18. palpitasi

14

Click here to load reader

Upload: jeremia-jerez

Post on 25-Jul-2015

54 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: 18. PALPITASI

PALPITASI

Perhatian Denyut jantung yang abnormal hampir selalu disebabkan karena gangguan pada

irama jantung, atau disritmia dan apa yang dirasakan oleh pasien merupakan perubahan sekunder pada output kardiak (ingat bahwa cardiac output berkaitan langsung dengan stroke volume dan Heart rate).

Takidisritmia menyebabkan peningkatan heart rate dan pengurangan stroke volume, sedangkan premature ventricular contractions (PVCs) menghasilkan peningkatan stroke volume pada setiap denyut yang mengikuti PVC sebagai hasil dari peningkatan filling time selama compensatory pause.

Jangan membuang waktu untuk mengidentifikasi sifat disritmia yang paling tepat, namun prioritaskan untuk:

1. Periksa status hemodinamik pasien2. Putuskan apakah keadaan tersebut termasuk narrow atau wide complex dysrhythmia

(tabel 1) Jika keadaan pasien tidak stabil dengan tanda-tanda serius seperti (1) gagal jantung

atau dispneu; (2). Syok; (3). AMS; (4). Nyeri dada, maka lakukan immediate synchronized electrical cardioversion (untuk kedua tipe : narrow dan wide complex).

Bukti-bukti yang ada tidak mendukung penggunaan lignokain untuk membedakan perfusi Ventricular tachycardia (VT) dan Wide complex Tachycardia dengan asal yang tidak diketahui pasti.

Bukti-bukti tidak mendukung penggunaan Adenosine untuk membedakan perfusi VT dan Supraventrikular (SVT) dengan aberrant ventricular contraction (SVT yang dikonduksi oleh 1 ventrikel saja akibat transient bundle branch block).

Amiodarone saat ini merupakan DOC pada manajemen takidisritmia stabil, karena efek spectrum antidisritmia-nya yang luas serta lebih sedikit menimbulkan efek inotropik negative dibandingkan dengan obat lainnya.

Tabel 1 : Klasifikasi takidisritmia berdasarkan EKG Narrow Complex Wide complex

Regular Irregular Regular IrregularSinus takikardi

Supraventricular Takikardi (SVT) (Gambar 1)

Atrial Flutter dengan konduksi 1:1 atau 2:1 (Gambar 2)

Atrial Fibrillation

Atrial Flutter dengan berbagai variasi Block

Multifocal atrial tachycardia

Monomorfik VT (gambar 3, 4 dan 5 serta tabel 2)SVT dengan aberrancy (Gambar 6 dan tabel 2)

Setiap narrow complex tachycardia dengan BBB, yang regular, atau Wolff-Parkinson- White (WPW) syndrome

Polimorfik VT

Semua complex tachycardia dengan BBB yang ireguler atau WPW syndrome (Gambar 7)

Page 2: 18. PALPITASI

Gambar 1 : Supraventricular AV nodal reentrant tachycardia pada wanita usia 35th yang datang dengan keluhan palpitasi

Catatan : (1) regular, narrow QRS tachycardia sekitar 200/menit. (2) Tidak ada gelombang P yang terlihat. Pemeriksaan elektrofisiologi lanjutan mengkonfirmasikan bahwa pasien menderita supraventricular AV nodal reentrant tachycardia.

Page 3: 18. PALPITASI

Gambar 2 : Atrial flutter dengan konduksi AV 2:1

Catatan : Selama konduksi AV 2:1, gelombang flutter ‘F’ tersembunyi diantara QRS complexes dan segmen ST/gelombang T. harus ada bukti yang menunjukkan adanya peningkatan konduksi AV yang berakibat pada perlambatan ventricular rate (lihat tanda panah). Arah panah menunjukkan gelombang Flutter (‘F’).

PenatalaksanaanLihat bab Cardiac Dysrhytmias/Resuscitation Algorithms untuk ringkasan penatalaksanaannya.

Terapi Suportif Pasien harus ditangani pada area critical care, dimana monitoring EKG secara

terus-menerus dapat dilakukan, dan tersedia peralatan resusitasi serta defibrillator. Beri oksigen jika terjadi penurunan SpO2. Monitoring EKG, tanda vital tiap 15 menit, pulse oksimetri. Pasang jalur iv perifer. Lakukan pemeriksaan EKG 12 lead : apakah terdapat narrow atau wide complex

disritmia?

Gambar 3 : Ventricular tachycardia pada pasien dengan Infark Myocard acuteCatatan : (1) Wide QRS tachycardia terjadi regular, sekitar 166x/menit. (2) morfologi QRS superficial menyerupai pola left bundle branch, kecuali gelombang r pada V1 dan V2 (arah panah) yang melebar, sehingga menyebabkan ventricular ectopy. (3) gambar ritme pada bagian bawah EKG menunjukkan fusion beats (arah panah) dimana memiliki morfologi yang berbeda. Juga terdapat kemungkinan suatu AV dissociation, karena ada bagian segmen ST/gelombang T dari ventricular complex yang berurutan memiliki sedikit perbedaan morfologi dan terlihat sebagai deformitas, yang kemungkinan besar karena adanya superimposisi gelombang P yang timbul kadang-kadang, berbeda dengan QRS complex yang ada.

Gambar 4 : Ventricular tachycardia

Page 4: 18. PALPITASI

Catatan : (1) rapid ventricular rate 158x/menit. (2) wide QRS complex yang regular (0,16 detik). (3) gelombang R monofasik pada V1 (4). rS complex pada V5 dan V6 (5) aksis indeterminate sekitar 170o.

Pemeriksaan fisik singkat yang penting untuk menentukan stabilitas hemodinamik Tingkat Kesadaran : apakah pasien sadar dan orientasinya baik, merespon

pertanyaan dengan baik? Penurunan kesadaran mungkin mengindikasikan perlunya segera dilakukan synchronized electrical cardioversion (lihat komentar selanjutnya).

Keadaan umum : termasuk adanya diaforesis, sianosis dan gejala yang dapat ditoleransi.

Tanda-tanda vital

Gambar 5 : Ventricular tachycardia menunjukkan pola concordanceCatatan : (1) regular, takikardi wide QRS (190x/menit). (2). Seluruh QRS complexes pada lead precordial dari V1 sampai V6 negatif pada polarity.

Teknik Cardioversion1. Tempatkan chest patches pada lokasi infraclavicular kanan dan apical (seperti

halnya defibrillation).2. Berikan diazepam iv atau midazolam untuk efek sedasi (jika tersedia).3. Tekan tombol SYNC (synchronization) (tidak seperti defibrillation).4. Pilih level energi, dimulai dari 100 joule untuk dewasa dilanjutkan dengan

200 J, 300J, dan 360 J secara berurutan bila diperlukan.

Page 5: 18. PALPITASI

Gambar 6 : Takikardi Supraventrikuler dengan induksi konduksi ventrikuler tambahan pada laboratori elektrofisiologi seorang pasien usia 25th yang datang dengan keluhan palpitasi.

Catatan : (1) heart rate yang cepat yaitu 160x/menit (2) regular dan wide QRS complexes (0,12 detik) dengan konfigurasi right bundle branch block yang khas (pola trifasik rSR’ pada V1). (3) tidak ada gelombang p yang jelas terlihat.

Gambar 7 : Atrial fibrillation pada pria 22 tahun dengan WPW syndromeCatatan : (1) ritme irregular dan ventricular rate yang sangat cepat. (2) QRS complexes lebarnya bervariasi.

Fokus Anamnesa (sangat bermanfaat jika waktu tersedia) Riwayat palpitasi sebelumnya : jika positif, bagaimana keadaan tersebut diterapi,

apakah dengan maneuver fisik, medikasi atau terapi elektrik. Apa yang telah pasien lakukan untuk mengatasi palpitasi? Apakah pasien telah

diajarkan untuk melakukan maneuver valsava dirumah? Jika telah dilakukan, bagaimanakah hasilnya?

Gejala terkait lain seperti nyeri dada, dispneu, lightheadedness atau kebingungan: indikasi adanya hipoperfusi end-organ dan dekompensasi.

Riwayat penyakit kardiovaskular pada pasien atau keluarga atau riwayat obat yang dikonsumsi, misal penggunaan obat simpatomimetik, obat yang mengandung bronkodilator atau teofilin, atau amfetamin seperti yang terkandung didalam pil penurun berat badan.

Pemeriksaan fisik yang menjadi focus sekunder Ulangi tanda-tanda vital : penting untuk mendeteksi kemajuan atau deteorasi Ulangi pemeriksaan tingkat kesadaran dan perfusi perifer

Terapi Narrow Complex Tachydysrhythmias

Terapi sangat tergantung dari diagnosa, misal sinus takikardi membutuhkan terapi penyebabnya (nyeri, perdarahan, ansietas, efek antikolinergik, dsb).

Non farmakologis : penting dimana 25% pasien dengan SVT dapat dibantu dengan valsava maneuver atau pemijatan sinus carotid (carotid sinus massage = CSM).

Catatan : Sinus carotid berlokasi di sudut mandibula, kemudian dengarkanlah suara ‘bruits’ sebelum melakukan CSM. Beberapa klinisi menghindari CSM secara total pada pasien di atas 50 th untuk mengantisipasi eksistensi plak, tanpa memperhatikan kehadiran atau tidak adanya bruit. Jangan lakukan CSM pada pasien yang diketahui memiliki riwayat CVA atau TIA.

Page 6: 18. PALPITASI

Gambar 8: ‘R on T’ ventricular ectopic beats dan ventricular fibrillation pada pasien dengan infark akut inferiorCatatan : (1) Perubahan ‘hiperacute’ pada infark transmural inferior sebagaimana terlihat pada peningkatan segmen ST pada lead II. (2) ‘R on T’ ventricular ectopic beats (E) menginisiasi ventricular fibrillation (VF).

Farmakologi : pilihan meliputi adenosine, verapamil atau amiodarone; semua telah dibuktikan sama efektif dan dapat digunakan jika salah satu obat gagal untuk mengatasi narrow complex tachycardia. Pilihan obat tergantung pada ketersediaan dan pengalaman klinisi.1. Adenosine merupakan ultra-short-acting AV nodal blocker (Tabel 2).

Dosis : 6 mg iv bolus cepat pada vena proksimal (bukan pada lengan atau pergelangan tangan), diikuti secepatnya dengan aliran 20 ml saline dan elevasi dari lengan. Dapat diulang 2 kali pada dosis 12 mg iv samapi total 30 mg.

2. Verapamil (Calsium channel blocker) sama efektifnya dengan adenosine. Kerugiannya antara lain: (1) onset aksinya lama; dan (2) efek samping yang bermakna dari penurunan kontraktilitas miokard dan vasodilatasi perifer.

Catatan : pretreatment dengan bolus cairan dan kalsium klorida (0,5 – 1g iv selama 5 menit) cukup bermanfaat untuk mencegah hipotensi yang diinduksi verapamil.

Perhatian : verapamil tidak boleh digunakan bersamaan dengan beta blockers iv, dan harus dihindari pada pasien dengan wide complex tachycardias.Dosis : 2,5-10mg iv; dapat diulang 15 -20menit kemudian; dosis total maksimum

20mg.

3. Amiodarone digunakan jika adenosine gagal dan terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif.Dosis : 150mg iv selama 10 menit; dapat diulang 1 kali.

4. Diltiazem (Calsium channel blocker) sama efektifnya dengan verapamil dalam mengatasi narrow complex SVT. Keuntungan bila dibanding verapamil adalah diltiazem lebih sedikit menyebabkan depresi miokard.Dosis : 10-20mg iv selama 2 menit. Jika tidak efektif dapat diikuti 15 menit kemudian dengan bolus yang kedua sebanyak 0,35 mg/kg iv. Jika diperlukan, infus 5-15 mg/jam x 24 jam dapat diberikan.

5. Beta-blocker seperti esmolol dan propanolol juga efektif. Esmolol memiliki T ½ yang sangat singkat dan bersifat kardioselektif. Dosis : 0,5 mg/kg bolus selama 1 menit diikuti dengan infus 0,05 mg/kg/menit. Loading dose dapat diulang dan tetesan infus dapat ditingkatkan sebanyak 0,05 mg/kg/menit tiap 5 menit prn sampai maksimal 0,2mg/kg/menit.Propanolol merupakan DOC untuk SVT pada thyrotoxicosis karena ia memblok sebagian proses pengubahan T3 dan T4. Perhatian : hindari

Page 7: 18. PALPITASI

penggunaannya pada pasien COLD, CCF atau asma, dan pada pasien yang telah diterapi dengan Calsium channel blockers. Dosis : 1 mg iv selama 1 menit; dapat diulang tiap 5 menit sampai total 0,1-0,5mg/kg.

6. Digoxin : obat yang bersifat vagotonik. Kerugiannya adalah onset kerjanya lebih lambat dibandingkan dengan obat yang tersebut diatas (dapat membutuhkan beberapa jam). Dosis : 0,5mg iv bolus sebagai dosis awal, dengan dosis ulangan 0,25mg tiap 30-60 menit prn. Dosis total tidak boleh melebihi 0,02 mg/kg.

Tabel 2 : Keuntungan dan Kerugian pemberian Adenosine dibanding Verapamil

Keuntungan KerugianT ½ yang pendek <10 detikEfek hipotensi dan depresi miokard

yang lebih rendah

- Efek samping flushing, dispneu dan nyeri dada- Rekurensi SVT sering terjadi (pada 50-60%

pasien)- Interaksi obat cukup bermakna: antagonis

dengan teofilin dan kafein, potensiasi dengan dipyridamole dan carbamazepineCatatan : Adenosine bisaanya tidak mengubah disritmia pada paroxysmal atrial tachycardia, atrial flutter atau atrial fibrillation, namun akan mengurangi ventricular rate karena penurunan konduksi atrioventricular.

Atrial Fibrillation (AF) dengan rapid ventricular fibrillation Adanya pasien dengan atrial fibrilasi dan rapid ventricular fibrillation merupakan masalah yang spesial. Jika hemodinamik pasien stabil, peran dokter spesialis EM adalah untuk memperlambat respon ventrikuler dan BUKAN merubah ritme jantung menjadi Sinus rhythm kecuali dokter tersebut yakin bahwa durasi AF terjadi < 48 jam. Pengubahan ke sinus rhythm tanpa pemberian antikoagulasi yang adekuat akan menyebabkan embolisasi klot yang terekat pada dinding atrium kanan. Penelitian menyatakan bahwa penggunaan Calsium Channel Blocker (diltiazem atau verapamil) dan beta blocker (esmolol dan metoprolol) merupakan obat yang efektif untuk mengatur heart rate pada pasien AF yang stabil. Dosis : Diltiazem iv 10-20mg selama 2 menit.Catatan : Digoxin tidak menunjukkan efektivitas untuk mengontrol heart rate akut. Namun, jika pasien dalam keadaan gagal jantung, pilihan bisa berupa digoxin atau amiodarone.

Secara keseluruhan, keberhasilan chemical cardioversion hanya sekitar 50%. Literature yang menerangkan penelitian untuk membandingkan efektivitas obat untuk mengubah AF menjadi sinus rhythm banyak yang bersifat kontradiktif. Pilihan terapi meliputi :

Class 1A agents (quinidine dan procainamide) : obat-obatan yang paling tradisional yang digunakan dalam cardioversion, dengan angka kesuksesan sebesar 40-80%.

Page 8: 18. PALPITASI

Amiodarone : 93 % berhasil mengembalikan sinus rhythm dalam 24 jam namun tidak secepat calsium channel blocker atau beta blocker dalam menurunkan heart rate.

Propafenone : berhasil pada penggunaan melalui iv dan per oral. Fleicainide : berhasil sebagai cardioversion dalam 2-3jam ketika digunakan

melalui bolus iv atau po namun kekhawatiran efek prodisritmik menyebabkan keterbatasan penggunaannya.

Ibutilide : terminasi cepat AF dengan pengubahan heart rate lebih cepat daripada procainamide namun dilaporkan bahwa ia menyebabkan torsades de pointes sebesar 4,3%.

Jika pasien dengan rapid atrial fibrillation mengalami ketidakstabilan hemodinamik, keputusan sulit untuk melakukan electrical cardioversion setelah pemberian heparin 5000 unit iv harus dilakukan. Resiko tremboembolisme setelah atrial fibrillasi sepertinya terus berlangsung selama beberapa minggu setelah cardioversion. Sehingga antikoagulan harus terus diberikan selama 3 bulan kecuali didapatkan adanya kontraindikasi.

Catatan : Direct Cardioversion aman dan efektif (90% conversion rate) pada konversi AF menjadi sinus rhythm.Hospitalization : tidak harus dilakukan pada seluruh pasien AF, namun perlu dilakukan bila :

Dengan gangguan hemodinamik Terdapat gejala aritmia yang hebat (misal nyeri dada, tanda iskemik koronaria,

CCF) Terdapat resiko tinggi untuk embolisme (misal gagal jantung, CCF, mitral

stenosis, riwayat CVA, usia >65tahun) Terdapat AF>48 jam atau durasi yang tidak pasti untuk mengkontrol heart rate

dan menginisiasi antikoagulasi. Terdapat kegagalan cardioversion pada ED

AF dapat dipertimbangkan untuk KRS bila : Durasi <48jam, juga mengalami keberhasilan dalam terapi cardioversion di

ED, tanpa adanya tanda gagal jantung atau iskemik. Onset awal AF dengan control ventricular rate yang baik, keadaan umum

baik, dan telah mengalami pengaturan terapi antikoagulasi. Atur jadwal control untuk follow up pada spesialis jantung.

Wide Complex TachydysrhythmiasCatatan : seluruh regular wide complex tachycardias harus diterapi sebagai ventricular tachycardia, terutama bila pasien memiliki riwayat CAD.Pengecualian pada pasien :

Memiliki riwayat SVT dan suspek aberrancy : berikan adenosine/verapamil WPW syndrome dengan preexcitation tacycardias : berikan

adenosine/amiodaroneCatatan : Jangan melakukan terapi irregular wide complex tachycardia (gambar 7) dengan Calsium Channel Blockers (verapamil atau diltiazem), beta blockers atau digoxin karena blocking pada AV node dapat menyebabkan impuls dari AF ke jalur accessory di bagian bawah dan dapat menyebabkan VF.

Page 9: 18. PALPITASI

Sebelum memberikan obat apapun, periksa hemodinamik pasien. Adnya instabilitas mengharuskan untuk memberikan sedasi yang diikuti dengan sinkronisasi electrical cardioversion.

Amiodarone : obat ini merupakan obat pilihan karena efektif pada VT, SVT dengan aberrancy dan SVT. Jika terjadi kegagalan, maka synchronized cardioversion merupakan indikasi.Dosis : amiodarone 150 mg iv selama 10 menit; dapat diulang 1 kali.

Procainamide merupakan obat pilihan kedua.Dosis : 100mg selama 5 menit; dapat diulang sampai total 1 g, diikuti dengan infus 1-4 mg/menitPerhatian : Hentikan bolus jika :1. Disritmia berhenti2. QRS complex melebar 50%3. terjadi hipotensi4. total 1 g telah diberikan

Lignokain : masih merupakan pilihan popular karena penggunaannya yang cukup lama, toksisitasnya relative rendah dan mudah dalam pemberiannya. Namun, bukti penelitian tidak mendukung penggunaannya kecuali sebagai pilihan kedua atau ketiga.Dosis : 1,0-1,5 mg/kg iv; ulangi dalam 3-5 menit sampai dosis maksimum 3 mg/kg.

Tabel 3 : Cara Membedakan VT dari SVT dengan Aberrant Conduction atau Prior Bundle Branch Block

VT SVTRiwayatIHD; CCF; usia > 35 tahun 90% spesifik untuk VT Bagaimanapun, riwayat (-)

tidak dapat menyingkirkan diagnosa SVT

Pemeriksaan Fisik1. Irregular cannon

gelombang ‘a’ pada pulsasi vena jugularis

2. Intensitas suara jantung pertama yang bervariasi

Mungkin ada

Mungkin ada

Tidak ada

Tidak ada

EKG1. Lebar QRS2. Hubungan AV

Bisaanya >140 msAV dissociation (<50% VT) (Gambar 3) Fusion Beats (kombinasi sinus dan takikardi QRS) (gambar 3)Capture Beats (depolarisasi total dari ventrikel oleh konduksi sebuah sinus beat)

<140 ms

Page 10: 18. PALPITASI

3. Aksis QRS

4. Pola ‘concordance’ (terdapat pada QRS complex yang + atau – pada semua lead prekordial

5. Morfologi QRSWide complex tachycardia dengan pola RBBB (didefinisikan sebagai QRS positif dominant pada lead V1)

30o sebelah kiri atau pada kuadran IV (gambar 4)Diagnostic virtual VT (gambar 5)

Pada V1: Gelombang R monofasik…. qR complex………………... ‘left rabbit ear’ lebih besar

daripada ‘right ear’ ……….Pada V6: Pola QS…………………… Rasio r/s <1……………….Pada V1-2: Gelombang R awal tinggi dan

lebar >0,04 detik dengan ‘slurring’ bagian awal dari QRS ……………………..

Pada V6: QS atau predominan defleksi negative…………………..

Pada V1: Trifasik QRS……

‘right rabbit ear’ lebih tinggi daripada ‘left ear’…………