipikirkan

lebih dalam oleh masyarakat peladang berpindah pada daerah yang mempunyai

keterbatasan lahan. Menurut Rappaport (1971) pada kelompok sistem pertanian

subsisten, 90%-95% dari daerah pencarian pangan suatu kelompok biasanya berada

Page 53: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

138

dalam keadaan bera pada setiap waktu tertentu. Keterbatasan lahan ini sudah mulai

pula dirasakan oleh para peladang berpindah di Kecamatan Muara Lawa. Hal ini

diindikasikan dengan pendeknya masa bera yang dilakukan dan hasil ladang yang

cenderung terus menurun dalam beberapa dekade terakhir diakibatkan oleh tekanan

daya dukung lingkungan yang tidak lagi mendukung sistem perladangan berpindah

yang adaptif atau integral dengan alam lingkungannya. Hasil ladang ini tampaknya

mengungkap realitas hubungan ekologis antara masyarakat Benuaq sebagai peladang

berpindah dan sumberdaya alam di lingkungannya.

Kesimpulan

Sistem peladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat Benuaq

umumnya bersifat rotasi pemakaian lahan atau dikenal dengan istilah lokal

perladangan gilir-balik (rotational cultivation). Sistem ini merupakan suatu bentuk

pertanian yang memiliki karakteristik antara lain: rotasi lahan ladang, membersihkan

dengan api, alat-alat pengolahan sederhana, tidak ada penggunaan hewan-hewan

penarik dan manusia menjadi satu-satunya tenaga, tanpa pemupukan, dan periode

yang pendek dalam pemakaian tanah dengan masa bera yang panjang. Tahapan

pengerjaaan ladang oleh masyarakat Benuaq melalui 9 tahap yang merupakan siklus

pengerjaan ladang yang dilakukan sepanjang tahun. Siklus pengerjaan ladang dimulai

dari pemilihan lahan, penebasan (nokap), menebang (nowang), membakar (nyuru ),

membakar ulang (mongkekng), menugal (ngasak), menyiangi (ngejikut), panen

(ngotepm) dan tahap akhir lahan diberakan.

Klasifikasi ladang berdasarkan urutan pengerjaan setelah masa panen pertama

adalah baber yaitu ladang yang terus diusahakan untuk kegiatan berladang pada tahun

ke dua dan kelewako yaitu ladang yang terus diusahakan hingga panen ketiga atau

merupakan lanjutan dari kelewako. Selanjutnya berdasarkan letak atau posisi ladang

masyarakat Benuaq mengenal tiga jenis ladang: Umaq buu yaitu ladang yang

letaknya terpencil dan hanya diolah oleh satu orang penggarap saja; Umaq temikng

yaitu ladang yang dibuat berdampingan terdiri dari dua hingga lima ladang secara

berdampingan; Umaq lelekng yaitu ladang yang dibuat secara beramai-ramai oleh

Page 54: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

139

suatu keluarga besar atau beberapa keluarga sehingga merupakan hamparan ladang

yang sangat luas.

Pengetahuan lokal peladang Benuaq tentang pertanian (Indigenous

agricultural knowledge) tercermin dari pengenalan mereka pada keanekaragaman

varietas padi, tahapan pertumbuhan padi dalam terminologi lokal, dan tumbuhan

indikator kesuburan. Mereka mengenal 103 varietas padi lokal yang secara umum

dibagi dua yaitu pare (padi biasa) sebanyak 67 varietas dan pulut (padi ketan)

sebanyak 36 varietas. Mereka juga mengenal 14 tingkat pertumbuhan dan

perkembangan tanaman padi ladang dalam terminologi lokal. Selanjutnya mereka

mengenal 15 jenis tumbuhan indikator ekologis yang berhubungan dengan tingkat

kesuburan tanah pada lahan yang diberakan dan menjadi pertimbangan dalam

pemilihan lahan.

Panjangnya masa bera merupakan faktor kritis untuk keberlanjutan

peladangan berpindah. Klasifikasi lahan bekas ladang berdasarkan pengetahuan

tradisional dan terminologi lokal Benuaq dimulai dari satu lapisan jenis pionir hingga

berkembang menjadi struktur yang komplek seperti halnya sistem klasifikasi ilmiah.

