2. referat

27
BAB I PENDAHULUAN Bronkitis adalah peradangan bronkus yang dapat disebabkan oleh infeksi atau tanpa infeksi dimana peradangan tersebut menyebabkan sekresi mukus atau phlegm ke saluran pernafasan sehingga saluran nafas menyempit. Terdapat dua jenis bronkitis, yaitu: bronkitis akut dan bronkitis kronik. Bronkitis akut ditandai dengan flu dan batuk dengan atau tanpa dahak lebih dari 1-2 minggu sedangkan bronkitis kronik ditandai dengan batuk dahak produktif lebih dari 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut yang tidak disebabkan oleh penyakit lain yang menyebabkan batuk (National Lung, Heart and Blood Intitute, 2012). Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter (1993) dalam buku Respiratory Diseases: Principles of Patient Care, bronkitis kronis adalah salah satu penyakit paru dimana pasien memiliki batuk produktif kronik yang berhubungan dengan inflamasi bronkus. Untuk membuat diagnosis, para ahli menyatakan bahwa jangka waktu kronik pada penyakit ini adalah selama batuk produktif muncul, minimal selama tiga bulan setahun dan pada dua tahun berturut-turut. Sebelum diketahui menderita bronkitis kronis, pada awalnya pasien yang mengalami batuk produktif panjang biasanya terdiagnosis Bronkitis | Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014 1

Upload: marlintan-sukma-ambarwati

Post on 29-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bahan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Bronkitis adalah peradangan bronkus yang dapat disebabkan oleh infeksi

atau tanpa infeksi dimana peradangan tersebut menyebabkan sekresi mukus atau

phlegm ke saluran pernafasan sehingga saluran nafas menyempit. Terdapat dua

jenis bronkitis, yaitu: bronkitis akut dan bronkitis kronik. Bronkitis akut ditandai

dengan flu dan batuk dengan atau tanpa dahak lebih dari 1-2 minggu sedangkan

bronkitis kronik ditandai dengan batuk dahak produktif lebih dari 3 bulan dalam

setahun selama 2 tahun berturut-turut yang tidak disebabkan oleh penyakit lain

yang menyebabkan batuk (National Lung, Heart and Blood Intitute, 2012).

Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter (1993) dalam buku

Respiratory Diseases: Principles of Patient Care, bronkitis kronis adalah salah satu

penyakit paru dimana pasien memiliki batuk produktif kronik yang berhubungan

dengan inflamasi bronkus. Untuk membuat diagnosis, para ahli menyatakan

bahwa jangka waktu kronik pada penyakit ini adalah selama batuk produktif

muncul, minimal selama tiga bulan setahun dan pada dua tahun berturut-turut.

Sebelum diketahui menderita bronkitis kronis, pada awalnya pasien yang

mengalami batuk produktif panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalami

tuberkulosis, kanker paru, dan congestive heart failure.

Bronkitis kronik merupakan salah satu dari penyakit paru obstruksi kronik

(PPOK). PPOK adalah penyebab kematian lebih dari 2,5 juta orang di dunia pada

tahun 2000. Diperkirakan PPOK merupakan satu dari lima penyebab kematian di

dunia pada tahun 2020. Sedangkan di Amerika kasus PPOK menempati peringkat

ketiga penyebab kematian (Stoller JK dan Juvelekian G, 2012).

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Bronkitis akut adalah istilah klinik yang menunjukkan peradangan “self-

limited” pada saluran pernafasan bagian bawah (bronkus). Bronkitis akut

merupakan penyakit akut yang berlangsung tidak lebih dari 3 minggu yang

ditandai oleh gejala utama batuk dan gejala dari saluran pernafasan bawah

seperti wheezing, produksi sputum dan kadang disertai oleh nyeri dada (BMJ

Evidence Centre, 2012).

Bronkitis kronik merupakan salah satu tipe PPOK yang dapat didefinisikan

sebagai batuk produktif yang terjadi lebih dari 3 bulan setiap tahun dalam 2

tahun terakhir tanpa disertai penyakit lain yang mendasari (American Lung

Association, 2012).

2.2. Epidemiologi

Data setiap tahunnya di Poliklinik PPOK RS Persahabatan Jakarta,

menunjukkan kunjungan meningkat 334 kali pada bulan November sampai

dengan Februari dibandingkan bulan 3 bulan lainnya. Kejadian eksaserbasi

merupakan episode perburukan gejala respirasi yang berulang mengakibatkan

penurunan fungsi paru, perburukan kualitas hidup dan peningkatan kebutuhan

perawatan medis (kunjungan ke dokter, penambahan medikasi, emergensi,

rawat inap, dll.) (American Lung Association, 2012).

