laporan kasus ds

34
I. Identitas Nama : An. A Tanggal lahir : 14 Agustus 2014 Usia : 5 bulan Jenis kelamin : Perempuan Agama : Kristen Pendidikan : Belum Sekolah Alamat : Graha Mas Serpong Blok 0,5 Tangerang Selatan Keluarga yang bisa dihubungi: Tn. Y (082122750559) Tanggal masuk RS : 15 Januari 2015 Tanggal pemeriksaan : 18 Januari 2015 Tanggal keluar RS : 21 Januari 2015 II. Anamnesis Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 18 Januari 2015 di bangsal Zarepath RS Siloam Lippo Village. Keluhan utama: Pasien datang bersama kedua orang tuanya dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS. Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang bersama kedua orang tuanya dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS. Demam terjadi hanya pada malam hari, dan membaik pada pagi dan siang harinya. Orang tua pasien sempat memberikan pengobatan dengan

Upload: dila-junita

Post on 22-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

shock dengue

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus DS

I. Identitas

Nama : An. A

Tanggal lahir : 14 Agustus 2014

Usia : 5 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Pendidikan : Belum Sekolah

Alamat : Graha Mas Serpong Blok 0,5 Tangerang Selatan

Keluarga yang bisa dihubungi: Tn. Y (082122750559)

Tanggal masuk RS : 15 Januari 2015

Tanggal pemeriksaan : 18 Januari 2015

Tanggal keluar RS : 21 Januari 2015

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 18 Januari 2015 di

bangsal Zarepath RS Siloam Lippo Village.

Keluhan utama:

Pasien datang bersama kedua orang tuanya dengan keluhan demam sejak 2

hari SMRS.

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang bersama kedua orang tuanya dengan keluhan demam sejak 2

hari SMRS. Demam terjadi hanya pada malam hari, dan membaik pada pagi dan siang

harinya. Orang tua pasien sempat memberikan pengobatan dengan “tempra” untuk

menurunkan suhu tubuh pasien, namun tidak memberikan perbaikan pada pasien.

Orang tua pasien sempat mengukur suhu tubuh pasien saat di rumah, dimana suhu

tubuh pasien awalnya 37,8 oC namun kemudian suhu tidak kunjung turun dan

mencapai 38oC. Saat pasien dibawa ke rumah sakit untuk berobat orang tua pasien

tidak melihat pasien dalam keadaan sesak, namun saat di rumah sakit dikatakan oleh

dokter bahwa pasien sedang dalam keadaan sesak. Sehingga orang tua pasien tidak

mengetahui sejak kapan pasien mulai mengalami sesak.

Pasien juga memiliki keluhan batuk dan pilek sekitar 1 minggu yang lalu.

Batuk yang dialami adalah batuk berdahak/berlendir, warna dahak tidak diketahui

Page 2: Laporan Kasus DS

karena pasien masih belum dapat mengeluarkan dahaknya sendiri. Pilek yang dialami

berwarna bening. Batuk dan pilek terjadi sepanjang hari, tidak ada faktor yang

memperingan maupun memperberat batuk pilek yang dialami pasien. Pada saat batuk,

pasien tidak ada riwayat muntah. Orang tua pasien tidak pergi berobat ke dokter untuk

batuk dan pilek yang dialami pasien. Orang tua pasien memberikan obat bernama

“mucos” yang biasanya diberikan kepada pasien ketika pasien sedang batuk. Orang

tua pasien tidak merasa adanya perbaikan maupun perburukan dari keadaan batuk dan

pilek yang dialami pasien. Orang tua pasien mengaku disekitar rumah tidak ada yang

sedang mengalami batuk pilek, dan orang tua pasien juga mengatakan bahwa pasien

dalam kesehariannya lebih banyak tinggal di dalam rumah. Sebelum pasien menderita

batuk pilek, pasien sempat dibawa berpergian oleh orang tuanya ke luar kota (Medan).

Orang tua pasien mengaku di sekitar tempat tersebut juga tidak ada yang sedang

mengalami batuk dan pilek.

Pasien tidak memiliki keluhan lain, BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu

makan juga tidak ada keluhan. Pasien tetap mengkonsumsi susu seperti biasanya,

tidak ada penurunan frekuensi minum.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien pernah mengalami batuk dan pilek seperti ini, namun saat itu pasien

dapat sembuh dengan pemberian obat “mucos” dalam waktu kurang lebih 1 minggu.

Pasien tidak memiliki riwayat asma maupun alergi (debu, makanan/minuman

tertentu/susu, maupun obat-obatan tertentu).

Pasien menderita sindrom Down, yang baru diketahui oleh kedua orang tuanya

saat pasien lahir dengan penjelasan dokter yang menangani pasien. Awalnya pasien

diminta untuk melakukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan keadaan pasien

seperti tes kromosom dan juga pemeriksaan lainnya. Hasil dari pemeriksaan tersebut

didapatkan 2 bulan kemudian, dan didapatkan hasil bahwa kromosom pada pasien

menunjukan kromosom pada down sindrom dan juga ditemukan adanya kelainan pada

jantung pasien. Jantung pasien memiliki dua lubang diantara ruangan jantung yang

belum tertutup, salah satunya ada yang berlubang kecil dan ada yang berlubang besar.

