170210080006-zelfa lola maretha-pengaruh pelaksanaan ibadah haji terhadap ekonomi politik indonesia

35
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya penulis bisa merampungkan tulisan ini. Tulisan ini diberi judul ”PENGARUH PELAKSANAAN IBADAH HAJI TERHADAP EKONOMI POLITIK INDONESIA” Tulisan ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Politik Global II pada semester genap tahun 2010. Diharapkan tulisan ini nantinya akan memuaskan dan mendapatkan respon yang baik. Penulis sadar bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis membuka hati untuk menerima segala kritik, saran dan masukan yang membangun demi kebaikan penulis nantinya. Akhir kata, penulis mengucapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Jatinangor, 11 Mei 2010

Upload: zelfa-lola-maretha

Post on 27-Jul-2015

195 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya penulis bisa merampungkan tulisan ini. Tulisan ini diberi judul PENGARUH PELAKSANAAN IBADAH HAJI TERHADAP EKONOMI POLITIK INDONESIA Tulisan ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Politik Global II pada semester genap tahun 2010. Diharapkan tulisan ini nantinya akan memuaskan dan mendapatkan respon yang baik. Penulis sadar bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis membuka hati untuk menerima segala kritik, saran dan masukan yang membangun demi kebaikan penulis nantinya. Akhir kata, penulis mengucapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Jatinangor, 11 Mei 2010

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... 1 1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................................................. .................................................................................................................. 1 1.2 PERMASALAHAN .................................................................................................................. .................................................................................................................. 2 1.3 TUJUAN .................................................................................................................. .................................................................................................................. 2 BAB II ISI .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... 4 2.1 IBADAH HAJI .................................................................................................................. .................................................................................................................. 3 2.2 SEJARAH PERJALANAN HAJI DI INDONESIA .................................................................................................................. .................................................................................................................. 6

2.2.1 PERJALANAN HAJI SEBELUM ABAD 19 6 2.2.2 PERJALANAN HAJI ABAD 19 AWAL ABAD 20 8 2.3 PENGARUH PELAKSANAAN HAJI TERHADAP EKONOMI POLITIK INDONESIA 13 2.3.1 HAJI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN 14 2.3.2 HAJI DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 15 2.3.3 HAJI DAN BISNIS KOMERSIAL 16 2.3.4 HAJI DAN KEMISKINAN 16 BAB III KESIMPULAN .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibadah haji adalah suatu perjalanan untuk menghadap Allah SWT, menemui dan mendekatkan diri kepada-Nya, memohon pengampunan dan rahmat-Nya, sebagai suatu kewajiban setiap Muslim sekali dalam hidupnya. Bagi yang tidak mampu boleh tidak melaksanakan. Akan tetapi, yang sengaja tidak mau melakukan meskipun mampu, adalah kufur dalam perbuatan. (Q.S. 3 97). Haji adalah salah satu dari lima rukun islam yang berada dalam urutan terakhir umat muslim. Haji hukumnya adalah wajib bagi yang mampu mengerjakannya, baik mampu secara keuangan maupun secara kesehatan rohani dan jasmani. Allah swt menjanjikan balasan surga dan pengampunan dosa kepada hambanya yang telah melaksanakan haji dengan mabrur. Dalam hadits Rasulullah berkata: Haji mabrur tidaklah ada balasannya kecuali sorga.1 Sebagaimana ibadah lainnya, haji dalam pengalamannya mengalami suatu proses yang dimulai dengan pengetahuan tentang haji, pelaksanaan haji, dan berakhir pada berfungsinya haji. Ketiga proses pengalaman diatas merupakan satu kesatuan yang utuh. Pelaksanaan ibadah haji, terutama oleh muslim Indonesia, ternyata memerlukan suatu proses tersendiri, yaitu persiapan di tanah air, pelayaran/penerbangan ke Hijaz, pelaksanaan haji dan berbagai kegiatan yang dilakukan di Hijaz, serta kembali lagi ke tanah air. Proses ini disebut perjalanan haji. Dalam kenyataannya, pelaksanan ibadah haji memiliki implikasi yang lebih1

http://alhijrah.cidensw.net/index.php? option=com_content&task=view&id=62&Itemid=1 diakses pada 11 Mei 201,0 pukul 16.55 WIB

luas dan dalam terhadap masyarakat dibanding dengan pelaksanaan ibadah lainnya (contohnya shalat, zakat, puasa, dan lain-lain). Perjalanan haji ini telah dilakukan bertahun-tahun lamanya oleh masyarakat Indonesia. Kunjungan ke Tanah Suci itu telah terjadi setiap tahun dengan jemaah yang terus bertambah. Dengan demikian, jumlah masyarakat Indonesia yang telah melaksanakan ibadah haji telah bertambah banyak. Mereka merupakan kelompok masyarakat tersendiri yang lazim disebut masyarakat haji. Perjalanan haji dan masyarakat haji ini telah banyak membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. 1.2 Permasalahan Penulis sangat tertarik dengan fenomena haji yang terjadi setiap tahun di Indonesia, dimana jemaah yang kian bertambah namun angka kemisikinan di Indonesia tetap menurun, padahal biaya naik haji tidaklah murah. Selain itu, penulis juga tertarik dengan pengaruh pelaksanaan haji terhadap ekonomi politik Indonesia. 1.3 Tujuan Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh-pengaruh yang diciptakan oleh ibadah haji terhadap ekonomi politik Indonesia.

BAB II ISI 2.1 Ibadah Haji Ibadah haji merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang sudah sanggup untuk melaksanakannya, baik itu secara jasmani maupun secara rohani, sanggup disini menunjukkan kepada kesanggupan untuk menyediakan bekal selama diperjalanan sampai pulang ke negrinya kembali. Begitu juga sanggup di sini berarti mempunyai harta untuk keluarga yang dtinggalkannya selama melaksanakan ibadah haji. Seorang fakir yang tidak mempunyai harta untuk menghidupi diri dan kelurganya maka tidaklah wajib baginya melaksanakan ibadah haji. Dan begitu juga ketika seseorang memiliki harta yang cukup untuk perbekalan tetapi tidak ada kendaraan untuk pergi melaksanakan ibadah haji karena tempatnya yang jauh dan tidak bisa ditempuh dengan berjalan kaki maka tidaklah wajib baginya ibadah haji. Begitu juga walaupun ada kendaraan akan tetapi perjalanannya tidak aman atau akan mendapatkan berbagai macam bahaya maka tidaklah juga wajib baginya untuk melaksanakan ibadah haji, karena semua yang kita sebutkan diatas tersebut diketegorikan kepada tidak sanggup. Haji merupakan salah satu rukun Islam. Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk melaksanakan ibadah haji tersebut. Rasulullah SAW dalam haditsnya memotivasi kita untuk melaksanakannya:" Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, kemudian tidak berkata kotor dan tidak berbuat kefasikan, akan dibersihkan dosa-dosanya, sebagaimana waktu ia baru dilahirkan oleh ibunya. Begitu pentingnya ibadah haji ini, Rasulullah sangat menganjurkan ibadah ini dengan mengumpamakan bagi seorang yang sudah melaksanakan ibadah haji

akan suci sebagaimana seorang bayi yang baru dilahirkan ke muka bumi, begitu juga bagi orang yang melaksanakan ibadah haji dan ia memperoleh haji yang mabrur, maka dia akan mendapat balasan surga, sebagaimana yang dijelaskan hadits yang kita bacakan tadi. Allah juga berfirman dalam surat Al Baqarah 197: "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. 2:197). Firman Allah ini menegaskan kepada kita bahwa ketika kita sudah berazzam (menetapkan niat) untuk melaksanakan ibadah haji, hendaklah dia mempersiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya. Persiapan itu adalah tidak berkata kotor, berbuat fasik dan berbantah-bantahan ketika melaksanakan ibadah haji. Karena ibadah haji merupukan ibadah yang sangat mulia, Allah mengisyaratkan untuk benar-benar membersihkan dirinya dari sifat-sifat, tingkah laku dan akhlaq yang tercela. Hal ini adalah sarana untuk mendapatkan haji yang mabrur yang sudah di janjikan Allah Swt. Pada akhir ayat ini sangat jelas di terangkan bahwa sebaik-baik bekal untuk melaksanakan ibadah haji adalah Taqwa. Persiapan menjelang ibadah haji adalah dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Melakukan amalanamalan wajib dan sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Artinya seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji sudah tergambar kebersihan dirinya sebelum melaksanakan ibadah haji tersebut. Berbeda dari yang banyak di pahami orang bahwa kebersihan diri didapatkan setelah melaksanakan ibadah haji. Banyak orang beranggapan bahwa setelah haji dia akan lebih taat kepada Allah. Ketahuilah bahwa setiap perbuatan atau ibadah yang kita lakukan, sukses atau tidaknya banyak tergantung kepada persiapan dan perbekalan yang sudah di siapkan. Karena itu bagi seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji hendaklan mengevaluasi diri. Memuhasabah diri sudahkan bekal taqwa tertanam

di dalam dirinya?. Sehingga dengan perbekalan taqwa yang kuat kita bisa meraih haji yang mabrur. Berapa banyak orang yang melaksanakan ibadah haji, tetapi hanya mendapatkan capek dan lelah saja. Berapa banyak orang yang sebelum dan sesudah melaksanakan ibadah haji tidak terlihat pada dirinya pengaruh ibadah haji tersebut. Dan berapa banyak juga kita melihat orang yang melaksanakan ibadah haji hanya untuk mendapatkan gelar di panggil sebagai seorang haji. Dan banyak juga kita melihat banyak orang yang bisa melakukan perubahan-perubahan positif dalam kehidupannya. Hanya Allah yang Maha Tahu siapa di antara hambanya yang akan mendapatkan haji yang mabrur. Hanya Allah yang tahu siapa yang benar-benar bisa meresapi makna ibadah haji. Disini kita akan coba merenungi sedikit hikmah dari perjalanan ibadah haji tersebut. Banyak makna-makna yang tersirat dalam pelaksanaan Ibadah haji, diantara rukun-rukun ibadah haji sebagai berikut: Ihram dari Miqat mengajarkan kita suatu kedisiplinan dalam menjalankan perintah Allah Swt, ketika melakukan ihram melampaui miqat maka seseorang akan dikenakan dam, begitu ibadah haji mengajarkan kepada seorang muslim untuk disiplin dan taat kepada aturan Allah. Dengan memakai pakaian Ihram yang tidak berjahit dan berwarna putih mengajarkan kita kepada persamaan derajat, ketika seorang memakai pakaian ihram tidak terlihat siapa penguasa dan siapa rakyat biasa, dengan pakaian ihram kita diajarkan suatu sikap kebersamaan, hanya ketaqwaan kepada Allah sajalah yang membedakan kita. Thawaf mengelilingi ka`bah sebanyak tujuh kali,Thawaf ini diumpamakan seperti shalat, Rasulullah Saw bersabda:"Thawaf mengelilingi ka`bah adalah seperti sholat akan tetapi kamu boleh berbicara didalamnya,dan barang siapa yang berbicara maka hendaklah membicarakan hal yang baik-baik". Sa`i yaitu berlari-lari kecil antara bukit safa dan marwa semata-mata untuk melakukan Ibadah kepada Allah, mengingatkan kita pengorbanan seorang ibu terhadap anaknya yang sedang kehausan, yaitu Siti Hajar dengan anaknya Ismail. Wukuf di Arafah, mengajarkan kita makna kebersamaan dan mengingatkan kita akan hari kiamat dimana manusia di kumpulkan di padang

mahsyar untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di dunia, dengan melakukan wukuf di arafah para hujjaj merasakan bahwa hari berkumpul di padang mahsyar itu pasti ada, dan setiap kita akan di minta pertanggungjawabannya.Wukuf di arafah merupakan rukun yang terpenting dalam ibadah haji, sehingga Rasulullah mengatakan "alhajju arafah". Haji itu adalah arafah. Kemudian setelah wukuf di arafah para hujjaj bermalam di muzdalifah kemudian di mina, para jamaah haji melakukan jumaraat, yaitu melemparkan batu kerikil sebanyak tujuh buah ke masing-masing tempat jumaraat, ini memberikan makna bahwa kita senantiasa berjuang untuk melawan syetan yang senantiasa mengganggu manusia.Ibadah haji merupakan muktamar besar umat Islam di dunia, umat Islam dari seluruh penjuru dunia datang untuk sama-sama mendekatkan diri kepada Allah, suatu ibadah yang tidak di miliki oleh agama lain, hal ini tentunya akan mempererat persatuan dan kesatuan ummat dan akan terjalin ukhuwwah islamiyah yang menyeluruh bagi umat manusia dari seluruh penjuru dunia. Ibadah haji mengajarkan kita sikap thawadhu`, karena setiap kita meninggalkan embel-embel duniawi, kita meninggalkan pangkat dan jabatan serta status sosial kita di masyarakat, tidak ada perbedaan antara seorang gubernur dengan rakyat biasa, tidak ada perbedaan antara orang kaya dan si miskin semua sama, sama-sama memakai baju ihram yang berwarna putih, sama-sama berkumpul di arafah, tidak ada yang meninggikan mereka melainkan derajat ketaqwaan mereka di sisi Allah. 2.2 Sejarah Perjalanan Haji di Indonesia 2.2.1 Perjalanan Haji sebelum abad 19 Pada awalnya hubungan antara wilayah yang terletak di Asia Tenggara dan Asia Barat itu dilaksanakan melalui pelayaran perdagangan. Perjalanan haji dari Indonesia sangat tergantung pada keadaan transportasi antara kepulauan nusantara dengan jazirah arab. Pada permulaaan periode haji, perjalanan ke Haramain pada umunya ditempuh dengan menggunakan kapal niaga milik

domestik atau kapal niaga asing.2 Pada abad ke-16 telah banyak orang Nusantara yang berkunjung ke Hijjaz dengan maksud untuk belajar di Mekah dan Madinah. Hal ini dikarenakan telah berkembangnya pusat-pusat studi islam dan perdagangan dalam pemerintahan (kesultanan) yang juga digunakan sebagai tempat pengangkut jemaah haji (embarkasi). Pada abad ke-16 beberapa kapal niaga telah berkurang, masih dijumpai kapal niaga milik orang-orang Arab, Persia, Turki, dan India yang beroperasi di Nusantara. Sejak permulaan abad ke-16 kapal niaga nusantara mulai mengambil alih dan menggantikan kapal niaga asing. Kesultanan-kesultanan nusantara telah memiliki armada perdagangan internasional.3 Ketika itu Jawa, terutama Jepara telah memiliki industri kapal niaga yang memproduksi kapal yang besar. Kapalkapal itu melayari jalur perdagangan Samudra Hindia tidak langsung sampai ke jazirah Arab. Perjalanan membawa mereka melalui berbagai pelabuhan di Nusantara ke Aceh, pelabuhan terakhir di Indonesia (oleh karena itu dijuluki 'serambi Makkah'), di mana mereka menunggu kapal ke India. Di India mereka kemudian mencari kapal yang bisa membawa mereka ke Hadramaut, Yaman atau langsung ke Jeddah. Perjalanan ini bisa makan waktu setengah tahun sekali jalan, bahkan lebih. Oleh sebab itu perjalanan haji tidak dapat ditentukan berapa lamanya dan tidak dapat ditentukan kapan para jemaah haji pulang ketanah air. Para jemaah haji pun berhadapan dengan bermacam-macam bahaya. Tidak jarang kapal yang mereka tumpangi karam dan penumpangnya tenggelam atau terdampar di pantai tak dikenal. Ada haji yang semua harta bendanya dirampok bajak laut bahkan oleh awak kapal sendiri. Musafir yang sudah sampai ke tanah Arab pun belum aman juga, karena di sana suku-suku Badui sering merampok rombongan yang menuju Mekah. Tidak jarang juga wabah penyakit melanda jemaah haji, di perjalanan maupun di tanah Arab. Naik haji, pada zaman itu, memang bukan pekerjaan ringan. Tidak banyak orang Nusantara yang pernah menulis catatan perjalanannya, namun dalam cerita legendaris mengenai ulama-ulama besar petualangan mereka dalam perjalanan ke Mekah sering diberikan tempat menonjol.2 3

Saleh putuhena, Historiografi Haji, (Yoyakarta: 2007), hlm 131 Ibid

Sampai pada pertengahan abad ke-17 tidak terjadi peningkatan yang berarti dari penduduk nusantara yang menunaikan ibadah haji. Penyebabnya adalah terhentinya pelayaran armada perdagangan dari nusantara pada jalur Samudra Hindia menuju Laut Merah. Saat itu, Belanda telah berhasil menguasai perdagangan dan pelayaran di Nusantara setelah menyingkirkan pesaingnya, yaitu Portugis dan Spanyol. Otomatis pusat-pusat pemerintahan, perdagangan, dan studi islam yang berkembang pesat dari abad ke-13 sampai dengan akhir abad ke-17 pun mengalami kemunduran. Berbeda dengan masa permulaan haji sebelumnya, pada abad ke-17 telah terbentuk masyarakat nusantara yang menetap dikota Mekah yang selanjutnya disebut dengan para mukim. Sejak abad ke-18, armada niaga nusantara tidak ada lagi yang berada di kawasan samudra Hindia, laut Merah, dan teluk Persia. Seajak saat itu, pelayaran di kawasan ini di dominasi oleh armada-armada niaga bangsa-bangsa eropa. Kondisi pelayaran yang demikian disertai dengan larangan bagi kapal Belanda untuk mengangkut jamaah haji sesuai bessluit van Agustus 1716 sehingga menimbulkan masalah bagi mereka yang bermaksud melaksanakan ibadah haji. Untuk mengatasi masalah tersebut para jamaah haji pada abad ke-18 secara sembunyi-sembunyi berusaha untuk berangkat dengan kapal niaga dari satu pelabuhan ke pelabuhan seperti abad sebelumnya. Namun pada saat tertentu kapal niaga karena kepentingan dagang VOC terpaksa memenuhi permintaan penguasa pribumi untuk mengangkut jamaah haji.

2.2.2 Perjalanan haji abad 19 awal abad 20 Pada abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kekuasaan VOC, setelah VOC dibubarkan. Pada tahun 1825 untuk pertama kalinya jamaah haji yang bermaksud akan melaksanakan ibadah haji menggunakan kapal khusus pengangkut jamaah haji milik Syaikh Umar Bugis. Mulai saat itu, pengangkutan jamaah haji dilaksanakan dengan menggunakan kapal haji milik seorang syaikh.

Pada tahun 1880 jumlah syeikh haji Indonesia adalah 180 dan ketika pecah Perang Dunia I jumlahnya meningkat sekitar 400 lalu kembali berkurang pasca Perang Dunia II. Profesi syeikh haji hanya dapat diberikan kepada mereka yang telah mendapat izin dari pihak yang berwenang di Mekah, yang memanfaatkan sepenuhnya kedudukan mereka sebagai pihak yang berkuasa untuk menyalurkan sebagian besar sarana keuangan jemaah haji kekantongnya sendiri. Izin syeikh haji terdiri atas 2 jenis, yaitu: 1. Opara jemaah haji yang tiba di Jeddah memilih seorang wakil syeikh (yang mewakili syeikh haji sendiri yang tinggal di Mekah) di antara para wakil yang hadir, yang mereka inginkan untuk memimpin mereka dalam melakukan ibadah haji. 2. Kebebasan memilih itu tidak diberikan jika pihak berwenag di Mekah telah memberi izin. Di Indonesia para syeikh haji (pengerah haji) berdiam di kota-kota besar bandar besar, khususnya yang disebut bandar-bandar haji (Makassar, Surabaya, tanjung Priok, Palembang, Sabang, Batavia, teluk bayur, dll). Sering mereka dikerahkan dari para mukim yang bekerja untuk seorang syeikh Mekah. Dipedalaman mereka mempunyai hubungan-hubungan berpengaruh dengan para kyai dan ustad. Syeikh haji juaga mempunyai hubungan dengan agen pelayaran yang membeyar premi kepada mereka untuk setiap jemaah ahaji yang mau berangkat dengan salah satu kapalnya. Pada abad ke-19 ini Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi naik haji (pada tahun 1854) tidak lama sebelum kapal layar digantikan oleh kapal api. Mendekati Tanjung Gamri di Seylon (Sri Lanka) kapalnya diserang angin kencang:Allah, Allah, Allah! Tiadalah dapat hendak dikhabarkan bagaimana kesusahannya dan bagaimana besar gelombangnya, melainkan Allah yang amat mengetahuinya. Rasanya hendak masuk ke dalam perut ibu kembali; gelombang dari kiri lepas ke kanan dan yang dari kanan lepas ke kiri. Maka segala barang-barang dan peti-peti dan tikar bantal berpelantingan. Maka sampailah ke dalam kurung air

bersemburan, habislah basah

kuyup. Maka masing-masing dengan halnya,

tiadalah lain lagi dalam fikiran melainkan mati. Maka hilang-hilanglah kapal sebesar itu dihempaskan gelombang. Maka rasanya gelombang itu terlebih tinggi daripada pucuk tiang kapal. Maka sembahyang sampai duduk berpegang. Maka jikalau dalam kurung itu tiadalah boleh dikhabarkan bunyi muntah dan kencing, melainkan segala kelasi selalu memegang bomba. Maka air pun selalu masuk juga ke dalam kapal. (...) Maka pada ketika itu hendak menangis pun tiadalah berair mata, melainkan masing-masing keringlah bibir. Maka berbagailah berteriak akan nama Allah dan rasul kerana Kep Gamri itu, kata mualimnya, sudah termasyhur ditakuti orang: 'Kamu sekalian pintalah doa kepada Allah, karena tiap-tiap tahun di sinilah beberapa kapal yang hilang, tiadalah mendapat namanya lagi, tiada hidup bagi seorang, ah, ah, ah!'.4

Pada abad ke 19 dan awal abad ke-20 jumlah penduduk Hindia Belanda yang menunaikan perjalanan haji mengalami peningkatan kembali. Berawal pada 1825, ketika 200 orang jamaah yang berasal dari residen Batavia dan residen lainnya. Setelah mengetahui jumlah jamaah haji nusantara semakin meningkat pada pertengahan kedua abad ke-19, Inggris mulai ikut ikut dalam bisnis pengangkutan haji nusantara. Pada tahun 1858, kapal Inggris berlabuh di Batavia untuk mengangkut jamaah haji. Jika pada abad sebelumnya jamaah haji menggunakan kapal layar maka mulai tahun 1858 mereka menggunakan kapal api. Lalu tahun 1869 terusan Suez dibuka dan jumlah kapal api yang berlayar dari Jawa atau Singapura lewat terusan ini, dengan mendarat di Jeddah, naik cepat. Hal ini semakin membuat perjalanan dari Nusantara ke Makkah sangat dipermudah dan dipercepat. Angkutan para jemaah Indonesia haji telah dipegang oleh pemilik-pemilik kapal Arab dan Inggris. Melihat ini pemerintah Belanda ikut ambil bagian dalam angkutan kapal haji dengan memberikan izin monopoli pengangkutan kapal kepada kongsi tiga, (Rotterdamsche Llyod, Stoomvaartmatschappij Nederland,4

Kassim Ahmad, Kisah Pelayaran Abdullah. Ke Kelantan dan ke Judah, (Kuala Lumpur: 1981), hlm. 94.

dan Stoomvaartmatschappi Oceaan) tahun 1873 dan pada tahun 1884 bagian mereka diperkirakan sekitar 40 %. Meskipun Kongsi Tiga telah mengoperasikan sejumlah kapalnya untuk mengangkut jamah haji nusantara, sampai pada abad ke19 lebih banyak jamaah haji yang menggunakan kapal haji milik perusahaan Inggris dari Singapura. Singapura merupakan pelabuhan embarkasi yang penting bagi banyak jemaah haji. Bagi para jamaah Hindia Belanda perjalanan melalui semenanjung Malaya dan Singapura merupakan tempat untuk menghindari pengawasan paspor pemerintah. Dalam perjalanan ke Hijjaz banyak dari jemaah singgah di Singapura. Sejak tahun 1870 pemerintah Hindia Belanda mendapat kabar bahwa di Singapura ada oknum-oknum yang mengaku bekerja untuk kepentingan jamaah. Pada hakikatnya oknum-oknum tersebut menjerumuskan jamaah yang tanpa curiga diperas kekayaanya untuk masuk kedalam lubang utang selama persinggahan di Singapura. Jamaah yang dari segi keuangan tidak mampu membiayai seluruh perjalanan haji, tetapi dibujuk untuk tetap melaksanakannya oleh para oknum cenderung menjadi korban. Nasib buruk pun menimpa mereka karena tidak dapat meneruskan perjalanan haji, mereka disebut Haji Singapura. Tanpa uang selanjutnya korban harus menolong dirinya sendiri di Singapura. Untuk membantu penguasa-penguasa Singapura dalam memberantas kejahatan itu, diambil keputusan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan mendaftarkan semua uang dan barang di paspor perjalanan jemaah. Ketika pada tahun 1872 konsulat Belanda didirikan di Jeddah belum ada perhubungan kapal langsung antara Hindia Belanda dengan Jeddah. Konsul di Jeddah diberi tugas utama mengawasi dengan cermat gerak-gerik jemaah. Konsulat mendapatkan informasi-informasi penting dari jemaah sendiri dan dari orang yang dipercaya. Orang-orang terpecaya ini diberi imbalan, disebarkan untuk mengumpulkan keterangan-keterangan, menemukan, mengawasi orang-orang yang dicurigai. Konsul memberi kabar kepada pemerintah dan Di Hindia Belanda apabila orang-orang dicurigai bersiap-siap untuk berlayar pulang pulang ke Hindia Belanda. Disamping itu konsul juga mempunyai tugas memberi perlindungan kawula terhadap perbudakan, perampokan, dan penyakit menular.

