laporan kasus ds
DESCRIPTION
shock dengueTRANSCRIPT
I. Identitas
Nama : An. A
Tanggal lahir : 14 Agustus 2014
Usia : 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pendidikan : Belum Sekolah
Alamat : Graha Mas Serpong Blok 0,5 Tangerang Selatan
Keluarga yang bisa dihubungi: Tn. Y (082122750559)
Tanggal masuk RS : 15 Januari 2015
Tanggal pemeriksaan : 18 Januari 2015
Tanggal keluar RS : 21 Januari 2015
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 18 Januari 2015 di
bangsal Zarepath RS Siloam Lippo Village.
Keluhan utama:
Pasien datang bersama kedua orang tuanya dengan keluhan demam sejak 2
hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang bersama kedua orang tuanya dengan keluhan demam sejak 2
hari SMRS. Demam terjadi hanya pada malam hari, dan membaik pada pagi dan siang
harinya. Orang tua pasien sempat memberikan pengobatan dengan “tempra” untuk
menurunkan suhu tubuh pasien, namun tidak memberikan perbaikan pada pasien.
Orang tua pasien sempat mengukur suhu tubuh pasien saat di rumah, dimana suhu
tubuh pasien awalnya 37,8 oC namun kemudian suhu tidak kunjung turun dan
mencapai 38oC. Saat pasien dibawa ke rumah sakit untuk berobat orang tua pasien
tidak melihat pasien dalam keadaan sesak, namun saat di rumah sakit dikatakan oleh
dokter bahwa pasien sedang dalam keadaan sesak. Sehingga orang tua pasien tidak
mengetahui sejak kapan pasien mulai mengalami sesak.
Pasien juga memiliki keluhan batuk dan pilek sekitar 1 minggu yang lalu.
Batuk yang dialami adalah batuk berdahak/berlendir, warna dahak tidak diketahui
karena pasien masih belum dapat mengeluarkan dahaknya sendiri. Pilek yang dialami
berwarna bening. Batuk dan pilek terjadi sepanjang hari, tidak ada faktor yang
memperingan maupun memperberat batuk pilek yang dialami pasien. Pada saat batuk,
pasien tidak ada riwayat muntah. Orang tua pasien tidak pergi berobat ke dokter untuk
batuk dan pilek yang dialami pasien. Orang tua pasien memberikan obat bernama
“mucos” yang biasanya diberikan kepada pasien ketika pasien sedang batuk. Orang
tua pasien tidak merasa adanya perbaikan maupun perburukan dari keadaan batuk dan
pilek yang dialami pasien. Orang tua pasien mengaku disekitar rumah tidak ada yang
sedang mengalami batuk pilek, dan orang tua pasien juga mengatakan bahwa pasien
dalam kesehariannya lebih banyak tinggal di dalam rumah. Sebelum pasien menderita
batuk pilek, pasien sempat dibawa berpergian oleh orang tuanya ke luar kota (Medan).
Orang tua pasien mengaku di sekitar tempat tersebut juga tidak ada yang sedang
mengalami batuk dan pilek.
Pasien tidak memiliki keluhan lain, BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu
makan juga tidak ada keluhan. Pasien tetap mengkonsumsi susu seperti biasanya,
tidak ada penurunan frekuensi minum.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien pernah mengalami batuk dan pilek seperti ini, namun saat itu pasien
dapat sembuh dengan pemberian obat “mucos” dalam waktu kurang lebih 1 minggu.
Pasien tidak memiliki riwayat asma maupun alergi (debu, makanan/minuman
tertentu/susu, maupun obat-obatan tertentu).
Pasien menderita sindrom Down, yang baru diketahui oleh kedua orang tuanya
saat pasien lahir dengan penjelasan dokter yang menangani pasien. Awalnya pasien
diminta untuk melakukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan keadaan pasien
seperti tes kromosom dan juga pemeriksaan lainnya. Hasil dari pemeriksaan tersebut
didapatkan 2 bulan kemudian, dan didapatkan hasil bahwa kromosom pada pasien
menunjukan kromosom pada down sindrom dan juga ditemukan adanya kelainan pada
jantung pasien. Jantung pasien memiliki dua lubang diantara ruangan jantung yang
belum tertutup, salah satunya ada yang berlubang kecil dan ada yang berlubang besar.
Dokter yang menangani pasien mengatakan untuk lubang yang kecil masih memiliki
kemungkinan untuk menutup sendiri dengan pengobatan, sementara lubang yang
lebih besar akan memerlukan tindakan operasi yang akan dilakukan ketika berat
badan pasien sudah mencapai 6 kg. Sehingga sejak itu pasien rutin mengkonsumsi
pengobatan dari dokter spesialis jantung untuk kondisi jantungnya. Obat yang
diberikan berupa racikan yang dikonsumsi dua kali sehari, orang tua pasien tidak
mengetahui nama obat yang dikonsumsi pasien.
Riwayat penyakit keluarga :
Di dalam keluarga pasien tidak ada yang sedang menderita batuk pilek
maupun keluhan serupa dengan pasien. Di keluarga juga tidak ada yang memiliki
riwayat asma/alergi, menderita sindrom Down maupun penyakit jantung.
Riwayat kehamilan:
Ibu pasien mengandung pasien ketika berusia 36 tahun. Selama kehamilan ibu
pasien tidak pernah mengalami penyakit tertentu, dan tidak mengkonsumsi obat-
obatan tertentu selain obat dan vitamin yang diberikan oleh dokter selama kontrol
kehamilan di rumah sakit. Pada masa kehamilan ibu pasien selalu rutin memeriksakan
keadaan kehamilannya sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh dokter, dan
mendapatkan pemeriksaan ultrasonografi dengan hasil keadaan janin baik. Pasien
tidak pernah disarankan untuk melakukan pemeriksaan lain untuk mendeteksi
keadaan janinnya.
Riwayat persalinan:
Pasien lahir pada usia kandungan yang sudah aterm, dengan dilakukan sectio
sesarea atas indikasi ketuban pecah dini dan juga memiliki riwayat sectio sesarea
pada kehamilan pertamanya. Berat badan pasien saat lahir 2.890 gr, panjang badan
saat lahir 47 cm dan lingkar kepala 34 cm. Pasien tidak memiliki riwayat kuning atau
pun sianosis.
Riwayat nutrisi :
Pasien sejak lahir mengkonsumsi susu formula, karena setelah melahirkan ibu
pasien merasa ASI-nya tidak cukup banyak keluar. Sehari-harinya pasien
mengkonsumsi susu formula sebanyak 4-5 botol berukuruan 150 ml. Merek susu
formula yang dikonsumsi adalah Similac Neosure sejak lahir hingga saat ini, dan
pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap susu formula yang sedang dikonsumsi
hingga sekarang.
Riwayat tumbuh kembang :
Personal social (perilaku sosial) : pasien dapat berinteraksi dengan
lingkungan, saat ada orang di sekitarnya pasien melihat ke arah orang dihadapannya,
dan mampu menanggapi yang dilakukan oleh lawan interaksinya, seperti tertawa
ketika ada orang yang mengajak tertawa, melihat dan mengikuti arah dari lawan
bicaranya.
Fine motor adaptive (gerakan motorik halus) : pasien mampu melakukan
gerak-gerakan seperti berusaha mencapai benda yang ditunjukkan dihadapan pasien.
Bahasa : pasien mampu memberikan respon terhadap suara-suara disekitarnya,
seperti menoleh saat dipanggil namanya, ikut mengeluarkan suara ketika sedang
beinteraksi (bubbling), menirukan bunyi-bunyian.
Gross motor (gerakan motorik kasar) : pasien sudah mampu tengkurap dan
mengangkat kepalanya. Sudah dapat duduk bersandar apabila di dudukan, masih
belum dapat duduk sendiri.
Riwayat imunisasi :
Hepatitis B : 0,1 bulan
Polio : 3,5 bulan
BCG : 2 bulan
DTP : 3,5 bulan
Hib : 3,5 bulan
PCV : 5 bulan
Rotavirus : 4 bulan
Riwayat sosial ekonomi dan kondisi lingkungan :
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan satu orang kakak laki-laki
berusia 7 tahun. Ayah pasien merupakan seorang wiraswasta dan ibu pasien
merupakan seorang guru di sekolah dasar. Pasien diurus oleh seorang baby sitter
setiap harinya. Pasien tinggal dalam lingkungan perumahan. Ayah pasien merupakan
seorang perokok aktif.
III. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Januari 2015
Keadaan umum : tampak aktif
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital :
Laju nadi : 135 x/m (reguler, isi cukup, equal)
Laju napas : 48 x/m (teratur)
Suhu : 37,2oC
Status gizi dan antropometri :
Berat badan : 4480 gr (di antara 10th – 25th persentil BB/u = 82% status
gizi kurang)
Panjang badan : 66 cm ( di atas 90th persentil PB/u = 110% tinggi)
Lingkar kepala: 39 cm (di 50th persentil normocefali)
Status Generalisata :
Kulit : warna putih kemerahan, tidak kuning, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
perdarahan ataupun jaringan parut.
Kepala: bentuk normosefali, ubun-ubun besar belum tertutup
Wajah : simetris, tidak tampak adanya parese pada wajah
Mata :
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2mm/2mm, Refleks
cahaya langsung dan tidak langsung +/+, Gerakan bola mata baik ke segala
arah. Nistagmus horizontal +/+, tidak cekung, brushfield spot (-),ujung lateral
miring ke atas
Hidung: tampak adanya sekret bening, napas cuping hidung (-), jembatan hidung
datar
Telinga: tidak tampak adanya sekret, peradangan (-), telinga tampak kecil dan terletak
lebih rendah
Mulut : mukosa bibir lembab, lidah bersih, gigi masih belum terlihat, tidak tampak
peradangan maupun bengkak pada daerah gusi, bau napas (-), sianosis (-),
rongga mulut kecil, lidah tampak lebih besar dan sebagian dari lidah menonjol
ke luar
Tenggorokan: T1/T1, faring tidak hiperemis
Leher : tidak terdapat kaku kuduk, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
ataupun tiroid, tidak ada kelebihan kulit pada leher belakang.
Thorax: bentuk simetris, tampak adanya retraksi interkostal dan epigastrium.
Paru :
Inspeksi : tidak tampak adanya gerakan napas yang tertinggal, simetris pada saat statis
maupun dinamis
Palpasi : teraba taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing +/+
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : suara jantung S1S2 reguler, terdengar pansistolik murmur pada area aorta
(ICS2 garis sternum kiri) dan pulmonal (ICS2 garis sternum kanan), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani, tidak teraba pembesaran
hepar/limpa.
Punggung: skoliosis (-)
Genitalia : tidak tampak adanya peradangan
Ekstremitas : akral hangat, edem (-), sianosis (-), tonus otot baik, tangan lebar dan
pendek disertai jari-jari yang pendek, tidak terdapat satu lipatan garis tangan yang
dalam di tengah telapak tangan (single crease transverse), jarak ibu jari kaki dengan
jari-jari kaki lainnya tidak lebar.
kekuatan motorik :
IV. Resume
Pasien perempuan usia 5 bulan datang bersama kedua orang tuanya dengan keluhan
demam sejak 2 hari SMRS, suhu meningkat pada malam hari, sudah diberikan “tempra”
untuk menurunkan suhu tubuh pasien, namun tidak memberikan perbaikan pada pasien.
Pasien sempat mencapai suhu 38oC. Orang tua pasien tidak melihat pasien dalam keadaan
sesak, namun saat di rumah sakit dikatakan oleh dokter bahwa pasien sedang dalam keadaan
sesak. Sehingga orang tua pasien tidak mengetahui sejak kapan pasien mulai mengalami
sesak.Pasien juga memiliki keluhan batuk berdahak dan pilek berwarna bening sekitar 1
minggu yang lalu. Pasien diberikan pengobatan bernama “mucos” yang biasanya diberikan
5 5
5 5
kepada pasien ketika pasien sedang batuk. Disekitar rumah tidak ada yang sedang mengalami
batuk pilek, dan pasien lebih banyak tinggal di dalam rumah. Pasien memiliki riwayat
berpergian oleh orang tuanya ke luar kota (Medan) . Orang tua pasien mengaku di sekitar
tempat tersebut juga tidak ada yang sedang mengalami batuk dan pilek. BAB dan BAK tidak
ada keluhan, tidak ada penurunan nafsu makan.Pasien pernah mengalami batuk dan pilek
seperti ini, namun saat itu pasien dapat sembuh dengan pemberian obat “mucos” dalam waktu
kurang lebih 1 minggu.Pasien menderita sindrom Down yang baru diketahui oleh orang
tuanya saat pasien lahir, dan juga ditemukan adanya kelainan pada jantung pasien yaitu
adanya dua lubang di jantung pasien yang masih belum tertutup. Pasien rutin mengkonsumsi
pengobatan dari dokter spesialis jantung untuk kondisi jantungnya. Obat yang diberikan
berupa racikan yang dikonsumsi dua kali sehari. Dikeluarga tidak ada yang memiliki riwayat
sindrom down dan penyakit jantung. Pada masa kehamilan ibu pasien tidak pernah
mengalami suatu penyakit tertentu, pasien lahir aterm, secara sectio secarea a/i ketuban
pecah dini dan re-SC, tidak ada riwayat sianosis maupun kuning. Pasien mengkonsumsi susu
formula Similac Neosure sejak lahir hingga sekarang, 4-5 x 120 ml per harinya. Imunisasi
lengkap sesuai usianya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : tampak aktif,
kesadaran : komposmentis, laju nadi : 135 x/m (reguler, isi cukup, equal), laju napas: 48
x/m, suhu: 37,2oC. BBL 2890 g, BB sekarang 4480 gr, PB sekarang: 66 cm, LK: 39 cm, dari
data antropometri yang ada pasien masuk ke dalam status gizi kurang. Mata didapatkan
nistagmus horizontal, hidung tampak adanya sekret bening dan tidak terlihat adanya napas
cuping hidung. Pada pemeriksaan thorax tampak adanya retraksi interkostal dan epigastrium.
Pada auskultasi paru terdengar suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing +/+. Pada
pemeriksaan jantung iktus kordis tidak terlihat/teraba, pada auskultasi terdengar suara jantung
S1S2 reguler, pansistolik murmur pada area aorta (ICS2 garis sternum kiri) dan pulmonal
(ICS2 garis sternum kanan). Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani, tidak
teraba pembesaran hepar/limpa. Pada pemeriksan ekstremitas didapatkan akral hangat, edem
(-), sianosis (-).
V. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil 15/1/2015 Hasil 18/1/2015 Nilai Normal
Pemeriksaan darah lengkap
Hemoglobin 11,3 g/dl 11,48 g/dl 10,1 – 12,9 g/dl
Hematokrit 34,43 % 35,10 % 32 – 44 %
Eritrosit (RBC) 3,99 x 106/µl 4,03 x 106/µl 3,2 – 5,2 x 106/µl
Leukosit (WBC) 9,83 x 103/µl 7,28 x 103/µl 6 – 17,5 x 103/µl
Diff.count
Basofil 1 % 1 % 0 – 1 %
Eosinofil 0 % 0 % 1 – 3 %
Neutrofil batang 3 % 4 % 2 – 6 %
Neutrofil segmen 45 % 41 % 50 – 70 %
Limfosit 43 % 46 % 25 – 40 %
Monosit 8 % 8 % 2 – 8 %
Trombosit 349,4 x 103/µl 428,9 x 103/µl 150 – 440 x 103/µl
ESR 5 mm/jam 4 mm/jam 0 – 20 mm/jam
MCV 86,34 fL 87,15 fL 73 – 109 fL
MCH 28,35 pg 28,5 pg 21 – 33 pg
MCHC 32,83 g/dl 32,7 g/dl 26 – 34 g/dl
Imunologi/ Serologi
CRP-Hs 14,90 mg/dl 1,43 mg/dl 0 – 3 mg/dl
Foto X-ray Thorax AP/PA (15 Januari 2015)
Tak tampak pelebaran mediastinum siperior
Kedua sinus costophrenicus dan diafragma normal
Cor : tak membesar, batas kanan dan kiri jelas, apex di kiri
Kedua hilus : kasar
Pulmo : tampak bercak-bercak infiltrat pada kedua perihiller dan paracardial
Tulang-tulang dada baik
Kesan : bronchopneumonia
VI. Diagnosis kerja
Bronkopneumonia
Sindrom Down
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Atrial Septal Defect (ASD)
VII. Diagnosis banding
Bronkiolitis
VIII. Tatalaksana
Tatalaksana yang diberikan di RS:
D5 ¼ NS 10 ml/jam
Oradexon 2 x 1 mg IV
Rantin 2 x 5 mg IV
Ceftriaxone 1 x 250 mg IV hari ke-4
Cariamyl 3 x 4 tetes p.o
Mucos 2 x 5 tetes p.o
Tiriz 2 x 0,1 ml p.o
Naprex 4 x 0,6 ml p.o
Lasix 2 x 4 mg p.o
Aldactone 2 x 6,25 mg p.o
Meptin 2 x 4 mcg p.o
Nebu ventolin (1/2 amp) + flixotide (1/2amp) 3 x nebu
IX. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
X. Follow up
Tanggal/jam Follow up
19 Januari 2015
08.00
S: batuk berdahak (+), pilek (+), demam (+) hangat, muntah (-),
minum susu baik, BAK/BAB baik
O: CM, tampak aktif
Nadi : 120x/menit (reguler, isi cukup, equal),
RR: 36x/menit, Suhu: 37,3oC
Mata: ca-/-, si-/-, pupil isokor, RC +/+
THT : faring hiperemis (-), T1/T1, napas cuping hidung(-)
sekret bening (+)
Thorax:bentuk simetris, tampak adanya retraksi
interkostal dan epigastrium.
Paru :
Inspeksi : tidak tampak adanya gerakan napas yang
tertinggal, simetris pada saat statis maupun dinamis
Palpasi : teraba taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+,
wheezing +/+
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : suara jantung S1S2 reguler, terdengar murmur
pansistolik pada area aorta (ICS2 garis sternum kiri) dan
pulmonal (ICS2 garis sternum kanan).
Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani,
tidak teraba pembesaran hepar/limpa.
Ekstremitas : akral hangat, edem (-), sianosis (-)
A:
Bronkopneumonia
Sindrom Down
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Atrial Septal Defect (ASD)
P:
D5 ¼ NS 10 ml/jam
Pasang O2 8 lpm (Head Box)
Oradexon 2 x 1 mg IV stop
Rantin 2 x 5 mg IV stop
Ceftriaxone 1 x 250 mg IV hari ke-5
Cariamyl 3 x 4 tetes p.o
Mucos 2 x 5 tetes p.o
Tiriz 2 x 0,1 ml p.o
Naprex 4 x 0,6 ml p.o
Lasix 2 x 4 mg p.o
Aldactone 2 x 6,25 mg p.o
Meptin 2 x 4 mcg p.o
Nebu ventolin (1/2 amp) + flixotide (1/2amp) 3 x nebu
20 Januari 2015 S: batuk berdahak (+) berkurang, pilek (+) berkurang, demam (-),
08.00
muntah (-), minum susu baik, BAK/BAB baik
O: CM, tampak aktif
Nadi : 124x/menit (reguler, isi cukup, equal),
RR: 39x/menit, Suhu: 36,5oC
Mata: ca-/-, si-/-, pupil isokor, RC +/+
THT : faring hiperemis (-), T1/T1, napas cuping hidung(-)
sekret bening (+)
Thorax:bentuk simetris, tampak adanya retraksi
interkostal dan epigastrium minimal.