Dokter yang menangani pasien mengatakan untuk lubang yang kecil masih memiliki

kemungkinan untuk menutup sendiri dengan pengobatan, sementara lubang yang

lebih besar akan memerlukan tindakan operasi yang akan dilakukan ketika berat

badan pasien sudah mencapai 6 kg. Sehingga sejak itu pasien rutin mengkonsumsi

Page 3: Laporan Kasus DS

pengobatan dari dokter spesialis jantung untuk kondisi jantungnya. Obat yang

diberikan berupa racikan yang dikonsumsi dua kali sehari, orang tua pasien tidak

mengetahui nama obat yang dikonsumsi pasien.

Riwayat penyakit keluarga :

Di dalam keluarga pasien tidak ada yang sedang menderita batuk pilek

maupun keluhan serupa dengan pasien. Di keluarga juga tidak ada yang memiliki

riwayat asma/alergi, menderita sindrom Down maupun penyakit jantung.

Riwayat kehamilan:

Ibu pasien mengandung pasien ketika berusia 36 tahun. Selama kehamilan ibu

pasien tidak pernah mengalami penyakit tertentu, dan tidak mengkonsumsi obat-

obatan tertentu selain obat dan vitamin yang diberikan oleh dokter selama kontrol

kehamilan di rumah sakit. Pada masa kehamilan ibu pasien selalu rutin memeriksakan

keadaan kehamilannya sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh dokter, dan

mendapatkan pemeriksaan ultrasonografi dengan hasil keadaan janin baik. Pasien

tidak pernah disarankan untuk melakukan pemeriksaan lain untuk mendeteksi

keadaan janinnya.

Riwayat persalinan:

Pasien lahir pada usia kandungan yang sudah aterm, dengan dilakukan sectio

sesarea atas indikasi ketuban pecah dini dan juga memiliki riwayat sectio sesarea

pada kehamilan pertamanya. Berat badan pasien saat lahir 2.890 gr, panjang badan

saat lahir 47 cm dan lingkar kepala 34 cm. Pasien tidak memiliki riwayat kuning atau

pun sianosis.

Riwayat nutrisi :

Pasien sejak lahir mengkonsumsi susu formula, karena setelah melahirkan ibu

pasien merasa ASI-nya tidak cukup banyak keluar. Sehari-harinya pasien

mengkonsumsi susu formula sebanyak 4-5 botol berukuruan 150 ml. Merek susu

formula yang dikonsumsi adalah Similac Neosure sejak lahir hingga saat ini, dan

pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap susu formula yang sedang dikonsumsi

hingga sekarang.

Page 4: Laporan Kasus DS

Riwayat tumbuh kembang :

Personal social (perilaku sosial) : pasien dapat berinteraksi dengan

lingkungan, saat ada orang di sekitarnya pasien melihat ke arah orang dihadapannya,

dan mampu menanggapi yang dilakukan oleh lawan interaksinya, seperti tertawa

ketika ada orang yang mengajak tertawa, melihat dan mengikuti arah dari lawan

bicaranya.

Fine motor adaptive (gerakan motorik halus) : pasien mampu melakukan

gerak-gerakan seperti berusaha mencapai benda yang ditunjukkan dihadapan pasien.

Bahasa : pasien mampu memberikan respon terhadap suara-suara disekitarnya,

seperti menoleh saat dipanggil namanya, ikut mengeluarkan suara ketika sedang

beinteraksi (bubbling), menirukan bunyi-bunyian.

Gross motor (gerakan motorik kasar) : pasien sudah mampu tengkurap dan

mengangkat kepalanya. Sudah dapat duduk bersandar apabila di dudukan, masih

belum dapat duduk sendiri.

Riwayat imunisasi :

Hepatitis B : 0,1 bulan

Polio : 3,5 bulan

BCG : 2 bulan

DTP : 3,5 bulan

Hib : 3,5 bulan

PCV : 5 bulan

Rotavirus : 4 bulan

Riwayat sosial ekonomi dan kondisi lingkungan :

Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan satu orang kakak laki-laki

berusia 7 tahun. Ayah pasien merupakan seorang wiraswasta dan ibu pasien

merupakan seorang guru di sekolah dasar. Pasien diurus oleh seorang baby sitter

setiap harinya. Pasien tinggal dalam lingkungan perumahan. Ayah pasien merupakan

seorang perokok aktif.

III. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Januari 2015

Keadaan umum : tampak aktif

Page 5: Laporan Kasus DS

Kesadaran : Komposmentis

Tanda-tanda vital :

Laju nadi : 135 x/m (reguler, isi cukup, equal)

Laju napas : 48 x/m (teratur)

Suhu : 37,2oC

Status gizi dan antropometri :

Berat badan : 4480 gr (di antara 10th – 25th persentil BB/u = 82% status

gizi kurang)

Page 6: Laporan Kasus DS

Panjang badan : 66 cm ( di atas 90th persentil PB/u = 110% tinggi)

Page 7: Laporan Kasus DS

Lingkar kepala: 39 cm (di 50th persentil normocefali)

Status Generalisata :

Kulit : warna putih kemerahan, tidak kuning, tidak terdapat lesi, tidak terdapat

perdarahan ataupun jaringan parut.

