270110130100_muhammad arief lagoina_kelasd_tugas 2 stratigrafi indonesia

Upload: muhammad-arief-lagoina

Post on 03-Mar-2016

30 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dgs

TRANSCRIPT

2.3 Mekanisme Pembentukan Cekungan Sedimen2.3.1 Cekungan Berdasarkan Pemekaran LitosferLitosfer sebagai lapisan paling luar dari fisik bumi, merupakan lapisan bumi yang tipis. Salah satu prinsip teori tektonik lempeng adalah kulit bumi terdiri atas lempeng-lempeng yang kaku dengan bentuk tidak beraturan. J. Tuzo Wilson (1970), seorang ahli geologi Kanada, mengajukan suatu daur tektonik tentang pembukaan dan penutupan lautan pada awal 1970-an, selanjutnya daur tersebut dikenal sebagai Wilson Cycle. Dalam daur tersebut, terdapat dua jenis fase:openingphase dan closingphase. Dalam kaitannya dengan Daur Wilson tersebut, fase pembukaan atau opening phase berperan banyak untuk menjelaskan mekanisme pembentukan cekungan berdasarkan pemekaran litosefer.Pemekaran litosfer merupakan salah satu bentuk dari pergerakan lempeng secara divergen (menjauh satu sama lain). Dalam kaitannya dengan Siklus Wilson terhadap pembentukan cekungan sedimen, litosfer berada pada openingphase. Fase ini diawali dengan kondisi lempeng yang stabil. Contoh penggambaran umum yang sering diambl adalah lempeng benua. Secara sederhana, sebuah lempeng benua yang stabil akan dibatasi oleh cekungan laut di sekitar, dimana benua ini secara normal akan mengalami proses-proses eksogen yang dapat mengikis morfologinya hingga turun mendekati permukaan laut. Lempeng benua tersebut sedang dalam kondisi equilibrium isostatik sempurna yang dengan sendirinya tidak akan naik ataupun tengelam, dari ujung ke ujung dan sudut ke sudut dan tidak ada aktivitas tektonik.Di dalam lempeng yang stabil tersebut, selanjutnya muncul pusat panas (hotspot) dari lapisan astenosfer yang mengakibatkan adanya transfer panas secara tidak normal ke lempeng di atasnya. Transfer panas tersebut dapat berupa magma mafik atau ultramafik yang naik ke permukaan. Panas dari hot spot tersebut melelehkan batuan batuan di sekitarnya hingga menyebabkan munculnya sesar-sesar normal yang menyebabkan terjadinya penurunan (subsidence). Panas yang terus menerus terjadi menyebabkan hilangnya seluruh lempeng asal akibat pelelehan yang digantikan dengan magma mafik membentuk lantai samudera baru. Panas naik ke permukaan dari aliran konveksi yang tetap terkonsentrasi pasa pusat pemekaran di tengah ocean basin baru, sehingga ocean basin memperluas batas kerak benua yang baru terbentuk bergerak jauh dari sumber panas dan kemudian mendingin. Kerak dingin yang lebih padat daripada kerak hangat (sebagai passive continental margin) mendingin lalu tenggelam, dimana pada awalnya akan berlangsung secara cepat dan akhirnya melambat pada waktu thermal decay (peluruhan panas).

Gambar 4. Gambaran umum proses pemekaran benua

Melalui gambaran singkat proses tersebut, selanjutnya terbentuklah lantai samudera baru. Proses pemekaran litosfer dapat dikatakan sebagai bentuk mekanisme pembentukan cekungan samudera, sebab material lempeng yang terbentuk secara umum murni berasal dari pembekuan magma dari lapisan mantel yang cendeurng bersifat mafik hingga ultramafic.