Dengan kata lain eksaserbasi akut bronkitis kronis adalah penyebab utama

rawat inap dan kematian pada penderita bronkitis kronis. Lima puluh persen

penderita bronkitis kronis mengalami episodik eksaserbasi >2x dalam

setahunnya dengan seperlimanya membutuhkan rawat inap pada eksaserbasi

tersebut dan sebagiannya membutuhkan perawatan di ICU. Banyak pula

penderita bronkitis kronis membutuhkan rawat inap ulang (readmission) karena

gejala yang menetap dan berkepanjangan (American Lung Association, 2012).

Penyebab tersering dari eksaserbasi adalah infeksi virus pernapasan dan infeksi

bakteri, penyebab lainnya seperti polusi lingkungan, gagal jantung kongestif,

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

2

emboli paru, pemberian oksigen yang tidak tepat, obat-obatan seperti narkotik

dan lain-lain (Sutoyo K.D., 2008). Didunia bronkitis merupakan masalah

dunia. Frekuensi bronkitis lebih banyak pada populasi dengan status ekonomi

rendah dan pada kawasan industri. Bronkitis lebih banyak terdapat pada laki-

laki dibanding wanita. Data epidemiologis di Indonesia sangat minim (Samer

Qarah, 2007).

2.3. Etiologi

Penyebab utama dari bronkitis akut adalah virus. Virus yang menyerang epitel

bronkus menyebabkan peradangan dan meningkatkan sekresi mukus. Bronkitis

akut sering diawali oleh gejala dari saluran pernafasan atas seperti flu dan

common cold (National Institutes of Health, 2012). Sekitar 90% dari bronkitis

akut disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, coronavirus, adenovirus,

metapneumovirus, parainfluenza virus dan influenza virus. Sedangkan 10%

kasus bronkitis akut disebabkan oleh bakteri seperti Mycoplasma pneumonia,

Chlamydophila pneumoniae, Bordetella pertussis, Stretococcus pneumonia,

dan Haemophillus influenza (Albert RH, 2010).

Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :

a. Infeksi virus: influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytial virus

(RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain;

b. Infeksi bakteri: Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis,

Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae atau bakteri

atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella);

c. Jamur;

d. Noninfeksi: polusi udara, rokok, dan lain-lain. Penyebab bronkitis akut yang

paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak 90% sedangkan infeksi

bakteri hanya sekitar <10% (Jonsson J., Sigurdsson J., Kristonsson K, et al,

2008).

Bronkitis kronik adalah PPOK yang sering diakibatkan oleh kebiasaan

merokok atau paparan tembakau. Selain itu PPOK juga dapat disebabkan oleh

inhalasi berkepanjangan dari polusi udara, asap dan debu yang sering dijumpai

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

3

pada pekerjaan tambang, pabrik tekstik, perkebunan dan peternakan sehingga

menyebabkan peradangan kronik saluran nafas (Thornton AJ dkk, 2011).

Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis

infeksiosa dan bronkitis iritatif.

a. Bronkitis infeksiosa

Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama

Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang bisa

terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran pernapasan

menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:

Sinusitis kronis

Bronkiektasis

Alergi

b. Bronkitis iritatif 

Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu

yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa

disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia, beberapa

pelarut organik klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromine, polusi

udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida, tembakau dan

rokok lainnya. Faktor etiologi utama adalah zat polutan (Rahmadani dan

Marlina, 2011).

2.4. Anatomi dan Percabangan Bronkus

Bronkus merupakan bagian dari saluran napas yang terdiri dari 2 cabang

utama, yakitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan terdiri dari 3

percabangan, yaitu bronkus lobaris atas, medius, dan bawah. Sedangkan

bronkus kiri terdiri dari 2 percabangan, berupa bronkus lobaris atas dan

bronkus lobaris bawah (Faiz dan Moffat, 2003).

Bronkus langsung berhubungan dengan paru-paru kanan dan kiri. Sama dengan

bronkus, paru kanan juga terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus atas, tengan dan

bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri dari lobus atas dan bawah. Dibagian

luar paru-paru dilapisi oleh suatu selaput, yaitu pleura. Dalam setiap paru,

bronkus terus bercabang-cabang menjadi saluran napas yang semakin sempit,

pendek, dan banyak seperti percabangan pohon. Cabang terkecil dikenal

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

4

sebagai bronkiolus. Diujung-ujung bronkiolus terkumpul alveolus, kantung

udara kecil tempat terjadinya pertukaran gas udara dan darah. Agar udara dapat

masuk dan keluar paru, maka keseluruhan saluran pernapasan harus terbuka.

Setiap saluran napas dilapisi oleh mukosa pada dindingnya. Pada bronkitis

terjadi penebalan dinding bronkus, sehingga terjadi penyempitan dari lumen

bronkus (Sherwood, 2008).

Gambar 1. Anatomi bronkus dan percabangannya

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan

bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini

berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai

akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak

mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih

1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot

polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada

tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan

udara ke tempat pertukaran gas terjadi (Rosita, 2001).

Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-

paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus

alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki

diameter 0,5-1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai

sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

5

oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang

memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja,

namun jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan

akan seluas satu lapangan tennis (Rosita, 2001).

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-

kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan

permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan

cenderung kolaps saat ekspirasi. Disinilah letak peranan surfaktan sebagai

lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi

saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi (Rosita, 2001).

Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh

kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa antitripsin,

kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus.

Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang

berujung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi

dasar patogenesis empisema, dan penyakit lainnya. Bronkus merupakan

percabangan dari trakea. Didalam mediastinum, bronkus disebut sebagai

bronkus primer yang terdiri dari bronkus dextra dan bronchus sinistra (Rosita,

2001).

Bronkus dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan

letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh

desakan dari arcus aorta pada ujung kaudal trakea ke arah kanan, sehingga

benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-

kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thorakalis VI

(Rosita, 2001).

Vena azygos melengkung di sebelah cranialnya. Arteria pulmonalis pada

mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya

membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus

superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke

ke lobus superior letaknya di sebelah kranial a.pulmonalis dan disebut bronkus

eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior

berada di sebelah kaudal a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis.

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

6

Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang

menuju ke segmen pulmo (Rosita, 2001).

Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih

panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah kaudal arkus aorta,

menyilang disebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan

aortathoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis,

lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya, sebelum

bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak

bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas trakea dan bronkus terdapat

lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di

sebelah kaudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior. Bronkus

memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Inervasinya berasal dari N.

vagus, N. recurrens, dan truncus sympathicus. Dalam keadaan normal, dinding

bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya

bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam (mukosa)

dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi

saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya (Rosita, 2001).

Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan

kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran

pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi

sebagai pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus.

Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan

dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus (Rosita, 2001).

2.5. Patogenesis

Bronkitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membran mukosa

bronkus. Pada orang dewasa, bronkitis kronik terjadi akibat hipersekresi mukus

dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah

sel goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini

disebabkan oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi

terhambat karena produksi mukus yang berlebihan dan kehilangan silia,

menyebabkan batuk produktif. Pada anak-anak, bronkitis kronik disebabkan

oleh respon endogen, trauma akut saluran pernafasan, atau paparan alergen

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

7

atau iritan secara terus-menerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon

dengan bronkospasme dan batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksi mukus

(Fahy dan Dickey, 2010).

Apabila terjadi paparan secara kronik terhadap epitel pernafasan, seperti

aspirasi yang rekuren atau infeksi virus berulang, dapat menyebabkan

terjadinya bronkitis kronik pada anak-anak. Bakteri patogen yang

menyebabkan infeksi saluran respirasi bagian bawah pada anak-anak adalah

Streptococus pneumonie. Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis

dapat patogen pada balita (umur <5 tahun), sedang Mycoplasma pneumonia

pada anak usia sekolah (umur > 5-18 tahun) (Braman, 2006).

Seperti disebutkan sebelumnya penyebab dari bronkitis akut adalah virus,

namun organisme pasti penyebab bronkitis akut sampai saat ini belum dapat

diketahui, oleh karena kultur virus dan pemeriksaan serologis jarang dilakukan.

Adapun beberapa virus yang telah diidentifikasi sebagai penyebab bronkitis

akut adalah virus-virus yang banyak terdapat di saluran pernapasan bawah

yakni influenza B, influenza A, parainflueza dan reapiratory syncytial virus

(RSV). Influenza sendiri merupakan virus yang timbul sekali dalam setahun

dan meyebar secara cepat dalam suatu populasi (Fahy dan Dickey, 2010).

Gejala yang paling sering akibat infeksi virus influenza diantaranya adalah

lemah, nyeri otot, batuk dan hidung tersumbat. Apabila penyakit influenza

sudah mengenai hampir seluruh populasi di suatu daerah, maka gejala batuk

serta demam dalam 48 jam pertama merupakan prediktor kuat seseorang

terinfeksi virus influenza. RSV biasanya menyerang orang-orang tua yang

terutama mendiami panti jompo, pada anak kecil yang mendiami rumah yang

sempit bersama keluarganya dan pada tempat penitipan anak. Gejala batuk

biasanya lebih berat pada pasien dengan bronkitis akut akibat infeksi RSV

(Braman, 2006).

Virus yang biasanya mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas seperti

rhinovirus, adenovirus dapat juga mengakibatkan bronkitis akut. Gejala

dominan yang timbul akibat infeksi virus ini adalah hidung tersumbat, keluar

sekret encer dari telinga (rhinorrhea) dan faringitis, bakteri juga memerankan

perannya pada bronkitis akut, antara lain, Bordatella pertusis, Bordatella

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

8

parapertusis, Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia. Infeksi

bakteri ini biasanya paling banyak terjadi di lingkungan kampus dan di

lingkungan militer (Fahy dan Dickey, 2010).

Namun sampai saat ini, peranan infeksi bakteri dalam terjadinya bronkitis akut

tanpa komplikasi masih belum pasti, karena biasanya ditemukan pula infeksi

virus atau terjadi infeksi campuran. Pada kasus eksaserbasi akut bronkitis

kronik merupakan suatu kasus yang berbeda dengan bronkitis akut, karena

ketiga bakteri tersebut dapat mendiami saluran pernapasan atas dan keberadaan

mereka dalam sputum dapat berupa suatu koloni bakteri dan ini bukan

merupakan tanda infeksi akut (Fahy dan Dickey, 2010).

Penyebab batuk pada bronkitis akut tanpa komplikasi biasa dari berbagai

penyebab dan biasanya bermula akibat cedera pada mukosa bronkus. Pada

keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary

defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan

siliari. Pada pasien dengan bronkitis akut, sistem mukosiliar defence paru-paru

mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi (Gonzales dan

Sande, 2008).

Ketika infeksi timbul, akan terjadi pengeluaran mediator inflamasi yang

mengakibatkan kelenjar mukus menjadi hipertropi dan hyperplasia (ukuran

membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat.

Infeksi juga menyebabkan dinding bronkial meradang, menebal (sering kali

sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya

mukus kental dari dinding bronkial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus

dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran kecil dan

mempersempit saluran udara besar. Mukus yang kental dan pembesaran

bronkus akan mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi (Gonzales

dan Sande, 2008).

Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian

distal dari paru-paru. Pasien mengalami kekurangan O2, jaringan dan ratio

ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PO2, kerusakan

ventilasi juga dapat menilai PCO, sehingga pasien terlihat sianosis. Pada

bronkitis akut akibat infeksi virus, pasien dapat mengalami reduksi nilai

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

9

volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEVI) yang reversible. Sedangkan pada

infeksi akibat bakteri M. pneumonie atau C. pneumoniae biasanya mempunyai

nilai reduksi FEVI yang lebih rendah serta nilai reversibilitas yang rendah pula.

Virus dan bakteri masuk melalui port d’entre mulut dan hidung “droplet

infection” yang selanjutnya akan nenimbulkan viremia atau bakterimia dan

gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan (Braman, 2006).

Gambar 2. Patogenesis bronkitis kronis (Braman, 2006).

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

10

ALERGEN

Aktivasi IgE

Peningkatan pelepasan histamin

Edema mukosa pada sel goblet di produksi

Invasi kuman ke jalan

Infeksi

melaiseDemam

Peningkatan laju metabolisme

hitertermi

Penyebaran bakteri/virus keseluruh tubuh

Iritasi mukosa bronkus

Bersihkan jalan nafas tidak efektif

Peningkatan akumulasi sekret

Batuk produktif

Penyempitan jalan nafas

Nyeri Penggunaan otot-otot pernapasan

2.6. Manifestasi klinis

Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3

minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih,

putih, kuning-kehijauan, atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai

gejala berikut ini:

a. Demam (biasanya ringan);

b. Batuk (berdahak ataupun tidak berdahak);

c. Sesak napas, rasa berat bernapas;

d. Bunyi napas mengi atau ngik;

e. Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada;

f. Kadang batuk darah.

