referat mata 2
DESCRIPTION
slmat bacaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati adalah suatu proses yang bersumber dari degenerasi atau kelainan
lain dari retina, yang secara umum disebabkan oleh gangguan pemberian nutrisi atau
vaskularisasi maupun oksidasi, pemberian oksigen dari darah kurang mencukupi
untuk kebutuhan jaringan. Didalam retina terdapat dua macam vaskularisasi, yaitu
daerah makula yang mendapat nutrisi dari pembuluh khoriokapilaris serta daerah
retina yang lain yang mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral. Retinopati
terjadi antara lain disebabkan oleh hipertensi, arteriosklerosis, anemia, diabetes
mellitus, leukemia (Ghozi, M. 2002). Hipertensi merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas paling sering di seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah
ini dapat berdampak langsung atau tidak langsung terhadap sistem organ tubuh(Ilyas
S, Mailangkay H.H.B, Hilma T, Raman R.S, Monang S, dan Purbo S.W. 2007)
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan
pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini
pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada
sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang
diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau
“nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-
shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al
menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi
mortalitas pada pasien hipertensi (Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept
hypertensive retinopathy. The New England Journal of Medicine 2010)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina pada
penderita hipertensi (Ilyas Sidarta, 2011). Hipertensi arteri sistemik merupakan
tekanan diastolik > 90 mmHg dan tekanan sistolik>140 mmHg. Jika kelainan dari
hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati
hipertensi (Ilyas Sidarta, 2011).
2.2 Anatomi & Fisiologi Retina
Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada
sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membran Bruch, koroid,
dan sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0.23 mm pada kutub
posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula
dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh
pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm
disebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu
cekungan yang merupakan pantulan khusus bila dilihat dengan opthlasmoskop. Fovea
merupakan jaringan zona avaskular diretina pada angiografi flourosensi.Secara
histologis, fovea ditandai dengan menipisya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan
parenkim karena akson - akson sel fotoreseptor (lapisan serat henle) berjalan oblik
dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaaan
dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, fotoreseptornya adalah
sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis (Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva
P, 2009).
Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari sisi
dalam adalah sebagai berikut: (Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, 2009).
1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus Optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
10. Epitelium pigmen retina.
Gambar 2.2 Penampang histologis lapisan retina
Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan
arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,
memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis
memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam.Arteri retina sentralis berasal dari
cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial bawah 12
mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata.Setelah masuk ke dalam bola mata,
arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang superior dan
inferior.Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi arteriol dan
kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol retina yang berada
dilapisan serat saraf akan bercabang- cabang akhirnya menjadi jaringan kapiler yang
luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam sampai membrana limitan eksterna
(Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, 2009).
Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya
lebih tebal.Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus,
dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan
endotel pembuluh darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina
bagian dalam (inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar dibentuk oleh
ikatan yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada zonula adherens dan
zonula occludens (outer barrier) (Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, 2009).
Vena mengikuti distribusi arteri.Secara histologi vena terdiri dari lapisan enotelial
dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.Pada tempat-
tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana 70% arteri berada di
atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan dijumpai perselubungan
(sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari pembuluh darah (Vaughan DG,
Asbury T, Riodan-Eva P, 2009).
2.3 Patofisiologi
Perubahan fundus atau sirkulasi retina akibat hipertensi menurut
patogenesisnya dan gejala yang ditimbulkannya adalah mengalami beberapa fase atau
perubahan melalui 3 proses, yaitu: (Sehu WK, Lee WR, 2005)
1. Angiospasme atau hipertonus pembuluh darah
Pada fase awal hipertensi dengan adanya proses autoregulasi pada pembuluh darah
retina, maka peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan vasokonstriksi
arteriol (stadium vasokonstriksi), dimana terjadi vasospasme atau hipertonus
pembuluh darah dan peninggian tekanan arteriol retina, dimana pada stadium ini
belum terjadi perubahan dinding pembuluh darah. Pada stadium ini secara klinis
terlihat adanya penyempitan secara menyeluruh arteriol retina. Penyempitan
pembuluh darah tampak sebagai:
1. Pembuluh darah terutama arteriol retina berwarna lebih pucat
2. Kaliber pembuluh darah yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena
spasme lokal)
3. Percabangan arteriol yang bersudut tajam dan berjalan lebih lurus seolah-olah
memanjang
Gambar 2.3.1 fase hipertonus pembuluh darah
2. Angiopati atau perubahan organik pembuluh darah
Peninggian tekanan darah yang menetap dan hipertonus pembuluh darah yang
berjalan lama akan terjadi perubahan organis dinding pembuluh darah (sklerosis
arteriol atau arteriosklerosis) yang menyebabkan perubahan-perubahan organis yang
ditandai dengan proliferasi jaringan ikat dan elemen elastis sehingga menyebabkan
penebalan fibrosa dari tunika intima, hiperplasi dinding tunika media, terjadi
degenerasi hialin dan lemak. Arteriosklerosis merupakan proses patologis sebagai
reaksi dan kompensasi dinding pembuluh darah terhadap hipertonus yang terus-
menerus, dapat terjadi perubahan refleks cahaya dan fenomena crossing pada
persilangan arteri vena, yang semua ini cenderung menyebabkan penyempitan lumen
pembuluh darah. (Sehu WK, Lee WR, 2005)
Dalam fase lanjut, pembuluh darah yang mengalami fibrosis secara luas terkadang
diikuti dengan degenerasi hialin dan akan mampu menahan tekanan diastolik yang
tinggi. Bila hipertensi telah berjalan untuk beberapa waktu, kegagalan untuk
mempertahankan tekanan dan volum yang adekuat pada pembuluh darah yang kaku
akan mengakibatkan anoksia jaringan. Proses dekompensasi ini disebabkan oleh
proses sklerosis yang parah. Kerusakan jaringan menimbulkan gambaran khas
retinopati arteriosklerotik. Pada stadium ini dapat berupa:(Sehu WK, Lee WR, 2005)
Refleks copper wire arteriole
Refleks silver wire
Sheathing
Lumen pembuluh darah yang ireguler
Terdapat fenomena crossing, yang terdiri dari:
1. Nicking (penekanan pada vena oleh arteri yang berada di atasnya)
2. Elevasi (pengangkatan vena oleh arteri yang berada di bawahnya)
3. Deviasi (pergeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan vena
tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil)
4. Kompresi (penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan bendungan
vena)
Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada retina yaitu
retinopati hipertensif.
Gambar 2.3.2 Stadium angiopati pada retinopati hipertensi
Gambar 2.3.2 Stadium III cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik
3. Retinopati
Angiospasme dan angiopati pada hipertensi yang mengakibatkan gangguan
pada sirkulasi darah, lambat laun akan diikuti dengan retinopati yaitu perubahan-
perubahan pada jaringan retina, yang dapat dibedakan atas dua fenomena dasar yaitu
eksudasi unsur-unsur darah, karena dinding pembuluh darah menjadi permeabel, dan
degenerasi retina, karena menurunnya nutrisi akibat gangguan sirkulasi.(Sehu WK,
Lee WR, 2005)
Pada stadium eksudat ini terdapat gangguan barier darah retina.Eksudasi
terjadi apabila dinding pembuluh darah yang bersifat impermeabel menjadi
permeabel akibat kerusakan-kerusakan pada sel-sel endotel yang berfungsi sebagai
barier darah retina. Akibat hipertonus yang ekstrem dan terus menerus pada
hipertensi akan menimbulkan nekrosis otot polos dan sel-sel endotel yang mana akan
merusak sifat impermeabel dinding pembuluh darah yang memungkinkan terjadinya
eksudasi darah dan lipid sehingga menyebabkan edema retina dan iskemik retina
yang dikarenakan dinding pembuluh darah menjadi permeabel. Papil edema muncul
dalam beberapa hari sampai minggu sejak peningkatan tekanan darah dan terabsorpsi
dalam hitungan minggu sampai bulan bila tekanan darah turun.Perubahan funduskopi
pada stadium eksudat dimanifestasikan pada retina seperti mikroaneurisme,
perdarahan, eksudat lunak, dan eksudat keras. Eksudat retina dapat membentuk:(Sehu
WK, Lee WR, 2005)
1. Eksudat lunak (cotton wool patches), yang merupakan edema serat saraf retina
akibat mikro infark sesudah penyumbatan arteriol, biasanya terletak 2-3
diameter dari papil didekat kelompok pembuluh darah utama sekitar papil.
2. Eksudat keras, yang terdiri dari kumpulan sel-sel mikroglia yang banyak
mengandung sel lemak, berasal dari bahan-bahan sel-sel saraf yang
mengalami degenerasi dan nekrosis, yang tampak sebagai bercak-bercak
berbatas tegas, warna putih kekuningan yang tersebar pada daerah tertentu dan
luas pada fundus okuli.
Pembengkakan lempeng optik dapat terjadi pada saat itu dan seringkali
merupakan tanda dari hipertensi berat (hipertensi maligna).Pada retinopati hipertensif
juga diikuti dengan degenerasi jaringan retina karena menurunnya nutrisi akibat
gangguan sirkulasi.Perdarahan yang timbul di retina disebabkan karena kerusakan
sel-sel endotel kapiler akibat hipertonus pembuluh darah yang terus menerus.
