2013 naskah usulan rek kebijakan industrialisasi minbud- edit 290813

Upload: hikmah-madani

Post on 13-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENYEMPURNAAN DESAIN PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN BERBASIS PERIKANAN BUDIDAYA KOMODITAS UDANG

b). Kebijakan perikanan Budidaya

LATAR BELAKANG

Sektor perikanan saat ini merupakan salah satu alternatif dalam penyediaan lapangan kerja di saat semakin sempitnya lahan pertanian di wilayah daratan dan semakin tingginya persaingan tenaga kerja di bidang industri dan jasa. Potensi perikanan yang cukup besar di era otonomi daerah membuka peluang untuk dikembangkan guna meningkatkan penyediaan lapangan kerja (Dahuri, 2001). Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya menggenjot produksi dan pendapatan nelayan/pembudidya termasuk mengembangkan wirausaha mandiri melalui strategi Industrialisasi Kelautan dan Perikanan. Industrialisasi perikanan diharapkan mampu mengokohkan struktur usaha perikanan nasional, yang membawa multiplier effect sebagai prime mover perekonomian nasional. Sejalan dengan itu pendekatan pengembangan kawasan minapolitan merupakan konstruksi bagi kebijakan pengembangan industrialisasi perikanan (BBPSEKP, 2012). Oleh karena itu, pengembangan industrialisasi perikanan tidak dapat dipisahkan dari 5 aspek minapolitan yaitu: infrastruktur, sumberdaya dan tata ruang, kelembagaan, masyarakat dan bisnis, kebijakan dan tata kelola. Perikanan budidaya merupakan salah satu subsektor yang mensuplai bahan baku untuk industrialisasi perikanan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2012), potensi perikanan budidaya tambak lebih dari 1,2 juta ha, namun baru dimanfaatkan kurang dari 50%; lahan budidaya laut lebih dari 12 juta ha, yang dimanfaatkan baru sekitar 117 ribu ha; unit pengolahan ikan lebih dari 65 ribu pengolah, tetapi sebagian besar skala kecil. Berdasarkan data dari FAO (2012) produksi perikanan budidaya (tanpa rumput laut dan produk perikanan non-pangan) dunia pada tahun 2010 adalah sebesar 59,87 juta ton, dimana Indonesia menempati urutan ke 4 di dunia dengan produksi sebesar 2,30 juta ton. Untuk komoditas rumput laut Indonesia pada tahun 2010 menempati posisi produsen terbesar kedua di dunia dengan produksi sebesar 20,6% atau sebesar 3,9 juta ton (FAO, 2012). Komoditas udang merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi berorientasi ekspor. Permintaan (demand) udang, baik untuk pasar domestik maupun ekspor, cenderung terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Harganya pun relatif stabil, bahkan cenderung semakin mahal. Sampai sekarang, udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang termahal, lebih dari US$ 5 per kg harga di lokasi tambak. Dan, dari total nilai ekspor perikanan tahun 2011 sebesar US$ 3,1 miliar, lebih dari setengahnya (US$ 1,6 miliar) berasal dari udang. Udang tambak dapat diproduksi secara masal (volume yang sangat besar), ukuran dan kualitas bisa diatur menjadi relatif seragam dan baik, dan waktu produksi bisa diatur secara reguler. Dengan perkataan lain, udang memenuhi segenap persyaratan untuk di-industrialisaikan, alias dilipat-gandakan nilai tambahnya dan dapat menyerap banyak tenaga kerja dan menghasilkan multiplier effects yang besar dan luas (Dahuri, 2012).Permasalahan yang dihadapi oleh para petambak udang saat ini sangat kompleks, antara lain penurunan produksi yang disebabkan oleh menurunnya daya dukung lingkungan berbagai penyakit, adanya pencemaran lingkungan dan keamanan yang tidak terjamin, harga saprodi yang meningkat, sumber daya manusia masih rendah, manajemen usaha yang masih terbatas serta kurangnya nilai tambah berupa produk olahan siap konsumsi relative sedikit. Untuk menyelesaikan permasalahan dan menjawab tantangan tersebut diperlukan kebijakan strategis yang inovatif dan langkah-langkah terobosan yang efektif. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut diperlukan perubahan cara berfikir dan orientasi pembangunan dari daratan ke maritim dengan gerakan yang mendasar dan cepat, yaitu Revolusi Biru. Pada tataran implementasi diperlukan sistem pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan konsep Minapolitan. Konsep pembangunan tersebut sejalan dengan arah umum pembangunan nasional dan arah kebijakan pembangunan kewilayahan dan pengembangan kawasan sebagaimana tertuang di dalam Buku I RPJM Tahun 2010-2014. Sejalan dengan arah kebijakan nasional tersebut, pembangunan sektor kelautan dan perikanan perlu dilakukan dengan pengembangan kawasan-kawasan ekonomi unggulan menjadi lebih produktif dengan percepatan pengambangan minapolitan melalui implementasi industrialisasi kelautan dan perikanan. Untuk itu, perlu penyempurnaan desain implementasi pengembanagan industrialisasi berbasis perikanan budidaya.

OPSI REKOMENDASI Desain program industrialisasi yang telah dilakukan dalam bidang perikanan masih perlu ditindaklanjuti, dengan lebih terarah dan sesuai dengan potensi serta daya dukung lingkungan baik secara teknis, ekonomis, maupun sosial. Opsi rekomendasi kebijakan penyempurnaan desain program pengembangan industrialisasi perikanan berbasis Perikanan Budidaya sebagai berikut;

1. Opsi Kebijakan Sektor Hulu Meningkatkan produksi dan produktivitas udang melalui upaya revitalisasi tambak udang yang idle dan membuka lahan usaha tambak udang baru Perlunya pengendalian pencemaran, serta pendampingan dan pengawasan penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (Best Aquaculture Practices) secara intensif pada pembudidaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas udang. Perlunya kebijakan tentang pembuatan saluran irigasi tambak untuk pemasukan (inlet) atau pembuangan (outlet) dan penataan ruang (zonasi) untuk tambak yang jelas untuk pemafaatan lahan tambak udang agar tidak ada tumpang tidih kepentingan dengan sektor lain Perlunya membuat segmentasi kelompok masyarakat pembudidaya dalam mengintroduksikan IPTEK dan akses permodalanStakeholder: DJPB, Bappeda, PU, Kementerian Kehutanan

2. Opsi Kebijakan Sektor Hilir (Pengolahan) Meningkatkan diversifikasi produk dan nilai tambah melalui pelatihan dan pendampingan pengolahan produk hasil perikanan yang memiliki standar mutu (HACCP) dan ISO.Stakeholder: P2HP, Kementerian Perindustrian

3. Opsi Kebijakan Sistem Pemasaran dan Perdagangan Meningkatkan daya saing produk melalui peningkatan sistem rantai dingin mulai dari hulu sampai hilir. Mendorong dan memfasilitasi pola kerjasama kemitraan antara petambak udang dengan pengusaha industri pengolahan dan ekportir udang berdasarkan pada prinsip yang saling menguntungkan (a win-win cooperation).Stakeholder: P2HP, Kementerian perdaganganDASAR PERTIMBANGAN REKOMENDASI

1. Opsi Kebijakan Sektor Hulu

Meningkatkan produksi dan produktivitas udang melalui upaya revitalisasi tambak udang yang idle dan membuka lahan usaha tambak udang baru Meskipun industrialisasi perikanan budidaya sebagai upaya peningkatan produksi dan produktivitas khusunya untuk komoditas udang, ternyata masih belum mampu mendongkrak produksi dan produktivitas tambak udang. Menurut Zuhri (2011), rendahnya produktivitas terbukti dari besarnya lahan tambak udang yang terbengkalai (idle) yakni sekitar 20.000 hektar yang tersebar di Semarang, Surabaya, Medan hingga Makasar. Disamping itu, rendahnya keberhasilan hidup (survival rate) dan pertumbuhan (growth rate) serta ketidakstabilan produksi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: buruknya kualitas bibit, penurunan kualitas lingkungan yang mengakibatkibatkan mewabahnya penyakit karena kurang baiknya manajemen lingkungan perairan dan penerapan teknologi budidaya.