Gejala bronkitis akut adalah tidak spesifik dan menyerupai gejala infeksi

saluran pernafasan lainnya. Bronkitis akut akibat virus biasanya mengikuti

gejala-gejala infeksi saluran respiratori seperti rhinitis dan faringitis. Batuk

biasanya muncul 3-4 hari setelah rhinitis. Batuk pada mulanya keras dan

kering, kemudian seringkali berkembang menjadi batuk lepas yang ringan dan

produktif. Karena anak-anak biasanya tidak membuang lendir tapi menelannya,

maka dapat terjadi gejala muntah pada saat batuk keras dan memuncak. Pada

anak yang lebih besar, keluhan utama dapat berupa produksi sputum dengan

batuk serta nyeri dada pada keadaan yang lebih berat (Melbye, Kongerud dan

Vorland, 2009).

Karena bronkitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan dapat

membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui

secara jelas karena kurangnya ketersediaan jaringan pemeriksaan. Yang

diketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar mukus dan terjadinya

deskuamasi sel-sel epitel bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam

dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkan sekresi tampak purulen.

Akan tetapi karena imigrasi leukosit ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap

kerusakan jalan napas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkan

adanya superinfeksi bakteri (Melbye, Kongerud dan Vorland, 2009).

Pemeriksaan auskultassi dada biasanya tidak khas pada stadium awal. Seiring

perkembangan dan progresitivitas batuk dapat terdengar berbagai macam

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

11

ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing atau suara kombinasi. Hasil

pemeriksaan radiologis biasanya normal atau didapatkan corakan bronkial.

Pada umumnya gejala akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila tanda-tanda

klinis menetap hingga 2-3 minggu, perlu dicurigai adanya infeksi kronis. Selain

itu dapat pula terjadi infeksi sekunder (Braman, 2006).

2.7. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan dahak dan juga rontgen

dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan untuk menyingkirkan

diagnosis penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan seperti

nanah. Untuk pasien anak yang di opname, dilakukan tes C-reactive protein,

kultur pernafasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes serum aglutinin untuk

membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus

(Gonzales dan Sande, 2008).

Untuk anak yang di opname dengan kemungkinan infeksi Chlamydia,

mycoplasma, atau infeksi virus saluran pernafasan bawah, lakukan

pemeriksaan sekresi nasofaringeal untuk membantu pemilihan antimikroba

yang cocok. Serum IgM mungkin dapat membantu. Untuk anak yang diduga

mengalami imunodefisiensi, pengukuran serum immunoglobulin total, subkelas

IgG, dan produksi antibodi spesifik direkomendasikan untuk menegakkan

diagnosis (Melbye, Kongerud dan Vorland, 2009).

Diagnosis bronkitis ditentukan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik, tes faal paru, radiologi dan analisa gas darah:

a. Anamnesis

Adanya riwayat batuk disertai dahak, kemudian ditentukan waktu dari

semua gejala untuk menentukan jenis bronkitis akut dan kronis.

b. Gejala klinis

c. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang didapatkan tidak khas, bisa dijumpai rhonki

basah dan juga wheezing.

d. Tes faal paru dengan spirometri

VC : dapat normal / turun

FEV1 : normal / turun

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

12

FEV1/FVC : turun

TLC : normal/ meningkat

RV/TLC: meningkat

e. Analisa gas darah

f. Elektrokardiografi

2.8. Gambaran Radiologi Bronkitis

a. Foto Thorax

Radang akut bronkus biasanya berhubungan dengan infeksi saluran nafas

bagian atas. Penyakit ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan

komplikasi. Juga tidak terdapat gambaran rontgen yang positif pada keadaan

ini. Tetapi foto rontgen berguna jika ada komplikasi lain, seperti

pneumonitis (Rasad, Sjahriar, 2005). Sedangkan untuk bronkitis kronik

tidak selalu memperlihatkan gambaran yang khas pada foto thorax. Pada

foto thorax hanya tampak corakan yang ramai di bagian basal paru. Kadang-

kadang tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru oleh

penebalan dinding bronkus (Braman, 2006).

Bronkitis kronik secara radiologi dibagi dalam 3 golongan, yaitu: ringan,

sedang, berat. Pada golongan yang ringan ditemukan corakan yang ramai di

bagian basal paru, pada golongan yang sedang, selain corakan paru yang

ramai, juga terdapat emfisema, dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di

parakardial kanan dan kiri. Sedangkan golongan yang berat ditemukan hal-

hal tersebut disertai cor pulmonale sebagai komplikasi bronkitis kronik

(Melbye, Kongerud dan Vorland, 2009).

Pada radiografi dada bronkitis dapat ditemukan perubahan berikut:

Peningkatan “lung marking” pada kedua paru, yang biasa disebut ‘dirty

chest”

Tubular shadow atau Tramlines, yaitu berupa garis paralel keluar hilus

menuju apeks paru, yang merupakan bayangan bronkus yang menebal

Dapat juga ditemukan peningkatan ukuran paru (Lange dan Walsh,

2002).

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

13

Gambar 3. Corakan yang ramai di parakardial kanan

Gambar 4. Corakan yang ramai pada paru dan emfisema

Gambar 5. Corakan yang ramai disertai bronkiektasis kanan dan kiri

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

14

Gambar 6. Bayangan intersisial difus sesuai dengan bronkitis

Gambar 7. Pasien laki-laki 61 tahun dengan bronkitis kronik, tampak

tramline shadow pada pericardial kiri (Tramline: sign untuk

penebalan dinding bronkus)

b. CT Scan Thorax

Pada Ct scan thorax bronkitis dapat ditemui berbagai kelainan yang hampir

sama dengan foto dada. Dapat dijumpai kelainan berupa penebalan bronkus,

sampai pada kelainan seperti emfisema dan nodul.

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

15

Gambar 8. Menunjukan sign bronkitis: penebalan dari dinding bronkus

Gambar 9. Pada keadaan berat CT scan menunjukkan bayangan difus

intersisial dengan mikronodular subpleural berat yang

menunjukkan penebalan dinding bronkus

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

16

2.9. Diagnosa banding

a. Bronkiekstasis;

b. Asma bronkial;

c. Tuberkulosis paru.

2.10. Penatalaksanaan

a. Pengobatan konservatif

Pengelolaan umum, meliputi :

Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien;

Memperbaiki drainase sekret bronkus;

Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotic;

Berhenti merokok.

b. Pengobatan Khusus

Pemberian oksigen yang cukup pada kasus eksaserbasi;

Bronkodilator;

Antibiotik sesuai agen penyebab infeksi.

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

17

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan dari referat ini adalah:

1. Bronkitis adalah peradangan bronkus yang disebabkan oleh infeksi atau tanpa

infeksi dan menyebabkan sekresi mukus atau phlegm ke saluran pernafasan

sehingga saluran nafas menyempit;

2. Terdapat dua jenis bronkitis, yaitu: bronkitis akut dan bronkitis kronik.

Bronkitis akut ditandai dengan flu dan batuk dengan atau tanpa dahak lebih

dari 1-2 minggu sedangkan bronkitis kronik ditandai dengan batuk dahak

produktif lebih dari 3 bulan dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut yang

tidak disebabkan oleh penyakit lain yang menyebabkan batuk;

3. Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3

minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih,

putih, kuning-kehijauan, atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai

gejala berikut ini: demam (biasanya ringan), sesak napas, rasa berat bernapas,

bunyi napas mengi atau ngik, rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada,

kadang batuk darah.

4. Radang akut bronkus biasanya berhubungan dengan infeksi saluran nafas

bagian atas. Penyakit ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan komplikasi.

Juga tidak terdapat gambaran rontgen yang positif pada keadaan ini. Tetapi

foto rontgen berguna jika ada komplikasi lain, seperti pneumonitis. Bronkitis

kronik secara radiologi dibagi dalam 3 golongan, yaitu: ringan, sedang, berat.

Pada golongan yang ringan ditemukan corakan yang ramai di bagian basal

paru, pada golongan yang sedang, selain corakan paru yang ramai, juga

terdapat emfisema, dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di parakardial

kanan dan kiri. Sedangkan golongan yang berat ditemukan hal-hal tersebut

disertai cor pulmonale sebagai komplikasi bronkitis kronik.

| Stase Radiologi RSUD Jend. A. Yani Metro – Maret 2014

18