Tahapan suksesi berdasarkan kearifan lokal Benuaq dimulai dari urat, balikng

bataakng, bataakng, bengkar uraq dan bengkar tuhaq. Berdasarkan hasil analisis

tanah pada tiga tahapan suksesi diketahui bahwa lahan-lahan yang diberakan lebih

lama mempunyai tingkat kesuburan yang lebih baik dibandingkan lahan yang lebih

muda usia pemberaannya.

Page 55: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

140

Daftar Pustaka Asy’arie H. 2004. Fungsi Hutan dan Sistem Ladang Berpindah-pindah Menurut Adat

dan Kepercayaan Masyarakat Tradisional di Kalimantan Timur. Samarinda: Biro Humas Setdaprov Kalimantan Timur.

Bernsten RH, Siwi BH, Beachell HM. 1982. The development and diffusion of rice

varieties in Indonesia. IRRI Res. Pap. Ser. 71. Conklin H. 1963. The Study of Shifting Cultivation- el studio del cultivo de roza.

Washington DC: Union Panamericana, Secretari Gene ral, Organizacion de los Estados Americanos.

Crevello S. 2004. Dayak Land Use Systems and Indigenous Knowledge. J. Hum.

Ecol. 16(2): 69-73. De Jong W, van Noordwijk M, Sirait M, Liswanti N, Suyanto. 2001. Farming

secondary forests in Indonesia. Journal of Tropical Forest Science 13 (4): 705-726.

Dove MR. 1985. Swidden agriculture in Indonesia. The subsistence Strategies of the

Kalimantan Kantu. Berlin, New York, Amsterdam: Mouton Publishiers. Dove MR. 1988. Sistem perladangan di Indonesia: studi kasus dari Kalimantan

Barat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dyson L. 1979. Sistem dan Motivasi Gotong Royong pada Suku Bangsa Dayak

Tunjung di Desa Juhan Asa Kabupaten Kutai Kalimantan Timur [skripsi]. Jakarta: Fakultas Sastra, Universitas Indonesia .

Freeman JD. 1970. Report on the Iban. London: The Athlone Press. Friedberg C. 1989. Social relations of territorial management in light of Bunaq

farming rituals. Bijdragen tot de Taal_, Land_ en Volkenkunde 145 (4): 548-559.

Fujisaka S. 1987. Filipino Upland Farmers: Informal Ethnoscience for Agricultural

Development Research. Philipphine Studies 35: 403-409. Gonner C. 2000. Resource Management in a Dayak Benuaq Village: Strategies,

Dynamics and Prospects (A Case Study from East Kalimantan, Indonesia). Germany, Eschborn: Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ).

Page 56: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

141

Grandstaff SW, Grandstaff TB. 1987. Semi-structured Interviewing by Multidicip.

Teams in RRA. KKU Proc.: 69-88. Haviland WA. 1993. Antropologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Inoue M, Lahjie AM. 1990. Dynamics of swidden agriculture in East Kalimantan.

Agroforestry Syst. 12: 269-284. Jessup TC. 1981. Why Do Apo Kayan Shifting Cultivators Move? Borneo Research

Bulletin 13 (1): 16-32. Jessup TC, Vayda AP. 1988. Dayaks and Forests of Interior Borneo. The University

Museum Magazine of Archeology/Anthropology University of Pennsylvania. Expedition 30(1): 5-17.

Kartawinata K, Soedjito H, Jessup TC, Vayda AP & Colfer CJP. 1984. The impacts

of development on interactions between people and forests in East Kalimantan: a comparison of two areas of Kenyah Dayak settlement. Environmentalist 4. Suppl. No. 7: 87-95.

Lahajir Y. 2001. Etnoekologi perladangan orang Dayak Tunjung Linggang

(Etnografi lingkungan hidup di Dataran Tinggi Tunjung). Yogyakarta:Galang Press.

