2011-2-00203-ds bab 2

Download 2011-2-00203-ds bab 2

If you can't read please download the document

Upload: okum1

Post on 29-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

2011-2-00203-ds bab 2

TRANSCRIPT

Microsoft Word - kover depan-hardcover.doc

BAB II

DATA DAN ANALISA

2.1Sumber data

Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain :

1. Literatur

Pencarian bahan melalui buku, artikel, dan literatur dari internet mengenai hal- hal yang berhubungan dengan tema yang diangkat.

2. Wawancara dengan narasumber dari pihak terkait.

2.2Definisi

2.2.1 Warung

Tempat menjual makan, minuman, kelontong, dan sebagainya. Dapat juga disebut sebagai kedai.

2.2.2 Joglo

Gaya bangunan (terutama untuk tempat tinggal) khas Jawa, atapnya menyerupai trapesium, di bagian tengah menjulang ke atas berbentuk limas; serambi depan lebar dan ruang tengah tidak bersekat (biasanya dipergunakan sebagai ruang tamu)

2.3Kota Salatiga

Kota Salatiga secara geografis berada di tengah-tengah kawasan segitiga kota besar yang terkenal dengan sebutan Joglo Semar yaitu Yogyakarta (100 km), Solo ( 50 km), dan Semarang ( 45 km). Kota Salatiga berada pada ketinggian 600 meter di atas permukaan laut, terletak di lereng Gunung Merbabu.

Secara administratif, Kota Salatiga berada di propinsi Jawa Tengah, di tengah- tengah wilayah Kabupaten Semarang. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tuntang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Getasan dan Tengaran. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Tengaran. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Getasan dan Tuntang.

Kota Salatiga mengalami beberapa kali perubahan luas wilayah. Perubahan luas wilayah yang terakhir terjadi pada tahun 1992 dan telah diresmikan pada tahun1993. Pemekaran wilayah tersebut adalah dari 9 kelurahan, 1 kecamatan menjadi9 kelurahan dan 13 desa, 4 kecamatan.

Jumlah penduduk Salatiga 100.000 jiwa, 90% diantaranya suku Jawa. Ada juga sedikit WNI keturunan dan berbagai suku lain dari berbagai daerah di Indonesia.

3

Bahasa Jawa merupakan bahasa percakapan sehari-hari di kota ini, selain bahasaIndonesia yang umum digunakan.

Semasa pemerintahan Jaman Kolonial, pemerintah Belanda sering mengirim pasukan tentara yang baru saja datang dari Eropa ke kota ini, untuk beristirahat sementara dan membiasakan diri dengan suhu dan cuaca. Salatiga dahulu juga dijadikan perwakilan kavaleri dan penyimpanan senjata dari KNIL atau Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger, atau diterjemahkan secara harafiah: Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Kota ini berlokasi dekat dengan benteng William di Ambarawa yang merupakan pertahanan kuat melawan musuh yang menyerang Semarang.

Di dekat basis militer terdapat lumbung tempat VOC menyimpan kopi. Tersebutlah seorang bernama Mr. Pierre de la Brethonire Hamar (1794 1872), perintis kebudayaan kopi di kota ini dan dijuluki sebagai Raja Kopi, yang juga merupakan pendiri Hotel Kalitaman.

Sejak 1903 banyak lahan di Salatiga dipakai sebagai kebun kopi, dan kebanyakan dimiliki oleh orang-orang Belanda. Inilah yang menjadi asal usul banyaknya kaum ekspatriatterutama warga negara Belandayang memilih untuk berdomisili di Salatiga bahkan hingga sekarang.

Untuk mengakomodasi kebutuhan pendidikan komunitas Belanda maka dibangunlah European Elementary School (ELS) di Tuntang dan Second European Elementary school di Blauran. Selain itu juga ada Dutch Chinese School di Margo Sari. Selain sekolah-sekolah yang disebutkan di atas, masih banyak terdapat institusi-institusi pendidikan lain di Salatiga termasuk di antaranya Universitas Kristen Satya Wacana, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), dan Sekolah Tinggi Teologi Nusantara.

