12.10.24 laporan antara fs pembangunan pabrik komoditi karet
DESCRIPTION
-TRANSCRIPT
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
1
1.1. LATAR BELAKANG
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi didalam
upaya peningkatan devisa Indonesia. Namun sebagai negara dengan luas areal
terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa
kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan
mayoritas sebesar 91% areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih
terbatas, yang didominasi oleh karet lemah (crumb rubber). Data tahun 2011
menunjukan bahwa Kondisi agribisnis karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara
dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat
yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama‐sama
menurun 0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih
banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan
tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu hektar yang memerlukan peremajaan.
Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk
peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun
selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam
industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk‐
produk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat .
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS ) Kebutuhan karet domestik hanya
460.000 ton, naik 4.78% dibandingkan de‐ngan kebutuhan karet lokal pada tahun
lalu 439.000 ton. Total produksi karet dunia pada tahun ini diperkirakan mencapai
10,97 juta ton naik dibandingkan dengan tahun lalu 10,22 juta ton.
PPPEEENNNDDDAAAHHHUUULLLUUUAAANNN
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
2
Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah yang
berpotensi sebagai penghasil karet yang cukup besar. Data statistik tahun 2012
menunjukan bahwa luas total area perkebunan karet di Kapupaten Lingga adalah
sebesar 10.216,95 Ha , dengan rata rata produksi 849,24 Kg/Ha tersebar di area
seperti di Lingga , Lingga utara, Singkep, Singkep Barat dan Senayang.
Dengan melihat potensi unggulan Kabupaten Lingga yakni produksi karet dengan
tujuan menghasilkan produk olahan yang efisien, bernilai tambah tinggi, ramah
lingkungan, sesuai potensi sumberdaya yang ada dan sesuai kondisi sosial ekonomi
dan budaya daerah. Dan juga Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan oleh
BAPPEDA Kabupaten Lingga mengenai Potensi Perkebunan Karet menyimpulkan
bahwa potensi sumberdaya lahan dan perkebunan karet yang dimiliki oleh
Kabupaten Lingga sangat potensial untuk dilakukan pengembangan. Untuk
mencapai pengembangan perkebunan karet yang efektif dan efisien, selaras, serasi
seimbang dan berkelanjutan, maka perlu perencanaan yang matang. Berdasarkan
pemaparan diatas Pemerintah Kabupaten Lingga melalui BAPPEDA merasa perlu
untuk dilakukan penyusunan Feasibility Study (studi kelayakan) Pembangunan
Pabrik Komoditi Perkebunan Karet.
Studi kelayakan ini dilakukan sebagai salah satu langkah dalam pengembangan dan
untuk menaikkan produksi karet serta dan juga diharapakan dapat menarik minat
investor untuk berinvestasi. Jika dinyatakan Layak dari hasil studi ini, maka
pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet nantinya diharapkan dapat
meningkatkan perekonimian , dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lingga.
1.2. MAKSUD , MANFAAT DAN TUJUAN KEGIATAN
Kegiatan Penyusunan Feasibility Study (studi kelayakan) Pembangunan
Pabrik Komoditi Perkebunan Karet. dimaksudkan dihasilkan sebuah
dokumen yang berisi informasi yang komprehensif namun disajikan secara
ringkas dan padat mengenai kelayakan pembangunan pabrik komoditi karet
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
3
di Kabupaten Lingga yang nantinya dapat dijadikan acuan bagi dinas atau
instansi terkait dan juga investor sehingga dapat menarik minat calon
investor untuk menanamkan modalnya.
Secara rinci manfaat dilakukan kegiatan ini dijabarkan sebagai berikut :
I. bagi Pemerintah sebagai Policy Maker dan pemberi insentif bagi
terlaksananya pembanguan Pabrik komoditi perkebunan karet,
apabila pembangunan pabrik karet ttersebut memenuhi berbagai
aspek kelayakan;
II. sebagai rekomendasi bagi pemrakarsa pekerjaan , apakah
pekerjaan tersebut perlu dilaksanakan atau tidak.
III. sebagai bahan evaluasi bagi calon pemberi pinjaman dalam hal ini
minat Investor untuk menanamkan modalnya, dan
IV. sebagai bahan dasar rekomendasi bagi pemerintah dalam
pembuat dan dalam menyusun perencanaan untuk program .
Tujuan utama yang ingin dicapai dari Penyusunan Feasibility Study (studi
kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet ini adalah
meninjau sejauh mana kelayakan proyek pembangunan pabrik komoditi
perkebunan karet dapat dilaksanakan dilihat dari aspek manajemen
operasional, pemasaran, teknis, ekonomis dan finansial untuk mempertajam
arah dan strategi pengembangan Komoditi Perkebunan Karet Kabupaten
Lingga dikaitkan dengan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan
Kabupaten Lingga dalam jangka menengah dan jangka panjang dan juga
untuk meningkatkan nilai jual dari komoditi karet tersebut yang semula dari
bahan mentah dikembangkan menjadi bahan baku atau mungkin
ditingkatkan lagi menjadi bahan jadi Selain itu juga digunakan sebagai
dokumen untuk acuan bagi dinas atau instansi terkait dan investor sehingga
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
4
dapat menarik minat calon investor dalam berinvestasi. Secara rinci tujuan
pekerjan ini adalah :
(1) Menganalisis faktor‐faktor yang mempengaruhi kelayakan proyek pembangunan
pabrik komoditi perkebunan karet.
(2) Menyajikan rencana pembangunan, pembiayaan dan penghasilan yang dapat
dipertanggungjawabkan dalam hal pembangunan pabrik komoditi perkebunan karet.
(3) Menghitung berbagai kemungkinan pengaruh perubahan berbagai faktor terhadap
kelayakan investasi pembangunan komoditi perkebunan karet.
(4) Memberikan masukan/rekomendasi kepada pemrakarsa dalam rangka
implementasi keinginan perusahaan untuk pembangunan pabrik komoditi
perkebunan karet.
(5) Mengkaji struktur modal jika proyek sebagian dibiayai dari pinjaman dan berapa
besar pengaruhnya terhadap kelayakan proyek
(6) Mengkaji sejauh mana sumbangan pembangunan pabrik komoditi perkebunan karet.
(7) Upaya dalam meningkatkan nilai dari komoditi karet tersebut, missal: yang semula
di ekspor berupa bahan mentah, bias berubah berupa bahan baku atau bahan
setengah jadi.
1.3. SASARAN KEGIATAN
Sasaran yang akan di capai dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah :
1. Mendapatkan hasil yang layak untuk pembangunan Pabrik komoditi perkebunan
karet.
2. Memberikan informasi dini mengenai permasalahan dan kendala dan
memberikan rekomendasi untuk solusinya terkait dengan pembangunan pabrik
komoditi perkebunan karet dan juga pengembangannya.
3. Mendapatkan Lokus Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan karet yang baik,
efisien dan tepat guna.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
5
1.4. LOKASI KEGIATAN
Studi ini dilakukan di Kabupaten Lingga , Provinsi Kepulauan riau.
Gambar 1.1 Lokasi Kegiatan
1.5. RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Penyusunan Feasibility Study (studi kelayakan) Pembangunan Pabrik
Komoditi Perkebunan Karet ini mencakup beberapa kegiatan pokok, yaitu :
1. Pemahaman terhadap kebijakan pembangunan Kabupaten Lingga jangka
menengah dan jangka panjang yang disinkronkan dengan visi dan misi
daerah.
2. Pemahaman tentang pengembangan hasil komoditi perkebunan karet.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
6
3. Identifikasi permasalahan atau kendala yang dihadapi serta di ikuti
dengan langkah yang perlu di ambil (solusi) dalam mengatasi kendala
dalam Pembangunan Pabrik Komoditi Karet tersebut terutama dalam
penentuan lokus dari pembangunan pabrik tersebut yang disesuaikan
dengan RTRW.
4. Analisa mengenai dampak yang ditimbulkan baik itu terhadap sosial
ekonomi, serapan tenaga kerja dan juga terhadap lingkungan.
5. Analisis kelayakan ekonomi (Economic Feasibility Analysis) Pembangunan
Pabrik Komoditi Karet di Kabupaten Lingga.
6. Analisis kelayakan usaha/keuangan (Financial Feasibility
Analysis)Pembangunan Pabrik Komoditi Karet di Kabupaten Lingga.
7. Penyusunan rekomendasi/indikasi program penunjang dalam
mendukung pasca pembangunan pabrik karet tersebut serta dalam
mengatasi dampak yang ditimbulkannya.
1.6. HASIL KELUARAN
Hasil keluaran yang diharapkan dari kegiatan Penyusunan Feasibility Study
(studi kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet adalah
dokumen/konsep yang berisi analisis kelayakan pembangunan pabrik karet
yang komprehensif.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
7
BAB I
2.1. Umum
Gambaran Umum kondisi daerah Kabupaten Lingga memberikan gambaran
awal tentang kondisi daerah dan capaian pembangunan Kabupaten Lingga secara
umum. Gambaran umum tersebut menjadi pijakan awal penyusunan rencana
pembangunan 5 (lima) tahun kedepan melalui pemetaan secara objektif kondisi
daerah dari aspek geografi dan demografi, kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum, dan daya saing daerah.
Sebagaimana kita ketahui bersama, Kabupaten Lingga telah dikenal beberapa
abad silam sebagai Kerajaan Melayu Lingga dan mendapat julukan “Negeri Bunda
Tanah Melayu”. Pada kurun waktu 1722‐1911, terdapat dua Kerajaan Melayu yang
berkuasa dan berdaulat yaitu Kerajaan Riau Lingga yang pusat kerajaan dan Kerajaan
Melayu Riau di Pulau Bintan.
Sebelum ditandatanganinya Treaty of London, maka kedua Kerajaan Melayu
tersebut dilebur menjadi satu sehingga kerajaan tersebut menjadi semakin kuat.
Wilayah kekuasaannya pun tidak hanya terbatas di Kepulauan Riau saja, tetapi telah
meliputi daerah Johor dan Malaka (Malaysia), Singapura, dan sebagian kecil wilayah
Indragiri Hilir. Pusat kerajaan terletak di wilayah Pulau Penyangat dan menjadi
terkenal di seluruh wilayah nusantara dan juga kawasan Sepenanjung Malaka.
Setelah Sultan Riau meninggal pada tahun 1911, Pemerintah Hindia Belanda
menempatkan amir‐amirnya sebagai Districh Thoarden untuk daerah yang besar dan
Onder Districh Thoarden untuk daerah yang agak kecil. Pemerintah Hindia Belanda
akhirnya menyatukan wilayah Riau Lingga dengan Indragiri untuk dijadikan sebuah
karesidenan yaitu: Afdelling Tanjungpinang yang meliputi Kepulauan Riau‐Lingga,
GGGAAAMMMBBBAAARRRAAANNN UUUMMMUUUMMM LLLOOOKKKAAASSSIII KKKEEEGGGIIIAAATTTAAANNN
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
8
Indragiri Hilir, dan Kateman yang kedudukannya berada di wilayah Tanjungpinang
dan sebagai penguasanya ditunjuk seorang Residen.