2.3.2 Cekungan Berdasarkan Fleksura Litosfer (Lithosperic Flexure)Fleksur merupakan defleksi panjang gelombang litosfer pada kekuatan yang terbatas yang disebabkan oleh aplikasi sistem gaya eksternal. Fleksur pada litosfer paling jelas tampak pada kepulauan samudera, rantai pegunungan lautan, palung samudera, dan foreland basins. Fleksur litosfer juga mendukung isian sedimen di kebanyakan cekungan sedimen. Ciri khas fleksur litosfer adalah anomali gravitasi free air negatif (pada laut) atau anomali Bouguer negatif (pada daratan). Cekungan fleksural yang berasosiasi dengan batas lempeng samudera-benua dan benua-benua hadir baik di rekaman geologi.Fleksur litosfer dapat menyebabkan subsiden primer atau pengangkatan dalam suatu cekungan sedimen. Contoh paling penting adalah downflexing pada suatu lempeng benua akibat sistem gaya selama pembentukan pegunungan. Aktivitas tersebut menghasilkan foreland basins. Kedua, litosfer dapat mengalami fleksur yang panjang dalam pengisian sedimen. Hal ini dapat berlangsung di berbagai tipe cekungan, termasuk cekungan akibat peregangan litosfer.Foreland basins dapat berbentuk elongate atau arcuate, cekungan asimetris yang berasosiasi dengan zona tumbukan benua. Dickinson (1974) membagi foreland basin ke dalam dua kelas berdasarkan genetiknya: (i) Peripheral foreland basins yang terletak pada busur luar orogen selama tumbukan benua-benua (contoh: Indo-Gangetic Plain, north Alpine foreland basin). (2) Retroarc foreland basins yang terletak di belakang busur magmatik yang berkaitan dengan subduksi litosfer samudera (contoh: Rocky Mountain Basins Mesozoikum Akhir-Kenozoikum, Amerika Utara). Kedua kelas foreland basins tersebut terdapat di atas litosfer kraton dan berasosiasi dengan pemendekan kerak pada zona tektonik aktif. Beberapa arcuate thrust belts dan foreland basins spasial terbatas berkaitan dengan zona subduksi roll back dan secara umum berasosiasi dengan ekstensi busur belakang.

Observasi dasar pada daerah fleksur litosferFleksur pada litosfer samudera berlangsung pada palung samudera, pematang tengah samudera (mid oceanic ridges), pegunungan laut (seamount chains), dan kepulauan vulkanik samudera. Fleksur pada litosfer benua berlangsung pada daerah rifting, sesar strike-slip, passive margin, dan pada batas konvergensi lempeng. Cekungan sedimen disebabkan oleh fleksur litosfer benua yang terletak berdekatan dengan zona pemendekan tektonik yang umumnya hadir berpasangan, dipisahkan oleh sebuah sabuk orogenik atau busur magmatik. Cekungan fleksural memanjang sepanjang jurus (strike), dengan penampang melintang asimetris yang semakin dalam sepanjang sabuk orogenik atau busur magmatik. Pada litosfer benua, anomali gravitasi Bouguer bernilai negatif, yang mengindikasikan adanya kehadiran defisit massa pada kedalaman tertentu.

Gambar 5. Ilustrasi skematik peripheral foreland basins, retro-foreland basins, dan cekungan berkaitan dengan zona subduksi roll-back.

Buckling litosferBuckling litosfer telah teridentifikasi di beberapa benua (Australia tengah, Asia tengah, Kanada, Eropa barat. Panjang gelombang yang terobservasi bervariasi 50-600 km. Jika buckling litosfer pada amplitudo signifikan terjadi, penting untuk mengenali dan memisahkannya dari efek fleksur litosfer akibat muatan vertikan pada sabuk pegunungan. Pada kasus ini, teori elastisitas linear dikembangkan untuk kasus buckling pada elastic sheet yang melekat di antara samudera dan fluid-like mantle.

Buckling litosfer di alam dan di sejumlah eksperimenLipatan litosfer secara besar dikontrol oleh reologi dan struktur termal. Tebal kerak awal dan kondisi termal litosfer sangat penting dalam menentukan tegangan kompresif efektif (Cloetingh dan Burov, 1996). Buckling dapat dipicu pada in-plane stress kompresif lebih dalam dengan reologi ductile dibanding dengan reologi elastic linear.Gloetingh et al. (1999) mengenalkan beberapa tipe wavelength folding:1. Regular atau periodic folding digambarkan dengan undulasi basement yang digambarkan oleh seismik refleksi dan refraksi, anomali gravitasi Bouguer yang bervariasi dan pergerakan tektonik vertikal periodik. Kebanyakan kasus regular folding terjadi ada litosfer muda, yang banyak dipengaruhi oleh muatan horizontal.

