14-read tb-hiv.pdf

18
1 TB Paru Aktif pada HIV Alwinsyah,Reny Fahila Pendahuluan Defenisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Pasien TB dapat mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke udara pada waktu pasien TB tersebut batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin (sekitar 1 juta droplet). Droplet tersebut dengan cepat menjadi kering dan menjadi partikel yang sangat halus di udara. Ukuran diameter droplet yang infeksius tersebut hanya sekitar 1 5 mikron. Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan lembab kuman TB dalam droplet tersebut dapat hidup lebih lama sedangkan jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka kuman TB tersebut akan cepat mati. 1,2 Human immunodeficiency virus adalah virus RNA yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh pejamu. Untuk mengadakan replikasi (perbanyakan) HIV perlu mengubah ribonucleic acid (RNA) menjadi deoxyribonucleid acid (DNA) di dalam sel pejamu. Seperti retrovirus lain, HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa inkubasi yang lama (masa laten klinis) dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala AIDS. Human immunodeficiency virus terdapat dalam cairan tubuh ODHA dan seseorang dapat terinfeksiHIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadar virus HIV sangat rendah. 1,2 Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target Millenium Development Goals (MDG), beban ganda akibat peningkatan epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) akan mempengaruhi peningkatan kasus TB di masyarakat. 1

Upload: hoangnhan

Post on 12-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 14-read tb-hiv.pdf

1

TB Paru Aktif pada HIV

Alwinsyah,Reny Fahila

Pendahuluan

Defenisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lainnya. Pasien TB dapat mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet

yang infeksius ke udara pada waktu pasien TB tersebut batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin

(sekitar 1 juta droplet). Droplet tersebut dengan cepat menjadi kering dan menjadi partikel yang

sangat halus di udara. Ukuran diameter droplet yang infeksius tersebut hanya sekitar 1 – 5

mikron. Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan dalam beberapa jam sampai

beberapa hari. Pada keadaan gelap dan lembab kuman TB dalam droplet tersebut dapat hidup

lebih lama sedangkan jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka kuman TB

tersebut akan cepat mati.1,2

Human immunodeficiency virus adalah virus RNA yang termasuk family retroviridae dan genus

lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh pejamu. Untuk mengadakan replikasi

(perbanyakan) HIV perlu mengubah ribonucleic acid (RNA) menjadi deoxyribonucleid acid

(DNA) di dalam sel pejamu. Seperti retrovirus lain, HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa

inkubasi yang lama (masa laten klinis) dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala AIDS.

Human immunodeficiency virus terdapat dalam cairan tubuh ODHA dan seseorang dapat

terinfeksiHIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun virus terdapat dalam saliva, air

mata, cairan serebrospinal dan urin tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan

infeksi karena kadar virus HIV sangat rendah.1,2

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan

global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Millenium Development Goals (MDG), beban ganda akibat peningkatan epidemi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) akan mempengaruhi peningkatan kasus TB di masyarakat.1

Page 2: 14-read tb-hiv.pdf

2

Epidemiologi

Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di seluruh dunia

yang berakibat meningkatnya jumlah kasus TB di masyarakat. Pandemi HIV merupakan

tantangan terbesar dalam pengendalian TB. Di Indonesia diperkirakan sekitar 3% pasien TB

dengan status HIV positif. Sebaliknya TB merupakan tantangan bagi pengendalian Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS) karena merupakan infeksi oportunistik terbanyak (49%)

pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Indonesia berada pada level epidemi HIV terkonsentrasi (concentrated epidemic) kecuali Tanah

Papua yang termasuk epidemi HIV yang meluas. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi

pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi yaitu pengguna Napza suntik (penasun), hetero dan

homoseksual (WPS, waria).

Di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan RI hingga akhir Desember 2010 secara

kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan berjumlah 24.131 kasus dengan infeksi penyerta

terbanyak adalah TB yaitu sebesar 11.835 kasus (49%).1

Berdasarkan perkiraan WHO, jumlah pasien ko-infeksi TB-HIV di dunia diperkirakan ada

sebanyak14 juta orang. Sekitar 80% pasien ko-infeksi TB-HIV tersebut dijumpai di Sub-Sahara

Afrika, namun ada sekitar 3 juta pasien ko-infeksi TB-HIV tersebut terdapat di Asia Tenggara.

Dari uraian tersebut di atas, jelas bahwa epidemi HIV sangatlah berpengaruh pada meningkatnya

kasus TB; sebagai contoh, beberapa bagian dari Sub Sahara Afrika telah memperlihatkan 3-5 kali

lipat angka perkembangan kasus notifikasi TB pada dekade terakhir. Jadi, pengendalian TB tidak

akan berhasil dengan baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. Hal ini berarti bahwa upaya-

upaya pencegahan HIV dan perawatan HIV haruslah juga merupakan kegiatan prioritas bagi

pengelola program TB.1,3,9

Risiko Berkembangnya Penyakit Setelah Infeksi

Tidak semua orang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis akan jadi sakit TB. Hanya

sekitar 10% saja yang akan berkembang menjadi sakit TB aktif. Biasanya risiko menjadi sakit

TB ini terjadi sebelum 1 tahun setelah terjadinya infeksi. Ada beberapa faktor yang dapat

menurunkan daya tahan tubuh sehingga yang bersangkutan mudah berkembang menjadi sakit TB

Page 3: 14-read tb-hiv.pdf

3

aktif, misalnya: malnutrisi, kondisi yang menurunkan sistem imunitas (infeksi HIV, diabetes,

penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresif lain dalam jangkapanjang).

Sekitar 60% ODHA yang terinfeksi dengan kuman TB akan menjadi sakit TB selama hidupnya.

Seperti telah dijelaskan di atas maka pada orang dengan HIV negatif, risiko ini jauh lebih rendah

yaitu hanya sekitar 10%.1,8

Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi

Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm

dan tebal 0,3-0,6/µm. Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak ( lipid ), kemudian

peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (

asam alcohol ) sehingga disebut bakteri tahan asam ( BTA ) dan ia juga lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman

dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.

Sifat lain dari kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi

jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical

paru paru lebih tinggi dari bagian yang lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat

predileksi penyakit tuberculosis.2

Faktor Resiko

Page 4: 14-read tb-hiv.pdf

4

Patofisiologi & Patogenesis

Mycobacterium Tubeculosis yang terdapat pada droplet nuclei diudara dapat terhisap orang sehat

dan akan menempel pada saluran napa atau jaringan paru . Partikel ini dapat masuk ke alveolar

bila ukuran partikel < 5 mikrometer . Kuman ini akan dihadapi pertama kali oleh netrofil,

kemudian makrofag dan keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan

sekretnya. Bila kuman menetap dijaringan paru maka akan berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Disini ia dapat terbawa ke organ tubuh lainnya . Kuman yang bersarang dijaringan

paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek

primer atau sarang ( focus ) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru.

Bila menjalar sampai ke pleura maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui

saluran gastrointestinal , jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi limfadenopati regional

kemudian bakteri masuk kedalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,

tulang . Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru menjadi

TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (

limfangitis lokal ), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus ( limfadenitis

regional ). Limfadenitis ini menjadi kompleks primer dengan proses 3 – 8 minggu.1,2

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotic , kalsifikasi

dihilus , keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ± 10%

diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

Berkomplikasi dan menyebar secara a) perkontinuitatum , yakni menyebar ke

sekitarnya., b ) secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru

disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar

ke usus, c ) secara limfogen ke organ tubuh lainnya, d ) secara hematogen ke organ tubuh

lainnya.2

Page 5: 14-read tb-hiv.pdf

5

Diagnosis

Tanda dan Gejala

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Di samping itu,

dapat juga diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, berkeringat pada malam

hari tanpa aktifitas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise dan badan terasa

lemas. Gejala sesak napas dan nyeri dada dapat ditemukan bila terdapat komplikasi (efusi pleura,

pneumotoraks dan pneumonia).

Gejala klinis TB paru pada ODHA sering kali tidak spesifik. Gejala klinis yang sering ditemukan

adalah demam dan penurunan berat badan yang signifikan (lebih dari 10%). Di samping itu,

dapat ditemukan gejala lain terkait TB ekstraparu (TB pleura, TB perikard, TB milier, TB

susunan saraf pusat dan TB abdomen) seperti diare terus menerus lebih dari satu bulan,

pembesaran kelenjar limfe di leher, sesak napas dan lain-lain.4,5

Pemeriksaan laboratorium dahak

Mikroskopis

Pada ODHA meskipun sulit menemukan kasus TB paru hanya dengan mengandalkan

pemeriksaan mikroskopis dahak karena dahak dari ODHA yang menderita TB paru biasanya

BTA negatif, namun pemeriksaan mikroskopis dahak tetap perlu dilakukan. Pemeriksaan

mikroskopis dahak cukup dilakukan dengan dua spesimen dahak (Sewaktu dan Pagi = SP) dan

bila minimal salah satu specimen dahak hasilnya BTA positif maka diagnosis TB dapat

ditegakkan.

Biakan

Pemeriksaan biakan dahak merupakan baku emas untuk mendiagnosis TB. Ada dua macam

media yang digunakan dalam pemeriksaan biakan yaitu media padat dan media cair. Waktu

pemeriksaan dengan media cair lebih singkat dibandingkan dengan media padat. Namun, kuman

TB merupakan kuman yang lambat dalam pertumbuhan sehingga biakan memerlukan waktu

sekitar 6 – 8 minggu.

Page 6: 14-read tb-hiv.pdf

6

Pemeriksaan biakan memerlukan waktu cukup lama sehingga bila penegakan diagnosis TB pada

ODHA hanya mengandalkan pada pemeriksaan biakan maka dapat mengakibatkan angka

kematian TB pada ODHA meningkat. Pada ODHA yang hasil pemeriksaan mikroskopis

dahaknya BTA negatif sangat dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan dahak karena hal

ini dapat membantu penegakan diagnosis TB bila hasil pemeriksaan penunjang lainnya negatif.

Pemeriksaan biakan dahak dilakukan pada laboratorium yang telah memenuhi standar yang

ditetapkan oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan (BPPM dan

SK).1,3,4

Pemeriksaan penunjang radiologis

Pemeriksaan foto toraks pada ODHA memegang peranan penting dalam penegakan diagnosis

TB paru khususnya BTA negatif.

Indikasi pemeriksaan foto toraks pada ODHA:

BTA positif

Foto toraks diperlukan pada:

pasien sesak napas (pneumotoraks, efusi perikard atau efusi pleura).

pasien hemoptisis.

pasien yang dicurigai terdapat infeksi paru lainnya.

BTA negatif

Lakukan foto toraks pada pasien TB paru BTA negatif.

Kelainan gambaran radiologis yang ditemukan pada TB Paru1,3

Page 7: 14-read tb-hiv.pdf

7

Alur diagnosis

Diagnosis TB Paru pada ODHA

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada alur diagnosis TB pada ODHA, antara lain:

Pemberian antibiotik sebagai alat bantu diagnosis tidak direkomendasi lagi. Penggunaan

antibiotik dengan maksud sebagai alat bantu diagnosis seperti alur diagnosis TB pada orang

dewasa dapat menyebabkan diagnosis dan pengobatan TB terlambat sehingga dapat

Page 8: 14-read tb-hiv.pdf

8

meningkatkan risiko kematian ODHA. Oleh karena itu, pemberian antibiotik sebagai alat bantu

diagnosis tidak direkomendasi lagi.

Namun antibiotik perlu diberikan pada ODHA dengan IO yang mungkin disebabkan oleh infeksi

bakteri lain bersama atau tanpa M.tuberculosis. Jadi, maksud pemberian antibiotic tersebut

bukanlah sebagai alat bantu diagnosis TB tetapi sebagai pengobatan infeksi bakteri lain.

Hindarilah penggunaan antibiotik golongan fluorokuinolon karena memberikan respons terhadap

M.tuberculosis dan dapat menimbulkan resistensi terhadap obat tersebut.

Pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB pada ODHA

dengan BTA negatif. Namun perlu diperhatikan bahwa gambaran foto toraks pada ODHA

umumnya tidak spesifik terutama pada stadium lanjut

Jika sarana pemeriksaan biakan dahak tersedia maka ODHA yang BTA negatif, sangat

dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan dahak karena hal ini dapat membantu untuk

konfirmasi diagnosis TB.

Alur diagnosis TB Paru BTA negatif pada ODHA di bawah ini merupakan langkah kegiatan

yang harus dilakukan dalam penegakan diagnosis TB di daerah dengan prevalens HIV tinggi

dengan sarana terbatas. Alur diagnosis ini hanya untuk ODHA yang dicurigai menderita TB.

Perlu diperhatikan, alur diagnosis TB pada ODHA rawat jalan (tanpa tanda bahaya) berbeda

dengan pada ODHA rawat inap (dengan tanda bahaya).1,3,4,7

Page 9: 14-read tb-hiv.pdf

9

Page 10: 14-read tb-hiv.pdf

10

Diagnosis Banding

Penyakit TB Paru maupun TB ekstraparu pada ODHA mempunyai kemiripan dengan penyakit

lain yang mempunyai gejala seperti batuk, demam dan kadang nyeri dada serta kemiripan

gambaran foto toraks. Pneumonia dapat terjadi sebagai ko-infeksi TB. Pada setiap kasus harus

dilakukan pemeriksaan klinis yang cermat. Lakukan pemeriksaan mikroskopis BTA pada pasien

yang batuk selama 2 minggu atau lebih.

Berikut ini adalah beberapa penyakit paru yang sering ditemukan pada ODHA:

1. Pneumonia Bakterial

Pneumonia ini bisa menyerang bayi, usia lanjut, ketergantungan alkohol, pasien dengan retardasi

mental, pasien pascaoperasi, pasien imunokompromais yang menderita penyakit pernapasan lain

atau infeksi virus sangat rentan terhadap pneumonia bakterial. Bakteri penyebab pneumonia

merupakan flora normal pada saluran napas atas. Pada saat daya tahan tubuh menurun maka

bakteri akan bermultiplikasi dan merusak parenkim paru.

Jika terjadi infeksi, sebagian besar parenkim paru terisi cairan dan infeksi dapat dengan cepat

menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Pneumokokus adalah penyebab tersering

pneumonia bakterial tersebut. Pneumonia bakterial didahului dengan infeksi saluran napas atas

kemudian terjadi aspirasi lendir ke saluran napas bagian bawah sehingga menyebabkan bakteri

saluran napas atas menginfeksi parenkim paru.

Gejala klinis pada pneumonia berupa batuk produktif, demam yang dapat disertai menggigil,

takikardia, takipneu sampai sianosis. Pada keadaan imunokompeten, tubuh mampu mengadakan

perlawanan tetapi tidak pada keadaan imunokompro-mais sehingga gejala klinis yang terjadi

tidak spesifik. Pneumonia bakterial sering menjadi penyebab infeksi sekunder pada ko-infeksi

TB-HIV. Infeksi sekunder yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan sepsis. Hal ini

sering ditemukan namun sulit didiagnosis.

2. Sarkoma Kaposi

Sarkoma kaposi ditandai oleh lesi tipikal pada kulit dan membran mukosa berwarna biru

kehitaman. Sarkoma kaposi pada membran mukosa saluran napas menimbulkan gejala batuk,

Page 11: 14-read tb-hiv.pdf

11

demam, hemoptysis dan dispnea disertai lesi kulit di tempat lain. Foto toraks menunjukkan

infiltrat nodular difus menyebar dari hilus atau gambaran efusi pleura. Pemeriksaan sitologi

cairan pleura dapat membantu penegakan diagnosis sarkoma kaposi.

3. Pneumonia Pneumocystis jirovecii (PCP)

Pneumonia Pneumocystis jirovecii pada orang dewasa sering terjadi pada ODHA dengan

stadium klinis 4 (AIDS). Gejala klinis berupa batuk tidak produktif, demam dan sesak napas

progresif.

4. Mycobacterium Avium Complex (MAC)

Manifestasi klinis MAC umumnya berupa demam, keringat malam, penurunan berat badan,

lemah/ fatique dan nyeri abdomen. Manifestasi yang terlokalisir berupa gejala-gejala limfadenitis

servikal atau mesenterikal, pneumonitis, perikarditis, osteomielitis dan infeksi SSP.

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan hepatomegali, splenomegali atau limfadenopati (di

paratrakeal, retroperitoneal dan paraaorta). Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan

anemia, peningkatan alkali fosfatase.

5. Infeksi parasit

Infeksi parasit yang sering ditemukan pada ODHA Cryptococcus sp. dan Nocardia sp. Gejala

klinis Cryptococcosis sulit dibedakan dengan gejala klinis TB paru. Diagnosis Cryptococcosis

paru ditegakkan dengan ditemukannya spora fungi pada apusan dahak.

Gejala klinis Nocardiosis mirip TB paru seperti batuk produktif dapat disertai darah, demam,

mual, malaise, sesak napas, keringat malam tanpa aktifitas, penurunan nafsu makan dan berat

badan, nyeri sendi dan nyeri dada. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan ronki basah, suara

napas melemah, limfadenopati, skin rash dan hepatosplenomegali.

Kelainan pada foto toraks sering ditemukan pada lobus atas berupa kavitas. Organisme penyebab

dapat ditemukan secara positif lemah pada pewarnaan tahan asam. Kecurigaan klinis meningkat

dengan ditemukannya abses otak. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya batang pada

sediaan dengan pewarnaan gram positif.1,6

Page 12: 14-read tb-hiv.pdf

12

Diagnosis banding berdasarkan foto toraks

Gambaran foto toraks penyakit selain TB dapat juga memberikan gambaran foto toraks seperti

TB.

Penatalaksanaan

Prinsip Pengobatan

Kategori pengobatan TB tidak dipengaruhi oleh status HIV pada pasien TB. Pada

prinsipnya pengobatan TB pada pasien ko-infeksi TB HIV harus diberikan segera

sedangkan pengobatan ARV dimulai setelah pengobatan TB dapat ditoleransi dengan

baik, dianjurkan diberikan paling cepat 2 minggu dan paling lambat 8 minggu.

Page 13: 14-read tb-hiv.pdf

13

1. Pengobatan TB pada ODHA yang belum dalam pengobatan ARV

Bila pasien belum dalam pengobatan ARV, pengobatan TB dapat segera dimulai. Jika

pasien dalam pengobatan TB maka teruskan pengobatan TB-nya sampai dapat

ditoleransi dan setelah itu diberi pengobatan ARV. Keputusan memulai pengobatan

ARV pada pasien dengan pengobatan TB sebaiknya dilakukan oleh dokter yang telah

mendapat pelatihan tatalaksana pasien TB-HIV.

2. Pengobatan TB pada ODHA sedang dalam pengobatan ARV

Bila pasien sedang dalam pengobatan ARV, sebaiknya pengobatan TB dimulai

minimal di RS yang petugasnya telah dilatih TB-HIV, untuk diatur rencana

pengobatan TB bersama dengan pengobatan ARV (pengobatan ko-infeksi TB-HIV).