2.4Warung Joglo Bu RiniPada awalnya, Arso Sadjiartopendiri Warung Joglo Bu Rinitidak memilikirencana untuk mendirikan tempat makan. Rumah di Jalan Mawar (lokasi Warung Joglo Bu Rini) semula merupakan milik orang tua dari Pak Arso, yang kemudian dijadikan rumah induk dan diperluas dengan membeli tanah di sebelahnya pada tahun 2005. Bangunan joglo tadinya didirikan untuk menampung pertemuan- pertemuan komunitas seperti paguyuban petani, perkampungan dan gereja dimana keluarga Sadjiarto terlibat di dalamnya. Demikian juga dengan rumah di sebelah joglo, semula dimaksudkan untuk rumah pribadi keluarga Pak Arso.

Tetapi seiring waktu, biaya untuk perawatan bangunan baru semakin berkembang sementara pemasukan tetap pada jumlah yang sama. Belum lagi kehadiran 5 orang asisten rumah tangga yang ada di kedua rumah beserta 2 orang tukang kebun yang kurang optimal fungsi kehadirannya. Untuk mengimbangi antara pengeluaran dan pemasukkan, maka tercetus ide untuk membuat sebuah tempat di mana publik dapat menghabiskan waktu dengan bersantap dan

menikmati pemandangan alam yang ada. Dengan berbekal kemampuan memasak, bantuan dari 5 orang asisten yang dijadikan pegawai dan para tetangga serta berbagai peralatan yang sederhana, didirikanlah Warung Joglo.

Pak Arso memilih nama "Warung Joglo Bu Rini" semata karena alasan praktis; bentuk bangunan utama tempat makan adalah joglo, sementara "Bu Rini"- nama istri Pak Arsoditambahkan agar menjadi pembeda utama dari 'joglo- joglo' lain yang ada. Logopun dibuat sederhana: karena namanya Warung Joglo, maka bentuk yang dibuat adalah rumah joglo, disertai dengan nama dan alamat warung. Pak Arso menyukai joglo karena unsur filosofis joglo yang melambangkan sebuah pihak yang mengayomi, kokoh dan memiliki banyak dukungan (penyangga), sekaligus juga terbuka terhadap banyak orang.

Keunggulan utama dari Warung Joglo Bu Rini selain menu iga panggangnya yang terkenal adalah pemandangan ke arah petak-petak sawah berlatar belakang Gunung Merbabu. Pemandangan ini dapat dinikmati oleh para pelanggan tanpa interupsi pagar kawat atau berbagai pembatas lainnya, tidak seperti banyak restoran sejenis lainnya yang membatasi area restoran dengan petak-petak sawah karena area tersebut bukan milik restoran tersebut.

Karena itulah Warung Joglo Bu Rini menjadi favorit para orang kantoran yang ingin menjamu klien karena pemandangan alamnya yang tidak artifisial (buatan) seperti di tempat lain, sekaligus juga karena lokasinya yang mudah diakses dari pusat kota. Hal ini didukung oleh jaringan hubungan dan komunikasi yang erat yang telah dibangun oleh Pak Arso dengan penduduk sekitar selama lebih dari 20 tahun. Dengan latar belakang ini, ketika mendirikan Warung Joglo Bu Rini Pak Arso tidak perlu takut dengan pungutan liar, preman atau pengamen yang mengganggu kenyamanan para pelanggan karena semuanya telah dikomunikasikan dengan baik.