2. Irregular atau aperiodic folding, secara umum terjadi di litosfer muda, lemah, di mana deformasi secara kuat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya erosi, penyebaran lateral pada pengisian cekungan sedimen, inhomogenitas pada kerak (seperti pada cekungan sedimen purba), dan perlakuan reologi nonlinear. Cekungan akibat lithosperic buckling umumnya ditemukan pada bagian depan zona kolisi benua, akibatnya sulit dipisahkan dari cekungan fleksural yang dipicu oleh sistem isian vertikal pada sabuk pegunungan. Walaupun ada banyak kesamaan pada wavelength dan amplitudo, faktor-faktor utama yang membedakan dua jenis cekungan, di antaranya:- Cekungan foreland fleksural sangat dalam (< 10 km), dekat dengan thrust front dan meruncing dengan kuat terhadap foreland. Di luar flexural forebulge pada wilayah backbulge, amplitudo defleksi sangat kecil (< 200 m). Migrasi orogenik yang membaji menyebabkan onlap stratigrafi yang besar pada lempeng foreland sepanjang waktu;- Cekungan akibat buckling litosfer hadir membentuk uplifts dan depresi memanjang sepanjang > 1000 km dari batas lempeng. Depresi dapat mencapai kedalaman 100-1000 km, dengan sedimen berasal dari kedua batas, menghasilkan tumpukan stratigrafi simetris.

Gambar 6. Beberapa tipe periodic buckling oleh gaya kompresional F, h1, dan h2 yang masing-masing merupakan ketebalan kerak kompeten dan mantel, yang melipat wavelength 1 dan 2.

Orogenic WedgesForeland basins secara dinamik berasosiasi dengan sabuk orogenik. Evolusi orogenic wedge penting dalam perkembangan cekungan pada berbagai cara: (i) Wedge mewakili supracrustal load pada lempeng foreland; geometri dan struktur mempengaruhi defleksi lempeng foreland, (ii) pemendekan dan penebalan wedge, mengubah konfigurasi muatan terhadap lempeng yang terdefleksi, dan (iii) pembukaan oleh pengangkatan tektonik dan erosi orogenic wedge yang menghasilkan pengendapan butiran di cekungan.Ada tiga mekanisme driving force yang bertanggung jawab dalam crustal shortening: (i) gravity sliding, (ii) gravity spreading, (iii) horizontal deviatoric push. Gravity sliding memerlukan gradien energi potensial untuk bergerak di bawah gravitasi sendiri.Platt (1986) memprediksi pola-pola deformasi pada orogenic wedge . Perubahan paling penting dihasilkan dari akresi. Dua tipe yang paling jelas di antaranya:- Frontal accretion merupakan akumulasi material pada ujung wedge, sehingga membuat bagian yang membaji semakin panjang. Sebagai responnya, jika tegangan deviatorik longitudinal cukup besar, wedge akan semakin memendek.- Underplating material pada bagian bawah wedge, menyebabkan wedge semakin menebal dan meningkatkan kemiringan permukaan. Wedge dapat merespon dengan ekstensi, pemanjangan wedge, dan penurunan kemiringan permukaan.

Gambar 7. Model evolusi accretionary wedge dari muda ke tua (Platt, 1986). (a) Fase awal dengan akresi frontal yang dominan. (b) underplating skala lokal merupakan model dominan akresi, (c) underplating berlanjut dan pemanjangan resultan telah mengangkat batuan tekanan tinggi ke permukaan, (d) pada stage dewasa, underplating dan ekstensi telah membawa batuan tekanan tinggi ke level erosi.

Gambar 8. (a) Active margin dengan bivergent wedge yang diwakili dengan prisma akresi dan retrobasin yang diwakili oleh forearc basin, dan probasin pada suatu palung samudera. (b) zona kolisi benua-benua dengan cekungan pro-foreland dan retro-foreland. (c) model geodinamik, menunjukkan deformasi kerak pada titik S, di mana mantel lempeng di sebelah kiri, bergerak dengan kecepatan tangensial konstan V.

Gambar 9. Evolusi perkembangan bivergent wedge (dari Willett el at., 1993) dari sebuah pengangkatan blok diikat dengan dua zona shear berpasangan berpusat pada S (a), pada sebuah bivergent wedge asimetris (b), dan retrowedge sebagai pergerakan deformasi ke lempeng atas (c).

Model dinamik tektonik-erosi berpasangan pada bivergent wedgesPerkembangan tektonik orogenic wedge, kompensasi isostatik dan penutupan erosionalnya, merupakan analisis penting foreland basins. Kita dapat merekonstruksi evolusi tektonik pada sebuah batas konvergen seperti tiga stage berikut (Beaumont et al, 1996a):1. Awalnya, tektonik didominasi oleh subduksi pro-litosphere akibat gaya apung (buoyancy) negatif pada downgoing slab (slab-pull effect). Kompleks subduksi membentuk zona shear yang relatif tipis di atas kerak samudera tersubduksi.2. Pada stage menengah, yaitu transisi subduksi-kolisi, muatan subduksi berkurang seiring subduksi litosfer benua yang lebih apung (atau karena slab break-off), menyebabkan pro-lithosphere memantul secara fleksur.3. Pada stage akhir, ketika ada muatan subduksi yang dapat diabaikan, pro- dan retro-wedges terbentuk.

