238539948 referat gangguan nyeri somatoform

15
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan pasien untuk berfungsi didalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan. 1 Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor fisiologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder , diagnosis anxietas sering disalah diagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder , tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 5 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi, gangguan konversi, gangguan dismorfik tubuh dan gangguan nyeri somatoform. Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrotonik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa kelakuannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. 1

Upload: patmaraj

Post on 12-Feb-2016

20 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

psikiatri

TRANSCRIPT

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala

fisik (sebagai contohnya nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan

penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius

untuk menyebabkan penderitaan pasien untuk berfungsi didalam peranan sosial

atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian

klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset,

keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh

pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.1

Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik,

dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal

tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut

terkait dengan adanya faktor fisiologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik

dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita

somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalah diagnosiskan menjadi

somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak

menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 5 kategori

penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi,

gangguan konversi, gangguan dismorfik tubuh dan gangguan nyeri somatoform.

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian

(histrotonik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk

dokternya untuk menerima bahwa kelakuannya memang penyakit fisik dan bahwa

perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.1

2

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan

gangguan nyeri serta untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departmen Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas

Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

1.2.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah:

Mengetahui dan memahami dasar gangguan nyeri

1.2.3. Manfaat

Menambah informasi ilmiah mengenai gangguan nyeri.

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Nyeri

Gambaran esensial gangguan ini adalah preokupasi terhadap nyeri persisten,

berat dan membuat distres tanpa temuan fisis yang memadai untuk menjelaskan

nyeri atau intensitasnya. Nyeri psikogenik murni, sebenarnya lebih jarang terjadi

dibandingkankan dengan kompleksitas psikologis cedera yang ada atau terjadi

sebelumnya.1

Nyeri selalu memiliki komponen psikologis dan telah dijelaskan sebagian

pengalaman emosional dan sensorik yang tidak menyenangkan akibat

kemungkinan atau adanya kerusakan jaringan. Konsultasi psikiatrik sering

dimintakan bagi penderita nyeri kronik dengan keluhan yang tidak lazim. Banyak

yang mempunyai riwayat mengalami cedera sebelumnya, tetapi tanda-tanda baru

kerusakan jaringan atau saraf sendiri jarang terlihat. Pada keadaan normal,

penyembuhan memerlukan waktu 3 bulan, atau terkadang sampai 6 bulan, dan

korelasi antara nyeri dan cedera buruk setelah periode tersebut.1

2.2. Epidemiologi Gangguan Nyeri

Gangguan dianggap sering terjadi dalam praktik umum, dan didiagnosis

hampir dua kali lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Onset dapat