Berdasarkan Surat Keputusan dari delegasi Republik Indonesia (RI) maka
Provinsi Sumatera Tengah pada tanggal 18 Mei 1950 menggabungkan diri ke dalam
Republik Indonesia dan Kepulauan Riau diberi status daerah Otonom Tingkat II yang
dikepalai oleh Bupati sebagai kepala daerah dengan membawahi empat daerah
kewedanan sebagai berikut:
1. Kewedanan Tanjungpinang meliputi wilayah Kecamatan Bintan Selatan
(termasuk Kecamatan Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat, dan
Tanjungpinang Timur sekarang).
2. Kewedanan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Karimun, Kundur, dan Moro.
3. Kewedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Kecamatan Singkep, dan
Kecamatan Senayang.
4. Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai,
Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
Berdasarkan Undang‐Undang Nomor 53 Tahun 1999 dan Undang‐Undang
Nomor 13 Tahun 2000, Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 kabupaten
yang terdiri dari: Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun dan Kabupaten
Natuna. Wilayah Kabupaten Kepulauan Riau hanya meliputi 9 kecamatan saja,
meliputi: Kecamatan Singkep, Kecamatan Lingga, Kecamatan Senayang, Kecamatan
Teluk Bintan, Kecamatan Bintan Utara, Kecamatan Bintan Timur, Kecamatan
Tambelan, Kecamatan Tanjungpinang Barat, dan Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Kemudian dengan diterbitkannya Undang‐Undang Nomor 5 tahun 2001, maka Kota
Administratif Tanjungpinang berubah menjadi Kota Tanjungpinang yang mana
statusnya sama dengan kabupaten yang membawahi Kecamatan Tanjungpinang
Barat dan Tanjungpinang Timur. Dengan demikian, maka Kabupaten Kepulauan Riau
hanya meliputi Kecamatan Singkep, Lingga, Senayang, Teluk Bintan, Bintan Utara,
Bintan Timur dan Tambelan. Pada akhir tahun 2003 dibentuklah Kabupaten Lingga
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
9
sesuai dengan Undang‐Undang Nomor 31 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003,
yang mana memiliki wilayah Kecamatan Singkep, Singkep Barat, Lingga, Lingga Utara
dan Senayang.
2.2. Aspek Geografis dan Demografi
Aspek geografi dan demografi mengambarkan karateristik lokasi wilayah
pengembangan wilayah, kerentanaan wilayah dan domegrafi Kabupaten Lingga.
Kabupaten Lingga‐ Provinsi Kepulauan Riau dengan luas wilayah daratan
dan lautan berdasarkan dengan Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor
31Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau.
Berdasarkan UU RI seperti tersebut di atas, wilayah Kabupaten Lingga
mempunyai luas wilayah daratan dan lautan mencapai 211.772 km2 dengan luas
daratan 2.117,72 km2 (1 %) dan lautan 209.654 Km2 (99%), dengan jumlah
pulau 531 buah pulau besar dan kecil, serta
447 buah pulau diantaranya belum berpenghuni. Namun, berdasarkan data
eksisting luas wilayah Kabupaten Lingga sebesar 455.086,60 Km2 yang terdiri
dari luas daratan sebesar2.235,51 Km2 (4,91%), dan lautan sebesar 432.731,50
Km2 (95,09%).
Secara administrasi, pemerintahan Kabupaten Lingga terdiri dari 9
Kecamatan (Kecamatan Singkep, Kecamatan Singkep Pesisir, Kecamatan Singkep
Selatan, Kecamatan Singkep Barat, Kecamatan Lingga, Kecamatan Lingga Timur,
Kecamatan Lingga Barat, Kecamatan Lingga Utara, dan Kecamatan Senayang), dan
59 Desa/Kelurahan
Kabupaten Lingga terletak di antara 0° 00’ ‐ 1° 00’ Lintang Selatan dan 103° 30’ ‐
105°00’
Bujur Timur. Adapun batas wilayah Kabupaten Lingga, antara lain:
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
10
a. Sebelah Utara : Kecamatan Galang Kota Batam dan Laut Natuna.
b. Sebelah Timur : Laut Natuna.
c. Sebelah Selatan : Laut Bangka dan Selat Berhala.
d. Sebelah Barat : Laut Indragiri (Provinsi Riau).
Gambar 2.1. Peta Wilayah Kabupaten Lingga
Sumber: Dokumen LPPD Kab. Lingga, 2010
2.2.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah
Karateristik lokasi dan wilayah pada sub bab ini menjelaskan tentang luas dan
batas wilayah serta letak dan kondisi geografis Kabupaten Lingga.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
11
a. Luas dan Batas Wilayah
Berdasarkan Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003
tentang Pembentukan Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten
Lingga mempunyai luas wilayah daratan dan lautan mencapai 211.772 km2
dengan luas daratan 2.117,72 km2 (1 %) dan lautan 209.654 Km2 (99%),
dengan jumlah pulau 531 buah pulau besar dan kecil, serta
447 buah pulau diantaranya belum berpenghuni. Namun, berdasarkan data
eksisting luas wilayah Kabupaten Lingga sebesar 455.086,60 Km2 yang terdiri
dari luas daratan sebesar 2.235,51 Km2 (4,91%), dan lautan sebesar
432.731,50 Km2 (95,09%).
Tabel 2.1 Pembagian Dan Luas Wilayah Kabupaten Lingga
No Kecamatan Banyaknya Luas Daratan
Km2 Kelurahan Desa
1 Singkep Barat 1 8 337,10
2 Singkep 2 9 491,90
3 Lingga 1 17 609,51
4 Lingga Utara 1 7 283,21
5 Senayang 1 10 396,00
Jumlah 6 51 2.177,72
Sumber : BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009.
Gambar 2.2. Luas Daratan Menurut Kecamatan di Kabupaten Lingga
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
12
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Dari Kecamatan yang ada di Kabupaten Lingga, terluas adalah Kecamatan
Lingga yaitu 609,51 km2 (29% dari total luas daratan) yang terdiri dari 17 Desa dan 1
Kelurahan, kemudian Kecamatan Singkep yaitu 491,90 km2 (23% dari total luas
daratan) yang terdiri dari 9 Desa dan 2 Kelurahan. Tabel 2.2 berikut ini menunjukkan
jumlah Desa/Kelurahan yang ada dimasing‐masing Kecamatan.
Tabel 2.2 Desa/Kelurahan Yang Ada di Kabupaten Lingga
No Kecamatan Desa/Kelurahan
1 Singkep Barat Raya Sungai Buluh
Bakong Sungai Raya
Kuala Raya Sungai Harapan
Marok Tua Jagoh
Posek
2 Singkep Dabo Berhala
Dabo Lama Tanjung Harapan
Berindat Batu Berdaun
Kote Batu Kacang
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
13
No Kecamatan Desa/Kelurahan
Lanjut Sedamai
Marok Kecil
3 Lingga Daik Panggak Darat
Pekajang Panggak Laut
Kelombok Musai
Mapar Kerandi
Penuba Pekaka
Selayar Keton
Kelumu Sei Pinang
Mentuda Bukit Langkap
Merawang Kudung
4 Lingga Utara Pancur Resun
Bukit Harapan Sekanah
Duara Teluk
Limbung Linau
5 Senayang Senayang Mensanak
Mamut Tanjung Kelit
Pasir Panjang Pulau Batang
Rejai Benan
Temiang Batu Belubang
Pulau Medang
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
b. Letak dan Kondisi Geografis
Secara Geografis Kabupaten Lingga terletak di antara 0° 00’ ‐ 1° 00’ Lintang
Selatan dan 103° 30’ ‐ 105°00’ Bujur Timur.
Topografi
Jika dilihat dari topografinya, sebagian besar daerah di Kabupaten Lingga
adalah berbukit‐bukit. Berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN),
terdapat 73.947 ha yang berupa daerah berbukit‐bukit, sementara daerah datarnya
hanya sekitar 11.015 ha. Pada dasarnya, wilayah Kebupaten Lingga memiliki
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
14
kemiringan yang ideal untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan, karena
hampir mencapai 65 %, wilayah Kabupaten Lingga berada dalam kemiringan 0‐2 %,
disusul oleh wilayah dengan kemiringan di atas 40 % yaitu mencapai hampir 17 %.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.3 Tinggi Rata‐Rata Dari Permukaan Laut Menurut Kecamatan
No Kecamatan Tinggi (m dpl)
1. Singkep Barat 0‐415
2. Singkep 0‐519
3. Lingga 0‐1.272
4. Lingga Utara 0‐800
5. Senayang 0‐200
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Lingga pada umumnya adalah podsolik
merah kuning, litosol, dan organosol. Adapun lapisan tanahnya berstruktur remah
sampai gumpal. Sedangkan lapisan bawahnya berselaput liat dan teguh. Sementara
untuk jenis batu‐batuannya, batuan Pluton Asam (Acid Pluton) yang berupa batuan
sejenis granit tersebar pada kawasan Gunung Daik di bagian barat Pulau Lingga,
selain itu terdapat juga batuan endapan dari Zaman Prateseiser yang tersebar di
seluruh Pulau Lingga.
Tabel 2.4. Kelas Lereng Dengan Luas Penyebaran Di Kabupaten Lingga
No Kecamatan 0 ‐ 2% 2 ‐ 15% 15 ‐ 40% > 40% Jumlah (Ha)
Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %
1 Singkep Barat 13,810.34 40.97 4,790.96 14.20 11,203.17 33.18 3,905.53 11.56 33,798.34 100
2 Singkep 31,250.60 63.53 13,696.30 27.81 3,726.88 7.56 516.22 1.05 49,288.90 100
3 Lingga 35,281.80 57.89 1,421.89 2.33 3,354.13 5.50 20,893.18 34.24 61,016.71 100
4 Lingga Utara 16,571.13 58.51 ‐ ‐ 1,478.35 5.21 10,271.52 36.19 28,384.72 100
5 Senayang 39,247.41 99.11 ‐ ‐ 352.59 0.89 ‐ ‐ 39,700.00 100
Jumlah 136,161.28 64.30 19,909.15 9.39 20,115.12 9.48 35,586.45 16.77 212,188.68 100
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
15
Sumber: Bakosurtanal dan Hasil Analisis, 2009
Geomorfologi
Berdasarkan bentuk bentang alam dan sudut lerengnya, daerah penyelidikan
dapat dibagi menjadi 6 (enam) satuan morfologi, yaitu:
1) Dataran
Merupakan daerah dataran aluvial sungai dengan kemiringan lereng
medan antara 0‐5% (0‐30), ketinggian wilayah antara 18‐45 meter di atas
permukaan laut. Pada daerah yang termasuk dalam satuan morfologi ini
mempunyai tingkat erosi sangat rendah. Penyebaran satuan ini adalah di
bagian timur daerah pemetaan, yaitu sekitar Kecamatan Senayang,
Kecamatan Lingga Utara, dan sebagian di Kecamatan Singkep Barat.