Gambar 10. Tiga fase evolusi unsur regangan bidang terbatas (Beaumont et al., 1996a) dari fase subduksi (fase 1) sampai ke fase kolisi (fase 3).

2.3.3 Cekungan yang Dikorelasikan dengan Deformasi Strike-SlipCekungan yang terbentuk berhubungan dengan strike-slip dapat dijumpai di sepanjang punggungan pemekaran samudra, di sepanjang batas transform di antara lempeng kerak utama, dan di dalam lempeng benua. Pergerakan di sepanjang sesar strike-slip dapat menghasilkan beberapa jenis cekungan pull-apart yang dapat berupa sesar transform yang terjadi pada batas lempeng dan mempenetrasi kerak atau sesar transcurent yang terfokus hanya pada setting intraplate dan hanya melibatkan pensesaran pada bagian atas dari kerak(Sylvester, 1988). Kebanyakan cekungan yang dibentuk oleh sesar strike-slip memiliki ukuran relatif kecil, beberapa puluh kilometer panjangnya, meskipun beberapa dapat mencapai ukuran hingga 50 km(Nilsen dan Sylvester, 1995). Cekungan ini dapat menunjukkan bukti adanya relif syn-depositional lokal yang signifikan, seperti dijumpainya kehadiran baji konglomerat yang dibatasi di kedua bagian sayap oleh sesar. Karena cekungan strike-slip dapat hadir dalam beberapa setting, mereka dapat diisi baik oleh sedimen marin maupun nonmarin, tergantung pada setting yang ada. Sedimen yang dijumpai pada cekungan ini cenderung cukup tebal, karena tingkat sedimentasinya yang tinggi yang dihasilkan oleh proses pengerosian yang cepat dari tinggian di sekitar cekungan ini, serta ditandai dengan adanya beberapa perbedaan fasies lokal.Seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya, cekungan pada setting transform dapat dibagi menjadi transtensional, transpresional, atau transrotasional tergantung pada keadaan apakah cekungan tersebut dibentuk oleh mekanisme ekstensi, kompresi, atau rotasi dari blok krustal di sepanjang sistem sesar strike-slip. Cekungan Ridge, California adalah salah satu contoh yang baik dari cekungan transpresional purba.Pergerakan strike-slip dari sesar San Gabriel pada zaman Pliosen/Miosen mengakibatkan terbentuknya cekungan danau dengan ukuran 15 km hingga 40 km, dimana sedimen dengan ketebalan hingga lebih dari 9000 meter terakumulai(Link dan Osborne, 1978). Pada awalnya, cekungan danau ini terbuka(Gambar ____a), memberi kesempatan pada sedimen deltaik dan turbidit untuk terbentuk. Sebagai hasil dari displacement sesar strike-slip selanjutnya, drainase eksternal menjadi terhambat pada bagian selatan dan cekungan danau ini menjadi sistem tertutup. Pada fase penutupan, kipas alluvial, fluvial, delta, dan sedimen barier bar terakumulasi di sepanjang batas dari danau ini, sedangkan lumpur silisiklastik, lumpur zeolit, dolomit, dan stromatolit terbentuk pada bagian pusat dari cekungan(Gambar ______b.).

Gambar 6. Rekonstruksi paleoenviroment cekungan Ridge California saat terjadinya (a) proses pembukaan, fase laut dalam dan lakustrin dan (b) proses penutupan, fase laut dangkal-lakustrin.

2.4 Pengisian Cekungan Sedimen2.4.1 Kontrol dari Stratigrafi CekunganPembahasan sebelumnya lebih banyak difokuskan kepada karakteristik struktural dari suatu cekungan sedimen dan proses tektonik yang membentuk cekungan tersebut. Kendati demikian analisis cekungan lebih menitik beratkan pada endapan sedimen yang mengisi cekungan tersebut. Fokus dari cabang ilmu geologi ini mencakup proses yang menghasilkan isian dari suatu cekungan, karakteristik dari produk sedimen dan batuan sedimennya, dan aspek genetik serta signifikansi ekonomis dari batuan tersebut. Faktor-faktor yang mengontrol dan mempengaruhi proses pengendapan suatu sedimen antara lain adalah: Aspek litologi dari batuan asal (contohnya granit, batuan metamorf, dll) yang hadir di area sumber sedimen, yang mengontrol komposisi sedimen yang berasal dari batuan ini. Relief, kemiringan lereng, dan iklim di area sumber sedimen, yang mengontrol intensitas pengendapan, dan juga intensitas transportasi sedimen dari area sumber sedimen menuju ke cekungan pengendapan. Intensitas penurunan cekungan bersama dengan intensitas naik atau turunnya muka air laut. Ukuran dan bentuk dari cekungan sedimen.

Proses stratigrafi sebagaimana didefinisikan dalam Allen & Allen (2005) adalah ilmu pengenalan dan interpretasi struktur genetik stratigrafi. Tujuan mendasar dari proses stratigrafi adalah untuk memahami mekanisme yang terjadi untuk berbagai arsitektur stratigrafi yang ditemukan di cekungan sedimen. Konsep utama dari proses stratigrafi adalah penghancuran ruang akomodasi dan jumlah sedimen yang disediakan.Isian sedimen pada cekungan secara umum dikendalikan oleh tiga variabel utama: Subsidence"Sifat termal dan mekanik litosfer mengerahkan kontrol penting pada pembentukan cekungan sedimen" (Steckler, 1990). Tingkat subsidence termal dan besarnya dan distribusi subsidence akibat pembebanan bervariasi dalam cekungan pada tatanan tektonik yang berbeda (Steckler dan Watts, 1978; Stephenson, 1990). Eustasy (permukaan laut global)Eustasy mengacu permukaan laut relatif terhadap datum tetap, seperti pusat bumi. Variasi permukaan laut global yang mengakibatkan perubahan, baik volume cekungan samudera maupun volume air. Eustasy dikombinasikan dengan subsidence menghasilkan variasi permukaan laut relatif yang mengontrol akomodasi untuk pengendapan sedimen (Posamentier et al, 1988;. Posamentier dan Vail, 1988). Suplai Sedimen"Peran suplai sedimen dalam transgresi dan regresi adalah salah satu dasar ..." (Schlager, 1994). Ketika tingkat pasokan sedimen lebih besar dari laju kenaikan permukaan laut relatif, ruang akomodasi akan diisi.

2.4.2 Pengisian Cekungan: Sistem dan Model Pengendapana. Sistem GlasialLingkungan glasial didefinisikan sebagaimana es adalah agen proses transportasi utama. Air dan angin juga dapat mengangkut sedimen di lingkungan ini. Transportasi angin ini biasa terjadi ketika ada sedikit vegetasi. Transportasi air terjadi ketika es mencair.Viskositas tinggi dari es membuat semua transportasi sedimen glasial terjadi secara laminar. Dengan demikian, ukuran butir tidak tersortasi. Semua sedimen yang diangkut bersama-sama dengan es, dan selanjutnya terendapkan ketika es mencair. Ada beberapa fitur yang merupakan ciri khas dari lingkungan glasial, termasuk proses erosi.Erosi di lingkungan glasial didominasi oleh proses fisik: (1) pembekuan es di celah-celah di batu, yang dapat menghancurkan batuan-batuannya (2) aliran dari glasier menaikkan batuan-batuan yang terhancurkan ke permukaan aliran (3) gesekan dari batuan terhadap batuan lain, serta terhadap lantai dari lembah es sering dengan terjadinya aliran es tersebut. Proses ini menghasilkan beberapa model khas sedimen, termasuk terbentuknya klastik faset, misalnya batuan yang satu sisinya terlihat rapi/mulus daripada sisi lainnya dan sering terjadi sedikit pelapukan kimia akibat tingginya suhu.Arus es adalah laminar karena mereka memiliki viskositas sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat di tebing es sepanjang tepi gletser di Taylor Valley, Antartika. Es sangat dingin dan sangat kental bahwa itu tidak meratakan keluar pada skala waktu minimal puluhan tahun. Karena alirannya laminar, ketika es mencair atau sublimasi, kesedihan semua ukuran butir dalam satu deposit, membentuk diamictite a. Jika ada yang tahu bahwa diamictite itu disimpan oleh es, yang kemudian disebut sampai atau tillite. Jika gletser mencair di darat, ia meninggalkan tumpukan sampai di morain. Jika meleleh di air, material debris akan diendapkan ke dalam air, umumnya membentuk ke arah lembar. Jika hanya beberapa klastika besar yang diendapkan di air, makan disebut "drop stones" (Batu jatuhan).

