laporan pendahuluan pediatrik yesi
DESCRIPTION
laporan pendahuluan pediatrikTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
RUANG 7B PEDIATRIK RSUD DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
KEJANG DEMAM
Oleh :
Yesi Andriani
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
KEJANG DEMAM
1. Anatomi dan Fisiologi Otak
Anatomi Otak
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang terletak di
dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat.
Bagian-bagian otak :
1) Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak di
bawah sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler
hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada
anterior dan inferior thalamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem
syaraf autonom juga bekerja dengan hipofisis untuk mempertahankan
keeimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui
peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi
hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku
agresif dan seksual dan pusat respon emosional.
2) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas
primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua
impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
3) Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang
berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini bertugas
mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus dan kortek serebri.
4) Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah
hormon-hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis
merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang
dewasa.
5) Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik tersebut
akan menghambat nafsu makan.
6) Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme aferen
yang terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan
keempat hipotesis itu tidak ada hubunganya satu dengan yang lain.
Fisiologi
Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.
a. Pirogen Endogen
Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan
prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin kedalam
hipotalamus menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja
langsung pada hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin.
Pengaturan Suhu Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi
makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam metabolisme
basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan
penguapan air disaluran nafas dan kulit. Keseimbangan pembentukan
pengeluaran panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi
kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena sistem enzim dalam tubuh
memiliki rentang suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi
tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan (Price Sylvia A :
1995)
2. Definisi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak
terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan
tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau
gangguan fenomena sensori (Doengoes, 2000).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memory yang
bersifat sementara (Hudak and gallo,1996)
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-
klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 1995).
3. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak,
trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit
dan gejala putus alcohol dan gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan, sabagian kejang merupakan idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya )
1. Intrakranial
Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik
Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra
ventricular infeksi : Bakteri virus dan parasit
Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri
2. Ekstra cranial
Gangguan metabolic : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia,
gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat
Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolism asam amino,
ketergantungan dan
kekurangan asam amino
3. Idiopatik
Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5 (Lumbangtobing, 2004)
4. Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik,
kejang tonik dan kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai
yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi
harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang
meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan
cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan
tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan
susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang
mioklonik pada bayi tidak spesifik.(Lumbang Tebing,1997)
Infeksi bakteri virus dan parasit
Reaksi inflamasi
demam
hipertermi
Resiko kejang berulang
Rangsang mekanik gangguan keseimbangan
Perubahan konsentrasi di ruang
ekstrasel
Ketidakseimbangan potensial membrane ATP ASE
Difusi Na dan K
kejang
< 15 menit
Tidak menimbulkan gejala sisa
>15 menit
Perubahan suplay darah ke otak
Resiko kerusakan sel neuron otak
Perfusi jaringan serebral tidak efekttif
Pengobatan perawatan kondisi,
prognosis lanjut dan diet
Deficit pengetahuan
Cemas
Resiko cedera
Kelainan neurologis perinatal/prenatal
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinis
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda
atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan
jatuh dari udara, parestesia.
3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b. parsial kompleks
1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial
simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan
bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan
dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari
15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara
mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan
kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1
menit
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
(IDAI, 2006)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan
1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak
di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam).
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12
jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya.
Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi B). Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat
tidak dianjurkan (level III, rekomendasi E).
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C (level I,
rekomendasi A).
Pemberian obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• kejang demam > 4 kali per tahun
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.
Edukasi pada orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih
(IDAI, 2006)
9. Komplikasi10.Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian Fokus
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam beraktivitas atau
bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau orang terdekat atau pemberi
asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter atau
kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Ikfal,hiperfensi,peningkatan nadi,sianosis
Postiktal : tanda-tanda fital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.
3. Eliminasi
Gejala : inkontinensia episodic
Tanda : a. Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus spingfer
b. postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia ( baik urin
atau Fekal ).
4. Makanan dan Cairan
Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah yang berhubungan
efektifitas kejang.
Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang)
5. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal
Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot, tingkah
laku distraksi atau gelisah
. 6. Pernafasan
Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau cepat
peningkatan sekresi mucus.
7. keamanan
Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur
Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan kekuatan atau
tonus otot secara menyeluruh.
Tumbuh Kembang Anak
Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus,
perkembangan motorik kasar, perkembangan bahasa, dan perkembangan
perilaku/adaptasi sosial.
a. Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan motorik halus pada tiap tahap perkembangan anak adalah
sebagai berikut.
1) Usia 1-4 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-hal
seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi, mencoba
memegang dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi
terlepas, memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua
tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.
b. Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah
sebagai berikut :
1) Usia 1-4 bulan
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan
mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan
ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan
ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat
kepala sambil berbaring telentang, berguling dari telentang ke miring, posisi
lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha merangkak.
c. Perkembangan Bahasa
Berikut ini akan disebutkan perkembangan bahasa pada tiap tahap usia anak.
1) Usia 1-4 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya kemampuan
bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup, berseloteh,
mengucapkan kata “ooh/aah”, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan,
serta bereaksi dengan mengoceh.
d. Perkembangan Perilaku /Adaptasi Sosial
Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia adalah
sebagai berikut :
1) Usia 1-4 bulan
Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan
kemampuan mengamati tangannya; tersenyum spontan dan membalas
senyum bila diajak tersenyum ; mengenal ibunya dengan penglihatan,
penciuman, pendengaran, dan kontak; tersenyum pada wajah manusia ;
waktu tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga ; membentuk
siklus tidur bangun; menangis bila terjadi sesuatu yang aneh ; membedakan
wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal ; senang menatap wajah-wajah
yang dikenalnya ; serta terdiam bila ada orang yang tak dikenal (asing).
(Wong,2000).
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
2. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan ( dehidrasi)
3. Risiko terjadi kerusakn sel otak berhubungan dengn kejang
4. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang
5. Risiko kurang nutrisi berhubungan dengan anoreksia
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi
Intervensi dan Rasional
1. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan hipertermi
tidak terjadi
Kriteria Hasil: suhu tubuh normal ( 360 c – 370 c), klien bebas dari
demam(Efendi,1995)
Interverensi Rasional
Intervensi Rasional
a. Beri kompres hangat
b. Beri dan anjurkan klien banyak
Minum
a. Dapat membantu mengurangi
demam
b. Semakin banyak minum akan
dapat membantu menurunkan
c. anjurkan klien istirahat dengan
tirah
d. Anjurkan klien untuk memakai
pakaian tipis dan menyerap
keringat
e. Ciptakan suasana yang
nyaman(atur
ventilasi)
f. Awasi suhu tubuh
g. .Kolaborasi pemberian obat anti
mikroba, antipiretik dan pemberian
cairan perenteral
demam
c. Istirahat yang baik akan dapat
sedikit membantu penyembuhan
d. Pakaian yang tipis akan
memudahkan sirkulasi dalam dan
luar tubuh
e. Suhu ruangan harus diubahuntuk
mempertahankan suhu mendekati
normal
f. Suhu tubuh 38,9oc -41,1oc
menunjukkan proses penyakit
infeksius akut, pada demam dapat
membantu dalam diagnosis
g. Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat berguna
dalam membatasi pertumbuhan
organisme dan meningkatkan
autodestruksi dari sel –sel yang
terinfeksi.
2. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan ( dehidrasi )
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit voleme cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital dalam batas
normal
Intervensi Rasional
a. kaji perubahan tanda-tanda Vital
b. kaji turgor kelembapan membrane
a. peningkatan suhu atau
memanjangnya demam
meningkatnya laju metabolic dan
kehilangan cairan melalui
evaporasi
b. Indikator langsung keadekuatan
mukosa( bibir dan lidah )
c. catat laporan mual atau muntah
d. pantau masukan dan haluaran
e. tekankan cairan sedikitnya 2500
ml/hari atau sesuai kondisi
individual
voleme cairan, meskipun
membran mukosa mulut mungkin
kering karena napas mulut dan
oksigen tambahan
c. adanya gejala ini menurunkan
masukan oral
d. memberikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan pengganti
e. pemenuhan kebutuhan dasar
cairan, menurunkan risiko
dehidrasi
3.Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan sel otak,
tidak terjadi komplikasi
Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar, suplai oksigen
lancar, tidak ada tanda-tanda apnue
Intervensi Rasional
a. Bila terjadi kejang, tidurkan
pasien ditempat yang rata,
miringkan kepala
b. Pasang sudip lidah
c. Longgarkan pakaian yang
mengikat
d. Isap lendir sesuai indikasi
e. Berikan oksigen
f. Kolaborasi dengan dokter untuk
a. Diharapkan sistem pernpasan tidak
terjadi gangguan ataupun sumbatan
b. Agar lidah tidak tergigit atau lidah
menutup jalan napas
c. Proses inspirasi dan ekspirasi dapat
maksimal dan dapat memberikan
rasa nyaman pada pasien
d. Melonggarkan pernapasan dan
mencegah terjadinya aspirasi
e. Diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan oksigen diseluruh
Jaringan
f. Diharapkan dapat mempercepat
proses penyembuhan dan juga
pemberian obat anti kejang dengan memantau efek samping
secara dini jika timbul efek samping
Daftar Pustaka
A.P,Sylvia & Lorraine. 2006. Patofisiologi I Edisi 6 Jakarta: EGC
Brunner& suddath. 2001. Buku Ajar M edikal Bedah vol.3. Penerbit Buku
kedokteran. Jakarta: EGC
Donna, L.Wong.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Alih Bahasa
Monika Ester.Jakarta:ECG
Lumbantobing, SM. 2004. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Marilyn E. Doenges. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah
Kariasa I Made. Jakarta: EGC
Ngastiah.2005.perawatan anak sakit edisi 2.jakarta:EGC
Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.