Kepala: bentuk normosefali, ubun-ubun besar belum tertutup

Wajah : simetris, tidak tampak adanya parese pada wajah

Mata :

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2mm/2mm, Refleks

cahaya langsung dan tidak langsung +/+, Gerakan bola mata baik ke segala

arah. Nistagmus horizontal +/+, tidak cekung, brushfield spot (-),ujung lateral

miring ke atas

Page 8: Laporan Kasus DS

Hidung: tampak adanya sekret bening, napas cuping hidung (-), jembatan hidung

datar

Telinga: tidak tampak adanya sekret, peradangan (-), telinga tampak kecil dan terletak

lebih rendah

Mulut : mukosa bibir lembab, lidah bersih, gigi masih belum terlihat, tidak tampak

peradangan maupun bengkak pada daerah gusi, bau napas (-), sianosis (-),

rongga mulut kecil, lidah tampak lebih besar dan sebagian dari lidah menonjol

ke luar

Tenggorokan: T1/T1, faring tidak hiperemis

Leher : tidak terdapat kaku kuduk, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

ataupun tiroid, tidak ada kelebihan kulit pada leher belakang.

Thorax: bentuk simetris, tampak adanya retraksi interkostal dan epigastrium.

Paru :

Inspeksi : tidak tampak adanya gerakan napas yang tertinggal, simetris pada saat statis

maupun dinamis

Palpasi : teraba taktil fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing +/+

Jantung:

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Page 9: Laporan Kasus DS

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Auskultasi : suara jantung S1S2 reguler, terdengar pansistolik murmur pada area aorta

(ICS2 garis sternum kiri) dan pulmonal (ICS2 garis sternum kanan), gallop (-)

Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani, tidak teraba pembesaran

hepar/limpa.

Punggung: skoliosis (-)

Genitalia : tidak tampak adanya peradangan

Ekstremitas : akral hangat, edem (-), sianosis (-), tonus otot baik, tangan lebar dan

pendek disertai jari-jari yang pendek, tidak terdapat satu lipatan garis tangan yang

dalam di tengah telapak tangan (single crease transverse), jarak ibu jari kaki dengan

jari-jari kaki lainnya tidak lebar.

kekuatan motorik :

IV. Resume

Pasien perempuan usia 5 bulan datang bersama kedua orang tuanya dengan keluhan

demam sejak 2 hari SMRS, suhu meningkat pada malam hari, sudah diberikan “tempra”

untuk menurunkan suhu tubuh pasien, namun tidak memberikan perbaikan pada pasien.

Pasien sempat mencapai suhu 38oC. Orang tua pasien tidak melihat pasien dalam keadaan

sesak, namun saat di rumah sakit dikatakan oleh dokter bahwa pasien sedang dalam keadaan

sesak. Sehingga orang tua pasien tidak mengetahui sejak kapan pasien mulai mengalami

sesak.Pasien juga memiliki keluhan batuk berdahak dan pilek berwarna bening sekitar 1

minggu yang lalu. Pasien diberikan pengobatan bernama “mucos” yang biasanya diberikan

5 5

5 5

Page 10: Laporan Kasus DS

kepada pasien ketika pasien sedang batuk. Disekitar rumah tidak ada yang sedang mengalami

batuk pilek, dan pasien lebih banyak tinggal di dalam rumah. Pasien memiliki riwayat

berpergian oleh orang tuanya ke luar kota (Medan) . Orang tua pasien mengaku di sekitar

tempat tersebut juga tidak ada yang sedang mengalami batuk dan pilek. BAB dan BAK tidak

ada keluhan, tidak ada penurunan nafsu makan.Pasien pernah mengalami batuk dan pilek

seperti ini, namun saat itu pasien dapat sembuh dengan pemberian obat “mucos” dalam waktu

kurang lebih 1 minggu.Pasien menderita sindrom Down yang baru diketahui oleh orang

tuanya saat pasien lahir, dan juga ditemukan adanya kelainan pada jantung pasien yaitu

adanya dua lubang di jantung pasien yang masih belum tertutup. Pasien rutin mengkonsumsi

pengobatan dari dokter spesialis jantung untuk kondisi jantungnya. Obat yang diberikan

berupa racikan yang dikonsumsi dua kali sehari. Dikeluarga tidak ada yang memiliki riwayat

sindrom down dan penyakit jantung. Pada masa kehamilan ibu pasien tidak pernah

mengalami suatu penyakit tertentu, pasien lahir aterm, secara sectio secarea a/i ketuban

pecah dini dan re-SC, tidak ada riwayat sianosis maupun kuning. Pasien mengkonsumsi susu

formula Similac Neosure sejak lahir hingga sekarang, 4-5 x 120 ml per harinya. Imunisasi

lengkap sesuai usianya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : tampak aktif,

kesadaran : komposmentis, laju nadi : 135 x/m (reguler, isi cukup, equal), laju napas: 48

x/m, suhu: 37,2oC. BBL 2890 g, BB sekarang 4480 gr, PB sekarang: 66 cm, LK: 39 cm, dari

data antropometri yang ada pasien masuk ke dalam status gizi kurang. Mata didapatkan

nistagmus horizontal, hidung tampak adanya sekret bening dan tidak terlihat adanya napas

cuping hidung. Pada pemeriksaan thorax tampak adanya retraksi interkostal dan epigastrium.

Pada auskultasi paru terdengar suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing +/+. Pada

pemeriksaan jantung iktus kordis tidak terlihat/teraba, pada auskultasi terdengar suara jantung

S1S2 reguler, pansistolik murmur pada area aorta (ICS2 garis sternum kiri) dan pulmonal

(ICS2 garis sternum kanan). Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani, tidak

teraba pembesaran hepar/limpa. Pada pemeriksan ekstremitas didapatkan akral hangat, edem

(-), sianosis (-).

V. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan Hasil 15/1/2015 Hasil 18/1/2015 Nilai Normal

Pemeriksaan darah lengkap

Page 11: Laporan Kasus DS

Hemoglobin 11,3 g/dl 11,48 g/dl 10,1 – 12,9 g/dl

Hematokrit 34,43 % 35,10 % 32 – 44 %

Eritrosit (RBC) 3,99 x 106/µl 4,03 x 106/µl 3,2 – 5,2 x 106/µl

Leukosit (WBC) 9,83 x 103/µl 7,28 x 103/µl 6 – 17,5 x 103/µl

Diff.count

Basofil 1 % 1 % 0 – 1 %

Eosinofil 0 % 0 % 1 – 3 %

Neutrofil batang 3 % 4 % 2 – 6 %

Neutrofil segmen 45 % 41 % 50 – 70 %

Limfosit 43 % 46 % 25 – 40 %

Monosit 8 % 8 % 2 – 8 %

Trombosit 349,4 x 103/µl 428,9 x 103/µl 150 – 440 x 103/µl

ESR 5 mm/jam 4 mm/jam 0 – 20 mm/jam

MCV 86,34 fL 87,15 fL 73 – 109 fL

MCH 28,35 pg 28,5 pg 21 – 33 pg

MCHC 32,83 g/dl 32,7 g/dl 26 – 34 g/dl

Imunologi/ Serologi

CRP-Hs 14,90 mg/dl 1,43 mg/dl 0 – 3 mg/dl

Foto X-ray Thorax AP/PA (15 Januari 2015)

Tak tampak pelebaran mediastinum siperior

Kedua sinus costophrenicus dan diafragma normal

Cor : tak membesar, batas kanan dan kiri jelas, apex di kiri

Kedua hilus : kasar

Pulmo : tampak bercak-bercak infiltrat pada kedua perihiller dan paracardial

Tulang-tulang dada baik

Kesan : bronchopneumonia

Page 12: Laporan Kasus DS

VI. Diagnosis kerja

Bronkopneumonia

Sindrom Down

Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Atrial Septal Defect (ASD)

VII. Diagnosis banding

Bronkiolitis

VIII. Tatalaksana

Tatalaksana yang diberikan di RS:

D5 ¼ NS 10 ml/jam

Oradexon 2 x 1 mg IV

Page 13: Laporan Kasus DS

Rantin 2 x 5 mg IV

Ceftriaxone 1 x 250 mg IV hari ke-4

Cariamyl 3 x 4 tetes p.o

Mucos 2 x 5 tetes p.o

Tiriz 2 x 0,1 ml p.o

Naprex 4 x 0,6 ml p.o

Lasix 2 x 4 mg p.o

Aldactone 2 x 6,25 mg p.o

Meptin 2 x 4 mcg p.o

Nebu ventolin (1/2 amp) + flixotide (1/2amp) 3 x nebu

IX. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanactionam : dubia ad bonam

X. Follow up

Tanggal/jam Follow up

19 Januari 2015

08.00

S: batuk berdahak (+), pilek (+), demam (+) hangat, muntah (-),

minum susu baik, BAK/BAB baik

O: CM, tampak aktif

Nadi : 120x/menit (reguler, isi cukup, equal),

RR: 36x/menit, Suhu: 37,3oC

Mata: ca-/-, si-/-, pupil isokor, RC +/+

THT : faring hiperemis (-), T1/T1, napas cuping hidung(-)

sekret bening (+)

Thorax:bentuk simetris, tampak adanya retraksi

interkostal dan epigastrium.

Paru :

Inspeksi : tidak tampak adanya gerakan napas yang

tertinggal, simetris pada saat statis maupun dinamis

Palpasi : teraba taktil fremitus kanan dan kiri sama

Page 14: Laporan Kasus DS

Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+,

wheezing +/+

Jantung:

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Auskultasi : suara jantung S1S2 reguler, terdengar murmur

pansistolik pada area aorta (ICS2 garis sternum kiri) dan

pulmonal (ICS2 garis sternum kanan).

Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani,

tidak teraba pembesaran hepar/limpa.