Paru :
Inspeksi : tidak tampak adanya gerakan napas yang
tertinggal, simetris pada saat statis maupun dinamis
Palpasi : teraba taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+,
wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : suara jantung S1S2 reguler, terdengar murmur
pansistolik pada area aorta (ICS2 garis sternum kiri) dan
pulmonal (ICS2 garis sternum kanan).
Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani,
tidak teraba pembesaran hepar/limpa.
Ekstremitas : akral hangat, edem (-), sianosis (-)
A:
Bronkopneumonia
Sindrom Down
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Atrial Septal Defect (ASD)
P:
D5 ¼ NS 10 ml/jam
Azomax 1 x 50 mg p.o
Cariamyl 3 x 4 tetes p.o
Mucos 2 x 5 tetes p.o
Tiriz 2 x 0,1 ml p.o
Naprex 4 x 0,6 ml p.o
Lasix 2 x 4 mg p.o
Aldactone 2 x 6,25 mg p.o
Meptin 2 x 4 mcg p.o
Nebu ventolin (1/2 amp) + flixotide (1/2amp) 3 x nebu
21 Januari 2015
08.00
S: batuk berdahak (+) berkurang, pilek (+) berkurang, demam (-),
muntah (-), minum susu baik, BAK/BAB baik
O: CM, tampak aktif
Nadi : 132x/menit (reguler, isi cukup, equal),
RR: 38x/menit, Suhu: 36oC
Mata: ca-/-, si-/-, pupil isokor, RC +/+
THT : faring hiperemis (-), T1/T1, napas cuping hidung(-)
sekret bening (+)
Thorax:bentuk simetris, tampak adanya retraksi
interkostal dan epigastrium minimal.
Paru :
Inspeksi : tidak tampak adanya gerakan napas yang
tertinggal, simetris pada saat statis maupun dinamis
Palpasi : teraba taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+,
wheezing -/-
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : suara jantung S1S2 reguler, terdengar murmur
pansistolik pada area aorta (ICS2 garis sternum kiri) dan
pulmonal (ICS2 garis sternum kanan).
Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani,
tidak teraba pembesaran hepar/limpa.
Ekstremitas : akral hangat, edem (-), sianosis (-)
A:
Bronkopneumonia
Sindrom Down
Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Atrial Septal Defect (ASD)
P:
D5 ¼ NS 10 ml/jam
Azomax 1 x 50 mg p.o
Cariamyl 3 x 4 tetes p.o
Mucos 2 x 5 tetes p.o
Tiriz 2 x 0,1 ml p.o
Lasix 2 x 4 mg p.o
Aldactone 2 x 6,25 mg p.o
Meptin 2 x 4 mcg p.o
Nebu ventolin (1/2 amp) + flixotide (1/2amp) 3 x nebu
Besok rencana pulang
XI. Analisis Kasus
Pneumonia merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak di negara
berkembang. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 mencatat prevalensi pneumonia pada
anak 11,2%. Pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare pada balita yaitu
sebesar 15,5%. Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia seperti virus,
jamur dan bakteri. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia
bakteri pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak usia di bawah 5
tahun, dan respiratory syncytial virus merupakan penyebab tersering pneumonia virus pada
anak di bawah 3 tahun. Pada umur yang lebih muda dapat ditemukan adenovirus,
parainfluenza virus dan influenza virus sebagai penyebab pneumonia virus. Mycoplasma
pneumonia dan Clamydia pneumonia lebih sering ditemukan pada anak berusia diatas 10
tahun. Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia seperti defek
anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER (gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi
buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasi tidak
lengkap, adanya saudara serumah yang menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat
penghuninya. Pada pasien ini dikatakan tidak memiliki kontak dengan orang dewasa yang
sedang menderita batuk disekitarnya, namun pasien ini memiliki faktor resiko yang dapat
menyebabkan pasien ini menderita pneumonia diantaranya adalah dari segi usia yang masih
muda membuat pasien ini rentan terkena infeksi, status gizinya yang termasuk ke dalam
status gizi kurang, tidak mendapatkan ASI, dan keadaan lingkungan (polusi udara) dimana
ayah pasien merupakan seorang perokok dan dikatakan bahwa pneumonia pada anak dapat
meningkat bila ada kontak dengan asap rokok, dan hal lain yang dapat menjadi faktor resiko
pasien ini mengalami pneumonia karena pasien ini menderita sindrom Down dimana pada
penderita sindrom Down sistem imunnya lebih rendah sehingga rentan terkena infeksi.
Dalam mendiagnosis pneumonia, dapat ditegakkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik, yang dapat didukung dengan beberapa pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis kita
dapatkan gejala pasien seperti batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif
dengan dahak purulen bahkan bisa berdarah, sesak napas, demam, kesulitan makan/minum,
tampak lemah. Pada pemeriksaan fisik dapat dinilai keadaan umum anak, frekuensi napas,
dan nadi harus dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat
menyebabkan anak gelisah atau rewel. Penilaian keadaan umum antara lain meliputi
kesadaran dan kemampuan makan/minum. Gejala distres pernapasan seperti takipnea,
retraksi interkostal/subkostal/episgastrium/suprasternal, batuk, krepitasi, dan penurunan suara
paru, demam dan sianosis. Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala
pneumonia yang klasik. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea.
Pada pasien ini memiliki gejala yang sesuai terdapat pada pneumonia yaitu demam, batuk
berdahak, pilek disertai sesak. Demam terjadi secara progresif, dimana adanya peningkatan
suhu tubuh dari hari ke hari dan pola demam seperti ini khas pada infeksi bakteri. Batuk
berdahak dan sesak napas yang ditandai dengan adanya penggunaan otot pernapasan atau
retraksi interkostal dan epigastrium, laju napasnya pun berada pada batas atas walupun masih
dalam batas normal yaitu 48x/menit,teratur ( normal < 50 kali per menit) tapi dapat
digolongkan sudah mengalami takipneu dan merupakan tanda klinis khas dari pneumonia,
dan dapat digolongkan sebagai pneumonia berat karena adanya takipneu dan retraksi
interkostal. Kemudian pada auskultasi paru juga terdengar suara rhonki dan wheezing pada
kedua lapang paru. Keadaan umum anak masih tampak aktif, nafsu makan juga tidak
mengalami penurunan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adanya foto thorax,
pemeriksaan darah lengkap (leukositosis, hitung jenis, peningkatan CRP,LED), kultur dan
pewarnaan gram sputum, kultur darah, uji tuberkulin khususnya untuk anak yang memiliki
riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa. Foto thorax dapat dilakukan untuk melihat
adanya peningkatan corakan bronkovaskular pada pasien pneumonia, namun tidak dapat
mendeteksi agen mikroba penyebab pneumonia. Foto thorax yang diperlukan adalah foto
thorax anteroposterior (AP) dan lateral, untuk mengetahui lokasi anatomik dalam paru,
luasnya kelainan, dan kemungkinan adanya komplikasi seperti pneumothorax dan efusi
pleura. Pada pemeriksaan darah lengkap yang perlu diperhatikan adalah kadar leukosit,
apabila didapatkan kadar leukosit tinggi (leukositosis) dapat diindikasikan terdapatnya infeksi
bakteri yang dapat dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan hitung jenis dengan peningkatan
sel neutrofil. Apabila didapatkan hasil leukosit rendah dan didukung dengan hasil hitung jenis
peningkatan pada sel limfosit lebih mengindikasikan adanya infeksi virus. Pemeriksaan
kultur dan pewarnaan gram sputum direkomendasikan untuk dilakukan dalam penentuan tata
laksana anak dengan pneumonia yang berat, namun dikatakan kultur dan pewarnaan sputum
tidak mempresentasikan patogen yang berada di saluran pernapasan bawah, sehingga
pemeriksaan ini pun kurang direkomendasikan untuk rutin dilakukan. Kultur darah
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang
dicurigai menderita pneumonia bakterial atau pada anak yang tidak merespon pada
pemberian antibiotik lini pertama. Namun tingkat sensitivitasnya sangat rendah, hanya
ditemukan pada 10-30% pasien dengan penumonia. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan
darah lengkap dan tidak ditemukan adanya leukositosis ataupun leukopenia, pada hasil hitung
jenis didapatkan peningkatan pada sel limfosit yang mengindikasikan adanya infeksi virus.
Selain itu juga didapatkan peningkatan kadar CRP yang menunjukan bahwa adanya proses
inflamasi akut. Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan hilus yang kasar dan bercak-bercak
infiltrat pada kedua perihiller dan paracardial yang menunjukan gambaran bronkopneumonia.
Diagnosis banding pneumonia yang paling sering adalah bronkiolitis khususnya yang
terjadi pada anak-anak berusia dibawah 2 tahun. Pada bronkiolitis dapat ditemukan juga
gejala klinis seperti demam, batuk, pilek, sesak napas, dan adanya tanda-tanda distres
pernapasan seperti napas cuping hidung, retraksi (interkostal, epigastrium, suprasternal), dll.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas yang meningkat (takipneu), auskultasi
didapatkan adanya mengi/wheezing, dan dapat dilihat adanya usaha lebih pada saat pasien
menghembuskan napas/expiratory effort yang khas terdapat pada bronkiolitis. Pada
pemeriksaan radiologis didaptkan gambaran hiperinflasi dan dapat juga adanya gambaran
infiltrat yang tidak luas. Pada pemeriksaan laboratorium umumnya tidak memberikan hasil
yang bermakna, namun dapat disertai dengan limfopenia. Penyebab tersering bronkiolitis
adalah virus yaitu respiratory syncytial virus (RSV), sehingga pada pemberian tata laksana
tidak dianjurkan untuk pemberian antibiotik, hanya memberikan tata laksana simptomatik.
Tatalaksana pneumonia meliputi terapi suportif dan etiologi. Terapi suportif berupa
pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan. Bila asupan per oral kurang dapat
diberikan cairan IV dan memperhatikan balans cairan agar tidak terjadi hidrasi berlebihan,
karena pada pneumonia berat dikatakan terjadi peningkatan sekresi anti-diuretik hormon,
sehingga dehidrasi jarang terjadi, dan sangat penting untuk menjaga pasien agar tidak hidrasi
berlebihan. Pada anak dengan distress nafas berat, pemberian makan per oral harus dihindari
dan menggantinya dengan menggunakan NGT/IV. Terapi oksigen dapat diberikan untuk
mempertahankan saturasi O2 >92% yang dilakukan pemantauan setiap 4 jam. Apabila suhu
tubuh ≥39oC dapat diberikan parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali. Nebulisasi
dengan β2 agonis dan/atau NaCl 0.9% dapat diberi untuk memperbaiki pembersihan
mukosiliar. Bagian yang sangat penting dari tatalaksana pneumonia adalah pemberian
antibiotik. Idealnya tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya, namun
karena adanya berbagai kendala dalam mendiagnosis etiologi, maka untuk semua pasien
penumonia dapat diberikan antibiotik secara empiris. Pneumonia viral seharusnya tidak
diberikan antibiotik, namun pasien dapat diberikan antibiotik apabila adanya kesulitan
membedakan infeksi virus dengan bakteri, selain itu juga infeksi bakteri sekunder tidak dapat
disingkirkan dapat terjadi. Antibiotik lini pertama yang dapat diberikan diantaranya beta-
laktam atau kloramfenikol, bila tidak responsif dapat diberi gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai petunjuk etiologi yang ditemukan. Dosis amoksisilin yang dapat
diberikan adalah 50-100 mg/kgBB intravena/intramuskular dibagi dalam tiga dosis, dengan
pemantauan ketat 72 jam petama. Bila respon baik, terapi dilanjutkan hingga 5 hari,
kemudian dilanjutkan dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali, diberikan tiga kali sehari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan berat, tambahkan
kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali intravena/intramuskular, tiga kali sehari.
Lini kedua yang dapat diberikan adalah seftriakson 80-100 mg/kgBB/kali
intravena/intramuskular dosis tunggal. Untuk infeksi Staphylococcusi dapat diberikan
kloksasilin 50 mg/kgBB/kali intravena/intramuskular, diberikan 4 kali sehari, dan gentamisin
7.5 mg/kgBB/kali intravena/intramuskular dosis tunggal. Bila respon membaik, lanjutkan
dengan kloksasilin oral 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis, selama 3 minggu. Secara
umum pengobatan antibiotik untuk pnemonia diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai
14 hari. Pedoman lain mengatakan pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam.
Mengenai penggunaan makrolid seperti azitromisin dan klaritromisin pada pneumonia sudah
banyak dilaporkan memiliki keefektivitasan yang sama dengan pemberian co-amoksiklav.
Pemberian azitromisin tolerabilitasnya cukup baik serta efek sampingnya minimal bila
dibandingkan dengan co-amoksiklav. Pemberian azitromisin 10-15 mg/kgBB sekali sehari
selama 3 hari efektivitasnya sama dengan pemberian co-amoksiklav selama 10 hari. Pada
pasien ini antibiotik yang diberikan langsung yang lini kedua, dapat dikarenakan tingkat
resistensi amoksilin di rumah sakit sudah cukup tinggi.
