2011far.pdf

Upload: muh-fajrianto

Post on 09-Oct-2015

82 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii)

    SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA

    FIFI ARFINI

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

    2011

  • PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah Eucheuma cottonii serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Bogor, Maret 2011

    Fifi Arfini NRP F153080031

  • ABSTRACT

    FIFI ARFINI. Process Optimation of Carrageenan Extraction From Red Seaweed (Eucheuma cottonii) and Its Application as stabilizer on Passion Fruit Syrup. Under direction of RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD and ROSMAWATY PERANGINANGIN. Carrageenan is seaweed gum derived from red seaweed polysaccharide sulfate form which has the properties of hydrocolloid so widely used in food and industrial products. The objectives of this research was to analyze and optimize the process of carrageenan from E.cottonii (variation of water ratio, KCl concentration and precipitation temperature) to shorten process time and to obtain physico-chemical characteristics and functional extracted carrageenan, determine and assess the optimal extraction process and to apply carrageenan optimal extraction process results in products of passion fruit syrup as well as assess the quality of the resulting syrup. Rendemen, viscosity, gel strength, moisture, ash, acid insoluble ash, sulphate and whiteness were used as quality parameters of carrageenan. It was found that the best carrageenan extraction process was obtained from water ratio 1:20, 1% KCl concentration and precipitation temperature of 30 oC process. The application of carrageenan on passion fruit syrup indicated that addition of carrageenan 4.4 % gave the pH, viscosity and turbidity similar to commercial syrup. Based on paired comparison test with the commercial syrup, the resulted one has better appearance, sour taste and flavor passion fruit on a commercial while for sweetness and color were less than those of the

    Key words: carrageenan, extraction, physic-chemical characteristic, passion fruit syrup.

    commercial syrup.

    .

  • RINGKASAN

    FIFI ARFINI. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa. Dibimbing oleh RIZAL SYARIEF S. NAZLI, USMAN AHMAD dan ROSMAWATY PERANGINANGIN.

    Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan, pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanannya. Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak dilakukan melalui berbagai penelitian. Namun untuk pengembangan industri karaginan tersebut dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya modal yang diperlukan untuk industri pengolahan karaginan yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh proses ekstraksi karaginan yang cukup rumit dan relatif menghabiskan energi yang cukup besar.

    Tujuan dari penelitian ini adalah: a) mengkaji dan mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (variasi perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut Eucheuma cottonii untuk mempersingkat waktu proses, b) memperoleh karakteristik fisiko-kimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi yang dioptimalkan c) mengaplikasikan karaginan yang dihasilkan pada sirup markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan. Penelitian ini diawali dengan penelitian pendahuluan untuk mencari konsentrasi larutan KCl yaitu 0,5; 1; 1,5 dan 2%). Selanjutnya tahap optimasi proses yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan. Proses ini terdiri dari: 1)Ekstraksi I, 2) Pencucian, 3) Ekstraksi II (Perbandingan air 1:20, 1:30 dan 1:40) 4) Filtrasi, 4) Presipitasi oleh KCl (1 dan 1,5% pada suhu 15 dan suhu 30 o

    Kombinasi perlakuan optimum yang dihasilkan adalah perbandingan air 1:20, konsentrasi KCl 1 % dan suhu presipitasi 30

    C), 5) Penyaringan, 6) Pengepresan, 7) Pengeringan dan Penepungan. Tahap terakhir yaitu aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa. Perlakuan diawali dengan proses pencucian, pemotongan kulit, pengerukan isi buah markisa lalu dilakukan pemblenderan dan penyaringan. Sari buah markisa selanjutnya diolah menjadi sirup dengan penambahan karaginan yaitu 3.3 (A), 3.9 (B), 4.4 (C) dan 5.0 % (D).

    oC berdasarkan parameter rendemen sebesar 31.77 %, viskositas 145.00 cP, kekuatan gel 1897.14 g/cm2

    , kadar air 9.73%, kadar abu 29.59%, kadar abu tak larut asam 0.83%, kadar sulfat 18.36% dan derajat putih 51.57%. Sifat fisik dan kimia sirup markisa terpilih yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan karaginan (formulasi C) pada pembuatan sirup markisa mempunyai sifat fisik kimia yang hampir sama dengan sirup markisa komersil dengan nilai pH 3.30, viskositas 611.33 cP, kekeruhan 6056.667 NTU, total gula 42.0%. Berdasarkan uji perbandingan pasangan, menunjukan bahwa sirup markisa karaginan mempunyai kenampakan, rasa asam dan aroma yang lebih baik dari sirup markisa komersil, sedangkan warna dan rasa manis, sirup markisa karaginan lebih rendah dari sirup markisa komersil.

    Kata kunci: karaginan, ekstraksi, karakteristik fisiko-kimia, sirup markisa.

  • Hak Cipta milik IPB tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

  • OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI PADA PEMBUATAN KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottonii )

    SERTA APLIKASINYA SEBAGAI PENSTABIL PADA SIRUP MARKISA

    FIFI ARFINI

    Tesis

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

    Program Studi Teknologi Pascapanen

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2011

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc

  • Judul tesis : Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa Nama : Fifi Arfini NRP : F153080031

    Disetujui

    Komisi Pembimbing

    Dr.Ir. Usman Ahmad, M.Agr Anggota Anggota

    Prof.Dr.Ir. Rosmawaty Peranginangin

    Ketua Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief, DESS

    Diketahui

    Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Pascapanen Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr

    Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

    Tanggal Ujian : 16 Maret 2010 Tanggal Lulus : 30 Maret 2011

  • PRAKATA

    Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah, SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan sebagian kecil dari nikmat dan kasih sayang-Nya yang diberikan kepada penulis. Tema yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2010 Januari 2011 adalah Optimasi Proses Ekstraksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil pada Sirup Markisa. Melalui prakata ini penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada : - Direktur, Asisten direktur dan segenap jajaran Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

    (POLITANI) Pangkep yang telah memberi kesempatan mengikuti pendidikan. - Prof.Dr.Ir. Rizal Syarief S. Nazli, Dr.Ir Usman Ahmad, M.Agr dan Prof.Dr.Ir.

    Rosmawaty Peranginangin selaku pembimbing, atas segala bimbingan, saran dan masukannya sejak penyusunan proposal hingga karya ilmiah ini selesai.

    - Dr.Ir. Y. Aris Purwanto, MSc, selaku penguji luar komisi atas saran dan masukannya. - Prof.Dr.H. Hari Eko Irianto selaku kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan

    Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2B-KP) yang telah memberikan izin dan fasilitas penelitian beserta staf BBRP2B-KP (Arif, Ruri, mb Ellya, dll), beserta seluruh staf Lab. Kimia, Pengolahan, Mikrobiologi, Uji Fisik dan Sensorik yang sangat banyak membantu penulis selama penelitian dan pengambilan data.

    - Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa BPPS sehingga penulis dapat melanjutkan studi S2 di IPB

    - Teman-teman angk TPP 08 (Novi, Meivie, Ruri, Yosi, Bambang, mama Mila, Erbi, Amin, Dian dan khamsi), kebersamaan, kesedihan, kegembiraan selama 2 tahun bersama menjadi kenangan indah dalam hidup.

    - Rekan seperjuangan asal Makassar dalam tugas belajar di IPB: Iqbal, Rusli, Syamsul M, Nilda, B Mia, P Paturusi, P Dody, Agus, P Cule dll. Semangat dan sukses

    - Bapak dan ibu di Asrama Sulawesi Tengah, H. Dadang sek, senang bisa berbagi hidup dengan tenang di asrama.

    - Khusus penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada orang tua (Radjagaoe A.Basir dan Maryam Haruna), Mertua (A.Salam Soba dan A.Besse Uleng), suami (A.Husni Mubarak) dan kedua permata kami tercinta ( Muh.Ikhsan dan Izzah Azizah), serta keluarga besar atas segala pengertian dan doa yang selalu menyertai penulis selama pendidikan. Keluarga H. Ruswandi di Leuwiliang-Bogor dan kakanda tercinta (Ardian Radjagaoe sek) sebagai tempat istirahat dari kesibukan menyelesaikan tugas di akhir minggu.

    - Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi, semoga mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah, SWT.

    Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

    Bogor, Maret 2011

    Fifi Arfini

  • RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 20 Oktober 1977 dari pasangan H. Radjagaoe A. Basir dan Aminah Haruna (alm). Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus dari SMAN 15 Surabaya dan pada tahun 1997 lulus seleksi ujian masuk Universitas Hasanuddin melalui jalur UMPTN dengan pilihan jurusan Teknologi Pertanian Program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (UNHAS). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2002. Tahun 2004, penulis lulus ujian masuk CPNS dan diterima sebagai staf pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep (POLITANI) Pangkep pada jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan (TPHP). Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi dengan pendanaan dari BPPS DIKTI. Program pilihan yaitu Teknologi Pascapanen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

  • i

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

    DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iv

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ v

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vii

    I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

    1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 3

    1.3 Hipotesis.............................................................................................................. 3

    1.4 Tujuan ................................................................................................................. 3

    II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 4

    2.1 Rumput laut ....................................................................................................... 4

    2.2 Rumput laut merah (E. cottonii) ......................................................................... 5

    2.3 Karaginan ............................................................................................................ 7

    2.4 Sifat-sifat Karaginan ........................................................................................... 9

    2.4.1 Kelarutan ................................................................................................ 10

    2.4.2 Viskositas ................................................................................................ 11

    2.4.3 Pembentukan Gel.................................................................................... 12

    2.4.4 Stabilitas pH............................................................................................. 13

    2.5 Proses produksi karaginan ................................................................................. 13

    2.6 Fungsi Karaginan ............................................................................................... 15

    2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan............................................................................... 16

    2.8 Sirup Sari Buah Markisa .................................................................................... 16

    2.9. Bahan Penstabil................................................................................................ ... 19

    III METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 21

    3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................................. 21

    3.2 Bahan dan Alat.................................................................................................... 21

  • ii

    3.3 Metode Penelitian............................................................................................... 21

    3.3.1 Penelitian pendahuluan................................................................................. 23

    3.3.2 Penelitian optimasi proses ................................................................................ 25

    3.3.3 Penelitian aplikasi karaginan.............................................................................. 28

    3.4 Prosedur Analisa ................................................................................................ 30

    3.4.1 Rendemen ................................................................................................ 30

    3.4.2 Viskositas ................................................................................................. 30

    3.4.3 Kekuatan Gel................................................................................................ 30

    3.4.4 Kadar air........................................................................................................ 30

    3.4.5 Kadar abu ...................................................................................................... 31

    3.4.6 Kadar abu tak larut asam................................................................................... 31

    3.4.7 Kadar sulfat.................................................................................................... 31

    3.4.8 Derajat Putih................................................................................................ . 32

    3.4.9 Nilai pH ..................................................................................................... 32

    3.4.10 Kekeruhan................................................................................................ 32

    3.4.11 Total gula ................................................................................................ 32

    3.4.12 Analisis Mikrobiologi............................................................................... 33

    3.4.13 Uji Organoleptik....................................................................................... 33

    IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................ 34

    4.1 Penelitian pendahuluan....................................................................................... 34

    4.2 Proses optimasi proses........................................................................................ 35

    4.2.1 Rendemen karaginan................................................................................. 36

    4.2.2 Viskositas karaginan ................................................................................. 37

    4.2.3 Kekuatan gel karaginan............................................................................. 39

    4.2.4 Kadar air karaginan................................................................................... 40

    4.2.5 Kadar abu karaginan ................................................................................ 42

    4.2.6 Kadar abu tak larut asam karaginan......................................................... 43

    4.2.7 Kadar sulfat karaginan ............................................................................. 44

    4.2.8 Derajat putih karaginan............................................................................. 43

    4.2.9 Karakteristik karaginan terpilih ................................................................ 47

  • iii

    4.3 Aplikasi karaginan pada sirup Markisa................................................................ 49

    4.3.1 Sifat fisika-kimia sirup markisa................................................................ 49

    4.4 Formulasi Sirup Markisa Terpilih........................................................................ 55

    4.4.1 Analisis Mikrobiologi............................................................................... 55

    4.4.2 Uji organoleptik........................................................................................ 56

    V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 59

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 60

    LAMPIRAN..............................................................................................................

    66

  • iv

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1 Produksi dan ekspor rumput laut 2006-2009 .......................................................... 5

    2 Komposisi kimia rumput laut merah ......................................................................................... 7

    3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut .............................................. 10

    4 Stabilitas Karaginan dalam berbagai media pelarut ................................................. 13

    5 Spesifikasi mutu karaginan ..................................................................................... 16

    6 Syarat mutu sirup ................................................................................................. 19

    7 Hasil pengamatan variasi konsentrasi larutan KCl .............................................. 35

    8 Karakteristik sifat fisika-kimia karaginan ............................................................ 47

    9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil ................ 51

  • v

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya .................................. 4

    2 Rumput laut merah kering................................................................................... 6

    3 Tepung karaginan ................................................................................................ 7

    4 Struktur dasar kappa karaginan ................................................................................. 8

    5 Struktur dasar iota karaginan ..................................................................................... 8

    6 Struktur dasar lambda karaginan ............................................................................... 9

    7 Diagram alir ekstraksi sari buah markisa .......................................................... 17

    8 Diagram alir penelitian secara keseluruhan ...................................................... 22

    9 Diagram alir penelitian pendahuluan ............................................................... 24

    10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan

    analisis yang dilakukan ..................................................................................... 27

    11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan

    analisis yang dilakukan ..................................................................................... 29

    12 Contoh karaginan sebelum dan sesudah ditepung ............................................ 36

    13 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

    terhadap rendemen karaginan .......................................................................... 36

    14 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

    terhadap viskositas karaginan ........................................................................... 38

    15 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

    terhadap kekuatan gel karaginan ....................................................................... 39

    16 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitas

    terhadap kadar air karaginan ............................................................................. 41

    17 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

    terhadap kadar abu karaginan ........................................................................... 42

    18 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

    terhadap kadar abu tak larut asam karaginan .................................................... 43

    19 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

    terhadap kadar sulfat karaginan ........................................................................ 45

  • vi

    20 Pengaruh perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi

    terhadap derajat putih karaginan ...................................................................... 46

    21 Sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersil ....................................... 56

    22 Hasil uji perbandingan pasangan sirup markisa ............................................... 57

  • vii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1 Rekapitulasi data rendemen karaginan ........................................................... 67

    2 Rekapitulasi data viskositas karaginan .......................................................... 68

    3 Rekapitulasi data kekuatan gel karaginan ...................................................... 69

    4 Rekapitulasi data kadar air karaginan ............................................................ 70

    5 Rekapitulasi data kadar abu karaginan ........................................................... 71

    6 Rekapitulasi data kadar abu tak larut asam karaginan ................................... 72

    7 Rekapitulasi data kadar sulfat karaginan ....................................................... 73

    8 Rekapitulasi data derajat putih karaginan ...................................................... 74

    9 Analisis sidik ragam dan Uji lanjut BNT 5% karaginan KCl dan IPA ........... 75

    10 Analisis sidik ragam nilai pH sirup markisa ................................................... 76

    11 Analisis sidik ragam viskositas sirup markisa ................................................ 77

    12 Analisis sidik ragam kekeruhan sirup markisa ............................................... 77

    13 Analisis sidik ragam total gula sirup markisa ................................................. 77

    14 Analisis sidik ragam uji organoleptik sirup markisa ....................................... 78

    15 Lembar isian uji perbandingan pasangan ........................................................ 79

  • 1

    I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Rumput laut merupakan salah satu hasil laut yang dapat menghasilkan devisa

    negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Sampai saat ini

    sebagian besar rumput laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa

    rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar,

    karaginan, dan alginat masih di impor dalam jumlah yang cukup besar dengan

    harga yang tinggi. Hasil pengolahan pascapanen rumput laut dari Indonesia

    kebanyakan belum sesuai dengan permintaan pasar karena mutu yang masih dinilai

    rendah.

    Karaginan merupakan getah rumput laut yang bersumber dari rumput laut

    merah berupa polisakarida sulfat yang memiliki sifat-sifat hidrokoloid sehingga

    banyak digunakan dalam produk pangan dan industri. Penggunaan karaginan pada

    produk pangan antara lain sebagai penstabil, pengemulsi, pembentuk gel dan

    pengental. Beberapa genus rumput laut merah penghasil karaginan adalah

    Chondrus, Eucheuma dan Gigartina. Di Indonesia yang banyak tumbuh adalah

    spesies Eucheuma cottonii.

    Permintaan akan bahan baku rumput laut merah cenderung terus meningkat

    seiring dengan perkembangan pemanfaatan karaginan untuk berbagai keperluan

    dibidang industri makanan, tekstil, kertas, cat, kosmetik dan farmasi. Hal ini juga

    memacu perkembangan budidaya di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa,

    Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi dan Maluku (Atmaja et al, 1995). Meskipun

    Indonesia mempunyai potensi sumber daya rumput laut merah yang cukup besar,

    saat ini masih sangat jarang industri (10 industri) di Indonesia yang menghasilkan

    karaginan murni (refined carrageenan) atau formula produk karaginan siap pakai

    yang dapat digunakan untuk industri pangan. Rumput laut umumnya diolah

    menjadi rumput laut kering ataupun karaginan dalam bentuk chip maupun bubuk,

    yang mutunya masih dinilai rendah dan belum memenuhi standar yang diminta oleh

    pasar terutama industri pangan (Damerys et al, 2006).

  • 2

    Pascapanen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat

    penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pascapanen menentukan

    mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk pengolahan.

    Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara pemanenan,

    pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan penyimpanan.

    Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang nilai tambahnya

    jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Rumput laut dapat diolah

    menjadi bahan setengah jadi seperti ATC (Alkali Treated Cottonii), ataupun SRC

    (semirefined carrageenan) baik dalam bentuk chip atau tepung.

    Usaha untuk memproduksi karaginan dengan kualitas yang baik telah banyak

    dilakukan melalui berbagai penelitian. Balai riset dan para peneliti di instansi terkait sangat

    aktif meneliti untuk menghasilkan karaginan yang berkualitas. Beberapa penelitian

    terdahulu yang mengarah pada optimasi proses dan peningkatan kualitas dapat dijadikan

    acuan dalam perolehan karaginan dengan kualitas yang lebih baik. Purnama (2003) yang

    meneliti tentang optimasi proses pembuatan karaginan melaporkan bahwa jumlah air 40

    kali berat bahan baku kering. suhu ekstrak 90-95 o

    Problematika utama dalam industri rumput laut adalah proses ekstraksi karaginan

    yang cukup rumit, membutuhkan waktu yang lama sehingga relatif menghabiskan energi

    yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan pengembangan industri karaginan Indonesia

    menjadi terhambat. Penelitian tentang proses ekstraksi yang optimal masih perlu dilakukan

    khususnya waktu ekstraksi yang lebih singkat dan penggunaan bahan presipitasi karaginan

    selain IPA (Isopropil alkohol) yang harganya cukup mahal dipasaran sehingga masalah

    proses ekstraksi tersebut dapat diminimalkan serta melakukan uji aplikasi untuk

    mengetahui pemanfaatan karaginan hasil optimasi sebagai penstabil pada produk sirup.