2) Perbukitan berelief halus
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang halus
dengan kemiringan lereng medan 5‐15% (3‐80), ketinggian wilayah antara
45‐144 meter di atas permukaan laut. Pada daerah yang termasuk ke
dalam satuan morfologi ini mempunyai tingkat erosi rendah. Penyebaran
satuan ini antara lain menempati daerah sebagian di Kecamatan Singkep
Barat dan Kecamatan Singkep.
3) Perbukitan berelief sedang
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang
sedang dengan kemiringan lereng medan 15‐30% (8‐170) dengan
ketinggian wilayah 150‐400 meter di atas permukaan laut. Pada daerah
yang termasuk dalam satuan morfologi ini mempunyai tingkat erosi
rendah sampai menengah. Penyebaran satuan ini antara lain di daerah
sekitar sebagian di Kecamatan Singkep Barat dan Kecamatan Singkep
serta sebagian di Kecamatan Lingga.
4) Perbukitan berelief agak kasar
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
16
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang agak
kasar dengan kemiringan lereng 30‐50% (17‐270), dengan ketinggian
wilayah 200‐550 meter di atas permukaan laut. Pada daerah yang
termasuk dalam satuan morfologi ini mempunyai tingkat erosi menengah.
Penyebaran satuan ini antara lain di daerah sekitar Kecamatan Singkep,
dan sebagian kesil terdapat di Kecamatan Singkep Barat, Kecamatan
Lingga dan Kecamatan Lingga Utara.
5) Perbukitan berelief kasar
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang kasar
dengan kemiringan lereng 50‐70% (27‐360), dengan ketinggian wilayah
225‐644 meter di atas permukaan laut. Pada daerah yang termasuk
dalam satuan morfologi ini mempunyai tingkat erosi tinggi. Penyebaran
satuan ini antara lain sebagian besar di Kecamatan Lingga dan sebagian
kecil di Kecamatan Lingga Utara serta sebagian kecil di sekitar Kecamatan
Singkep.
6) Perbukitan berelief sangat kasar sampai hampir tegak
Satuan morfologi ini mempunyai bentuk permukaan bergelombang
sangat kasar dengan kemiringan lereng lebih besar dari 70% (>360),
dengan ketinggian wilayah 262‐815 meter di atas permukaan laut. Pada
daerah yang termasuk dalam satuan morfologi ini mempunyai tingkat
erosi sangat tinggi, terutama erosi vertikalnya. Penyebaran satuan ini
antara lain terdapat di sekitar di Kecamatan Lingga dan sebagian kecil di
Kecamatan Lingga Utara serta sebagian kecil di sekitar Kecamatan
Singkep.
Iklim dan Hidrologi
Kabupaten Lingga mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah
hujan rata‐rata 216,7 mm sepanjang tahun 2009. Setiap bulannya curah hujan
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
17
cenderung bervariasi. Sementara pada bulan desember merupakan bulan dengan
curah hujan paling banyak.
Berdasarkan data‐data yang ada maka dapat diketahui bahwa iklim di daerah
Lingga mempunyai sifat‐sifat yaitu suhu rata‐rata 26,8 ⁰C; kelembaban relatif rata‐
rata 84%; Kecepatan angin rata‐rata 5 knot; tekanan udara rata‐rata 1009,4 millibar;
jumlah curah hujan rata‐rata 13,5 mm/hari. Kabupaten Lingga dialiri oleh sungai‐
sungai yang menjadi potensi sumber air bagi pemenuhan kebutuhan air baik bagi
pertanian ataupun kegiatan yang lainnnya. Di Kabupaten Lingga mempunyai potensi
air yang surplus sepanjang tahun, dengan jumlah curah hujan yang berkisar antara
2000‐3500 mm/thn dengan kondisi air surplus maka potensi sumber daya air cukup
besar yang dapat dimanfaatkan, berikut merupakan uraian potensi ketersediaan air
lahan.
Tabel 2.5. Potensi Ketersediaan Air Lahan Di Kabupaten Lingga
Nama Daerah Curah Hujan
(mm/th)
Air Tersedia
(mm)
Kondisi Air (mm/th)
Defisit Surplus
Lingga 2600,7 64 0 968
Singkep 2600,7 82,2 0 968
Senayang 2600,7 62,7 0 968
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Kemampuan Lahan
Berbagai aspek geologi tata lingkungan yang ditemui di Kabupaten Lingga
antara lain, kemampuan lahan hidrogeologi, kemampuan lahan morfologi,
kestabilan lereng, kemampuan lahan pertambangan, dan kemampuan lahan
bencana alam. Sebagai dasar dalam melakukan analisis kemampuan lahan
digunakan sebagai pedoman adalah peta geologi kuarter yang merupakan peta
geologi yang memperlihatkan proses pembentukan alam pada periode kuarter
sampai sekarang sehingga informasi yang diperoleh akan lebih relevan. Karakteristik
lahan mencerminkan potensi, kendala dan limitasi yang berperan sebagai faktor
penunjang dan penghambat dalam pengembangan pola tataguna lahan, yaitu:
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
18
a. Lahan yang dapat dikembangkan (disebut wilayah kemungkinan), merupakan
wilayah yang mempunyai kendala relatif kecil. Kemungkinan kesuaian lahan
wilayah ini antara lain kesesuaian lahan untuk permukiman serta kesesuaian
lahan pertanian lahan basah dan kering.
b. Lahan yang mungkin dikembangkan dengan berbagai konsekuensi ekonomi
dan fisik (Wilayah Kendala). Wilayah kendala dalam pemanfaatan lahan
sebaiknya diprioritaskan sebagai kawasan hutan produksi, perkebunan, dan
persawahan.
c. Lahan yang tidak mungkin dikembangkan, karena merupakan limitasi mutlak
yang berkonsekuensi luas secara ekonomi maupun fisik (Wilayah Limitasi).
Wilayah ini harus dikonservasi atau dikembangkan sebagai kawasan lindung.
Tabel 2.6. Karakteristik Lahan Berdasarkan Kawasan
URAIAN
KAWASAN DAYA DUKUNG LAHAN (Ha)
SINGKEP BARAT SINGKEP LINGGA LINGGA UTARA SENAYANG TOTAL
Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %
KAWASAN
LINDUNG 9,230.30 28.01 2,038.02 6.19 14,421.67 43.77 2,817.10 8.55 4,441.41 13.48 32,948.50
16
Hutan Lindung 6,204.19 27.53 2,038.02 9.04 13,202.66 58.59 1,088.41 4.83 ‐ ‐ 22,533.28 68.39
Hutan Bakau 3,026.10 13.43 ‐ ‐ 1,219.01 ‐ 1,728.69 ‐ 4,441.41 ‐ 10,415.22 46.22
KAWASAN
BUDIDAYA 24,479.70 13.69 47,151.98 26.37 46,529.34 26.02 25,503.89 14.26 35,158.59 19.66 178,823.50
50
Hutan Produksi 8,091.89 35.91 16,160.03 71.72 22,216.53 98.59 12,489.93 55.43 ‐ ‐ 58,958.38 55.69
Pesawahan 475.15 2.11 2,351.17 10.43 1,589.73 7.06 1,205.35 5.35 6,508.59 28.88 12,129.99 11.46
Perkebunan 3,492.56 15.50 799.37 3.55 7,881.25 34.98 1,205.35 5.35 21,394.98 94.95 34,773.51 32.85
Permukiman 1,017.10 4.51 554.15 2.46 266.57 1.18 476.31 2.11 73.02 0.32 2,387.15 3.27
Pertanian Lahan
Basah 4,483.00 19.90 15,357.26 68.15 10,071.26 44.70 3,198.00 14.19 4,908.00 21.78 38,017.52
52.11
Pertanian Lahan
Kering 6,920.00 30.71 11,930.00 52.94 4,504.00 19.99 6,928.95 30.75 2,274.00 10.09 32,556.95
44.62
T O T A L 33,710.00 15.92 49,190.00 23.23 60,951.00 28.78 28,321.00 13.37 39,600.00 18.70 211,772.00 100
Sumber: Hasil Analisis, 2009
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
19
a) Kemampuan Lahan Morfologi‐Kestabilan Lereng
Kestabilan lereng erat kaitannya dengan morfologi dan sifat batuan/tanah.
Untuk wilayah Kabupaten Lingga, sifat tanah/batuan pada umumnya juga
dapat dikatakan stabil, kecuali wilayah yang terdiri dari endapan lempung
laut (M), serta endapan sungai yang muda.
b) Kemampuan Lahan Sumber Air
Kemampuan lahan hidrogeologi didasarkan kondisi topografi (morfologi),
jenis batuan dan pola aliran sungai, juga kenampakannya di lapangan.
Kemampuan lahan hidrogeologi Kabupaten Lingga adalah kemampuan lahan
mata air, kemampuan lahan air tanah dangkal dan kemampuan lahan air
daerah pantai.
c) Kemampuan Lahan Mata Air
Suatu wilayah yang berfungsi sebagai tempat munculnya mata air di
permukaan. Biasanya pada lereng punggung perbukitan, dicirikan oleh mulai
berkembangnya sungai di beberapa tempat dapat pula dikontrol oleh
perselingan litologi.
Pola aliran meandering mulai sedikit tampak tetapi disini proses sedimentasi
umumnya belum terjadi kecuali pada sungai‐sungai yang agak besar,
kemampuan lahan mata air berpengaruh regional dalam kesetimbangan air
khususnya air permukaan.
Wilayah di Kabupaten Lingga yang memiliki kemampuan sebagai lahan mata
air adalah diantaranya Sungai Sergang di Kecamatan Singkep, Pelakak
Kecamatan Singkep, Pulau Penuba Kecamatan Lingga, Kampung Putus
Kecamatan Lingga, sekitar Sungai Keton Kecamatan Lingga, Kudung
Kecamatan Lingga, Teluk tebing Kecamatan Lingga Utara, dan sekitar
Limbong dan Sungai Limbong Kecamatan Lingga Utara.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
20
d) Kemampuan Lahan Air Tanah Bebas
Kemampuan lahan air tanah bebas adalah suatu wilayah yang didominasi
oleh kedalaman muka air tanah bebas sampai dangkal. Biasanya pada daerah
landaian sampai dataran, dicirikan oleh pola aliran sungai yang kadang
meandering dengan diisi oleh proses sedimentasi fluvial. Proses erosi lateral
sudah nyata berkembang membentuk penampang sungai U.
Kemampuan lahan air tanah bebas mempunyai pengaruh atas ketersedian
air tanah dangkal yang sangat bermanfaat untuk kehidupan. Litologi di
daerah ini berupa endapan aluvial yaitu endapan limpah banjir dan endapan
sungai muda (sungai aktif). Batuan di daerah zona air tanah bebas ini
umumnya telah lapuk menjadi lempung (tanah liat) berwarna abu‐abu
kecoklatan. Sebagian besar wilayah di Kabupaten Lingga mempunyai zona
lahan air tanah bebas (zona air tanah dangkal).
e) Kemampuan Lahan Hidrologi Pantai
Kemampuan lahan hidrologi pantai adalah suatu wilayah yang berfungsi
sebagai daerah pantai serta fungsi pelestarian air tanah tawar. Fisiografinya
datar serta litologinya aluvium pantai. Bentuk sungai menganyam dan
dimuaranya terbentuk endapan delta ataupun tidak. Proses sedimentasi kuat
dan arus lemah.
Kemampuan lahan hidrologi pantai sangat mempengaruhi tata air dengan
fungsi penahan intrusi air laut dan abrasi air laut, yang termasuk kawasan
pantai adalah sepanjang pantai timur dan utara Lingga termasuk Kecamatan
Lingga Utara, Kecamatan Lingga bagian Selatan. Kemampuan lahan hidrologi
pantai ini dibagi dua zona, yaitu zona pantai sendiri dan zona rawa.
2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah
Kabupaten Lingga memiliki sejumlah potensi yang perlu dikembangkan demi
kesejahteraan masyarakat serta kemajuan pembangunan Kabupaten Lingga itu
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
21
sendiri, salah satunya adalah potensi sektor pertanian. Luas wilayah daratan
Kabupaten Lingga untuk potensi lahan pertanian dan perkebunan pada tahun 2008
adalah seluas 78.232 ha. Potensi lahan pertanian terdiri potensi lahan sawah seluas
2.250 ha, potensi lahan perkebunan seluas 46.112 ha dan potensi lahan pertanian
seluas 29.870 ha, sedangkan potensi lahan yang sudah dimanfaatkan baru seluas
21.610 ha yang terdiri dari perkebunan seluas 15.477 ha dan pertanian seluas 6.133
ha. Sisa lahan seluas 56.622 ha belum dimanfaatkan secara optimal.
Potensi perkebunan di Kabupaten Lingga didominasi oleh komoditas sagu
yang luas lahannya mencapai 1.323 Ha dengan produksi yang dihasilkan seluruhnya
adalah 12.439,564 Ton pada tahun 2009. Potensi perkebunan lainnya yang menjadi
unggulan yaitu karet dengan luas lahan perkebunan mencapai 9.275,15 Ha dengan
hasil produksi perkebunan karet seluruhnya sebanyak 3.118,082 Ton. Kemudian
kelapa dengan luas lahan perkebunan mencapai 2.787,46 Ha dengan hasil produksi
perkebunan kelapa sebanyak 1.160,698 Ton. Pada tahun 2009 pemerintah
Kabupaten Lingga juga mulai mengembangkan tanaman Lada. Luas lahan yang telah
digunakan seluas 73,87 Ha dan telah berproduksi sebesar 31.542 ton.
Selain potensi sumber daya alam Kabupaten Lingga tersebut, potensi
pengembangan wilayah juga menjelaskan rencana pola ruang wilayah Kabupaten
Lingga yang merupakan peruntukan rencana distribusi peruntukan ruang dalam
wilayah Kabupaten Lingga untuk melaksanakan cita‐cita pembangunan, yang
meliputi peruntukkan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukkan ruang
untuk fungsi budidaya. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Lingga dijelaskan
pada Tabel 2.7 berikut ini:
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
22
Tabel 2.7. Rencana Pola Ruang Kabupaten Lingga Tahun 2011‐2031
No POLA RUANG
RINCIAN LUASAN TIAP KECAMATAN (Ha) TOTAL
(Ha) %
LINGGALINGGA
UTARA SENAYANG SINGKEP
SINGKEP
BARAT
I KAWASAN LINDUNG
1. Hutan Lindung 18.859 ‐ ‐ 5.573 957 25.389 11,99
2. Hutan bakau 2,788 2.308 13.518 1.331 8.648 28.593 13,50
3. Perlindungan
Setempat
1.046 177 208 2.540 331 2.765 1,31
4. Resapan Air 1.801 ‐ ‐ 2.540 1.259 5.600 2,64
5. Hutan Kota 1.674 ‐ ‐ 315 ‐ 1.989 0,94
6. Cagar Budaya 157 ‐ ‐ ‐ ‐ 157 0,07
7. Kawasan Lindung
Lainnya
96,00 3,00 305,00 11,00 68,00 483 0,23
LUAS KAWASAN
LINDUNG
64.977 30,68
II KAWASAN
BUDIDAYA
1. Hutan Produksi
Terbatas
4.415 3.172 4.747 1.968 1.169 15.471 7,31
2. Hutan Produksi
Konversi
3.457 4.292 369 ‐ ‐ 8.118 3,83
3. Hutan Tanaman
Rakyat
3.698 802 3.022 163 4.453 12.138 5,73
4. Industri 164 ‐ ‐ ‐ 384 548 0,26
5. Pusat Pemerintah 121 ‐ ‐ ‐ ‐ 121 0,06
6. Pemukiman
Perkotaan
5.156 164 779 3.056 643 9.798 4,63
7. Pemukiman
Pedesaan
1.210 1.599 1.515 1.400 1.073 6.797 3,21
8. Perkebunan 9.845 12.755 20.493 15.660 18.247 77.000 36,36
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
23
9. Perikanan 538 74 267 ‐ 443 1.322 0,62
10. Tanaman
Pangan
3.647 40 ‐ ‐ 2.001 5.688 2,69
11. Hortikultura 860 1.489 ‐ ‐ 2.874 5.223 2,47
12. Peternakan 121 ‐ 1.355 614 381 2.471 1,17
13. Pariwisata 706 269 788 549 45 2.357 1,11
14. TNI AL ‐ ‐ ‐ 200 ‐ 200 0,09
15. TPST 5 ‐ ‐ 5 ‐ 10 0,00
16. TPU 7 ‐ ‐ 4 ‐ 11 0,00
17. PLTGB ‐ ‐ ‐ ‐ 6 6 0,00
LUAS KAWASAN
BUDIDAYA
147.278 69,55
JUMLAH TOTAL 211.772 100,00
Sumber: RTRW Kab. Lingga 2011‐2031
2.1.3. Wilayah Rawan Bencana
Di beberapa wilayah Kabupaten Lingga yang meliputi Kecamatan Lingga dan
sebagian kecil di Kecamatan Lingga Utara serta Kecamatan Singkep, terindikasi
termasuk wilayah rawan bencana, terutama wilayah yang memiliki kemiringan
lereng lebih besar dari 70% (>360), ketinggian wilayah 262‐815 meter di atas
permukaan laut, dan tingkat erosi sangat tinggi terutama erosi vertikalnya. Dengan
rasio luas daratan 2.117,72 km2 (1 %) dan lautan 209,654 km2 (99%). Dapat
dipastikan ancaman abrasi laut didukung dengan perubahan cuaca yang ekstrim
dapat saja terjadi.
Aktivitas penambangan timah, pembabatan hutan dan pembangunan yang
terus meningkat, akan menuntut dibukanya jaringan jalan lintas wilayah perkotaan
pedesaan dan fasilitas publik lainnya, sehingga dapat dipastikan jika tidak dilakukan
pengendalian secara baik maka akan mempercepat kerusakan ekosistem lingkungan
hidup. Kerusakan ekosistem dengan mengeksploitasi sumber daya alam yang tidak
terkendali akan cenderung menimbulkan bencana longsor dan banjir.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
24
Bencana gempa bumi, air pasang, angin ribut walaupun tidak dapat diprediksi
kejadiannya juga masih menjadi tantangan di masa 20 tahun mendatang, sehingga
upaya‐upaya penanggulangan bencana dan penyadaran masyarakat bahwa wilayah
Kabupaten Lingga merupakan daerah yang rawan bencana harus terus dilakukan.
2.1.4. Demografi
Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari suatu pembangunan.
Pembangunan yang dilaksanakan adalah dalam rangka membentuk manusia
Indonesia seutuhnya. Untuk itu, maka pemerintah pusat telah melaksanakan
berbagai usaha dalam rangka untuk memecahkan masalah kependudukan. Masalah
kependudukan apabila tidak diantisipasi secara dini maka akan menjadi bumerang
bagi pemerintah Indonesia, khususnya Kabupaten Lingga.
Berdasarkan data penduduk tahun 2009, penduduk Kabupaten Lingga
berjumlah 91.600 jiwa yang terdiri dari jenis kelamin laki‐laki 50.180 jiwa (51,66 %)
dan jenis kelamin perempuan 46.964 jiwa (48,34 %) dengan jumlah penduduk
terbesar terdapat di Kecamatan Singkep (30.503 jiwa) sedangkan jumlah penduduk
terkecil terdapat di Kecamatan Lingga Utara (11.517 jiwa), dengan jumlah rumah
tangga (Kepala Keluarga) sebanyak 19.344 Kepala Keluarga (KK). Jumlah penduduk
Kabupaten Lingga tersebar di 5 Kecamatan dan 51 Desa dan 6 Kelurahan di
Kabupaten Lingga.
Dilihat dari jumlah rumah tangga, Kecamatan Singkep merupakan kecamatan
dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) terbanyak karena kecamatan ini merupakan
kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak. Jumlah rumah tangga di
Kecamatan Singkep adalah sebanyak 6.228 Kepala Keluarga dan Kecamatan yang
jumlah rumah tangganya paling sedikit adalah Kecamatan Lingga Utara dengan
jumlah rumah tangga sebanyak 2.675 Kepala Keluarga. Untuk lebih jelasnya jumlah
penduduk dan rumah tangga di Kabupaten Lingga dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
25
Tabel 2.8 Jumlah Penduduk Dan Kepala Keluarga Kabupaten Lingga
No Kecamatan
Luas Wilayah
daratan
(Km2)
Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah
Kepala
Keluarga
(KK)
Rata‐rata
Angka
Kelahiran
Laki‐
laki*) Perempuan*) Total
1 Singkep Barat 337,10 8,268 7,817 16,085 2,628 6
2 Singkep 491,90 15,228 14,520 29,748 6,228 5
3 Lingga 609,51 8,673 8,015 16,688 3,884 4
4 Lingga Utara 283,21 5,849 5,427 11,276 2,675 4
5 Senayang 396,00 10,383 9,603 19,986 3,929 5
Jumlah 22.117,72 48,401 45,382 93,783 19,344 5
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga dalam Angka tahun 2009 dan Hasil Analisis, 2009.
*) Data Aggregat Kependudukan tahun 2009
Jumlah penduduk di Kabupaten Lingga meningkat yaitu sebesar 3,04% bila
dibandingkan tahun 2004, dimana pada tahun 2009 berjumlah 93,783 jiwa,
sedangkan pada tahun 2004 berjumlah 80,289 jiwa. Dengan tingkat kepadatan
penduduk 44 jiwa per km2.
Jumlah penduduk yang begitu besar dan terus bertambah setiap tahun tidak
diimbangi dengan persebaran penduduk. Menurut hasil Sensus Penduduk 2010
penduduk dari Kabupaten Lingga tercatat 86.244 jiwa dengan kepadatan penduduk
41 jiwa per km2. Dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2000 penduduk
Kabupaten Lingga bertambah sebanyak 9.892 jiwa.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
26
Gambar 2.3 LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK
KABUPATEN LINGGA, 1990 ‐ 2010
Sumber: Data dalam Angka Kab. Lingga, 2011
2.3. Aspek Kesejahteraan Masyarakat
Aspek kesejahteraan masyarakat menjelaskan tentang perkembangan
kesejahteraan Kabupaten Lingga, ditinjau dari sisi kesejahteraan masyarakat
dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan
olahraga.
a. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Gambaran umum ditinjau dari kesejahteraan masyarakat dan
pemerataan ekonomi didasarkan atas indikator pertumbuhan ekonomi,
PDRB perkapita dan pendapatan perkapita serta penduduk miskin. Laju
pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang
dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Lingga pada tahun 2009 adalah sebesar 6,63%,
mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yaitu sebesar 6,65%.
1.23
0.24
0.82
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1990 2000 2010
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
27
Gambar 2.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lingga Tahun 2005‐2009
Sumber: LKPJ‐AMJ Tahun Anggaran 2005‐2010
Ket:
*) Angka Perbaikan
**) Angka Sementara
Jika dilihat pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha pada tahun
2005‐2009 hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif. Bahkan untuk
beberapa sektor laju pertumbuhannya mencapai lebih dari 10%. Namun, perlu
diperhatikan bahwa walaupun secara persentase, kenaikan laju pertumbuhan
beberapa sektor tersebut cukup besar namun secara besaran nominal nilainya masih
sangat kecil.
Laju pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha untuk 3 sektor tertinggi
adalah sektor Bangunan (13,16%), Pengangkutan dan Komunikasi (12,03%), dan
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (11,60%). Sektor bangunan terjadi
pertumbuhan setiap tahunnya dikarena meningkatnya pembangunan fisik di
Kabupaten Lingga, seperti pembangunan gedung sekolah, gedung perkantoran,
pustu, polindes, pembangunan infrastruktur jalan, jembatan dan dermaga serta
pembangunan fisik lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut ini.
6.05
6.5
6.716.65 6.63
2005 2006 2007 2008* 2009**
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
28
Tabel 2.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lingga
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005‐2009 (%)
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008* 2009**
1. Pertanian 4,15 5,60 5,35 4,37 3,56
2. Pertambangan & Penggalian 7,47 10,07 10,67 10,72 10,73
3. Industri Pengolahan 6,13 (3,30) (1,19) (0.97) (0,08)
4. Listrik,Gas & Air Bersih 6,25 5,16 4,77 6,69 5,80
5. Bangunan 8,09 12,15 13,01 13,15 13,16
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 8,79 11,88 11,05 11,29 11,26
7. Pengangkutan & Komunikasi 9,28 13,16 11,46 12,06 12,03
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 7,44 13,42 11,25 11,66 11,60
9. Jasa‐Jasa 4,71 10,81 10,43 10,67 10,66
PDRB 6,05 6,50 6,71 6,65 6,63
Sumber: LKPJ‐AMJ Tahun Anggaran 2005‐2010
Keterangan:
*) Angka Perbaikan
**) Angka Sementara
Tabel 2.10 menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki peranan yang sangat
besar dalam penciptaan nilai tambah pada perekonomian Kabupaten Lingga dalam
kurun waktu empat tahun terakhir, dengan kontribusi diatas 37%, namun memiliki
kecenderungan sumbangan yang terus menurun dari 41,63% pada tahun 2005
menjadi 37,01 pada tahun 2009. Subsektor yang memegang peranan penting pada
sektor ini adalah perikanan. Kemudian kontributor terbesar kedua adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran yaitu 22,00%. Berbeda dengan sektor pertanian,
sektor ini memiliki kecendrungan yang positif, yaitu 18,71% pada tahun 2005
menjadi 22,00% pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor ini masih
menjanjikan untuk diminati oleh para pedagang karena wilayah Kabupaten Lingga
merupakan daerah persimpangan atau transit perjalanan laut. Sub sektor
perdagangan besar dan eceran merupakan kontributor terbesar terhadap
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
29
pembentukan nilai tambah di sektor ini. Sedangkan sektor yang paling kecil
memberikan kontribusi pembentukan PDRB adalah sektor Listrik, Gas dan Air bersih
yang hanya 0,22%.
Tabel 2.10 Kontributor Pembentukan PDRB Kabupaten Lingga
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005‐2009 (%)
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008* 2009**
1. Pertanian 41,63 40,41 39,26 38,16 37,01
2. Pertambangan & Penggalian 1,58 1,64 1,72 1,77 1,82
3. Industri Pengolahan 15,82 14,16 12,92 11,66 10,73
4. Listrik,Gas & Air Bersih 0,24 0,24 0,23 0,23 0,22
5. Bangunan 5,97 6,98 7,92 8,57 9,12
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 18,71 19,53 20,24 21,18 22,00
7. Pengangkutan & Komunikasi 7,98 8,60 8,95 9,49 9,88
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 3,60 3,79 3,90 3,98 4,13
9. Jasa‐Jasa 4,46 4,66 4,86 4,97 5,09
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: LKPJ‐AMJ Tahun Anggaran 2005‐2010
Keterangan:
*) Angka Perbaikan
**) Angka Sementara
Pengeluaran Rumah Tangga
Salah satu survei yang diselenggarakan BPS setiap tahun dan sangat
dibutuhkan pemerintah sebagai alat monitoring program pembangunan khususnya
bidang sosial adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data yang dicakup
pada kegiatan Susenas ini diantaranya adalah pengeluaran rumah tangga dan
konsumsi rumah tangga yang dibedakan menjadi konsumsi makanan dan bukan
makanan.
Data pengeluaran yang dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan
makanan ini dapat digunakan untuk melihat pola pengeluaran penduduk. Dari data
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
30
pengeluaran (sebagai proksi dari pendapatan) dapat pula dihitung tingkat
ketimpangan pendapatan. Pada kondisi pendapatan terbatas, pemenuhan
kebutuhan makanan akan menjadi prioritas utama sehingga pada kelompok
masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar
pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan
pendapatan maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu
penurunan porsi pendapatan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan
untuk bukan makanan.
Secara umum, pengeluaran rata‐rata perkapita di Kabupaten Lingga
mengalami kenaikan, yaitu dari Rp 347.195 pada tahun 2009 menjadi Rp 367.094
pada tahun 2010. Dari data susenas 2010 tercatat bahwa penduduk Kabupaten
Lingga menghabiskan sekitar 61.36% dari pendapatannya untuk belanja makanan,
angka ini cenderung menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 64.19%.
Sedangkan 38,64% sisanya digunakan untuk belanja non makanan yang jika dilihat
persentasenya cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun.
Distribusi Pendapatan
Salah satu indikator ekonomi makro untuk menilai tingkat ketidakmerataan
(ketimpangan) pendapatan penduduk adalah dengan menggunakan Indeks Gini atau
Gini ratio dan Kriteria Bank Dunia. Semakin kecil indeks Gini maka semakin kecil
ketimpangan distribusi pendapatan. Pada tahun 2010, 40% penduduk yang
berpengeluaran rendah menerima 21.53% dari seluruh pendapatan. Angka ini
meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 21.28. Peningkatan juga terjadi
pada kelompok penduduk berpengeluaran sedang yaitu dari 38.97 menjadi 39.49.
Sedangkan pada kelompok penduduk berpengeluaran tinggi terjadi penurunan
persentase yaitu dari 39.75 pada tahun 2009 menjadi 38.99 pada tahun 2010.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
31
Indeks gini mengalami penurunan yaitu sebesar 0.308 pada tahun 2009
menjadi 0.303 pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa pola distribusi
pengeluaran penduduk cenderung membaik.
Penduduk Miskin
Indikator jumlah danpersentase penduduk miskin merupakan salah satu
indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk. Mengindentifikasi
seseorang dikatakan miskin bukanlah hal yang mudah. Hal ini disebabkan
karakteristik penduduk miskin antar daerah seringkali berbeda. Sementara di sisi
lain, penentuan kriteria penduduk miskin juga menuntut agar keterbandingan antar
daerah dapat dilakukan.
Berdasarkan data yang tersaji dalam table 2.11 ini, jumlah rumah tangga
miskin dan penduduk miskin di Kabupaten Lingga terjadi penurunan, dari 7.026
rumah tangga miskin menurun menjadi 6.810 rumah tangga miskin pada tahun 2009,
begitu juga dengan jumlah penduduk miskin dari 24.352 jiwa turun menjadi 21.417
jiwa pada tahun 2009.
Tabel 2.11 Banyaknya Rumah Tangga Miskin Dan Penduduk Miskin Menurut Kecamatan
Di Kabupaten LinggaTahun 2005‐2009
Kecamatan
Jumlah
Rumah Tangga Miskin Jumlah Penduduk Miskin
2005 2009 2005 2009
1. Singkep Barat 888 711 2.841 2.061
2. Singkep 1.223 1.165 3.750 3.108
3. Lingga 1.430 1.454 4.964 4.593
4. Lingga Utara 1.053 1.009 3.304 3.235
5. Senayang 2.432 2.471 9.493 8.420
Jumlah 7.026 6.810 24.352 21.417
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2008 dan 2009
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
32
b. Kesejahteraan Sosial
Pada fokus kesejahteraan soaial Kabupaten Lingga diukur dengan sejumlah
indikator yang terkait dengan pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial. Bidang
pendidikan, kesehatan dan ekonomi secara langsung terkait dengan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Sejak terbentuknya Lingga menjadi Kabupaten pada tahun 2003 dan
dikeluarkannya nilai IPM tahun 2004, nilai IPM Kabupaten Lingga telah mencapai
67,7. Meskipun tergolong baru, tingkat pencapaian angka IPM tahun 2004 ini telah
memposisikan Kabupaten Lingga pada peringkat ke‐236 dari total sebanyak 434
Kabupaten/Kota Se‐Indonesia.
Gambar 2.5 Nilai IPM Kabupaten Lingga Tahun 2004‐2009
Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kabupaten Lingga Tahun 2008 dan 2009
Jika dilihat pada gambar 2.5 nilai IPM Kabupaten Lingga dari tahun 2004 s.d
2009 meningkat dari 67,7% tahun 2004, meningkat sebesar 69,4% tahun 2005,
meningkat sebesar 69,6% pada tahun 2006, tahun 2007 meningkat sebesar 69,7%, dan
meningkat sebesar 70,4% pada tahun 2008 serta meningkat sebesar 71.05 pada tahun
2009. Peningkatan angka IPM yang sangat signifikan diduga dipengaruhi oleh
meningkatnya penduduk masuk ke Kabupaten Lingga yang berprofesi sebagai pegawai
67.7
69.4 69.6 69.7
70.7471.05
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
33
negeri dan tenaga pegawai daerah lainnya, utamanya dibagian pemerintahan,
pendidikan dan kesehatan. Selain itu, berbagai program pemerintah yang menyentuh
masyarakat sudah mulai digulirkan.
Secara persentase, IPM Kabupaten Lingga meningkat dari tahun ke tahun,
namun secara peringkat terjadi penurunan. Pada tahun 2008 dengan IPM sebesar
70,74. menempatkan Kabupaten Lingga berada pada peringkat lima diantara tujuh
Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan untuk peringkat nasional,
Kabupaten Lingga berada pada peringkat 220 diantara 440 Kabupaten/Kota di
Indonesia, Sedangkan pada tahun 2009 dengan IPM sebesar 71,05 turun satu level ke
peringkat 6 dari tujuh Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, dan untuk nasional berada
pada peringkat 231 dari 497 Kabupaten/Kota di Indonesia. Selengkapnya, IPM
kabupaten Lingga dapat dilihat pada Tabel 2.12 berikut ini.
Tabel 2.12 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota/Propinsi Se‐Kepulauan Riau,
Dan Indonesia, Serta Peringkatnya Tahun 2009
Kabupaten/
Kota/Propinsi
Angka
Harapan
Hidup
(tahun)
Angka Melek
Huruf
(persen)
Rata2 Lama
Sekolah
(tahun)
Rata2
Pengeluaran per
Kapita Riil
Disesuaikan
(Rp 000)
IPM
Peringkat dari
semua kabupaten/
kota/propinsi di
Indonesia
Karimun 69,86 95,19 7,81 636,34 73,15 133
Bintan 69,66 94,50 8,00 644,59 73,66 111
Natuna 68,21 95,92 6,93 615,21 70,11 290
Lingga 70,02 91,11 7,22 625,42 71,05 231
Kep. Anambas 67,23 90,00 5,35 626,35 67,94 393
Batam 70,76 98,85 10,71 648,13 77,51 16
Tanjungpinang 69,56 97,31 9,24 633,65 74,31 88
Prop. Kepri 69,75 96,08 8,96 641,63 74,54 6
Indonesia 69,21 92,58 7,72 631,50 71,76 ‐
Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kabupaten Lingga Tahun 2009
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
34
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Berdasarkan data yang bersumber dari Kabupaten Lingga Dalam Angka
Tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial
yang ada di Kabupaten Lingga sebanyak 981 orang, terbanyak adalah dewasa cacat
yaitu 288 orang, kemudian lansia terlantar berjumlah 249 orang, tuna daksa
sebanyak 131 orang, dan 93 orang penyandang tuna netra.
Berdasarkan sebarannya, Kecamatan Singkep memiliki penyandang masalah
kesejahteraan sosial terbanyak yaitu 307 orang, kemudian Kecamatan Lingga Utara
sebanyak 230 orang, 187 orang di Kecamatan Lingga, Kecamatan Singkep Barat 138
orang dan 119 orang di Kecamatan Senayang.
Angkatan Kerja
Tenaga kerja adalah modal dasar bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah
dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan
berlangsungnya proses demografi. Angkatan Kerja adalah penduduk berumur 15
tahun ke atas yang bekerja, sementara tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.
Penduduk berumur kurang dari 15 tahun meskipun telah melakukan pekerjaan guna
memenuhi suatu kebutuhan hidup tidak dikategorikan sebagai angkatan kerja.
Angkatan kerja merupakan bagian dari aspek demografi penduduk yang mempunyai
kecenderungan bertambah atau menurun sejalan dengan perubahan yang dialami
oleh penduduk itu sendiri. Hal ini terjadi karena faktor alamiah sepeti kelahiran,
kematian maupun perpindahan yang menyebabkan jadi bergesernya pola
kependudukan secara keseluruhan.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
35
Tabel 2.13 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas
Menurut Kegiatan Utama Dan Jenis Kelamin
Uraian Laki ‐ laki Perempuan Lk + Pr
1. Angkatan Kerja 83,44 34,17 57,26
1. Bekerja 79,02 31,03 53,52
2. Mencari Pekerjaan 4,42 3,14 3,74
2. Bukan Angkatan Kerja 16,56 65,83 42,74
1. Sekolah 7,80 4,60 6,10
2. Mengurus Rumah Tangga 4,62 59,63 33,85
3. Lainnya 4,14 1,61 2,79
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009
terdapat 57,26% penduduk angkatan kerja dan 42,74% penduduk bukan angkatan
kerja. Bila dibandingkan berdasarkan jenis kelamin, ditahui bahwa penduduk laki‐laki
yang bekerja sebanyak 79,02% sementara penduduk perempuan yang bekerja
sebanyaj 31,03%.
Berdasarkan Tabel‐2.14, penduduk di Lingga yang bekerja, sebagian besar
bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan (39,54%) dan sektor
Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan (20,34%) . Sementara lapangan kerja
yang paling sedikit dijadikan mata pencaharian oleh penduduk Lingga yaitu sektor
Listrik, gas dan air minum yaitu 0,15%.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
36
Tabel 2.14 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha Dan Jenis Kelamin
Lapangan Usaha Laki‐
Laki Perempuan Lk + Pr
1
. Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
47,59 21,47 39,54
2
. Pertambangan dan Penggalian
5,18 0,55 3,76
3
. Industri Pengolahan
6,96 16,07 9,76
4
. Listrik, Gas dan Air Minum
0,22 0,00 0,15
5
. Konstruksi
5,56 0,00 3,85
6
. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan Dan Hotel
11,91 25,21 16,00
7
. Transportasi, Pergudangan dan komunikasi
6,55 3,57 5,64
8
.
Lembaga Keuangan, Real Estate,Usaha Persewaanan Jasa
Perusahaan 1,11 0,61 0,96
9
. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan 14,91 32,52 20,34
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Dari jenis pekerjaan yang ada di Kabupaten Lingga, wiraswasta adalah yang
paling banyak dijalankan oleh penduduk. Error! Reference source not
found. menunjukkan penduduk yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 4.161
jiwa atau 8,68 % dari keseluruhan jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Lingga.
Kemudian diikuti oleh jenis pekerjaan sebagai buruh/nelayan perikanan sebanyak
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
37
3.989 jiwa atau 8,32 % dari keseluruhan jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten
Lingga.
Tabel 2.15 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan Di Kabupaten Lingga Tahun 2009
(Penduduk Usia Kerja/Usia 15 Tahun Ke Atas)
No Jenis Pekerjaan Jumlah Prosentase
1 Wiraswasta 4.161 8,68
2 Buruh/ Nelayan Perikanan 3.989 8,32
3 Nelayan/ Perikanan 3.687 7,69
4 Buruh Harian Lepas 2.049 4,27
5 Karyawan Swasta 981 2,05
6 Pegawai Negeri Sipil 639 1,33
7 Guru 575 1,20
8 Karyawan Honorer 525 1,10
9 Petani/ Pekebun 437 0,91
10 Pembantu Rumah Tangga 437 0,91
11 Lainnya 30.456 63,53
Jumlah 47.936 100,00
Sumber: Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Lingga Tahun 2009
Pendidikan yang ditamatkan
Tingkat pendidikan yang ditamatkan merupakan ukuran kualitas sumber
daya manusia yang selanjutnya dapat dijadikan ukuran keberhasilan baik dari sudut
sosial maupun ekonomi.
Di Kabupaten Lingga persentase penduduk berusia 15 tahun keatas yang
menamatkan hingga ke jenjang SLTP sampai perguruan tinggi hanya sebesar 36%.
Tingkat pendidikan penduduk di dominasi oleh tamatan SD/MI dan SMU/MA/SMK
yaitu masing‐masing sebesar 30,13% dan 20,90%. Hal ini dapat dilihat padaTabel
2.16 . berikut ini.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
38
Tabel 2.16 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi
Yang Ditamatkan Dan Jenis Kelamin, 2009 (%)
Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan Laki‐Laki Perem‐puan
Laki‐Laki +
Perempuan
Tidak/belum pernah bersekolah
Tidak/belum tamat SD
SD/MI
SMP/MTs
SMU/MA/SMK
Akademi/universitas
9,72
19,21
29,78
14,09
23,55
3,67
22,45
16,85
30,51
9,77
18,00
2,43
15,80
18,08
30,13
12,02
20,90
3,08
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kabupaten Lingga Tahun 2009
Kesehatan
Pembangunan bidang kesehatan di kabupaten Lingga bertujuan agar semua
lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata dan
murah. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan
masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata dan murah.
Dengan tujuan tersebut diharapkan akan meningkatkan derajat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pembangunan kesehatan juga memuat mutu
dan upaya kesehatan dengan menciptakan akses pelayanan kesehatan dasar yang
didukung oleh sumberdaya yang memadai.
Sarana dan Tenaga Kesehatan
Pembangunan tersebut diarahkan kepada peningkatan fasilitas kesehatan dan
akses pelayanan kesehatan dasar yang didukung oleh sumber daya yang memadai,
seperti rumah sakit, puskesmas, tenaga kesehatan dan ketersediaan obat. Jika
dilihat pada Tabel 2.17 bahwa pada tahun 2009 jumlah sarana kesehatan yang
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
39
terdapat di Kabupaten Lingga terdiri dari: Rumah Sakit 1 buah, Puskemas sebanyak 7
buah, Puskesmas Pembantu sebanyak 36 buah, Puskesmas Keliling sebanyak 7 buah,
dan polindes 45 buah. Satu‐satunya Rumah Sakit yang ada Di Kabupaten Lingga
terdapat di Kecamatan Lingga, sedangkan untuk Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu, serta polindes sudah tersebar di masing‐masing Kecamatan.
Tabel 2.17 Banyaknya Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,
Balai Pengobatan/Klinik, Dan Polindes Menurut Kecamatan Tahun 2006‐2009
Kecamatan
Rumah
Sakit
Puskesmas Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Balai Pengobatan Polindes
Singkep Barat ‐ 1 7 1 ‐ 7
Singkep ‐ 2 4 3 ‐ 4
Lingga 1 1 12 1 ‐ 10
Lingga Utara ‐ 1 6 ‐ ‐ 6
Senayang ‐ 2 7 2 ‐ 18
2009 1 7 36 7 ‐ 45
2008 1 5 37 9 ‐ 44
2007 1 5 39 2 ‐ 43
2006 1 5 35 3 ‐ 44
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Untuk menunjang sarana kesehatan yang ada, diperlukan tenaga kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhannya, Jumlah tenaga kesehatan dari tahun ke tahun
terjadi peningkatan. Hal ini untuk mengakomodir pemenuhan kebutuhan kesehatan
yang semakin meningkat, dengan diikuti meningkatnya sarana kesehatan. Tenaga
kesehatan tersebut terdiri dari dokter dan paramedis, dokter yang tersedia sebanyak
31 orang, terdiri dari dokter umum 18 orang, dokter gigi sebanyak 10 orang dan
spesialis 3 orang, sedangkan paramedis terdiri dari perawat (163 orang), Perawat
Gigi (6 orang), AA (3 orang), sanitasi (4 orang), dan Bidan (72 orang).
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
40
Tabel 2.18 Banyaknya Dokter Dan Paramedis Menurut Kecamatan Tahun 2006‐2009
Kecamatan Dokter Paramedis
Spesialis Umum Gigi Perawat Perawat Gigi AA Sanitasi Bidan
Singkep Barat ‐ 2 3 17 ‐ 1 ‐ 10
Singkep ‐ 7 2 57 2 1 ‐ 22
Lingga 3 5 1 58 1 1 2 14
Lingga Utara ‐ 2 1 10 1 ‐ ‐ 10
Senayang ‐ 2 3 21 2 ‐ 2 16
2009 3 18 10 163 6 3 4 72
2008 ‐ 7 8 133 3 3 1 48
2007 ‐ 13 7 99 3 2 1 48
2006 6 8 4 96 3 1 2 31
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Lingga Tahun 2009
Pekerjaan Umum
Semakin meningkatnya usaha pembangunan, maka akan pula menuntut
peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas penduduk dan
memperlancar lalu lintas barang dari suatu daerah ke daerah lain. Panjang jalan dan
jalan yang diaspal di Kabupaten Lingga terjadi peningkatan, pada tahun 2009
panjang jalan yaitu 504,65 km, dimana tahun sebelumnya hanya 488,6 km.
Sedangkan jalan yang diaspal sebesar 46,70% pada tahun 2009 dari total panjang
jalan yang ada, dan tahun sebelumnya sebesar 46,56%.
Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
41
Table 2.19 Panjang Jalan Dirinci Menurut Kecamatan Dan Status Jalan Tahun 2007‐2009
Kecamatan
Status Jalan Jumlah
Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Panjang Jalan Persentase
2009 2008 2007 2009 2008 2007 2009 2008 2007 2009 2008 2007 2009 2008 2007
Singkep Barat ‐ ‐ 39,50 22,4 22,4 4,00 82,47 77,22 36,90 104,87 99,62 80,40 20,78 20,38 12,09
Singkep 25,7 25,7 23,10 18 18 25,60 76,5 76,2 123,60 120,2 119,9 172,3 23,82 24,53 25,90
Lingga 15,9 13,9 ‐ 45,1 45,1 18,90 86,29 79,99 275,55 147,29 138,99 294,45 29,19 28,43 44,26
Lingga Utara 12,8 12,8 61,70 ‐ ‐ ‐ 74,89 72,89 11,80 87,69 85,69 73,50 17,38 17,53 11,05
Senayang ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 44,6 44,6 44,60 44,6 44,6 44,60 8,84 9,12 6,70
Jumlah 54,4 52,4 124,30 85,5 85,5 48,50 364,75 350,9 492,35 504,65 488,8 665,25 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2008 dan 2009
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
42
Table 2.20 Panjang Jalan Dirinci Menurut Kecamatan Dan Kondisi Akhir Tahun 2008‐2009
Kecamatan
Kondisi Jumlah
Baik Sedang Rusak Rusak
2008 2009 2008 200
9 2008 2009 2008 2009 2008 2009
Singkep Barat 17,05 29,5 ‐ ‐ 53,06 48,86 7,11 4,1 77,22 82,46
Singkep 52,64 52,94 ‐ ‐ 19,17 19,17 4,39 4,39 76,20 76,50
Lingga 53,46 67,16 ‐ ‐ 16,54 17,34 9,99 1,79 79,99 86,29
Lingga Utara 5,6 13,5 ‐ ‐ 27,4 27 39,89 34,39 72,89 74,89
Senayang ‐ 4 ‐ ‐ 10 10 34,6 30,6 44,60 44,60
Jumlah 128,75 167,
1
‐ ‐ 126,1
7
122,3
7
95,98 75,2
7
350,9
0
364,7
4
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2008 dan 2009
Perhubungan
Angkutan laut merupakan sarana perhubungan yang sangat vital dan strategis bagi
masyarakat Kabupaten Lingga sebagai daerah kepulauan. Oleh karena itu, maka
pembangunan di bidang pelayaran terus ditingkatkan dan diperluas termasuk
penyempurnaan manajemen dan dukungan fasilitas pelabuhan. Di Pelabuhan Dabo
Singkep, angkutan barang luar negeri yang dimuat pada tahun 2010 mencapai 853.935
ton. Berbeda dengan angkutan barang antar pulau, maka pada tahun 2010 barang yang
dibongkar pada angkutan antar pulau tercatat sebesar 105.078 ton.
Tabel 2.21 Nama Pelabuhan Laut Menurut Kelas Dan Peranannya
Pelabuhan Laut Kelas Peranannya
Dabo Singkep Kanpel Kelas IV Umum
Sungai Buluh Satuan Kerja Umum
Penuba Satuan Kerja Umum
Daik Lingga Satuan Kerja Umum
Kuala Raya Satuan Kerja Umum
Pulau Mas Pos Kerja Umum
Senayang Kanpel Kelas V Umum
Pancur Satuan Kerja Umum
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
43
Selain angkutan laut, terdapat juga angkutan udara. Lalu lintas pesawat dan
penumpang dari dan ke Kabupaten Lingga melalui Bandara Dabo Singkep tahun 2010
terlihat cukup berfluktuasi. Jika dilihat selama tahun 2010 lonjakan penumpang yang
datang dan berangkat dari Bandara Dabo Singkep terjadi pada bulan Januari. Untuk
bongkar muat bagasi, barang, dan pos paket perkembangannya juga bervariasi.
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
Dalam mengembangkan usahanya koperasi menghadapi kendala utama yang
bersifat internal yaitu kelemahan dalam permodalan. Sebagaimana diketahui modal
secara otonomi adalah sebagai “darah” yang akan mendorong sumber daya ekonomi
lainnya dalam kegiatan usaha. Oleh karena itu pengembangan permodalan bagi koperasi
harus diprioritaskan, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar koperasi.
Jumlah koperasi tahun 2010 sebanyak 67 unit, dengan rincian11 KUD dan 56 Non
KUD, sedangkan jumlah anggota koperasi sebanyak 1.243 orang untuk KUD dan 3.705
orang untuk Non KUD.
Gambar 2.6 JUMLAH KOPERASI MENURUT JENIS TAHUN 2010
Sumber: Data dalam angka Kab. Lingga, 2011
KUD16% Koperasi
Perikanan3%
Koperasi Serba Usaha39%
Koperasi Lainnya42%
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
44
Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat
Daerah, Kepegawaian dan Persandian Pemerintah Daerah Kabupaten Lingga dibentuk berdasarkan Undang‐Undang Nomor
31 Tahun 2003 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan
Riau. Secara Administrasi, maka Kabupaten Lingga terdiri dari 5 kecamatan dengan rincian
sebanyak 57 desa/kelurahan dan 6 diantaranya adalah berstatus kelurahan. Dan
kecamatan yang termasuk wilayah Kabupaten Lingga adalah Singkep Barat, Singkep,
Lingga, Lingga Utara, dan Senayang. Dengan dijadikannnya Kabupaten Lingga sebagai
daerah otonom, maka kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lingga adalah
mencakup seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang Politik Luar
Negeri, Pertahanan Keamanan, Yuridis, Moneter dan Fiskal Nasional, Agama, serta
kewenangan di bidang lain seperti kebijakan perencanaan nasional dan pengendalian
pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi
negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan di bidang Sumber Daya Manusia
(SDM), pendayagunaan SDM dan Sumber Daya Alam (SDA) serta teknologi tinggi yang
strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
2.3.1. Perkebunan
Urusan pilihan merupakan urusan pemerintah yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan yang ada di Kabupaten Lingga salah satunya adlah
perkebunan.
Produksi perkebunan pada tahun 2010 mencapai 16.160,96 ton. Produksi tertinggi
didominasi oleh sagu sebesar 10.812,98 ton, kemudian diikuti karet sebesar 4.071,40 ton.
Data perkebunan Kabupaten Lingga dapat pada 0 berikut ini:
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
45
25%
8%
0%67%
Karet
Kelapa
Lada
Sagu
Gambar 2.8 JUMLAH PRODUKSI PERKEBUNANAN MENURUT KOMODITI
DI KABUPATEN LINGGA, 2010 (TON)
Sumber: Data dalam angka Kab. Lingga, 2011
Perindustrian
Pembangunan di sektor industri adalah merupakan upaya dalam meningkatkan
nilai tambah, menciptakan lapangan usaha, memperoleh kesempatan kerja, menyediakan
barang dan jasa yang bermutu dengan harga yang bersaing di dalam negeri dan luar
negeri, meningkatkan ekspor guna menunjang pembangunan daerah dan sektor‐sektor
pembangunan lainnya serta mengembangkan kemampuan teknologi
Industri pengolahan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri besar, industri
sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga. Pada tahun 2009 jumlah
industri rumah tangga sebanyak 53 usaha, bertambah dibandingkan tahun 2008 yang
hanya 51 usaha. Hal yang sama juga terlihat pada industri kecil yang semula terdapat 79
usaha pada tahun 2008 naik menjadi 81 usaha pada tahun 2009. Untuk industri besar
sedang juga mengalami peningkatan yang semula sebanyak 6 usaha menjadi 10 usaha
pada tahun 2009. Peningkatan jumlah usaha di masing‐masing kelompok ini tentunya
akan berpengaruh positif terhadap peningkatan keterserapan tenaga kerja.
