1393-3239-1-sm

Upload: ogie-minyak

Post on 02-Mar-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    1/12

    Integrasi Diri Sebagai Konsep Sehat Mental..... Siti Nasilah

    Integrasi Diri Sebagai Konsep Sehat Mental Orang Melayu Riau

    Siti Nasilah, Anggia Kargenti Evanurul Marettih

    Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riauemail: [email protected]

    Abstrak

    Kesehatan mental merupakan hal yang sangat kompleks. Banyak faktor yang berper-an dalam pembentukan kesehatan mental, seperti faktor sosial budaya dan agama.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep kesehatan mental menurutOrang Melayu Riau. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi.Informan penelitian sebanyak delapan (8) orang yaitu tiga orang tokoh Melayu Riau,dan lima mahasiswa bersuku Melayu Riau. Data diperoleh dengan wawancara danFocused Group Disscussion (FGD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesehatanmental menurut Orang Melayu Riau adalah suatu kondisi yang menunjukkan adanyaharmonisasi dan tercapainya kesejahteraan dalam kehidupan secara badaniah danbatiniah. Pencapaian kesehatan mental dilakukan dengan upaya meningkatkan pen-gendalian diri, kesadaran diri, dan penanaman nilai-nilai agama dalam hidup sehari-hari. Nilai-nilai agama, pendidikan, budaya, lingkungan dan media informasi mem-berikan bimbingan, memberikan pemecahan masalah, menentramkan batin, sehinggamendorong tercapainya keselarasan antara diri dan Tuhan sebagai bentuk integrasidiri.

    Kata Kunci : kesehatan mental,melayu riau, integrasi diri

    Abstract

    Mental health is a very complex problem that is the result of variety of problems. Manyfactors affect an individuals mental health, such as social cultural and religion. Thisstudy aimed to explore the concept of mental health among Riau Malays. Subjectsin this study were eight people consisted of three Riau Malay cultural gures and veMalay students.The qualitative methode is choosen with phenomenology approach.

    The data was obtained by interview and focused group discussion. The results showedthat mental health conception according to the Riau Malays was a condition of har-mony and improved well-being both physically and mentally as a manifestation by selfintegration. The efforts to establish mental health are performed by self-awareness,self-control, and religious values in daily life. The values of religion became a life guid-ance, problem solver, pacify mind, in order to live in harmony between self and relationwith God to achieve self-integration.

    Keywords :mental health, riaus malay, self-integration

    Pendahuluan

    Istilah kesehatan mental sudah ser-ing terdengar dalam kehidupan segari-hari.

    Dapat dikatakan bahwa kesehatan mentalmerupakan suatu kondisi dimana individumengalami perkembangan yang optimal baiksecara sik, intelektual dan emosional sepan-jang hal itu sesuai dengan keadaan oranglain. Menurut Poutasi (1996, dalam Marettih2015) kesehatan mental ditunjukkan dengantidak adanya suatu disfungsi psikologis, emo-sional, perilaku dan sosial pada diri individu.Namun, pribadi yang seperti apa yang diang-gap paling sehat mentalnya dan ukuran yangdipakai untuk menentukan orang yang sehatsecara mental? Banyak pengertian mengenai keseha-

    tan mental, namun memiliki esensi yang ber-beda-beda, sehingga belum ada pengertianyang sama untuk menilai suatu kondisi sehat

    mental. Burhanuddin memberikan penger-tian kesehatan mental sebagai terwujudnyakeharmonisan dalam fungsi jiwa serta terca-painya kemampuan untuk menghadapi per-

    masalahan sehari-hari sehingga merasakankebahagiaan dan kepuasan dirinya (1999).Sementara Darajat menjelaskan kesehatanmental sebagai terwujudnya keserasian yangsungguh-sungguh antara fungsi-fungsi keji-waan dan terciptanya penyesuaian diri antaraindividu dengan dirinya sendiri dan lingkun-gannya berdasarkan keimanan dan ketak-waan. Individu dikatakan sehat mental ketikaterbebas dari gejala-gejala yang melumpuh-kan dan mengganggu, yang dapat merusakesiensi mental dan kestabilan mental.

    Banyak faktor yang mempengaruhiterbentuknya kesehatan mental individu.

    Salah satu faktor yang mempengaruhi kon-sep mental sehat adalah budaya masyarakat.Marsela (dalam Muluk & Murniati, 2007)

    37

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    2/12

    Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

    38

    menyatakan bahwa banyak riset psikiatri danpsikologi yang cenderung bias karena kurangatau bahkan tidak memperhitungkan fak-tor budaya dalam menjelaskan pengalamansakit. Padahal, situasi sosial serta hal-halyang terkait dengan nilai-nilai budaya memi-liki makna dalam memahami suatu konsepkesehatan mental. Oleh karena itu, untuk me-mahami suatu konsep mengenai kesehatanmental perlu mempertimbangkan faktor bu-daya. Penelitian mengenai konsep sehat,sakit dan penyakit yang dilakukan Soejatidan Sunanti (2004) menyimpulkan bahwaparadigma sehat merupakan cara pandangkesehatan yang bersifat holistik, proaktif, danantisipatif. Pembentukan konsep sehat padamasyarakat dipengaruhi oleh multi faktor.Salah satu faktor yang mempengaruhi penen-tuan konsep sehat dan sakit itu adalah budaya

    yang dimiliki individu. Pada intinya paradigmasehat memberikan perhatian utama terhadapkebijakan yang bersifat pencegahan dan pro-mosi kesehatan, memberikan dukungan danalokasi sumber daya. Hal ini dilakukan untukmenjaga masyarakat agar yang sehat tetapsehat namun tetap mengupayakan yang sakitsegera sehat. Kesehatan mental tidak dapat dipisah-kan dengan kesehatan sik, sebab ketika indi-vidu mengalami sakit secara sik, terkadangmerusak mental dan jiwanya, begitu pulasebaliknya ketika individu mengalami sakitpada mentalnya maka akan berakibat padasiknya (Goldberg, 1984). Goldberg menya-takan bahwa sakit sik yang dialami oleh in-dividu itu sebenarnya merupakan gejala dariadanya suatu gangguan mental. Gangguanmental dan gangguan sik saling menopangsatu sama lain, artinya sakit sik menyebab-kan gangguan mental dan gangguan mentalmemperparah sakit siknya. Misal ketika in-dividu mengalami sakit sik seperti penderitakanker, penderita akan merasa terganggumentalnya atas rasa sakit yang dialaminya,sehingga ketika mental individu terganggumaka sakit sik yang dirasakan semakin ber-

    tambah sakit (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).Psikologi Islam memandang bahwa individuyang sehat mentalnya adalah individu yangterhindar dari keluhan dan gangguan mentalbaik berupa neurosis maupun psikosis. Orangyang sehat mental akan senantiasa merasaaman dan bahagia dalam kondisi apapun,dan akan melakukan intropeksi atas segalahal yang dilakukannya sehingga akan mam-pu mengontrol dan mengendalikan dirinyasendiri (Yeli, 2012). Sesuai dengan penda-pat Daradjat (1983) bahwa kesehatan men-tal merupakan terwujudnya keserasian yangsungguh-sungguh antara fungsi-fungsi keji-waan dan terciptanya penyesuaian diri antaraindividu dengan dirinya sendiri dan lingkun-

    gannya berdasarkan keimanan dan ketak-waan. Artinya, sehat mental tidak lepas daripenerapan nilai-nilai agama. Menurut Hamidy & Dairy (1993),masyarakat melayu merupakan salah satudari delapan masyarakat etnis budaya asliyang ada di Provinsi Riau. Walaupun terda-pat beberapa perbedaan dalam bentuk corakadat istiadat serta kebiasaan di antara de-lapan rumpun masyarakat Riau itu, namunterdapat persamaan dalam hal-hal men-dasar yang universal, yaitu menggunakanlandasan dan azas agama Islam sebagaipedoman dalam kehidupan. Adat istiadat dankebiasaan berpengaruh dan berperan dalamperwujudan sikap, karakter, respon, dan carapandang yang merupakan ciri khas identitasindividu. Budaya merupakan hal yang ber-peran dalam mengartikan denisi keseha-tan mental. Seperti yang dijelaskan Marsella

    (dalam Murniati & Muluk, 2007) bahwa kon-sep sehat mental pada suatu budaya tertentuharus dipahami dari hal-hal yang dianggapmempunyai arti dan bermakna pada suatubudaya tertentu. Sejalan dengan itu, Muluk& Murniati (2007) melakukan penelitian tenh-tang konsep sehat mental pada budaya Jawadan Minang. Dari penelitian tersebut Mulukdan Murniati mendapatkan perbedaan yangkontras dalam memaknai konsep kesehatanmental antara budaya Jawa dan budaya Mi-nang. Budaya Jawa mengartikan keselarasansebagai sesuatu yang harus dibatinkan, yaitukehidupan yang selaras dengan alam semes-ta. Melalui kebatinan manusia Jawa berusahauntuk mencapai manunggaling kawulo gustiyaitu keadaan sempurna yang mencerminkankondisi mental yang sangat sehat. Sementarabudaya Minangkabau memandang sebagaikeselarasan menurut hukum dengan prinsipperimbangan pertentangan. Masyarakat mi-nang menganggap kepintaran individu dalammenyesuaikan diri dalam berbagai situasi dankemampuan untuk bertahan hidup di rantau,mampu menyembunyikan aib keluarga, ke-masyuran, ketenaran dan kemegahan, sertamampu menyumbang secara nyata bagi

    masyarakat sebagai konsep sehat mental.Artinya, masyarakat budaya Jawa dan bu-daya Minang memiliki prinsip yang berbedatentang memaknai keselarasan dalam pem-bentukan konsep kesehatan mental. JikaBudaya Minang, Jawa berbeda dalam me-negakan konsep sehat mental, maka timbulsebuah pertanyaan, apakah demikian jugahalnya dengan suku Melayu Riau yang ber-landaskan azas nilai-nilai agama dalam men-jalani hidup dan kehidupan? Orang Melayu pada umumnya sangatmenjunjung nilai-nilai keIslaman, seperti sifat-sifat yang sabar, penyantun, sopan, rendahhati, setia, teguh pendirian dan taat pada aja-ran agama menjadi indikator dalam menilai

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    3/12

    Integrasi Diri Sebagai Konsep Sehat Mental..... Siti Nasilah

    39

    perilaku individu terutama dalam kehidupanbermasyarakat. Artinya, orang Melayu men-jadikan ajaran Islam sebagai tolok ukur dalammenilai baik atau buruk perilaku individu.Hamidy (1989) berpendapat pada umumnyapenduduk di daerah Riau ini bersuku Melayu,namun di samping itu terdapat pula suku-suku terbelakang yaitu Suku Sakai dan SukuAkit yang terdapat di Kabupaten Bengkalis,Suku Talang Mamak di Indragiri Hulu, SukuBonai di Kabupaten Kampar dan Suku OrangLaut di Kabupaten Kepulauan Riau. Pen-duduk daerah Riau umumnya adalah peme-luk agama Islam yang taat. Agama Islam didaerah ini telah dianut sejak masuknya aga-ma Islam yang diperkirakan pada abad ke-11dan 12 M. Namun demikian, kepercayaan-ke-percayaan kepada sesuatu yang ghaib masihmelekat pada sebagian masyarakat, sepertipada masyarakat pedalaman dan khususnya

    masyarakat suku Sakai. Salah satu suku Melayu asli Riau ada-lah orang pedalaman seperti suku Sakai yangada di Inderagiri Hilir yang mempercayai tradi-si budaya leluhur. Pasca Islam masuk ke In-dragiri Hilir, ajaran leluhur masih terjaga danbanyak bertentangan dengan ajaran AgamaIslam. Namun demikian, antara tradisi le-luhur dan Islam justru saling menguatkan danakibatnya pengetahuan ini masih dipercayahingga saat ini (Muhammad, 1993). Walaumemeluk Agama Islam, tetapi Islam yangdianut masih kental dengan penerapan nilai-nilai dan kepercayaan pada leluhur, sepertipercaya pada kekuatan dukun. Kepercayaanpada alam dan leluhur pada suku pedala-man tidak sesuai dengan syariat Islam yangdianut. Jika dikembalikan kepada pendapatEstefania (dalam Yustinus 2010) bahwa se-hat mental jika tidak bertentangan aturan dannilai-nilai agama, maka apakah orang-orangyang beragama Islam namun masih juga per-caya dengan kekuatan ghaib dikatakan sehatmental? Berdasarkan hasil observasi yangdilakukan peneliti, masih terdapat sebagianmasyarakat suku pedalaman di KabupatenInderagiri Hilir yang masih mempercayai

    bahwa setiap tempat-tempat keramat selaluada penunggunya. Mereka beranggapanbahwa tiap-tiap makhluk penunggu ini berma-cam-macam, tergantung dimana makhluk ha-lus itu berdiam. Anggapan masyarakat sukupedalaman erat kaitannya dengan keseha-tan mental. Notosedirdjo dan Latipun (2005)berpendapat bahwa orang yang terganggumentalnya adalah orang-orang yang mem-percayai adanya ruh jahat dan sebagian per-caya bahwa orang yang kerasukan ruh jahattermasuk pada golongan orang yang tidak se-hat mental.

    Kata tidak sehat mental selalu di-hubungkan dengan kata gila. Sementara,fenomena yang ditemui dalam tatanan baha-

    sa yang sering dilontarkan orang Melayu sep-erti ungkapan seperti gile, tak berotak telahmenjadi bahasa sehari-hari sebagai bahansenda gurau dan tidak ada hubungannya den-gan konsep sehat mental. Ungkapan tersebuttidak sama maknanya sebagai sebuah gang-guan jiwa, atau terganggu mentalnya. Berbic-ara mengenai konsep sehat, etnik Melayu jugamemiliki cara pandang yang berbeda dalammemandang dan memaknai konsep sehat.Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukanpada SM, salah satu masyarakat pedesaan diKabupaten Indragiri Hilir (menjelaskan bahwajika individu masih dapat melaksanakan keg-iatan sehari-hari meskipun dalam keadaandemam, sakit kepala, maka orang tersebut di-anggap sehat. Sebaliknya, jika individu sudahtidak dapat melakukan aktivitas apapun danhanya terbaring di temapt tidur, maka orangtersebut dianggap benar-benar sakit. Selain

    itu SM mengatakan bahwa orang yang sehatsecara mental adalah orang-orang yang da-pat menjalankan aturan sesuai norma atauajaran agama yang berlaku dalam kehidupanserta dapat melakukan penyesuaian diri dilingkungan dimana ia tinggal (SM. W. O1/28Oktober 2013).

    Namun di sisi lain, masih banyak dite-mukan masyarakat yang masih masih mem-percayai hal-hal yang ghaib. Berdasarkanhasil observasi yang di lakukan peneliti padamasyarakat di Pedalaman Kabupaten Indra-giri Hilir, ditemukan bahwa masih terdapat ko-munitas masyarakat yang menganut keper-cayaan terhadap hal-hal yang berbau mistik.Misalnya, ketika adalah salah seorang ang-gota masyarakat yang membeli sebuah se-peda motor baru, maka menurut keprcayaanyang dianut, sepeda motor itu harus disiramdengan darah ayam segar. Hal ini dilakukankarena masih ada anggapan bahwa darahayam tersebut dapat memberikan keselama-tan bagi setiap orang yang mengendarai mo-tor tersebut.

    Jika ditelisik lebih dalam, memper-cayai hal-hal dan segala sesuatu yang ber-bau mistik termasuk perbuatan syirik dan

    bertentangan dengan syariat Islam. Orangyang sehat mental adalah orang yang da-pat menjalankan aturan serta norma agamaIslam, sehingga Islam tidak membenarkanhal-hal yang berbau syirik. Hal ini sesuai den-gan gurindam duabelas pasal 1 yang berbu-nyi Barang siapa tiada memegang agama,sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama(Gurindam Duabelas). Pasal ini menjelas-kan mengenai pentingnya melakukan segalasesuatu sesuai syariat Islam yang berlaku,yaitu berpegang teguh pada agama, dimanaagama menjadi tolok ukur dalam menilai kon-sep kesehatan mental dan tidak melakukanperbuatan yang bertentangan dengan syari-at agama Islam. Artinya, bagi orang Melayu

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    4/12

    Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

    40

    nilai-nilai agama merupakan fondasi pentingbagi individu dalam menegakkan konsep se-hat mental. Hal ini sesuai dengan pendapatNN (05 November 2013), yang mengatakanbahwa orang yang sakit sik maupun psikisdilatarbelakangi adanya kekuatan Tuhan. NNmeyakini bahwa proses penyembuhan ketikasakit datangnya dari Tuhan. Lebih lanjut NNberpendapat dalam diri individu yang sakit sikmaupun psikis terdapat kekuatan batin dan ituberasal dari kekuatan Tuhan, sehingga ketikaindividu sakit secara spontanitas terucap kataAstaghrullah. Pengucapan istighfar terse-but didasari keyakinan individu bahwa kes-embuhan akan terjadi jika berpegang teguhpada agama (NN. W. 01). Artinya sehat dansakit itu datangnya dari Tuhan, ketika ma-nusia percaya Tuhan akan menyembuhkanpenyakit, maka ia akan sembuh, tetapi ketikamanusia tidak yakin akan kekuatan Tuhan

    dalam proses penyembuhan, maka manusiatidak akan sembuh. Sebagai manusia yangberagama, individu harus yakin akan kekua-tan Tuhan yang Maha segalanya. Kesehatan merupakan suatu kondisidimana individu dalam kondisi sejahtera, baiksecara sik maupun psikis. Konsep kesehatanmental tidak lepas dari banyak faktor, sepertiagama dan budaya (Sundari, 2005). Namun,belum banyak penelitian yang dilakukan ten-tang konsep sehat mental dalam perspektifbudaya, khususnya pada Orang Melayu Riau.Hidup di dunia dengan segala kompleksitaskehidupan, Orang Melayu Riau harus tetapberpegang teguh dengan nila-nilai agama dantidak melanggar syariat agama Islam. Unsuragama menjadi salah satu indikator individudalam membentuk kesehatan individu. Ber-dasarkan fenomena yang ditemukan, bahwamasih banyak orang yang bersuku Melayu,beragama Islam namun masih mempercayaikekuatan-keuatan ghaib yang bertentangandengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, pe-nulis ingin menggali lebih dalam mengenaiKonsep Kesehatan Mental Menurut MelayuRiau.

    Kesehatan Mental

    Sehat adalah suatu keadaan berupakesejahteraan sik, mental dan sosial se-cara penuh dan bukan semata-mata berupaterhindarnya individu dari gangguan ataukeadaan lemah (WHO dalam Winkle, 1991).Artinya, seseorang yang sehat mental akanmerasa sehat dan bahagia, mampu meng-hadapi tantangan hidup, menerima orang lainapa adanya (berempati dan tidak berprasang-ka), bersikap positif terhadap dirinya sendiridan orang lain, serta mampu menerima danmenghadapi kenyataan hidup. Daradjat (1982) menggunakan istilahkesehatan mental sebagai kondisi terhindarn-

    ya individu dari gejala-gejala gangguan jiwa(neurosis) dan dari gejala-gejala penyakitjiwa (psikosis), yang ditandai dengan kemam-puan individu dalam melakukan penyesuaiandiri dengan orang lain dan lingkungan tem-pat tinggalnya, memiliki pengetahuan danperbuatan yang bertujuan untuk mengem-bangkan dan memanfaatkan segala potensi,bakat dan pembawaan yang ada semaksimalmungkin sehingga melahirkan kebahagiaandiri serta terhindar dari gangguan-gangguandan penyakit jiwa. Artinya, kesehatan mentalmerupakan manifestasi dari terwujudnya ke-seimbangan atau keselarasan antara fungsisik dan jiwa, memiliki kemampuan untukmenghadapi masalah yang terjadi, sertamampu merasakan kebahagiaan. Semiun (2006) menjelaskan bahwaorang yang sehat secara mental mempunyaisikap menghargai diri sendiri, memahami dan

    menerima keterbatasan diri sendiri dan ket-erbatasan orang lain, memahami kenyataanbahwa semua tingkah laku ada penyebabn-ya, dan memahami dorongan untuk aktual-isasi-diri. Sebaliknya, individu dikatakan tidaksehat secara mental jika ia mempunyai emosiyang tidak terkendali, secara kepribadiantidak matang sesuai usianya, tidak mampumenghadapi tekanan hidup, mempunyai ting-kat kecurigaan yang tinggi pada orang lain,dan agresif. Dari beberapa pengertian yang dipa-parkan para ahli dapat disimpulkan bahwaindividu dikatakan sehat apabila individutersebut mampu memahami dan menghar-gai dirinya dalam bertingkah laku, serta tidakmengalami tekanan atau konik-konik ba-tin yang mengganggu ketenangan dalamhidupnya.

    Kriteria Kesehatan Mental

    Schneiders (dalam Semiun, 2006)mengemukakan beberapa kriteria mengenaikesehatan mental sebagai berikut:

    Efsiensi mental

    Manusia sehat mental adalah manu-sia yang memanfaatkan kapasitas atau po-tensi diri secara efektif, kemudian mengguna-kan kapasitas-kapasitas yang mereka milikitersebut untuk mencapai tujuan hidup sebaikmungkin.

    Pengendalian dan integrasi pikiran dan ting-kah laku Pengendalaian yang efektif merupa-kan salah satu tanda yang sangat pasti darikepribadian yang sehat.Tanpa pengendalianini maka obsesi ide yang melekat (pikiranyang tidak hilang), fobia, delusi, dan simtom-simtom lainnya mungkin berkembang.

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    5/12

    Integrasi Diri Sebagai Konsep Sehat Mental..... Siti Nasilah

    41

    Integrasi motif-motif serta pengendalian konf-lik dan frustrasi Konik yang hebat muncul apabilamotif-motif tidak terintegrasi. Kebutuhan akanafeksi dan keamanan akan bertentangandengan otonomi; dorongan seks dapat ber-tentangan dengan cita-cita atau prinsip moral.Manusia yang sehat mental adalah manusiayang mampu menguasai segala faktor dalamhidupnya sehingga individu dapat mengeda-likan kekalutan mental sebagai akibat daritekanan-tekanan perasaan

    Perasaan-perasaan dan emosi-emosi yangpositif dan sehat Perasaan-perasaan positif seperti dit-erima, mencintai, memiliki, aman, dan hargadiri masing-masing memberi sumbanganpada kstabilan mental dan dilihat sebagaitanda kesehatan mental. Emosi-emosi positif

    menggerakan individu untuk bersikap tenangdalam menghadapi sebuah permasalahan,sehingga melahirkan perasaan bahagiadalam diri individu.

    Ketenangan atau kedamaian pikiran Penyesuaian diri dan kesehatan men-tal berorientasi kepada ketenangan pikiranatau mental, apabila ada keharmonisan emo-si, perasaan positif, pengendalaian pikirandan tingkah laku, integrasi motif-motif makaakan muncul ketenangan mental.

    Sikap-sikap yang sehat Adanaya kesamaan antara sikap danperasaan dalam hubungannya dengan kes-ehatan mental. Setiap individu dalam lingkun-gannya akan menemukan atau berinteraksidengan individu yang tidak dapat menyesuai-kan diri atau mengalami masalah, artinyadalam hal ini sangat penting mempertahan-kan pandangan yang sehat terhadap hidup,orang-orang, pekerjaan, atau kenyataan.

    Konsep diri yang sehat Kesehatan mental sangat bergantungpada konsep diri sehingga individu harus

    mempertahankan orientasi yang sehat ke-pada kenyataan objektif, demikian juga harusberkir sehat mengenai diri kita sendiri.

    Identitas ego yang adekuat Identitas ego adalah dimana ia men-jadi diri sendiri. Apabila identitas ego tumbuhmenjadi stabil dan otonom, maka orang terse-but akan mampu bertingkah laku lebih kon-sisten dan bertahan lama terhadaplingkun-gannya. Hubungan yang adekuat dengan ken-yataan Individu yang terlalu menekan masalampau adalah orang yang tidak berorientasikepada kenyataan, sedangkan individu yangmenggantikan kenyataan dengan fantasi atau

    khayalan adalah orang yang telah menolakkenyataan.

    Suku Melayu

    Suku Melayu merupakan etnis yangpenduduknya mendiami pesisir Timur Sumat-era dan kepulauan Riau.Suku ini tergolongkepada Deutro-Melayu (Melayu gelombangkedua) yang turun dari dataran Asia ke Nu-santara sekitar 300 tahun sebelum Masehi.Proto Melayu (Melayu gelombang pertama)datang ke Nusantara sekitar 2500 sebelumMasehi, penduduk suku Melayu banyak yangmenjadi terasing seperti orang Sakai dansuku Laut (Hamidy & Dairi, 1993). Melayu dalam rumpun bahasa meru-juk pada Nusantara yaitu suatu kawasan danpenduduk yang mendiami selat Malaka meli-puti: Semenanjung Malaka, Kepulauan Riau,

    Pesisir Utara dan Timur Pulau Kalimantanserta Pesisir Timur Pulau Sumatera. Di ka-wasan pesisir ini juga berdiri Kerajaan Mel-ayu, Sriwijaya, Malaka, Johor, Riau, Lingga,Kampar dan Kuantan. Orang Melayu yangmendiami kawasan Malaka memiliki belahanetnik yaitu pemisahan daerah geogras danpolitis, masing-masing belahan memiliki ke-hidupan sosial, agama dan budaya yang ber-beda. Namun walaupun berbeda-beda, yangmenjadi ciri orang Melayu tetap sama yaitudilihat dari kesamaan bahasa, agama dantradisi (Hamidy, 1989).

    Sistem Kebudayaan Melayu Riau

    Suku Melayu Riau merupakan daerahyang sebagaian besar penduduknya menga-nut agama Islam, hal ini terlihat dari tiga sis-tem kepercayaan yang dikemukakan Hamidy(1989) yaitu:

    Sistem Religi Penduduk daerah Riau umumnyaadalah pemeluk agama Islam yang taat.Agama Islam telah dianut oleh pendudukoleh penduduk Melayu sejak masuknya aga-

    ma Islam pada abad ke 11 dan 12 Masehi.Agama Islam menjadi jati diri orang melayusejak adanya para ulama yang mengenalkansistem syarak bagi kepentingan kerajaan danrakyat Melayu.

    Perkembangan Melayu juga ditandaidengan bangunan masjid dan surau yang di-gunakan sebagai tempat musar menuntutilmu. Sehingga landasan semula yang berpi-jak kepada mitos kemudian diluruskan olehajaran Islam yang pada akhirnya memuncul-kan landasan baru yaitu:

    Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitab-ullah

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    6/12

    Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

    42

    Landasan tersebut menjelaskan mak-na mengenai ketentuan adat, jika ketentuanadat yang tidak sesuai dengan syarak atauhukum islam maka, ketentuan tersebut akankehilangan kekuatannya, sehingga dibiarkanhabis dikikis zaman.

    Sistem KepercayaanKepercayaan pada dewa-dewa yang

    dianggap sebagai makhluk yang menguasaialam ghaib.Pada masa dahulu orang Melayutelah memuja alam, benda-benda dianggapmempunyai kekuatan atau ruh. Kekuatangaib itu dipandang berasal dari makhluk halusyang dikenal dengan berbagai nama sepertihantu, mambang, jamblang, dan peri. Kehidu-pan agama Islam dalam kehidupan orang Me-layu telah memberikan perubahan yang luasdalam segi sosial, budaya, dan alam pikiran,pola pikir orang Melayu yang dulunya be-

    ranggapan adanya dewa-dewa serta percayaakan adanya pohon yang ada penghuninyamulai berubah sejak kehadiran Islam didae-rah Melayu.

    Sistem Kemasyarakatan Kegiatan kebudayaan Melayu di Riauterlahir dari sayariat atau ajaran Islam, per-gaulan sosial dan sistem nilai agama Islamdipandang sebagai sistem nilai yang tinggioleh orang Melayu. Agama dalam masyarakatMelayu Riau menjadi tolak ukur dalam melihatpenampilan individu, dengan agama individudipandang baik atau buruk dalam kehidupansosial.Sifat-sifat seperti sabar, penyantun,sopan, rendah hati, setia, teguh pendiriandan taat pada ajaran agama menjadi indika-tor sebagai penilaian terhadap sesama di-masyarakat Melayu Riau.

    Konsep Sehat dan Sakit Pada Budaya Melayu Koentjtoro menjelaskan bahwa, mas-yarakat pedesaan di Indonesia sarat denganniali-nilai budaya yang merupakan warisanbudaya/nenek moyang (1984). MasyarakatMelayu Riau, memahami bahwa jika sese-orang masih dapat mengerjakan sesuatu dan

    beraktivitas meskipun sedang sakit (misalnyasakit kepala, sakit perut, inuenza, batuk)maka orang tersebut tetap dapat dianggapsehat. Sebaliknya, jika seseorang tidak dapatmelakukan pekerjaan atau tidak dapat berak-tivitas sama sekali, maka orang tersebut di-katakan mengalami sakit (Muhammad, 1993).Sehat dan sakit dilihat dari kesangguap indi-vidu dalam melakukan aktivitas.

    Pengetahuan tentang sehat dan sakitmempengaruhi bagaimana individu mem-bentuk konsep tentang sehat dan sakit itusendiri. Dalam keseharian, masyarakat Me-layu berpijak pada keyakinan agama yangmerupakan bagian dari kepribadian individu.Menguatnya iman kepada Tuhan, dan keyaki-

    nan bahwa setiap penyakit pasti ada obatnyadan dapat disembuhkan oleh Tuhan menjadi-kan masyarakat Melayu menguat imanya.Namun, disisi lain, kedekatan masyarakatdengan alam, dan mempercayai hal-halyang berbau alamiah, seperti pengobatanyang masih menggunakan bahan-bahan darialam, dan melakukan pengobatan tradisonal,justru semakin memperkuat identitas sosialmasyarakat melayu yang memiliki budaya le-luhur. Agama dan nilai-nilai budaya dijalankansecara bersaamaan.

    Dalam hal budaya Melayu, Islam men-jadi sendi dalam pengembangan nilai-nilai bu-daya, sehingga terwujud dalam budaya Mel-ayu yang Islami yang menjadi jati diri orangMelayu. Perpaduan nilai Islam dan budayainilah yang menjadikan orang melayu tumbuhdan memiliki bahasa yang halus, budi pekertiyang terpuji dan akal budi yang tinggi. Aturan

    serta norma agama menjadi tolok ukur dalammenentukan konsep kesehatan masyarakatMelayu Riau (Effendi, 2012). Jika seseorangdalam kondisi sakit sik maupun mental,orang Melayu percaya akan kesembuhanyang berasal dari kekuatan Tuhan, dengankata lain masyarakat Melayu mempercayaiadanya kekuatan Tuhan yang dapat mem-berikan kesembuhan ketika dalam kondisisakit. Artinya agama berperan penting untukmengukur kesehatan mental terutama padamasyarakat Melayu Riau.

    Metode

    Penelitian ini menggunakan metodekualitatif dengan pendekatan fenomenologi.Bogdan dan Biklen (dalam Alsa, 2007) pen-dekatan fenomenologi berusaha memaknaisuatu peristiwa dan pengaruhnya dalam situ-asi tertentu, dalam hal ini tujuan penelitianadalah untuk melihat konten yang berkaitandengan konsep sehat termasuk cara pandangorang Melayu Riau dalam memaknai konsepsehat mental.

    Partisipan

    Partisipan dalam penelitian ini ada-lah tiga (3) tokoh masyarakat Melayu Riaudan lima (5) mahasiswa suku Melayu Riau.Pemilihan informan dalam penelitian ini men-gunakan teknik purposive sampling. Teknikpurposive sampling merupakan teknik pe-milihan informan sebagai sumber data den-gan pertimbangan tertentu yaitu: 1. Tokohmasyarakat Melayu Riau, 2. Mahasiswa den-gan suku Melayu Riau asli yang dibesarkandengan nilai-nilai Melayu. 3. Bersedia men-jadi informan penelitian.

    Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitianini menggunakan teknik wawancara, focused

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    7/12

    Integrasi Diri Sebagai Konsep Sehat Mental..... Siti Nasilah

    43

    group discussion (FGD) dan dokumentasi.Wawancara dan dokumentasi dilakukan padatiga (3) orang tokoh masyarakat Melayu Riau.Dokumen yang dimaksud berupa hasil-hasilpenelitian yang berkaitan dengan nilai-nilaidan budaya Melayu seperti gurindam duab-elas dan Buku tunjuk ajar Melayu. SementaraFGD dilakukan pada lima (5) mahasiswa sukuMelayu Riau. FGD merupakan suatu teknikpengumpulan data dari suatu kelompok ber-dasarkan hasil diskusi yang terpusat padasuatu permasalahan tertentu.

    Analisis Data Teknik analisis data yang dilakukanmelalui Horizonalizing data yang diperoleh,yaitu kegiatan melengkapi data dari berba-gai sumber, dan sudut pandang yang lain,termasuk pertanyaan lain yang relevan den-gan topik penelitian, dan data lain yang me-

    miliki nilai sama; Membuat daftar maknadan unit makna; Mengelompokkan ke dalamkelompok-kelompok atau tema-tema tertentu;Membuat penjelasan atau deskripsi tekstural.Membuat deskripsi struktural; Menyatukandeskripsi tekstural dan struktural guna meng-hasilkan makna dan esensi fenomena yangdikonsentrasikan. Validasi data dilakukan untuk menen-tukan akurasi dan kredibilitas hasil penelitian.Dalam penelitian ini, validitas data mengguna-kan triangulasi dengan menggabungkan hasilpenelitian dengan sumber data yang ada,dalam hal ini verikasi langsung dilakukanoleh informan peneliti (Poerwandari, 1999).

    Hasil

    Pernyataan yang telah dihorisonalisa-si kemudian dikelompokkan ke dalam tema-tema besar berdasarkan kategori dari inform-an. Berdasarkan analisis data, ditemukantema-tema yang terkait pembentukan konsepyaitu:

    Hidup sejahtera, harmonis secara badaniahdan batiniah sebagai makna sehat

    Hidup sejahtera antara kebutuhanbadaniah dan batiniah dalam Melayu misal-kan, dilakukan dengan cara hidup sederhana.Orang Melayu mengutamakan hidup seder-hana yang biasa disebut dengan pertenga-han, dengan hidup sederhana akan menjauh-kan diri dari gaya hidup berlebihan yang dapatmenimbulkan kesenjangan dan kecemburuansosial. Hidup sederhana bagi orang Melayudapat menjauhkan diri dari sifat serakah, tam-ak, dan sombong.

    Sifat tercela sebagai bentuk sikap yang mel-anggar norma agama, adat dan budaya Orang Melayu umumnya sangat men-jauhi sifat-sifat tercela seperti: serakah, tam-

    ak, sombong dan menipu. Bagi orang Melayusifat tersebut dapat melahirkan perilaku yangmelanggar norma agama, adat, dan budaya.Orang Melayu berpendapat bahwa sese-orang yang menunjukkan sikap sinis misalnyaadalah sebagai bentuk perilaku yang akanmelahirkan tindakan yang negatif sehingga si-kap tersebut dianggap sebagai perilaku yangtidak normal atau tidak sehat orang yang se-hat dalam budaya Melayu terlihat dari caraorang Melayu dalam melaksanakan suatupekerjaan yaitu dengan mengutamakan si-kap tahu diri, maksudnya dalam melakukansuatu pekerjaan hendaklah bersikap tahudiri, tidak lupa diri, dengan tahu diri sese-orang akan mampu berkir jernih dan mem-batasi sifat serakah, sehingga pekerjaan yangdilakukan berjalan baik serta mendatangkanmanfaat.

    Sifat terpuji sebagai bentuk jiwa yang sehatdalam kesehatan mental Kesehatan mental dapat dilihat dariperilakunya, selama perilakunya tidak men-yalahi aturan atau norma agama, adat danbudaya maka dikatakan sehat mental. Sepertidalam Melayu segala perilaku harus berlan-daskan hukum syarak dan kitabullah, denganketentuan bahwa syarak mengata, adat me-makai, syah kata syarak, maka benar kataadat (Effendy, 2013). Ungkapan tersebutmenjelaskan bahwa suatu ketentuan yangsyah menurut syarak maka akan digunakandalam adat dan kebiasaan sehari-hari. Diper-lukan integrasi antara nilai-nilai yang dianutdalam lingkungan seperti nilai-nilai normaagama, adat dan budaya agar hidup tenang.Artinya bahwa nilai-nilai agama, adat dan bu-daya menjadi patokan dalam kesehatan men-tal seseorang. Sifat santun dalam Melayumerupakan kesantunan yang memperlihat-kan nilai-nilai adat dan budaya Melayu dalamajaran Islam, kesantunan menunjukkan per-ilaku yang tahu diri atau sadar diri. Perilakutersebut mencerminkan kebijakan dalammenilai dan mengukur kemampuan diri, agardapat menempatkan diri secara baik dan be-

    nar dalam kehidupan bermasyarakat, sertamemiliki keseimbangan antara kekuatan jiwa,kesatuan pandang dalam hidup dan kesang-gupan diri dalam mengatasi masalah hidup.

    Upaya-upaya yang dilakukan untuk men-capai kesehatan mental

    Kesadaran Diri Kesadaran merupakan kondisi dasardari pengendalian diri dan kesehatan jiwadalam mencapai kehidupan yang bahagiadan damai, Jung (dalam Semiun, 2013) be-rendapat bahwa gambaran sadar dalam indi-vidu adalah gambaran yang dirasakan olehego, pusat dari kesadaran adalah ego dan

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    8/12

    Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

    44

    bukan inti dari kepribadian. Namun, ego harusdisempurnakan dengan self. Individu yangsehat adalah yang mampu berhubungan den-gan diri sendiri dan dengan dunia luar. Artinyaindividu tersebut relatif aman dalam menjalinhubungan antar pribadi.

    Self controlSelf control diperlukan dalam upaya

    pencapaian kesehatan mental agar setiapindividu dapat membedakan antara angan-angan dengan realita, sehingga setiap an-gan-angan yang tidak tercapai dapat diterimadengan ikhlas dan setiap individu dapat men-yadari bahwa keinginan yang tidak tercapaiterjadi karena kurangnya usaha dalam pen-capaian keinginan individu.

    Penanaman nilai-nilai agama Penanaman nilai-nilai agama diperlu-

    kan untuk menyempurnakan dalam keseha-tan mental. Nilai agama misalnya diilakukandengan cara hidup sederhana, selalu bersy-ukur atas nikmat yang diberikan dan berserahdiri terhadap Tuhan. Penanaman nilai agamadilakukan sejak dini terutama dalam ling-kungan keluarga, agama dalam kehidupansehari-hari dapat membentengi seseorangdari gangguan jiwa serta mengembalikankesehatan jiwa terhadap kecemasan seba-gai akibat ketidakpuasan atau kekecewaan.Artinya agama berfungsi sebagai penolongseseorang untuk menerima kekecewaan den-gan memohon ridho Allah dalam bentuk sem-bahyang, berdoa, serta permohonan ampunkepada Allah, sebagai cara pelegaan batindalam memperoleh ketentraman jiwa.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatanmental Faktor Internal yaitu faktor dari dalamdiri memiliki peran penting dalam mempen-garuhi kesehatan mental seseorang, sepertiagama dan berilmu dan berpendidikan luas.

    Faktor eksternal yaitu lingkungan so-sial menjadi faktor eksternal dalam kesehatanmental, karena didalam lingkungan terdapat

    norma serta aturan yang berlaku seperti si-kap sopan santun dan gotong royong yangtercermin dalam kehidupan masyarakat dil-ingkungan tersebut. Lingkungan yang dimak-sud dalam hal ini adalah lingkungan sosialmembangun maksudnya lingkungan yangsecara positif membangun kesejahteraanmasyarakatnya mulai dari individu, sistemkemasyarakatannya dan sistem kebudayaan-nya.

    Pembahasan

    Ada dua hal yang saling berkaitan ter-hadap pembentukan konsep sehat. Pertamasehat badaniah, sehat badaniah maksudnya

    adalah kondisi badan atau sik yang baik atautidak mengalami suatu masalah apapun. Ked-ua, sehat lahiriah dimana sehat lahiriah adalahkondisi psikis yang tidak mengalami masalahatau gangguan. Orang Melayu dalam menja-ga kondisi sehat badaniah dan batiniah yaitudengan cara mengutamakan keseimbanganantara kebutuhan badan dan batin agar ter-cipta hidup yang selaras dan sejahtera, untukitu orang Melayu mengutamakan hidup se-derhana, karena bagi orang Melayu denganhidup sederhana menjadikan diri selalu ber-syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah.Artinya, dengan bersyukur maka akan men-imbulkan rasa tercukupi dan terpenuhi setiapkebutuhannya. Hidup sederhana dan tidakberlebihan dapat menjauhkan diri dari kesen-jangan sosial dan kecemburuan sosial, sertamenjauhkan diri dari sifat serakah, tamak,dan sombong, bagi orang Melayu sifat terse-

    but dapat menimbulkan masalah hidup baikdidunia maupun diakhirat. Sehingga, orangMelayu menghindari sifat-sifat tersebut yangdapat merusak keharmonisan hidup. Halgin dan Whitbourne (2011) ber-pendapat bahwa dalam konsep psikologi sifatserakah, tamak, sombong dan menipu meru-pakan sifat yang akan melahirkan perilakuatau tindakan antisosial, perilaku tersebutmerupakan tindakan yang amoral, sehinggadianggap sebagai perilaku tidak sehat. Me-miliki perilaku antisosial dapat bertindak se-maunya, tidak hormat, dan sembarang tanpamenunjukkan penyesalan meskipun telahberbuat salah seperti tindakan yang serakah,tamak, sombong serta menipu, dalam agamaIslam sifat tersebut merupakan sifat yangdibenci oleh Allah. Melayu adalah suku yang identikdengan nilai-nilai keIslaman, karenanya se-gala sikap dan perilakunya didasarkan atashukum Islam.Kesehatan mental individu da-pat dilihat dari tingkah laku dan perilakunya.Individu dikatakan sehat mental apabila se-tiap perilakunya sesuai dan mengikuti normaagama, adat dan budaya yang berlaku. Per-ilaku yang sesuai dengan norma agama yaitu

    apabila sesuai dengan syarak dan kitabullah,menjadikan al-quran dan Rasulullah sebagaipedoman serta suri tauladan dalam setiapperilakunya. Secara adat apabila syarak atauketentuan sudah ditegakkan maka, akan di-gunakan dalam adat istiadat. Secara budayaapabila sesuai dengan aturan budaya yangberlaku yaitu dengan menjunjung nilai-nilaiagama dalam budaya tersebut. Setiap budaya memiliki pandanganmasing-masing untuk membentuk suatu kon-sep tertentu. Konsep sehat mental pada bu-daya tertentu juga harus dipahami dari sudutpandang sesuai budaya itu dan sesuai denganhal-hal yang dianggap berarti dan bermaknayang menjadi ciri khas suatu budaya. Setiap

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    9/12

    Integrasi Diri Sebagai Konsep Sehat Mental..... Siti Nasilah

    45

    individu memiliki budaya yang berbeda, seh-ingga nilai-nilai budaya yang dimiliki individumenjadi penciri individu dalam berpikir danberperilaku (Diener, et al, 2002). Sejalan den-gan Diener, Muluk dan Murniati (2007) dalampenelitiannya menemukan bahwa budayamenjadi penciri pembentukan konsep sehatmental. Ada perbedaan konsep sehat men-tal antara budaya Barat, budaya Jawa danMinang, dimana perbedaan itu sangat terasaketika memaknai arti keselarasan yang mer-upakan inti kesehatan mental. Artinya, nilaiyang dianut budaya tertentu dapat dijadikankriteria konsep sehat mental pada suatu bu-daya tertentu. Budaya memiliki pengaruh ter-hadap tercapainya well-being sehingga, nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakattidak dapat diabaikan begitu saja. Nilai-nilai budaya Melayu seperti nilaisopan santun, ramah, terbuka, tenggang

    rasa, dan saling menghormati sangat diper-lukan dalam kehidupan bermasyarakat. Sifat-sifat tersebut dapat menjadikan orang Me-layu berbudi pekerti terpuji, berakhlak muliadengan landasan iman dan taqwa, sehinggatercapai hidup yang sehat jiwa. namun, untukpencapaian jiwa yang sehat tidaklah mudah,diperlukan upaya agar jiwa yang sehat da-pat terwujud, faktor diri sangat berpengaruhdalam pencapaian jiwa yang sehat. Berdasar-kan hasil penelitian ditemukan bahwa upayayang dilakukan oleh orang Melayu Riau ada-lah dengan melakukan self control dan me-miliki kesadaran diri dalam menjalani likaliku kehidupan. Semiun (2006) berpendapatbahwa dalam membentuk kesehatan men-tal diperlukan self control untuk mengaturpikiran, kebiasaan, emosi, dan tingkah lakuyang berkaitan dengan prinsip serta tuntutandalam masyarakat. Pada dasarnya, budayaMelayu menggalakkan individu untuk berpikirdengan menggunakan akal sehat dan hati nu-rani secara cermat (Effendi, 2013). Nilai-nilaibudaya melayu yang berdasarkan nilai-nilaiagama Islam, dijadikan landasan dalam bert-ingkah laku.

    Self control diperlukan saat individu

    menghadapi suatu masalah misalnya, ketikatidak tercapainya antara harapan, keinginandengan realita, untuk menghadapi masalahtersebut juga diperlukan kesadaran diribahwa tidak semua keinginan akanterwujud,kesadaran diri dapat dikaitkan dengan pema-haman individu akan nilai-nilai dan tujuandiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sururin(2004) yang mengatakan bahwa salah satukriteria dalam kesehatan mental adalah men-gadakan pengawasan terhadap hawa nafsu,dorongan, keinginan dan kebutuhan. Agarkesadaran diri, self control, dan pengendaliandiri diperoleh dalam hidup maka diperlukanpenanaman nilai-nilai agama, adat dan bu-daya sejak dini.

    Dalam penelitian ini di temukanbahwa, wujud dari kesehatan mental adalahadanya integrasi batin dan tingkah laku yangsesuai dengan harapan lingkungan sosial,sanggup melaksanakan tugas-tugas kehidu-pan dan mampu mempertanggungjawabkantugas-tugas tersebut pada lingkungan sosialserta mampu menghadapi realitas kehidupan.Hal ini didukung dengan pendapat Schnei-ders (dalam Semiun, 2006) yang mengata-kan bahwa, hal terpenting dalam kesehatanmental adalah integrasi diri, yaitu kesesuaianatau keselarasan antara pikiran dan tingkahlaku, keselarasan tersebuat akan membentukindividu yang memiliki perasaan sejahtera,kestabilan emosi, dan memiliki esiensi men-tal dalam memecahkan masalah serta konikpribadi.

    Kesehatan mental berorientasi padaketenangan pikiran. Individu akan mencapai

    ketenangan apabila memiliki keharmonisanemosi, perasaan positif, adanya pengenda-lian pikiran dan tingkah laku, serta memilikiintegrasi dalam mengendalikan konik diridan frustrasi. Dari penjelasan tersebut dapatdisimpulkan bahwa, integrasi diri merupakansebagai wujud jati diri seorang muslim dalammemahami, menghayati nilai-nilai Islamdalam kehidupan sehari-hari. Ajaran Islammemberikan bantuan kejiwaan kepada manu-sia dalam menghadapi cobaan dan mengata-si kesulitan hidupnya. Dengan mengamalkannilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental seseorang dapatditandai dengan kemampuan orang tersebutdalam penyesuaian diri dengan lingkungan-nya, mampu mengembangkan potensi yangterdapat dalam dirinya sendiri semaksimalmungkin untuk menggapai ridho Allah SWT,serta dengan mengembangkan seluruh as-pek kecerdasan, baik kesehatan spiritual,emosi maupun kecerdasan intelektual. Bagi orang Melayu, jati diri merupakancermin dari semangat kepribadian sebagaitanda kemelayuannya. Dengan memiliki jatidiri maka nilai-nilai kemelayuan setiap indi-vidu dan bangsa terlihat dengan adanya tuah

    dan marwah, memiliki harkat dan martabatsehingga, melahirkan generasi yang memilikiharga diri, percaya diri, santun, rendah hati,serta mampu mewujudkan kehidupan bang-sa dan negeri sejahtera secara lahiriah danbatiniah. Integrasi diri dapat dicapai denganadanya kesadaran manusia akan ketergan-tungan dirinya pada kekuasaan Tuhan YangMaha Esa. Dapat dikatakan bahwa denganadanya kesadaran diri akan kekuasaan Tu-han YME, maka manusia akan selalu mera-sakan ketenangan dan rasa aman. Manusiaakan menemukan eksisitensinya denganTuhan sehingga memunculkan sikap rendahhari dan menumbuhkan perilaku yang berbudiluhur.

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    10/12

    Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

    46

    Untuk menjaga semangat, jati diri, dankepribadian Melayu, setiap generasi mudadiperlukan upaya agar dapat memanfaatkansetiap wadah dan peluang yang dapat dijadi-kan ajang untuk mewarisi nilai-nilai budaya,mengamalkan serta memanfaatkannya dalammerancang dan membangun masyarakat,bangsa dan Negara. Sebagai insan yang ber-ilmu pengetahuan, berwawasan luas dan sen-antiasa menjaga persebatian Melayu, orangmelayu menghindari hal-hal yang dapat men-imbulkan perpecahan dan pertikaian antarsesama Melayu. Hal ini didukung denganpendapat Effendy (2013) yang mengatakanbahwa dengan menghindari pertikaian akanmelahirkan kehidupan yang rukun, damai, ba-hagia dan sejahtera secara lahiriah maupunbatiniah. Sejahtera yang dimaksud dalam halini adalah sejahtera antara hidup di dunia dandalam memikirkan serta mempersiapkan diri

    dalam menghadapi kehidupan akhirat nanti. Menurut budaya Melayu, kesehatanmental tidak datang begitu saja, berdasarkanhasil wawancara dan focused group discus-sion ditemukan bahwa ada beberapa faktoryang mempengaruhi pembentukan konsepsehat mental, baik internal maupun eksternal.Dalam penelitian ini ditemukan bahwa, faktorinternal yang mempengaruhi kesehatan men-tal orang Melayu Riau yaitu: Agama; agama dianggap sebagaiukuran dalam kesehatan mental. Pemaha-man agama dengan cara meningkatkan kei-manan dan ketaqwaan kepada Tuhan YangMaha Esa merupakan bentuk keyakinan diriakan kekuasaan Tuhan. Individu yang sehatmental akan melakukan penghayatan sertamengaplikasikan nilai-nilai agama dalammenghadapi permasalahan hidup, sehinggaindividu tidak mengalami distres. Berilmu dan perpendidikan luas; pen-didikan dapat mengubah cara pandang danpola pikir individu. Penanaman nilai-nilai aga-ma salah satunya dapat diterapkan dalamproses pendidikan, baik pendidikan formalmaupun informal. Mendapatkan ilmu yangsesuai dengan agama dan jati diri kemelay-

    uan, dapat bermanfaat dalam kehidupan didunia maupun di akhirat. Orang yang berilmu,akan mampu berpikir logis dengan mengkait-kan permasalahan-permasalahan kehidupandengan nilai-nilai agama yang di dapatnyamelalui pendidikan. Ilmu pengetahuan men-jadi sarana dan prasarana dalam mencapaikesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Selain faktor internal, terdapat faktoreksternal, yaitu; Budaya; Setiap budaya memiliki pan-dangan ataupun kepercayaan yang berbeda.Di satu sisi budaya sudah menjadi bagiandari tatanan kehidupan masyarakat sehinggaperilaku yang awalnya tidak biasa menjadisuatu kebiasaan dan tidak berkaitan kriteria

    sehat mental. Menurut Orang Melayu dalampengobatan pada orang yang sakit diawalidengan Bismillahirrahmaanirrahiim dan di-akhiri dengan Laailaahaillallahu Muhamma-durrsuullah, artinya orang Melayu memper-cayai bahwa kalimat-kalimat Allah dizaharkansebagai perantara obat dan penyembuhantetap datangnya dari Tuhan Yang Maha Esa. Lingkungan; lingkungan yang positifdan kondusif diperlukan dalam pembentukankesehatan mental individu, karena sekuatapapun pengetahuan agama yang dimilikidan setinggi apapun pendidikan yang ditem-puh jika lingkungan tempat tinggalnya tidakmendukung maka besar kemungkinan indi-vidu akan berperilaku tidak sehat. Lingkunganyang baik dan membangun dapat menjauh-kan masyarakat dari penyakit hati/masalah-masalah psikologis sehingga individu bertum-buh menjadi pribadi yang sehat.

    Media; keberadaan media dapatmempengaruhi cara pandang masyarakatterhadap suatu permasalahan tertentu. Ber-ita-berita atau informasi yang didapat melaluimedia massa dapat bernilai positif maupunnegatif dan akan mempengaruhi mind set in-dividu. Berdasarkan hasil pembahasan yangtelah diuraikan, maka dapat disimpulkanbahwa pribadi yang sehat mental menurutkonsep Melayu Riau adalah pribadi yangpantang menyerah dan percaya diri denganlandasan keimanan dan ketaqwaan sertamenjadi pribadi yang piawai, penuh seman-gat dan memiliki jati diri serta berkepribadianterpuji. Sesuai dengan Effendy (2013) bahwaberkepribadian terpuji yang dimaksud adalahseperti memiliki sifat yang amanah, santun,terbuka, bertanggung jawab, jujur, ikhlas, relaberkorban dan setia terhadap sesama. Ke-pribadian terpuji itu merupakan indikator kes-ehatan mental. Kejatidirian orang Melayu me-miliki sikap keterbukaan, bersikap santun danrendah hati, bertimbang rasa dan menjauh-kan silang sengketa. sehat mental ditandaidengan adanya integrasi diri. Artinya, konsepsehat mental menurut Melayu Riau adalah

    ketika fungsi badaniah dan fungsi batiniah se-laras dengan nilai-nilai agama dalam bentukintegrasi diri.

    Kesimpulan

    Konsep sehat bagi orang Melayu yaituadanya integrasi antara fungsi badaniah danbatiniah, integrasi yang dimaksud adalah kes-elarasan pikiran dan tingkah laku yang sesuaidengan nilai-nilai agama. Kesehatan mentaldapat dilihat dari cara individu dalam men-gontrol diri (self control), mengembangkankesadaran diri, menghayati serta menjadikannilai-nilai Islam sebagai pegangan hidup seh-ingga kesejahteraan akhirat akan dicapai. Da-

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    11/12

    Integrasi Diri Sebagai Konsep Sehat Mental..... Siti Nasilah

    47

    pat disimpulkan bahwa, konsep sehat mentaldalam budaya Melayu adalah adanya kes-elarasan dalam bentuk integrasi diri denganTuhan, artinya individu yang sehat adalah in-dividu yang selalu melibatkan Tuhan dalamsetiap tindakan yang dilakukan dan dalammenyelesaikan masalah dalam hidup. Kesehatan mental dipengaruhi olehnilai-nilai agama dan lingkungan yang positif.Nilai-nilai agama diperoleh dari proses pen-didikan baik formal maupun informal yangmengutamakan nilai-nilai ke Islaman, ling-kungan positif yang dimaksud misalnyamasyarakatnya menjadikan setiap individuberada dalam keseimbangan, tatakramamengatur tingkah laku personal, adat meng-atur tingkah laku komunal, upacara keaga-maan mengatur hubungan formal antaramasyarakat dengan alam di dunia, sedan-gkan naluri dan emosi manusia diatur oleh

    aturan moral agar tercipta hidup harmonisdengan sikap santun, ramah, amanah danterbuka sesuai ciri suku Melayu Riau.

    Daftar Pustaka

    Alsa, A. (2007). Pendekatan Kuantitatif danKuantitatif serta Kombinasinya dalamPenelitian Psikologi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

    Burhanuddin, Y. (1999). Kesehatan Mental.Bandung: CV. Pustaka Setia

    Daradjat, Z. (1983). Kesehatan Mental.Jakarta.: Gunung Agung.

    Daradjat. Z. (2001). Islam dan KesehatanMental. Jakarta: PT Toko GunungAgung. Anggota IKAPI.

    Diener, Ed., Oishi, Shigehiro., and LucasRichard E., (2002). Personality,Culture, and Subjevtive Well-Being:Emotional and Cognitive Evaluationsof Life .An Annual Review Journal ofPsychology. All rights reserved Firstpublished

    Effendy, T. (2012). Kesantunan dan SemangatMelayu. Pekanbaru: Tenas EffendyFoundation, Akademi Pengkajian

    Melayu Universitas Malaysia danDinas Kebudayaan dan PariwisataProvinsi Riau.

    Effendy. T. (2013). Tunjuk Ajar Melayu. Pekan baru: Tenas Effendy Foundation dan

    Dinas Kebudayaan dan PariwisataProvinsi Riau.

    Effendy, T. (2013). Kearifan PemikiranMelayu. Pekanbaru: DinasKebudayaan dan Pariwisata ProvinsiRiau.

    Effendy. T. (2013). Tunjuk Ajar Melayu dalamPantun, Gurindam, Seloka Syair danUngkapan. Pekanbaru: Tenas EffendyFoundation dan Dinas Kebudayaandan Pariwisata Provinsi Riau.

    Elda, D., Agung, M.I., Harmaini, Herwanto,J.M., Husni, D. (2012). PedomanPenulisan Skripsi. Pekanbaru: SUSKAFakultas Psikologi.

    Haji, A. R. (2004) Gurindam Duabelas danSyamsinar Gemala Mestika Alam.Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengem-

    bangan Budaya Melayu.Halgin & Whitbourne. (2011). Psikologi

    Abnormal: Perspektif Klinis padaGangguan Psikologis. Penerjemah:Tusyani, Sembiring, Gayatri dkk.Jakarta: Salemba Humanika.

    Hamidy. (1989). Ketakwaan Terhadap TuhanYang Maha Esa dalam Sistem SosialBudaya Orang Melayu Riau. Pekan-

    baru: UIR Press.Hamidy & Dairi. (1993).Kerukunan Kehidupan

    Beragama di Daerah Riau. Pekan- baru: UIR Press.

    Koentjaraningrat. (1984). Masyarakat Desadi Indoensia. Jakarta: UniversitasIndonesia Press

    Moehammad, N. (1986). PengobatanTradisonal Pada MasyarakatPedesaan Daerah Riau. Jakarta:Departemen Pendidikan danKebudayaan.

    Marettih, A.K.E., Widiningsih, Y. (2015).Dinamika Kesehatan Mental DalamKehidupan. Pekanbaru: MutjahadahPress

    Muluk, H. & Murniati, J. (2007). KonsepKesehatan Mental MenurutMasyarakat Etnik Jawa danMinangkabau. Jurnal Konsep SehatMental.Vol. 13, No.2.

    Notosoedirdjo M., & Latipun. (2005).Kesehatan Mental: Konsep danPenerapan. Universitas Muhamadi-

    yah Malang.Patilima, H (2011). Metode Penelitian

    Kualitatif. Bandung: Alfabeta.Poerwandari, E. K. (2009). Pendekatan

    Kualitatif Untuk Penelitian PerilakuManusia. Jakarta: LPSP3 FakultasPsikologi UI.

    Ramayulis. (2002). Psikologi Agama. Jakarta:Kalam Mulia.Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental:

    Pandangan Umum MengenaiPenyesuaian Diri dan KesehatanMental serta Teori-teori yang Terkait.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

    Soejati & Sunanti. (2004). Konsep Sehat,Sakit dan Penyakit dalam KonteksSosial Budaya. Jakarta: BadanPenelitian dan PengembanganKesehatan, Departemen KesehatanRI.

    Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental DalamKehidupan. Jakarta: Rineka Cipta

    Sururin. (2004). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta:

  • 7/26/2019 1393-3239-1-SM

    12/12

    Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

    48

    PT Raja Grando Persada.Yeli, S. (2012). Psikologi Agama. Pekanbaru:

    Zanafa Publishing.