    C selama 3 jam dan pelarut KCl 1%

    sebanyak satu kali volume larutan merupakan kondisi yang optimal. Murdinah (2008)

    yang meneliti tentang pengaruh bahan pengekstrak dan penjendal terhadap mutu

    karaginan melaporkan penggunaan pengekstrak soda abu 0.5%, bahan penjendal KCl 3%

    dan bahan pengendap IPA merupakan proses terbaik untuk ekstraksi karaginan.

    Sedangkan penelitian Basmal et al (2009) yang meneliti tentang pengaruh konsentrasi

    KCl pada proses presipitasi karaginan melaporkan konsentrasi KCl 2% sebagai perlakuan

    terbaik untuk presipitasi karaginan.

  • 3

    1.2 Perumusan Masalah

    Petani rumput laut saat ini menjual hasil panennya dalam bentuk rumput

    laut kering, sedangkan untuk dapat meningkatkan pendapatan petani maka rumput

    laut yang dipanen dapat diolah menjadi karaginan. Problematika dalam

    pengembangan untuk pengolahan karaginan ditingkat petani dapat dirumuskan

    sebagai berikut : penggunaan air yang masih sangat banyak, penggunaan bahan kimia

    yang relatif mahal dan waktu proses yang terlalu lama karena adanya penjendalan dan

    pengepresan. Untuk mengevaluasi produk karaginan yang dihasilkan maka

    diperlukan penelitian seperti aplikasi karaginan untuk produk sirup markisa.

    1.3 Hipotesis

    Hipotesis yang dapat disusun dari penelitian ini adalah :

    1. Jumlah penggunaan air masih dapat dikurangi tanpa mengurangi mutu

    karaginan yang dihasilkan.

    2. Penggunaan bahan presipitasi selain IPA (Isopropil alkohol) dan suhu

    presipitasi berpengaruh terhadap mutu karaginan.

    3. Waktu proses masih dapat dipersingkat.

    1.4 Tujuan

    Tujuan dari penelitian ini untuk :

    1. Mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan (perbandingan air, konsentrasi

    KCl dan suhu presipitasi) pada rumput laut merah untuk mempersingkat

    waktu proses dan melakukan uji mutu untuk memperoleh karakteristik fisiko-

    kimia dan fungsional karaginan hasil ekstraksi.

    2. Menentukan dan mengkaji proses ekstraksi yang optimal.

    3. Mengaplikasi karaginan hasil proses ekstraksi yang optimal pada produk sirup

    markisa serta mengkaji mutu sirup yang dihasilkan.

  • 4

    II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Rumput laut

    Rumput laut merupakan tanaman tingkat rendah yang tidak memiliki

    perbedaan susunan kerangka akar, batang, dan daun. Meskipun wujudnya tampak

    seperti ada perbedaan, bentuk yang sesungguhnya hanya berupa thalus. Secara

    umum, rumput laut dikelompokkan dalam empat kelas yaitu rumput laut hijau

    (Chlorophyceae), rumput laut hijau-biru (Cyanophyceae), rumput laut coklat

    (Phaecophyceae) dan rumput laut merah (Rhodophyceae). Rumput laut coklat dan

    rumput laut merah memiliki habitat yang cukup banyak ditemukan di perairan

    Indonesia (Winarno, 1990). Menurut Anggadireja et al (2008), keanekaragaman

    jenis rumput laut yang sangat luas, sehingga diperlukan adanya klasifikasi rumput

    laut berdasarkan hasil produksinya. Klasifikasi rumput laut Indonesia komersil

    beserta hasil produksinya dapat dilihat pada Gambar 1,.

    Gambar 1 Klasifikasi rumput laut Indonesia dan hasil produksinya.

  • 5

    Nilai dan potensi ekonomi rumput laut merupakan komoditas ekspor (Tabel

    1). Namun kondisi sekarang ini ekspor dalam bentuk bahan baku masih

    mendominasi, dibandingkan hasil olahan. Harapan bahwa teknologi formulasi

    harus dikuasai dan dikembangkan, paling tidak produknya mampu mensubstitusi

    impor yang selama ini terjadi. (Anggadireja et al, 2008).

    Tabel 1 Produksi dan ekspor rumput laut tahun 2006-2009 Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton) 2006 1.079.850 95.580.

    2007 1.343.700 87.740.

    2008 2.145.000 98.707

    2009 2.252.000 95.797 Sumber: Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan

    Komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan

    musim. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau

    vegetable gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan

    senyawa garara natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan

    senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak

    dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet

    dengan sedikit kalori (Suwandi et al, 2002).

    2.2 Rumput laut merah (E. cottonii)

    Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah dan berubah

    nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk

    fraksi kappa-karaginan. Jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii

    (Doty, 1987). Adapun taksonomi Eucheuma sp menurut Anggadireja et al (2008).

    sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieracea Genus : Eucheuma

    Species : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)

  • 6

    Ciri fisik jenis rumput laut merah ini adalah mempunyai thallus silindris,

    permukaan licin, cartilogeneus. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang

    berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya

    karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu

    penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan.

    Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-

    duri pada thallus runcing memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun

    melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama

    keluar sal ing berdekatan ke daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan

    kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah

    ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja et al, 1995).

    Gambar 2 Rumput laut merah kering

    Rumput laut merah (Gambar 2) mempunyai peranan penting dalam

    perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan

    dalam setiap spesies berkisar antara 20-60% tergantung pada jenis dan lokasi

    tumbuhnya (Atmadja et al, 1995). Rumput laut merah (Gambar 2) berasal dari

    daerah perairan Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina) kemudian

    dikembangkan di daerah budidaya diantaranya di Lombok, Sumba, Sulawesi

    Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu dan

    Perairan Pelabuhan Ratu (Afrianto dan Liviawaty, 1987).

    Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya, yaitu

    sekitar 80 - 90 % dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10-20 %. Komposisi

    kimia rumput laut merah menurut Astawan et al (2004) dan Ristanti (2003) dapat dilihat

    pada Tabel 2.

  • 7

    Tabel 2 Komposisi kimia rumput laut merah Zat gizi

    Astawan et al, (2004)

    Ristanti (2003) Kadar abu (%)

    29.97

    2,7

    Kadar protein (%)

    5.91

    4.3

    Lemak (%)

    0.28

    2.1

    Kadar karbohidrat (%)

    63.84

    90.9

    Serat pangan tidak larut air (%)

    55.05

    52.4

    Serat pangan larut air (%)

    23.89

    30.8

    Serat pangan total (%)

    78.94

    83.2

    2.3 Karaginan

    Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi

    rumput laut merah dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada suhu tinggi

    (Glicksman, 1983). Karaginan merupakan nama yang diberikan untuk keluarga

    polisakarida linear yang diperoleh dari rumput laut merah dan penting untuk pangan.

    Dalam bidang industri, tepung karaginan (Gambar 3) berfungsi sebagai stabilisator

    (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel dan lain-lain.

    Karaginan hasil ekstraksi dapat diperoleh melalui pengendapan dengan alkohol. Jenis

    alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian hanya terbatas pada methanol, etanol dan

    isopropanol (Winarno, 1990).

    Gambar 3 Tepung karaginan

    Karaginan menurut FAO (1986), adalah istilah umum untuk senyawa

    hidrokoloid yang diperoleh melalui proses ekstraksi rumput laut merah dengan

    menggunakan air. Karaginan sebagai senyawa hidrokoloid terdiri dari amonium,

    kalsium, magnesium, potasium dan sodium sulfat ester galaktosa dan kopolimer 3.6

    anhidrogalaktosa. Heksosa ini dihubungkan dengan ikatan glikosidik -1.3-galaktosa dan

    -1.4-3.6 anhidrogalaktosa secara bergantian pada polimer, namun proporsi relatif dari

    kation yang ada pada karagenan dapat berubah selama pengolahan yang mana satu

    dapat menjadi dominan.

  • 8

    Struktur dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan yaitu kappa, iota dan

    lambda karaginan. Kappa karaginan tersusun dari (1.3) D-galaktosa 4-sulfat dan

    (1.4) 3.6 anhioro-D-galaktosa. Disamping itu karaginan sering mengandung D-galaktosa 6-

    sulfat dan ester 3.6 anhydro D-galaktosa 2-sulfat mengandung gugusan 6-sulfat, dapat

    menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian sekali mampu

    menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang menghasilkan terbentuknya

    3.6 anhidro-D-galaktosa. Struktur dasar kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 4

    Gambar 4 Struktur dasar kappa karaginan

    Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa

    dan gugusan 2-sulfat ester pada setiap gugusan 3.6 anhidro-D-galaktosa. Gugusan

    2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya kappa

    karaginan. Iota karaginan sering mengandung beberapa gugusan sulfat ester yang

    menyebabkan kurangnya keseragaman molekul yang dapat dihilangkan dengan

    pemberian alkali (Winarno 1990). Struktur dasar iota karaginan dapat dilihat Gambar 5.