Pemandangan yang alami, makanan dan minuman yang segar dan mengundang selera, kondisi makan yang nyaman serta akses yang mudah telah menjadikan Warung Joglo Bu Rini sebagai salah satu tempat kuliner favorit di Kota Salatiga. Nama Warung Joglo Bu Rini bahkan terkenal sampai Solo, Semarang, Boyolali, Ungaran, Magelang, Sragen dan bahkan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Jogjakarta. Para pelanggan tidak hanya terdiri dari warga pribumi, tetapi juga banyak warga asing, baik yang merupakan wisatawan maupun warga asing yang tinggal, belajar maupun bekerja di Salatiga dan sekitarnya. Ada juga warga asing yang tinggal dan bekerja di Jakarta, Bandung, Semarang, Solo dan sekitarnya dan sedang mengunjungi anak-anaknya yang belajar di Salatiga di akhir minggu, lalu menjadi pelanggan di Warung Joglo Bu Rini.

Selama ini Warung Joglo Bu Rini tidak memprioritaskan promosi untuk meningkatkan jumlah pengunjung. Hampir semua pelanggan datang karena kabar dari mulut ke mulut (word of mouth). Warung Joglo Bu Rini tak pernah berpromosi di majalah ataupun media cetak, dan hanya menggunakan koneksi

Pak Arso-yang memiliki beberapa titik billboard untuk usaha periklanannya-untuk mencantumkan papan nama Warung Joglo Bu Rini. Sudah ada beberapa media yang meliiput tentang Warung Joglo Bu Rini, seperti koran Kompas dan Majalah Cempaka, juga TransTV.Setelah 4 tahun berdiri dan membawahi sekitar 50 karyawan, Warung Joglo BuRini berencana untuk membuka cabang di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Solo. Jika berjalan lancar, bukan tak mungkin Warung Joglo dapat membawa cita rasa kota Salatiga kepada masyarakat kota-kota besar yang lain. Karena inilah Warung Joglo Bu Rini membutuhkan identitas visual yang baik agar dapat mengundang publik secara lebih luas lagi.

2.4.1 Target Audience

Berikut merupakan target audience dari Warung Joglo.

2.4.1.1 Sasaran Primer

1. Demografi

-Perempuan maupun laki-laki, Sudah berkeluarga maupun lajang; sudah bekerja ataupun masih pelajar/ mahasiswa, tua maupun muda.

-Golongan ekonomi A-B, walaupun sebenarnya tidak tertutup juga kemungkinan bagi golongan C untuk makan di tempat ini.

2. Geografi

Sebagian besar merupakan warga Salatiga, tetapi banyak juga warga dari luar kota yang berkunjung, seperti Semarang, Solo, Boyolali, ungaran, Magelang, Sragen dan kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung yang berkunjung terutama pada hari-hari libur.

3. Psikografi

Individu yang menyukai makanan khas Indonesia sambil menikmati pemandangan alam.

2.4.1.2 Sasaran Sekunder

Wisatawan ataupun warga negara asing yang berdomisili di Salatiga yang menyukai masakan dan alam Indonesia.

2.4.2 Format Produk

Berikut merupakan jenis-jenis menu yang disediakan di Warung Joglo:

- Masakan Indonesia, misalnya pecel lele, ayam bakar, mujaer, dan menu spesial iga berupa iga bakar, iga goreng, sup iga, dan asem-asem iga serta iga rica.

- Berbagai macam olahan sayur, seperti trancam, cah kangkung, kailan dan capcay.

- Makanan ringan, seperti roti bakar dan pisang bakar.

- Berbagai macam minuman dengan spesialisasi berbagai macam jus buah.

- Minuman ringan, kopi, teh, wedang dan berbagai minuman hangat lainnya.

Semua menu yang ada disajikan dengan segar dan memiliki rentangan harga Rp 3500 Rp 30.000.

2.4.3 Identitas Visual Warung Joglo

Berikut merupakan logo yang digunakan oleh Warung Joglo.

Gambar 2.1

Logo Asli Warung Joglo Bu Rini

Logo ini dibuat oleh pemiliknya sendiri, Arso Sadjiarto, dengan pemikiran praktis agar para pelanggan mudah teringat dengan bentuk sekaligus nama restoran yang dijalankannya. Karena sudah banyak orang yang memakai kata joglo sebagai nama tempat usaha, maka Pak Arso menambahkan nama Bu Rini sebagai pelengkap identitas Warung Joglo miliknya. Ini juga semacam pengingat bahwa yang berperan utama pada menu-menu utama yang disukai para pelanggan adalah Ibu Rini Sadjiarto, istri Pak Arso.

Logo ini baru berfungsi sebagai penanda bahwa Warung Joglo ada; memberi tahu orang yang melihat bahwa ada sebuah rumah makan yang bernama Warung Joglo di suatu lokasi.

Tetapi sayangnya, jika melewati papan dengan tanda tersebut tanpa mengetahui sebelumnya atau belum pernah mendengar soal Warung Joglo, maka orang belum tentu tertarik untuk datang ke tempat tersebut. Dia hanya akan membaca lalu mungkin akan makan di tempat terdekat, misalnya, tanpa tertarik untuk mencari tahu mengenai rumah makan yang diiklankan atas nama logo tersebut.

Sedangkan identitas visual lain yang diterapkan di Warung Joglo dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2.2

Contoh aplikasi dari Warung Joglo Bu Rini

Dapat dilihat bahwa tak ada konsistensi pada identitas visual yang diterapkan pada barang-barang yang semestinya mewakili identitas Warung Joglo. Penanda masih bersifat sebagai penanda semata, bukan sebagai penerus identitas yang dapat berfungsi sebagai pemberi informasi sekaligus pemuas visual bagi orang yang melihatnya.

2.5Profil Kompetitor

Berikut merupakan profil beberapa pelaku di bidang yang sama, dengan konsep penyajian makanan lokal dengan suasana yang juga disesuaikan dengan jenis makanan yang disajikan.

2.5.1 Pecel Lele Lela

Gambar 2. 3

Logo Pecel Lele Lela

Pecel lele merupakan makanan yang sudah tidak asing lagi bagi rakyat Indonesia. Makanan yang terdiri dari ikan lele yang digoreng kering dan disajikan bersama nasi, lalapan dan sambal ini sangat mudah ditemukan di hampir di setiap daerah, baik dalam bentuk warung kaki lima maupun gerobakan.

Pecel Lele Lelasingkatan dari Lebih Lakubertekad ingin menunjukkan bahwa pecel lele dapat dinikmati oleh siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Dengan tujuan tersebut, Rangga Umara, sang pemilik, menyajikan berbagai menu yang terbuat dari ikan lele dengan harga yang terjangkau. Sebagai contoh, Pecel Lele Lela menyajikan Lele Saus Padang, Lele Fillet Goreng Tepung, Lele Fillet Kuah Tom Yam, Lele Fillet Saus Padang, sampai kepada menu non-lele seperti Ayam Bakar Madu, Cah Kangkung dan berbagai makanan lainnya, dengan rentang harga Rp 3500 sampai Rp 15.000 per menu.

Pecel Lele Lela ini berdiri sejak tahun 2007 dan telah memiliki lebih dari 22 cabang di Jabodetabek dan Bandung.

Dari segi visual, Pecel Lele Lela cukup konsisten dengan memakai warna putih, hijau dan kuning. Warna-warna tersebut menyebarkan aura yang unik dan mengundang para pembeli untuk datang. Tempat makan ini juga membiasakan para pelayannya untuk memberi sapaan khas Selamat pagi, selamat datang di Lela baik pada pagi, siang maupun malam hari. Sapaan ini dimaksudkan

sebagai simbol semangat dan kesegaran produk yang dibawa oleh Pecel LeleLela. Berikutmerupakan logo dan visual dari Pecel Lele Lela.

- --...-.-.