Ekstremitas : akral hangat, edem (-), sianosis (-)

A:

Bronkopneumonia

Sindrom Down

Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Atrial Septal Defect (ASD)

P:

D5 ¼ NS 10 ml/jam

Pasang O2 8 lpm (Head Box)

Oradexon 2 x 1 mg IV stop

Rantin 2 x 5 mg IV stop

Ceftriaxone 1 x 250 mg IV hari ke-5

Cariamyl 3 x 4 tetes p.o

Mucos 2 x 5 tetes p.o

Tiriz 2 x 0,1 ml p.o

Naprex 4 x 0,6 ml p.o

Lasix 2 x 4 mg p.o

Aldactone 2 x 6,25 mg p.o

Meptin 2 x 4 mcg p.o

Nebu ventolin (1/2 amp) + flixotide (1/2amp) 3 x nebu

20 Januari 2015 S: batuk berdahak (+) berkurang, pilek (+) berkurang, demam (-),

Page 15: Laporan Kasus DS

08.00

muntah (-), minum susu baik, BAK/BAB baik

O: CM, tampak aktif

Nadi : 124x/menit (reguler, isi cukup, equal),

RR: 39x/menit, Suhu: 36,5oC

Mata: ca-/-, si-/-, pupil isokor, RC +/+

THT : faring hiperemis (-), T1/T1, napas cuping hidung(-)

sekret bening (+)

Thorax:bentuk simetris, tampak adanya retraksi

interkostal dan epigastrium minimal.

Paru :

Inspeksi : tidak tampak adanya gerakan napas yang

tertinggal, simetris pada saat statis maupun dinamis

Palpasi : teraba taktil fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+,

wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Auskultasi : suara jantung S1S2 reguler, terdengar murmur

pansistolik pada area aorta (ICS2 garis sternum kiri) dan

pulmonal (ICS2 garis sternum kanan).

Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani,

tidak teraba pembesaran hepar/limpa.

Ekstremitas : akral hangat, edem (-), sianosis (-)

A:

Bronkopneumonia

Sindrom Down

Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Atrial Septal Defect (ASD)

P:

Page 16: Laporan Kasus DS

D5 ¼ NS 10 ml/jam

Azomax 1 x 50 mg p.o

Cariamyl 3 x 4 tetes p.o

Mucos 2 x 5 tetes p.o

Tiriz 2 x 0,1 ml p.o

Naprex 4 x 0,6 ml p.o

Lasix 2 x 4 mg p.o

Aldactone 2 x 6,25 mg p.o

Meptin 2 x 4 mcg p.o

Nebu ventolin (1/2 amp) + flixotide (1/2amp) 3 x nebu

21 Januari 2015

08.00

S: batuk berdahak (+) berkurang, pilek (+) berkurang, demam (-),

muntah (-), minum susu baik, BAK/BAB baik

O: CM, tampak aktif

Nadi : 132x/menit (reguler, isi cukup, equal),

RR: 38x/menit, Suhu: 36oC

Mata: ca-/-, si-/-, pupil isokor, RC +/+

THT : faring hiperemis (-), T1/T1, napas cuping hidung(-)

sekret bening (+)

Thorax:bentuk simetris, tampak adanya retraksi

interkostal dan epigastrium minimal.

Paru :

Inspeksi : tidak tampak adanya gerakan napas yang

tertinggal, simetris pada saat statis maupun dinamis

Palpasi : teraba taktil fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : terdengar sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/+,

wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Auskultasi : suara jantung S1S2 reguler, terdengar murmur

pansistolik pada area aorta (ICS2 garis sternum kiri) dan

Page 17: Laporan Kasus DS

pulmonal (ICS2 garis sternum kanan).

Abdomen : datar, supel, bising usus (+) normal, timpani,

tidak teraba pembesaran hepar/limpa.

Ekstremitas : akral hangat, edem (-), sianosis (-)

A:

Bronkopneumonia

Sindrom Down

Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Atrial Septal Defect (ASD)

P:

D5 ¼ NS 10 ml/jam

Azomax 1 x 50 mg p.o

Cariamyl 3 x 4 tetes p.o

Mucos 2 x 5 tetes p.o

Tiriz 2 x 0,1 ml p.o

Lasix 2 x 4 mg p.o

Aldactone 2 x 6,25 mg p.o

Meptin 2 x 4 mcg p.o

Nebu ventolin (1/2 amp) + flixotide (1/2amp) 3 x nebu

Besok rencana pulang

XI. Analisis Kasus

Pneumonia merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak di negara

berkembang. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 mencatat prevalensi pneumonia pada

anak 11,2%. Pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare pada balita yaitu

sebesar 15,5%. Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan

jaringan interstitial. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia seperti virus,

jamur dan bakteri. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia

bakteri pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak usia di bawah 5

tahun, dan respiratory syncytial virus merupakan penyebab tersering pneumonia virus pada

anak di bawah 3 tahun. Pada umur yang lebih muda dapat ditemukan adenovirus,

Page 18: Laporan Kasus DS

parainfluenza virus dan influenza virus sebagai penyebab pneumonia virus. Mycoplasma

pneumonia dan Clamydia pneumonia lebih sering ditemukan pada anak berusia diatas 10

tahun. Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia seperti defek

anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER (gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi

buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasi tidak

lengkap, adanya saudara serumah yang menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat

penghuninya. Pada pasien ini dikatakan tidak memiliki kontak dengan orang dewasa yang

sedang menderita batuk disekitarnya, namun pasien ini memiliki faktor resiko yang dapat

menyebabkan pasien ini menderita pneumonia diantaranya adalah dari segi usia yang masih

muda membuat pasien ini rentan terkena infeksi, status gizinya yang termasuk ke dalam

status gizi kurang, tidak mendapatkan ASI, dan keadaan lingkungan (polusi udara) dimana

ayah pasien merupakan seorang perokok dan dikatakan bahwa pneumonia pada anak dapat

meningkat bila ada kontak dengan asap rokok, dan hal lain yang dapat menjadi faktor resiko

pasien ini mengalami pneumonia karena pasien ini menderita sindrom Down dimana pada

penderita sindrom Down sistem imunnya lebih rendah sehingga rentan terkena infeksi.