    Gambar 5 Struktur dasar iota karaginan

    Lambda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan, karena

    memiliki sebuah residu disulfat (1.4) D-galaktosa. Tidak seperti halnya pada

    kappa dan iota karaginan yang selalu memiliki gugus 4-phosphat ester. (Winarno

    1990). Struktur dasar lambda karaginan dapat dilihat pada Gambar 6.

  • 9

    Gambar 6 Struktur dasar lambda karaginan

    Monomer-monomer dalam setiap fraksi karaginan dihubungkan oleh jembatan

    oksigen melalui ikatan -1.4 glikosidik. Monomer-monomer yang telah diberikan tersebut

    digabungkan bersama monomer-monomer yang lain melalui ikatan -1.3 glikosidik yang

    membentuk polimer. Ikatan 1.3 glikosidik dijumpai pada bagian monomer yang tidak

    mengandung sulfat yaitu monomer D-galaktosa-2-sulfat. Ikatan 1.4 glikosidik terdapat pada

    bagian monomer yang mengandung jembatan anhidro yaitu monomer-monomer 3.6-

    anhidro-D-galaktosa-2-sulfat dan 3.6 anhidro-D-galaktosa serta pada D-galaktosa-2.6 disulfat

    (Glicksman. 1983).

    Karaginan dalam industri pangan dikategorikan sebagai salah satu bahan

    tambahan makanan (food additives). Umumnya bahan aditif hanya diizinkan untuk

    digunakan dalam makanan tertentu dan tunduk pada batas-batas kuantitatif tertentu.

    Aturan penggunaan bahan aditif makanan dilakukan oleh Komite Codex Aditif

    Pangan dan Kontaminan dengan memberlakukan sistem penomoran yang

    diadaptasi untuk penggunaan internasional oleh Komisi Codex Alimentarius yang

    mengembangkan Internasional Numbering System (INS). Dalam sistem INS kode

    E407 berlaku untuk karaginan dan E407a untuk karaginan semi-refined sebagai

    bahan yang berfungsi sebagai pengemulsi, stabilisator, pengental dan agen

    pembentuk gel (http://www.food.gov.uk diakses 6 Maret 2011)

    2.4 Sifat-sifat Karaginan

    Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa

    karaginan. Adapun sifat-sifat dari karaginan meliputi kelarutan, viskositas,

    pembentukan gel dan stabilitas pH.

  • 10

    2.4.1 Kelarutan

    Air merupakan pelarut utama bagi karaginan. Kelarutan karaginan dalam

    air dipengaruhi oleh beberapa faktor. yaitu : tipe karaginan, pengaruh ion, suhu,

    pH, dan komponen organik larutan. Perbedaan tipe karaginan menyebabkan sifat

    kelarutannya berbeda (Tabel 3). Dalam hal ini yang paling berpengaruh adalah

    perbandingan hidrofilitas molekul pada kelompok ester sulfat dengan residu

    hidrofobik 3.6-anhidro-D-Galaktosa. Hidrasi karaginan lebih cepat pada pH

    rendah dan lebih lambat pada pH lebih tinggi dari pH 6. Proses ini lebih cepat

    pada suhu tinggi (Towle, 1973).

    Faktor terpenting dalam pengamatan kelarutan karaginan adalah sifat

    hidrofilik molekul pada kelompok ester-sulfat dan unit galaktopironosa, serta sifat

    hidrofobik pada unit 3.6 anhidrogalaktosa. Kappa karaginan memiliki gugus ester

    sulfat dalam jumlah yang rendah, tetapi mengandung 3.6 anhidrogalaktosa yang

    bersifat hidrofobik seperti kalium. Keseimbangan antara komponen yang larut

    dengan komponen yang tidak larut, akan mengganggu terbentuknya gel

    (Suryaningrum, 1988).

    Semua karaginan larut air panas. Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik

    karena lebih banyak memiliki gugus 3.6-anhidro-D-galaktosa. Karaginan jenis

    iota lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3.6-

    anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik dan lambda karaginan mudah larut

    pada semua kondisi karena tanpa unit 3.6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung

    gugus sulfat yang lebih tinggi (Towle, 1973).

    Tabel 3 Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut Medium Kappa Iota Lambda

    Air panas Air dingin Susu panas Susu dingin Larutan gula pekat Larutan garam pekat

    Larut diatas suhu 60C Garam Na Garam K,Ca tidak larut

    larut

    Larut pada suhu 60C Garam Na, K,Ca tidak larut tapi mengembang Panas, larut Tidak larut pada suhu 60C

    Larut diatas suhu 60C Garam Na

    Garam K,Ca tidak larut larut

    Larut pada suhu 60C Tidak larut pada suhu 60C Sukar, larut Panas, larut

    Larut pada suhu 60C Larut pada suhu 60C Larut pada suhu 60C Larut pada suhu 60C Larut pada suhu 60C Panas. Larut

    Sumber : Moirano (1977)

  • 11

    2.4.2 Viskositas

    Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi

    koloid dalam larutan dapat ditingkatkan dengan cara mengentalkan cairan

    sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid. Viskositas hidrokoloid

    dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : konsentrasi, suhu, kandungan sulfat inti

    elektrik, teknik perlakuan, keberadaan elektrolik dan non elektrolik. Selain itu, tipe

    karaginan dan berat molekul karaginan juga merupakan salah satu faktor yang

    mempengaruhi viskositas suatu cairan (Towle, 1973).

    Viskositas (kekentalan) merupakan sifat suatu cairan yang menunjukkan

    adanya tahanan dalam atau gesekan pada cairan yang bergerak. Pada zat cair

    viskositas disebabkan oleh gaya kohesif antar molekulnya sedangkan pada gas

    viskositasnya berasal dari tumbukan-tumbukan antar molekulnya (Giancoli, 1998).

    Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan cairan dua

    lapisan molekul yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu material disebabkan

    karena gesekan internal yang besar sehingga cairan mengalir.

    Pada konsentrasi yang tinggi, karaginan dapat membentuk larutan yang

    sangat kental dengan struktur makro molekulnya yang linier atau tidak bercabang dan

    bersifat polielektrolit. Adanya gaya tolak menolak dari grup ester sulfat bermuatan

    sama yaitu negatif di sepanjang rantai polimer, menyebabkan molekul ini kaku dan

    tertarik kencang. Sifat hidrofilik molekul tersebut menyebabkan rantai polimer

    dikelilingi oleh lapisan molekul-molekul air yang diam. Hal inilah yang menentukan

    nilai viskositas karaginan. Viskositas karaginan menurun drastis dengan naiknya

    suhu (Guiseley et al, 1980).

    Garam-garam akan menurunkan viskositas karaginan dengan cara mcnurunkan

    tolakan elektrostatik diantara gugus sulfat. Semakin kecil kandungan sulfat maka nilai

    viskositasnya semakin kecil pula, tetapi konsentrasi gelnya semakin meningkat.

    Gaya tolak menolak antar grup ester sulfat yang bermuatan sama (negatif) disepanjang

    rantai polimer menyebabkan rangkaian molekul kaku dan tertarik kencang sehingga

    menyebabkan meningkatnya viskositas (Moirano, 1977).

  • 12

    2.4.3 Pembentukan Gel

    Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang

    rantai polimer sehingga membentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan.

    Selanjutnya jala ini dapat menangkap atau memobilisasikan air didalamnya dan

    membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentuk gel ini beragam dari satu

    jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mungkin mengandung

    air sampai 99.9%. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan

    kekakuan (Fardiaz, 1989).

    Menurut Suryaningrum (1988), karaginan dapat membentuk gel secara

    thermoreversible, artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan

    kembali mencair pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan oleh

    pembentukan struktur heliks rangkap yang terjadi pada suhu tinggi. Proses

    pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan

    mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random (acak). Tetapi bila suhu

    diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan

    apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara

    kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang

    bertanggungjawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glikcsman, 1969).

    Menurut Winarno (1990), struktur kappa dan iota karaginan memungkinkan

    bagian dari dua molekul masing-masing membentuk double heliks yang mengikat

    rantai molekul menjadi bentuk jaringan 3 dimensi atau gel. Bila larutan dengan

    cara pemanasan, yang kemudian diikuti pendinginan sampai di bawah suhu

    tertentu, kappa dan iota karaginan akan membentuk gel dalam air yang bersifat

    reversible, asalkan kation tersedia dalam sistem.

    Towle (1973) menyatakan bahwa, kemampuan membentuk gel adalah sifat

    yang penting bagi hidrokoloid seperti karaginan. Konsistensi gel dipengaruhi oleh

    beberapa faktor antara lain : jenis dan tipe karaginan, konsentrasi, dan adanya ion-

    ion. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karaginan yaitu letak gugus sulfat

    pada struktur molekulnya. Tekstur gel karaginan dapat berbentuk keras, rapuh

    sampai lunak dan elastis. Tekstur ini dapat tergantung pada beberapa variabel

    yaitu sifat alami karaginan, konsentrasi, tipe ion penyerap dan zat terlarut lainnya.

  • 13

    Potensi pembentukan gel dan viskositas larutan karaginan akan menurunkan

    pH, karena ion H+

    2.4.4 Stabilitas pH

    membantu proses ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka

    dan Suhartono. 2000).

    Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan

    akan terhidrolisis pada pH dibawah 3.5 ( Tabel 4). Pada pH 6 atau lebih umumnya

    larutan karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan.

    Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk

    larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan

    karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4.3

    (Imeson 2000).

