3-2 tumbukan biner

10
TUMBUKAN BINER L. Muhammad Musafar K 302 10 009 3-2-12 TUMBUKAN BINER L. Muhammad Musafar K. Tumbukan merupakan interaksi antar molekul gas yang mengakibatkan terjadinya perubahan kecepatan molekul sebelum dan setelah terjadinya tumbukan. Tumbukan tidak harus ditinjau sebagai tumbukan head-to-head, sepanjang interaksi tersebut menyebabkan perubahan kecepatan partikel maka interaksi itu dapat dikatakan memenuhi kriteria tumbukan. Tumbukan biner dalam gas merupakan tumbukan yang terjadi antar dua buah molekul. Oleh karena gas yang ditinjau adalah gas berkerapatan rendah maka peluang terjadinya tumbukan yang melibatkan lebih dari dua partikel memiliki probabilitas lebih kecil dibandingkan tumbukan yang melibatkan dua partikel saja. Sebagai ilustrasi, jika dalam sebuah ruang terdapat sangat banyak molekul maka peluang bertemunya dua partikel atau lebih memiliki probabilitas yang lebih tinggi dibandingkan jika jumlah partikel jauh lebih sedikit dalam ruang tersebut. Oleh karena itu, tinjauan tumbukan biner berlaku sah untuk gas dengan kerapatan rendah. Dalam peristiwa tumbukan biner ini molekul ditinjau bertumbukan secara elastis sempurna. Dengan demikian selama proses tumbukan tersebut berlaku hukum kekekalan momentum dan kekekalan energi kinetik. Andaikan molekul-1 memiliki massa 1 m bergerak dengan kecepatan 1 v r dan molekul-2 memiliki massa 2 m bergerak dengan kecepatan 2 v r sebelum terjadinya tumbukan dan setelah terjadi tumbukan kecepatan molekul-1 dan 2 mengalami perubahan menjadi 1 vr dan 2 vr . HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM 2 2 1 1 2 2 1 1 v m v m v m v m + = + r r r r 2 1 2 1 p p p p + = + r r r r (1)

Upload: dyra-kesuma

Post on 21-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-12

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K.

Tumbukan merupakan interaksi antar molekul gas yang mengakibatkan terjadinya perubahan

kecepatan molekul sebelum dan setelah terjadinya tumbukan. Tumbukan tidak harus ditinjau

sebagai tumbukan head-to-head, sepanjang interaksi tersebut menyebabkan perubahan

kecepatan partikel maka interaksi itu dapat dikatakan memenuhi kriteria tumbukan.

Tumbukan biner dalam gas merupakan tumbukan yang terjadi antar dua buah molekul. Oleh

karena gas yang ditinjau adalah gas berkerapatan rendah maka peluang terjadinya tumbukan

yang melibatkan lebih dari dua partikel memiliki probabilitas lebih kecil dibandingkan

tumbukan yang melibatkan dua partikel saja. Sebagai ilustrasi, jika dalam sebuah ruang

terdapat sangat banyak molekul maka peluang bertemunya dua partikel atau lebih memiliki

probabilitas yang lebih tinggi dibandingkan jika jumlah partikel jauh lebih sedikit dalam ruang

tersebut. Oleh karena itu, tinjauan tumbukan biner berlaku sah untuk gas dengan kerapatan

rendah.

Dalam peristiwa tumbukan biner ini molekul ditinjau bertumbukan secara elastis sempurna.

Dengan demikian selama proses tumbukan tersebut berlaku hukum kekekalan momentum dan

kekekalan energi kinetik. Andaikan molekul-1 memiliki massa 1m bergerak dengan kecepatan 1vr

dan molekul-2 memiliki massa 2m bergerak dengan kecepatan 2vr sebelum terjadinya

tumbukan dan setelah terjadi tumbukan kecepatan molekul-1 dan 2 mengalami perubahan

menjadi 1v′r dan 2v′r .

HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM

22112211 vmvmvmvm ′+′=+rrrr

2121 pppp ′+′=+rrrr (1)

Page 2: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-13

HUKUM KEKEKALAN ENERGI KINETIK

221

211

221

211 vm

21vm

21vm

21vm

21 ′+′=+

2

22

1

21

2

22

1

21

m2p

m2p

m2p

m2p ′

+′

=+ (2)

KECEPATAN DAN MOMENTUM PUSAT MASSA

Sebelum tumbukan,

21

2211

mmvmvmV

++

=rrr

(3)

221121 vmvmV)mm( rrr+=+

2211 vmvmVM rrr+= (4)

dimana

21 mmM += (5)

menyatakan massa total.

Sedangkan momentum total adalah

2211 vmvmP rrr+=

21 ppP rrr+= (6)

Setelah tumbukan, diperoleh dengan cara yang sama seperti di atas,

21

2211

mmvmvmV

+′+′

=′rrr

kalikan oleh 21 mm +

221121 vmvmV)mm( ′+′=′+rrr

2211 vmvmVM ′+′=′rrr

2211 vmvmVM ′+′=′rrr

atau

2211 vmvmP ′+′=′rrr

21 ppP ′+′=′rrr

(7)

Page 3: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-14

KECEPATAN DAN MOMENTUM RELATIF

Kecepatan relatif diberikan oleh

21 vvu rrr−=

Sedangkan momentum relatif diberikan oleh,

)vv(u 21rrr

−= μμ

dimana μ menyatakan massa reduksi,

21 m

1m11+=

μ

21

21

mmmm+

=μ (8)

Jadi, momentum relatif sebelum tumbukan

)vv(mm

mmup 2121

21 rrrr−

+== μ

2221

111

21

2 vmmm

mvmmm

mp rrr

+−

+=

21

12 p

Mmp

Mmp rrr

−= (9)

Kecepatan relatif setelah tumbukan

21 vvu ′−′=′rrr (10)

dan momentum relatif setelah tumbukan,

21

12 p

Mmp

Mmp ′−′=′

rrr (11)

TINJAU HUKUM KEKEKALAN MOMENTUM

2121 pppp ′+′=+rrrr

PP ′=rr

(12)

Ini berarti bahwa peristiwa tumbukan tidak mengubah momentum total.

Page 4: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-15

TINJAU HUKUM KEKEKALAN ENERGI KINETIK

Dari persamaan (2), kekekalan energi kinetik diberikan oleh,

2

22

1

21

2

22

1

21

m2p

m2p

m2p

m2p ′

+′

=+

atau

2

22

1

21

2

22

1

21

mp

mp

mp

mp ′

+′

=+ (13)

Tinjau persamaan (6) dan (9)

21 ppP rrr+=

21

12 p

Mmp

Mmp rrr

−= kalikan oleh M

Maka kita memiliki,

21 ppP rrr+= kalikan oleh 1m

2112 pmpmpM rrr−=

maka

21111 pmpmPm rrr+=

2112 pmpmpM rrr−=

Jumlahkan kedua persamaan ini,

( ) ( )211221111 pmpmpmpmpMPm rrrrrr−++=+

( ) 12112111 pmmpmpmpMPm rrrrr+=+=+ karena Mmm 21 =+ , maka

11 pMpMPm rrr=+

maka

pPMmp 1

1rrr

+= (14)

Subtitusi persamaan (14) kedalam persamaan (6) atau (9),

21 ppP rrr+= kita pilih persamaan (6)

21 ppP

MmP rrrr

++=

Page 5: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-16

pPMmPp 1

2rrrr

−−=

pPMm

MPMp 1

2rr

rr

−−=

pPM

mMp 12

rrr−

−= oleh karena Mmm 21 =+ ,

pPM

mmmp 1212

rrr−

−+=

pPMmp 2

2rrr

−= (15)

Tinjau persamaan (7) dan (11),

21 ppP ′+′=′rrr

21

12 p

Mmp

Mmp ′−′=′

rrr kalikan oleh M

maka

21 ppP ′+′=′rrr

kalikan oleh 1m

2112 pmpmpM ′−′=′rrr

maka

21111 pmpmPm ′+′=′rrr

2112 pmpmpM ′−′=′rrr

Jumlahkan kedua persamaan ini,

( ) ( )211221111 pmpmpmpmpMPm ′−′+′+′=′+′rrrrrr

( )12111 pmpmpMPm ′+′=′+′rrrr

( ) 1211 pmmpMPm ′+=′+′rrr

oleh karena Mmm 21 =+ ,

11 pMpMPm ′=′+′rrr

pPMmp 1

1 ′+′=′rrr (16)