Dalam mendiagnosis pneumonia, dapat ditegakkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan

fisik, yang dapat didukung dengan beberapa pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis kita

dapatkan gejala pasien seperti batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif

dengan dahak purulen bahkan bisa berdarah, sesak napas, demam, kesulitan makan/minum,

tampak lemah. Pada pemeriksaan fisik dapat dinilai keadaan umum anak, frekuensi napas,

dan nadi harus dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat

menyebabkan anak gelisah atau rewel. Penilaian keadaan umum antara lain meliputi

kesadaran dan kemampuan makan/minum. Gejala distres pernapasan seperti takipnea,

retraksi interkostal/subkostal/episgastrium/suprasternal, batuk, krepitasi, dan penurunan suara

paru, demam dan sianosis. Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala

pneumonia yang klasik. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea.

Pada pasien ini memiliki gejala yang sesuai terdapat pada pneumonia yaitu demam, batuk

berdahak, pilek disertai sesak. Demam terjadi secara progresif, dimana adanya peningkatan

suhu tubuh dari hari ke hari dan pola demam seperti ini khas pada infeksi bakteri. Batuk

berdahak dan sesak napas yang ditandai dengan adanya penggunaan otot pernapasan atau

retraksi interkostal dan epigastrium, laju napasnya pun berada pada batas atas walupun masih

dalam batas normal yaitu 48x/menit,teratur ( normal < 50 kali per menit) tapi dapat

digolongkan sudah mengalami takipneu dan merupakan tanda klinis khas dari pneumonia,

Page 19: Laporan Kasus DS

dan dapat digolongkan sebagai pneumonia berat karena adanya takipneu dan retraksi

interkostal. Kemudian pada auskultasi paru juga terdengar suara rhonki dan wheezing pada

kedua lapang paru. Keadaan umum anak masih tampak aktif, nafsu makan juga tidak

mengalami penurunan.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adanya foto thorax,

pemeriksaan darah lengkap (leukositosis, hitung jenis, peningkatan CRP,LED), kultur dan

pewarnaan gram sputum, kultur darah, uji tuberkulin khususnya untuk anak yang memiliki

riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa. Foto thorax dapat dilakukan untuk melihat

adanya peningkatan corakan bronkovaskular pada pasien pneumonia, namun tidak dapat

mendeteksi agen mikroba penyebab pneumonia. Foto thorax yang diperlukan adalah foto

thorax anteroposterior (AP) dan lateral, untuk mengetahui lokasi anatomik dalam paru,

luasnya kelainan, dan kemungkinan adanya komplikasi seperti pneumothorax dan efusi

pleura. Pada pemeriksaan darah lengkap yang perlu diperhatikan adalah kadar leukosit,

apabila didapatkan kadar leukosit tinggi (leukositosis) dapat diindikasikan terdapatnya infeksi

bakteri yang dapat dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan hitung jenis dengan peningkatan

sel neutrofil. Apabila didapatkan hasil leukosit rendah dan didukung dengan hasil hitung jenis

peningkatan pada sel limfosit lebih mengindikasikan adanya infeksi virus. Pemeriksaan

kultur dan pewarnaan gram sputum direkomendasikan untuk dilakukan dalam penentuan tata

laksana anak dengan pneumonia yang berat, namun dikatakan kultur dan pewarnaan sputum

tidak mempresentasikan patogen yang berada di saluran pernapasan bawah, sehingga

pemeriksaan ini pun kurang direkomendasikan untuk rutin dilakukan. Kultur darah

direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang

dicurigai menderita pneumonia bakterial atau pada anak yang tidak merespon pada

pemberian antibiotik lini pertama. Namun tingkat sensitivitasnya sangat rendah, hanya

ditemukan pada 10-30% pasien dengan penumonia. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan

darah lengkap dan tidak ditemukan adanya leukositosis ataupun leukopenia, pada hasil hitung

jenis didapatkan peningkatan pada sel limfosit yang mengindikasikan adanya infeksi virus.

Selain itu juga didapatkan peningkatan kadar CRP yang menunjukan bahwa adanya proses

inflamasi akut. Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan hilus yang kasar dan bercak-bercak

infiltrat pada kedua perihiller dan paracardial yang menunjukan gambaran bronkopneumonia.