    Menurut Glicksman (1983), karaginan akan stabil pada pH 7 atau lebih. Pada

    pH yang rendah, stabilitasnya akan menurun bila terjadi peningkatan suhu. Karaginan

    kering dapat disimpan dengan baik selama 1.5 tahun pada suhu kamar dengan pH

    karaginan 5 - 6.9. Selama penyimpanan dengan pH tersebut tidak terdeteksi adanya

    kehilangan kekuatan gelnya.

    Kappa karaginan dan iota karaginan dapat digunakan sebagai bentuk gel pada

    pH rendah, tetapi kappa dan iota karaginan tidak mudah terhidrolisis sehingga

    tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan pada pH 3.4 - 4. Penurunan pH

    menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang menyebabkan

    kehilangan viskositas dan potensi untuk membentuk gel. Hidrolisa dipercepat oleh

    panas pada suhu rendah (Moirano, 1977).

    Tabel 4 Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut Stabilitas Kappa Iota Lambda pH netral dan alkali pH asam

    Stabil

    Terhidrolisis bila dipanaskan Stabil dalam gel

    Stabil

    Terhidrolisis Stabil dalam gel

    Stabil

    Terhidrolisis

    Sumber : Glicksman (1983)

    2.5 Proses produksi karaginan

    Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan bahan

    baku, ekstraksi, pemisahan karaginan dari ekstraknya, pemurnian, pengeringan dan

    penepungan.

  • 14

    Penyiapan bahan baku

    Rumput laut yang baru dipanen. dibersihkan dari kotoran dan karang yang

    melekat dengan menggunakan air laut kemudian dijemur selama lebih kurang 2-3

    hari atau setelah dijemur satu hari,dibilas kembali menggunakan air laut selama 5

    menit kemudian dijemur lagi sampai kering. Selama penjemuran diusahakan agar

    tidak terkena hujan atau embun karena menurunkan mutu karaginan (Fardiaz, 1989).

    Proses ekstraksi

    Ekstraksi rumput laut merah dilakukan dengan cara perebusan dengan

    menggunakan larutan KOH pada pH 8-9 dengan volume air perebus sebanyak 40-50

    kali berat rumput laut kering. Rumput laut tersebut dipanaskan pada suhu 90 - 95 C

    selama 3 - 6 jam (Yunizal et al, 2000). Guiseley et al (1980) melaporkan bahwa untuk

    mencapai ekstraksi yang optimal diperlukan waktu sampai 1 hari, sedangkan untuk

    mempercepat proses ekstraksi dilakukan dengan perebusan bertekanan selama satu

    sampai beberapa jam.

    Suasana alkalis dapat diperoleh dengan menambahkan larutan basa misalnya

    larutan NaOH. Ca(OH)2 atau KOH sehingga pH larutan mencapai 8-10. Penggunaan

    alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi lebih

    sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3.6-anhidro-

    D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk

    terhadap protein (Towle, 1973). Penelitian yang dilakukan Zulfriady dan Sudjatmiko

    (1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan menggunakan (KOH) berpengaruh

    terhadap kenaikan mutu karaginan yang dihasilkan.

    Filtrasi

    Filtrasi dilakukan untuk memisahkan residu (selulosa dan kotoran yang

    berukuran besar). Larutan karaginan yang akan difiltrasi harus dalam keadaan benar-

    benar panas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pembentukan gel

    bila filtrat dalam keadaan dingin.

  • 15

    Pemisahan karaginan

    Menurut Food Chemical Codex (1981), karaginan dapat dipisahkan dari

    filtratnya dengan cara presipitasi oleh alkohol atau dengan cara pembekuan.

    Penelitian Dian dan Intan (2009), menunjukkan metode ekstraksi karaginan

    dengan isopropil alkohol menghasilkan karakteristik kadar air 14.05%, kadar

    abu 15.098%, rendemen 39.71%, kadar sulfat 19.38%, viskositas 75 cP, dan

    kekuatan gel 120-500 g/cm2

    Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara

    penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih

    menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan filter press dalam keadaan

    panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel (Chapman dan Chapman,

    1980).

    . Metode pembekuan menurut Anggadireja et al

    (2008), memerlukan energi yang cukup banyak karena selain membutuhkan ruang

    pendingin (freezer) selama 24 jam untuk membekukan filtrat juga

    membutuhkan panas untuk mencairkan bentukan es dari filtrat untuk

    mendapatkan karaginan.

    Pengeringan dan Penepungan

    Karaginan basah hasil pengendapan oleh alkohol atau serpihan hasil pelelehan

    dikeringkan menggunakan oven atau penjemuran (Glicksman, 1983). Pengeringan

    menggunakan oven dilakukan pada suhu 60 o

    C (Istini dan Zatnika, 1991). Karaginan

    kering tersebut kemudian ditepungkan dan diayak. Selanjutnya karaginan dikemas

    dalam wadah tertutup rapat (Guiseley et al, 1980).

    2.6 Fungsi Karaginan

    Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur

    keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk gel, pengemulsi, koloid

    pelindung, penggumpal dan pencegah kristalisasi. Sifat ini sangat dimanfaatkan

    dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri

    lainnya.

    Di bidang industri kue dan roti, kombinasi karaginan dengan garam natrium,

    karaginan dengan lesitin dapat meningkatkan mutu adonan sehingga dihasilkan

  • 16

    kue dan roti bermutu tinggi. Bila dikombinasikan dengan garam kalium, maka

    karaginan sangat efektif sebagai gel pengikat atau pelapis produk daging. Dalam

    jumlah yang relatif kecil, karaginan juga dipergunakan dalam produk makanan

    lainnya, misalnya macaroni, jam jelly, sari buah, bir dan lain-lain (Winarno,

    1990).

    Di luar industri pangan, karaginan juga digunakan dalam industri obat-

    obatan, kosmetik, tekstil, cat serta pasta gigi. Selain sebagai pengemulsi dan

    penstabil, karaginan juga berfungsi sebagai pembentuk gel, pensuspensi, pengikat,

    protective (melindungi koloid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis

    inhibitor (menghalangi terjadinya pelepasan air), dan Flocculating agent

    (pengkilat dan mengikat bahan-bahan lain) (Anggadiredja et al, 1993).

    2.7 Spesifikasi Mutu Karaginan

    Di Indonesia standar mutu karaginan yang baku belum ada, tetapi secara

    internasional telah dikeluarkan spesifikasi mutu karaginan yang telah digunakan

    sebagai persyaratan minimum yang diperlukan bagi suatu industri pengolahan baik

    dari segi teknologi maupun ekonomis yang meliputi kualitas dan kuantitas ekstraksi

    rumput laut (Kadi dan Atmadja, 1988).

    Spesifikasi mutu karaginan menurut FAO (Food Agriculture

    Organization), FCC (Food Chemical Codex) di Amerika dan EEC (European

    Economic Community) di Eropa dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5 Spesifikasi mutu karaginan Spesifikasi FAO FCC EEC

    Sulfat (%) 15 40 18 40 15 40 Viskositas (cps) Min 5 Min 5 Min 5 Kadar abu (%) 15 40 Maks 35 15 40 Kadar abu tak larut asam (%) Logam berat : Pb (ppm) As (ppm)

    Maks 2

    Maks 10 Maks 3

    Maks 1

    Maks 10 Maks 3

    Maks 2

    Maks 10 Maks 3

    Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)

  • 17

    2.7 Sirup Sari Buah Markisa

    Sari buah dalam SNI (01-3719-1995) adalah minuman ringan yang dibuat

    dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan

    tambahan makanan yang diizinkan. FAO (2000), menjelaskan bahwa perdagangan

    international membedakan sari buah berdasarkan kandungan sari buah murninya,

    yaitu:

    1. Fruit juice adalah minuman dengan 100% buah. Memerlukan tambahan air

    dalam ukuran tertentu untuk bisa dikomsumsi.

    2. Fruit juice nectar adalah minuman dengan kadar sari buah 25-30% ditambah

    air dan gula (

    3. Fruit juice drink adalah jenis minuman yang memiliki kadar sari buah 10-12%,

    minuman ini biasanya ditambah asam sitrat, asam sorbat, aroma, zat pengawet

    dan pemanis karbohidrat lainnya.

    Codex standar untuk Gula: CX-STAN 212-1999).

    4. Multi fruit dan multi vitamin beverage adalah jenis minuman yang dicampur

    berbagai jenis sari buah seperti sari buah jeruk, apel, nenas dan sari buah

    lainnya.

    Sari buah adalah komponen utama penyusun sirup selain gula. Sari buah

    berperan dalam pembentukan karakteristik sirup yaitu warna, rasa dan aroma

    sirup buah. Sirup, menurut SNI (01-3544-1994), didefinisikan sebagai larutan

    gula pekat dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang

    diijinkan. Definisi sirup yang lain yaitu sejenis minuman ringan berupa larutan

    kental dengan citarasa beraneka ragam, biasanya mempunyai kandungan gula

    minimal 65 % (Satuhu, 2003).

    Jenis buah markisa yang digunakan bahan baku sirup markisa olahan adalah

    buah markisa ungu (Passiflora edulis). Sewaktu muda, kulitnya berwarna hijau

    dan setelah tua, menjadi coklat ungu. Di dalam buah terdapat banyak biji

    berbentuk gepeng kecil berwarna hitam, yang masing-masing diselimuti selaput

    yang mengandung cairan masam berwarna kuning (Verheij dan Coronell, 1997).

    Buah markisa yang akan dijual sebagai buah segar sebaiknya dipanen pada

    saat persentase warna ungu mencapai 50-70%. Buah tersebut harus dijaga

    kenampakan kulit buahnya, yaitu tetap mulus dan tidak keriput. Sebaliknya, untuk

    menghasilkan sari buah yang bermutu baik, buah harus dipanen masak, minimal

  • 18

    pada saat kematangan mencapai 75% dan akan lebih baik jika buah dipanen

    masak (http://www.bi.go.id.sipuk/id/lm/markisa diakses 20 November 2010).

    Sari buah yang berkualitas diperoleh dari buah markisa yang dipanen pada

    tingkat kematangan minimal 75% (Jagtiani et al, 1998). Diagram alir pembuatan

    sari markisa dapat dilihat pada Gambar 7.

    Gambar 7 Diagram alir ekstraksi sari buah markisa (Siregar, 2009)

    Dalam proses pembuatan sari buah, pada waktu buah diekstrak/disaring akan

    diperoleh cairan yang berisi partikel-partikel yang berasal dari pulp (bubur) buah, sehingga

    sari buah tampak keruh. Adanya partikel-partikel buah menyebabkan pada umumnya stabilitas

    sari buah kurang baik dikarenakan kecenderungan partikel tersebut untuk memisah dari cairan

    dan membentuk endapan. Sebagian konsumen justru senang dengan keadaan sari buah yang

    keruh ini. Kondisi yang keruh ini dapat dipertahankan apabila pembentukan endapan atau

    gumpalan pada sari buah dapat dicegah. Adapun pencegahan tersebut dapat dilakukan

    dengan menambahkan bahan penstabil ke dalam sari buah sehingga tidak terjadi

    pemisahan antara cairan dengan endapan pada sari buah tersebut. Zat-zat yang termasuk

    dalam bahan penstabil di antaranya adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat,

    pektin, karaginan, dan CMC (Fachruddien, 2002)

    Buah Markisa

    Dipotong

    Kulit Dikeruk

    Pulp markisa

    Disaring

    Pulper Biji

    Sari Markisa

  • 19

    Sari buah merupakan salah satu pengolahan buah dalam bentuk minuman.

    Salah satu kelemahan dalam pembuatan minuman sari buah, yaitu mudah

    terbentuk endapan selama penyimpanan sehingga menghasilkan kenampakan

    yang kurang menarik (Dewayani et al, 1999). Menurut Widjanarko (1996), selain

    aroma dan rasa, salah satu penentuan kualitas sirup adalah kenampakannya.

    Adapun mutu sirup pada SNI 01-3544-1994 dapat dlihat pada Tabel 6.

    Tabel 6 Syarat mutu sirup (SNI 01-3544-1994) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1

    2 3 4

    Keadaan - Aroma - Rasa

    Gula jumlah dihitung sebagai sakarosa Bahan tambahan makanan - Pemanis buatan - Pewarna - Pengawet

    Cairan mikroba - Angka lempeng total - Coliform - E.coli

    - -

    % (b/b) - - -

    Koloni/ml APM/ml APM/ml

    Normal Normal

    Min 65

    Tidak boleh ada Sesuai SNI

    01-0222-1995 Sesuai SNI

    01-0222-1995

    Maks 5x102 Maks 20

    < 3 Sumber : Pusat Standarisasi Industri Departemen Perindustrian (1994)

    2.8. Bahan Penstabil

    Pengendapan pada minuman umumnya kurang dikehendaki. Salah satu

    upaya yang dilakukan untuk mengurangi endapan selama penyimpanan adalah

    penggunaan bahan penstabil. Jenis bahan penstabil yang sering digunakan pada

    industri makanan adalah Carboxymethylcellulose (CMC), gum xanthan,

    karaginan dan pektin. Golongan polisakarida ini memiliki kemampuan untuk

    mempertahankan konsistensi larutan dan kemampuan untuk membentuk gel

    (Astawan, 2005).

    Bahan penstabil adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan

    stabilitas emulsi. Bahan penstabil yang umum digunakan ada 3. yaitu (1) gelatin

    yang bersumber dari hewan (2) rumput laut (seperti alginat, karaginan dan agar-

    agar) dan (3) gum (Marshall dan Arbuckle, 1996).

  • 20

    Bahan penstabil merupakan suatu zat yang dapat berfungsi menstabilkan,

    mengentalkan. atau memekatkan suatu makanan yang dicampur dengan air, sehingga dapat

    membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen pada waktu yang relatif

    lama. Makanan olahan yang mengandung bahan penstabil di antaranya adalah susu kental

    manis, jelli, mentega, es krim dan sari buah.

    Sebagian besar bahan penstabil adalah bahan alami, namun yang cukup

    berkembang, mempunyai daya penstabil yang cukup baik dan harga yang relatif

    murah adalah CMC (Carboxymethyl Cellulose) yang merupakan bahan penstabil

    yang berasal dari modifikasi bahan kimia sehingga tidak cukup aman apabila

    penggunaannnya di lakukan secara berlebihan. Pembuatan CMC adalah dengan

    cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro

    asetat (Fennema, 1996). Menurut Tranggono et al (1991), bahwa CMC

    merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan

    tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk, mudah larut dalam air

    panas dan air dingin. Proses pemanasan dapat menyebabkan pengurangan

    viskositas yang bersifat dapat balik (reversible).

  • 21

    III METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai dengan Januari

    2011 bertempat di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi

    Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

    Kimia, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Organoleptik, Balai Besar

    Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

    3.2 Bahan dan Alat Bahan baku utama adalah rumput laut kering jenis E. cottonii yang dipanen

    dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan umur panen 45 hari, pencucian dengan

    air laut, pengeringan secara alami diatas para-para bambu atau terpal plastik.

    Bahan yang digunakan untuk ekstraksi karaginan adalah KOH, celite/tanah

    diatomik, dan KCl. Bahan untuk membuat sirup markisa yaitu buah markisa,

    karaginan hasil ekstraksi, gula pasir, CMC-Na, Na-Benzoat, Na-metabisulfit dan

    asam sitrat. Bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk analisis kimia yang

    diperlukan untuk analisis di laboratorium.

    Peralatan yang digunakan adalah kompor, panci, timbangan, filter press,

    press hydraulic, hot plate, stirrer, Erlenmeyer, grinder, pengaduk, thermometer,

    kertas ph, ph meter, hot plate, gelas ukur, Texture Analyzer by TA- Viscometer

    Brookfield, KeTT digital whiteness meter model C-100, Colorimeter DR/890, alat

    pengering, kertas saring, serta peralatan laboratorium untuk pengujian

    mikrobiologi dan organoleptik sesuai dengan parameter yang sudah ditentukan.

    3.3 Metode Penelitian Metode penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu 1) penelitian

    pendahuluan dengan tujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl yang

    terbaik, 2) penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan yaitu tahapan untuk

    mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu presipitasi yang optimal

    dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang dioptimalkan, 3) penelitian

    aplikasi karaginan yaitu aplikasi karaginan yang dihasilkan pada pembuatan sirup

    markisa yang bertujuan sebagai pengental dan penstabil. Alur penelitian secara

    lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.

  • 22

    Analisis Sifat Fisik Kimia : 1. Rendemen 2. Viskositas 3. Kekuatan gel 4. Kadar air 5. Kadar abu 6. Kadar abu tak larut asam 7. Kadar sulfat 8. Derajat putih

    Analisis : 1. pH 2. Viskositas 3. Kekeruhan 4. Total gula (sukrosa)

    Analisis : 1. Total mikroba 2. Organoleptik (perbandingan

    pasangan)

    Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa)

    Penelitian pendahuluan

    Konsentrasi terbaik

    Penelitian optimasi proses

    Penelitian aplikasi karaginan

    Sirup markisa terpilih (4.4%)

    Selesai

    Mulai

    Gambar 8 Diagram alir penelitian secara keseluruhan

    Ekstraksi rumput laut : Perb. air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Kons larutan KCl : 1 dan 1.5 % Suhu presipitasi : 15 dan 30oC

    Aplikasi karaginan pada pembuatan sirup markisa

    (3.2, 3.9, 4.4, 5.0%)

    Ekstraksi rumput laut dengan presipitasi larutan KCl

    Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2%

    Perlakuan terpilih

    Rumput laut E.cottonii

  • 23

    3.3.1 Penelitian pendahuluan

    Penelitian tahap ini bertujuan untuk mencari kisaran konsentrasi larutan KCl

    yang terbaik, dalam hal ini digunakan 4 variabel konsentrasi yaitu : 0.5, 1, 1.5 dan

    2%. Diagram alir penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 9.

    Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian ini

    adalah sebagai berikut :

    1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi

    untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput

    laut jenis lainnya yang tidak diinginkan.

    2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih

    dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 805 oC.

    3. Pencucian hingga pH netral

    4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air selama 2 jam pada suhu 905 oC.

    5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga

    diperoleh filtrat rumput laut yang murni.

    6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi

    0.5, 1, 1.5 dan 2%.

    7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan.

    8. Penyaringan serat karaginan hasil presipitasi dari larutan KCl setelah

    perendaman selama 15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan.

    9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain

    terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic

    selama 30 menit.

    10.Pengeringan serat karaginan dibawah sinar matahari.

    Data yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ini bersifat sensori atau

    secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa) sehingga analisa data tidak

    dilakukan.

  • 24

    Filtrasi

    Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 0.5; 1; 1.5 dan 2%

    Penyaringan serat karaginan

    Pencucian

    Pemasakan dengan larutan alkali KOH 8% pada suhu 805 oC selama 2 jam

    Netralisasi (Pencucian hingga pH netral)

    Pengadukan selama 15 menit

    (terbentuk serat karaginan)

    Pengepresan

    Pengeringan dengan

    sinar matahari

    Karaginan kering

    Ekstraksi Perb air: 1:40

    Suhu 905 oC selama 2 jam

    Pengamatan secara organoleptik (tekstur, kekerasan dan rasa)

    Mulai

    Selesai

    Rumput laut E.cottonii

    Filtrat

    Serat karaginan

    Gambar 9 Diagram alir penelitian pendahuluan

  • 25

    3.3.2 Penelitian optimasi proses ekstraksi

    Tahapan ini untuk mengetahui perbandingan air, konsentrasi KCl dan suhu

    presipitasi yang optimal dan memperoleh karakteristik hasil karaginan yang

    dioptimalkan. Diagram alir proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 10.

    Adapun langkah-langkah dalam proses produksi karaginan pada penelitian

    ini adalah sebagai berikut :

    1. Pencucian dan pembersihan dilakukan pada rumput laut yang akan diekstraksi

    untuk menghilangkan pasir, garam, kapur, karang, potongan tali dan rumput

    laut jenis lainnya yang tidak diinginkan.

    2. Ekstraksi pertama : pemasakan dilakukan pada rumput laut yang telah bersih

    dalam larutan KOH 8% selama 2 jam pada suhu 805 oC.

    3. Pencucian hingga pH netral

    4. Ekstraksi kedua: pemasakan dalam air dengan perbandingan 20, 30 dan 40 kali

    selama 2 jam pada suhu 905 oC.

    5. Filtrasi : Pemisahan bubur rumput laut dari ampasnya sehingga sehingga

    diperoleh filtrat rumput laut yang murni.

    6. Presipitasi : Presipitasi filtrat dengan menggunakan larutan KCl konsentrasi 1

    dan 1.5% pada suhu 15 dan 30 oC.

    7. Pengadukan hingga terbentuk serat karaginan.

    8. Penyaringan filtrat hasil presipitasi dari larutan KCl setelah perendaman

    selama 15 menit yang disertai pengadukan secara perlahan.

    9. Pengepresan : sebelumnya karaginan dibungkus terlebih dahulu oleh kain

    terigu/blacu 2 lapis lalu dilakukan pengepresan oleh alat press hydraulic

    selama 30 menit.

    10.Pengeringan dan Penepungan : Serat-serat karaginan kemudian dikeringkan

    dibawah sinar matahari selama 1-2 hari. Menurut Banadib dan Khoiruman,

    2009, bahwa suhu optimum proses pengeringan karaginan yaitu 55 oC.

    Anggadiredja (2008), lama pengeringan sebaiknya selama 12-20 jam.

    Selanjutnya digiling dengan alat penggilingan (grinder) sehingga diperoleh

    tepung karaginan.

  • 26

    Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

    acak lengkap dengan 3 faktor, yaitu:

    Faktor 1 : Perbandingan jumlah air proses ekstraksi yang digunakan. Pada penelitian

    ini ada 3 perbandingan air yang digunakan yaitu 20, 30 dan 40 kali.

    Faktor 2 : Konsentrasi KCl yaitu 1 dan 1.5%

    Faktor 3 : Suhu presipitasi yaitu 15 dan 30 oC

    Percobaan diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut :

    Yijk= + i + J + Ck + (c)ik + (c)jk + (c)ijk + ijk

    Dimana :

    Y ikj = respon setiap variabel pengamatan = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan i = pengaruh perbandingan air taraf ke-i (i=1.2.3) j = pengaruh konsentrasi KCl taraf ke-j (j=1.2) Ck = pengaruh suhu ke-k (k=1.2) (c)ik = pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3) dengan perbedaan suhu taraf

    ke-k (k=1.2) (c)jk = pengaruh interaksi konsentrasi KCl ke-j (j=1.2) dengan perbedaan suhu taraf

    ke-k (k=1.2) (c)ijk= pengaruh interaksi perbandingan air ke-i (i=1.2.3). konsentrasi KCl ke-j (j=1.2.3)

    dan perbedaan suhu taraf ke-k (k=1.2) ij = galat dari percobaan. Data diperoleh dari hasil pengukuran rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar

    air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat, dan derajat putih. Data dianalisa

    dengan metode univariate general model dengan program SPSS versi 17. Untuk

    melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)

    pada tingkat kepercayaaan 95%.

  • 27

    Filtrasi dengan filter press

    Penyaringan serat karaginan

    Rumput laut E.cottonii

    Pencucian

    Ekstraksi I Pemasakan dengan larutan KOH 8%

    suhu 805 oC selama 2 jam

    Netralisasi (Pencucian hingga pH netral)

    Pengadukan selama 15 menit

    (terbentuk serat karaginan)

    Pengepresan

    Pengeringan dengan sinar matahari

    Penepungan

    Analisis : 1 Rendemen 2 Viskositas 3 Kekuatan gel 4 Kadar air 5 Kadar abu 6 Kadar abu tidak larut asam 7 Kadar sulfat 8 Derajat putih

    Pencabikan

    Mulai

    Selesai

    Filtrat

    Serat karaginan

    Tepung karaginan

    Gambar 10 Diagram alir penelitian optimasi proses ekstraksi karaginan dan analisis yang dilakukan

    Ekstraksi II Perb air : 1:20 ; 1:30 ; 1:40 Suhu 905 oC selama 2 jam

    Presipitasi oleh larutan KCl Kons: 1 dan 1.5%

    Suhu: 15 dan 30 oC

  • 28

    3.3.3 Penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa

    Penelitian tahap ini adalah aplikasi karaginan hasil ekstraksi pada sirup markisa.

    Diagram alir proses pembuatan markisa dapat dilihat pada Gambar 11. Proses

    pembuatan sirup mengikuti proses pengolahan sirup markisa teknologi tepat guna

    agroindustri kecil (2010), Kementrian Riset dan Teknologi Div. Pendayagunaan

    dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Prosesnya yaitu :

    1. Pencucian dan penirisan buah markisa selanjutnya dilakukan pemotongan kulit

    buah dan pengerukan isi untuk mengeluarkan seluruh isi buah.

    2. Pemblenderan dan penyaringan sari buah dengan kain saring untuk

    mendapatkan sari buah yang diinginkan.

    3. Sirup sari buah markisa.

    4. Untuk membuat sirup, penambahan Na-metabisulfit, Na-Benzoat dan

    karaginan hasil ekstraksi pada sari buah markisa. Setelah tercampur, gula dan

    asam sitrat secara perlahan dimasukkan. Pemanasan sampai suhu 855 oC dan

    dipertahankan selama 15 menit sambil terus diaduk hingga merata.

    Pasteurisasi, exhausting kemudian pengemasan dalam botol.

    5. Penyimpanan selama 3 hari pada suhu ruang dilakukan sebelum analisa dimulai.

    Proses ini bertujuan untuk mengamati kestabilan sirup dimana tidak terjadi

    pengendapan dan pembentukan gel dan melihat sejauh mana keberhasilan

    formula karaginan yang ditambahkan dalam sirup markisa. Rancangan percobaan

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Faktor yang

    berpengaruh adalah persentase karaginan yang ditambahkan pada pembuatan sirup

    markisa yaitu 3.3, 3.9, 4.4 5.0% dan markisa komersil sebagai kontrol. Percobaan

    diulang sebanyak 3 kali dengan model rancangan sebagai berikut :

    Yij = + i + ij

    Dimana :

    Y ij = respon setiap variabel pengamatan = nilai tengah (rata-rata) dari seluruh pengamatan i = pengaruh penambahan konsentrasi karaginan taraf ke-i (i=1,2,3,4) i = galat dari percobaan.

    Data dianalisa dengan metode univariate general model dengan program SPSS

    versi 17. Untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Beda Nyata

    Terkecil (BNT) pada tingkat kepercayaaan 95%.

  • 29

    Buah markisa (Dicuci, dipotong kulit buah

    dan dikeruk isinya)

    Pemblenderan dan ekstraksi sari buah (menggunakan kain saring)

    Pembotolan

    Pemanasan suhu 655 oC selama 15 menit

    Analisis : 1 pH 2 Viskositas 3 Kekeruhan 4 Total gula

    Analisis : 1 Total mikroba 2 Organoleptik

    (perbandingan pasangan)

    Penyimpanan 3 hari pada suhu ruang

    Mulai

    Selesai

    Sari buah markisa

    Bahan Komposisi (%)

    Formulasi A Formulasi B Formulasi C Formulasi D Sari Markisa 60.3 59.8 59.5 59.2

    Na-metabisulfit

    0.1 0.1 0.1 0.1

    Na-Benzoat 0.03 0.03 0.03 0.03

    Asam sitrat 0.1 0.1 0.1 0.1

    Karaginan 3.3 3.9 4.4 5.0

    Gula 36.2 35.9 35.7 35.5

    Gambar 11 Diagram alir penelitian aplikasi karaginan pada sirup markisa dan analisis yang dilakukan

    Sirup markisa terpilih

  • 30

    3.4 Prosedur Analisa

    Analisa Karaginan

    Karaginan yang dihasilkan kemudian dianalisis rendemen, viskositas, kekuatan gel, kadar

    air, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, kadar sulfat dan derajat putih.

    3.4.1 Rendemen (AOAC, 1984)

    Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan ratio antara berat

    karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering.

    Rendemen = Berat karaginan Berat rumput laut kering

    3.4.2 Viskositas (FMC Corp, 1977)

    Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari

    viskositas adalah poise (1 poise = 100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya

    tahanan cairan yang bersangkutan. Pengukuran viskositas dengan menggunakan alat Viscometer

    Brookfield. Larutan karaginan dengan konsentrasi 1.5% (b/b) dipanaskan di atas hot plate

    sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 80 oC. Viscometer dihidupkan dan suhu

    larutan diukur. ketika suhu larutan mencapai 75 oC dan nilai viskositas diketahui dengan

    pembacaan viskosimeter pada skala 1 100. Pembacaan dilakukan setelah putaran penuh 8

    kali untuk spindel no.2 dengan rpm 60. Hasil pembacaan digandakan 5 kali untuk spindel no.

    2 bila dijadikan centipoises.

    3.4.3 Kekuatan Gel (FMC Corp, 1977)

    Contoh karaginan sebanyak 3 gr dilarutkan dengan 197 gr air. Berat semua larutan

    ditetapkan menjadi 200 gr sehingga konsentrasi larutan menjadi 1.5% (b/b). Larutan lalu

    dipanaskan diatas hot plate dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 oC atau suhu

    gelatinisasi yaitu suhu dimana larutan polisakarida menjadi lebih kental karena kemampuan

    mengikat air..

    Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan

    dibiarkan pada suhu 10oC (suhu pendingin) selama 12 jam. Setelah membentuk gel.

    kekuatannya diukur dengan alat TX texture analyzer.

    x 100 %

  • 31

    3.4.4 Kadar air (AOAC, 1995)

    Karaginan sebanyak 2 gram ditimbang dalam cawan porselen yang telah

    dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan porselen yang berisi contoh

    kemudian dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 4 jam.

    Jika I1 adalah bobot contoh dan I2 adalah bobot contoh setelah dikeringkan. maka :

    % Kadar air = I1 I2 berat sampel

    3.4.5 Kadar abu (AOAC, 1995)

    Karaginan sebanyak kurang lebih 2 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen

    (B) yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC sampai bebas dari arang. Setelah itu sampel didinginkan dalam desikator dan

    ditimbang sebagai bobot akhir (A).

    % Kadar abu = A B Berat sampel

    3.4.6 Kadar abu tak larut asam (AOAC, 1995)

    Karaginan yang telah diabukan dididihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit.

    Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan menggunakan kertas saring tidak berabu. Kertas

    saring lalu diabukan dalam tanur pada suhu 550 oC, lalu didinginkan dalam desikator untuk

    selanjutnya ditimbang.

    % Kadar abu tidak larut asam = bobot abu berat sampel

    3.4.7 Kadar sulfat (FMC Corp. 1977)

    Prinsip yang dipergunakan adalah gugus sulfat yang telah ditimbang dan diendapkan

    sebagai BaSO4. Contoh ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer

    yang ditambahkan 50 ml HCl 0.2 N kemudian di refluks sampai mendidih selama 1 jam.

    Larutan kemudian ditambahkan 25 ml H2O2 10% lalu di refluks kembali selama 5 jam.

    Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl2 10% dan kembali dipanaskan selama 2 jam.

    Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan

    aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven

    pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 oC sampai diperoleh abu berwarna putih.

    x 100 %

    x 100 %

    X 100 %

  • 32

    Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah

    sebagai berikut :

    Kadar sulfat (%) = P x 0.4116 x 100 % Berat sampel

    Ket : P = bobot endapan BaSO4

    3.4.8 Derajat Putih (Food Chemical Codex. 1981)

    Alat yang digunakan adalah Whiteness Meter KeTT digital model C-100. Sampel

    dimasukkan dalam wadah pengukuran sampai penuh lalu tutup. Sebelumnya alat sudah

    disiapkan dan dihidupkan. standar petunjuk harus berada dalam posisi nol. Selanjutnya

    sampel dalam wadah diukur derajat putihnya dengan memasukkan dalam alat pengukur.

    Nilai yang terbaca pada alat menunjukkan nilai derajat putih dalam persen (warna standar

    alat 85.4%). Perlakuan ini dapat diulang beberapa kali sampai mendapatkan nilai rata-rata

    yang tepat.

    Analisa Sirup Markisa

    3.4.9 Nilai pH

    Sekitar 10 ml sampel dimasukkan alam gelas piala. diaduk secara merata.

    Sampel kemudian diukur nilai pH-nya dengan alat pH meter. Sebelum pengukuran.

    alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan air aquades pada pH 7, lalu alat dimasukkan

    kedalam wadah yang berisi sampel. Nilai yang tercantum pada alat merupakan hasil

    pengukuran pH sampel.

    3.4.10 Kekeruhan

    Pengukuran kekeruhan air dilakukan secara turbiditas yaitu merupakan sifat

    optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang

    dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh

    suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan.

    Sebanyak 10 ml larutan standar (aquabides) dimasukkan kedalam botol untuk

    selanjutnya dibaca oleh alat. Setelah nilai 0 (zero) tertera pada alat. maka botol

    yang berisikan sampel 10 ml yang telah dihomogenkan terlebih dahulu

    dimasukkan. Dengan menekan tombol read maka nilai kekeruhan larutan akan

    terbaca.

  • 33

    3.4.11 Total gula (Sukrosa)

    Sampel sebanyak 10 ml ditambah dengan acetonitril 10 ml diblender selama 5

    menit. Setelah homogeny campuran ini isaring dengan kertas Whatman 41 . Hasil saringan

    yang terdapat pada kertas saring lalu dikeringkan alam frezz dryer. Setelah kering, padatan

    (terbilang sebagai sukrosa) diencerkan dengan phase gerak (Acetonitril : air = 60 : 40).

    Selanjutnya sebanyak 20 ml sampel di injeksikan ke alat HPLC.

    3.4.12 Analisis Mikrobiologi Total Mikroba (Angka Lempeng Total SNI 01-2332.3-2006)

    Sebanyak 10 ml contoh dimasukkan kedalam wadah berisi 90 ml larutan

    butterfields phosphate buffered. kemudian dikocok hingga homogen. Homogenat

    ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet steril

    pindahkan 1 ml suspensi tersebut dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi

    9 ml butterfields phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2.

    Pengenceran selanjutnya (10-3) dengan mengambil 1 ml contoh dari pengenceran

    sebelumnya. Dengan cara yang sama lakukan pengenceran selanjutnya 10-4.

    Sebanyak 1 ml dipipet dari setiap pengenceran tersebut dan dimasukkan kedalam

    cawan petri steril dan dilakukan secara duplo.

    Tambahkan 12-15 ml PCA yang sudah didinginkan kedalam masing-masing

    cawan yang berisi larutan contoh. Agar larutan contoh dan media PCA tercampur

    seluruhnya maka dilakukan pemutaran cawan. Cawan di inkubator selama 24-48

    jam. Kemudian hitung cawan-cawan yang mempunyai jumlah koloni 25-250 dengan

    alat penghitung koloni atau Hand Tally Counter. Analisa mikrobiologi dilakukan

    sebanyak 2 kali yaitu minggu pertama dan minggu ketiga

    3.4.13 Uji Organoleptik

    Uji organoleptik yang dilakukan terhadap karaginan adalah uji perbandingan

    berpasangan, dimana formula terpilih kemudian dilakukan uji perbandingan pasangan

    dengan produk komersial. Pada uji perbandingan pasangan, panelis melakukan penilaian

    berdasarkan formulir isian dengan memberikan angka berdasarkan skala kelebihan, yaitu

    lebih baik atau lebih buruk. Penilaian uji berpasangan berupa angka. yaitu -3 = sangat lebih

    buruk. -2 = lebih buruk. -1 = agak lebih buruk. 0 = tidak berbeda. 1 = agak lebih baik. 2 =

    lebih baik. 3 = sangat lebih baik.

  • 34

    IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Penelitian pendahuluan

    Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui kisaran konsentrasi

    larutan KCl yang optimal pada pemisahan karaginan sehingga proses dapat

    berjalan secara efisien dan efektif. Pengamatan dilakukan dengan melihat struktur

    karaginan yang terbentuk pada saat proses presipitasi terjadi dimana variasi

    konsentrasi larutan KCl adalah 0.5; 1; 1.5; dan 2%. Pada Tabel 7 terlihat bahwa

    pada konsentrasi KCl 0.5% struktur karaginan yang terbentuk begitu rapuh

    sehingga bentuknya seperti bubur, bahkan pada saat disaring karaginan masih

    dapat lolos melewati saringan. Sebaliknya pada konsentrasi KCl 2%

    menghasilkan struktur karaginan yang kokoh dan keras.

    Smidsrod et al (1980) berpendapat bahwa mekanisme pembentukan gel

    yang benar adalah melalui dua tahap proses yaitu dimulai dengan perubahan

    konformasi intramolekul yang tidak berhubungan dengan adanya ion-ion,

    kemudian diikuti oleh turunnya kelarutan dan pembentukan ikatan silang yang

    tergantung pada adanya ion-ion yang spesifik yang menyebabkan struktur gel

    terbentuk. Adapun kation-kation yang berkemampuan untuk mengimbas

    pembentukan gel karaginan adalah K+ , Rb+, dan Ca+

    Kappa-karaginan sensitif terhadap ion K+ dan membentuk gel yang kuat

    dengan adanya garam kalium. Ion K+ dapat meningkatkan kekuatan gel. Hal ini

    disebabkan karena kemampuan ion K+ yang berfungsi untuk meningkatkan