terjadi pada usia berapa pun, tetapi paling sering pada usia 30 dan 40-an.1

Sekitar 7 juta orang di Amerika mengeluhkan hendaya akibat nyeri

pinggang bawah. Gejala nyeri sendiri merupakan gejala paling umum yang akan

dijumpai dalam praktek kedokteran. Waspadai keluhan nyeri akibat

ketergantungan opioid dan benzodiazepine iatrogenik. Nyeri kronik biasanya

dikaitkan dengan gejala depresi berat (25-50%), atau dystimia (60-100%).1

Gangguan nyeri paling lazim ditemukan pada orang dengan pekerjaan

industri, mungkin karena kecenderungan mendapatkan cedera terkait pekerjaan

4

meningkat. Kerabat derajat pertama pasien dengan gangguan nyeri memiliki

kecenderungan meningkat untuk memiliki gangguan yang sama; oleh sebab itu,

penerunan genetik atau mekanisme perilaku mungkin terlibat di dalam

transmisinya. Gangguan depresif, gangguan anxietas, dan penyalahgunaan zat

juga lebih lazim ditemukan dalam keluarga pasien dengan gangguan nyeri

dibandingkan populasi umum.1

2.3 Etiologi Gangguan Nyeri

a. Faktor Predisposisi

Penderita gangguan ini cenderung mulai bekerja pada usia terlalu muda,

memegang pekerjaan yang secara fisik berat atau terlalu rutin, atau cenderung

gila kerja dan jarang mengambil waktu istirahat. Namun, pada banyak kasus,

nyeri dibentuk oleh faktor-faktor organik, psikologis, kepribadian, dan

budaya.2

Profil kepribadian rentan-nyeri telah diajukan. Kepribadian seperti ini

menimbulkan bencana dan kegagalan pembedahan. Namun, profil seperti ini,

misalnya profil V terbalik pada Minnesota Multiphasic Personality Inventory

(MMPI) (skor tinggi untuk hipokondriasis dan histeria serta skor rendah

untuk depresi), seing disebabkan oleh dampak nyeri kronik.2

Teori selanjutnya menunjukkan bahwa individu-individu seperti ini datang

dari latar belakang keluarga dengan orang tua yang kejam, yang menyiksa

anak-anaknya, kemudian menyesal dan menghiburnya, sehingga anak tumbuh

bersama cinta orang tua terhadap nyeri dan penderitaan. Namun, latar

belakang seperti ini jarang terlihat dalam praktik klinis, meskipun

peningkatan riwayat penyiksaan seksual dan fisik masa kanak-kanak telah

teridentifikasi. Beberapa kelompok etnis dan budaya, seperti orang Asia,

dikatakan lebih sering membawa masalah menjadi somatisasi.2

b. Faktor Perpetuasi dan presipitasi

Faktor ini meliputi trauma fisik, yang terjadi pada sekitar separuh kasus, dan

juga ketidakpuasan terhadap pekerjaan sebelum cedera.2

5

Latar belakang sedang diadili dengan harapan mendapat pengecualian

membuat penyembuhan nyeri sangat tidak mungkin saat proses tersebut

berlangsung. Bahkan setelah adanya keputusan hukum yang memuaskan,

sejumlah pasien terus mengeluhkan nyeri kronik.2

Sumber lain menyebutkan gangguan nyeri somatoform juga dapat dipengaruhi

oleh:

a. Faktor psikodinamik

Pasien yang mengalami sakit dan nyeri ditubuh tanda adanya penyebab fisik

yang dapat diidentifikasi dan adekuat mungkin secara simbolis

mengekspresikan suatu konflik intrapsikik melalui tubuhnya. Untuk pasien

yang menderita aleksitimia, disini pasien tidak mampu menjelaskan keadaan

internal mereka dengan kata-kata, tubuh merekalah yang mengekspresikan

perasaan tersebut. Pasien lain dapat secara tidak sadar menganggap nyeri

emosional sebagai sesuatu yang lemah dan kurang legitimasi. Dengan

memindahkan masalah ke tubuh, mereka dapat merasakan bahwa mereka

memiliki tuntutan sah terhadap pemenuhan kebutuhan mereka untuk

bergantung. Arti simbolik gangguan tubuh juga dapat menghubungkan untuk

pertobatan dosa yang disadari, untuk memperbaiki rasa bersalah, atau untuk

menekan agresi. Banyak pasien mengalami nyeri yang tidak responsif dan

sulit dikendalikan karena mereka yakin mereka pantas menderita.1

Nyeri dapat berfungsi sebagai suatu metode untuk memperboleh cinta,

hukuman untuk kesalahan, dan cara untuk memperbaiki rasa bersalah dan

rasa keburukan alami. Di antara mekanisme defens yang digunakan pasien

dengan gangguan nyeri adalah displacement, substitusi, dan represi.

Identifikasi memerankan bagian jika pasien mengambil peran objek cinta

yang ambivalen yang juga memiliki kebutuhan nyeri, seperti orang tua.1

b. Faktor perilaku

Perilaku nyeri didorong saat dihargai dan dihambat saat diabaikan atau

dihukum. Contohnya, gejala nyeri sedang dapat menjadi intens jika diikuti

perilaku cemas dan perhatian oleh orang lain, dengan keuntungan keuangan,

6

atau dengan berhasilnya penghindaran aktivitas yang tidak disukai.1

c. Faktor interpersonal

Nyeri yang sulit dikendalikan telah dikonseptualisasikan sebagai cara untuk

memanipulasi dan mendapatkan keuntungan dalam hubungan interpersonal,

contohnya untuk meyakinkan kasih sayang seorang anggota keluarga atau

menstabilkan perkawinan yang mudah retak. Keuntungan sekunder seperti itu

paling penting pada pasien dengan gangguan nyeri.1

d. Faktor biologis

Korteks serebri dapat menghambat cetusan serat nyeri aferen. Serotonin

mungkin merupakan neurotransmiter utama dalam jaras inhibisi desenden,

dan endorfin juga memainkan peran penting dalam modulasi nyeri sistem

saraf pusat. Defisiensi endorfin tampaknya berhubungan dengan augmentasi

stimulus sensorik yang datang. Beberapa pasien dapat memiliki gangguan

nyeri, bukannya gangguan jiwa lain karena kelainan kimia atau struktural

limbik dan sensorik menjadi predisposisi mereka untuk mengalami nyeri.1

2.4 Gambaran Klinis Gangguan Nyeri

Pasien dengan gangguan nyeri tidak menyusun suatu kelompok yang sama,

tetapi kumpulan orang yang heterogen dengan nyeri punggung bawah, sakit

kepala, nyeri fasial atipikal, nyeri pelvis kronis, dan jenis nyeri lain. Rasa nyeri

pasien dapat berupa neuropatik, neurologis, iatrogenik, atau muskuloskeletal,

pascatrauma; meskipun demikian, untuk memenuhi diagnosis gangguan nyeri,

gangguan tersebut harus memiliki faktor psikologis yang dinilai secara signifikan

terlibat dalam gejala nyeri dan percabangannya.2

Pasien dengan gangguan nyeri sering memiliki riwayat perawatan medis dan

pembedahan yang panjang. Mereka mengunjungi banyak dokter, meminta banyak

obat, dan terutama dapat terus-menerus menginginkan pembedahan. Bahkan,

mereka dapat benar-benar memiliki preokupasi terhadap nyeri mereka dan

menyebutkan sebagai sumber semua kesengsaraan mereka. Pasien tersebut sering

menyangkal sumber lain disforia emosi dan bersikeras bahwa hidup mereka

7

diberkati oleh nyeri yang mereka alami. Gambaran klinis mereka dapat dipersulit

oleh gangguan terkait zat karena pasien ini berupaya mengurangi nyeri melalui

penggunaan alkohol dan zat lain.2

Sedikitnya satu studi telah menghubungkan jumlah gejala nyeri dengan

kecenderungan dan keparahan gangguan somatisasi, gangguan deprsif, dan

gangguan ansietas. Gangguan depresif berat terdapat pada kira-kira 25 hingga 50

persen pasien dengan gangguan nyeri, dan gangguan distimik atau gejala

gangguan depresif dilaporkan pada 60 hinggan 100 persen pasien. Sejumlah

peneliti yakin bahwa nyeri kronis hampir selalu merupakan varian gangguan

depresif, bentuk samaran atau somatisasi depresi. Gejala depresif yang paling

menonjol pada pasien dengan gangguan nyeri adalah anergia, anhedonia, libido

berkurang, insomnia, dan iritabilitas; varian diurnal, turunnya berat badan, dan

retardasi psikomotor tampak lebih jarang.2

Perjalanan normal berupa timbulnya nyeri mendadak dan meningkatnya

keparahan dalam beberapa minggu sampai bulan. Nyeri tersebut tidak sesuai

dengan distribusi anatomis sistem saraf. Secara khas, nyeri terjadi terus-menerus

hampir seharian, dapat menyebabkan kesulitan untuk mulai tidur tetapi tidak

membuat pasien terbangun, dan memiliki makna simbolik, misalnya nyeri dada

pada seseorang yang mempunya saudara yang meninggal akibat serangan

jantung.4

Insight terbatas terhadap faktor-faktor psikologis terkait dan pasien biasanya

kurang berespons terhadap analgetik dibandingkan obat psikotropik. Gangguan

nyeri menetap dapat disertai perubahan sensorik lokal dan motorik, seperti

parastesia dan spasme otot. Doctor shopping dan penggunaan analgetik berlebihan

tanpa kesembuhan sering terjadi. Riwayat gejala-gejala konversi dahulu biasanya

ada, seperti pada gangguan depresif terkait.4

Nyeri menjadi pemecahan masalah psikologis bagi pasien dan dapat

diperbaiki dengan perubahan lingkungan dan psikologis. Nyeri juga berhubungan

dengan gagasan yang dipegang pasien mengenai kondisinya. Tingkat disabilitas

yang terjadi menggambarkan keyakinan ini, bukan keparahan cedera sebelumnya

atau penyakit organik. Semakin tidak yakin pasien akan penyebab nyeri ini, atau

8

semakin yakin dirinya bahwa nyeri akan bertahan, semakin buruk kecacatan dan

keputus asaan. Keluhan sering meningkat setelah pemeriksaan luas dengan hasil

negatif, yang hanya membuat pasien frustasi.4

Anamnesis dapat memperlihatkan kepribadian hipokondrial yang rentan

dengan ambang nyeri yang rendah. Riwayat dari seorang narasumber perlu

didapatkan dan catatan rumah sakit sebelumnya perlu diperiksa. Riwayat

psikiatrik sebelumnya dapat memperlihatkan episode, penyebab, dan presipitan

yang sama.4

Pemeriksaan fisis diperlukan, tidak hanya untuk menyingkirkan penyakit

organik, tetapi juga untuk mendapatkan kredibilitas di mata pasien dan untuk

sendirilebih menghargai keluhan secara keseluruhan. Pada pemeriksaan, gangguan

nyeri persisten ditandai terjadinya reaksi berlebihan terhadap pemeriksaan itu

sendiri, nyeri tekan superfisial difus dan kelemahan semua otot di regio tersebut.4

Pemeriksaan tambahan mungkin juga dilakukan dengan meminta pasien

melengkapi catatan harian tentang nyeri dan perilaku serta tindakan yang

diakibatkannya. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan, misalnya bahwa nyeri

memburuk jika ada pasangan dan bila pasangan menjadi simpatik pada pasien.

Setelah penilaian, melanjutkan catatan harian tentang nyeri mungkin bisa

membahayakan, karena hanya meningkatkan perhatian pasien terhadap nyeri.4

2.5 Kriteria Diagnosis Gangguan Nyeri

Kriteria diagnostik berdasarkan DSM-IV-TR gangguan nyeri yaitu:5

a. Nyeri pada satu tempat atau lebih yang menjadi fokus utama dan cukup berat

untuk menjadi perhatian klinis.

b. Nyeri menyebabkan penderitaan klinis bermakna atau hendaya dalam bidang

sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya.

c. Faktor psikologis berperan penting dalam awitan, keparahan, eksaserbasi,

atau bertahannya nyeri.

d. Gejala atau defisit tidak dibuat dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada

gangguan buatan atau malingering).

e. Nyeri sebaiknya tidak disebabkan gangguan mood, ansietas, atau gangguan

9

psikotik, dan tidak memenuhi kriteria diagnostik dispareunia.

Beri kode sebagai berikut:5

Gangguan nyeri terkait faktor psikologis: faktor psikologis dinilai mempunyai

peranan dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. (Jika

terdapat keadaan medis umum keadaan ini tidak memiliki peran utama dalam

medis umum, keadaan ini tidak memiliki peran utama dalam awitan,

keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri). Jenis gangguan nyeri ini

tidak didiagnosis jika kriteria gangguan somatisasi juga terpenuhi.

Gangguan nyeri terkait faktor psikologis dan keadaan medis umum: faktor

psikologis dan keadaan medis umum dinilai memiliki peran penting dalam

awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri. Keadaan medis

umum terkait atau tempat anatomis nyeri diberi kode Aksis III.

Selanjutnya juga perlu digolongkan apakah berdasarkan perjalanannya

gangguan nyeri ini bersifat akut atau kronik, dengan kriteria akut < 6 bulan

dan kronik 6 bulan atau lebih.

Catatan: berikut ini tidak dianggap sebagai gangguan jiwa dan dicantumkan di

sini untuk mempermudah diagnosis banding.

Gangguan nyeri terkait keadaan medis umum: keadaan medis umum memiliki

peran utama dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri.

(Jika ada faktor psikologis tidak dinilai memiliki peran utama dalam awitan,

keparahan, eksaserbasi, atau menetapnya nyeri). Kode diagnostik nyeri dipilih

berdasarkan keadaan medis terkait jika telah ditegakkan atau berdasarkan

lokasi anatomis nyeri jika keadaan medis umum yang mendasari belum jelas

ditegakkan, contohnya punggung bawah, iskiadika pelvis, sakit kepala, wajah,

dada, sendi, tulang, abdomen, payudara, ginjal, telinga, mata, tenggorok, gigi,

dan saluran kemih.

Kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ III gangguan nyeri somatoform

menetap yaitu:3

Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak dapat

dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan

10

fisik.

Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem

psikososial yang cuckup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam

mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.

Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal

maupun medis, untuk yang bersangkutan.

2.6 Diagnosis Banding Gangguan Nyeri

1. Gangguan nyeri berasosiasi dengan kondisi medik umum

2. Gangguan somatisasi yang menonjol gejala nyerinya

3. Hipokondriasis

4. Malingering

Nyeri fisik murni dapat sulit dibedakan dengan nyeri psikogenik murni

terutama karena keduanya tidak ekslusif. Intensita nyeri fisik berfluktuasi dan

sangat sensitif terhadap pengaruh emosi, kognitif, perhatian, dan situasi. Nyeri

yang tidak bervariasi dan tidak sensitif terhadap faktor-faktor ini cenderung

bersifat psikogenik. Ketika nyeri tidak membaik dan memburuk serta bahkan

tidak membaik secara sementara dengan pengalihan atau alagesik, klinisi dapat

mencurigai adanya komponen psikogenik yang penting.1

Gangguan nyeri harus dibedakan dengan gangguan somatoform lain

walaupun beberapa gangguan somatoform dapat timbul bersamaan. Pasien dengan

preokupasi hipokondriasis dapat mengeluh nyeri dan aspek gambaran klinis

hipokondriasis, seperti preokopasi dan tuduhan penyakit, juga dapat ada pada

pasien dengan gangguan nyeri. Pasien dengan hipokondriasis cenderung memiliki

lebih banyak gejala daripada pasien dengan gangguan nyeri. Gangguan konversi

umumnya tidak bertahan lama sedangkan gangguan nyeri bersifat kronis.

Disamping itu, nyeri sesuai definisi, bukanlah gejala gangguan konversi. Pasien

malingering secara sadar memberikan laporan palsu dan kebutuhan mereka

biasanya berhubungan dengan tujuan yang dapat dikenali dengan jelas.1

11

Diagnosis banding dapat sulit dilakukan karena pasien dengan gangguan

nyeri sering menerima kompensasi ketidakmampuan atau keuntungan proses

hukum. Sakit kepala kontraksi otot (tension), contohnya memiliki mekanisme

patofisiologis yang bertanggung jawab untuk nyeri tersebut dan tidak didiagnosis

sebagai gangguan nyeri. Meskipun demikian, pasien dengan gangguan nyeri tidak

berpura-pura sakit. Seperti pada semua gangguan somatoform, gejalanya bukanlah

khayalan.1

Penyakit psikiatrik lain harus disingkirkan, pada gangguan depresif tertentu

dan gangguan somatisasi, tetapi nyeri jarang mendominasi gambaran klinis

keadaan ini, meskipun pasien sering mengeluh nyeri dan ngilu. Beberapa individu

psikotik, seperti penderita skizofrenia, dapat mengalami sindrom nyeri berwaham.

Individu-individu yang bergantung pada narkotik mungkin mengeluhkan nyeri

untuk mendapatkan opioid.4

2.7 Penatalaksanaan Gangguan Nyeri

Penyakit organik harus disingkirkan dan, jika tidak dapat, evaluasi lengkap

tingkat dan luas patologi fisik serta kontribusinya pada gejala nyeri harus dibuat.

Jelas, terapi medis yang adekuat pada setiap dasar organik nyeri penting

dilakukan. Klinik nyeri multidisiplin, yang terdiri dari seorang ahli anestesi,

psikiater dan dokter, dapat mempermudah penanganan. Stres psikososial yang

baru terjadi perlu dihilangkan. Antidepresan seperti amitriptyline, yang

mempengaruhi baik ambilan kembali serotonin maupun noradrenalin, lebih efektif

daripada antidepresan yang terutama bekerja pada ambilan noradrenalin.

Antidepresan trisiklik juga memiliki aksi analgetik dengan onset lebih cepat

daripada dan tidak bergantung pada efek antidepresannya. Metode terapi perilaku-

kognitif juga telah diketahui bermanfaat. 4

Sejumlah data keluaran menunjukkan bahwa psikoterapi psikodinamik

membantu pasien dengan gangguan nyeri. Langkah utama psikoterapi adalah

membangun hubungan terapeutik yang solid melalui empati terhadap penderitaan

12

pasien. Klinisi tidak boleh mengkonfirmasi pasien somatisasi dengan komentar

seperti “ini semua hanya ada didalam pikiran Anda”. Bagi pasien, nyeri yang

dialami adalah nyata, dan klinisi harus memahami realitas nyeri tersebut,

meskipun mereka mencurigai asalnya sebagian besar adalah intrapsikik. Titik

masuk yang berguna didalam aspek emosi nyeri adalah memriksa percabangan

interpersonal dalam kehidupan pasein. Dengan menggali masalah perkawinan,

contohnya psikoterapis dapat segera sampai pada sumber nyeri psikologis pasien

dan fungsi keluhan fisik dalam hubungan yang signifikan. Terapi kognitif telah

digunakan untuk mengubah pikiran negatif dan untuk memupuk sikap positif.1

Terapi lain seperti biofeedback dapat membantu di dalam terapi gangguan

nyeri, terutama dengan nyeri migrain, nyeri miosfasial, dan ketegangan otot,

seperti sakit kepala tension. Hipnosis, stimulasi saraf transkutan, dan stimulasi

kolumna dorsalis juga telah digunakan. Penyekatan saraf dan prosedur ablatif

dengan pembedahan tidak selektif bagi sebagian besar pasien dengan gangguan

nyeri, rasa nyeri akan kembali setelah 6 hinggan 18 bulan.1

Dapat juga dilakukan program pengendalian nyeri. Kadang-kadang penting

untuk menyingkirkan pasien dari lingkungan sehari-hari mereka dan

menempatkannya dalam program pengendalian nyeri rawat inap yang

komprenhensif. Unit nyeri multidisiplin menggunakan banyak modalitas seperti

terapi kognitif, perilaku, dan terapi kelompok. Unit-unit ini memberikan

pembelajaran fisik dan latihan serta menawarkan evaluasi dan rehabilitasi

kejuruan. Gangguan jiwa yang ada secara bersamaan didiagnosis dan diterapi, dan

pada pasien yang bergantung pada analgetik maupun hipnosis dilakukan

detoksifikasi. Program terapi multimodal rawat inap umumnya melaporkan hasil

yang memuaskan.1

Berdasarkan sumber lain tatalaksana gangguan nyeri somatoform dijelaskan

sebagai berikut:

a. Kenali dan tangani semua gangguan medis umum yang mungkin

berkontribusi terhadap gejala nyeri

b. Seperti pada gangguan somatisasi dan hipokondriasis, target tatalaksana

13

bukanlah kesembuhan melainkan perawatan, sebab tidak mungkin

menghilangkan nyeri.

c. Terapis perlu mendiskusikan sejak awal bahwa sumber nyeri pasien adalah

psikogenik, menjelaskan berbagai sirkuit dalam otak yan terlihat dengan

emosi seperti sistem limbik akan mempengaruhi sensorik. Namun terapis

harus memahami bahwa nyeri yang dialami pasien sebagai sesuatu yang

nyata.

d. Klinik nyeri (pain clinic) dengan pendekatan multidispliner sering

bermanfaat, sekaligus menunjukkan pada pasien bahwa penderitaan mereka

ditangani secara serius.

e. Terapi perilaku yang membimbing pasien untuk menerima rasa nyeri dan

mengoptimalisasi fungsi mereka walaupun tetap ada rasa nyeri.

f. Farmakologi yang dapat menolong adalah golongan antidepresan trisiklik dan

SSRI. Golongan analgetik, sedatif, dan anticemas tidak bermanfaat bahkan

dapat menimbulkan ketergantungan dan memperparah gejala.

2.8 Prognosis Gangguan Nyeri

Pada sebagian besar kasus, gejala-gejala telah menetap selama beberapa

tahun sebelum individu datang ke psikiater. Penderita yang memperlihatkan

distres emosional dengan gejala-gejala fisik cenderung berprognosis buruk,

sedangkan penderita yang mampu menerima nyeri dan menyadari betapa

pentingnya usaha mereka sendiri untuk memperbaiki kualitas hidup cenderung

lebih baik.4

BAB III

KESIMPULAN

Gangguan nyeri somatoform adalah preokupasi terhadap nyeri persisten,

berat dan membuat distres tanpa temuan fisis yang memadai untuk menjelaskan

14

nyeri atau intensitasnya. Nyeri psikogenik murni, sebenarnya lebih jarang terjadi

dibandingkankan dengan kompleksitas psikologis cedera yang ada atau terjadi

sebelumnya.

Gangguan dianggap sering terjadi dalam praktik umum, dan didiagnosis

hampir dua kali lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Onset dapat

terjadi pada usia berapa pun, tetapi paling sering pada usia 30 dan 40-an.

Nyeri menjadi pemecahan masalah psikologis bagi pasien dan dapat

diperbaiki dengan perubahan lingkungan dan psikologis. Nyeri juga berhubungan

dengan gagasan yang dipegang pasien mengenai kondisinya. Tingkat disabilitas

yang terjadi menggambarkan keyakinan ini, bukan keparahan cedera sebelumnya

atau penyakit organik. Semakin tidak yakin pasien akan penyebab nyeri ini, atau

semakin yakin dirinya bahwa nyeri akan bertahan, semakin buruk kecacatan dan

keputus asaan.

Penatalaksanaannya dapat diberikan farmakoterapi, psikoterapi,

biofeedback sebagai terapi lain dan dapat dilakukan program pengendalian nyeri.

Prognosis pada penderita yang memperlihatkan distres emosional dengan gejala-

gejala fisik cenderung berprognosis buruk, sedangkan penderita yang mampu

menerima nyeri dan menyadari betapa pentingnya usaha mereka sendiri untuk

memperbaiki kualitas hidup cenderung lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saddock BJ, Saddock VA. Gangguan nyeri. Dalam: kaplan and saddock

buku ajar psikiatri klinis. Ed ke-2. Jakarta: EGC, 2004. h.278-81

15

2. Clark. Pain disorder. In: Levenston JL. textbook of psychosomatic

medicine psychiatric 2nd ed. Newyork : The american psychiatric

publising inc; 2011. p. 901-77

3. Mayou RA, Kirmayer LJ. Somatoform disorders. Time for a new approach

in DSM V. American journal of psychiatric. 2005; 162: 847-55.

4. Rusli M. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di

Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI-Direktorat

Jenderal Pelayanan Medik; 1993. hal. 182.

5. Hadjam MN. peranan kepribadian dan stress kehidupan terhadapp

gangguan somatisasi. Jurnal Psikiatri Universitas Gadjah Mada. 2003; 1 :

36-56