etika forensik

79
Pemicu 3 Stephanie 405090231

Upload: stephaniepany

Post on 13-Dec-2015

253 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ppt

TRANSCRIPT

Page 1: Etika forensik

Pemicu 3

Stephanie405090231

Page 2: Etika forensik

PIDANA vs PERDATA

PIDANA

•Individu vs publik•Publik diwakili penyidik, penuntut umum•Pembuktian : P.U•Penengah : hakim, sistem juri•UU: KUHAP,KUHP,dll•Kebenaran : materiel•Sanksi : mati, SH, penjara, sita , denda

PERDATA

•Individu vs individu•Dapat diwakili pengacara•Pembuktian : penggugat•Penengah : Hakim•Kebenaran : formil•UU: KuhPer,KUHD,DLL•Sanksi: ganti rugi, rehabilitasi

Page 3: Etika forensik

• Prosedur mediko-legal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagaiaspek yang berkaitan pelayanan kedokteranuntuk kepentingan hukum untuk kepentingan hukum.

• Secara garis besar prosedur mediko-legal mengacu kepada peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran

Prosedur Medikolegal

Page 4: Etika forensik

• pengadaan visum et repertum• pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka.• pemberian keterangan ahli pada masa sebelum

persidangan, di persidangan dan dalam persidangan• kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran• penerbitan Surat Keterangan Kematian dan surat

keterangan medik• kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan

penyidik

Lingkup Prosedur Medikolegal

Page 5: Etika forensik

• Persetujuan tindakan kedokteran yg diberikan o/ pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yg akan dilakukan thdp pasien tsb.

(PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008, UU no 29 th 2004 Pasal 45, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008)

Inform Consent

Page 6: Etika forensik

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

• Persetujuan yg ditanda tangani o/ pasien atau keluarga terdekatnya tsb, tidak membebaskan dokter dr tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.

Page 7: Etika forensik

• UUD 1945 pasal 28G ayat 1 disebutkan “setiap org berhak atas perlindungan pribadi, ...”

• Pasal 2 ayat 1 permenkes no 585 th 1989 ttg persetujuan tindakan medik secara tegas menyebutkan “setiap tindakan medik yg akan dilakukan thdp pasien hrs mendapat persetujuan”

• Pasal 53 UU no 23 th 1992 ttg kesehatan jg memberi hak kpd pasien atas informasi & hak memberikan persetujuan tindakan medik

• Pasal 45 ayat 1 UU no 29 th 2004 ttg praktek kedokteran yg menyatakan “setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yg akan dilakukan o/ dokter atau dokter gigi thdp pasiennya hrs mendapat persetujuan”

Dasar Hukum

Page 8: Etika forensik

a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.

b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Tujuan Inform Consent

Page 9: Etika forensik

• Nama & alamat institusi• Judul surat• Identitas pasien atau keluarga pasien yg bertindak

memberikan persetujuan a/n pasien• Nama dokter yg diberikan persetujuan u/ melakukan

tindakan medik• Jenis tindakan medik yg disetujui u/ dilakukan• Pernyataan bahwa pasien atau keluarga telah memperoleh

informasi dgn jelas mengenai diagnosis & tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yg dilakukan, alternatif tindakan lain & risikonya, risiko & komplikasi yg mungkin terjadi, serta prognosis thdp tindakan yg dilakukan

• Tempat, tanggal, dan jam persetujuan yg ditandatangani• Tanda tangan yg memberi persetujuan diikuti nama terang

di bawahnya• Disaksikan & ditandatangani o/ 2 saksi

Formulir Persetujuan Tindakan Medik

Page 10: Etika forensik

• Tersirat atau dianggap telah diberikan – Keadaan normal– Keadaan darurat

• Dinyatakan (expressed consent)– Lisan– Tulisan

Bentuk Inform Consent

Page 11: Etika forensik

• persetujuan yg diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien.

• Implied consent bentuk lain presumed consent• Presumed consent bila pasien dlm keadaan gawat darurat

sementara tak ada org yg bisa memberikan persetujuan (Permenkes No 585 th 1989, pasal 11)

Implied Consent

Page 12: Etika forensik

• Persetujuan yg dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yg akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yg biasa.

• Sebaiknya pasien disampaikan terlebih dahulu, agar tidak salah mengerti.

• Bila mengandung risiko PTM tertulis

Expressed Consent

Page 13: Etika forensik

• Diagnosis & tata cara tindakan medis• Tujuan tindakan medis yg dilakukan• Alternatif tindakan lain & risikonya• Risiko & komplikasi yg mungkin terjadi • Prognosis terhadap tindakan yg dilakukan

Informasi (pasal 45 ayat 3 UU no.29 thn 2004)

Page 14: Etika forensik

• Dokter yg melakukan pengobatan atau yg akan melakukan tindakan medik

• Pendelegasian (Permenkes no. 585 th 1989) :– Tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasif lainnya

dokter lain– Tindakan non-bedah atau non-invasif dokter lain atau

perawat• Pemberian informasi hrs atas petunjuk dokter yg

melakukan tindakan medik & tanggung jawab tetap berada pd dokter yg mendelegasikan

Pemberian Informasi

Page 15: Etika forensik

• Pasien sndr, bl pasien cakap hukum– Cakap hukum : pasien a/ org dws (≥21thn atau telah

menikah) yg dlm keadaan sadar & sehat mental• Pasien yg blm dws atau tdk cakap hukum, dpt menerima

informasi, namun dlm pengambilan keputusan dilakukan o/ org tua atau wali atau curatornya dgn mendengarkan pendapat pasien. (pasal 433 KUHPerdata, pasal 9 & 10 Permenkes 585 th 1989)

Penerima Informasi dan Persetujuan

Page 16: Etika forensik

• Keadaan gawat darurat + pasien tdk sadar / tdk dpt memberi persetujuan persetujuan dpt diminta dr keluarga terdekat.

• Tdk didampingi keluarga terdekat + pasien memerlukan tindakan medik segera tindakan medik dpt dilakukan tanpa persetujuan siapapun (pasal 11 Permenkes 585 th 1989)

NB : secara perdata, dlm pasal 1354 KUH Perdata : perwalian secara sukarela dgn cr mengambil alih tanggung jawab u/ menolong pasien diperbolehkan.

Page 17: Etika forensik

• hrs didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat

• Yg berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa (diatas 21 thn atau sdh menikah) dan dlm keadaan sehat mental

• Pasien yg di bwh umur 21 th, dan pasien ggg jiwa yg menandatangani adalah orang tua/wali/keluarga terdekat

Persetujuan

Page 18: Etika forensik

• Pasien dlm keadaan tdk sadar, atau pingsan serta tdk didampingi keluarga terdekat dan dlm keadaan gawat darurat dan bth tindakan medik sgera, tdk diperlukan persetujuan dr siapa pun (pasal 11 bab IV Permenkes No.585)

• 5 syarat sah nya PTM :– diberikan scr bebas– Diberikan oleh orang yg sanggup membuat perjanjian– Telah dijelaskan btk tindakan yg akan dilakukan shg psien

dpt memahami tindakan itu perlu dilakukan– Mengenai sesuatu hal yg khas– Pada situasi yg sama

Page 19: Etika forensik

Pasal 16• (1) Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh

pasien dan/atau keluarga terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.

• (2) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud kedokteran pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.

• (3) Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab pasien.

• (4) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memutuskan hubungan dokter dan pasien.

Penolakan Tindakan Kedokteran

Page 20: Etika forensik

Pasal 17• (1) Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat

persetujuan menjadi tanggung jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.

• (2) Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran.

Tanggung Jawab

Page 21: Etika forensik

• Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

• Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

Page 22: Etika forensik

• Sanksi administratif : dokter yg melakukan tindakan medik tanpa persetujuan pasien atau keluarganya bs dicabut SIPnya (pasal 13 permenkes 585 th 1989)

• Sanksi perdata : tindakan medik tanpa persetujuan pasien a/ melanggar hukum. Bl menimbulkan kerugian, mk dokter yg melakukan & institusi penyelenggara pelayanan kedokteran yg bersangkutan dpt dikenai sanksi perdata dgn acuan pasal 1365 KUH Perdata

• Sanksi pidana : kelalaian menjalankan persetujuan tindakan medik dpt dikenai delik penganiayaan dlm KUHP. Kesengajaan penyimpangan dlm praktek kedokteran yg mengakibatkan kerugian bg pasien dgn delik yg sesuai

Sanksi

Page 23: Etika forensik

Hak Asasi Pasien

• Diturunkan dari HAM dalam UU RI No.44 Th.2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 32

Page 24: Etika forensik

• Setiap pasien mempunyai hak:– Memperoleh informasi mengenai • tata tertib & peraturan yg berlaku di RS,• hak & kewajiban pasien.

– Memperoleh layanan:• Yang manusiawi, adil, jujur, & tanpa diskriminasi• Layanan kesehatan yg bermutu sesuai standard profesi,

standard pelayanan, & standard prosedur operasional• Yg efektif & efisien, sehingga pasien terhindar dr

kerugian fisik & materi.– Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yg

didapatkan.

Page 25: Etika forensik

– Memilih dokter & kelas perawatan sesuai dgn keinginannya & peraturan yg berlaku di RS.

– Meminta konsultasi tntg penyakit yg dideritanya kepada dokter lain yg mempunyai SIP baik di dalam maupun di luar RS.

– Mendapatkan privasi & kerahasiaan penyakit yg dideritanya, termasuk data-data medisnya.

– Mendapatkan informasi yg meliputi diagnosis & tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko & komplikasi yg mungkin terjadi, & prognosis dr tindakan yg dilakukan, serta perkiraan biaya pengobatan.

Page 26: Etika forensik

– Memberikan persetujuan atau menolak tindakan yg akan dilakukan o/ tenaga kesehatan terhadap penyakit yg dideritanya.

– Didampingi keluarga dalam keadaan kritis.– Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yg

dianut, selama hal itu tdk mengganggu pasien lain.– Memperoleh keamanan & keselamatan diri selama dlm

perawatan di RS.– Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan RS thdp

dirinya.

Page 27: Etika forensik

– Menolak layanan bimbingan rohani yg tdk sesuai dgn agama & kepercayaan yg dianut.

– Menggugat dan/ atau menuntut RS apabila RS diduga memberikan layanan yg tdk sesuai standard, baik secara perdata atau pidana.

– Mengeluhkan pelayanan RS yg tdk sesuai dgn standard pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dgn ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 28: Etika forensik

Malpraktik medik : kelalaian seorang dr u/ mempergunakan tingkat keterampilan & ilmu pengetahuan yg lazim digunakan dlm mengobati pasien/org cedera menurut ukuran dlm lingkungan yg sama .

Malpraktik

Page 29: Etika forensik

1. Kriminal malpraktik terjadi, bila seorang dr dlm menangani suatu kasus tlh melanggar hukum pidana & menempatkan dirinya sbg seorang tertuduh, Co :

- Seorang dr yg melupakan kewajibannya u/ melaporkan kpd polisi bahwa dia merawat seorang penjahat yg harus dilaporkan

2. Civil malpractice terjadi, bila seorang dr tlh menyebabkan pasiennya menderita luka atau mati tetapi tdk dpt dituntut scr pidana. Dlm hal ini dpt digugat scr perdata o/ pasien maupun keluarganya Co :

- Alat u/ operasi yg tertinggal di tubuh pasien

Klasifikasi

Page 30: Etika forensik

Dokter dikatakan melakukan mapraktik jika :1. dr < menguasai iptek kedokteran yg umum berlaku

dikalangan profesi kedokteran 2. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi

(≠ lege artis)3. Melakukan kelalaian yg berat atau memberikan pelayanan yg

tdk hati24. Melakukan tindak medis yg bertentangan dg hukum

Page 31: Etika forensik

Jika dokter hanya melakukan tindakan yg bertentangan dg KODEKI, maka penggugat harus dpt membuktikan 4 unsur sbg berikut :

a) Adanya suatu kewajiban bagi dr terhadap pasienb) Dokter tlh melanggar standar pelayanan medis yg lazim

dipergunakan c) Penggugat tlh menderita kerugian yg dpt dimintakan ganti

ruginya d) Scr faktual kerugian itu disebabkan o/ tindakan dibawah

standar

Page 32: Etika forensik

Peniadaan hukuman dlm hukum kedokteran yg tercantum dlm bbrp pasal KUHP bagi dr yg tlh melakukan malpraktik medis :

Pasal 44 (sakit jiwa) Pasal 48 (adanya unsur daya paksa) Pasal 49 (pembelaan diri terpaksa) Pasal 50 (melaksanakan ketentuan UU) Pasal 51 (melaksanakan perintah jabatan & sbg)

Page 33: Etika forensik

Peniadaan hukuman di luar UU tertulis : Tdk ada hukuman walaupun memenuhi semua

unsur delik, krn hilangnya sifat bertentangan dg hukum material

Tdk ada hukuman krn tdk ada kesalahan

Page 34: Etika forensik

Istilah & definisi “MALPRAKTIK” tdk ada, baik dlm KUHP (kitab UU hukum pidana) maupun dlm UU No 23 tahun 1993 tentang kes. Yg tercantum pd k2 UU tsb : “KELALAIAN”

Sanksi hukumSanksi pidana :u/ kelalaian yg berlaku bagi setiap org, diatur dlm pasal 359, 360

dan 361 KUHP

Peraturan Hukum di indonesia

Page 35: Etika forensik

• Pasal 359 KUHP Barang siapa krn kelalaiannya menyebabkan kematian org lain, diancam dg pidana penjara 5th atau kurungan plg lama 1th

• Pasal 360 ayat (1) KUHP Barang siapa krn kelalaiannya menyebabkan org lain menderita luka berat, diancam dg pidana penjara plg lama 5th atau kurungan plg lama 1th

Page 36: Etika forensik

Kriteria luka berat dlm pasal 90 KUHP :

Jatuh sakit/luka yg tdk ada harapan akan sembuh sm sx atau menimbulkan bahaya maut

≠ terus-menerus u/ menjalankan pekerjaannyaKehilangan salah 1 panca indera Mendapat cacat berat (hilangnya salah 1 anggota

badan)Menderita sakit lumpuhG3 pikiran selama 1 minggu (plg cepat)Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

Page 37: Etika forensik

Sanksi perdataSanksi hukum :Seorang dr yg telah terbukti melakukan kelalaian

shg pasiennya menderita luka atau mati, dpt digugat scr perdata berdasarkan pasal 1366, 1370 atau 1371 KUHP

Page 38: Etika forensik

• Pasal 1366 KUHP Setiap org bertanggung jawab tdk saja atas kerugian yg disebabkan krn perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yg disebabkan krn kelalaian atau < hati2

• Pasal 1370 KUHP Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya seseorang) dg sengaja/< hati2, maka suami & istri yg ditinggalkan, anak atau ortu korban yg biasanya mendapat nafkah dr pekerjaan korban, mempunyai hak u/ menuntut semua ganti rugi, yg harus dinilai menurut kedudukannya & kekayaan k2 belah pihak serta menurut keadaan

• Pasal 1371 KUHP Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dg sengaja atau < hati2, memberikan hak kpd korban, selain penggantian biaya2 penyembuhan, jg menuntut penggantian kerugian yg disebabkan o/ luka atau cacat tsb

Page 39: Etika forensik

Pasal 1367 KUHP

Mengatur tentang kewajiban pemimpin atau majikan u/ mengganti kerugian yg disebabkan o/ kelalaian yg dilakukan o/ anak buah atau bawahannya. UU No. 23 th 1992 tentang kes; menurut pasal 55 UU tsb :

Ayat (1)setiap org berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yg dilakukan tenaga kes

Ayat (2)ganti rugi sebagaimana dimaksud dlm ayat (1) dilaksanakan sesuai dg peraturan UU yg berlaku

Page 40: Etika forensik

1. Senantiasa berpedoman pd standar pelayanan medik & standar prosedur operasional

2. Bekerjalah scr profesional, berlandaskan etik & moral yg tinggi3. Ikuti peraturan perundangan yg berlaku, terutama tentang kes &

praktik kedokteran4. Jalin komunikasi yg harmonis dg pasien & keluarganya. Dan jgn

pelit informasi baik tentang diagnosis, pencegahan & terapi5. Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban & kekeluargaan

sesama sejawat & tingkatkan kerja sama tim medik demi kepentingan pasien

6. Jgn berhenti belajar, selalu tingkatkan ilmu & keterampilan dlm bidang yg ditekuni

Upaya Pencegahan Malpraktik

Page 41: Etika forensik
Page 42: Etika forensik

BREAKING BAD NEWS

Page 43: Etika forensik

• S-SETTING UP interviewdari lingkungannya, libatkan orang terdekat, duduk bersama dengan mata sejajar, buat hubungan erat dengan pasien.

• P-Assessing the patient’s PERCEPTIONSebelum memberitahu, tanya terlebih dahulu, “Apa yang Anda ketahui sejauh ini tentang kondisi anda?” hal ini berguna untuk mempersiapkan dokter akan kemungkinan respon yang diberikan pasien nanti.

Protokol SPIKES

Page 44: Etika forensik

• I-Obtaining patient’s INVITATIONSebagian besar pasien pasti ingin mendengar diagnosis serta harapan hidupnya kelak. Ada juga sebagia kecil pasien yang justru tidak ingin mendengar apapun tentang penyakitnya.

• K-Giving KNOWLEDGE and information to the patientPasien harus diberitahu diagnosis dan prognosis sejujurnya dalam bahasa yang sederhana dan cara yang halusJangan menggunakan bahasa medis yang tdk dimengerti pasien. Dan bila prognosis kurang baik, pasien harus diyakinkan bahwa akan selalu mendapat dukungan yang sebesar-besarnya

Page 45: Etika forensik

• E-Adressing the patient’s EMOTIONS with emphatic responsesAmati emosi pasien dan cari tahu apa penyebab dari emosi pasien tersebut. Beri waktu juga kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya.

• S-STRATEGY and SUMMARYSampaikan tindakan apa yang harus dilakukan oleh pasien serta sampaikan ringkasannya.

Page 46: Etika forensik
Page 47: Etika forensik

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 290/MENKES/PER/III/2008TENTANGPERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Page 48: Etika forensik

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 11. Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang

diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.

2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.

3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.

Page 49: Etika forensik

4. Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.

5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.

Page 50: Etika forensik

6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas

Page 51: Etika forensik

BAB IIPERSETUJUAN DAN PENJELASAN

Bagian KesatuPersetujuan

Pasal 2

(1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.

Page 52: Etika forensik

Pasal 3(1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi

harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan persetujuan lisan.

(3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.

(5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.

Page 53: Etika forensik

Pasal 4

(1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.

(2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.

(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

Page 54: Etika forensik

Pasal 5

(1) Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan sebelum dimulainya tindakan.

(2) Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan.

(3) Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yang membatalkan persetujuan.

Page 55: Etika forensik

Pasal 6

Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan kedokteran yang mengakibatkan kerugian pada pasien

Page 56: Etika forensik

Bagian KeduaPenjelasan

Pasal 7(1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung

kepada pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.

(2) Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.

(3) Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya mencakup:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;c. Altematif tindakan lain, dan risikonya;d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dane. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.f. Perkiraan pembiayaan.

Page 57: Etika forensik

Pasal 9(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus

diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman.

(2) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.

(3) Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.

Page 58: Etika forensik

BAB IIIYANG BERHAK MEMBERIKAN PERSETUJUAN

Pasal 13(1) Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau

keluarga terdekat.(2) Penilaian terhadap kompetensi pasien sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter pada saat diperlukan persetujuan

Page 59: Etika forensik

BAB VITANGGUNG JAWAB

Pasal 17(1) Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat

persetujuan menjadi tanggung jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.

(2) Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran.

Page 60: Etika forensik

BAB IXKETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585/MENKES/PER/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Page 61: Etika forensik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT

Page 62: Etika forensik

BAB VIII KEWAJIBAN DAN HAK

Bagian Kesatu Kewajiban

Pasal 29 (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :

a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;

b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;

c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;

Page 63: Etika forensik

f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;

g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;

h. menyelenggarakan rekam medis; i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain

sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;

j. melaksanakan sistem rujukan; k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar

profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak

dan kewajiban pasien; m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien; n. melaksanakan etika Rumah Sakit;

Page 64: Etika forensik

o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;

p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional;

q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;

r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);

s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan

t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Page 65: Etika forensik

(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratif berupa:

a. teguran; b. teguran tertulis; atau c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Page 66: Etika forensik

Bagian Kedua Hak Rumah Sakit

Pasal 30 (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak: a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya

manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit; b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan

remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan;

d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Page 67: Etika forensik

e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian; f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan; g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah

Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan Peraturan Menteri.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana dmaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Page 68: Etika forensik

Bagian Ketiga Kewajiban Pasien

Pasal 31 (1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit

atas pelayanan yang diterimanya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri.

Page 69: Etika forensik

Bagian Keempat Hak Pasien

Pasal 32 Setiap pasien mempunyai hak: a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan

yang berlaku di Rumah Sakit; b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa

diskriminasi; d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan

standar profesi dan standar prosedur operasional; e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga

pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;

Page 70: Etika forensik

f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;

i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;

j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

Page 71: Etika forensik

k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; m. menjalankan ibadah sesuai agama atau

kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;

o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;

Page 72: Etika forensik

p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;

q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan

r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 73: Etika forensik

BAB IX PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu Pengorganisasian

Pasal 33 (1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif,

efisien, dan akuntabel. (2) Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala

Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

Page 74: Etika forensik

Pasal 34 (1) Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang

mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.

(2) Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia.

(3) Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.

Pasal 35 Pedoman organisasi Rumah Sakit ditetapkan dengan Peraturan

Presiden.

Page 75: Etika forensik

Bagian Kedua Pengelolaan Klinik

Pasal 36 Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah

Sakit dan tata kelola klinis yang baik.

Pasal 37 (1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit

harus mendapat persetujuan pasien atau keluarganya. (2) Ketentuan mengenai persetujuan tindakan kedokteran

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 76: Etika forensik

Pasal 38

(1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran. (2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Page 77: Etika forensik

Bagian Keenam Perlindungan Hukum Rumah Sakit

Pasal 44 (1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala

informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.

(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.

(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.

Page 78: Etika forensik

Pasal 45

(1) Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.

(2) Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

Page 79: Etika forensik

Bagian Ketujuh Tanggung jawab Hukum

Pasal 46 Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua

kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.