Diagnosis banding pneumonia yang paling sering adalah bronkiolitis khususnya yang

terjadi pada anak-anak berusia dibawah 2 tahun. Pada bronkiolitis dapat ditemukan juga

gejala klinis seperti demam, batuk, pilek, sesak napas, dan adanya tanda-tanda distres

Page 20: Laporan Kasus DS

pernapasan seperti napas cuping hidung, retraksi (interkostal, epigastrium, suprasternal), dll.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas yang meningkat (takipneu), auskultasi

didapatkan adanya mengi/wheezing, dan dapat dilihat adanya usaha lebih pada saat pasien

menghembuskan napas/expiratory effort yang khas terdapat pada bronkiolitis. Pada

pemeriksaan radiologis didaptkan gambaran hiperinflasi dan dapat juga adanya gambaran

infiltrat yang tidak luas. Pada pemeriksaan laboratorium umumnya tidak memberikan hasil

yang bermakna, namun dapat disertai dengan limfopenia. Penyebab tersering bronkiolitis

adalah virus yaitu respiratory syncytial virus (RSV), sehingga pada pemberian tata laksana

tidak dianjurkan untuk pemberian antibiotik, hanya memberikan tata laksana simptomatik.

Tatalaksana pneumonia meliputi terapi suportif dan etiologi. Terapi suportif berupa

pemberian makanan atau cairan sesuai kebutuhan. Bila asupan per oral kurang dapat

diberikan cairan IV dan memperhatikan balans cairan agar tidak terjadi hidrasi berlebihan,

karena pada pneumonia berat dikatakan terjadi peningkatan sekresi anti-diuretik hormon,

sehingga dehidrasi jarang terjadi, dan sangat penting untuk menjaga pasien agar tidak hidrasi

berlebihan. Pada anak dengan distress nafas berat, pemberian makan per oral harus dihindari

dan menggantinya dengan menggunakan NGT/IV. Terapi oksigen dapat diberikan untuk

mempertahankan saturasi O2 >92% yang dilakukan pemantauan setiap 4 jam. Apabila suhu

tubuh ≥39oC dapat diberikan parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali. Nebulisasi

dengan β2 agonis dan/atau NaCl 0.9% dapat diberi untuk memperbaiki pembersihan

mukosiliar. Bagian yang sangat penting dari tatalaksana pneumonia adalah pemberian

antibiotik. Idealnya tatalaksana pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya, namun

karena adanya berbagai kendala dalam mendiagnosis etiologi, maka untuk semua pasien

penumonia dapat diberikan antibiotik secara empiris. Pneumonia viral seharusnya tidak

diberikan antibiotik, namun pasien dapat diberikan antibiotik apabila adanya kesulitan

membedakan infeksi virus dengan bakteri, selain itu juga infeksi bakteri sekunder tidak dapat

disingkirkan dapat terjadi. Antibiotik lini pertama yang dapat diberikan diantaranya beta-

laktam atau kloramfenikol, bila tidak responsif dapat diberi gentamisin, amikasin, atau

sefalosporin, sesuai petunjuk etiologi yang ditemukan. Dosis amoksisilin yang dapat

diberikan adalah 50-100 mg/kgBB intravena/intramuskular dibagi dalam tiga dosis, dengan

pemantauan ketat 72 jam petama. Bila respon baik, terapi dilanjutkan hingga 5 hari,

kemudian dilanjutkan dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali, diberikan tiga kali sehari.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan berat, tambahkan

kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali intravena/intramuskular, tiga kali sehari.

Page 21: Laporan Kasus DS

Lini kedua yang dapat diberikan adalah seftriakson 80-100 mg/kgBB/kali

intravena/intramuskular dosis tunggal. Untuk infeksi Staphylococcusi dapat diberikan

kloksasilin 50 mg/kgBB/kali intravena/intramuskular, diberikan 4 kali sehari, dan gentamisin

7.5 mg/kgBB/kali intravena/intramuskular dosis tunggal. Bila respon membaik, lanjutkan

dengan kloksasilin oral 50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis, selama 3 minggu. Secara

umum pengobatan antibiotik untuk pnemonia diberikan dalam 5-10 hari, namun dapat sampai

14 hari. Pedoman lain mengatakan pemberian antibiotik sampai 2-3 hari bebas demam.

Mengenai penggunaan makrolid seperti azitromisin dan klaritromisin pada pneumonia sudah

banyak dilaporkan memiliki keefektivitasan yang sama dengan pemberian co-amoksiklav.

Pemberian azitromisin tolerabilitasnya cukup baik serta efek sampingnya minimal bila

dibandingkan dengan co-amoksiklav. Pemberian azitromisin 10-15 mg/kgBB sekali sehari

selama 3 hari efektivitasnya sama dengan pemberian co-amoksiklav selama 10 hari. Pada

pasien ini antibiotik yang diberikan langsung yang lini kedua, dapat dikarenakan tingkat

resistensi amoksilin di rumah sakit sudah cukup tinggi.