Perlunya pengendalian pencemaran, pendampingan dan pengawasan penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (Best Aquaculture Practices) secara intensif pada pembudidaya untuk meningkatkan Keamanan Pangan dalam Budidaya Udang (Food Safety in Shrimp Aqua culture) Terjadinya pencemaran merupakan salah satu kendala yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air, sehingga air tidak dapat dimanfaatkan sebagai media budidaya Santoso, 2003). Berkembangnya budi daya udang sistem intensif, diikuti pula oleh berbagai permasalahan. Masalah yang umumnya terjadi pada sistem budi daya udang ini ialah sedikitnya proporsi pakan yang digunakan oleh hewan, akibatnya sebagian besar pakan tersisa sebagai limbah di air (Antony & Philip 2006) yang diikuti oleh eutrofikasi dan pengayaan material organik yang tinggi pada dasar kolam. Penurunan kualitas lingkungan seperti ini menurunkan produktivitas tambak, dan meningkatkan tekanan pada udang yang menyebabkan udang rentan terhadap penyakit, sehingga menurunkan produksi di berbagai daerah (Boyd & Musig 1992). Selain berdampak negatif terhadap lingkungan, intensifikasi budi daya udang juga menyebabkan peningkatan resiko penyakit yang potensial terhadap hewan. Penyakit yang berkembang di tambak udang di Indonesia ialah penyakit yang disebabkan oleh virus White Spot Syndrome (WSS) dan Yellow Head Virus (YHV) dan penyakit bakteri berpendar Vibrio harveyi. Selain itu pemakaian antibiotik menjadi cara yang dianggap efektif untuk menanggulangi bakteri patogen di perairan tambak pada sistem budi daya ini, tetapi dengan ditemukannya residu antibiotik yang tinggi pada udang asal Indonesia, mengakibatkan dikeluarkannya larangan ekspor udang Indonesia ke beberapa negara tujuan (Rangkuti 2007). Berbagai produk probiotik untuk akuakultur dipromosikan memiliki berbagai keunggulan yang bervariasi; mereduksi nitrat, nitrit, amonia, H2S, menghilangkan logam berat, bahan organik, menurunkan BOD, mengatasi penumpukan lumpur, penghambatan pertumbuhan Vibrio sp. dan bakteri patogen lainnya. Tetapi banyak dari keuntungan yang diiklankan tidak memiliki konfirmasi, dan merupakan riset yang tidak dikendalikan secara terpadu (Antony & Philip 2006).

Perlunya kebijakan tentang pembuatan saluran pemasukan (inlet) atau pembuangan (outlet) dan penataan ruang (zonasi) untuk tambak yang jelas untuk pemafaatan lahan tambak udang agar tidak ada tumpang tidih kepentingan dengan sektor lain

Tata ruang wilayah pesisir pada umumnya tidak mendukung produktivitas dan keberlanjutan (sustainability) usaha budidaya tambak udang. Tingginya laju konversi lahan tambak untuk kawasan industri, pemukiman, perkotaan, pusat bisnis, dan peruntukan lainnya menunjukkan betapa tata ruang wilayah tidak berpihak pada usaha tambak udang. Saluran irigasi tambak hampir semuanya merupakan bagian (ujung atau hilir) dari sistem saluran irigasi pertanian (sawah). Sehingga, air tawar yang digunakan untuk budidaya tambak udang, sebagian besar mengandung sisa pupuk, pestisida dan limbah pertanian lainnya. Limbah dan sampah yang berasal dari berbagai macam kegiatan manusia (industri, pemukiman, perkotaan, dan lainnya) di daratan lahan atas pada umumnya dibuang ke sungai dan laut, tanpa diolah atau dinetralkan (treatment) lebih dahulu. Sehingga, air dari perairan pesisir dan laut, yang merupakan sumber air untuk budidaya tambak udang, seringkali dalam keadaan tercemar. Kondisi semacam inilah yang ditenggarai turut memicu peledakan wabah penyakit dan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangbiakan udang di tambak kurang optimal, terutama di Pantura, pesisir Sulawesi Selatan, dan wilayah pesisir lain yang padat penduduk dan tinggi tingkat industrialisasinya. Tingginya pengendapan (sedimentasi) di muara-muara sungai dan saluran irigasi tambak akibat penggundulan hutan dan pengelolaan lahan atas (upland management) yang buruk juga berdampak negatip terhadap usaha budidaya tambak udang.

Perlunya membuat segmentasi kelompok masyarakat pembudidaya dalam mengintroduksikan IPTEK dan akses permodalanOpsi kebijakan ini penting mengingat seringnya program pemerintah seperti introduksi IPTEK berupa penyuluhan dan paket bantuan permodalan yang tidak tepat sasaran. Banyak pembudidaya mengeluhkan bahwa penyuluhan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah sulit untuk dapat diterapkan dalam usaha budidaya mereka. Hal ini disebabkan oleh adanya gap antara teknologi budidaya yang diintroduksikan dengan teknologi budidaya yang mayoritas telah digunakan oleh pembudidaya. Seringkali pelatihan yang diadakan berupa pelatihan budidaya intensif, sedangkan pembudidaya yang ikut pelatihan mayoritas adalah pembudidaya pemula dan menggunakan teknik budidaya tradisional atau semi intensif. Untuk itu perlu adanya kesesuaian antara jenis pelatihan dengan segmentasi kelompok pembudidaya yang menjadi sasaran.Selain itu, salah satu faktor lain yang menyebabkan sulitnya menerapkan teknologi budidaya udang sesuai anjuran adalah karena lemahnya permodalan pembudidaya tambak dan belum adanya skim kredit untuk usaha budidaya udang. Pinjaman kredit yang diberikan oleh perbankan seringkali sulit untuk mejangkau petambak dalam skala usaha kecil mengingat sifat usahanya yang tergolong beresiko tinggi (high risk) dalam hal kegagalan karena sifat udang yang mudah terserang penyakit dan ketidakmampuan pembudidaya mengelola keuangannya. Selain itu, persyaratan untuk mendapatkan kredit dari perbankan agak sulit dipenuhi oleh pembudidaya, seperti misalnya syarat adanya agunan mengingat masih banyak pembudidaya yang mengolah tambak sewa atau gadai sehingga tidak dapat menjaminkan sertifikat lahan tambaknya kepada perbankan. Begitu pula dengan pembudidaya pemilik lahan yang mayoritas lahannya belum tersertifikasi, dalam artian surat lahan masih berupa girik atau Surat Keterangan Desa (SKD). Di sisi lain, bantuan permodalan dari pemerintah seringkali kurang tepat sasaran, dimana penerima bantuan permodalan seringkali merupakan pembudidaya yang tergolong sudah maju dan mampu. Oleh karena itu perlu adanya kesesuaian antara jenis bantuan akses permodalan dengan segmentasi kelompok pembudidaya guna meminimalisir bantuan yang tidak tepat sasaran. Selain itu perlu juga peran dari lembaga penjamin mengingat usaha budidaya udang merupakan usaha yang sangat potensial apabila dikembangkan lebih lanjut.

2. Opsi Kebijakan Sektor Hilir

Peningkatan diversifikasi produk dan nilai tambah melalui pelatihan dan pendampingan pengolahan produk hasil perikanan yang memiliki standar mutu (HACCP) dan ISO.Rendahnya produktivitas udang menyebabkan kelangkaan bahan baku untuk pabrik pengolahan udang. Pada 2008, jumlah pengelolahan udang masih mencapai 161 unit. Jumlah tersebut menyusut menjadi 150 unit pada 2009 menjadi 147 perusahaan pada tahun 2010. Pada tahun 2011 terdapat satu perusahaan yang tutup di Makasar, satu perusahaan udang skala besar di Malang, Jatim ikut menyusul. Saat ini, mungkin hanya tinggal 145 perusahaan dan beberapa diantaranya ada yang menurunkan kapasitas terpasangnya besarbesaran, yang berdampak pada terjadinya PHK massal. Untuk mendorong optimalisasi produk olahan industri lokal membutuhkan jaminan pasokan paling sedikit 200.000-300.000 ton udang segar/tahun, namun pasokan udang segar ke industri saat ini tak lebih dari 100.000 ton/tahun (Zuhri,2011).

3. Opsi Kebijakan Sistem Pemasaran dan PerdaganganPutro (2003) menyatakan bahwa, perdagangan internasional hasil perikanan budidaya akan dihadapkan pada berbagai hambatan, yaitu hambatan tarif dan non tarif. Tingkat tarif yang diberlakukan sangat bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh jenis ikan dan bentuk olahan. Tarif bea masuk juga sering diberlakukan secara diskriminatif. Sedangkan hambatan non tarif terutama standar mutu dan sanitasi, residu hormon dan antibiotik serta isu-isu lingkungan. Standar mutu yang menjadi prasyarat utama adalah aspek kesegaran (fressness), yaitu kenampakan (appearence),bau (odor), warna (colour), dan rasa (taste). Sedangkan standar sanitasi yang dipersyaratkan adalah harus bebas dari bakteri penyakit terutama Salmonella, Shigella, Vibrio cholera, dan Vibrio parahaemolyticus. Kusnendar (2003) menyatakan pengetatan persyaratan mutu produk yang dilakukan oleh negara-negara importir khususnya AS dan Eropa yang mengakibatkan beberapa ekspor udang ditahan dan dimusnahkan karena mengandung antibiotik, seperti Chlorampenicol. Negara-negara tersebut memberlakukan Rapid Alert System (RAS) dan zero tolerance untuk residu antibiotik khususnya Chloramphenicol.Cholik (1999) menyatakan bahwa, karena masih kentalnya kandungan impor pada sarana produksi, biaya investasi dan modal kerja dalam usaha budidaya tambak menjadi membumbung tinggi. Untuk membangun satu hektar tambak dewasa ini akan diperlukan biaya yang besarnya 2-3 kali lipat dibanding tahun 1996, sedangkan untuk modal kerja diperlukan 3-4 kali lipat. Dewasa ini kucuran kredit dari bank dengan bunga rasional seperti yang pernah diperoleh pengusaha tambak tinggal impian belaka. Bunga bank yang sangat tinggi sama sekali tidak menarik bagi pengusaha tambak. Berbagai scheme kredit berbunga rendah tidak banyak manfaatnya karena besarnya dana yang dijatahkan relative rendah.

STRATEGI IMPLEMENTASI

1. Strategi Implementasi Sektor Hulu Meningkatkan produksi dan produktivitas udang melalui upaya revitalisasi tambak udang yang idle dan membuka lahan usaha tambak udang baru Mengoperasikan tambak-tambak yang idle atau terbengkalai dan mengintensifkan tambak tradisional, sebagai sasaran revitalisasi tambak dalam rangka mendongkrak produksi. Bekerjasama dengan Kementerian PU dalam memperbaiki atau membangun kembali infrastruktur pendukung usaha budidaya tambak yang saat ini terbengkalai dan rusak (perbaikan tanggul, pintu air, jalan produksi, jembatan serta normalisasi saluran irigasi) Penyediaan Sumber Energi (BBM dan Listrik) yang merata dengan membangun kerjasama dengan PT. PLN. Membuka lahan yang potensial untuk usaha tambak udang melalui penerapan teknologi anjuran berkelanjutan dan berwawasan lingkungan Mendorong pembudidaya untuk menerapkan yang meningkatkan nilai tambah dan daya dukung lingkungan yaitu melalui budidaya polikultur (udang, bandeng dan rumput laut Gracilaria sp), budidaya udang organik (eco-shrimp), penerapan segmentasi usaha serta efisiensi proses produksi budidaya yang menghasilkan udang ber-size kecil (100-150 ekor per-kilo gram) supaya dapat di jangkau untuk semua lapisan masyarakat.

Strategi Implementasi pengendalian pencemaran, pendampingan dan pengawasan penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (Best Aquaculture Practices) secara intensif pada pembudidaya untuk meningkatkan Keamanan Pangan dalam Budidaya Udang (Food Safety in Shrimp Aqua culture)Langkah-langkah staregi yang dapat dilakukan agar udang hasil budidaya memenuhi standar keamanan pangan antara lain:a. Pendampingan dan pengawasan penggunaan bahan residu berbahaya melalui penerapan dan pelaksanaan SOP ( Standar Operating Procedure) dengan baik Cara Budidaya Ikan yang Baik (Best Aquaculture Practices) secara intensif pada pembudidaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas udang yaitu: Melaksanakan budidaya sesuai dengan SOP (setiap tahapan proses budidaya harus dilakukan dengan baik). Melaksanakan Sipon secara rutin agar kebersihan dasar tambak tetap terjaga. Penggunaan bahan-bahan kimia selama budidaya sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dalam SOP. Sarana dan prasarana panen dalam kondisi baik dan bersih. Tidak boleh ada sisa udang di tambak. Proses pencucian udang pada saat panen harus dilakukan sesuai standar prosedur yang ada guna meminimalisir kontaminasi bakteri. Udang hasil panen harus dibersihkan dari semua material maupun sampah tambak yantg mungkin terikut.b. Gudang penyimpanan pakan dan bahan kimia harus dijaga kebersihanya. Harus ada pengendalian hama dalam gudang. Pakan dan bahan kimia harus ditempatkan secara terpisah. Tidak ada bahan kimia yang kadaluarsa yang tersimpan di gudang. Wadah bahan kimia yang akan digunakan ulang harus dicuci bersih terlebih dahulu sesuai prosedur penanganan wadah bekas bahan kimia. Ventilasi harus cukup agar gudang tidak lembab untuk menjaga mutu pakan dan bahan kimia yang disimpan.

Strategi implementasi kebijakan tentang pembuatan saluran pemasukan (inlet) atau pembuangan (outlet) dan penataan ruang (zonasi) untuk tambak yang jelas untuk pemafaatan lahan tambak udang agar tidak ada tumpang tidih kepentingan dengan sektor lain: Mengembangkan saluran pengairan, petak steril (Inlet) dan petak pengolahan limbah (Outlet) sehingga kualitas air buang tambak relatif sama dengan kualitas air pasok Membangun tandon (petak karantina, petak pengendapan, petakbiofilter) dan menerapkan biosecurity untuk setiap kawasan tambak Pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam mengupayakan penanggulangan sedimentasi dan limpasan limbah dari sungai Bekerja sama dengan Kementerian PU dalam memperbaiki infrastruktur saluran irigasi tambak dan jalan produksi Bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan untuk melakukan penanaman bakau/mangrove di lahan sekitar tambak udang guna mempertahankan kualitas dan daya dukung lingkungan (carrying capacity) lahan dan perairan di sekitar tambak. Mendorong PEMDA untuk lebih tegas dalam penetapan & penegakan tata ruang Bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan sertifikasi lahan budidaya melalui sistem perijinan satu atap guna mempercepat proses perizinan lahan budidaya agar nantinya dapat dijadikan agunan kredit dari perbankan

Strategi Implementasi segmentasi kelompok masyarakat pembudidaya dalam mengintroduksikan IPTEK dan akses permodalanPengembangan segmentasi kelompok masyarakat pembudidaya dalam mengintroduksikan IPTEK dan akses permodalan, misalnya: POKDAKAN Pemula; dengan teknologi budidaya tradisional dapat diberikan bantuan penguatan permodalan melalui bantuan langsung, seperti Bantuan Langsung Mandiri (BLM)/PUMP serta bantuan kredit lunak dari perbankan melalui koperasi sebagai lembaga penjamin, POKDAKAN Madya; dengan teknologi budidaya semi intensif dapat diberikan bantuan akses permodalan berupa kredit program misalnya melalui penggalakan Kredit Usaha Rakyat atau KKPE secara lebih merata, POKDAKAN Maju dengan teknologi intensif dan supra intensif dapat diberikan bantuan kemudahan akses permodalan berupa kredit komersial yang bekerja sama dengan perbankan serta industri;

Strategi Implementasi Sektor Hilir Meningkatkan diversifikasi produk dan nilai tambah melalui pelatihan dan pendampingan pengolahan produk hasil perikanan yang memiliki standar mutu (HACCP) dan ISO melalui: Mengadakan pelatihan lebih intensif dalam hal pengolahan udang menjadi berbagai macam diversifikasi produk untuk kelompok-kelompok pengolah skala kecil dan menengah Memfasilitasi dan mengadakan layanan gratis pengujian pengujian standar mutu (HACCP) dan ISO untuk UKM dan industri yang belum memiliki standar mutu Mengadakan monitoring dan pengawasan untuk menjaga standar mutu unit pengolahan

Strategi Implementasi Sektor Pemasaran dan Perdagangan Meningkatkan daya saing produk melalui peningkatan sistem rantai dingin mulai dari hulu sampai hilir. Mengadakan pelatihan dan pendampingan manajeman rantai dingin yang baik mulai dari pembudidaya sebagai produsen (hulu) sampai ke pedagang dan pengolah (hilir) Pemberian paket bantuan langsung dan kredit lunak untuk kelompok-kelompok pembudidaya dan pedagang berupa coolbox dan sarana pengangkutan Pengadaan pabrik es serta gudang/cold storage sebagai sarana pendukung rantai dingin di lokasi-lokasi sentra budidaya udang

Mendorong dan memfasilitasi pola kerjasama kemitraan antara petambak udang dengan pengusaha industri pengolahan dan ekportir udang berdasarkan pada prinsip yang saling menguntungkan (a win-win cooperation). Mendorong industri pengolahan dan eksportir untuk bekerja sama dan membentuk pola kemitraan dan kontrak kerja dengan para petambak untuk mendapatkan kepastiaan (kontinuitas) pasokan dan secara tidak langsung memberikan modal usaha kepada pembudidaya.

PRAKIRAAN DAMPAK REKOMENDASI

Perkiraan dampak yang dari opsi rekomendasi tersebut di atas antara lain:1. Opsi Kebijakan Sektor Hulu Peningkatan produksi dan produktivitas udang melalui upaya revitalisasi tambak udang yang idle dan membuka lahan usaha tambak udang baru Peningkatan produksi dan produktivitas udang melalui pengendalian pencemaran, serta pendampingan dan pengawasan penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (Best Aquaculture Practices) secara intensif pada pembudidaya Tertatanya saluran irigasi tambak untuk pemasukan (inlet) atau pembuangan (outlet) tambak serta tertatanya ruang (zonasi) untuk pemafaatan lahan tambak udang yang tidak tumpang tidih kepentingan dengan sektor lain Tersegmentasinya kelompok masyarakat pembudidaya dalam mengintroduksikan IPTEK dan akses permodalan

2. Opsi Kebijakan Sektor Hilir (Pengolahan) Peningkatan diversifikasi produk dan nilai tambah melalui pelatihan dan pendampingan pengolahan produk hasil perikanan yang memiliki standar mutu (HACCP) dan ISO.

3. Opsi Kebijakan Sistem Pemasaran dan Perdagangan Peningkatan daya saing produk melalui peningkatan sistem rantai dingin mulai dari hulu sampai hilir. Terciptanya pola kerjasama kemitraan antara petambak udang dengan pengusaha industri pengolahan dan ekportir udang berdasarkan pada prinsip yang saling menguntungkan (a win-win cooperation).

DAFTAR REFERENSI

Boyd, C.E., Musig, Y., 1992. Shrimp pond effluents: observation of nature of the problem on commercial farms. In: Wyban, J. (Ed.), Proceedings of The Special Session on Shrimp Farming. World Aquaculture Society, Baton Rouge, LA, pp. 195_/197.Cholik, F. 1999. Tujuh Pilar Pemberdaya Gema Protekan 2003. Warta Penelitian Perikanan Indonesia Vol.V No.1. Hal : 8-12.Dahuri, 2012. Mengembalikan Kejayaan Udang Sebagai Komoditas Primadona Indonesia. Majalah Samudera, April 2012.Kusnendar, E. 2003. Revitalisasi Budidaya Tambak Udang Indonesia. Seminar Workshop dengan Tema Polusi dan Strategi Penanggulangan Gagal Panen Udang Akibat Serangan Virus. Tgl 27 Agustus 2003, Surabaya. Kerjasama Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, PT.Sea Harvest dan Akademi Perikanan Sidoardjo. Surabaya.Putro, S. 2003. Strategi Pemasaran Produksi Perikanan Budidaya. Prosiding Semi-Loka Aplikasi Teknologi Pakan dan Peranannya Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Budidaya Tgl 9 September 2003, Bogor. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.Rangkuti FY. 2007. Indonesia Fishery Products Shrimp Report 2007. Di dalam :Elisa Wagner, US Embassy.USDA Foreign Agricultural Service. Global Agriculture Information Network.http://www.fas.usda.gov/gainfiles/200707/146291660. pdf [23 Juli 2008]Santoso, M. 2003. Dari Pers Tur ke Hutan Mangrove di Grinting, Biawak dan Buaya Kini Sering Tampak. Harian Pikiran Rakyat. Selasa, 28 Januari 2003. http://www.pikiran-rakyat.com/ yang direkam pada 15 Jul 2007 19:25:16 GMT.Zuhri, Sepudin. 2011. Industri Pengelolaan Udang Rontok. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013 dari website http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/4960/industri-pengelolaan-udang-rontok-/?category_id=

Penyusun Rekomendasi:Nama : Hikmah, Ellen Suryanegara, Sri HandayaniNo Hp: 081585068008Email : [email protected]