atresia bilier titin

26
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak adalah atresia bilier. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu 1 I.2. Epidemiologi Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi Jumlah penderita atresia bilier yang 1

Upload: christina-dewi-kartika

Post on 29-Jun-2015

365 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Atresia Bilier titin

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penyebab kolestasis ekstrahepatik neonatal yang terbanyak adalah atresia bilier. Atresia

bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif

pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia

bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier

ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan darah

terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah

yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka

keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka

angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan

sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu 1

I.2. Epidemiologi

Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak

perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi Jumlah penderita atresia bilier

yang ditangani Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003, mencapai

37-38 bayi atau 23% dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan Di

Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270

penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati di

dapatkan atresia bilier 9 (9,4%).2

1

Page 2: Atresia Bilier titin

Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat

pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika

(1,5%) 1

Kasus Atresia Bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di Belanda, 5,1/100.000

kelahiran hidup di Perancis, 6/100.000 kelahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000 kelahiran hidup

di Texas, 7/100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4/100.000 kelahiran hidup di USA, dan

10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang. 3

2

Page 3: Atresia Bilier titin

BAB II. ATRESIA BILIER

II.1 Definisi

Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus

bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah

tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik

yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi

penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk 1, 4, 5

Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :

1. Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia) 65 – 90 %

Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8 minggu. Inflmasi atau

peradangan yang progresiv pada saluran empedu extrahepatik timbul setelah lahir.

Bentuk ini tidak muncul bersama kelainan congenital lainnya.

2. Fetal Embrionic form 10 – 35 %

Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul amat cepat, dalam 2 minggu

kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran empedu tidak terbentuk pada saat lahir

dan biasanya disertai dengan kelainan congenital lainnya seperti situs inversus,

polysplenia, malrotasi, dan lain-lain. 7, 8

3

Page 4: Atresia Bilier titin

Gambar 1. Atresia Bilier

Gambar 2. Sistem Hepatobiler

Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.

IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis , (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan

kandung empedu semuanya normal).

IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung

empedu normal.

III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.

Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan

tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus

atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II 1

4

Page 5: Atresia Bilier titin

Gambar 3. Klasifikasi Atresia Bilier

a. duodenum, b. common bile duct, c. common hepatic duct, d. cystic duct, e. gall

bladder, f. liver, g. liver.

II.2. Etiologi

Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan

bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi

17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian

besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak

duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi 1

5

Page 6: Atresia Bilier titin

Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa atresia bilier bukanlah penyakit yang

diturunkan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1

anak yang menderita penyakit tersebut 6

II.3. Patofisiologi

Meskipun histopatologi atresia bilier telah dipelajari secara ekstensif dalam bedah

spesimen dari sistem bilier extrahepatic yang didapat dari bayi yang mengalami

portoenterostomy, patogenesis kelainan ini masih kurang dipahami. Masalah Atresia Bilier yang

muncul pada bentuk fetal berhubungan dengan anomali kongenital lain. Namun, pada bentuk

yang lebih umum, yakni tipe neonatal ditandai oleh lesi inflamasi yang progresif, yang

diakibatkan infeksi atau racun yang menyebabkan rusaknya saluran empedu. Agen infeksi yang

telah diteliti oleh beberapa studi telah mengidentifikasi peningkatan titer untuk reovirus

antibodi tipe 3 pada pasien dengan atresia bilier bila dibandingkan dengan kontrol. Virus

lainnya yang teridentifikasi, termasuk rotavirus dan sitomegalovirus (CMV),. 1, 7

Gambar 4. Histopatologi Atresia Bilier

6

Page 7: Atresia Bilier titin

II.4. Gejala Klinik

Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal adalah

iktcrus, tinja akolik, dan urin yang berwarna gelap. Namun, tidak ada satu pun gejala atau tanda

klinis yang patognomonik untuk atresia bilier. Keadaan umum bayi pada waktu lahir biasanya

baik. Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3. Kolestasis

ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik. Sehubungan dengan itu sebagai

upaya penjaring kasar tahap pertama, dianjurkan melakukan pengumpulan tinja 3 porsi. Bila

selama beberapa hari ketiga porsi tinja tctap akolik, maka kemungkinan besar diagnosisnya

adalah kolestasis ekstrahepatik. Sedangkan pada kolestasis intrahepatik, warna tinja dempul

berfluktuasi pada pcmcriksaan tinja 3 porsi

Ikterus

Ikterus timbul dikarenakan hepar yang immatur pada bayi baru lahir. Normalnya ikterus

akan menghilang pada 7-10 hari setelah lahir. Tetapi bayi dengan atresia biler, ikterusnya

akan semakin nyata dalam 2-3 minggu

Urin yang berwarna gelap

Hal ini disebabkan karena bilirubin yang meningkat dalam darah, kemudian bilirubin

terfiltrasi melalui ginjal, dan dibuang melalui urin.

Feses Acholic

Feses acholic timbul dikarenakan tidak adanya bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk

mewarnai feses.