Pada abad ke-19 Jeddah adalah pasar budak belian yang paling penting di Hijjaz.5 Berpuluh-puluh budak belian setiap sore jalan berbaris dilorong-lorong kota Jeddah.6 Pada tahun 1855 pemerintah Turki mengeluarkan peraturan yang mengharuskan dihapuskannya perdagangan budak belian di Hijjaz.7 Maksud tersebut telah menimbulkan pertentangan antara pemerintah Turki dan penduduk setempat. Baik penduduk setempat maupun penguasa setempat mempunyai kepentingan besar dalam perdagangan budak yang sangat menguntungkan. Oleh karena tidak ada tindakan keras terhadap perdagangan budak, maka di Jeddah usaha impor dan penjualan budak berjalan terus seperti biasa. Pemerintah mulai tahun 1922 memberlakukan tiket pulang dan pergi kepada setiap orang yang melakukan perjalanan ibadah haji. Jamaah haji hanya diizinkan berangkat di sejumlah pelabuhan yang telah ditentukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Mereka yang berangkat dari Hindia Belanda membawa pas perjalanan ke mekah yang ditandatangani oleh pegawai pangreh Praja dengan terlebih dahulu pergi ke sebuah pelabuhan embarkasi jamaah. Pas tersebut harus diserahkan untuk ditandatangani oleh seorang penguasa pelabuhan. Setibanya di pelabuhan Jeddah terlebih dulu jamaah menghadap konsulat Belanda dengan menukarkan pas jalannya untuk ditukar dengan pas izin tinggal selama musim haji. Setibanya kembali di tanah air pas itu sekali lagi harus ditandatangani oleh penguasa-penguasa Belanda. Bahkan pas Perjalanan model tahun 1884 tidak hanya menyebut keterangan kelamin, umur, tinggi badan, melainkan juga keterangan mengenai bentuk hidung, mulut, dan dagu serta tentang apakah si pemilik pas berkumis, jenggot, atau lainnya. Diperjalanan standar kesehatan kapal yang tidak sehat menyebabkan timbulnya wabah mematikan sebelum tiba di Jeddah. Tiba di karantina Jeddah keadaannya masih sama dokter pun terbatas jumlahnya. Belum lagi diperjalanan dari Jeddah menuju Mekah, penipuan dan bahaya perampokan dari suku Badui mengancam. Sampai di Mekah bahaya lain masih mengancam penipuan, pencurian, diculik lalu dijadikan budak dan terlebih5

Dick Douwes dan Nico Kaptein. Indonesia dan Haji, (Terj. Soedarso Soekarno), (Jakarta: INIS), hlm 67 6 ibid 7 Ibid

lagi bila kehabisan uang untuk menyambung hidup tiket pulang pun dijual atau terlilit utang. Banyak diantara jamaah haji yang kehabisan uang untuk pulang menandatangani tiket kontrak kerja dengan Firma As Seggaf Singapura karena tidak berani ke konsul Belanda. Bagi yang dapat ke konsul Belanda akan diberikan tiket pulang gratis oleh konsulat namun mendapat sebutan Haji miskin. Pada akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20 calon haji yang akan berangkat diwajibkan menggunakan kapal uap. Sejak permulaaan Abad ke20 perjalanan haji di Hindia Belanda di monopoli oleh kongsi tiga, namun pada Perang Dunia I sampai dengan tahun 1928 sistem monopoli pengangkutan kapal ini terhenti. Hal ini baik sekali karena bagi jamaah karena dengan adanya persaingan pengangkutan kapal diharapkan pelayanan akan bertambah baik Sebelum Perang Dunia I banyak dari jamaah yang bermukim selama beberapa tahun di Mekah dipulangkan ke Hindia Belanda oleh pemerintah Hindia Belanda. Para haji dan mukim yang pulang, mereka mendirikan dan mengajar di lembagalembaga pendidikan islam baik dikota maupun pelosok pedesaan. Oleh Pemerintah Hindia Belanda haji ini dicap sebagai Haji islam politik dan harus dicari apa penyebabnya dengan melaksanakan politik ibadah haji. Ternyata penyebab para haji menjadi islam politik adalah pengaruh gagasan Pan Islamisme dan Nasionalisme dari interaksi pada saat mukim di Mekah. Sebelum Perang Dunia I banyak dari jamaah yang bermukim selama beberapa tahun di Mekah dipulangkan ke Hindia Belanda oleh pemerintah Hindia Belanda. Setibanya para haji mukim di awal abad ke-20 seperti abad sebelumnya, mereka menjadi kekuatan yang progesif memimpin rakyat baik di bidang sosial, ekonomi maupun politik dalam menentang penindasan pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Hal ini sangatlah dilematis bagi pemerintah, disatu sisi membenci para haji islam politik, disisi lain pelaksanaan politik Islam kepada haji dikhawatirkan akan merugikan perusahaan pelayaran Belanda secara ekonomi.

2.3 Pengaruh Pelaksanaan Haji terhadap Ekonomi Politik Indonesia Salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki dampak ekonomi besar adalah ibadah haji. Dengan 200 ribu jemaah haji, ritual ini di Indonesia mampu memobilisasi dana tak kurang dari Rp 6 triliun per tahun-nya. 8 Namun event ekonomi besar tahunan ini tak mampu memberi dampak yang signifikan pada kehidupan ekonomi umat. Sekian puluh tahun haji dilakukan, ummat tetap terpuruk dalam kemiskinan. Kenyataan ironis ini memunculkan wacana yang semakin mengental untuk mereformasi penyelenggaraan ibadah haji. Secara umum, ketidak-mampuan haji menjadi kekuatan ekonomi ummat disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, kesalahan sistem yang menempatkan Depag sebagai pemegang monopoli penyelenggara haji dengan menjalankan tiga peran sekaligus; sebagai regulator, operator, dan evaluator. Hal ini menimbulkan conflict of interest dan jelas-jelas bertentangan dengan prinsip good governance. Kedua, dana haji masyarakat dikelola oleh Depag yang berada di ranah publik. Lembaga pemerintah hanya boleh mengelola dana negara untuk tujuan publik. Menjadi kesalahan fatal menempatkan institusi pemerintah mengelola dana masyarakat karena akan terjadi tabrakan tujuan antara pelayanan publik dan mengejar laba. Ketiga, tidak ada grand strategy dan political will yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan haji sebagai pendorong kebangkitan ekonomi ummat. Haji selama ini hanya dipandang sebagai ritual ibadah belaka yang tidak memiliki dampak ekonomi apapun. Paradigma ini seolah ini dilestarikan sehingga jemaah haji kita rela dengan pelayanan ibadah haji yang sangat buruk walau telah membayar ongkos yang mahal. Haji-pun tak pernah dihubungkan sama sekali dengan aktivitas ekonomi ummat lainnya.

8

http://pebs-feui.org/articles/haji-yang-memberdayakan diakses pada 11 Mei 2010, pukul 20.17 WIB

2.3.1 Haji dan Pembiayaan Pembangunan Lembaga Tabung Haji Indonesia (THI) menjadi usulan yang paling luas mengemuka untuk mengganti peran Depag. Mencontoh kisah sukses Malaysia dengan Tabung Haji Nasional Malaysia (THNM), THI diharapkan akan menjadi BUMN keuangan non-bank yang mengelola dana haji masyarakat secara profesional. THI ini akan menggantikan peran Depag sebagai operator penyelenggara haji. THI akan menerima pembayaran dana haji dengan memakai sistem tabungan, sehingga akan membantu setiap umat Islam untuk menunaikan haji secara terencana dan dengan waktu yang lebih cepat. Hal ini tidak hanya membawa implikasi positif secara agama tetapi juga secara ekonomi. Dana tabungan haji yang disetor lebih awal, dapat diinvestasikan terlebih dahulu pada sektor usaha yang aman dan sesuai dengan ketentuan syariah. Dengan demikian, dana tabungan haji akan menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan pembangunan jangka panjang yang murah. Dana tabungan haji yang dikelola THI akan membebaskan dana-dana jangka pendek yang selama ini dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan jangka panjang. Dana THI juga akan menambah volume kredit tanpa menambah uang beredar sehingga akan memberi stimulus perekonomian dengan tetap menjaga stabilitas tingkat harga. Dalam kasus Indonesia yang mengalami defisit anggaran, dana THI dapat dipergunakan untuk membeli BUMN yang diprivatisasi pemerintah, khususnya BUMN strategis seperti Indosat dan PT DI. Dengan demikian, kemanfaatan dana THI menjadi berlipat ganda yaitu mengembangkan dana dalam bentuk investasi dan sekaligus mempertahankan aset penting negara.

2.3.2 Haji dan Lembaga Keuangan Syariah Dalam mengelola dana tabungan haji, THI selain dituntut profesional juga harus sesuai dengan tuntunan syariah. Tidak boleh ada pengelolaan dana haji yang terkait dengan riba, gharar, maysir, dan hal-hal yang bathil. Maka dalam operasional-nya, THI akan selalu berhubungan dengan lembaga keuangan syariah, baik perbankan syariah, asuransi syariah, maupun lembaga investasi syariah lainnya. Menjadi ironis bila selama ini dana haji dikelola oleh lembaga keuangan konvensional. Jika hal ini dapat dilaksanakan, maka dampak terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah akan sangat besar. Sebagai misal, hingga November 2004, dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan syariah baru mencapai Rp 10,5 triliun. Bayangkan bila dana Rp 6 triliun dapat sepenuhnya dikelola di dalam bank syariah, tentu akan terjadi penambahan dana yang luar biasa bagi perbankan syariah. Dengan mobilisasi dana lembaga keuangan syariah yang semakin besar, maka dampak terhadap perekonomian akan semakin positif yaitu dinamisasi sektor riil terutama UKM, stabilitas sektor keuangan, dan stabilitas tingkat harga.

2.3.3 Haji dan Bisnis Komersial Penyelenggaraan ibadah haji banyak melibatkan berbagai komponen yang memiliki nilai ekonomi besar sehingga berpotensi menciptakan lahan bisnis yang sangat menggiurkan, mulai dari transportasi dari tanah air ke tanah suci, pemondokan, katering hingga bisnis kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH). Untuk aspek-aspek pelaksanaan haji inilah perhatian Depag banyak tercurah. Dengan posisi monopoli yang menempatkannnya sebagai biro perjalanan haji

terbesar di dunia, Depag telah membuat haji sebagai arena perburuan rente ekonomi tahunan oleh birokrasi dan para kroni-nya. Aroma bisnis yang kental di tangan satu pihak inilah yang selama ini menjadi arena KKN yang sangat subur. Terlebih dengan akumulasi sisa dana haji yang dilegalkan menjadi Dana Abadi Ummat (DAU) telah membuka praktik politik uang, tidak hanya di lingkungan Depag tetapi juga telah menyebar ke lingkaran kekuasaan lainnya. Hal ini tentu memprihatinkan, bahwa ibadah haji yang suci justru menjadi sumber praktik bisnis dan politik tidak terpuji. Dengan pendirian THI, maka THI akan menggantikan peran pelaksana ibadah haji yang selama ini dilakukan Depag. Dengan demikian Depag akan bisa lebih berfokus pada fungsi regulasi dan pengawasan yang selama ini terabaikan. Untuk memacu efisiensi, THI tidak boleh menjadi monopoli. THI harus dihadapkan pada persaingan sehat dengan menempatkan biro perjalanan haji swasta sebagai pelaksana haji pendamping. Dengan demikian, jamaah akan mendapat pelayanan prima dengan ongkos yang murah. Pada saat yang sama, peran sektor swasta teroptimalkan sehingga akan menggerakkan sektor riil.

2.3.4 Haji dan Kemiskinan Dari sisi agama, salah satu permasalahan dalam ibadah haji adalah haji ulang; yaitu mereka yang melaksanakan haji untuk yang kedua kali dan seterusnya. Secara formal, haji ulang adalah sunnah. Namun, dalam perspektif kontemporer, sangat mungkin haji ulang bukan lagi sunnah. Di Indonesia, kemiskinan adalah luas dan persisten. Kemiskinan adalah sumber dari semua permasalahan sosial-kemasyarakatan seperti kriminalitas, penurunan kualitas hubungan sosial, kenakalan remaja, anak-anak terlantar, hingga penyalahgunaan obat terlarang. Maka di dalam Islam, menyantuni fakir miskin adalah masalah yang bersifat qathi karena secara jelas disebut Al Quran

berulang kali. Dalam perspektif ini, tentu lebih baik untuk mengentaskan kemiskinan yang bersifat wajib daripada mendahulukan haji ulang yang hanya sunnah. Maka THI dapat mensosialisakan kepada mereka yang hendak haji ulang agar mengurungkan niatnya karena dalam kasus Indonesia dimana kemiskinan dan masalah sosial ummat Islam lainnya yang bersifat wajib masih sangat banyak, maka haji ulang sangat mungkin tidak lagi bernilai sunnah. Pada saat yang sama, mereka dihimbau untuk menyerahkan dana haji ulang ke THI atau LSM untuk program pengentasan kemiskinan. Jika haji ulang tidak bisa dicegah, setidaknya harus ada dis-insentif. Sebagai misal, bagi mereka yang ingin haji ulang diharuskan membayar setoran tabungan secara penuh di awal namun dengan keberangkatan 4-5 tahun kemudian. Sehingga dana haji ulang ini akan tertahan lama di THI dan akan menjadi dana murah yang dapat dipergunakan untuk investasi jangka panjang, khususnya yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan.

BAB III KESIMPULAN Haji sebenarnya puncak dari totalitas ibadah. Dan perlu di pahami, bahwa ibadah haji bukan semata untuk kepentingan akhirat saja, tetapi juga bagaimana aspek-aspek sosial atau aspek-aspek kehidupan masyarakat juga diperhatikan. Pelaksanaan ibadah haji yang fenomenal dan terjadi setiap tahun ini telah banyak memberikan dampak dan pengaruhnya terhadap ekonomi politik Indonesia. Secara tidak langsung, pelaksanaan haji ini menyebabkan monopoli ekonomi yang dilakukan oleh Depag Indonesia, karena inilah satu-satunya badan yang mengelola pelaksanaan haji di Indonesia. Ada beberapa kemungkinan jawaban atas keteguhan sikap pemerintah memegang monopoli ini. Pertama, pemerintah merasa bertanggungjawab atas penyelenggaraan perjalanan haji agar masyarakat merasa tenang dan terjamin. Kedua, kemungkinan faktor laba juga menjadi perhatian pemerintah. Kalaupun hal itu tidak dimaksud untuk dikejar, namun sekurang-kurangnya uang masuk secara ekstra dapat juga dicatat. Uang itu mempermudah usaha pemerintah memberikan bantuan untuk berbagai proyek yang bermanfaat bagi umat Islam. Ketiga, kemungkinan alasan politik dalam penyelenggaraan perjalanan haji itu secara monopoli sukar pula dinafikan. Para jamaah haji dapat berkenalan dengan berbagai macam pemikiran yang tumbuh di Tanah Suci atau yang dibawa oleh para jamaah dari negeri-negeri lain. Namun, seiring berjalannya waktu pemerintah mulai bekerjasama dengan pemerintah swasta lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal ini membuat banyak lembaga yang bermunculan untuk mengurusi pelaksanaan haji di Indonesia. Sehingga hal ini membawa pengaruh terhadap ekonomi politik Indonesia hingga sekarang. Berbagai lembaga seolah berlomba dalam memberikan pelayanan yang terbaik untuk para jemaah yang akan melaksanakan ibadah haji. Mereka berlomba menawarkan program-program menasik haji yang bagus dan murah. Hal ini dapat kita liat dari banyaknya perbankan syariah yang muncul dan lembaga-lembaga lainnya.

Hal diatas cukup memberikan bukti bahwa pelaksanaan ibadah haji yang dlaksanakan setiap tahun itu sangat berpengaruh kepada ekonomi politik Indonesia hingga sekarang.

DAFTAR PUSTAKA Buku: Dick Douwes dan Nico Kaptein. Indonesia dan Haji. (Terj. Soedarso Soekarno). Jakarta: INIS Kassim Ahmad. 1981. Kisah Pelayaran Abdullah. Ke Kelantan dan ke Judah. Kuala Lumpur. Saleh Putuhena. 2007. Historiografi Haji. Yoyakarta. Website: http://alhijrah.cidensw.net/index.php? option=com_content&task=view&id=62&Itemid=1 http://attaubah60.multiply.com/journal/item/10 http://bataviase.co.id/detailberita-10505106.html http://pebs-feui.org/articles/haji-yang-memberdayakan