Pasien ini merupakan penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah suatu kelainan

genetik yang terjadi disebabkan oleh adanya kelebihan materi genetik kromosom 21,

sehingga individu tersebut memiliki 47 kromososm. Sindrom Down memiliki beberapa

karakteristik/tanda fisik yang khas seperti memiliki tonus otot yang lemah, leher yang pendek

dan adanya kelebihan kulit pada leher belakang, jembatan hidung yang datar, telinga yang

kecil dan terletak lebih rendah,matanya kecil dan memiliki ujung lateral yang miring ke

atas,bintik-bintik putih di bagian iris mata (Brushfield spots), rongga mulut yang kecil

sehingga membuat lidah tampak lebih besar dan sebagian dari lidah menonjol ke luar,pada

saat pertumbuhan gigi tampak giginya penuh dan berantakan karena rongga mulut yang

kecil,tangan lebar dan pendek disertai jari-jari yang pendek, satu lipatan garis tangan yang

dalam di tengah telapak tangan (single crease transverse), dan memiliki jarak ibu jari kaki

dengan jari-jari kaki lainnya lebih lebar. Sindrom Down berkaitan sekali dengan kejadian

retardasi mental, kelainan kongenital terutama jantung, gangguan pendengaran, kelainan mata

( katarak dan ganggguan refraksi), obstructive sleep apneu, penyakit tiroid (hipotiroid),

atresia gastrointestinal, penyakit Hirschprung, dan leukemia. Penderita sindrom Down juga

dapat sering terkena penyakit infeksi sistemik dan respiratorik berulang, karena pada

penderita sindrom Down terjadi penurunan/gangguan imunitas seluler sehingga sangat rentan

terkena infeksi. Hal ini juga dapat menjadi faktor resiko bagi pasien ini untuk menderita

pneumonia, karena adanya gangguan imunitas yang membuatnya lebih rentan terkena infeksi.

Page 22: Laporan Kasus DS

Selain itu pada penderita sindrom Down juga terjadi masalah tumbuh kembang, dimana pada

penderita sindrom Down akan memiliki perawakan pendek. Setelah lahir penurunan

kecepatan pertumbuhan paling banyak terjadi saat anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun.

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pertumbuhan terlambat adalah adanya penyakit

jantung bawaan, defisiensi hormon tiroid, coeliac disease, obstuksi saluran nafas atas, dan

defisiensi zat gizi akibat kesulitan makan. Pada pasien ini dilihat dari grafik tumbuh

kembangnya, pasien memiliki berat badan yang rendah namun memiliki tinggi badan yang

baik. Perkembangan pertambahan berat badan pada pasien ini pun tampak mengalami

penurunan, dari segi nutrisi pasien sudah mengkonsumsi susu formula yang khusus memiliki

kegunaan untuk meningkatkan dan mengejar ketertinggalan pertumbuhan dan perkembangan

pasien, meningkatkan berat badan anak. Sulitnya penambahan berat badan pada pasien dapat

disebabkan karena kondisi tubuh pasien yang memiliki kelainan jantung bawaan dan

ditambah lagi pasien sedang menderita penyakit infeksi saluran napas, walaupun nutrisinya

sudah cukup.

Pasien ini juga menderita penyakit jantung bawaan asianotik yaitu ASD (atrial septal

defect) dan PDA (patent ductus arteriosus), dimana terjadinya kegagalan foramen ovale dan

ductus areteriosus pada saat lahir sehingga menyebabkan aliran darah dari kiri ke kanan

dikarenakan tekanan sisi jantung sebelah kiri lebih kuat dibandingkan sisi kanan. Hal ini

menyebabkan tidak danya manifestasi klinis sianosis, karena tidak adanya darah yang

mengandung rendah O2 memasuki sisi yang mengandung tinggi O2. Pemberian lasix

(furosemid) dan aldactone (spironolakton) digunakan untuk memperingan kerja jantung,

dengan mengurangi jumlah cairan tubuh sehingga kerja jantung untuk memompa ke seluruh

tubuh tidak terlalu berat. Pengobatan ini dikombinasikan untuk menjaga kadar kalium di

dalam darah agar tetap dalam keadaan normal, karena pemberian furosemid dapat

menyebabkan hipokalemia, dan spironolakton merupakan diuretik yang meningkatkan

eksresi natrium dan menahan kalium. Karena riwayat pasien yang memiliki penyakit jantung

bawaan ini juga maka pemberian cairan harus dibatasi agar kerja jantung tidak terlalu berat.

Selain itu juga seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa pada pneumonia bisa terjadi

peningkatan sekresi anti-diuretik hormon sehingga cairan secara intravena tidak perlu terlalu

banyak diberikan, apalagi dengan kondisi pasien yang masih mau minum susu seperti

biasanya. Cairan intravena tersebut hanya berfungsi untuk menjaga keadaan pasien tidak

terjadi dehidrasi karena adanya pemberian obat-obatan diuretik.

Page 23: Laporan Kasus DS

Pada pasien ini juga diberikan kortikosteroid (dexametason/oradexon),dimana pemberian

kortikosteroid dengan dosis rendah ini memiliki manfaat untuk mengurangi peradangan yang

terjadi pada pasien pneumonia, sehingga dapat mengurangi lama rawat pasien dengan

pneumonia. Seperti yang telah tercantum diatas bahwa CRP pada pasien ini meningkat, dan

dengan menggunakan kortikosteroid dosis rendah dapat menurunkan kadar CRP dalam 2-3

hari. Namun perlu diperhatikan bahwa pada pasien ini juga diberikan terapi antibiotik,

diamana pemberian antibiotik dan dexametason dapat menyebabkan hipokalemia, sehingga

perlu juga untuk pemantauan kadar elektrolit pada pasien ini. Pemberian kortikosteroid dosis

rendah ini jarang sekali menimbulkan reaksi alergi sehingga cukup aman untuk diberikan

pada anak.