Hal ini penting karena ada banyak kemungkinan masalah yang harus

dipertimbangkan, antara lain: interaksi obat (Rifampisin dengan beberapa jenis obat

ARV), gagal pengobatan ARV, IRIS atau perlu substitusi obat ARV.1,2,3,4,5

Page 14: 14-read tb-hiv.pdf

14

Page 15: 14-read tb-hiv.pdf

15

Page 16: 14-read tb-hiv.pdf

16

Rejimen Pengobatan saat ini

Kategori Pasien TB Regimen

Pengobatan

Fase Awal Fase Lanjutan

1 Tb sputum BTA

positif baru bentuk

TBP berat , TB

ekstra-paru ( berat ),

TBP BTA-negatif

2 SHRZ ( EHRZ )

2 SHRZ ( EHRZ )

2 SHRZ ( EHRZ )

6 HE

4 HR

4H3R3

2 Relaps, Kegagalan

Pengobatan, kembali

ke default

2 SHZE/ 1 HRZE

2 SHZE/ 1 HRZE

5 H3R3E3

5 HRE

3 TBP sputum BTA –

negative

TBekstra-paru

(menengah berat )

2HRZ atau 2 H3R3Z3

2HRZ atau 2 H3R3Z3

2HRZ atau 2 H3R3Z3

6 HE

2 HR/4H

2H3R3/4H

4 Kasus kronis ( masih

BTA-positif setelah

pengobatan ulang

yang disupervisi)

Menggunakan obat

obatan barisan edua

Page 17: 14-read tb-hiv.pdf

17

Dosis Obat yang dipakai di Indonesia

Nama obat Dosis Harian Dosis Berkala 3 x seminggu

BB<50 kg BB>50kg

Isoniazid 300mg 400mg 600mg

Rifampisin 450mg 600mg 600mg

Pirazinamid 1000mg 2000mg 2-3g

Streptomicin 750mg 1000mg 1000mg

Etambutol 750mg 1000mg 1-1,5g

Etionamid 500mg 750mg

PAS 99 10g

Efek Samping Obat

INH Neuropati perifer dapat dicegah dengan pemberian vitamin B6,

hepatotoksik

Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik

Streptomicin Nefrotoksik, gangguan nervus VII kranial

Etambutol Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/ dermatitis

Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan

PAS Hepatotoksik, gangguan pencernaan

Cycloserin Seizure / kejang , depresi, psikosis

Page 18: 14-read tb-hiv.pdf

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Dalam : Petunjuk teknis tata laksana klinis ko-infeksi

TB-HIV, Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

KeMenkes RI 2012 : 20-26

2. Zulkifli Amin, Asri Bahar, Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI, Edisi ke

enam, Jakarta 2014 : 863-873

3. WHO, Tuberculosis Care with TB-HIV Co management , Integrated Management of

Adolescent and Adult Illness ( IMAI). 2007 : 14-30

4. TB CARE I , International Standards for Tuberculosis Care Edition 3. TB CARE I. The

Haque, 2014: 20-26

5. Henry M, Blumberg M.D, American Journal of Respiratory and Critical Care medicine.

Vol . 167. 2003 : 606

6. Anton Pozniak, MD, FRCP,et all . Tuberculosis : Clinical manifestations and evaluation

of pulmonary Tuberculosis. MD employee of Up To Date inc. February 2015

7. Timothy R Sterling, MD, et all . Tuberculosisi : Treatment of pulmonary Tuberculosis in

the HIV-infected patient. MD Employee of Up ToDate inc. June 2015

8. Lee W Riley, MD,et all. Tuberculosis : Natural history, microbiology and pathogenesis of

Tuberculosis. MD Employee of Up To Date inc. March 2015

9. Gary Maartens, MBChB, MMed, et all. Tuberculosis : Epidemiology, Clinical

manifestations and Diagnosis of Tuberculosis in HIV-infected patients. MD Employee of

UpTodate inc. April 2015