2. artikel yesi dan titin

15
PENGGUNAAN KONSELING RASIONAL EMOTIF UNTUK MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA Yesi Yuniarti 1 dan Titin Indah Pratiwi 2 Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan penggunaan konseling rasional emotif untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian pre-test post-test one group design. Subyek penelitian ini adalah 7 siswa kelas VII C yang memiliki skor percaya diri yang rendah dan dipilih melalui purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan angket percaya diri yang telah dihitung validitas dan reliabilitasnya. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji Wilcoxon dengan taraf signifikan 5 %, menunjukkan bahwa adanya peningkatan pada siswa kurang percaya diri setelah diberikan konseling rasional emotif. Kata kunci : Konseling Rasional Emotif, Percaya diri siswa. Pendahuluan Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK di SMP Negeri 24 Surabaya, telah didapatkan bahwa banyak siswa yang mengalami rasa kurang percaya diri. Siswa yang kurang percaya diri sangat sulit untuk dapat mengembangkan diri terutama dalam hal bersosialisasi. Hal ini dilihat saat siswa berada pada suatu kondisi dan situasi tertentu, sebagai contohnya adalah apabila seorang siswa dihadapkan pada komunitas baru (masuk pada lingkungan yang baru). Gejala kurang percaya diri tersebut muncul ketika siswa berbicara atau memulai pembicaraan dengan orang yang baru ia kenal, mudah cemas dan sering salah ucap ketika berbicara. Masalah tersebut harus segera ditangani agar tidak menghambat tumbuh kembangnya siswa dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Akan tetapi tidak semua siswa mengalami rasa kurang percaya diri, banyak juga siswa yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Dilihat dari sudut pandang pendidikan, rasa percaya diri sangat menunjang siswa untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki sehingga terhindar dari rasa ragu-ragu yang sering mengganggu (Mardiadja, 1986) 1 Alumni Jurusan PPB FIP UNESA 2 Staf Pengajar prodi BK FIP UNESA

Upload: banisyabani

Post on 28-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. Artikel Yesi Dan Titin

PENGGUNAAN KONSELING RASIONAL EMOTIF UNTUK

MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA

Yesi Yuniarti 1 dan Titin Indah Pratiwi

2

Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan penggunaan konseling

rasional emotif untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa. Penelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian pre-test post-test one group

design. Subyek penelitian ini adalah 7 siswa kelas VII C yang memiliki skor percaya diri yang

rendah dan dipilih melalui purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan angket

percaya diri yang telah dihitung validitas dan reliabilitasnya. Teknik analisis data yang

digunakan adalah uji Wilcoxon dengan taraf signifikan 5 %, menunjukkan bahwa adanya

peningkatan pada siswa kurang percaya diri setelah diberikan konseling rasional emotif.

Kata kunci : Konseling Rasional Emotif, Percaya diri siswa.

Pendahuluan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK di SMP Negeri 24 Surabaya, telah

didapatkan bahwa banyak siswa yang mengalami rasa kurang percaya diri. Siswa yang kurang

percaya diri sangat sulit untuk dapat mengembangkan diri terutama dalam hal bersosialisasi.

Hal ini dilihat saat siswa berada pada suatu kondisi dan situasi tertentu, sebagai

contohnya adalah apabila seorang siswa dihadapkan pada komunitas baru (masuk pada

lingkungan yang baru). Gejala kurang percaya diri tersebut muncul ketika siswa berbicara atau

memulai pembicaraan dengan orang yang baru ia kenal, mudah cemas dan sering salah ucap

ketika berbicara. Masalah tersebut harus segera ditangani agar tidak menghambat tumbuh

kembangnya siswa dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Akan tetapi tidak semua

siswa mengalami rasa kurang percaya diri, banyak juga siswa yang mempunyai rasa percaya diri

yang tinggi.

Dilihat dari sudut pandang pendidikan, rasa percaya diri sangat menunjang siswa untuk

memaksimalkan kemampuan yang dimiliki sehingga terhindar dari rasa ragu-ragu yang sering

mengganggu (Mardiadja, 1986)

1 Alumni Jurusan PPB FIP UNESA

2 Staf Pengajar prodi BK FIP UNESA

Page 2: 2. Artikel Yesi Dan Titin

Dilihat dari sudut pandang perkembangan, pada usia pra remaja sangat rentan dengan

rasa percaya diri yang dia miliki. Siswa yang memiliki rasa kurang percaya diri akan

menghambat tumbuh kembang anak tersebut dalam beraktifitas dilingkungan sekitar yang dia

tempati, baik disekolah, keluarga maupun masyarakat (Hakim, 2002).

Dilihat dari sudut Bimbingan dan Konseling, siswa yang kurang percaya diri akan merasa

sangat kesulitan dalam berkomunikasi dengan lawan bicara, yang sering terjadi siswa sering

banyak salah ucap dalam berbicara. Siswa yang mengalami kurang percaya diri akan menjadi

tanggung jawab BK dalam penyelesaian masalah yang dialami siswa tersebut (Sukardi, 1985).

Berdasarkan berbagai sudut pandang diatas, dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri

sangat berpengaruh dalam perkembangan siswa untuk mengaktulisasikan diri dengan lingkungan

sekitar.

Percaya diri adalah sesuatu yang membuat manusia menjadi memahami akan kondisi

dirinya karena adanya kekuatan didalam jiwa kita (Fisher, 1992). Rasa percaya diri sangat

penting dalam hal mengembangkan sikap sosialisasi didalam lingkungan yang baru. Seseorang

yang percaya diri akan merasa nyaman pada lingkungan yang bagaimanapun dan kondisi yang

seperti apapun karena ia dapat dengan mudah beradaptasi. Akan tetapi tidak semua siswa

mempunyai rasa percaya diri yang tinggi bahkan cenderung kurang percaya diri.

Rasa kurang percaya diri adalah suatu keyakinan yang negatif terhadap suatu

kekurangannya yang ada diberbagai aspek kepribadiannya, sehingga ia tidak mampu untuk

mencapai bernbagai tujuan didalam kehidupannya (Hakim, 2002)

Gejala rasa tidak peraya diri ini umumnya dianggap ringan karena tidak begitu terlihat

awalnya, akan tetapi apabila tidak tertangani dengan cepat maka gejala-gejala tersebut akan

semakin parah, dan akirnya berdampak pada diri siswa tersebut, bahkan lingkungan sekitar juga.

Lingkungan tersebut bisa didalam lingkungan manyarakat, keluarga dan sekolah.

Sikap seseorang yang menunjukkan rasa kurang percaya diri antara lain, selalu

dihinggapi dengan rasa keragu-raguan, mudah cemas, tidak yakin, cenderung menghindar, tidak

punya inisiatif, mudah patah semangat, tidak berani tampil didepan banyak orang dan gejala

kejiwaan lainnya yang nantinya akan mengahambat seseorang tersebut untuk berbuat sesuatu

(Hakim, 2002).

Adapun pelaksanaan layanan yang biasa digunakan didalam istansi Sekolah untuk

mengatasi rasa kurang percaya diri tersebut adalah konseling kelompok, dikarenakan disamping

bersifat efisien juga secara tidak langsung siswa tersebut akan belajar untuk bersosialisasi dalam

lingkup yang mungkin bisa dikatakan kecil. Konseling itu sendiri adalah proses pemberian

bantuan kepada klien (siswa) dalam hal pemecahan masalah.

Page 3: 2. Artikel Yesi Dan Titin

Dengan melihat ciri-ciri dan dampak kurangnya rasa percaya diri yang bersifat umum

diatas, maka perlu adanya pencegahan ataupun usaha untuk mengatasi rasa kurang percaya diri

tersebut, oleh karena itu dalam hal ini Konseling Rasional emotif dirasa tepat untuk mengatasi

siswa yang memiliki rasa kurang percaya diri.

Konseling Rasioal Emotif adalah suatu pendekatan untuk membantu memecahkan

masalah-masalah yang dikarenakan oleh pola pikir yang bermasalah (Ellis, 1986).

Pendekatan tersebut diatas dapat dilakukan untuk membantu siswa yang mengalami rasa

kurang percaya diri, karena rasa kurang percaya diri bermula pada pola pikir yang salah, keragu-

raguan yang muncul karena sesuatu hal yang ada pada pikiran siswa tersebut. Pola pikir yang

salah disini adalah pola pikir negatif yang muncul pada diri individu, yang yang memunculkan

persepsi yang akan merubah sikap atau tingkah laku seseorang, sebagai contoh seseorang selalu

merasa tidak yakin akan kemampuannya sendiri padahal belum pernah mencoba untuk

menyalurkan kemampuannya tersesebut, sehingga hal tersebut yang nantinya akan membentuk

seseorang tersebut menjadi orang yang kurang percaya diri karena selalu ragu akan

kemampuannya.

Tujuan utama Konseling Rasional emotif ini adalah memperbaiki dan merubah sikap,

persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irrasional dan tidak

logis menjadi logis agar klien dapat mengembangkan diri dan meningkatkan rasa percaya diri.

Dan juga menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa

takut, rasa bersalah, cemas, dan was-was.

Berdasarkan paparan diatas muncullah rumusan masalah sebagai berikut, apakah

konsleing rasional emotif dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa?

A. Percaya Diri

1. Pengertian rasa percaya diri

Percaya diri adalah sesuatu yang membuat manusia menjadi memahami akan kondisi

dirinya karena adanya kekuatan didalam jiwa kita (Fisher, 1992). Rasa percaya diri sangat

berpengaruh pada suatu keberhasilan seseorang untuk menciptakan suasana yang lebih nyaman

baik untuk diri sendiri maupun orang lain, dan dengan rasa percaya diri tersebut seseorang dapat

dengan mudah melewati segala sesuatu yang terjadi dihadapannya.

Menurut Hakim (2002) “Rasa percaya diri adalah sebagai suatu keyakinan seseorang

terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya mampu

untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam kehidupannya”. Seseorang yang mempunyai

keyakinan akan dirinya akan membawanya kearah sesuatu yang dapat membuatnya berasil

dalam melakukan suatu tindakan.

Page 4: 2. Artikel Yesi Dan Titin

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang percaya diri

akan menunjukkan sikap sanggup untuk berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain dan

dapat dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

2. Ciri-ciri rasa percaya diri.

Menurut Hakim (2002) seseorang yang memiliki rasa percaya diri memiliki ciri-ciri

diantaranya adalah mempunyai sikap yang tenang dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah,

mempunyai potensi yang memadai, mampu menetralisir ketegangan yang muncul diberbagai

situasi, mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi, memiliki kondisi mental dan fisik yang

menunjang penampilannya, memiliki kecerdasan yang menunjang, memiliki keterampilan yang

menunjang dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, selalu bereaksi positif dalam

menghadapi masalah, memiliki pendidikan formal yang cukup, dan memiliki latar belakang

keluarga yang baik.

Menurut Eysenk (dalam Gulo, 1980) orang-orang yang mempunyai harga diri yang tinggi

cenderung mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang mempunyai

keyakinan tinggi dan kemampua dalam segala hal yang memadai maka seseorangn cenderung

memiliki rasa percaya diri timggi.

Tidak semua orang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, ada beberapa mungkin bahkan

banyak dijumpai juga orang tidak mempunyai rasa percaya diri. Orang yang tidak mempunyai

percaya diri atau kurang percaya diri akan merasa sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan

sekitar.

Sikap seseorang yang menunjukkan rasa kurang percaya diri antara lain, selalu

dihinggapi dengan rasa keragu-raguan, mudah cemas, tidak yakin, cenderung menghindar, tidak

punya inisiatif, mudah patah semangat, tidak berani tampil didepan banyak orang dan gejala

kejiwaan lainnya yang nantinya akan mengahambat seseorang tersebut untuk berbuat sesuatu

(Hakim, 2002).

3. Proses pembentukan rasa kurang percaya diri.

Rasa kurang percaya diri bisa terjadi melalui proses panjang yang dimulai dari

pendidikan dalam keluarga. Menurut Hakim (2004:10) awal dari proses tersebut terjadi sebagai

beriku:

a) Terbentuknya berbagai kelemahan dalam berbagai aspek kepribadian seseorang yang

dimulai dari kehidupan keluarga dan meliputi berbagai aspek, seperti aspek mental,

fisik, soisial dan ekonomi.

Page 5: 2. Artikel Yesi Dan Titin

b) Pemahaman negatif seseorang terthadap dirinya sendiri yang cenderung selalu

memikirkan kekurangan tanpa pernah meyakini bahwa ia juga memiliki kelebihan

yang mungkin tidak dimiliki oleh orangt lain.

c) Kehidupan sosial yang dijalani dengan sikap yang negatif, seperti merasa rendah diri,

suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi diri dari kelompok, dan reaksi

negatif lainnya, yang justru semakin memperkuat rasa kurang percaya diri pada

sesorang.

B. Konseling Rasional Emotif

1. Pengertian Konseling Rasional Emotif.

Konseling Rasioal Emotif adalah suatu pendekatan dalam membantu memecahkan

masalah - masalah yang dikarenakan oleh pola pikir yang bermasalah (Ellis, 1943).

Menurut Corey (2005) Konseling Rasional emotif adalah sebuah pendekatan yang

berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir yang

rasional dan jujur maupun untuk berpikir yang irasional atau jahat.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Konseling Rasional

Emotif adalah sebuah proses pendekatan dengan proses bantuan dalam upaya mengubah pikirean

yang irrasional menjadi rasional.

2. Tujuan Konseling Rasional Emotif.

Setiap kegiatan mempunyai sebuah tujuan, karena dengan tujuan seatu kegiatan akan

terarah. Seperti halnya dengan tujuan Konseling Rasional Emotif adalah meminimalkan

pandangan yang mengalahkan diri dari diri klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat

hidup yang lebih realistis (Koeswara. 2005).

Menurut Fauzan (1994) tujuan Konseling Rasional Emotif adalah memperbaiki sikap,

persepsi, cara berpikir, keyakinan, serta pandangan klien yang irasional menjadi rasional agar

klien dapat mengembangkan diri, mempertinggi aktualitas yang seoptimal mungkin melalui

perilaku kognitif dan efektif yang positif.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan tujuan Konseling Rasional Emotif

adalah membantu klien memperbaiki dan merubah sikap yang irasional atau tidak baik menjadi

rasional , sehingga seseorang tersebut dapat mengembangikan diri dan dapat mencapai suatu

tujuan yang dirasa menjadi tujuan hidupnya.

3. Tahap-tahap Konseling Rasional Emotif.

Menurut Ellis (dalam Rosjidan, 1988) tahap-tahap Konseling Rasional Emotif adalah

sebagai berikut :

a) Mengajak klien berfikir kepada beberapa ide-ide tidak rasional yang mendorong

banyak tingkah laku terganggu

b) Menggunakan analisis logika untuk meminimalkan kepercayaan tidak rasional klien.

Page 6: 2. Artikel Yesi Dan Titin

c) Menunjukkan kepada klien hakekat berpikir mereka yangn tidak logis

d) Menunjukkan bagaimana kepercayaan-kepercayaan ini bekerja dan bagaimana

mereka akan menyebabkan gangguan-gangguan behavioral dan emosi.

e) Menggunakan kemustahilan dan humor untuk menantang ketidakrasionalan berpikir

klien.

f) Menerangkan bagaimana ide-ide ini dapat digantikan dengan ide-ide yang lebih

rasional yang berdasarkan empirik.

g) Mengajarkan kepada klien bagaimana menggunakan pendekatan ilmiahberfikir

h) Menggunakan metode behavior dan emotif utnuk membantu klien menangani secara

langsung perasaan-perasaan mereka dan melawan gangguan-gangguan mereka.

Selanjutnya dikaitkan dengan tahapan-tahapan diatas dibawah ini akan dibahas lebih

lanjut mengenai teori A-B-C yang merupakan teori kepribadian yang menduduki posisi sentral

dalam teori dan praktek Rasional Emotif.

Diagram berikut ini akan menjelaskan interaksi dari berbagai komponen yang sedang

dibahas :

A B C

D E F

Ket :

A : Peristiwa yang sedang terjadi

B : Keyakinan

C : Konsekwensi emosi dan perilaku

D : Intervensi yang meragukan

E : Efek

F : Perasaan baru

A adalah keberadaannya fakta, suatu peristiwa atau sikap seorang individu. C adalah

konsekuensi emosi dan perilaku ataupun reaksi individu, reaksi itu bisa cocok, bisa juga tidak. A

(peristiwa yang sedang berjalan) tidak menjadi penyebab C (konsekuensi emosi), melainkan B,

yaitu keyakinan si pribadi pada A, banyak menjadi penyebab C, reaksi emosi.

Setelah A, B, C maka muncullah : yang meragukan. D merupakan aplikasi dari metode

ilmiah untuk menolong klien menantang keyakinan irasional mereka. Ellis (dalam Sukardi, 1986)

melukiskan tiga komponen dari proses meragukan yaitu :

Page 7: 2. Artikel Yesi Dan Titin

a) Klien belajar caranya mendeteksi keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan

“seharusnya” dan “ harus”, “ sifat berlibahannya” dan “pelecehannya pada diri

sendiri”

b) Klien memperdebatkan keyakinan yang disfungsional dengan belajar cara

mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga

mempertanyakan pada diri sendiri serta berbuat utnuk mempercayainya.

c) Klien belajar utnuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional dan rasional.

Setelah A, B, C, dan D maka muncullah E, falsafah efektif, yang memiliki segi praktis.

Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan pikiran yang tidak pada

tempatnya yang cocok. Apabila kita berasil dalam melakukan ini, kita juga menciptakan F atau

seperangkat persaan yang baru. Pada tahap ini klien tidak lagi merasakan kurang percaya diri

yang berlebihan atau merasa tertekan dengan kekurangan yang ada pada diri klien. Melainkan

klien merasakan sesuatu sesuai dengan situasi yang ada. Pada tahap ini restruksi filosofis untuk

bisa mengubah kepribadian yang disfungsional mencakup langkah-langkah sebagai berikut :

a) Mengakui sepenuhnya bahwa individu itulah yang bertanggung jawab jawab atas

terciptanya masalah yang dialami.

b) Mau menerima pendapat bahwa kita memiliki kemampuan untuk secara signifikan

mengubah gangguan-gangguan ini.

c) Mengakui bahwa masalah emosional kita banyak berasal dari keyakinan yang

irasional.

d) Dengan jelas mengamati keyakinan

e) Melihat nilai nilai dari sikap meragukan keyakinan yang bodoh dengan meggunkan

metode yang tegas

f) Menerima kenyataan bahwa apabila kita mengharapkan adanya perubahan, kita

sebaiknya kerja keras dengan cara emotif behavioral untuk mengadakan kontra aksi

terhadap keyakinan kita dan perasaan serta perbuatan yang disfingsional yang

mengikutinya.

g) Mempraktekkan metode Konseling Rasional Emotif untuk mencabut konsekuensi

yang mengganggu.

Lebih lanjut Koswara (2005) mengemukakan langkah-langkah yang dilakukan konselor

dalam melakukan Konseling Rasional Emotif sebagai berikut :

a) Langkah pertama

Menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan

keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan

nilai-nilai dan sikapnya. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinan

irasionalnya.

b) Langkah kedua

Membawa klien ketahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang

mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan terus-

Page 8: 2. Artikel Yesi Dan Titin

menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ngulang kalimat –kalimat

yang menyatakan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak.

c) Langkah ketiga

Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikiran dan meninggalkan gagasan-gagasan

irasionalnya.

d) Langkah keempat

Menantang klien untuk mengembangkan filsafat hidup yang rasional sehingga bisa

menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan dengan jelas langkah-langkah

konseling sebagai berikut :

a) Langkah pertama

Konselor berusaha menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya

berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional.

b) Langkah kedua

Konselor menyadarkan klien bahwa keyakinan-keyakinan yang tidak rasional

sebenarnya adalah sunber dari gangguan yang dialaminya. Akan tetapi hal itu dapat

diubah.

c) Langkah ketiga

Konselor berperan mengajak klien menghilangkan cara dan gagasan yang irasional.

d) Langkah keempat

Pada tahap akir ini, konselor berperan membantu klien mengembangkan pandangan-

pandangan yang realistis dan menghindari pikiran yang irasional.

4. Teknik-teknik Konseling Rasional Emotif.

Menurut Ellis (dalam Sukardi, 1985) memberikan suatu gambaran tentang teknik-teknik

dalam pelaksanaan Konseling Rasional Emotif. Berikut ini adalah teknik-tekniknya :

a) Teknik Pengajaran

Konselor mengambil peran lebih aktif dari klien, dengan memberikan

petunjuk atau gambaran bagaimana ketidak logisan berpikir itu secara langsung

meimbulkan gangguan emosional pada diri klien.

b) Teknik Persuatif

Konselor meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena

pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor juga langsung

mengemukakan berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh

klien benar itu belum tentu benar.

Page 9: 2. Artikel Yesi Dan Titin

c) Teknik Konfrontasi

Dalam hal ini, konselor menyerang ketidaklogisan berpikir klien dan

membawa klien dan membawa kearah berpikir logis.

d) Teknik Pemberian Tugas

Dalam hal ini, konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan

tindakan tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini bisa dilakukan untuk menugaskan

kepada klien untuk bergaul kepada anggota masyarakat kalau klien merasa kurang

percaya diri dan dikucilkan dimasyarakat.

Menurut Hidayah (2007) membedakan teknik sebagai berikut:

a) Teknik Kognitif

Teknik digunakan untuk meng-counter sistem keyakinan klien yang irrasional

serta perilaku-perilaku negatif. Beberapa teknik yang dapat digunakan adalah :

pekerjaan rumah, teknik diskusi, teknik simulasi dan teknik asertif.

b) Teknik Emotif

Teknik ini digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan

emosional yang merusak diri, teknik ini terdiri atas Assertive training, teknik

sosiodrama, teknik self modeling, dan teknik imitasi.

c) Teknik Behavioristik

Teknik yang biasanya digunakan adalah teknik : reinforcement dan teknik

sosial modeling.

Dari beberapa pendapat diatas dapat kita ketahui bahwa ada beberapa teknik yang dapat

digunakan dalam Konseling Rasional Emotif, sehingga nantinya dari beberapa teknik tersebut

dapat dipilih dan digunakan oleh konselor sesuai dengan kebutuhan.

Metode

Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan pretest-

posttest one grou design. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII C yang memiliki rasa

kurang percaya diri. Pemilihan subyek penelitian menggunakan purposive sampling. Siswa yang

menjadi subyek penelitian sebanyak 7 siswa menapatkan perlakuan konseling kelompok rasional

emotif. Instrumen pengupul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket percaya diri.

Eksperimen dilakukan peneliti dalam enam kali pertemuan. Setiap pertemuan kurang

lebih 30-45 menit. Pertemuan pertama berisi tentang pembinaan hubungan dengan konselor dan

menjelaskan tentang tujuan dari kegiatan yang akan dilakukan, pertemuan kedua adalah

pengungkapan masalah, pertemuan ketiga adalah analisis masalah, pertemuan keempat

menentukan teknik yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, pertemuan kelima

Page 10: 2. Artikel Yesi Dan Titin

penyelesaian masalah dan pertemuan keenam adalah tindak lanjut. Data dianalisis dengan teknik

analisis statistik deskriptif dan analisis uji jenjang wilcoxon.

Hasil dan pembahasan

Setelah data terkumpul melalui metode yang telah ditentukan tahap berikutnya adalah

menganalisis data. Analisis data harus dilakukan dengan teliti agar dapat dilakukan penarikan

kesimpulan dengan benar.

Analisis data dimaksudkan untuk menganalisis data yang terkumpul dengan

menggunakan teknik analisis tertentu. Melalui teknik analisis ini akan diuji hipotesis yanng akan

diajukan, yanng pada gilirannya dapat diambil kesimpulan terhadap hasil penelitian tersebut.

Data hasil pre-test dan post-test dengan uji wilcoxon

No

Nama

X

Y

Beda

Peringkat

Tanda Peringkat

(+) (-)

1 AB 120 129 +9 2 +2 -

2 WRE 118 130 +12 5 +5 -

3 HY 118 128 +10 3 +3 -

4 UI 119 135 +16 7 +7 -

5 NHKI 120 131 +11 4 +4 -

Page 11: 2. Artikel Yesi Dan Titin

6 BGHJ 116 129 +13 6 +6 -

7 ZZ 119 127 +8 1 +1 -

Jumlah +28 0

Tabel harga X dalam tabel kritis untuk uji wilcoxon adalah 2 untuk N =7 dengan

taraf signifikasi 5 %. Jika T hitung ≤ T tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dari hasil

penelitian diatas,diketahui bahwa T hitung ≤ T tabel (0 ≤ 2) . Jadi Hipotesis yang berbunyi,

Ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan Konseling Rasional emotif untuk

meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas VIIC, dapat diterima.

Data hasil Pre test – Post test pada tabel diatas dapat digambarkan dalam grafik sebagai

berikut:\

:

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat adanya perbedaan. Dimana grafik Pre test lebih rendah

dibandingkan dengan grafik Post test.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian Pre-test dan Post-test,menunjukan adanya suatu

perbedaan skor yang positif antara sebelum dilakukannya perlakuan konseling kelompok

rasional emotif. Hal ini berarti bahwa Konseling rasional emotif memiliki pengaruh terhadap

kurang percaya diri siswa. Dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi adakah “

Ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan Konseling Rasional Emotif untuk

meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas VIIC di SMP Negeri 24 Surabaya “ telah teruji.

Pada perlakuan dengan menggunakan Konseling kelompok Rasional emotif untuk

meningkatkan percaya diri siswa, disini siswa diajarkan untuk bisa mengenal dan

meninggalkan pikiran-pikiran negatif yang merusak diri, tetapi juga menghentikan pikiran

tersebut dengan pikiran yang positif. Konseling Rasioal Emotif adalah suatu pendekatan

105

110

115

120

125

130

135

140

AB WRE HY UI NHKI BGHJ ZZ

pre test

post test

Page 12: 2. Artikel Yesi Dan Titin

(proses) dalam membantu memecahkan masalah - masalah yang dikarenakan / disebabkan

oleh pola pikir yang bermasalah.(Ellis, 1943).

Menurut Coorey (1998) Konseling Rasional emotif adalah sebuah pendekatan yang

berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir yang

rasional dan jujur maupun untuk berpikir yang irasional atau jahat.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Konseling Rasional

Emotif adalah sebuah proses pendekatan dengan proses bantuan dalam upaya mengubah

pikirean yang irrasional menjadi rasional.

Secara keseluruhan siswa mampu mengikuti tahapan-tahapan konselin ini. Siswa

diajarkan untuk memahami bahwa masalah-masalah mengenal dan menghentikan pikiran

tersebut dengan pikiran yang positif. Setelah siswa memahami hal tersebut konselor

menyadarkan bahwa keyakinan-keyakinan yang negatif itu adalah sumber dari permasalahan

yang dihadapi dan menggantinya dengan keyakinan-keyakinan yang positif dan memotivasi

agar dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Simpulan dan saran

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil analisis yang dikemukakan pada bab

sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima dan dapat disimpulkan bahwa

penggunaan konseling rasional emotif untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa dan

terdapat perbedaan yang signifikan pada skor percaya diri antara sebelum dan sesudah

diberikan konseling rasional emotif.

Berdasarkan grafik hasil perbandingan pengukuran awal dan pengukuran akhir dapat

dilihat adanya peningkatan. Dimana hasil pengukuran awal lebih rendah dari hasil

pengukuran akhir. Hal tersebut berarti ada peningkatan skor percaya diri setelah subyek

diberikan konseling rasional emotif.

Berdasarkan simpulan diatas, maka hasil penelitian ini memberikan beberapa

rekomendasi sebagai berikut :

1. Bagi konselor sekolah

Konseling rasional emotif merupakan salah satu alternatif bantuan yang dapat digunakan

bagi konselor sekolah untuk membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa.

2. Bagi siswa

Setelah pelaksanaan Konseling rasional emotif , siswa yang memiliki rasa percaya diri

rendah agar terus berlatih dengan mengubah pikiran negatif menjadi positif yang sudah

diterapkan tersebut sehingga mencapai hasil yang maksimal.

3. Bagi peneliti lain

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian yang lebih

sempurna. Contohnya pada setiap tahap perlakuan yang dilakukan hendaknya dilakukan

pengukuran dengan metode yang berbeda terhadap subyek penelitian (tidak hanya

dilakukan pada saat kegiatan pre-test dan post-test saja). Sehingga diharapkan dengan

pengukuran tersebut dapat diketahui perubahan secara menyeluruh.

Page 13: 2. Artikel Yesi Dan Titin
Page 14: 2. Artikel Yesi Dan Titin

Daftar Rujukan

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Asdi

mahasatya.

Azwar, Saifuddin. 2003. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Coorey Gerald. Theory and pratice of counseling & psicotherapy terjemahan oleh E.koeswara.

2005. Bandung : PT Repika Aditama.

Drajats, Jan. 1999. Membangun harga diri dan rasa percaya diri anak. Jakarta : Pustaka Tangga.

Eysenk, H.J. 1980. Mengenal Diri Pribadi. Terjemahan Gulo DH. Jakarta : ANS.

Ellis, Albert. 1986. Pengantar Teori Konseling. Terjemahan Sukardi, Dewa Ketut. Jakarta :

Ghalia Indonesia.

Fauzan, Lutfi.1994. Modul pendekatan-pendekatan Konseling Kelompok. IKIP Malang.

Hadi, Sutrisno.1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset

Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset

Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi rasa tidak percaya diri. Jakarta : Puspa Swara.

Hidayah. 2007. Konseling Rasional Emotif, (online), (http : // www. Hidayah.Siti.com / Blog/

Post/ 2007/ 01/ Teknik Konseling. Di akses 22 Januari 2009).

Mardiadja. 1986. Paradikma Pendidikan. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum

Fisher, James. 1992. Menjual Percaya Diri ditahun 90an. Jakarta : Rajawali Press.

Rosjidan. 1998. Pengantar Teori Konseling. Jakarta : DEPDIKBUD.

Siegel, Sidney. 1990. Non Parametric For The Behavioral sciences : statistik non para metrik

untuk ilmu-ilmu sosial. Terjemahan Zanzawi Suyuti dan Ladung Simatupang. 1990. Jakarta

: Gramedia Pestaka Utama.

Sukardi, DK. 1985. Pengantar Konseling. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Winkel, W.S & Sri Hastuti. 2004. Bimbingan Dan Konseling Di Instuti Pendidikan. Jakarta :

Media Abadi.

Sudjana, dkk. 2001. Penelitian dan penilaian pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Page 15: 2. Artikel Yesi Dan Titin

Sugiono, 2007. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R& D.

Bandung : Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada.