12_malariadikabupatensikka

7

Click here to load reader

Upload: novita-maria

Post on 25-Jul-2015

66 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 12_MalariadiKabupatenSikka

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 35

Malaria di kabupaten Sikka, Flores

Harijani A. Marwoto*, Martono** *Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Departemen Kesehatan R.I., Jakarta **BLKM — Murnajati, Lawang, Jatim

PENDAHULUAN Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang cukup besar di Indonesia pada saat ini, terutama untuk daerah di luar Jawa—Bali. Hal ini disebabkan oleh karena cakupan pemberantasan malaria untuk daerah di luar Jawa-Bali terbatas, prioritas diberikan pada daerah-daerah transmigrasi, daerah pembangunan ekonomi/sosial, daerah perbatasan dengan negara tetangga dan daerah dengan potensi wabah. Untuk memperluas cakupan pemberantasan, diperlukan data malaria yang lengkap untuk daerah yang bersangkutan, sedang-kan data malaria yang ada untuk daerah luar Jawa—Bali sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan penelitian epi-demiologi untuk daerah tersebut.

Pada saat ini sedang dilakukan penelitian epidemiologi malaria di Irian Jaya oleh NAMRU. -2 Jakarta bersama- sama dengan Dinas Kēsehatan setempat. Sedangkan untuk daerah Nusa Tenggara Timur, penelitian serupa juga sedang dilakukan oleh Pusat Penelitian Penyakit Menular — Badan Litbang Kesehatan dalam rangka Penelitian Pemberantasan Malaria di daerah tersebut. Data yang didapatkan diharapkan dapat dipakai dalam penentuan kebijaksanaan pemberantasan malaria pada umumnya dan daerah yang bersangkutan pada khususnya.

Dalam makalah ini akan dilaporkan keadaan malaria di NTT, khususnya Kabupaten Sikka-Flores, di mana penelitian pemberantasan malaria untuk daerah NTT dilakukan. Data tersebut berdasarkan hasil survai pendahuluan dalam rangka penentuan daerah penelitian yang dilakukan pada bulan Nopember 1989. Survai pendahuluan ini dilakukan bersama team Kesehatan Propinsi NTT, dan team Entomologi Kabu-paten Sikka.

CARA KERJA Penentuan daerah penelitian dilakukan berdasarkan atas

banyaknya kasus malaria, keadaan lingkungan yang menunjang potensi penularan di daerah bersangkutan, di samping faktor

lain yang berkaitan dengan kemudahan pelaksanaan penelitian. Pertama-tama dilakukan kunjungan ke Kantor Wilayah

Departemen Kesehatan setempat untuk mendapatkan infor- masi mengenai keadaan malaria di Propinsi NTT yang ada Berdasarkan informasi tersebut dilakukan pemilihan daerah penelitian sesuai kriteria yang diinginkan, sampai tingkat kabupaten[. Kemudian dilakukan kunjungan ke Kantor Dinas Kesehatan Tingkat Kabupaten, untuk mendapatkan infor- masi lebih lanjut, sampai tingkat desa. Kunjungan ke desa yang terpilih dilakukan untuk melihat kondisi lingkungan yang berkaitan dengan potensi penularan di desa tersebut; antara lain curah hujan, sumber air yang ada dan adanya tempat perindukan nyamuk Anopheles. Bila memungkin- kan, dilakukan survai darah dan pemeriksaan limpa pada anak-anak di bawah umur 9 tahun.

Survai entomologi dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk pada malam hari dengan menggunakan "umpan" dan juga dilakukan penangkapan larva di tempat genangan air/sumber air yang diduga dapat menjadi tempat perinduk- an nyamuk Anopheles. HASIL DAN DISKUSI

Data yang didapatkan baik di tingkat Propinsi, Kabupaten maupun di Puskesmas/Balai Kesehatan hanyalah data malaria klinis. Kalaupun ada data parasitologi, sangat terbatas dan tidak dilakukan secara teratur karena sangat terbatasnya tenaga laboratorium yang ada. Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan bila tenaga laboratorium ada di tempat dan hanya dilakukan pada penderita tersangka malaria berat. Oleh karena itu data parasitologi tersebut tidak dapat di- pakai untuk penentuan daerah penelitian.

Data Malaria Klinis untuk Propinsi NTT tahun 1988/89 terlihat pada tabel 1. Penderita malaria di Pulau Flores pada tahun 1988 diketemukan terutama di Kabupaten Flores Timur dan Sikka (lebih dari 30%), sedangkan pada tahun 1989

Page 2: 12_MalariadiKabupatenSikka

Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992 36

hanya Kabupaten Sikka yang mempunyai kasus malaria klinis tinggi. Sedangkan dari data pemberantasan diketemu- kan bahwa di sebagian besar daerah Flores Timur sudah sering dilakukan penyemprotan dengan DDT. Oleh karena itu untuk penelitian ini dipilih Kabupaten Sikka.

Dari Dinas Kesehatan Sikka didapatkan data Malaria se- perti yang terlihat pada tabel 2. Pada umumnya data malaria yang ada dari tahun 1988 adalah dari bulan Januari sampai dengan bulan Nopember, sedangkan data dari tahun 1989 yang ada baru sampai dengan bulan September. Kabupaten Sikka terdiri dari 8 Kecamatan, angka malaria tinggi (lebih dari 30%) pada tahun 1988 maupun 1989 diketemukan di

Kecamatan Paga, Lela, Nita, Kopete Maumere. Bola dan Talibura (angka malaria rata-rata). Kecamatan Kopeta Mau-mere tidak dipilih sebagai daerah penelitian karena telah sering dilakukan penyemprotan dengan DDT dan banyak pen-duduk yang tidak mau/menolak rumahnya disemprot.

Setelah dilakukan pembicaraan dengan petugas dari Dinas Kesehatan di Kabupaten dengan mempertimbangkan syarat penelitian, maka dipilih desa yang mungkin dapat dipakai sebagai daerah penelitian, yaitu : (A) Daerah Pantai Selatan ; desa Bola - Kecamatan Bola, dan desa Korowuwu - Kecamat-an Lela; (B) Daerah Pedalaman : desa Tilang - Kecamatan Nita, dan desa Mesebewa - Kecamatan Paga . (C) Daerah

Pantai Utara : desa Watumilok - Kecamat- an Kewapante, dan desa Wairbleler - Keca- matan Talibura. Dewa Watumilok dan Wairble- ler pernah disemprot dengan DDT satu kali dan akan dipakai untuk daerah penelitlan. Hasil peninjauan ke lapangan dan survai malaria/entomologi adalah :

Desa Bola : dari Puskesmas Bola didapat- kan keterangan bahwa desa yang berdekatan dengan Puskesmas adalah desa Bola, Ipir; U mauta, Wolokali, dan Wolowalu. Sumber air di sekitar desa hanyalah sungai yang mengalir tidak sampai ke laut, tetapi berhenti di te- ngah-tengah karena sedikitnya air yang ada dan hanya berair di musim hujan saja.Tidak ada sawah atau genangan air lainnya, sehing- ga diperkirakan tidak mempunyai tempat perindukan untuk vektor malaria. Diduga penduduk setempat mendapatkan penularan dari daerah sekitarnya waktu mereka bekerja di kebun (di desa Magepanda, Waigete atau Waihawa). Desa Bola tidak dapat dipilih seba- gai desa penelitian karena diduga tidak ada pe- nularan malaria di daerah yang bersangkuan, sehingga akan sulit untuk dilakukannya pene-litian pemberantasan nantinya. Untuk peng-gantinya dipilih desa Mbengu - Kecamatan Pa-ga.

Desa Mbengu : Desa ini terdiri dari 3 dusun yaitu : Mbengu, Kutendelu dan Malao. Kedua dusun yang pertama terletak di balik pegu- nungan sedangkan dusun Malao terletak di tepi pantai. Meskipun Malao hanya berupa dusun tetapi lokasi ini memenuhi persyatan penelitian, merupakan walik Daerah Pantai Se-latan; letaknya terpisah dari dusun yang lain, malaria tinggi (dari data Kecamatan Paga), mempunyai penduduk 1532 jiwa (306 KK).

Hasil survai malaria dari dusun Malao ini terlihat dalam tabel 3, SPR 26,42% dan SR 6,52%. Sedangkan dad peng.amatan lingkung. an diketemukan adanya 2 lagoon yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Ano - phēles. Pada ke dua lagoon tersebut di

Jumlah penderita malaria Minis yang dilaporkan oleh Unit Pelayanan Kesehatan dalam tahun 1988 - 1989 (sampai dengan bulan Agustus 1989) di•Propinsi Nusa Tenggara Timur.

1988 1989 Kabupaten/Kodya

Kunjungan Penderita % Kunjungan Penderit % Malaria Malaria

1. Kupang 410.233 57.905 14 271.914 47.158 17 2. Timor Teng. Sal. 131.396 37.711 29 101.917 22.547 22 3. Timor Teng. Ut. 99.889 10.822 11 98.787 10.789 11 4. Belu 274.009 34.192 13 189.124 25.618 14 5. Alor 100.396 29.526 29 52.397 15.321 29 6. Flores Timur 347.047 104.149 30 167.948 43.240 26 7. Sikka 377.492 111.611 30 209.450 81.021 39 8. Ende 148.025 28.376 19 86.091 15.329 18 9. Manggarai 223.330 60.153 27 179.798 38.047 21 10. Ngada 186.926 47.089 25 143.365 34.321 24 11. Sumba Barat 170.674 62.465 37 141.117 55.301 39

12. Sumba Timur 108.482 32.860 30 97.970 33.178 34

Tabel 2. Penderita malaria klinis sepanjang tahun 1988 - 1989 di Kabupaten Sikka.

Penerita Malaria Klinis (%) Kecamatan

Jan Peb Mar Api Mel Jun Jul Agt Sep Okt Nop Rata- rata

1. Paga 36* 53 43 32 33 26 28 35 35 - - 39 36** 41 25 48 28 50 51 53 48 56 35 43 2. Lela 29 31 27 28 30 23 38 49 34 - - 30 38 41 35 36 36 43 43 39 33 33 33 37 3. Nita 30 34 45 33 32 39 40 32 29 - - 37 26 36 33 47 39 30 59 31 34 33 33 36 4. Maumere 27 25 21 26 32 26 29 25 23 - - 26 21 33 23 21 22 17 22. 19 24 16 20 22 5. Kopeta- 31 34 30 33. 40 40 29 37 35 - - 34 Maumere 32 13 34 36 33 38 36 39 26 26 27 31 6. Bola 33 33 57 26 30 30 37 20 24 - - 31 34 - 37 56 35 29 35 27 27 26 24 33 7. Waipare/ 22 16 - 20 21 19 18 - 14 - - 18 Kewapante 17 21 35 17 17 16 22 49 17 14 13 22 8. Talibura 40 21 32 25 37 34 39 41 26 26 30 32 37 36 34 32 52 31 40 37 32 - - 36

Rata-rata 31 33 36 29 34 29 32 34 28 - - 31 31 29 32 36 31 32 38 37 29 29 27 32

Rata-rata 31 31 35 33 33 31 35 36 29 29 27 321988/1989

K e te ran gan : * tahun 1988 ** tahun 1989

Tabel 1.

Page 3: 12_MalariadiKabupatenSikka

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 37

ketemukan larva An. Subpictus dan An. barbirostris dengan kepadatan 7,5 larva per ciduk.

Desa Korowuwu : Merupakan desa ke dua yang mewakili Daerah Pantai Selatan. Desa ini juga terdiri dari 3 dusun yang te- letak di pantai sampai pedalaman yaitu : dusun Nanga dan Dihit yang terletak di daerah pedalaman dan dusun Patemoa yang terletak di tepi pantai.

Dusun Patemoa terdiri dari 105 KK. Puskesmas terdekat dengan dusun Patemoa adalah Puskesmas Nanga. Data malaria klinis dari Puskesmas untuk desa Korowuwu ter lihat dalam tabel 4. Dalam tahun 1989 (bulan Januari sampai de- ngan Oktober) terlihat bahwa penderita malaria kliis terbanyak diketemukan dalam bulan Januari, kemudian menurun sampai dengan bulan Mei. Bulan Juni meningkat lagi sampai dengan bulan Oktober.

Di dusun ini diketemukan pula lagoon, tetapi pada saat peninjauan ke lapangan lagoon tersebut sedang dibuka oleh penduduk sehingga air mengalir ke laut dan tidak diketemu- kan larva nyamuk. Menurut keterangan penduduk setempat, bila lagoon tidak dibuka, banyak diketemukan larva nyamuk

Tabel 4. Penderita Malaria Klinis dari desa Korowuwu, Kecamatan Lela (Januari – Oktober 1989).

dan biasanya juga diikuti dengan mening katnya penderita malaria, sehingga pendu- duk dengan kesadaran sendiri akan mem- buka lagoon tersebut untuk dialirkan ke laut.

Dari survai malaria didapatkan data se- Perti terlihat dalam tabel 5, yaitu SPR (2-9 th) 21,1 dan SR (2-9 th) 12,2%.

Desa Tilang : Merupakan wakil Daerah Pedalaman. Data malaria dari desa ini tidak ada, tetapi daari data keseluruhan Kecamat- an Nita, terlihat bahwa penderita mala- ria klinis rata-rata untuk tahun 1988 mau-

pun 1989 cukup tinggi yaitu 37% dan 36%. Sedangkan dari hasil survai malaria didapatkan data SPR (2-9 th) yang juga

• Di sekitar kandang An. vagus, An aconitus.

Di sini terlihat bahwa An. Vagus dan An. aconitus diketemu- kan di dalam/diluar rumah maupun di sekitar ternak.

Desa Masebewa : Merupakan wakil Daerah Pedalaman ke dua.Terletak + 12 km dari pantai Selatan. Data malaria dari daerah ini tidak ada, tetapi dari data keseluruhan Kecamatan Paga, anak malari acukup tinggi yaitu rata-rata 39 – 43% untuk tahun 1988 dan 1989. Jumlah penduduk adalah 1715 jiwa.

Desa ini dilalui oleh sungai Loworoga yang mengalir se- panjang tahun, sepanjang sungai terdapat persawahan yang dapat pula berlaku sebagai tempat perindukan vektor malaria.

Dari hasil survai malaria diketemukan data : SPR (2-9 th) sangat tinggi yaitu 44,4 dan SR (2-9 th) 7,7% (tabel 8).

Dewa Watumilok : Wakil dari Daerah Pantai Utara ini ter- letak + 6 km dari Maumere. Di desa ini terdapat 2 buah lagoon yang dapat menjadi tempat perindukan vektor se- panjang tahun. Dari pengumpulan larva diketemukan adanya larva dari An. Subpictus dengan kepadatan 2,3 larva per-

Golongan Jumlah Limpa SR Diperiksa Jumlah PR Spesies umur besar darah positif P.f P.v P.m Mix

0 - 1 1 b l n — — — 21 4 19,0 3 1 — — 12 -23 bln — — — 48 15 31,1 5 10 — — 2 -4 th 83 9 10,8 83 25 30,1 17 8 — — 5 -9 th 147 6 4,1 147 35 23,8 21 14 — —

Jumlah 230 15 6,5 299 79 26,4 46 33 — —

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Total

Kunjungan 826 747 408 594. 532 475 428 420 447 345 5222 Penderita 246 200 112 135 141 155 189 186 151 132 1647 % 30 27 27 23 27 33 44 44 34 38 32

tinggi yaitu 21,8% (tabel 6). Hasil penangkapan nyamuk yang di.

lakukan pada jam 18.00 — 22.00 adalah : • di dalam rumah diketemukan :

An. vagus, An. aconitus. • di luar rumah diketemukan .

An. vagus, An aconitus, An. maculatus dan An. inefnitus.

Tabel 5. Hasil pemeriksaan Darah dan Limps dari desa Korowuwu, Kecamatan Lela (21 Nopember 1989).

Golongan Jumlah Limpa SR Diperiksa Jumlah PR Spesies umur besar darah positif P.f P.v P.m Mix

0 - 11 bin — — — 11 1 9,1 — 1 — —12 - 23 bin — — — 6 1 16,7 1 — — -- 2 - 4 th 29 0 0 29 9 31,0 6 3 — — 5 -9 th 94 15 15,9 94 17 18,1 12 5 — — 10 - 14 th 0 0 0 1 0 0 — — — — 15 th lebih 0 0 0 29 1 3,4 1 — — —

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Darah dan Limpa dari desa Malao, Kecamatan Paga (22 Nopember 1989)

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Darah dan Limps dari desa Tilang, Kecamatan Nita (20 Nopember 1989).

Golongan Jumlah Limpa SR Diperiksa Jumlah PR Spesies umur besar darah positif P.f P.v P.m Mix

0 - 11 bin — — — 15 10 66,7 9 1 — —12 - 23 bin — — — 10 5 50,0 4 — — 1 2 - 4 th 12 0 0 12 8 66,7 6 — — 2 5 -9 th 98 24 24,5 98 34 34,0 33 1 — — 10 - 14 th 0 0 0 3 0 0 — — — — 15 th lebih 0 0 0 36 2 5,6 — 1 — 1

Jumlah 110 24 21,8 174 59 33,9 52 3 — 4

Page 4: 12_MalariadiKabupatenSikka

Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992 38

Tabel 7. Hasil penangkapan nyamuk di desa Tilang, Kecamatan Nita. Umpan* Istirahat**

Spesies Indoor Outdoor Indoor Sekitar kandang

,An. acon i tu s An. vagus An. maculatus An. indefinitus

1 3 - -

3 19

1 1

- - - -

2 14

- -

Keterangan : * Penangkapan dilakukan jam 18.00 --22.00, @ 40 meni t ** Penangkapan pagi hari, @ 10 menit.

disemprot dengan DDT dan penduduknya juga banyak yang menolak rumahnya disemprot sehingga perlu adanya cara pemberantasan lain untuk daerah ini.

Dari data Puskesmas Langir yang berdekatan dengan desa ini, didapatkan data malaria seperti yang terlihat dalam tabel 10, yaitu rata-rata sebesar 10% dalam bulan Januari — Sep-tember 1989 yang lalu. Sedangkan dari survai malaria yang dilakukan dalam bulan Desember 1989, didapatkan SPR (2—9 th) sebesar 14,5% dan SR (2-9 th) sebesar 1,6% (tabel 11). Penderita terbanyak didapatkan dalam bulan Januari/ Pebruari dan bulan Agustus.

Di desa yang terletak di Pantai Utara ini umumnya di-ketemukan adanya lagoon yang dapat menjadi tempat per-

ciduk, sedangkan nyamuk dewasa tidak diketemukan karena adanya angin kencang pada saat dilakukan penangkapan. Dari Puskesmas Waipare, untuk tahun 1989 (bulan Januari – September) didapatkan data malaria klinis sebesar rata-rata 19% dan penderita terbanyak diketemukan pada bulan Januari-Pebruari (tabel 9).

Penderita malaria klinis di desa ini tidak begitu tinggi. Hal ini juga terbukti dari hasil survai malaria, dengan SPR (2-9 th) dan SR (2-9 th) hanya sebesar 2%. Meskipun begitu desa ini diteliti untuk mencarc cara pemberantasan yang lebih baik, Karena daerah ini terletak dekat de- ngan daerah pariwisata, dan penduduk banyak yang menolak penyemprotan dengan DDT. Sedangkan pemberantas- an vektor lain (penggunaan ikan pe- makan jentik dan penggunaan larvisida) telah pernah dicoba dengan hasil yang ku- rang memuaskan.

Desa Wairbleler : Desa ini terletak + 12 km dari Maumere. Desa ini juga terletak di pantai Utara; dan seperti ju- gadesa Watumilok, juga sudah pernah

terlihat bahwa curah hujan rata-rata adalah 114 mm, total sebesar 1499 mm. Bulan Maret, April, Mei dan September, Nopember, curah hujan di bawah rata-rata, sedangkan bulan Juni, Juli, Agustus dan Oktober tidak turun hujan sa- ma sekali. Sedangkan dari data kelembaban rela- tif terlihat bahwa rata-rata berkisar antara 50 – 80% dengan rata-rata minimum 32 – 56%, dan rata-rata maksimum sebesar 88 – 100%. Martono dalam laporannya mengatakan bahwa kelembaban di bawah 60% memperpendek hidup nyamuk dan ini terjadi pada bulan Juni.

Indukan vektor malaria. Di samping itu, di tepi sungai yang mengalir melalui dae-rah tersebut, di beberapa tempat alirannya membentuk kantongan di mana larva Anopheles juga dapat hidup. Sehingga di daerah ini diduga juga potensial untuk ter-

jadinya transmisi malaria. Dui Lapangan Udara Waioti didapatkan

data curah hujan, kelembaban relatif dan suhu untuk tahun' 1987. Dari data tersebut

Page 5: 12_MalariadiKabupatenSikka

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 39

sampai dengan Nopember. Suhu rata-rata dalam tahun 1987 adalah 26,6 --: 34,4°C

dengan suhu minimum rata-rata sebesar 20,4 — 24,0°C dan maksimum 31,1 — 37,6°C. Untuk nyamuk suhu optimum adalah 25 -27°C. Sehingga dari data metereologi di atas dapat disimpulkan bahwa saat nyamuk dapat tumbuh dengan balk dan penularan malaria juga dimungkinkan, adalah pada bulan Desember — Mei, sedangkan pada bulan Agustus/ September akan baik untuk nyamuk bila kelembaban ling-kungan dapat menolong, misalnya dengan adanya sawah, tanaman/semak yang rindang, di samping adanya sungai yang mengalir sepanjang tahun.

Hal ini juga terlihat dari data malaria klinis bulanan dari kecamatan-kecamatan yang terletak di Kabupaten Sikka (gambar 2, 3 dan 4). Di sini terlihat bahwa kasus malaria tinggi tidak hanya diketemukan pada bulan Desember — Mei tetapi juga pada bulan Juli — Agustus.

Gambar 1 : Kecamatan Waipare / Kewapante

Gambar 2 : Kecamatan Nita

Gambar 3 : Kecamatan Lela

Gambar 4 : Kecamatan Paga.

Fluktuasi kasus malaria klinis dapat dikelompokkan dalam

5 macam, yaitu : A : daerah yang mempunyai dua puncak yang jelas, yaitu yang

pertama terjadi pada bulan Maret dan yang ke dua pada bulan Agustus (Kecama tan Waipare/Kewapante).

B : seperti pada (A) tetapi puncak pertama tidak jelas (Ke-camatan Nita). Di sini kasus malaria tinggi pertama pada bulan Maret/April dan yang ke dua pada bulan Juli.

C : kelompok ke tiga ini menunjukkan adanya dua puncak yang tidak nyata, yang pertama lebih tinggi daripada yang ke dua, yaitu pada bulan Maret dan yang ke dua pada bulan Juli. (Kecamatan Bola).

D : seperti (C) tetapi puncak ke dua justru lebih tinggi yaitu yang pertama pada bulan Februari dan yang ke dua pada bulan Agustus. (Kecamatan Lela).

Page 6: 12_MalariadiKabupatenSikka

Cermin Dunia Kedokteran No. 74, 1992 40

Gambar 5 : Kecamatan Maumere

E : kelompok ini tidak menunjukkan adanya puncak sama sekali, sepanjang tahun relatif sama. (Kecamatan Maumere).

Di desa Oka kecamatan Larantuka, Flores Timur telah dilakukan pengamatan entomologi — data resting pagi hari — yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat pada tahun 1980—1982. Di sini diketemukan bahwa An. barbirostris dan An . sundaicus mempunyai dua puncak dalam satu tahun, puncak An. barbirostris terjadi pada bulan Juni dan Agustus-Oktober, sedangkan An. sundaicus terjadi pada bulan Januari dan Juni (tahun 1981). Secara umum terlihat bahwa puncak nyamuk yang satu suatu saat saling "mengisi", sehingga memungkinkan terjadinya "puncak" nyamuk hampir sepanjang tahun3. Mungkin hal ini yang juga mempengaruhi keadaan malaria di suatu tempat, yaitu tergantung nyamuk yang dapat berlaku sebagai vektor di daerah yang bersangkutan.

Untuk Kabupaten Sikka data entomologi yang berasal dari penelitian tidak ada, sebaliknya dengan Kabupaten

Gambar 6 : Curah hujan, kelembaban relatif dan suhu Maumere, 1987

Flores Timur. Data yang ada baru berasal dari survai pen-dahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Nopember 1989; saat itu diketemukan Anopheles yang mungkin dapat berlaku sebagai vektor malaria, yaitu : • di desa Mbengu - Pantai Selatan : An. subpictus dan An . barbirostis. • di desa Tilang - Pedalaman : An. vagus, An. aconitus An. maculatus dan An.

indefinitus. • di desa Watumilok - Pantai Utara : An. subpictus. Dalam survai pendahuluan ini nyamuk yang tidak/belum di-ketemukan sedangkan di daerah yang berdekatan (Flores Timur) pernah diketemukan, adalah An. sundaicus. Tetapi dari tempat perindukan yang diketemukan di daerah pantai,

Gambar 7.. Penangkapan nyamuk di Oka 1980, 1981, 1981 (Resting pagi)

Page 7: 12_MalariadiKabupatenSikka

Cermin Dunia Kedokteran No. 70, 1991 41

kemungkinan adanya An. sundaicus di daerah penelitian ini adalah besar4.6 .

KESIMPULAN Dari survai pendahuluan ini dapat disimpulkan beberapa

hal: 1. Meskipun data malaria klinis yang berasal dari Puskesmas/

Balai Pengobatan yang ada tidak sepenuhnya sejalan dengan hasil pemeriksaan darah secara parasitologis, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan yang dapat memberikan gambar- an tingginya malaria di daerah tersebut.

2. Dari data malaria klinis yang ada didapatkan adanya variasi fluktuasi, sesuai dengan keadaan lingkungan yang ber-sangkutan. Di daerah dengan puncak fluktuasi, puncak per-tama diketemukan pada bulan Maret/April dan yang ke dua pada bulan Juni -- Juli — Agustus.

3. Nyamuk Anopheles tersangka vektor sangat mirip dengan yang diketemukan di daerah Flores Timur oleh peneliti terdahulu.

KEPUSTAKAAN

1. Arwati Soepanto. Pemberantasan Malaria di Indonesia pada Pelita IV. Cermin Dunia Kcdoktcran 1989; 54 : 3 - 6 .

2. Martono. Selecting the suitable location for field trial on Malaria control in Flores, NTT, Indonesia. Assesment Report, WHO project, 1989.

3. Zubaidah S. Laporan kerja dalam rangka survey entomologi di Kecamatan Wulanggitang kabupaten Flores Timur, NTT, 5 Januari - 16 Januari 1987.

4. Kopong N. Laporan kegiatan penyclidikan entomologi di kampung Oka, desa Lewoloba, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur 1 9 80 -1 98 2 .

5. Nalim S. Laporan pendahuluan penelitian ekologi vektor penyakit Malaria dan Filariasis di Kabupaten Flores Timur, NTT, 1989.