2. Kipas AlluvialAluvial fan atau yang biasa disebut kipas aluvial adalah kenampakan pada mulut lembah yang berbentuk kipas yang merupakan hasil proses pengendapan atau merupakan akhir dari sistem erosi-deposisi yang dibawa oleh sungai. Lingkungan ini umumnya berkembang di kaki pegunungan, dimana air kehilangan energi untuk membawa sendimen ketika melintasi dataran. Atau dapat diartikan pula bila suatu sungai dengan muatan sedimen yang besar mengalir dari bukit atau pegunungan, dan masuk ke dataran rendah, maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga terjadi pengendapan material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial, berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya material kasar diendapkan dekat kemiringan lereng, sementara yang halus terendapkan lebih jauh pada pedataran, tetapi secara keseluruhan lingkungan ini mengendapkan sendimen-sendimen yang berukuran besar seperti bongkahan batuan.

3. SungaiBerdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering). Pertama Sungai lurus (Straight), Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus tidak berbelok-belok (low sinuosity). Kedua Sungai kekelok (Meandering) , pada sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi dalam. Ketiga Sungai teranyam, Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir). Keempat Sungai anastomasing, energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu.

4. DanauDanau atau Lacustrin adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya. Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.

5. DeltaProses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada lacustrine atau marine coastline. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide), gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system. Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats (Coleman, 1982). Ketika sebuah sungai memasuki laut dan terjadi penurunan kecepatan secara drastis, yang diakibatkan bertemunya arus sungai dengan gelombang, maka endapan-endapan yang dibawanya akan terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta. Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak, gas, batubara dan uranium.

6. Pantai, Pulau Barrier, dan Gumuk PasirTransfor sedimen sepanjang pantai merupakan gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya (Komar : 1983). Transfor sedimen ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat sedimen yang dibawanya (Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua komponen utama yaitu transfor sedimen dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transfor sedimen sepanjang pantai di surf zone. Transfor sedimen pantai banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan seperti pendangkalan muara sungai erosi pantai perubahan garis pantai dan sebagainya (Yuwono, 1994). Fenomena ini biasanya merupakan permasalahan terutama pada daerah pelabuhan sehingga prediksinya sangat diperlukan dalam perencanaan ataupun penentuan metode penanggulangan. Menurut Triatmojo (1999) beberapa cara yang biasanya digunakan antara lain adalah :Melakukan pengukuran debit sedimen pada setiap titik yang ditinjau, sehingga secara berantai akan dapat diketahui transfor sedimen yang terjadi, Menggunakan peta/ foto udara atau pengukuran yang menunjukan perubahan elevasi dasar perairan dalam suatu periode tertentu.Cara ini akan memberikan hasil yang baik jika di daerah pengukuran terdapat bangunan yang mampu menangkap sedimen seperti training jetty, groin, dan sebagainya, Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada daerah yang di tinjau. Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan bukit pasir umumnya terdiri dari tekstur pasir yang terpilah baik dan kebundaran baik juga ;kaya akan kwarsa. Endapan bukit pasir di pantai mungkin kaya akan mineral berat dan fragmen batuan yang tidak stabil. Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah tropis banyak mengandung ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya. Bukit pasir yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti White Sand, New Mexico. Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun demikian hanya terjadi pada pantai pada daerah kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin kering yang kuat dengan arah tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir menjadi gundukan pasir. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di muka pantai yang terjadi pada daerah curah hujan rendah.

7.RawaRawa adalah daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan tanah lumpur dengan kadar air relative tinggi. Wilayah rawa yang luas terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Irian Jaya). Daerah berawa-rawa terjadi mengikuti perluasan daratan karena meditasi akuatis. Oleh karena itu, rawa dapat dijumpai pada tempat-tempat yang syarat-syarat sedimentasi akuatisnya memungkinkan, misalnya daerah-daerah pantai Papua (Irian Jaya), pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera dan pantai Kalimantan. Bila sungai dipasok lebih banyak sedimen dari pada kemampuan sungai untuk membawa sedimen tersebut, maka akan diendapkan material berlebih pada dasar kanal sebagai sand and gravel bars. Pengendapan ini mendorong sungai untuk memecah kanal menjadi dua atau lebih kanal sehingga terbentuklah pola sungai teranyam (braided river).

8.LagoonLagun atau Lagoon adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai (Gambar VII.15). Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W. Sellwood, 1990). Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun dipengaruhi oleh arus pasang surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan sebagi daerah peralihan darat - laut (Pettijohn, 1957), dengan salinitas air dari tawar (fresh water) sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman salinitas tersebut akibat adanya pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah kering memiliki salinitas yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu. Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas maka batuan sedimen lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak. Transportasi material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang energi ombak, angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun.

9. Laut Dangkal (Shelf Environment)Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental epeiric).Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam. Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan material berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass movement). Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust), perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992). Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.Skema penampang lingkungan pengendapan laut (Boggs, 1995) Ada enam faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi pada lingkungan shelf (Reading, 1978), yaitu : 1. kecepatan dan tipe suplai sedimen 2. tipe dan intensitas dari hidrolika regime shelf 3. fluktuasi muka air laut 4. iklim 5. interaksi binatang sedimen 6. faktor kimia Pasir shelf modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun kadang-kadang daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar daerah, seperti dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai (Drake et al, 1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan shelf modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun kadang-kadang dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah.

10. ReefsTerumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian pinggir platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang arah pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan gelombang yang melintasi paparan tersebut. Disamping terumbu berkembang seperti massa yang menyusur sepanjang garis pantai diatas, juga dapat berkembang sebagai patch yang terisolir dalam paparan bagian dalam atau inner-shelf . Istilah lain untuk terumbu ini, ada yang menyebutnya dengan carbonate buildup atau bioherm. Tetapi para pekerja karbonat tidak menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya dibatasi untuk carbonat-buildup atau inti yang kaku, pertumbuhan koloni organisme, atau carbonat - buildup lainnya yang tidak memiliki inti kerangka yang kaku. Wilson (1975) menggunakan istilah carbonat-buildup untuk tubuh yang secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan hasil proses relief tofografi, dan tanpa mengaitkan dengan hiasan pembentuk internalnya.

11. Laut DalamSekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut dengan alas kerak samudra tipe basaltis. Daerah cekungan laut dalam merupakan daerah yang pada bagian atanya dibatasi oleh lingkungan shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan yang curam (lebih besar) dibandingkan dengan shelf. Berdasarkan dari fisiografinya, lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu, continental slope, continental rise dan cekungan laut dalam . Prinsip elemen dari Kontinental margin (Drake, C.L dan Burk, 1974 dalam Boggs, 1995) Lereng benua (continental slope) dan continental rise merupakan perpanjangan dari shelf break. Kedalaman lereng benua bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m sampai dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40, walaupun ada variasi pada lingkungan delta (20) dan pada lingkungan koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan kemiringan pada continental rise biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng benua. Karena lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada lereng benua ini sering merupakan daerah dari pergerakan arus turbidit. Continental rise biasanya tidak akan ada pada daerah convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi pada lereng benua ini sering menunjukan bentuk cembung, kecuali pada daerah-daerah yang yang mempunyai stuktur sangat aktif. Volume endapan sedimen yang dapat mencapai lereng benua dan continental rise ini akan sangat bergantung pada lebarnya shelf dan jumlah sedimen yang ada. Continental rise dan cekungan laut dalam membentuk sekitar 80% dari total dasar laut.

2.5 Evolusi Pengisian Sedimen2.5.1 Evolusi Sejarah SubsidenceTeori geosinklinmenyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrem sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa.Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertical. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.

Gambar 7. Contoh evolusi cekungan sedimen dan kaitannya dengan subsidence

Teori ini dikonsep oleh Hall pada tahun1859 yang kemudian dipublikasikan oleh Dana pada tahun 1873. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan terjadinya endapan batuan sedimen yang sangat tebal, ribuan meter dan memanjang seperti pada Pegunungan Himalaya, Alpina dan Andes.Konsep tersebut menyatakan bahwa geosinklin terbentuk memanjang atau seperti cekungan dalam skala ribuan meter, yang terus menurun akibat dari akumulasi batuan sedimen dan volkanik.Sedangkan geosinklin adalah suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa.Terdeformasinya batuan di dalamnya dapat dijelaskan sebagai akibat dari menyempitnya cekungan, sehingga batuan di dalamnya terlipat dan tersesarkan. Pergerakan ini terjadi akibat adanya gaya penyeimbang atau isostasi.Kelemahan dari teori yakni tidak bisanya menjelaskan asal-usul vulkanik. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertical. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.

2.5.1 Evolusi Sejarah SubsidenceTeori geosinklinmenyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrem sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertical. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.

Gambar 15. Contoh evolusi cekungan sedimen dan kaitannya dengan subsidence

Teori ini dikonsep oleh Hall pada tahun1859 yang kemudian dipublikasikan oleh Dana pada tahun 1873. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan terjadinya endapan batuan sedimen yang sangat tebal, ribuan meter dan memanjang seperti pada Pegunungan Himalaya, Alpina dan Andes. Konsep tersebut menyatakan bahwa geosinklin terbentuk memanjang atau seperti cekungan dalam skala ribuan meter, yang terus menurun akibat dari akumulasi batuan sedimen dan volkanik.Sedangkan geosinklin adalah suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa. Terdeformasinya batuan di dalamnya dapat dijelaskan sebagai akibat dari menyempitnya cekungan, sehingga batuan di dalamnya terlipat dan tersesarkan. Pergerakan ini terjadi akibat adanya gaya penyeimbang atau isostasi. Kelemahan dari teori yakni tidak bisanya menjelaskan asal-usul vulkanik. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertical. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.

2.5.2 Sejarah TermalTemperatur merupakan parameter yang paling penting untuk dipelajari dalam kaitannya terhadap evolusi cekungan. Pemodelan cekungan memberikan kemungkinan khusus untuk menyelidiki rezim suhu dalam ruang dan waktu. Sejarah termal cekungan dapat digambarkan sebagai keseimbangan energi yang bergantung pada waktu keterjadian, di satu sisi dengan adanya panas yang masuk dan meninggalkan cekungan sedimen dalam cekungan dapat memiliki daya penyimpanan energi termal. Dengan demikian, aspek fisik dan matematika perpindahan panas dan penyimpanan di bawah kondisi sekitar dapat bervariasi tergantung dari cekungan yang diamati. Parameter bahan thermofisik dari batuan sedimen mengisi cekungan dan perubahan terkait diinduksi selama evolusi baskom dibahas bersama dengan masukan dari energi panas di lantai cekungan dan panas kerugian di permukaan. Perubahan atas kondisi lingkungan di bawah permukaan sebagian besar dikendalikan oleh empat proses geologi, yakni dengan pengendapan sedimen, periode nondeposisi, proses yang terkait dengan deformasi mengisi cekungan, dan erosi sedimen. Proses ini identik dengan proses utama yang harus diperhitungkan ketika konstruksi model geologi konseptual untuk pemodelan cekungan.Sejarah termal sebuah cekungan dapat dipengaruhi oleh adanya Siklus Wilson terhadap pembentukan cekungan sedimen, litosfer berada pada opening phase. Fase ini diawali dengan kondisi lempeng yang stabil. Contoh penggambaran umum yang sering diambl adalah lempeng benua. Secara sederhana, sebuah lempeng benua yang stabil akan dibatasi oleh cekungan laut di sekitar, dimana benua ini secara normal akan mengalami proses-proses eksogen yang dapat mengikis morfologinya hingga turun mendekati permukaan laut. Lempeng benua tersebut sedang dalam kondisi equilibrium isostatik sempurna yang dengan sendirinya tidak akan naik ataupun tengelam, dari ujung ke ujung dan sudut ke sudut dan tidak ada aktivitas tektonik. Di dalam lempeng yang stabil tersebut, selanjutnya muncul pusat panas (hotspot) dari lapisan astenosfer yang mengakibatkan adanya transfer panas secara tidak normal ke lempeng di atasnya. Transfer panas tersebut dapat berupa magma mafik atau ultramafik yang naik ke permukaan. Panas dari hot spot tersebut melelehkan batuan batuan di sekitarnya hingga menyebabkan munculnya sesar-sesar normal yang menyebabkan terjadinya penurunan (subsidence).Sejarah termal cekungan secara umum juga dapat disebabkan dari adanya peningkatan gradient termal seiring dengan adanya peningkatan kedalaman. Semakin kuat akomodasi seuatu cekungan terhadap material sedimen, semakin besar pula suhu sistem termal yang terjadi seiring dengan peningkatan jumlah sedimen.

Referensi:1. Dickinson. 1993. Basin Geodynamics. Basin Research. Geological Society of American Bulletin (5): 195-196.2. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gunungapi. 2006. Gunungapi.3. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gunungapi. 2006. Gempabumi dan Tsunami.4. www.volcanolive.com/highest.html5. www.infoplease.com/ipa/A0001439.html6. http://www.wikipedia.org/wiki/pacific_ring_of_fire7. www.volcano.si.edu/world/find_regions.cmf