bahan makalah forensik
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
1. buku ijo
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Patologi_forensik
3. http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=10607
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Identifikasi_forensik
Identifikasi forensikDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Pemeriksaan sidik jari 2 Metode Visual 3 Pemeriksan Dokumen
4 Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan 5 Identifikasi Medik 6 Pemeriksaan Gigi 7 Pemeriksaan Serologik 8 Metode Eksklusi 9 Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi) 10 Identifikasi Kerangka 11 Pemeriksaan Anatomik 12 Penentuan Ras 13 Daftar Pustaka
[sunting] Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.
[sunting] Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya.Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang.Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
[sunting] Pemeriksan Dokumen
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut.Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
[sunting] Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota ABRI, identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang dipakainya.
[sunting] Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus.Data umum meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya.
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini.
Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
[sunting] Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya.
Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.
[sunting] Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang.
Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi nya sangat tinggi.
[sunting] Metode Eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya.
Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode indentifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diindentifikasi menurut daftar penumpang.
[sunting] Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi)
Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan jaringan berasal dari manusia atau hewan.Bilamana berasal dari manusia, ditentukan apakah potongan-potongan tersebut dari satu tubuh.
Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, dan keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi.
Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi (reaksi presipitin).
Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemriksaan makroskopik dan harus diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita, seperti Drumstick pada leukosit dan badan Barr pada sel epitel serta jaringan otot.
[sunting] Identifikasi Kerangka
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri-ciri khusus dan deformitas serta bila memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah.Dicari pula tanda-tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian.Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memeperhatikan kekeringan tulang.
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan membandingkan data antemortem.Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak diatas foto wajah orang tersebut yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pengambilan yang sama.Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.
[sunting] Pemeriksaan Anatomik
Dapat memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia.Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik/ reaksi presipitin dan histologi (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).
[sunting] Penentuan Ras
Penentuan ras dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang panggul atau lainnya.Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras Mongoloid.
Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal.Sedangkan tinggi badan dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, dengan menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak ahli.
Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmaja menemukan rumus untuk populasi dewasa muda di Indonesia;
TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) +1,0459(fib) (lk 4,8684) TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) + (lk 4,9526) TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (lk 5,0226)
Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 milimeter dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tingi badan perlu diperhatikan.
Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan wanita.Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio laki-laki banding wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang sangat dianjurkan.(Khusus untuk rumus Djaja SA, panjang tulang yang digunakan adalah panjang tulang yang diukur dari luar tubuh berikut kulit luarnya).
Ukuran pada tengkorak, tulang dada, dan telapak kaki juga dapat digunakan untuk menilai tinggi badan.Bila tidak diupayakan rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan menambal tulang tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan jaringan lunak pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut.
5. buku ijo hal 197 identifikasi forensik
6, http://www.forensicresources.co.uk/Fingerprints.php
7. buku putih ijo hal 11
8. buku ijo traumatologi
9.http://www.freewebs.com/traumatologie2/traumatologi.htm
Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:
1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.
2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu.
Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang
disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka.
1. Abrasi
2. Laserasi
3. Kontusi/ruptur
4. Fraktur
5. Kompresi
6. Perdarahan
Abrasi
Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja
yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke
jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh
darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan
dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah
dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang
menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu
terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat
ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah
saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari),
beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi
dapat terjadi pada abrasi yang luas.
Kontusio Superfisial
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu
yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang
dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang
ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu
tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti
untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan
pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut
pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah
dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan
syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di
bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat
menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat
media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran
darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat
hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.
Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan.
Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel – sel lemak, cairan lemak kemudian
memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan
emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit
yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah
pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.
Kontusio pada organ dan jaringan dalam
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang
berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan
kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran,
koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan
gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang
mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada
daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan
gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot
jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.
Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan
perdarahan pada rongga tubuh.
Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan
subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip
untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh
benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan
jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari
laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang
lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya
tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler,
kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi
dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi
laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar
juga menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan
tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum
robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk
permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung
laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”.
Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan
tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang
berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan
darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau
krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi
saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan
selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan
struktur lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka
atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari
beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat
korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya
robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus.
Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan
perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya
diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari
permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree
tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka
terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di
gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut.
Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat
menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada
organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati
dan limpa.
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat
terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.
Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi
Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat
menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada
pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu
pukulan.
Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit
makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit
atau terbuka.
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor
seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi
trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat
tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami
osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.
Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada
tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto
polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat
menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan.
Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan
fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari
penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan,
sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan
berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur
dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup
tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub
periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila
terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan
lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila
terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat
menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah
selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada
emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat
menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat
terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli
sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah
begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra
dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak
dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma
hingga kematian.
Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun
sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran
udara.
Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan
1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan ¼ volume darah
dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½ volume darah
dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan
yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan
yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi
perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa
sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan
mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan
mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari
dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu
perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari
vena.
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi
perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan
perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan
gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu
alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga
cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan
oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau
kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.
Cedera Kepala
Cedera Kepala pada Penutup Otak
Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater, atau
sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan tengkorak
kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang
epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik.
Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh,
melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu
penting dalam bidang forensik.
Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid.
Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural.
Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada
ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.
Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau
ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.
Perdarahan Epidural (Hematoma)
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur
mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya
arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat.
Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural
menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan
kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala,
penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan
terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala
sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai “lucid
interval”
Perdarahan Subdural (Hematoma)
Perdarahan ini timbul apabila terjadi “bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di ruang
subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di
bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka “lucid interval” juga
lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa
hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan
perdarahan subdural yang fatal.
Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,
perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak,
sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain,
memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada
perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh
permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari
penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel
pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar
tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali.
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar
individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.
Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun
dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang
dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun
tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan
subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada
orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme
pembekuan darah, dapat bersifat fatal.
Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di
tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi
otak melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai
ruang subdural.
Perdarahan Subarakhnoid
Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2
kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma.
Penyebabnya antara lain:
1. Nontraumatik:
a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
2. Traumatik:
a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan
perdarahan subarakhnoid
b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang
menyebabkan robeknya arteri vertebralis
c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan
gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.
Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya
dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan
ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan
akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.
Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur
pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat
mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah
berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari
ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur
aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya
kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan
otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.
Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang
disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan
goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan
subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak
ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan
ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur
pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati
bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut
dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya
menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi
penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan
perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa
kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan
oleh ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe
perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi
lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada
arteri besar yang terdapat di dasar otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti,
tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab
terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian
bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang
bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti
pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher,
yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.
Kontusio otak
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat
lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-
abu sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya
aliran darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk
cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian
otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah
penyembuhan kontusio tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan
menyebabkan adanya fokus epilepsi.
Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam
pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala,
kranium, dan otak.
Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir,
hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala.
Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini
terjadi saat kepala relatif tidak bergerak.
Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak
mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada
kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang
diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang
berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.
Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua
komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang
ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi.
Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan
terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya,
sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan
penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih
atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar.
Perdarahan kecil dinamakan ‘ball hemorrhages’ sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal
tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang
lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan
apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau
tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma
dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya
melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal,
pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena.
Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.
Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal
yang dapat ditemui adalah ‘foam cone’ busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan
hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit
jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan
adanya trauma kepala.
Pola trauma
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang mengarah
kepada kepentingan medikolegal. Contohnya :
1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi
kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-fagmen
kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang berbentuk
segiempat atau sudut.
2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur tulang
panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper fractures’. Adanya fraktur tersebut yang disertai
luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan, memperlihatkan bahwa korban
adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan bermotor dan dapat diketahui tinggi
bempernya. Karena hampir seluruh kendaraan bermotor ‘nose dive’ ketika mengerem
mendadak, pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat
mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem pada saat
kecelakaan terjadi.
3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka
pada dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah. Dengan
adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan karena dipukul.
4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan
tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun
menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum pada
bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering mendapat
pukulan pada kepala
Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala
sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung
memeriksa area per area , dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun
belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma. Persiapan diagram tubuh yang
memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan yang yang baik untuk
mengungkapkan pola trauma.
TRAUMA TAJAM
Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak, pemotong, dan bayonet menyebabkan luka
yang dapa dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya akan dibahas di bawah ini :
Luka insisi
Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet. Karena
gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan
kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan
jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya
yang rata.
Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang terjatuh di
atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan tajam,
sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya
tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan
elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk
senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada seluruh area
tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek.
Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan
panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi
korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi
tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan
yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit
seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan
dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar
pada bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata
yang digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal pada
luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan
Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang
digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat
autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata
yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh
untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan
adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari
beberapa anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman
biasanya ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai
tulang rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat
melalui trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah
pada ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang
tertancap pada tulang dengan pasangannya.
Luka Bacok
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan
instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang.
Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang
disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat senjata.
Makin tajam instrument makin tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh
instrument tajam yang lebih kecil, penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi
lanjutan dapat ditemukan pada jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan, yang
disebabkan oleh hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang diarahkan pada
kepala, sudut besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi
pipih bilah bisa meninggalkan cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi yang lain
dapat tajam atau menipis.
Berat senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di bawah
luka yang dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan
instrumen yang lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat membuat seluruh gigi
lepas. Kerusakan tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh pisau biasa. Juga perlu
dicatat kemungkinan diakukannya pemelintiran setelah terjadi bacokan dan dalam upaya
melepaskan senjata. Gerakan tersebut, jika dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan
pergeseran tulang, umumnya didekat kaki-kaki luka bacok.
Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan. Disfungsi
karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang dalam dapat
mengenai organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk dapat
menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali tertutup
setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya. Pemecah es, awls, dan
hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis tersebut. Sebagimana telah didiskusikan pada
pembahasan luka tembak, bentuk alami terpotongnya arteri besar dan jantung oleh karena luka
tusuk menyebabkan perdarahan lebih lambat dibandingkan kerusakan yang sama yang
disebabkan luka tembak.
Pada keadaan tertentu, senjata yang tidak umum digunakan, menyebabkan luka tusuk,
lecet, atau bacok. Anak panah berburu yang setajam silet yang umumnya dipakai jarak jauh,
pernah juga dipakai untuk menusuk korban dengan tangan. Potongan tajam gelas, botol pecah,
dan objek gelas lain yang tajam terkdang dipakai sebagai senjata untuk merobek atau
menusuk. Pisau bedah, jarum jahit, dan tonggak tajam dapat digunakan sebagai senjata yang
mematikan.
Beberapa catatan sebaiknya dibuat mengenai kerusakan yang tertutupi oleh instrumen
tajam yang dipakai sebagai sejata untuk menusuk. Jika pisau bermata dua atau sejata sejenis
digunakan, tepi pemotongan yang tajam menyebabkan sudut tajam atau robekan dengan kaki-
kaki bersudut akut. Senjata bermata satu seringkali menyebabkan salah satu kaki luka bersudut
tajam dan yang satunya tumpul. Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memeberi
perkiraan ciri-ciri senjata yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting
nilainya apabila luka tusuk diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih
akurat untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah
senjata benar-benar menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya. Beberapa individu yang
menggunakan senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit bagian pakaiannya
sehingga tidak akan ditemukan robekan tembus pada pakaian. Tidak adanya kerusakan pada
pakaian yang dipakai oleh korban, padahal luka terdapat pada area yang tertutupi pakaian,
dapat menunjukkan bahwa kematian disebabkan masalah internal.
Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik dan memiliki
ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. ”tanda percobaan” adalah insisi dangkal, luka tusuk
atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana bunuh diri.
Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di
daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat
luka tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok superfisial di
kepala dapat terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan kesadaran
dan/atau kematian.
Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka perlawanan”. Luka
jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari
korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan
menggenggam bilah dari instrumen tajam.
Jelas bahwa ”tanda percobaan” merupakan ciri khas bunuh diri dan ”tanda perlawanan”
menunjukkan pembunuhan. Bagaimanapun juga, boleh saja berpikir bahwa luka lecet dapat
ditemukan, umumnya pada leher atau sekitar leher, disebabkan oleh penyerang pada kasus
pembunuhan. Luka lecet multipel di lengan bawah dapat pula, meskipun jarang, menjadi tanda
perlawanan, namun tampil seperti luka percobaan. Interpretasi dari tanda perlawanan dan
percobaan yang tampak sebaiknya disimpulkan setelah pemeriksaan yang lengkap dan
seksama.
Luka Tembak
Harus selalu ada di dalam benak kita bahwa saat tembakan terjadi, dilepaskan 3 substansi
berbeda dari laras senjata. Yaitu anak peluru, bubuk mesiu yang tidak terbakar, dan gas. Gas
tersebut dihasilkan dari pembakaran bubuk mesiu yang memberikan tekanan pada anak peluru
untuk terlontar keluar dari senjata. Proses tersebut akan menghasilkan jelaga. Ada bagian yang
berbentuk keras seperti isi pensil untuk menyelimuti bubuk mesiu. Sebenarnya tidak semua
bubuk mesiu akan terbakar; sejumlah kecil tetap tidak terbakar, dan sebagian besar lainnya
diledakkan keluar dari lubang senjta sebagai bubuk, yang masing-masing memiliki kecepatan
inisial sama dengan anak peluru atau misil lain. Massa materi yang terlontar dari laras pada
saat penembakan dapat menjadi patokan jarak yang ditempuhnya. Gas, yang bersamanya juga
terkandung jelaga, sangat jelas dan dapat melalui jarak yang sangat pendek yang diukur
dengan satuan inch. Bubuk mesiu yang tidak terbakar, dengan massa yang lebih besar, dapat
terlontar lebih jauh. Tergantung kepada tipe bubuknya, kemampuan bubuk mesiu untuk
terlontar bervariasi antara 2-6 kaki (0,6-2 m). Makin berat anak peluru tentu saja membuatnya
terlontar lebih jauh menuju target yang ditentukan atau tidak ditentukan.
Jarak Tembakan
Efek gas, bubuk mesiu, dan anak peluru terhadap target dapat digunakan dalam keilmuan
forensik untuk memperkirakan jarak target dari tembakan dilepaskan. Perkiraan tersebut
memiliki kepentingan sebagai berikut: untuk membuktikan atau menyangkal tuntutan; untuk
menyatakan atau menyingkirkan kemungkinan bunuh diri; membantu menilai ciri alami luka
akibat kecelakaan. Meski kisaran jarak tembak tidak dapat dinilai dengan ketajaman absolut,
luka tembak dapat diklasifikasikan sebagai luka tembak jarak dekat, sedang, dan jauh. Seperti
yang tertera pada tabel 1. Perlu dicatat bahwa ciri-ciri yang terdapat pada tabel tersebut
disebabkan oleh senapan dan pistol, termasuk juga revolver dan pistol otomatis.
Tabel 1
Senapan Pistol
1.Kontak
a. Keras, dangkal disekitar
tulang
Penampakkan ”eksplosif”
Jelaga pada tepi luka dan
dalam di dalam jaringan, di
atas tulang
Gambaran moncong
senjata
Penampakkan ”eksplosif”
Jelaga pada tepi luka dan
dalam di dalam jaringan, di
atas tulang
Gambaran moncong
senjata
b. keras, tidak dangkal
disekitar tulang
Defek sirkular
Jelaga pada jaringan yang
lebih dalam
Defek sirkular
Jelaga pada jaringan yang
lebih dalam
c. longgar Korona (ditambah dengan
B)
Sama dengan B
2. Jarak dekat Jelaga (gas mesiu) Jelaga (gas mesiu)
Terbakar (gas mesiu)Bubk mesiu bebas Bubuk mesiu bebas
Tanda gumpalan cabang3. Jarak sedang Kelim tato (bubuk mesiu) Kelim tato (bubuk mesiu)
Tepi luka yang tidak rata
Stippling (isi plastik pada selongsong)
4. Jarak jauh Luka saja Luka tidak rata dengan
defek satelit
Makin jauh jarak tembak: satelit makin banyak, terlihat penggumpalan
Luka tembak tempel
Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa pembakaran bubuk mesiu saat tembakan terjadi
menghasilkan sejumlah besar gas. Gas inilah yang mendorong anak peluru keluar dari
selongsongnya, dan selanjutnya menimbulkan suara yang keras. Gas tersebut sangat panas
dan kemungkinan tampak seperti kilatan cahaya, yang jelas pada malam hari atau ruangan
yang gelap.
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi bentuk luka yaitu hasil kombinasi antara gas dan
anak peluru: (1) sejumlah gas yang diproduksi oleh pembakaran bubuk mesiu; (2) efektivitas
pelindung antara kulit dan anak peluru; dan (3) ada tidaknya tulang dibawah jaringan yang
terkena tembakan. Faktor pertama, jumlah gas yang diproduksi oleh bubuk mesiu yang
terbakar memilik hubungan dengan kecepatan melontar senjata. Secara jelas dapat dikatakan
dengan meningkatkan kecepatan melontar berarti juga meningkatkan kecepatan anak peluru.
Meningkatnya jumlah gas yang diproduksi merupakan suatu prinsip untuk meningkatkan
dorongan terhadap anak peluru. Faktor kedua yang berpengaruh terhadap efektifitas pelindung
antara kulit dan anak peluru. Makin efisien pelindung tersebut makin banyak gas yang gagal
ditiupkan di sekitar moncong senjata sehingga makin banyak gas yang dapat ditemukan di
jaringan tubuh. Faktor terakhir adalah keberadaan lapisan tulang dalam jarak yang dekat di
bawah kulit yang dapat dibuktikan menjadi pembatas terhadap penetrasi yang masif dan
ekspansi gas menuju jaringan yang lebih dalam.
Luka Tembak Jarak Dekat
Tanda luka tembak dengan jarak senjata ke kulit hanya beberapa inch adalah adanya kelim
jelaga disekitar tempat masuk anak peluru. Luasnya kelim jelaga tergantung kepada jumlah gas
yang dihasilkan, luasnya bubuk mesiu yang terbakar, jumlah grafit yang dipakai untuk
menyelimuti bubuk mesiu. Pada luka tembak jarak dekat, bubuk mesiu bebas dapat ditemukan
didalam atau di sekitar tepi luka dan disepanjang saluran luka. ”kelim tato” yang biasa tampak
pada luka jarak sedang, tidak tampak pada luka jarak pendek kemungkina karena efek
penapisan oleh jelaga.
Pada luka tembak jarak dekat, sejumlah gas yang dilepaskan membakar kulit secara
langsung. Area disekitarnya yang ikut terbakar dapat terlihat. Terbakarnya rambut pada area
tersebut dapat saja terjadi, namun jarang diperhatikan karena sifat rambut terbakar yang rapuh
sehingga patah dan mudah diterbangkan sehingga tidak ditemukan kembali saat dilakukan
pemeriksaan. Rambut terbakar dapat ditemukan pada luka yang disebabkan senjata apapun.
Luka Tembak Jarak Sedang
Tanda utama adalah adanya kelim tato yang disebabkan oleh bubuk mesiu yang tidak terbakar
yang terbang kearah kulit korban. Disekitar zona tato terdapat zona kecil berwarna magenta.
Adanya tumbukan berkecepatan tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah kecil
dan menghasilkan perdarahan kecil.
Bentuk tato memberikan petunjuk mengenai tipe bubuk mesiu yang digunakan.
Serpihan mesiu menyebabkan tato dengan bentuk yang beraneka ragam, tergantung
bagaimana masing-masing mesiu membentur kulit dengan bentuk pipih pada tepinya.
Gumpalan mesiu, berbentuk bulat atau bulat telur, menyebabkan tato bentuk bintik-bintik atau
titik-titik. Karena bentuk gumpalan lebih kecil dari bentuk serpihan sehingga daerah berkelim
tato pada gumpalan lebih halus.
Luas area tato menunjukkan jarak tembak. Makin besar jarak tersebut, makin besar
area, namun semakin halus. Metode pengukuran luas yang umum dipakai adalah dengan
mengukur 2 koordinat, potongan longitudinal dan transversal. Untuk kemudian dibuat luka
percobaan, dengan menggunakan senjata yang sama, amunisis yang sama, kondisi lingkungan
yang sama dengan hasil luka terlihat yang sama persis dengan korban, dapat di ukur jarak
tembak.
Jarak tempuh bubuk mesiu beraneka ragam. Bubuk mesiu yang terbungkus dapat
dibawa hingga 8-12 kaki. Namun kelim tato tidak akan ditemukan lagi bila jarak tembak melebihi
4-5 kaki.
Luka tembak jarak jauh
Tidak ada bubuk mesiu maupun gas yang bisa terbawa hingga jarak jauh. Hanya anak peluru
yang dapat terlontar memebihi beberapa kaki. Sehingga luka yang ada disebabkan oleh anak
peluru saja. Terdapat beberapa karakteristik luka yang dapat dinilai. Umumnya luka berbentuk
sirkular atau mendekati sirkular.Tepi luka compang-camping. Jika anak peluru berjalan dengan
gaya non-perpendikular maka tepi compang-camping tersebut akan melebar pada salah satu
sisi. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan arah anak peluru.
Pada luka tembak masuk jarak jauh memberi arti yang besar terhadap pengusutan
perkara. Hal ini karena luka jenis ini menyingkirkan kemungkinan penembakan terhadap diri
sendiri, baik sengaja tau tidak. Terdapat 4 pengecualian, yaitu (1) Senjata telah di set
sedemikian rupa sehingga dapat di tembakkan sendiri oleh korban dari jarak jauh; (2)
kesalahan hasil pemeriksaan karena bentuk luka tembak tempel yang mirip luka tembak jarak
jauh; (3) Kesulitan interpretasi karena adanya pakaian yang menghalangi jelaga atau bubuk
mesiu mencapai kulit; dan (4) Jelaga atau bubuk mesiu telah tersingkir. Hal tersebut terjadi bila
tidak ada pengetahuan pemeriksa dan dapat berakibat serius terhadap penyelidikan.
Luka Tembak Keluar
Peluru yang berhasil melewati tubuh akan keluar dan menghasilkan luka tembak keluar.
Biasanya karakteristik luka berbeda dengan luka tembak masuk. Bentuknya tidak sirkular
melainkan bervariasi dari seperti celah (slitlike), seperti bintang, iregular, atau berjarak (gaping).
Bentuk luka tembak keluar tidak dapat di prediksi. Latar belakang variasi bentuknya adalah
sebagai berikut:
1. Anak peluru terpental dari dalam tubuh sehingga keluar dari tempatnya masuk
2. Anak peluru mengalami perubahan bentuk selama melewati tubuh sehingga memberi
bentuk iregular saat keluar.
3. Anak peluru hancur di dalam tubuh, sehingga keluar tidak dalam 1 kesatuan melainkan
dalam potongan-potongan kecil. Jika memiliki jaket, maka jaket dapat terpisah komplit
atau sebagian.
4. Anak peluru yang mengenai tulang atau tulang rawan, dapat membuat fragmen tulang
tersebut ikut terlontar keluar bersama anak peluru.
5. Anak peluru yang melewati kulit yang tidak ditopang oleh struktur anatomi apapun akan
membuat kulit tersebut koyak, hal ini sedikit berhubungan dengan bentuk anak peluru
yang menyebabkannya.
Tidak adanya penahan pada kulit akan menyebabkan anak peluru mengoyak kulit pada saat
keluar. Dalam beberapa keadaan dimana kulit memiliki penahan, maka bentuk luka tembak
sirkular atau mendekati mendekati sirkular yang disekelilingnya dibatasi oleh abrasi. Teka-teki
ilmiah forensik klasik membedakan luka tembak masuk dan luka tembak keluar. Luka tembak
masuk dan luka tembak keluar sulit dibedakan apabila pada luka tembak luar terdapat penahan
kulit, pada luka tembak masuk terdapat pakaian yang menghalangi residu lain, senjata yang
digunakan kaliber kecil (kaliber 22), dan tulang tidak langsung berada di bawah kulit.
Luka tembak luar bentuk shored umumnya ditemukan pada pemakaian pakaian, pada
posisi bagian tubuh tertentu seperti pakaian yang sangat ketat, bagian ikat pinggang dari celana
panjang, celana pendek, atau celana dalam, bra, kerah baju, dan dasi. Luka jenis sama juga
terjadi karena bagian tangan menahan tempat keluar anak peluru kemudian posisi pasien
tiduran, duduk, atau menempel pada objek yang keras.
Tidak semua anak peluru dapat keluar dari tubuh. Terdapat banyak tulang dan jaringan
padat yang dapat menghalangi lewatnya peluru. Peluru jarang dapat dihentikan oleh tulang,
terutama tulang-tulang yang tipis seperti skapula dan ileum atau bagian tipis dari tenglorak.
Kebanyakan anak peluru masuk ke dalam tubuh dan menghabiskan energi kinetiknya di kulit.
Kulit adalah penghalang kedua yang paling menghalangi lewatnya anak peluru.
Anak peluru yang mengenai lokasi yang tidak biasa dapat menyebabkan luka dan kematian
tetapi luka tembak masuk akan sangat sulit untuk ditemukan. Contohnya telinga, cuping hidung,
mulut, ketiak, vagina, dan rektum.
KECEPATAN ANAK PELURU
Jarak tembakan harus ditentukan atau dipikirkan untuk menilai kecepatan tolakan anak peluru.
Perkiraan kecepatan bisa dinilai dengan melakukan pemeriksaan cartridge manufacturer’s
range tables atau untuk lebih tepat dapat menggunakan kronografi, menguji ulang tembakan
dengan menggunakan tipe senjata yang sama dan tipe amunisi yang sama yang dicoba-coba
pada beberapa jarak tertentu.
Kecepatan pistol untuk melontar umumnya antara 350 dan 1500 kaki per detik. Terdapat
sebuah rumus untuk menilai energi kinetik yaitu KE = mv2/2g
Keterangan : KE adalah energi kinetik dalam satuan foot-pounds
m adalah massa anak peluru (pounds)
v adalah kecepatan (feet)
g adalah gaya gravitasi
Area yang tidak terluka pada kasus luka tembak
Ada 4 situasi yang akan diterangkan pada bab ini, yaitu mengenai peluru yang berhubungan
dengan efek yang terlihat pada tubuh yang berupa kelainan abnormal. Situasi tersebut adalah:
1. Percikan darah (dan kadang-kadang jaringan) pada kedua tangan. Kondisi ini sering
ditemukan pada korban bunuh diri. Percikan darah atau jaringan pada tangan terjadi ketika
kontak antara senjata api dengan tangan yang memegang pelatuk senjata. Selian itu juga
sering ditemukan percikan jaringan otak. Pada korban penyerangan atau pembunuhan,
pada tangan penyerang sering ditemukan percikan darah/jaringan korban, namun seringkali
penyerang sudah membersihkan percikan tersebut.
2. Darah mungkin bisa turun ke bagian kaki atau bagian bawah yang lain dari korban.
3. Residu (sisa) dari senjata api yang terdapat pada daerah luka bisa menggambarkan posisi
dan waktu korban itu ditembak. Percikan api atau bubuk mesiu yang keluar dari lubang
yang berbentuk silinder senjata bisa menggambarkan posisi tembakan dan jenis senjata
yang digunakan. Percikan bubuk mesiu ini membentuk sebuah tatto pada luka korban.
4. Terdapat tanda pada telapak tangan yang memegang senjata api berupa jelaga dan bubuk
mesiu korban bunuh diri.
Perubahan Luka pada Luka Tembak
Ada beberapa kondisi yang bisa merubah gambaran luka tembak dengan cepat. Perubahan itu
dapat disebabkan antara lain oleh:
1. luka terbuka yang sudah mengering
2. proses pembusukan tubuh
3. penyembuhan dari luka itu sendiri
4. intervensi tenaga medis
5. intervensi bedah
6. intervensi oleh personel atau orang yang tidak profesional
7. pencucian atau pembersihan luka setelah korban mati
Residu senjata api
Istilah residu sebenarnya adalah sesuatu yang tersisa. Pada bagian ini akan dibahas mengenai
beberapa hal yang memiliki arti yang sama dengan residu. Tiap inevestigator akan cenderung
tertarik melihat residu senjata api dengan sudut pandang yang berbeda. Para petugas hukum
akan mengartikan residu dengan menghubungkan yang tersisa di tangan penyerang dengan
senjata api penyerang. Sedangkan ahli senjata lebih tertarik dengan residu yang dihubungkan
dengan senjata api yang digunakan. Ahli patologi forensik menguraikan antara residu yang
terdapat pada tubuh korban dan luka tembak yang ditemukan.
Pokok persoalan mengenai residu senjata api ini cukup kompleks, meliputi identifikasi,
pengumpulan,pemeliharaan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi yang baik. Namun hal ini
agak kurang dilakukan.
Secara tradisional, residu berarti bubuk sisa tembakan (bubuk mesiu) yang terjadi akibat
proses pembakaran. Ada beberapa macam bentuk residu yang terdapat setelah proses
penembakan menurut investigasi medikolegal.
Residu juga terdapat pada peluru tetapi jarang sekali berguna untuk kepentingan
forensik. Tetapi bubuk mesiu yang terdapat pada peluru seringkali digunakan oleh pemeriksa
medikolegal untuk menemukan jenis senjata api yang digunakan.
Residu tersebut kadang terlihat dengan mata telanjang dan digambarkan sebagai
sebuah kelim tatto pada bagian tubuh korban. Sebagai tambahan, bubuk mesiu peluru dan
fragmennya bisa terlihat pada bagian atas kulit atau bagian bawah kulit dan bisa juga tidak
teridentifikasi. Studi mengenai residu ini adalah baru awal, tidak pernah ada pertanyaan yang
menganalisa detail mengenai keberadaan residu pada luka tembak dalam atau luka tembak
luar pada bagian tubuh korban yang telah mengalami pembusukan.
Residu Senjata Api pada Tangan Tersangka
Petugas hukum biasanya menginginkan untuk mengecek tangan tersangka pada kasus
pembunuhan dengan luka tembak senjata api. Sedangkan ahli patologi forensik mengecek
tangan korban bunuh diri untuk mendapatkan bukti tambahan bahwa memang kematian
disebabkan oleh korban sendiri. Ahli patologi forensik juga mendemonstrasikan hubungan
residu yang tertinggal dengan korban melalui bahasa tubuh (gesture) korban yang bertahan
atau terdapat perlawanan korban terhadap kontrol senjata api.
Residu Senjata Api
Residu Asal Terlihat dengan mata telanjang
partikel bubuk bubuk ya
jelaga bubuk ya
grafit bubuk ya, sebagai jelaga
karbonmonoksida bubuk ya, sebagai karboksihemoglobin
ya, sebagai karboksimioglobin
fragmen/kepingan peluru ya
minyak pelumas peluru ya
timah,antimoni,perak peluru tidak
timah,barium,antimoni primer tidak
tembaga,besi selongsong peluru tidak
Residu pada tangan mungkin bisa terlihat, pada kasus ini keberadaan residu harus
dideskripsikan dan diobservasi, dan mungkin harus difoto dan didokumentasikan. Pada
kebanyakan kasus, residu tidak dapat terlihat dengan mata telanjang. Ada teknik-teknik tertentu
untuk melihat adanya residu. Teknik pertama yang diperkenalkan sekitar tahun 1930an adalah
teknik parafin. Teknik ini mendemonstrasikan nitrat dengan menggunakan parafin untuk
mengumpulkan partikel. Nitrat mampu mengoksidasi substansi dari bubuk mesiu dengan jumlah
yang besar. Adanya partikel tersebut akan menyebabkan efek warna setelah diberikan parafin.
Tetapi teknik nitrat dengan menggunakan parafin ini hanya bagus pada teori. Teknik ini tidak
sensitif dan susah untuk dilakukan (tidak praktis).
Dengan alasan yang tidak jelas, beberapa petugas hukum masih melakukan tes parafin
ini, dan laboratorium kriminal di AS juga masih menggunakan prosedur ini.
Pada tahun 1960an, dikembangkan teknik aktivasi neutron yang lebih digunakan dan akurat.
Bahan yang diambil dari tangan dengan menggunakan parafin atau larutan asam. Kemudian
dilihat dengan sinar radiasi emisi neutron. Radioaktif sekunder akan memisahkan partikel-
partikel residu dengan teliti dan akurat. Teknik ini sangat sensitif dengan membutuhkan sedikit
residu. Meskipun demikian hanya beberapa laboratorium di AS dapat mengerjakannya karena
biaya yang mahal.
Absorbsi percikan nyala api dari senjata api yang berupa partikel atom merupakan salah
satu cara untuk mendeteksi residu primer. Teknik ini dilakukan menggunakan temperatur yang
sangat tinggi untuk menguapkan partikel metalik dari primer residu kemudian dinilai dengan
spektrofotometri. Teknik ini sangat cepat, sensitif, dan ekonomis. Teknik yang lain adalah
skanning dengan mikroskop elektron sebagai alat sentral analisis residu primer yang
dikembangkan oleh aerospace corporation.
Semua prosedur yang telah diterangkan diatas akan berguna apabila pada tangan
korban atau suspek dijaga dan dilindungi dengan cepat supaya residu tidak hilang atau
terkontaminasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kertas, bukan plastik untuk
menutupi bagian tangan sebelum mendapat manipulasi atau perubahan posisi. Pada suspek
hidup, tidak dibenarkan bagi mereka untuk mencuci tangan, memasukkan tangan ke dalam
saku, atau menyentuh apapun.
Residu senjata api pada korban yang dihubungkan dengan pintu masuk luka
Residu yang terlihat, seperti yang telah diterangkan diatas, dapat berupa jelaga, minyak
pelumas peluru, kelim tatto, bubuk mesiu, atau terkadang berupa jelaga yang berasal dari celah
silinder dari pistol. Residu yang tidak terlihat bisa berupa material primer dan partikel metal
yang telah menguap yang berasal dari peluru, jaket, atau selongsong peluru.
Pada umumnya, residu yang dapat dilihat akan berdekatan dengan masuknya luka
(pintu masuk luka). Tepi luka yang rusak bisa tertutup oleh residu dari senjata api apabila
tembakan yang dilakukan pada jarak dekat. Pada luka akibat tembakan, residu tidak terlihat
secara eksternal, kecuali tepi luka yang rusak itu berwarna kehitaman, hal itu terjadi karena
deposit residu peluru pada jaringan. Deteksi yang terbaik adalah dengan mengambil bagian
sekeliling kulit yang rusak akibat tembakan, dan termasuk lapisan subkutan dan mungkin
jaringan yang lebih dalam lagi untuk menemukan bubuk mesiu. Hal ini sangat baik dilakukan
dengan mikroskop dan dilakukan pada ruang otopsi. Prosedur ini juga dilakukan untuk
membedakan luka tembak dalam dan luka tembak luar pada tubuh yang sudah membusuk atau
berubah karena dibakar, temabakan yang dilakukan dalam jarak dekat atau jarak jauh, dan luka
oleh kaliber 22.
Residu yang terlihat kadang bisa terlihat dengan pemeriksaan histologis. Teknik ini
digunakan untuk mencari adanya bubuk mesiu. Kemudian setelah itu bisa dilakukan
pemeriksaan nitrat atau nitrit. Menurut pengalaman penulis, sejauh ini teknik ini lebih
bermanfaat dibandingkan pemeriksaan dengan mikroskop saja pada jaringan yang masih baru
(fresh).
Pada saat pencarian residu yang tidak terlihat disekeliling tepi luka tembak,
pengambilan jaringan dan pemeriksaan dengan energi dispersi dari alat-alat X-ray akan sangat
menguntungkan. Dengan teknik ini komponen primer dan jumlah yang sangat kecil dari deposit
metal yang tersisa dari peluru, jaket maupun selongsongnya bisa dideteksi semikuantitatif.
Residu dari senjata api bisa berupa gas karbonmonoksida. Gas ini diproduksi akibat
proses pembakaran bubuk mesiu. Ketika senjata kontak dengan kulit, karbonmonoksida akan
dideposit dibawah lapisan kulit dan terdifusi pada jaringan. Gas karbonmonoksida akan
bergabung dengan hemoglobin darah dan mioglobin otot dan membentuk karboksihemoglobin
dan karboksimioglobin.
Deskripsi luka senjata api
Kepentingan medikolegal deskripsi yang adekuat dari luka senjata api bergantung pada
besarnya potensi seorang korban meninggal. Jika korban masih hidup, deskripsi singkat dan
tidak terlalu detail. Dokter mempunyai tenggung jawab yang utama untuk memberikan
penatalaksanaan gawat darurat. Membersihkan luka, membuka dan mengeksplorasi,
debridement dan menutupnya, kemudian membalut adalah bagian penting dari merawat pasien
bagi dokter. Penggambaran luka secara detail akan dilakukan nanti., setelah semua kondisi
gawat darurat dapat disingkirkan. Oleh karena singkatnya waktu yang dimiliki untuk
mempelajari medikolegal, seringkali dokter merasa tidak mempunyai kewajiban untuk
mendeskripskan luka secara detail. Deskripsi luka yang minimal untuk pasien hidup terdiri dari:
1. lokasi luka
2. ukuran dan bentuk defek
3. lingkaran abrasi
4. lipatan kulit yang utuh dan robek
5. bubuk hitam sisa tembakan, jika ada
6. tattoo, jika ada
7. bagian yang ditembus/dilewati
8. titik hitam atau tanda penyembuhan akibat bedah pengeluaran benda asing dan
susunannya
9. penatalaksanaan luka, termasuk debridement, penjahitan, pengguntingan rambut,
pembalutan, drainase, dan operasi perluasan luka
Pada korban mati, tidak ada tuntutan dalam mengatasi gawat darurat. Meskipun demikian,
tubuhnya dapat saja sudah mengalami perubahan akibat penanganan gawat darurat atau pihak
lain. Sebagai tambahan, tubuh bisa berubah akibat perlakuan orang-orang yang
mempersiapkan tubuhnya untuk dikirimkan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk
menerimanya. Di lain pihak tubuh mungkin sudah dibersihkan, bahkan sudah disiapkan untuk
penguburan, luka sudah ditutup dengan lilin atau material lain. Penting untuk mengetahui siapa
dan apa yang telah dikerjakannya terhadap tubuh korban, untuk mengetahui gambaran luka
sebenarnya.
Hal-hal yang penting dalam deskripsi luka tembak :
1. Lokasi
a. jarak dari puncak kepala atau telapak kaki serta ke kanan dan kiri garis pertengahan
tubuh
b. lokasi secara umum terhadap bagian tubuh
2. Deskripsi luka luar
a. ukuran dan bentuk
b. lingkaran abrasi, tebal dan pusatnya
c. luka bakar
d. lipatan kulit, utuh atau tidak
e. tekanan ujung senjata
3. Residu tembakan yang terlihat
a. grains powder
a. deposit bubuk hitam, termasuk korona
b. tattoo
c. metal stippling
4. Perubahan
a. oleh tenaga medis
b. oleh bagian pemakaman
5. Track
a. penetrasi organ
b. arah
- depan ke belakang (belakang ke depan)
- kanan ke kiri(kiri ke kanan)
- atas ke bawah
c. kerusakan sekunder
- perdarahan
- daerah sekitar luka
d. kerusakan organ individu
6. Penyembuhan luka tembakan
a. titik penyembuhan
b. tipe misil
c. tanda identifikasi
d. susunan
7. Luka keluar
a. lokasi
b. karakteristik
8. Penyembuhan fragmen luka tembak
9. Pengambilan jaringan untuk menguji residu
Deskripsi medikolegal harus lebih detail dan harus mencakup juga perubahan yang terjadi oleh
orang lain maupun karena reaksi penyembuhan.
Fasilitas Otopsi untuk korban luka tembak
Fasilitas merupaka bagian penting dalam melakukan pemeriksaan yang adekuat bagi korban
luka tembak. Fasilitas yang perlu dievaluasi adalah tempat, tenaga kerja dan peralatan.
Tempat
Tempat untuk otopsi bagi otopsi medikolegal dapat disediakan oleh bagian peradilan, atau oleh
ahli patologi. Lokasi yang paling ideal adalah fasilitas otopsi patologi forensik. Ini
memungkinkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat dan tanpa mengeluarkan banyak
tenaga. Masalah lain yang perlu dipikirkan adalah tempat penyimpanan tubuh yang baik untuk
mencegah perubahan yang berkaitan dengan pembusukan. Penyimpanan yang baik adalah
suhu dingin 2-6° C, dan aman dari ‘tangan-tangan jahil’. Juga diperlukan adanya cahaya yang
cukup untuk pemeriksaan dan fotografi.
Tenaga kerja
Ahli patologi tidak mungkin bekerja seorang diri. Asisten yang dapat membantu otopsi agar
mendapatkan hasil yang adekuat adalah orang-orang dari bagian patologi, residen patologi,
teknolog medis, perawat dan orang dari petugas ruang patologi.
Peralatan
Pemeriksan X-Ray harus tersedia. Hal ini dapat melancarkan pemeriksaan otopsi.
Konsep-konsep yang salah dalam investigasi tembakan senjata
1. Luka tembak masuk selalu lebih kecil daripada luka tembak keluar
2. Ketika luka tembak masuk lebih tinggi dibanding luka tembak keluar, arah serangan dari
bawah ke atas
3. Peluru selalu berjalan dalam garis lurus di dalam tubuh, mulai dari tempat masuk sampai
keluar dari tubuh, atau bila tertinggal di dalam tubuh
4. Ketika peluru diketahui dari luka terbuka senjata api, berefek sangat panas sehingga
membakar kulit
5. Peluru tembakan dari senjata yang beralur(spiral), mengalami perputaran dengan
kecepatan yang sangat tinggi, menuntun jalannya pada dan melalui target. Gerakan
berputar atau mengebor menghasilkan lingkaran abrasi pada luka tembak masuk
6. Peluru yang dihasilkan senjata atau revolver dengan setengah jaket atau peluru berlubang
membuat ‘hamburger’ pada organ daerah dada dan abdomen
7. Beberapa individu meninggal karena komplikasi akibat perlakuan saat membersihkan luka
8. Individu yang dominan tangan kanan membunuh diri dengan memegang senjata dengan
tangan kanan dengan luka terbuka pada kontak dengan atau dekat dengan pelipis kanan
9. Adalah mungkin untuk memperkirakan berapa lama korban hidup setelah cedera fatal dari
pemeriksaan luka
10. Otopsi pada korban luka tembak merupakan prosedur yang sederhana. Yang penting
adalah menemukan luka masuk dan luka keluar, lokasi peluru, dan jaringan serta organ
yang terluka
9. buku ijo traumatologi forensik hal 37
10.http://yasinfadillah.blogspot.com/2008/05/ilmu-kedokteran-forensik-dan_22.html
PENGERTIAN TANATOLOGI
Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu: definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulai dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak.
WAKTU KEMATIAN
Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian adalah:
1. Livor mortis (lebam jenazah)
2. Rigor mortis (kaku jenazah)
3. Body temperature (suhu badan)
4. Degree of decomposition (derajat pembusukan)
5. Stomach Content (isi lambung)
6. Insect activity (aktivitas serangga)
7. Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat kejadian)
Livor mortis
Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.
Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan karbon monoksida (CO) akan berwarna merah cerah (cherry red).
Rigor Mortis
Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:
1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.
3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.
Body Temperature
Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.
Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat dihitung rumus PMI (Post Mortem Interval) berikut.
Formula untuk suhu dalam o Celcius
PMI = 37 o C-RT o C +3
Formula untuk suhu dalam o Fahrenheit
PMI = 98,6 o F-RT o F
1,5
Decomposition
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan berlangsung lebih cepat.
Proses-Proses Spesifik pada Jenazah Karena Kondisi Khusus
Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.
Adipocere
Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri.
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.
Gastric Emptying
Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat kematian. Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna dan dikosongkan dari lambung. Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.
Aktivitas Serangga
Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.
11. Buku ijo tanatologi12. Buku biru sebab mati13. Buku biru visum @repertum