Beberapa faktor lain seperti hiperglikemia, inflamasi, dan disfungsi endotel juga
terlibat pada patogenesis retinopati.(Sehu WK, Lee WR, 2005)
Gambar 2.3.3 Bentukan pada Retinopati Hipertensi
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi retinopati hipertensi di bagian I.P. Mata, RSCM adalah sebagai berikut :
(Ilyas Sidarta, 2011)
Tipe 1
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati, tidak ada sklerose, dan terdapat
pada orang muda.
Pada funduskopi : arteri menyempit dan pucat, arteri meregang dan percabangan
tajam, pperdarahan ada atau tidak ada, eksudat ada atau tidak ada.
Tipe 2
Fundus hipertensi dengan atau tanpa retinopati sklerose senil, terdapat pada orang
tua.
Funduskopi: pembuluh darah tampak mengalami penyempitan, pelebaran, dan
sheating setempat. Perdarahan retina ada atau tidak ada. Tidak ada edema papil.
Tipe 3
Fundus dengan retinopati hipertensi dengan arteriosclerosis, terdapat pada orang
muda.
Funduskopi: penyempitan arteri, kelokan bertambah fenomena crossing
perdarahan multiple, cotton wool patches, macula star figure.
Tipe 4
Hipertensi yang progresif
Funduskopi: edema papil, cotton wool patches, hard eksudat, dan star figure
exudate yang nyata.
Menurut Scheie, klasifikasi retinopati hipertensi adalah sebagai berikut : (Ilyas
Sidarta, 2011)
Stadium 1
Terdapat penciutan pada pembuluh darah kecil
Stadium 2
Penciutan pembuluh darah arteri menyeluruh, dengan penciutan setempat
sampai seperti benang, pembuluh darah arteri tegang, membentuk cabang keras.
Stadium 3
Lanjutan dari stadium 2, dengan eksudat cotton, dengan perdarahan yang
terjadi akibat diastole diatas 120 mmHg, kadang-kadang terdapat keluhan
berkurangnya penglihatan.
Stadium 4
Seperti stadium 3 dengan edema pupil dengan eksudat star figure, disertai
keluhan penglihatan menurun dengan tekanan diastole kira-kira 150 mmHg.
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
Stadium Karakteristik
I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles
retina, hipertensi ringan, asimptomatis
II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan
nicking arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi,
timbul beberapa gejala dari hipertensi
III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis,
hemoragik); tekanan darah terus meningkat dan
bertahan, muncul gejala sakit kepala, vertigo,
kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan
fungsi ginjal
IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis
Siegrist, Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara
persisten, gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat
badan, dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ
jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati
hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
Stadium Karakteristik
I Tiada perubahan
II Penyempitan arteriolar yang hampir tidak
terdeteksi
III Stadium II + perdarahan retina dan/atau
eksudat
IV Stadium III + papiledema
Gambar 2.4.1 Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih)
dan penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV
nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles
(panah putih) (B).(Sumber: The New England Journal of Medicine, 2010)
Gambar 2.4.2 Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah
putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A).Perdarahan retina (panah
hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B).(Sumber: The
New England Journal of Medicine, 2010)
Gambar 2.5 Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan
retina (panah hitam) dan papiledema. (Sumber: The New England
Journal of Medicine, 2010)
2.5 Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan
visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG
B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk
menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri
pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium
III atau stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak
memberikan simptom pada mata.
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui
pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan
perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan
pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu atrofi
sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena infark.
Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek arteriolar
yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan
adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah arterioler sehingga
terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk yang lebih ekstrem,
kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch Retinal Vein
Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat
perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa
perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema retina.
Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu
akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang (Wong TY, 2010)
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran
mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling
lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi.
Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi,
sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat
terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi
ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi perdarahan. Bercak-bercak perdarahan
kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas dibandingkan dengan
perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Edema retina dan makula
diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa edema
retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya
struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa
muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural
pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam
jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan edema retina akan
menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat adalah
residu edema dan makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada
dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran macular
star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat
orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier (Wong TY, 2010).
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk
pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar
hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan
kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu
pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan foto
toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa pemeriksaan
elektrokardiogram (Wong TY, 2010)
2.6 Diagnosis banding
Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah (Ilyas Sidarta, 2007) :
1. Retinopati Diabetik
Gambaran retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama dengan retinopati
hipertensi yaitu ditemukan blot-like appearance, mikroaneurisma, dilatasi vena
dan berkelok-kelok, eksudat keras, eksudat lunak, neovaskularisasi, dan edema
retina. Selain itu juga didapatkan gula darah yang tidak terkontrol yaitu > 200
mg/dl.
2. Katarak
Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa yang terjadi
secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks fundus yang hitam.
3. Glaukoma Kronis
Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek lapang pandang,
atrofi papil saraf optik. Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokular ini disebabkan karena bertambahnya produksi cairan mata oleh badan
siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau
celah pupil (glaucoma hambatan pupil).
4. Kelainan refraksi
Miopia, hipermetropia/hiperopia, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang
dapat menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior
yang lebih besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat, sehingga
bayangan dari benda jatuh di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.
Pada hipermetropia gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar
tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Astigmatisme jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada
retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling tegak lurus yang terjadi akibat
kelainan kelengkungan kornea.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan
yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, Mengobati faktor primer
adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat retinopati
arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi
perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis yang terjadi tidak
dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah progresifitasnya (American Academy of
Ophtalmology, 2009)
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-
tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah.
Penggunaan obat ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat
mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi (Hughes BM et al, 2010)
Tabel 1. Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia
Obat Dosis Efek Lama
kerja
Perhatian
khusus
Nifedipin (Ca
Antagonis)
5-10 mg 5-15 menit 4-6 jam Gangguan koroner
Kaptopril (ACE
inhibitor)
12,5-2,5 mg 15-30 menit 6-8 jam Stenosis arteri
renalis
Klonidin (alfa-2
agonis adrenergik)
75-150 mg 30-60 menit 8-16 jam Mulut kering,
mengantuk
Propanolol (beta
bloker)
10-40 mg 15-30 menit 3-6 jam Bronkokonstriksi,
blok jantung
Sumber: Aru, Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jilid I.Edisi IV.2006
Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan dan
diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi makanan
dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara asupan lemak tak jenuh dapat
menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi dan olahraga
yang teratur (Wong, 2010)
Pengawasan oleh dokter mata dilakukan untuk mengevaluasi progresifitas
retinopati hipertensi dan komplikasinya. Komplikasi yang dapat terjadi seperti oklusi
arteri retina sentralis dan oklusi cabang vena retina merupakan perburukan dari
retinopati hipertensi yang tidak terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi eksudat di
makula, dan sudah terjadi komplikasi maka fotokoagulasi laser dapat
dipertimbangkan (American Academy of Ophtalmology, 2009)
Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan
komplikasi tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina
bagian dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di
bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid ke
bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan mengurangi
hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina mengakibatkan
mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan tekanan arteriol,
sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula. Menurut hukum
Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari kompartemen intravaskular ke
dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan, bila berasumsi tekanan onkotik
konstan. Penurunan tekanan hidrostatik pada saat yang bersamaan menyebabkan
venula konstriksi dan memendek menurut hukum Laplace (Arsaell & Einar S, 2010)
2.8 Komplikasi
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya
arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copperwire. Namun dalam
kondisi yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti branch retinal vein
occlusion (BRVO) atau Central retinal arteryocclusion (CRAO). (Retina and
Vitreous, American Academy ofOphthalmology, 2009-2010), (Ilyas SH, 2011).
Walaupun BRVO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam
hitungan jam atau hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina
akibat infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan
mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema.
Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi
yang terjadi merupakan akibat dari emboli. Ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan
penglihatan yang berat dan terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih
opak, terutama pada kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion
paling tebal. Refleks oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah
foveola menjadi lebih kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-
red spot.CRAO sering disebabkan oleh thrombosis akibat arteriosklerosis pada
lamina cribrosa. Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskemik okuler juga dapat
menjadi komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah
yang diberikan untuk gejala okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan
kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi
yang paling sering. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun
waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan
penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung. (Retina and Vitreous,
American Academy of Ophthalmology, 2009-2010), (Ilyas SH, 2005), (Pavan PR,
2008).
2.9 Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan
yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi
kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal (Pavan PR, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophtalmology.Update on General Medicine.USA :
AAO ; 2009
Aru, Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.Jilid I.Edisi IV.2006
Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editors. Hypertension. 2010 Available from:
URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm
Ilyas S, 2008, Ilmu Penyakit Mata, Retinopati Hipertensi. Edisi 3. Jakarta, Balai
Penerbit FK UI ; 9-10, 221-3
Ilyas S, Mailangkay H.H.B, Hilma T, Raman R.S, Monang S, dan Purbo S.W.
2007 Ilmu Penyakit Mata 2nd Ed. Jakarta: Sagung Seto
Ilyas Sidarta, SpM. Ilmu Penyakit Mata. Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta ; 2007
Ilyas Sidarta, SpM. Ilmu Penyakit Mata. Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta ; 2011
Pavan PR, 2008, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy : Retina and
Vitreous. 6th ed. Massacchusetts. Lippincotts Williams and Wilkins ; 213-22
Sehu WK, Lee WR, editors. In: Ophtalmic pathology an illustrated guide for
clinicians: retina: vascular diseases, degenerations and dystrophies. 1st ed. Carlton
Australia, Blackwell Publishing Limited; 2005. p. 204, 213-4
Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P. Oftalmologi Umum 14th ed.Penerbit
Widya Merdeka. Jakarta ; 2009
Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The
New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 2010 Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf