182293695 makalah forensik

34
MODUL ORGAN FORENSIK KASUS ETIKA PROFESI KEDOKTERAN KELOMPOK IX 030.09.218 Ruti Devi Permatasari 030.09.258 Umi Kalsum 030.09.247 Syafina Wardah 030.09.259 Utami Ningsih 030.09.248 Syahriar Muhammad 030.09.260 Vallensia N Febriyanti 030.09.250 Tara Wandhita Usman 030.09.261 Vanda Sativa 030.09.253 Tezar Andrean Budiarta 030.09.262 Vania Valentina 030.09.254 Theresia Sutjiarto 030.09.264 Vanny Mahesa Putri 030.09.255 Thiea Arantxa 030.09.265 Vita Alfia Shafadilla 1

Upload: asri-habsari-ginting

Post on 26-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

Page 1: 182293695 Makalah Forensik

MODUL ORGAN FORENSIK

KASUS ETIKA PROFESI KEDOKTERAN

KELOMPOK IX

030.09.218 Ruti Devi Permatasari 030.09.258 Umi Kalsum

030.09.247 Syafina Wardah 030.09.259 Utami Ningsih

030.09.248 Syahriar Muhammad 030.09.260 Vallensia N Febriyanti

030.09.250 Tara Wandhita Usman 030.09.261 Vanda Sativa

030.09.253 Tezar Andrean Budiarta 030.09.262 Vania Valentina

030.09.254 Theresia Sutjiarto 030.09.264 Vanny Mahesa Putri

030.09.255 Thiea Arantxa 030.09.265 Vita Alfia Shafadilla

030.09.257 Tri Annisa 030.09.206 Wicaksono Harry

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

1

Page 2: 182293695 Makalah Forensik

BAB I

PENDAHULUAN

Etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara

sistematik, hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral serta perilaku baik pada masa

lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan

dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’,

’tanggung jawab’, dan ’kebaikan dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’

dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah

bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya

(doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi

orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara

yang lain.

Persetujuan yang berdasarkan pengetahuan merupakan salah satu konsep inti etika

kedokteran saat ini. Hak pasien untuk mengambil keputusan mengenai perawatan kesehatan

mereka telah diabadikan dalam aturan hukum dan etika di seluruh dunia. Deklarasi Hak-hak

Pasien dari World Medical Association menyatakan:

Pasien mempunyai hak untuk menentukan sendiri, bebas dalam membuat keputusan

yang menyangkut diri mereka sendiri. Dokter harus memberi tahu pasien konsekuensi dari

keputusan yang diambil.

Pasien dewasa yang sehat mentalnnya memiliki hak untuk memberi ijin atau tidak

memberi ijin terhadap prosedur diagnosa maupun terapi. Pasien mempunyai hak untuk

mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusannya. Pasien harus paham

dengan jelas apa tujuan dari suatu tes atau pengobatan, hasil apa yang akan diperoleh, dan

apa dampaknya jika menunda keputusan.

2

Page 3: 182293695 Makalah Forensik

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien berusia 62 tahun datang kerumah sakit dengan karsinoma kolon yang

telah terminal. Pasien masih cukup sadar berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami benar

posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini ia juga memiliki

pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya dirawat di ICU dengan peralatan

bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampak hanya

memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu ia meminta kepada dokter apabila dia

mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja( tanpa antibiotika, tanpa peralatan

ICU, dll), dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar. Namun ia tetap setuju apabila ia

menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan.

3

Page 4: 182293695 Makalah Forensik

BAB III

PEMBAHASAN

ASPEK HUKUM

Permasalahan dalam kasus ini juga dibahas dalam Peraturan Menteri Kesehatan

(Permenkes) RI No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran,

dalam Bab IV: Ketentuan pada Situasi Khusus. Dijelaskan pada pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 14

1. Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life

support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat

pasien.

2. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah keluarga mendapat

penjelasan dari tim dokter yang bersangkutan.