Madrah D. 2001. Adat Sukat Dayak Benuaq dan Tonyooi. Jakarta: Puspa Swara dan

Yayasan Rio Tinto. Mackinon K, Hatta G, Halim H, Mangalik A. 2000. Ekologi Kalimantan. Jakarta:

Prenhallindo. Mayer J. 1988. Letter from East Kalimantan. Wallaceana 52-53: 19-23. Morisada K, Efendi S, Ohta S. 2000. Changes in soil nutrient status after

abandonment of swidden agriculture at Benuaq Dayak village. Di dalam: Guhardja E, Fatawi M, Sutisna M, Mori T, & Ohta, S, editor. Rainforest Ecosystems of East Kalimantan: El Nino, Drought and Human Impacts. Tokyo: Springer-Verlag.

Mubyarto, Soetrisno L, Sudiro P, Awang AA, Sulistyo, Dewanta AS, Rejeki NS,

Pratiwi E. 1991. Kajian Sosial Ekonomi Desa-desa Perbatasan di Kalimantan Timur. Yogyakarta: Aditya Media Press.

Page 57: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

142

Mulyoutami E, Rismawan R, Joshi L. 2006. Knowledge and use of local plants from Simpukng (forest garden) among Dayak people in East Kalimantan. Bogor: ICRAF Working Paper.

Nanang M. 2004. Time Investment and Subsistence Value. Media CSF Vol. 5(1): 10. Ohta S, Effendi S, Tanaka N, Miura S. 1993. Ultisol of “lowland dipterocarp forest”

in East Kalimantan, Indonesia III. Clay minerals, free oxides, and exchangeable cations. Soil Sci Plant Nutr 39: 1-12.

Okimori Y, Matius P. 2000. Tropical Secondary Forest and Its Succession Following

Traditional Slash-and-Burn Agriculture in Mencimai, East Kalimantan. Di dalam: Guhardja E, Fatawi M, Sutisna M, Mori T, & Ohta S, editor. Rainforest Ecosystems of East Kalimantan: El Nino, Drought and Human Impacts. Tokyo: Springer-Verlag.

Rappaport RA. 1971. The flow of energy in an agricultural society. Scientific

American 225: 117-132. Richards PW. 1996. The Tropical Rain Forest: An Ecological Study (2nd Edition).

Cambridge: Cambridge University Press. Riswan S, Kenworthy JB, Kartawinata K. 1985. The estimation of temporal processes

in the tropical rain forest: a study of primary mixed dipterocarp forest in Indonesia. J. Trop. Ecol. 1: 171-182.

Schmidt-Vogt D. 2001. Secondary Forest in Swidden Agriculture in the Highlands of

Thailand. Journal of Tropical Forest Science 13 (4): 748 – 767. Sellato B. 1989a. Hornbill and Dragon. Jakarta: Elf Aquitaine Indonesie-Elf

Aquitaine Malaysia. Sembiring S, Butarbutar T, Harahap RMS, Purba A. 2000. Perubahan sifat-sifat tanah

pada tapak Pinus merkusii dan hutan alam setelah delapan tahun dikonversi menjadi tanaman Eucalyptus urophylla di Aek Nauli. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian. Parapat: Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar 4 Maret 2000.

Setyawati I. 1997. Knowledge and Use of Rice Varieties in Apau Ping. In: Sorensen,

K.W & B. Morris (ed.). People and Plants of Kayan Mentarang. London: WWF-Indonesia Programme.

Sillander K. 2002. Houses and social organization among the Bentian of East

Kalimantan. Borneo Research Bulletin 33: 82-99 Sumual K. 1998. Papatn Puti: An Eco-cultural Museum. Borneo 4 (1/2): 48-55.

Page 58: 4. AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA … · AKTIFITAS PERLADANGAN BERPINDAH DALAM BUDAYA MASYARAKAT DAYAK BENUAQ ... Penelitian dilakukan bulan Juni 2005 hingga Juni 2007

143

Supardiyono. 1999. Pengetahuan Keanekaragaman Tumbuhan dan Pemanfaatan

Satuan Lansekap Masyarakat Etnis Dayak di Taman Nasional Bentuang Karimun dan Sekitarnya [thesis]. Jakarta: Pascasarjana Universitas Indonesia.

Whitmore TC. 1984. Tropical Rainforests of The Far East (2nd edition). Oxford:

Clerendon Press. Zakaria RY. 1994. Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta: WALHI.