Gambar2. 4

Contoh pengaplikasian logo pada Pecel Lele Lela

2.5.2 Sambara

Gambar 2. 5

Logo Sambara

Masakan Sunda sejak lama telah disukai oleh masyarakat Indonesia secara luas. Dengan lalapan segar beserta lauk dan nasi yang hangat, berbagai macam pepes, sayur asem, nasi bakar, leunca, sambel ulek, masakan Sunda tidak membutuhkan waktu lama untuk menjelajah nusantara melalui restoran-restoran yang mengandalkan masakan Sunda selaku menu utamanya. Para penggemar masakan Sundapun makin hari makin bertambah.

Sambara adalah salah satu restoran masakan Sunda yang terkenal karena kualitas sajian dan atmosfir tempatnya yang membangkitkan mood serasa bersantap di tanah Sunda; sekalipun cabang-cabang restoran ini banyak terdapat di tengah kota-kota besar. Restoran ini menyajikan bermacam menu masakan Sunda mulai dari nasi timbel, bermacam pepes dan pindang, sambal sampai ke bandrek, bajigur dan sebagainya. Menu-menu ini memiliki rentangan harga dari Rp10.000 Rp 40.000.

Sambara telah memiliki 5 cabang yang tersebar di Jakarta, Bandung dan Semarang. Selain menu yang menarik, restoran ini juga menyediakan fasilitas semi-private/ private room, indoor/outdoor dining area serta area lesehan untuk berbagai acara.

Mengenai visual, Sambara memiliki visual yang cukup konsisten; mulai dari website, seragam, atmosfir dan cara penyajian. Karena yang dibawa adalah kebudayaan Sunda, maka pengaruh ini terasa terutama dari seragam karyawan, bentuk bangunan dan interior dalam restoran. Berikut merupakan visual dari Sambara. Sumber gambar diambil dari internet.

Gambar 2. 6

Aplikasi logo Sambara

2.5.2 Kedai Tiga Nyonya

Bangsa Cina terkenal telah melakukan eksodus besar-besaran ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali ke Indonesia. Sejak berabad-abad yang lalu masyarakat Cina telah datang dan dengan segala pengaruhnya telah menyatu

dengan peradaban dan kebudayaan bangsa Indonesia hingga kini. Peradaban Cina di tanah Indonesiapun sekarang telah mengalami akulturasi dan membentuk kebudayaan baru hasil pembauran dengan beragam budaya Indonesia. Pembauran ini terlihat dalam gaya bangunan, busana, tata cara kehidupan, dan kuliner.

Bidang kuliner adalah salah satu bidang yang menyimpan kekayaan luar biasa hasil persilangan dari berbagai budaya. Dalam konteks ini, kuliner dari kebudayaan Cina berbaur dan beradaptasi dengan kebudayaan setempat, yaitu Indonesia, menjadi gaya kuliner yang dijuluki dengan nama masakan Cina peranakan.

Kedai Tiga Nyonya adalah salah satu dari beberapa restoran yang menyajikan menu-menu masakan Cina peranakan dengan atmosfir yang sangat pecinan dan berkonsep fine dining dengan harga yang cukup tinggi. Rumah makan ini menyajikan berbagai masakan peranakan dengan resep yang berasal dari warisan keluarga pemilik restoran, Paul B. Nio, yang juga menjamin bahwa semua masakkannya bebas dari MSG. Beberapa menu yang ada di antaranya Ikan Bakar Pecah Kulit, Soka Salad Mangga, Nasi Goreng Belacan, lumpia, kakap, kepiting dan berbagai macam olahan sayur serta es dan jus sebagai pemuas dahaga. Menu-menu ini memiliki rentangan harga mulai dari Rp 10.000 Rp 100.000. Dengan dekorasi keramik, lampion dan dominasi warna merah, rumah makan Ini juga memuaskan mata pelanggan dengan memajang berbagai barang antik sebagai pelengkap atmosfir yang semakin membuat para pengunjung merasa di dalam rumah tua di daerah pecinan. Rumah makan ini telah memiliki beberapa cabang yang tersebar di Jakarta dan Jogjakarta. Berikut merupakan beberapa visual yang disajikan oleh Kedai Tiga Nyonya. Sumber gambar diambil dari internet.

Gambar 2.7

Kedai Tiga Nyonya

2.6Pendapat Masyarakat Soal Desain dari Tempat Kuliner Lokal

Dalam survey yang saya buat, saya bertanya kepada para responden mengenai keadaan visual tempat-tempat kuliner dan selera responden secara umum saat ini.

Saat ini industri kuliner lokal sedang berada dalam kebangkitan besar-besaran. Ini artinya persaingan yang ada cukup berat. Untuk menarik perhatian konsumen, banyak pemilik industri kuliner menyadari bahwa mutu makanan saja tidak cukup. Citra adalah sesuatu yang penting, yang menentukan apakah konsumen akan tertarik kepada merk tertentu atau tidak. Untuk membuat suatu citra diperlukan usaha yang tak mudah, salah satunya adalah dengan menciptakan identitas visual yang kuat yang dapat diingat oleh konsumen. Identitas visual ini merupakan semacam jalan pintas menuju pikiran konsumen, agar suatu merk dapat dengan mudah diingat dan diasosiasikan dengan bentuk visual, atmosfir, warna atau bentuk tertentu.

Dengan dibuatnya identitas visual suatu tempat usahadalam konteks ini tempat kulinerpara konsumen akan dapat menilai keseriusan pengelolanya akan

penanganan secara total mulai dari mutu masakan, pegawai, hingga mutuvisualnya.

Tentu identitas visual ini menghabiskan biaya yang tak sedikit, sehingga kadang timbul anggapan bahwa kita membayar mahal bukan hanya untuk makanannya, tetapi untuk desain dan suasana/ atmosfir tempatnya. Tetapi biaya ini bisa dikatakan merupakan sebuah investasi bagi para pemilik tempat usahadalam hal ini tempat kuliner untuk menarik perhatian pelanggan sebagai langkah pertama. Jika dirunut, bisa dikatakan setelah langkah pertama sukses, barulah kualitas makanan dan atmosfir di dalam tempat kuliner tersebut yang berbicara.

Di samping itu, banyak konsumen menghendaki harga sebaiknya sebanding dengan kualitas makanan/ minuman dan desain serta atmosfirnya. Konsumen justru akan lebih toleran terhadap tempat kuliner yang mutunya baik dengan visual yang kurang daripada tempat kuliner yang wah tetapi kualitas makanannya di bawah rata-rata.

Apresiasi publik terhadap visual yang baik juga telah meningkat, terbukti dengan banyaknya responden yang tertarik untuk makan/ menjadi konsumen di suatu tempat kuliner karena awalnya tertarik dengan logo/ suasana tempat tersebut. Selain itu, kebanyakan responden sudah mengerti bahwa mereka tidak hanya membayar untuk makanan, tetapi juga ide, konsep atau desain dan suasana yang nyaman. Malahan, ada juga yang rela membayar lebih justru karena menyukai suasana atau dekorasi dan atmosfir yang dihadirkan oleh pemilik tempat, dan senang menghabiskan waktu di tempat tersebut tanpa memesan banyak makanan/minuman.

Banyaknya alternatif makanan di luar rumah, dorongan komersialisme dan gaya hidup serta pengaruh dari orang-orang terdekat membuat kebanyakan konsumenmenyerah dan mengikuti arus. Pada saat ini, begitu banyak orang yang datang ke tempat-tempat tertentu supaya dipandang kerendengan kata lain, sebagaigengsi. Sebagai contoh, sulit dibedakan apakah seseorang mengkonsumsi segelas kopi di sebuah gerai ternama karena memang kebiasaan dan memang inginmengapresiasi atmosfir dari minum kopi itu sendiri, ataukah orang tersebut terdorong oleh nafsu ingin terlihat keren sehingga rela menghabiskan beberapapuluh ribu sekaligus hanya untuk secangkir kecil kopi. Tapi kembali ke topik semula, seperti halnya selera makan publik yang cepat berubah, tren sepertiinipun ikut berubah.