3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan secara tertulis.

Pasal 15

Dalam hal tindakan kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah

dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan

tindakan kedokteran tidak diperlukan.

Hal mengenai Penolakan Tindakan Kedokteran juga dijelaskan pada Bab V, dengan

pasal sebagai berikut:

Pasal 16

1. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga

terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan. 

2. Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud kedokteran pada ayat (1)

harus dilakukan secara tertulis.

3. Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

menjadi tanggung jawab pasien. 

4. Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

memutuskan hubungan dokter dan pasien.

4

Page 5: 182293695 Makalah Forensik

Pasal yang mengatur tentang Praktek Kedokteran tertuang pada :

Pasal 531 KUHP

Barangsiapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi

maut, tidak member pertolongan yang dapat diberikan padanya, tanpa

selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam jika

kemudian orang itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau

denda tiga ratus rupiah.

Pasal 53 UU Kesehatan

2. tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk

mematuhi standart profesi dan menghormati pasien.

Pasal yang mengatur tentang Rekam Medis :

UU no. 29 tahun 2004

Pasal 46

1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib

membuat rekam medis

2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi

setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

Permenkes No. 749a/XII/1989

Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen mengenai

identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan

lainnya yang diterima pasien pada sarana kesehatan, baik rawat jalan maupun

rawat inap

PP No. 10 tahun 1996

Pasal 1

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui

oleh orang-orang tersaebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan

pekerjaannya dalam lapangan kedokteran

Pasal 2

5

Page 6: 182293695 Makalah Forensik

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasikan oleh orang-orang yang tersebut

dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih

tinggi dari pada peraturan perundang-undangan ini menentukan lain

Pasal 3

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah :

- Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang tentang kesehatan

- Mahasiswa kedokteran , murid yang bertugas dalam lapangan

pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang

ditetapkan oleh menteri kesehatan.1

DAMPAK HUKUM

1. Pasal 54 UU Kesehatan

Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam

melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

2. Pasal 13. Permenkes 585/MenKes/Per/IX/1989

Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari

pasien/keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan surat

izin praktek.

3. Pasal 344 KUHP

Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama 12

tahun.

STATUS PASIEN

6

Page 7: 182293695 Makalah Forensik

Nama : Tri Ningsih

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 62 tahun

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jln. Suka ria jakarta timur

ANAMNESIS

Riwayat penyakit sekarang

1. Apakah gangguan kebiasaan BAB ?

2. Nyeri saat BAB?

3. Apakah ada sembelit atau diare?

4. Apakah waktu BAB disertai darah dan berlendir ?

5. Apakah ada penurunan berat badan yang drastis?

6. Sejak kapan keluhan dirasa?

7. Apakah ada nausea dan distensi?

Riwayat kebiasaan

1. Bagaimana pola makan pasien? Apakah lebih sering mengkonsumsi daging dari pada

makanan yang berserat?

2. Apakah mengkonsumsi alkohol ?

Riwayat keluarga

1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien?

Berdasarkan hasil anamnesis diketahuai bahwa pasien mengalami nyeri saat BAB

disertai sembelit dan keluarnya darah serta lendir saat BAB. Keluhan ini dirasakan pasien

sejak beberapa tahun yang lalu dan semakin memberat. Pasien ini jug mengalami penurunan

berat badan yang cukup signifikan. Pasien mengaku kakak yang meninggal juga menderita

kanker.

PEMERIKSAAN FISIK

7

Page 8: 182293695 Makalah Forensik

A. Keadaan Umum

Kesan sakit : sakit berat

Tingkat kesadaran : compos mentis

Status gizi : buruk( didapatkan kulit kering dan kasar, lemak subkutan tidak ada,

tulang-tulang menonjol dan rambut yang rontok)

Cara berjalan : tidak dapat berjalan

B. Tanda Vital

Suhu : 36,9 0C

Tekanan darah : 150/80 mmHg

Nadi : 76x/menit

Pernafasan : 18x/menit

C. Status Generalis

Ditemukan tanda ikterik yaitu Sklera ikterik merata dan warna wajah ikterik.