Penurunan berat badan 1, 4, 9

7

Page 8: Atresia Bilier titin

II.5. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, tidak ada temuan yang pathognomonic untuk atresia bilier

Bayi dengan atresia bilier biasanya mengalami pertumbuhan normal dan peningkatan

berat badan selama minggu pertama kehidupan.

Hepatomegali

Splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal.

Murmur jantung menunjukkan adanya kelainan pada jantung 7

II.6. Pemeriksaan Penunjang 1,6

Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk

membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan

dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :

1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati

(darah, urin, tinja)

2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati;

3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan rutin

Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin

untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan

darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai

dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT

< 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5 kali

dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik. Menurut

Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.

8

Page 9: Atresia Bilier titin

Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkali

fosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.

b) Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif,

tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan

visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya

10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam

empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.

2) Pencitraan

a) Pemeriksaan ultrasonografi

Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bila

pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah

minum. Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier

kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak

ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung

diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan

kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.

b) Sintigrafi hati

Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai

akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan

fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasis

intrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus

normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya ke

usus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang berat

juga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas dan

spesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop

9

Page 10: Atresia Bilier titin

di hati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinan

atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.

Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar

98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik adalah

menggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.

c) Liver Scan

Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic

Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat

menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.

d) Pemeriksaan kolangiografi

Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography) mcrupakan

upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis

intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan

kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai

baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.

3) Biopsi hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Di

tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,

sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi,

dan bahkan berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca

operasi Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila

diameter duktus 100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan

Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk

menentukan apakah portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang

mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi

pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,

10

Page 11: Atresia Bilier titin

terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia

bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk

melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

II.7. Diagnosa

Diagnosis atresia bilier ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis utama atresia bilier adalah tinja akolik, air kemih

seperti air teh, dan ikterus. Ada empat keadaan klinis yang dapat dipakai sebagai patokan untuk

membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik, yaitu: berat badan lahir, warna

tinja, umur penderita saat tinja mulai akolik, dan keadaan hepar. Kriteria ini (Tabel 1)

mempunyai akurasi diagnostik sampai 82%. Moyer dkk. menambahkan satu kriteria lagi, yaitu

gambaran histopatologik hati.

Data klinis Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis intrahepatik

Warna tinja selama dirawat

pucat 79% 26%

kuning 21% 74%

Berat lahir (gram) 3200 2700

Usia saat tinja akolik (hari) 16 30

Ukuran dan konsistensi

hati yang abnormal

87% 53%

Biopsy hati

Fibrosis portal 94% 47%

Proliferasi duktular 86% 30%

11

Page 12: Atresia Bilier titin

Thrombus empedu

intraportal

63% 1%

Tabel 1. Empat kriteria klinis terpenting untuk membedakan Kolestasis

Intrahepatik dan Ekstrahepatik

II.8. Diagnosa Differential

Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier

Perforasi spontan duktus bilier

Massa (neoplasma, batu)

Inspissated bile syndrome

Hepatitis neonatal idiopatik

Displasia arteriohepatik (sindrom Alagille)

Penyakit Caroli (pelebaran kistik pada duktus intrahepatik).

Hepatitis

II.9. Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa 1

1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam

litokolat), dengan memberikan :

Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim

glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzim

sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliran empedu).

Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin

memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.

12

Page 13: Atresia Bilier titin

2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan :

Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat

mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.

Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak

tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :

1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi

malabsorpsi lemak.

2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larutdalam lemak.

Terapi bedah 2,6

Kasai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke

usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati

atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan

yang disebut prosedur Kasai. Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8

minggu. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya

perlu dilakukan pencangkokan hati.

13

Page 14: Atresia Bilier titin

Gambar 5. Kasai Prosedure

Prosedur kasai bisa membuat sebagian pasien berumur panjang. Namun, fungsi hati

pada sebagian pasien lainnya semakin memburuk. Umumnya, pasien datang ke rumah sakit

dalam kondisi yang sudah buruk, yakni saat bayi berusia lebih dari dua bulan. Penderita

penyakit ginjal memiliki alternatif pengobatan dialisa, tetapi tidak demikian halnya dengan

penderita penyakit hati yang berat. Jika hati sudah tidak berfungsi lagi, maka satu-satunya

pilihan pengobatan adalah pencangkokkan hati.

Pencangkokan atau Transplantasi Hati

Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan

kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir.

Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah

mempunyai anak.

Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk

dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari

anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru

ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut

"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia

bilier.

II.10. Komplikasi

Kolangitis: komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran

empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. This occurs particularly in

the first weeks or months after the Kasai procedure in 30-60% of cases (72, 73). Hal ini terjadi

terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60%

kasus. This infection may be severe and sometimes fulminant. Infeksi ini bisa berat dan kadang-

kadang fulminan. There are signs of sepsis (fever, hypothermia, impaired haemodynamic

14

Page 15: Atresia Bilier titin

status), recurrent jaundice, acholic stools and perhaps abdominal pain. Ada tanda-tanda sepsis

(demam, hipotermia, status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan

mungkin timbul sakit perut.The diagnosis can be confirmed by cultures of blood and/or liver

biopsies (73). Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati. The

treatment requires IV antibiotics, and effective intravenous resuscitation.