Lisa Siregar, dalam artikel : A Home Cooked Future for Indonesian Food pada situs The Jakarta Globe menuliskan bahwa tren kulinerterutama di kota- kota besarsangat dinamis. Walaupun begitu, mayoritas dari konsumen sekarang terutama mencari 2 hal ini: otentisitas dan masakan rumah.

Menurut MakanMakan: Indonesian Story on Foodsurvey yang dilakukan oleh DDB Indonesia berbasiskan 120 orang konsumensekarang ini orang- orang makan di luar karena telah merasa optimis akan keadaan keuangan dan adanya kesempatan di masa depan. Sementara sebagian lainnya adalah

konsumen muda banyak yang memiliki selera dan apresiasi tinggi terhadap restoran atau kafe yang memiliki dekorasi yang bagus.

Tetapi hasil yang paling menarik adalah konsumen agaknya mulai tidak terlalu tertarik lagi terhadap restoran yang menawarkan jenis masakan asing; mereka malah ingin kembali ke cita rasa lokal. Karena publik kebanyakan telah memiliki wawasan yang cukup mumpuni soal kuliner, DDB memperkirakan orang-orang akan kembali kepada masakan otentik yang berasal dari rasa dan resep orisinal dari akar mereka masing-masing.

2.7Analisa SWOT

Strength

Memiliki basis komunitas yang kuat. Jauh sebelum Warung Joglo dibangun, Pak Arso telah membangun jaringan komunikasi yang kuat dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini membuat Warung Joglo terlindung dari sentuhan pungutan liar, preman dan polisi yang tidak seharusnya karena semuanya telah dikomunikasikan dengan baik.

Warung Joglo memiliki dualitas yang menarik: memiliki pemandangandesa yang alami sekaligus juga dapat dengan mudah diakses dari kota.

Memiliki harga yang mampu bersaing dengan kompetitor.

Memiliki resep khususterutama pada hidangan igayang berbeda dengan menu-menu sejenis di tempat lain sehingga ciri khas ini menjadi nilai tambah yang terus dicari oleh para pelanggan.

Weakness

Belum dapat memaksimalkan teknologi informatika yang tersedia karena belum memiliki tenaga khusus yang dialokasikan untuk mengoperasikan publikasi via media tersebut.

Sikap fleksibel setiap karyawan yang diajarkan untuk dapat mengerjakan pekerjaan lain di luar lingkupnya sendiri justru menjadi sesuatu yang kurang efisien karena pada akhirnya pekerjaan tetap tidak tertangani secara optimal.

Sikap hanya mengandalkan publikasi yang dilakukan oleh orang luar/ secara eksternal; sementara publikasi yang dilakukan oleh pihak pemilik sendiri masih bersifat minim.

Opportunity

Belum ada restoran yang mengedepankan menu dari kota Salatiga secara khusus.

Threat

Sikap go with the flow yang berpikir bahwa segalanya akan dapat ditangani jika tiba waktunya, sehingga jarang membuat prioritas dan seringkali cukup puas dengan keadaan yang berlaku saat ini saja. Hal ini sayangnya berlaku juga untuk publikasi dan maintenance restoran, misalnya jika ada properti yang rusak tidak segera diganti/ menjadi prioritas segera untuk diperbaiki. Jika hal seperti ini dibiarkan lama-lama ketidakpuasan konsumen akan memuncak dan malahan akan menjadi bumerang bagi Warung Joglo Bu Rini sendiri.