D. Status Lokalis

Regio Abdomen:

Didapatkan teraba massa di abdomen kuadran kanan bawah, ukuran 10x8x5 cm3, konsistensi

lunak, mobile, permukaan rata dan licin, nyeri tekan (+), batas tegas. Ditemukan pula

pembesaran hepar (hepatomegali)

PEMERIKSAAAN PENUNJANG

8

Page 9: 182293695 Makalah Forensik

1. Pemeriksaan darah rutin

Tidak ditemukan kelainan

2. Test fungsi hati

Ditemukan peningkatan SGPT-SGOT

3. Test imunologi

Ditemukan Tumor Marker CEA 4,80 ng/ml.

4. Pemeriksaan feses:

Ditemukan darah dan lendir

5. USG

Kesan hasil USG abdomen curiga massa pada colon ascenden.

6. Kolonoskopi:

Pemeriksaan kolonoskopi menunjang pemeriksaan kanker kolon.

DIAGNOSIS

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaaan penunjang, diagnosis

bagi pasien ini adalah karsinoma colon ascenden stadium terminal.

TATALAKSANA

Penanganan yang kita anjurkan adalah terapi paliatif karena pasien telah memasuki

stadium terminal

1. Menghilangkan Nyeri

Analgesik diberikan sesuai resep. Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi

dengan meredupkan lampu, mematikan televisi atau radio, dan membatasi

pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien. Tindakan kenyamanan tambahan

ditawarkan : Perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.

2. Meningkatkan Toleransi Aktivitas

Toleransi aktivitas pasien dikaji. Aktivitas diubah dan dijadwalkan untuk

memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam upaya untuk menurunkan

keletihan pasien.

3. Mempertimbangkan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Masukan dan haluaran mencakup muntah diukur dan dicatat, untuk

menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan. Masukan makanan oral dan

9

Page 10: 182293695 Makalah Forensik

cairan pasien dibatasi untuk mencegah muntah. Antiemetik diberikan sesuai resep.

Cairan penuh atau jernih dapat ditoleransi, atau pasien dipuasakan. Selang nasogastrik

akan dipasang pada periode praoperatif untuk mengalirkan akumulasi cairan dan

mencegah distensi abdomen. Kateter urinarius indwelling dapat dipasang untuk

memungkinkan pemantauan haluaran setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml/jam

dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan bila perlu.2

PROGNOSIS

Ad vitam : ad malam

Ad sanationam : ad malam

Ad fungsionam : ad malam

Dari kasus didapatkan pasien dengan karsinoma terminal ini, minta untuk dibiarkan

meninggal dengan tenang tanpa alat-alat bantuan (letting die naturally) dan pasien hanya

ingin diberikan obat penghilang saja sehingga prognosis pasien menjadi semakin buruk

dibandingkan jika pasien mendapatkan pengobatan.

Prosedur Tindakan Medis

Persoalan pada akhir kehidupan merupakan hal yang rumit bagi para profesional

kesehatan. persoalan dapat berupa “bolehkah kita menghentikan cairan dan nutrisi pada

pasien?” hingga ke persoalan lebih rumit, seperti “seberapa jauh peran keluarga dalam

membuat keputusan medis terhadap pasien?”, “apa sikap dokter bila pasien meminta terapi

minimal?” yang kemudian dihubugkan dengan isu tentang letting die naturally, physician

assisted suicide, physician assisted death, euthanasia, masalah futility dan brain death.

Tindakan medis yang diketahui sebagai tindakan sia-sia (futile) saat ini

dipertimbangkan untuk tidak lagi dilanjutkan dan secara moral dapat dibenarkan apabila

tindakan medis tersebut dihentikan. Pertimbangan ini sebenarnya bukan pertimbangan yang

aru, melainkan pertimbangan yang telah ada pada jaman hippocrates. Namun demikian

keputusan bahwa sesuatu tindakan medis adalah tindakan sia-sia haruslah diambil dengan

melalui pertimbangan yang ketat.

Prosedur Terapi

10

Page 11: 182293695 Makalah Forensik

Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan

menggunakan 4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu:

1. Medical Indication

Topik ini menjelaskan semua prosedur diagnostik dan terapi yang sesuai untuk

mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau

dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan nonmaleficence. Pertanyaan

etika pada topik ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan

kepada pasien pada doktrin informed consent.

2. Patient preferrence

Pada topik ini menjelaskan tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang

berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang

kompetensi pasien, sifat volunter sikap dan keputusan nya, pemahaman atas informasi, siapa

pembuat keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut pasien, dll.

3. Quality of life

Pada topik ini menjelaskan tentang tujuan kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga

atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa,siapa dan bagaimana melakukan penilaian

kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang berkaitan dengan

beneficence, non maleficence dan autonomy.

4. Contextual features

Pada topik ini dibahas seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan,

seperti keluarga,ekonomi,agama,budaya,kerahasiaan dan alokasi sumber daya dan faktor

hukum.

Pada pasien ini, setelah menjelaskan dan mempertimbangkan hal-hal diatas maka

pasien hanya diberi terapi supportif dan simptomatik saja. Sebelumnya pasien dan

keluarganya diberi terlebih dahulu informasi tentang manfaat dan beban yang akan

diterimanya. Apabila disetujui maka prosedur terapi ini dapat diputuskan.

11

Page 12: 182293695 Makalah Forensik

Dalam kasus kali ini, yang menjadi permasalahan ialah seorang pasien dengan

karsinoma terminal ini, minta untuk dibiarkan meninggal dengan tenang tanpa alat-

alat bantuan (letting die naturally) dan pasien hanya ingin diberikan obat penghilang

nyeri saja maka pasien harus menandatangani surat penolakan tindakan medis. Ditinjau dari

aspek etika, hal tersebut sesungguhnya dapat dilihat dari dua sisi, di mana di satu sisi

perbuatan tersebut ialah tindakan amoral karena menyebabkan hilangnya nyawa seseorang,

namun di sisi lain dapat dianggap sebagai perbuatan mulia karena bermaksud untuk tidak

memperpanjang penderitaan yang dialami oleh pasien.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

12

Page 13: 182293695 Makalah Forensik

ASPEK ETIKA

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik-buruk atau benar-salahnya suatu

sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Dua teori

etika yang banyak dianut orang adalah teori deontologi dan teleologi:

a) Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari

perbuatannya itu sendiri. Teori ini lebih berdasar kepada ajaran agama, tradisi, dan

budaya.

b) Teleologi mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasil

atau akibatnya. Ajaran ini lebih ke arah penalaran dan pembenaran kepada asas

manfaat.

Untuk dapat mencapai suatu keputusan etik, diperlukan 4 kaidah dasar moral dengan

beberapa rules di bawahnya. Kaidah-kaidah dasar moral tersebut antara lain:

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama

hak otonominya.

2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang

ditujukan kepada kebaikan pasien, dalam hal ini tindakan tersebut lebih besar

manfaat daripada mudaratnya.

3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap

maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

Beberapa rules derivatnya antara lain:

a) Veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka).

b) Privacy (menghormati hak privasi pasien).

c) Confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien).

d) Fidelity (loyalitas dan promise-keeping).3

Dijelaskan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dalam pasal 7d, yang

berbunyi: “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup

makhluk insani.”

Pada bagian penjelasan KODEKI pasal 7d tersebut, dijelaskan mengenai euthanasia

aktif dan pasif, di mana euthanasia aktif memang sudah jelas dilarang untuk diberlakukan di

Indonesia, sedangkan euthanasia pasif dikatakan masih berupa ‘wilayah abu-abu’. Berikut

13

Page 14: 182293695 Makalah Forensik

adalah keterangan yang tertera dalam KODEKI mengenai euthanasia: “Kita di Indonesia

sebagai umat yang beragama dan berfalsafah/berasaskan Pancasila percaya pada

kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu yang diciptakannya serta

penderitaan yang dibebankan kepada makhluknya mengandung makna dan maksud tertentu.

Dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan

penderitaan dan memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.”

Dijelaskan pula bahwa pasal 7d tersebut mengacu pada Sumpah Dokter dan pada

Pancasila sila pertama. Berikut adalah pedoman bagi dokter jika dihadapkan pada keadaan di

mana seorang pasien telah menjelang akhir hayatnya, dan ketika ilmu dan teknologi

kedokteran sudah tidak berdaya lagi untuk memberikan kesembuhan:

1. Dalam keadaan di mana ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak dapat lagi

diharapkan untuk memberi kesembuhan, maka upaya perawatan pasien bukan lagi

ditujukan untuk memperoleh kesembuhan melainkan harus lebih ditujukan untuk

memperoleh kenyamanan dan meringankan penderitaan.

2. Bahwa tindakan menghentikan usia pasien pada tahap menjelang ajalnya, tidak

dapat dianggap sebagai suatu dosa, bahkan patut dihormati. Namun demikian

dokter wajib untuk terus merawatnya, sekalipun pasien dipindah ke fasilitas

lainnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurut Kode Etik Kedokteran

Indonesia, seorang dokter harus tetap mengupayakan peringanan atas penderitaan pasien,

namun tidak diperbolehkan untuk mengakhiri nyawa sang pasien tersebut.

ASAS LEGALITAS

Dalam pertanggungjawaban pidana seorang dokter, harus mengacu pada asas dalam

hukum pidana, yaitu asas legalitas. Asas legalitas adalah asas yang mengacu kepada pasal 1

ayat (1) KUHP yang berbunyi: “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan

aturan pidana dalam perundang-undangan yang sebelum perbuatan itu dilakukan telah

ada.” Dalam hal ini, maksud dari asas legalitas ialah bahwa suatu perbuatan dalam dijatuhi

hukuman pidana hanya jika sebelumnya sudah dibuat peraturan yang mengatur mengenai hal

tersebut.

Terdapat beberapa unsur untuk menilai perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang

dokter terhadap pasiennya, yaitu antara lain:

14

Page 15: 182293695 Makalah Forensik

1. Harus ada perbuatan atau tindakan dokter, bahwa kerugian atau penderitaan yang

dialami oleh pasien benar terjadi akibat perbuatan dokter yang secara nyata

melakukan tindak pidana.

2. Perbuatan dokter tersebut harus melawan hukum, dan harus dibuktikan bahwa

perbuatan tersebut melawan hukum dalam hubungan profesional dokter-pasien

(seperti tercantum dalam pasal 1320 KUHPer).

3. Perbuatan tersebut diancam pidana oleh undang-undang.

4. Perbuatan dilakukan oleh dokter yang mampu bertanggung jawab sebagai subjek

hukum.

5. Perbuatan dokter tersebut terjadi karena kesalahan, termasuk di dalamnya terdapat

unsur kesengajaan atau karena kelalaiannya sehingga menimbulkan kerugian atau

penderitaan bagi pasien. Jika kerugian tersebut dilakukan dalam upaya darurat

atau kritis untuk menolong menyelamatkan jiwa pasien, dokter tidak dapat

dipersalahkan.

REKAM MEDIS

A. PENGERTIAN

Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud

dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas

pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan

kepada pasien.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang

Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan

dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain

kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes

hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik

Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran

lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.

B. ISI REKAM MEDIS

15

Page 16: 182293695 Makalah Forensik

a. Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis,

pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik dilakukan oleh dokter dan dokter gigi

maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya.

b. Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen,

hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya.

C. JENIS REKAM MEDIS

a. Rekam medis konvensional

b. Rekam medis elektronik

D. MANFAAT REKAM MEDIS

a. Pengobatan Pasien

Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan

menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan

medis yang harus diberikan kepada pasien.

b. Peningkatan Kualitas Pelayanan

Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan

jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga

medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.

c. Pendidikan dan Penelitian

Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit,

pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi

bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan

kedokteran gigi.

d. Pembiayaan

Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan

pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat

dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.

e. Statistik Kesehatan

Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya

untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan

jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu.

f. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik

16

Page 17: 182293695 Makalah Forensik

Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam

penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.

E. ISI REKAM MEDIS

a. Rekam Medis Pasien Rawat Jalan

Isi rekam medis sekurang-kurangnya memuat catatan/dokumen tentang:

identitas pasien;

pemeriksaan fisik;

diagnosis/masalah;

tindakan/pengobatan;

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

b. Rekam Medis Pasien Rawat Inap

Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-kurangnya memuat:

identitas pasien;

pemeriksaan;

diagnosis/masalah;

persetujuan tindakan medis (bila ada);

tindakan/pengobatan;

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

c. Pendelegasian Membuat Rekam Medis

Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga

kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat

membuat/mengisi rekam medis atas perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter

dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.

F. TATA CARA PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

a. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis

Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan

dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran.

Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter

17

Page 18: 182293695 Makalah Forensik

gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan

praktik kedokteran yang telah dilakukannya.

Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda

tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik,

kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor

identitas pribadi/personal identification number (PIN).

Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam medis,

catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.

Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan

pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan. Lebih lanjut

penjelasan tentang tata cara ini dapat dibaca pada Peraturan Menteri Kesehatan

tentang Rekam Medis dan pedoman pelaksanaannya.

b. Kepemilikan Rekam Medis

Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik dokter,

dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan

lampiran dokumen menjadi milik pasien.

c. Penyimpanan Rekam Medis

Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi

dan pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut Peraturan

Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25

tahun.

d. Pengorganisasian Rekam Medis

Pengorganisasian rekam medis sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis (saat ini sedang direvisi)

dan pedoman pelaksanaannya.

e. Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan

Untuk Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan tahap Rekam Medis

dilakukan oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah,

organisasi profesi.

G. ASPEK HUKUM, DISIPLIN, ETIK, DAN KERAHASIAAN REKAM MEDIS

a. Rekam Medis Sebagai Alat Bukti

18

Page 19: 182293695 Makalah Forensik

Rekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti tertulis di

pengadilan.

b. Kerahasiaan Rekam Medis

Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib

menyimpan kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang tertuang

dalam rekam medis. Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk

epentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum (hakim

majelis), permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasia

kedokteran (isi rekam medis) baru dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis di

hadapan sidang majelis. Dokter dan dokter gigi bertanggung jawab atas kerahasiaan

rekam medis sedangkan kepala sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab

menyimpan rekam medis.

c. Sanksi Hukum

Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa setiap

dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling

banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Selain tanggung jawab pidana, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat

rekam medis juga dapat dikenakan sanksi secara perdata, karena dokter dan dokter

gigi tidak melakukan yang seharusnya dilakukan (ingkar janji/wanprestasi) dalam

hubungan dokter dengan pasien.

d. Sanksi Disiplin dan Etik

Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain mendapat

sanksi hukum juga dapat dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai dengan UU Praktik

Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Kode

Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI).

Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006

tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan

MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin yaitu :

Pemberian peringatan tertulis.

Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.

Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran

atau kedokteran gigi.

19

Page 20: 182293695 Makalah Forensik

Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam

medis dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan

Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).4

INFORMED CONSENT

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif

anatara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang

tidak akan dilakukan terhadap pasien. Dasar hukum dari informed consent tercantum jelas

pada Peraturan Menteri Kesehatan No 290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan

Tindakan Kedokteran pasal 1 sampai dengan pasal 20 yang merupakan pengganti dari

Peraturan Menteri Kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan

Medik pasal 1 sampai dengan pasal 15. Pada pasal 1 (1) Permenkes No

290/MenKes/Per/III/2008 dijelaskan bahwa Persetujuan tindakan kedokteran adalah

persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan

secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

terhadap pasien.

Tujuan Informed Consent antara lain adalah untuk memberikan perlindungan kepada

pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada

dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya dan untuk memberi

perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena

prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat

suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu threshold elements, informaton elements

dan consent elements. Threshold elements menjelaskan bahwa pemberi consent haruslah

seseorang yang kompeten dalam membuat keputusan (medis). Secara hukum seorang

dianggap kompeten apabila telah dewasa (jika usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah

menikah), sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak dibawah pengampuan.

Informed elements terdiri dari 2 bagian yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding

(pemahaman). Consent elements juga terdiri dari 2 bagian yaitu voluntariness (kesukarelaan,

kebebasan) dan authorization (persetujuan). Dalam hal ini, consent dapat dinyatakan

(expressed) baik secara lisan maupun tertulis ataupun tidak dinyatakan (implied) yaitu

20

Page 21: 182293695 Makalah Forensik

melalui tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Berikut adalah salah satu

contoh dari informed consent :

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran

dilaksanakan dijelaskan pada Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 pasal 7 (3) sekurang-

kurangnya mencakup :

21

Page 22: 182293695 Makalah Forensik

1. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran.

2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.

3. Altematif tindakan lain, dan risikonya.

4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

6. Perkiraan pembiayaan.5

Dijelaskan pada Permenkes No 290/MenKes/Per/III/2008 pasal 18 (1) dan (2) bahwa

pembinaan dan pengawasan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ini

dilaksanankan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai tugas dan fungsi masing-

masing. Dan pada pasal selanjutnya dijelaskan bahwa Menteri, Kepala Dinas Kesehatan

Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif

sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Tindakan administratif yang dimaksud dapat

berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik.

Proxy consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si penderita itu

sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan

consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan pasien oleh pasien

apabila ia mampu memberikannya (baik untuk pasien, bukan baik untuk orang banyak).

Doktrin informed consent tidak berlaku pada 5 keadaan, yaitu pada keadaan darurat

medis, ancaman terhadap kesehatan masyarakat, pelepasan hak memberikan consent, clinical

privilege dan pasien yang tidak berkompeten memberikan consent. Jika dikaitkan dengan

kasus, maka pasien tidak termasuk ke dalam 5 keadaan ini, oleh karena itu pasien berhak

mendapatkan informed consentnya.

BAB V

KESIMPULAN

22

Page 23: 182293695 Makalah Forensik

Pada kasus diatas, pasien menolak pemasakan alat-alat bantu dan hanya ingin diberi

obat penghilang nyeri walaupun dokter telah memberikan informasi dan menjelaskan sejelas-

jelasnya, namun pasien tetap menolak. Mengingat pasien adalah orang yang berkompeten dan

berpendidikan tinggi dan dia mengerti konsekuensinya. Dokter akhirnya hanya memberikan

terapi paliatif saja dengan mengacu pada prinsip etika kedokteran, yaitu menghormati hak

otonomi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 24: 182293695 Makalah Forensik

1. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI;1994.

2. Harrison. Penyakit Usus Halus dan Besar. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

13thed. EGC. 1997. Jakarta. Vol. 4 : 1591-1606.

3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran: Pengantar bagi

Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2005.

4. Sjamsuhidajat. Alwy S. Manual Rekam Medis. 1st ed. Jakarta: Konsil Kedokteran

Indonesia; 2006.

5. Wiradharma D. Hak-Hak dan Kewajiban Pasien: Hukum Kedokteran. Jakarta:

Binarupa Aksara;1996.

24