Portal hypertension: Portal hypertension occurs in at least two-thirds of the children after

portoenterostomy (74, 75), even in those with complete restoration of the bile flow.Hipetensi

portal: Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah

portoenterostomy.The most common site of varices are in the oesophagus, stomach, at the site

of the Roux loop anastomosis and the anorectum. Hal paling umum yang terjadi adalah varises

esofagus.If the Kasai operation has clearly failed with poor biochemical liver function and

persisting jaundice then liver transplantation is indicated. In those cases with good liver

function and an absence of jaundice, endoscopic therapy may be the only treatment necessary

(76, 77).

Hepatopulmonary syndrome and pulmonary hypertension: As in patients with other causes of

spontaneous (cirrhosis or prehepatic portal hypertension) or acquired (surgical) portosystemic

shunts, pulmonary arteriovenous shunts may occur even after complete clearance of jaundice

(hepatopulmonary syndrome).Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal: Seperti

pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal)

atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin

terjadi.Typically this causes hypoxia, cyanosis, dyspnoea and digital clubbing, the diagnosis

being confirmed by confirmed by pulmonary scintigraphy. Biasanya, hal ini menyebabkan

hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphy paru.

Alternatively, pulmonary hypertension can occur in cirrhotic children and be a cause of malaise

and even sudden death.Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan

sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak.The diagnosis in these

cases is suggested by echocardiography. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh

echocardiography.Liver transplantation reverses pulmonary shunts (81), and can reverse

15

Page 16: Atresia Bilier titin

pulmonary hypertension at its early stage (82). Transplantasi liver dapat membalikan shunts,

dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.

Malignancies: Hepatocarcinomas, hepatoblastomas (84) and cholangiocarcinomas (85) have

been described in the cirrhotic livers of patients with BA, in childhood or adulthood.Keganasan:

Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul pada pasien

dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis.Screening for malignancy has to be

performed regularly in the follow-up of patients with successful Kasai operations. Skrining

untuk keganasan harus dilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi

Kasai yang berhasil.

Outcome after unsuccessful Kasai operationHasil setelah gagal operasi Kasai

Biliary cirrhosis is progressive if the Kasai operation fails to restore the bile flow, and

should lead to liver transplantation.Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk

memulihkan aliran empedu, dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati.This is

usually performed in the second year of life, but may be necessary earlier (from 6 months of

life) in case of rapid deterioration in the liver disease. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua

kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan

dari hati. Biliary atresia represents more than half of the indications for liver transplantation in

childhood. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di

masa kanak-kanak. It may also be required in those cases where there is an initially successful

outcome after the Kasai operation usually due to recurrence of jaundice (secondary failure of

the Kasai operation), or to various complications of cirrhosis (eg hepatopulmonary syndrome).

Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi

16

Page 17: Atresia Bilier titin

Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk

berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

II.11. Prognosis

Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran

histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri.

Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan

bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%.

Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan

meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia

76 jam.

Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan

operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus

bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.

BAB III. KESIMPULANAtresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan

traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam

hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk

Klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

17

Page 18: Atresia Bilier titin

I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.

IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan

kandung empedu semuanyanormal).

IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung

empedu normal.

III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.

Pada atresia bilier operasi lebih baik dilakukan pada usia < 8 minggu karena tingkat

keberhasilannya lebih baik daripada operasi dilakukan pada usia > 8 minggu. Tetapi bila dengan

operasi Kasai tidak berhasil atau tidak membaik, maka harus dilakukan transplantasi hati

DAFTAR PUSTAKA1. Parlin Ringoringo. Atresia Bilier. Ilmu Kesahatan Anak, FKUI, RSCM, Jakarta. Available from

: url :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf/15AtresiaBilier086.html

18

Page 19: Atresia Bilier titin

2. Widodo Judarwanto. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang

berkepanjangan. Available from : url :

http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier-waspadai-bila-

kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/

3. Mark Davenport. Biliary Atresia. London: 2010. Available from : url :

http://asso.orpha.net/OFAVB/__PP__4.html

4. ST. Louis Children's Hospital. Biliary Atresia. Washington University School of Medicine.

2010. Available from : url : http://www.stlouischildrens.org/content/greystone_779.htm

5. North American Society For Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition.

Biliary Atresia. Available from : url :

http://www.naspghan.org/user-assets/Documents/pdf/diseaseInfo/BiliaryAtresia-E.pdf

6. Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available from: url :

http://emedicine.medscape.com/article/927029-overview

7. Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan Anak

FK UNAIR. Surabaya. 2006. Available from : url : http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-

ena504-pkb.pdf

8. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Biliary Atresia. USA :

2006. Available from : url :

http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/atresia/BiliaryAtresia.pdf

9. Cincinnati Children’s Hospital Medical Center. Biliary Atresia. 2010. Available from : url :

http://www.cincinnatichildrens.org/svc/alpha/l/liver/diseases/biliary.htm

19