275330822 polineuropati-diabetik

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik, ditandai dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara progresif. Jenis neuropati cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik, dan derajad perkembangan penyakitnya. Neuropati mulai dari yang akut hingga reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel. 1,2 Neuropati merupakan bagian dari “tripati” yaitu bentuk komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas neuropati, retinopati dan nefropati. Angka kejadian neuropati diabetik umumnya meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya durasi diabetes melitus. 3,4 Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen yang menunjukan abonrmalitas, merupakan 1

Upload: taufiq-andrian

Post on 10-Jan-2017

325 views

Category:

Health & Medicine


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 275330822 polineuropati-diabetik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik,

ditandai dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara

progresif. Jenis neuropati cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik,

dan derajad perkembangan penyakitnya. Neuropati mulai dari yang akut hingga

reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel.1,2

Neuropati merupakan bagian dari “tripati” yaitu bentuk komplikasi yang

paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas

neuropati, retinopati dan nefropati. Angka kejadian neuropati diabetik umumnya

meningkat dengan bertambahnya umur dan lamanya durasi diabetes melitus.3,4

Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen yang menunjukan

abonrmalitas, merupakan komplikasi jangka panjang dan sangat signifikan

menghasilkan morbiditas dan mortalitas.5

Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup

sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat

menimbulkan komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat

dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan

kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.6

Umumnya neuropati diabetik terjadi setelah adanya intoleransi glukosa yang

cukup lama sehingga hiperglikemia persisten dianggap sebagai faktor primer.

1

Page 2: 275330822 polineuropati-diabetik

Walaupun demikian, faktor metabolik ini bukanlah satu-satunya faktor yang

bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik. Beberapa teori lain

yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve growth factor.1,2

Ada beberapa manifestasi klinik neuropati termasuk diantaranya

mononeuropati ataupun polineuropati. Pada pasien diabetes melitus lebih banyak

ditemukan polineuropati sensoris distalis, disertai dengan gangguan serat saraf

motorik dan otonom. Polineuropati merupakan jenis neuropati yang menyebabkan

kelainan fungsional simetris akibat kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi

seluruh susunan saraf perifer.1,7,8

Manifestasi bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa

terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat.

Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik yang semua itu

bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.9

Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan polineuropati diabetes

antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh dan amputasi

jari/kaki.2

Berdasarkan penjelasan mengenai neuropati diabetik terkhususnya

polineuropati sebagai bentuk komplikasi kronis diabetes melitus yang paling

sering terjadi. Maka saya tertarik untuk mengambil polineuropati diabetes sebagai

referat saya.

2

Page 3: 275330822 polineuropati-diabetik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa

saraf perifer yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari

peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif

yang menunjukan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi

pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Distribusi

polineuropati umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat.

Polineuropati atau peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan

dimulai dari kaki kemudian meningkat ke atas.10,11

2.2 Epidemiologi

Studi epidemiologi menunjukan prevalensi dari peripheral neuropati

berkisar antara 5% sampai 100%. Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam

berbagai literatur sangat bervariasi. Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan

bahwa 10-20 % pasien saat ditegakan Diabetes Melitus telah mengalami

neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan dengan

lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita

diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetik 50 %. Kemungkinan

terjadi neuropati diabetik pada kedua jenis kelamin sama.12,13,14

Neuropati ditemukan pada hampir 30 % penderita diabetes melitus, angka

kejadian neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16 %

3

Page 4: 275330822 polineuropati-diabetik

sampai dengan 26 % penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat

berkaitan dengan perkembangan dan progresivitas neuropati diabetik dan hal ini

berpengaruh terhadap timbulnya nyeri neuropati pada penderita diabetes

melitus.2,15

Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65 tahun.

Penyebab Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar

66%. Sekitar 8% sudah menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50%

setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45% pada pasien NIDDM, 54% pada pasien

IDDM.1,15

2.3 Faktor Risiko

Hiperglikemia merupakan faktor risiko pada pasien DM Tipe 1 dan DM

Tipe 2. Hubungan lain yang juga berperan adalah usia, lama mengalami diabetes,

kualitas kontrol metabolik, berat badan, konsumsi rokok, kadar HDL dan temuan

penyakit kardiovaskular.15,16

2.4 Patofisiologi

Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan

pembuluh darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik,

sensorik, dan vegetatif. Dari segi fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan

berdasarkan ukuran penampangnya, yaitu saraf tipe A (5-12 mikron), tipe B (3-4

mikron), dan tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya bermielin tebal, tipe b

bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin tebal adalah

akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis

protopatik. Akson bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan

4

Page 5: 275330822 polineuropati-diabetik

sebagian saraf sensorik. Akson yang tidak bermielin adalah akson sensorik dan

autonom.2

Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan

karena interaksi beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik.

Faktor kausatif utama adalah gangguan metabolik jaringan saraf.1,2,12,15

1) Faktor metabolik

Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang

berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal

bebas dan aktivasi Protein Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end

products (AGEs). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya

vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun bersama rendahnya

mioninositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik. Berbagai penelitian

membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik sangat berhubungan dengan

lama dan beratnya diabetes melitus.

a. Peningkatan aktivitas jalur poliol

Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang

berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur

poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim adose-reduktase, yang

mengubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh

sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa

dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas.

Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf

menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan

5

Page 6: 275330822 polineuropati-diabetik

edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol mengakibatkan terhambatnya

mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan

akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan

merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase c (PKC).

b. Aktivasi PKC

Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na

intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol

masuk ke dalam saraf sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf.

Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf

yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena

nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan nitric oxide

synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan

saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide

(NO).

c. Sintesis advance glycosilation end products (AGEs).

Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia

berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation

end products (AGEs). Ages ini sangat toksik dan merusak semua protein

tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka

sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi

berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya

mioinositol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan

aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali

6

Page 7: 275330822 polineuropati-diabetik

glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut

menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut

tidak dapat diperbaiki lagi.

2) Kelainan vaskular

Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular.

Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang

disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan

endotel vaskular dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi

mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui

penebalan membran basalis; trombosit pada arteriol intraneural; peningkatan

agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnnya

aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal,

pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian

neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah dengan

modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang tinggi,

indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.

3) Mekanisme Imun

Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1

memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm

tipe 2 memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody

tersebut berperan pada patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang

menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik adalah antineural

antibodies pada serum sebagian penyandang diabetes melitus. Autoantibodi

7

Page 8: 275330822 polineuropati-diabetik

yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan

sensorik yang bias dideteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu

adanya penumpukan antibodi dan komplemen pada berbagai komponen saraf

suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun.

4) Peran nerve growth factor (NGF).

NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf.

Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan

berhubungan dengan derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen

substance p dan calcitonin-gen-regulated peptide (CGRP). Peptide ini

mempunyai efek terhadap vasodilatasi, mobilitas intestinal dan nosiseptif, yang

semuanya mengalami gangguan pada neuropati diabetik.

2.5 Manifestasi Klinis

Terlihat pada 20% pasien diabetes melitus, tetapi dengan pemeriksaan

elektrofisiologi pada diabetes melitus asimptomatik tampak bahwa penderita

sudah mengalami neuropati subklinik. Pada kasus yang jarang, neuropati mungkin

merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.1,2,16

8

Page 9: 275330822 polineuropati-diabetik

Gambar 2-1 Perbedaan manifestasi klinis dari neuropati diabetes (Modified from Pickup J, Williams G [eds]. Textbook of Diabetes, Vol 1. Oxford, UK, Blackwell Scientific, 1997.)5

Polineuropati sensorik-motorik simetris, bentuk ini paling sering dijumpai,

keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat.

Polineuropati biasanya memiliki karakteristik : 12,17

Gambar 2-2 Perbedaan manifestasi klinis neuropati serat besar –dan kecil fibroneuropathy. ADL, activities of daily living; QOL, quality of life. (Adapted from Vinik AI, Mehrabyan A. Diabetic neuropathies. Med Clin

North Am 2004;88:947-999.) 5

9

Page 10: 275330822 polineuropati-diabetik

1) Tanda pertama muncul pada tungkai bawah.

2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam

hari. Ada rasa tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah

3) Sensasi sarung pada kaki “seperti kaos kaki”

4) Kehilangan refleks Achilles

5) Penyusutan atau kehilangan perasaan getar, dimulai dari distal.

6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki.

7) Makin lama, paresis sepanjang extensor jari dan kaki.

8) Kedua kaki terkulai.

9) Sensasi seperti terbakar.

10) Gangguan sensoris dan kelemahan menyebar ke tungkai atas.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Diagnosis Diabetes Melitus

Langkah-langkah diagnosis dm dan gangguan toleransi glukosa berdasarkan

perkeni dalam konsensus diabetes melitus tipe 2 Tahun 2011 ditegakkan atas

dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas

dasar adanya glukosuria.13,14

Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan

adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan

menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.13

10

Page 11: 275330822 polineuropati-diabetik

Secara ringkas kriteria diagnosis diabetes melitus untuk dewasa tidak hamil

berdasarkan Perkeni Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2-1 seperti yang tertera

di bawah ini. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.

Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan

klasik diabetes melitus seperti di bawah ini :14

1) Keluhan klasik berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan.

2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Tabel 2-1. Kriteria Diagnosis DM

No. Kriteria diagnosis diabetes melitus

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

3.Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO yang dilakukan dengan standar who, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ada 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.14

11

Page 12: 275330822 polineuropati-diabetik

Keterangan gambar : GDP = glukosa darah puasaGDS = glukosa darah sewaktuGDPT = glukosa darah puasa tergangguTGT = toleransi glukosa terganggu

Gambar 2-1. Langkah-Langkah Diagnostik DM

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau dm,

bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam

kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu

(GDPT).13,14

1) TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan

glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/l).

2) GDPT : diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma

puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l) dan pemeriksaan

TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl.

12

Page 13: 275330822 polineuropati-diabetik

2.6.2 Diagnosis Polineuropati Diabetes

Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical

sensorymotor polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan yang paling sering

terjadi, ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi

motorik (lebih jarang) berlangsung pada bagian distal yang berkembang ke arah

proksimal.1,2

Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat

bergantung pada ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya

dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja tidak cukup mengeluarkan

kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan

pengkajian terhadap : 1). Refleks motorik, 2). Fungsi serabut saraf besar dengan

tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan

(estesiometer dengan filament mono semmes-weinstein); 3). Fungsi serabut saraf

kecil dengan sensasi suhu; 4). Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya

gangguan hantar saraf dapat dikerjakan elektromiografi.2

Bentuk lain yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom

(parasimpatis dan simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (dan). Uji

komponen parasimpatis dan dilakukan dengan 1). Tes respons denyut jantung

terhadap maneuver vasalva; 2). Variasi denyut jantung selama napas dalam

(denyut jantung maksimum-minimum). Uji komponen simpatis dan dilakukan

dengan 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); respons

tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).18

2.7 Terapi

13

Page 14: 275330822 polineuropati-diabetik

Strategi pengelolaan pasien diabetes melitus dengan keluhan neuropati

diabetes dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pengelolaan pertama adalah diagnosis

nd sedini mungkin, strategi kedua yaitu dengan kendali glikemik dan perawatan

kaki sebaik-baiknya, dan strategi yang ketiga yaitu pengendalian keluhan

neuropati/nyeri neuropati diabetik. Selain itu pengendalian neuropati diabetik

perlu melibatkan banyak seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah

dan parameter metabolik lain.13

1) Perawatan umum/kaki1

Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah

trauma berulang pada neuropati kompresi.

2) Pengendalian glukosa darah2

Pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala merupakan

langkah pertama yang harus dilakukan, pengendalian faktor metabolik lain

perlu dilakukan seperti hemoglobin, albumin, dan lipid sebagai komponen tak

terpisahkan juga perlu dilakukan. Pengendalian glukosa darah mampu

mengurangi komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati.

3) Terapi medikamentosa1

Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik diabetes

melitus termasuk neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang

berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu :

a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat

penimbunan sorbitol dan fruktosa.

b. Penghambat ACE

14

Page 15: 275330822 polineuropati-diabetik

c. Neurotropin : nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor.

d. Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan

radikal hidroksil, superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali

glutation.

e. Penghambat protein kinase c

f. Gangliodes, merupakan komponen utama membrane sel.

g. Gamma linoleic acid (GLA) suatu prekusor membrane fosfolipid.

h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs.

i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik

maupun non neurologik akibat penyakit autoimun.

4) Pedoman pengelolaan dengan nyeri 1,2

Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk

memahami mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain

aktivasi reseptor n-methyl-d-aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran

post spinatik spinal cord dan pengeluaran substance p dari serabut saraf besar a

yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri. Manifestasi nyeri dapat berupa

rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll. Pemahaman terhadap

mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional,

meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis.

Pengelolaan dengan nyeri yang dianjurkan ialah :

a. NSAID (ibuprofen 600 mg 4 x/hari, sulindac 200 mg 2 x/hari).

b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100

ng/hari, nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari).

15

Page 16: 275330822 polineuropati-diabetik

c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3 x/hari, karbamazepin 200 mg 4

x/hari).

d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)

e. Topical : capsaicin 0,075 % 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari,

transcutaneous electrical nerve stimulation.

Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi

nyeri neuropati diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya

dimulai dengan obat anti-depresan atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya

efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan hingga dosis maksimum atau

sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-depresan dan

anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan regimen ini belum atau kurang ada

perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap tidak atau kurang

berhasil, kombinasi obat yang lain dapat dilakukan.1,2

2.8 Komplikasi

Kehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi

permanen (Charcot joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan

ketidakmampuan, isolasi sosial dan kehilangan kemandirian terutama pada pasien

usia tua. 19

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk neuropati perifer motorik adalah Guillain-Barré

syndrome, Charcot-Marie-Tooth syndrome, porphyria, lead poisoning dan

16

Page 17: 275330822 polineuropati-diabetik

diphtheria. Sedangkan nyeri pada neuropati perifer adalah neuropati alkoholik,

diabetic amyotrophy, porphyria, defisiensi vitamin B1 atau vitamin B12 dan

carcinoma.16

2.10 Edukasi

Edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri. Diperlukan

penjelasan tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya

pemeriksaan kaki, pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan

timbulnya neurpati diabetik pada pasien diabetes melitus.20,21

2.11 Prognosis

Tipe diabetes melitus yang diderita akan mempengaruhi diagnosis

neuropati diabetik. Pada NIDDM (non-insulin dependent diabetes melitus atau

DM Tipe 2) memiliki prognosis yang lebih baik daripada tipe IDDM (insulin

dependent diabetes melitus atau DM Tipe 1). Lama dan beratnya diabetes melitus

serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang dialami, dan apakah sudah

mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis neuropati

diabetik.1,2,21

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

17

Page 18: 275330822 polineuropati-diabetik

Polineuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronik dari

Diabetes Melitus. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang

berperan pada mekanisme patogenik adalah hiperglikemia sebagai komponen

faktor metabolik yang merupakan dasar utama patogenesis ND.

Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan polineuropati diabetik

pada pasien diabetes melitus perlu diperhatikan, berdasarkan diagnosis diikuti

dengan pengendalian glukosa darah. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada

dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja

sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut. Pendekatan non-

farmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit

untuk dicapai.

18