Page 6: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-17

Subtitusi persamaan (16) kedalam persamaan (7) atau (11),

21 ppP ′+′=′rrr

kita pilih persamaan (7)

21 ppP

MmP ′+′+′=′

rrrr

pPMmPp 1

2 ′−′−′=′rrrr

pM

PmPMp 12 ′−

′−′=′

rrr

r

pPM

mMp 12 ′−′

−=′

rrr

pPM

mmmp 1212 ′−′

−+=′

rrr

pPMmp 2

2 ′−′=′rrr (17)

Substitusi persamaan (14), (15), (16), dan (17) kedalam persamaan (13),

2

22

1

21

2

22

1

21

mp

mp

mp

mp ′

+′

=+

2

2

2

21

1

22

2

21

1

pPMm

m1pP

Mm

m1pP

Mm

m1pP

Mm

m1

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−′+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+′=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

rrrrrrrr

2

2

2

21

1

22

2

21

1

pPMm

m1pP

Mm

m1pP

Mm

m1pP

Mm

m1

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−′+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+′=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

rrrrrrrr

Subtitusi persamaan (12), yaitu PP ′=rr

2

2

2

21

1

22

2

21

1

pPMm

m1pP

Mm

m1pP

Mm

m1pP

Mm

m1

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

rrrrrrrr (18)

Hitung: 2

1

1

pPMm

m1

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ +

rr

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⋅++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ + pP

Mm2pP

Mm

m1pP

Mm

m1 122

2

21

1

21

1

rrrr

pPM2

mpP

MmpP

Mm

m1

1

22

21

21

1

rrrr⋅++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ + (19)

Page 7: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-18

Hitung: 2

2

2

pPMm

m1

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

rr

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⋅−+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ − pP

Mm2pP

Mm

m1pP

Mm

m1 222

2

22

2

22

2

rrrr

pPM2

mpP

MmpP

Mm

m1

2

22

22

22

2

rrrr⋅−+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ − (20)

Hitung: 2

1

1

pPMm

m1

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+

rr

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛′⋅+′+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+ pP

Mm2pP

Mm

m1pP

Mm

m1 122

2

21

1

21

1

rrrr

pPM2

mpP

MmpP

Mm

m1

1

22

21

21

1

′⋅+′

+=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+

rrrr (21)

Hitung: 2

2

2

pPMm

m1

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−

rr

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛′⋅−′+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′− pP

Mm2pP

Mm

m1pP

Mm

m1 222

2

22

2

22

2

rrrr

pPM2

mpP

MmpP

Mm

m1

2

22

22

22

2

′⋅−′

+=⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−

rrrr (22)

Jumlahkan persamaan (19) dan (20), maka

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⋅−++⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛⋅++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ + pP

M2

mpP

MmpP

M2

mpP

MmpP

Mm

m1pP

Mm

m1

2

22

22

1

22

21

22

2

21

1

rrrrrrrr

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

2

22

22

1

22

21

22

2

21

1 mpP

Mm

mpP

MmpP

Mm

m1pP

Mm

m1 rrrr

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

2

2

1

22

222

21

22

2

21

1 mp

mpP

MmP

MmpP

Mm

m1pP

Mm

m1 rrrr

Page 8: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-19

( ) 2

212

2

21

22

2

21

1

pm1

m1

MPmmpP

Mm

m1pP

Mm

m1

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

rrrr

2

212

222

2

21

1

pm1

m1

MPMpP

Mm

m1pP

Mm

m1

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

rrrr

2

21

222

2

21

1

pm1

m1

MPpP

Mm

m1pP

Mm

m1

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

rrrr (23)

Jumlahkan persamaan (21) dan (22),

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛′⋅−

′++⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛′⋅+

′+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+ pP

M2

mpP

MmpP

M2

mpP

MmpP

Mm

m1pP

Mm

m1

2

22

22

1

22

21

22

2

21

1

rrrrrrrr

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ′++⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛ ′+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+

2

22

22

1

22

21

22

2

21

1 mpP

Mm

mpP

MmpP

Mm

m1pP

Mm

m1 rrrr

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ ′+

′+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+

2

2

1

22

222

21

22

2

21

1 mp

mpP

MmP

MmpP

Mm

m1pP

Mm

m1 rrrr

( ) 2

212

2

21

22

2

21

1

pm1

m1

MPmmpP

Mm

m1pP

Mm

m1 ′⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛+++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+

rrrr

2

212

222

2

21

1

pm1

m1

MPMpP

Mm

m1pP

Mm

m1 ′⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+

rrrr

2

21

222

2

21

1

pm1

m1

MPpP

Mm

m1pP

Mm

m1 ′⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛++=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+

rrrr (24)

Subtitusi persamaan (23) dan (24) kedalam persamaan (18),

2

2

2

21

1

22

2

21

1

pPMm

m1pP

Mm

m1pP

Mm

m1pP

Mm

m1

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ ′−+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ ′+=⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ +

rrrrrrrr

2

21

22

21

2

pm1

m1

MPp

m1

m1

MP ′⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛++=⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛++

2

21

2

21

pm1

m1p

m1

m1 ′⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛+=⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛+

22 pp ′=

Page 9: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-20

atau

pp ′= (24)

Ini mengimplikasikan bahwa tumbukan tidak mengubah besar dari kecepatan relatif atau

momentum relatif. Hal tersebut dapat diartikan bahwa proses tumbukan hanya merotasikan

arah momentum atau kecepatan relatif tanpa mengubah besar.

Andaikan sudut antara pr dan p′r adalah θ, dan sudut azimutal p′r terhadap pr adalah φ. Sudut

ini secara lengkap mencirikan kinematika tumbukan. Sudut θ dan φ secara kolektif

dilambangkan oleh Ω dan disebut sebagai sudut hamburan. Jika potensial yang berperan dalam

hamburan adalah potensial terpusat yaitu potensial yang hanya bergantung pada jarak antar-

molekul maka hamburan tidak bergantung pada φ.

Aspek dinamis daripada tumbukan digambarkan oleh penampang lintang differensial (differential

cross-section) yang didefenisikan sebagai berikut. Tinjau beam partikel-2 yang datang menuju

partikel-1. Dalam hal ini, partikel-1 merupakan target. Fluks partikel yang datang I didefenisikan

sebagai jumlah partikel yang datang melewati suatu elemen luas tiap detik diamati dari partikel target:

|vv|nI 21rr

−= (25)

dimana n adalah kerapatan partikel beam yang datang. Penampang lintang diferensial dσ/dΩ

didefenisikan sebagai jumlah molekul datang yang dihamburkan tiap detik dalam elemen

sudut-permukaan (solid-angle) dΩ di sekitar arah Ω dan dituliskan sebagai

ΩΩΩσ d

d)(dI ××

Page 10: 3-2 TUMBUKAN BINER

TUMBUKAN BINER

L. Muhammad Musafar K 302 10 009

3-2-21

Penampang lintang diferensial memiliki dimensi luas. Jumlah molekul terhambur dalam dΩ

tiap detik sama dengan jumlah molekul dari beam yang datang melewati luasan dσ/dΩ tiap detik.

Luas total penampang lintang menyatakan jumlah molekul terhambur tiap detik,

∫= ΩΩσΩσ

d)(ddtot (26)

atau persamaan (26) dapat dituliskan sebagai,

∫= )(dtot ΩσΩσ (27)

Dalam mekanika klasik penampang lintang diferensial dapat dihitung dari potensial molekular

dengan cara berikut. Pertama, lakukan transformasi sistem koordinat terhadap sistem pusat

massa, dimana momentum total adalah nol. Karena yang ditinjau hanya domain non-relativistik

maka hal ini memasukkan translasi seluruh kecepatan dengan besar konstan. Jadi, kita hanya

perlu mengikuti trayektori satu molekul yang bergerak di sepanjang satu orbit tertentu saat

partikel tersebut dihamburkan oleh pusat gaya/massa tetap. Andaikan partikel datang

mendekati pusat gaya/massa dengan momentum relatif pr dan ketika menjauhi titik pusat gaya

tersebut partikel memiliki momentum p′r , maka momentum relatif tersebut hanya mengalami

rotasi memenuhi persamaan (24). Jarak normal antara garis lintasan partikel ke garis titik pusat

gaya disebut sebagai impact parameter.