Pasien ini merupakan penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah suatu kelainan
genetik yang terjadi disebabkan oleh adanya kelebihan materi genetik kromosom 21,
sehingga individu tersebut memiliki 47 kromososm. Sindrom Down memiliki beberapa
karakteristik/tanda fisik yang khas seperti memiliki tonus otot yang lemah, leher yang pendek
dan adanya kelebihan kulit pada leher belakang, jembatan hidung yang datar, telinga yang
kecil dan terletak lebih rendah,matanya kecil dan memiliki ujung lateral yang miring ke
atas,bintik-bintik putih di bagian iris mata (Brushfield spots), rongga mulut yang kecil
sehingga membuat lidah tampak lebih besar dan sebagian dari lidah menonjol ke luar,pada
saat pertumbuhan gigi tampak giginya penuh dan berantakan karena rongga mulut yang
kecil,tangan lebar dan pendek disertai jari-jari yang pendek, satu lipatan garis tangan yang
dalam di tengah telapak tangan (single crease transverse), dan memiliki jarak ibu jari kaki
dengan jari-jari kaki lainnya lebih lebar. Sindrom Down berkaitan sekali dengan kejadian
retardasi mental, kelainan kongenital terutama jantung, gangguan pendengaran, kelainan mata
( katarak dan ganggguan refraksi), obstructive sleep apneu, penyakit tiroid (hipotiroid),
atresia gastrointestinal, penyakit Hirschprung, dan leukemia. Penderita sindrom Down juga
dapat sering terkena penyakit infeksi sistemik dan respiratorik berulang, karena pada
penderita sindrom Down terjadi penurunan/gangguan imunitas seluler sehingga sangat rentan
terkena infeksi. Hal ini juga dapat menjadi faktor resiko bagi pasien ini untuk menderita
pneumonia, karena adanya gangguan imunitas yang membuatnya lebih rentan terkena infeksi.
Selain itu pada penderita sindrom Down juga terjadi masalah tumbuh kembang, dimana pada
penderita sindrom Down akan memiliki perawakan pendek. Setelah lahir penurunan
kecepatan pertumbuhan paling banyak terjadi saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pertumbuhan terlambat adalah adanya penyakit
jantung bawaan, defisiensi hormon tiroid, coeliac disease, obstuksi saluran nafas atas, dan
defisiensi zat gizi akibat kesulitan makan. Pada pasien ini dilihat dari grafik tumbuh
kembangnya, pasien memiliki berat badan yang rendah namun memiliki tinggi badan yang
baik. Perkembangan pertambahan berat badan pada pasien ini pun tampak mengalami
penurunan, dari segi nutrisi pasien sudah mengkonsumsi susu formula yang khusus memiliki
kegunaan untuk meningkatkan dan mengejar ketertinggalan pertumbuhan dan perkembangan
pasien, meningkatkan berat badan anak. Sulitnya penambahan berat badan pada pasien dapat
disebabkan karena kondisi tubuh pasien yang memiliki kelainan jantung bawaan dan
ditambah lagi pasien sedang menderita penyakit infeksi saluran napas, walaupun nutrisinya
sudah cukup.
Pasien ini juga menderita penyakit jantung bawaan asianotik yaitu ASD (atrial septal
defect) dan PDA (patent ductus arteriosus), dimana terjadinya kegagalan foramen ovale dan
ductus areteriosus pada saat lahir sehingga menyebabkan aliran darah dari kiri ke kanan
dikarenakan tekanan sisi jantung sebelah kiri lebih kuat dibandingkan sisi kanan. Hal ini
menyebabkan tidak danya manifestasi klinis sianosis, karena tidak adanya darah yang
mengandung rendah O2 memasuki sisi yang mengandung tinggi O2. Pemberian lasix
(furosemid) dan aldactone (spironolakton) digunakan untuk memperingan kerja jantung,
dengan mengurangi jumlah cairan tubuh sehingga kerja jantung untuk memompa ke seluruh
tubuh tidak terlalu berat. Pengobatan ini dikombinasikan untuk menjaga kadar kalium di
dalam darah agar tetap dalam keadaan normal, karena pemberian furosemid dapat
menyebabkan hipokalemia, dan spironolakton merupakan diuretik yang meningkatkan
eksresi natrium dan menahan kalium. Karena riwayat pasien yang memiliki penyakit jantung
bawaan ini juga maka pemberian cairan harus dibatasi agar kerja jantung tidak terlalu berat.
Selain itu juga seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pada pneumonia bisa terjadi
peningkatan sekresi anti-diuretik hormon sehingga cairan secara intravena tidak perlu terlalu
banyak diberikan, apalagi dengan kondisi pasien yang masih mau minum susu seperti
biasanya. Cairan intravena tersebut hanya berfungsi untuk menjaga keadaan pasien tidak
terjadi dehidrasi karena adanya pemberian obat-obatan diuretik.
Pada pasien ini juga diberikan kortikosteroid (dexametason/oradexon),dimana pemberian
kortikosteroid dengan dosis rendah ini memiliki manfaat untuk mengurangi peradangan yang
terjadi pada pasien pneumonia, sehingga dapat mengurangi lama rawat pasien dengan
pneumonia. Seperti yang telah tercantum diatas bahwa CRP pada pasien ini meningkat, dan
dengan menggunakan kortikosteroid dosis rendah dapat menurunkan kadar CRP dalam 2-3
hari. Namun perlu diperhatikan bahwa pada pasien ini juga diberikan terapi antibiotik,
diamana pemberian antibiotik dan dexametason dapat menyebabkan hipokalemia, sehingga
perlu juga untuk pemantauan kadar elektrolit pada pasien ini. Pemberian kortikosteroid dosis
rendah ini jarang sekali menimbulkan reaksi alergi sehingga cukup aman untuk diberikan
pada anak.