Pembangunan industri diharapkan dapat berperan dalam pembangunan selama lima
tahun kedepan dengan memaksimalkan sumber daya alam yang ada di Kabupaten Lingga
diolah dengan sistem industrilisasi.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
46
0 10 20 30 40
Singkep BaratSingkepLingga
Lingga UtaraSenayang
Singkep Barat
Singkep Lingga Lingga Utara Senayang
Industri Besar Sedang 3 5 3 1 1
Industri Kecil 15 36 18 11 7
Industri Rumah Tangga 10 18 13 8 7
Chart Title
Gambar 2.13 JUMLAH INDUSTRI MENURUT KATEGORI DAN KECAMATAN
KABUPATEN LINGGA 2010
Sumber: Data dalam Angka Kab. Lingga, 2011
2.4. Aspek Ekonomi Daerah
Daya saing daerah merupakan salah satu aspek tujuan penyelenggaraan
otonomi daerah sesuai dengan potensi, kekhasan, dan unggulan daerah. Suatu
daya saing (competitiveness) merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan
pembangunan ekonomi yang berhubungan dengan tujuan pembangunan daerah
dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan.
a. Kemampuan Ekonomi Daerah
Tinjauan terhadap kemampuan ekonomi daerah bertujuan untuk
mengetahui kualitas pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin baik kualitas
pertumbuhan maka semakin tinggi pula daya saing daerah tersebut.
Data‐data perkembangan PDRB, khususnya sektor pertanian dan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran menunjukkan daya saing daerah ini pada
kedua sektor tersebut. Daya saing ini semakin diperkuat dengan telah
mapannya peran industri pengolahan untuk selanjutnya terus dikembangkan
guna membangun keterkaitan antar sektor yang lebih kokoh.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
47
PDRB Perkapita dan Pendapatan Perkapita
Peningkatan PDRB dan pendapatan per kapita menjadi salah satu ukuran dalam
pencapaian tingkat kemakmuran masyarakat disuatu wilayah jika data tersebut disajikan
secara berkala. PDRB Perkapita dan pendapatan perkapita Kabupaten Lingga dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan, baik itu atas dasar harga berlaku maupun atas dasar
harga konstan tahun 2000.
Pada tahun 2005 PDRB perkapita atas dasar harga berlaku sebesar Rp
7.396.861,14 meningkat menjadi Rp. 10.268.877,17 pada tahun 2009, sedangkan atas
dasar harga konstan, dari Rp. 5.213.480,29 meningkat menjadi Rp. 6.283.218,39 (20,52%).
Begitu juga dengan Pendapatan perkapita dari Rp.6.762.210,45 menjadi Rp. 9.387.807,51
atau meningkat sebesar 38.83%. Sedangkan atas dasar harga konstan 2000, dari Rp.
4.766.163,68 meningkat menjadi Rp. 5.744.118,25.
Tabel 2.24 PDRB Dan Pendapatan Perkapita Tahun 2005‐2009 (Juta Rupiah)
Rincian Harga Berlaku Harga Konstan Thn
2000
I . PDRB per Kapita
2005 7.396.861,14 5.213.480,29
2006 7.869.963,35 5.393.411,38
2007 8.534.184,24 5,705.821,76
2008* 9.491.060,69 5.985.995,59
2009* 10.268.877,17 6.283.218,39
II. Pendapatan per Kapita
2005 6.762.210,45 4.766.163,68
2006 7.194.720,49 4.930.656,68
2007 7.801.951,23 5.216.262,25
2008* 8.676.727,68 5.472.397,17
2009* 9.387.807,51 5.744.118,25
Sumber: LKPJ‐AMJ Tahun Anggaran 2005‐2010
Keterangan:*) Angka Estimasi
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
48
0
2,500,000
5,000,000
7,500,000
10,000,000
12,500,000
15,000,000
17,500,000
20,000,000
22,500,000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
b. Fasilitas Wilayah/Infrastuktur
Sarana dan prasarana merupakan aspek yang sangat penting dalam mengelola
suatu kawasan perkotaan. Ketersediaan sarana dan prasarana perkotaan sangat
menentukan dalam pengembangan suatu kota. Sarana perkotaan meliputi infrastuktur
jalan, jaringan listrik, air bersih, serta jaringan utilitas lainnya. Kondisi sarana dan
prasarana di Kabupaten Lingga saat ini masih perlu ditingkatkan untuk meningkatkan
daya saing Kabupaten Lingga.
Infrastuktur Jalan
Jalan merupakan salah satu prasarana pengangkutan darat yang penting untuk
memperlancar kegiatan sektor perekonomian. Dengan semakin meningkatnya usaha
pembangunan, maka akan pula menuntut peningkatan pembangunan jalan untuk
memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari suatu daerah
ke daerah lain. Panjang jalan di Kabupaten Lingga pada tahun 2010 mencapai 504,65 km.
Pada tahun tersebut jalan yang diaspal sebesar 46,7% dari total panjang jalan yang ada.
Listrik
Sebagian besar kebutuhan listrik di Kabupaten Lingga dipenuhi oleh PT. Perusahaan
Listrik Negara (PLN). Pada tahun 2010 jumlah mesin ada 23 unit dengan daya
terpasangnya sebesar 7.560 kwh dengan produksi listrik yang dihasilkan sebesar
19.675.380 kwh. Kebutuhan listrik Kabupaten Lingga dipenuhi oleh PT. PLN Cabang
Tanjungpinang.
Gambar 2.16 JUMLAH PRODUKSI LISTRIK PADA PT.PLN TAHUN 2001‐2010 (KWH)
Sumber: Data dalam Angka Kab. Lingga, 2011
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
49
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Daik
Dabo
Air Minum
Ketersediaan air minum yang sehat sangat dibutuhkan masyarakat. Seperti pada
tahun sebelumnya, pada tahun 2010 jumlah perusahaan air minum di Kabupaten Lingga
mencapai dua perusahaan. Untuk jumlah tenaga kerja yang berkerja di kedua perusahaan
tersebut ada sebanyak 20 orang. Seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat akan air
minum yang bersih dan sehat, jumlah air minum yang telah di distribusikan tahun 2010
sebanyak 248.640 meter kubik dengan pelanggan sebanyak 994 orang di PDAM Cabang
Daik sementara di PDAM cabang Dabo didistribusikan sebanyak 458.168 meter kubik
dngan pelanggan sebanyak 2.236 orang.
Gambar 2.17
KAPASITAS PRODUKSI AIR MINUM DI PERUSAHAAN AIR MINUM
MENURUT BULAN TAHUN 2010(M3)
Sumber: Data dalam Angka Kab. Lingga, 2011
Dalam memenuhi kebutuhan air minum yang sehat yang dibutuhkan masyarakat.
Kabupaten Lingga memiliki dua perusahaan daerah air minum, yaitu Perusahaan Daerah
Air Minum Cabang Dabo Singkep, dengan kapasitas produksi sebanyak 320.591 M3 dan
Perusahaan Daerah Air Minum Cabang Daik Lingga dengan kapasitas produksi sebanyak
196.380 M3.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
50
Tabel 2.25 Banyaknya Kapasitas Produksi Air Minum Dan Tenaga Kerja
Di Perusahaan Daerah Air Minum Cabang Daik Lingga Tahun 2008‐2009
Uraian Jumlah
2008 2009
01. Kapasitas Produksi (M3) 178.668 M3 196.380 M3
02. Jumlah Tenaga Kerja 12 12
‐ Pekerja Teknis 6 6
‐ Pekerja Administrasi 3 3
‐ Tenaga Keamanan 3 3
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2008 dan 2009
Tabel 2.26 Banyaknya Kapasitas Produksi Air Minum Dan Tenaga Kerja
Di Perusahaan Daerah Air Minum Cabang Dabo Singkep Tahun 2009
Uraian Jumlah
01. Kapasitas Produksi (M3) 320.591
02. Jumlah Tenaga Kerja 13
‐ Pekerja Teknis 6
‐ Pekerja Administrasi 7
‐ Tenaga Keamanan ‐
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat atas air minum yang bersih dan sehat,
jumlah air minum yang telah di distribusikan tahun 2009 sebanyak 194.240 meter kubik
dengan pelanggan sebanyak 780 orang di PDAM Cabang Daik sementara di PDAM Cabang
Dabo didistribusikan sebanyak 429.933 meter kubik dngan pelanggan sebanyak 2.046
orang.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
51
Tabel 2.27 Banyaknya Air Minum Yang disalurkan Menurut Kategori Pelanggan
Di Perusahaan Daerah Air Minum Cabang Daik Lingga Tahun 2008‐2009
Kategori Pelanggan Jumlah (M3)
2008 2009
01. Rumah Tangga (Tempat Tinggal), Instansi/Kantor Pemerintah 152.208 159.140
02. Hotel/Objek Wisata, Toko, Industri, Perusahaan 24.960 30.600
03. Badan Sosial, Rumah Sakit, Rumah Ibadah 1.500 4.500
04. Sarana Umum ‐
05. Hydran Pelabuhan ‐
10. Lainnya ‐
Jumlah 178.668 194.240
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2008 dan 2009
Tabel 2.28 Banyaknya Air Minum Yang Disalurkan Menurut Kategori Pelanggan
Di Perusahaan Daerah Air Minum Cabang Dabo Singkep Tahun 2009
Kategori Pelanggan Jumlah (M3)
Rumah Tangga (Tempat Tinggal), Instansi/Kantor Pemerintah 318.585 354.118
Hotel/Objek Wisata, Toko, Industri, Perusahaan 40.982 41.703
Badan Sosial, Rumah Sakit, Rumah Ibadah 27.560 34.112
Sarana Umum ‐
Hydran Pelabuhan ‐
Lainnya ‐
Jumlah 387.127 429.933
Sumber: BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka Tahun 2009
Pos dan Telekomunikasi
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa kegiatan pengiriman dan
penerimaan benda‐benda pos, seperti surat menyurat, paket pos, wesel, giro, dan
tabungan, telah didukung dengan keberadaan Kantor Pos. Pada tahun 2009 Surat tercatat
yang dikirim sebanyak 487 surat. Surat kilat khusus yang diterima dan dikirim masing‐
masing sebanyak 5.307 dan 5.771 surat. Sedangkan jumlah paket pos diterima sebanyak
343 paket dan dikirim sebanyak 230 paket.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
52
c. Sumber Daya Manusia
Tinjauan terhadap tingkat pendidikan sumber daya manusia dalam konteks daya
saing daerah menunjukkan bahwa pada saat ini kualitas sumber daya manusia Kabupaten
Lingga masih perlu banyak peningkatan. Beban rasio tanggungan penduduk (Dependensy
Ratio) dapat digunakan sebagai indikator daya saing suatu daerah. Tingginya angka beban
tanggungan menyimpulkan tingginya juga faktor penghambat pembangunan ekonomi,
karena penduduk yang produktif harus menopang kehidupan yang tidak produktif. Usia
tidak produktif adalah usia antara 0–14 dan 65 tahun keatas, jumlah penduduk tidak
produktif Kabupaten Lingga adalah 35.134 orang. Sedaangkan usia produktif Kabupaten
Lingga adalah 51.110 (15‐55 tahun. Rasio ketergantungan diketahui dari umur produktif
dibagi dengan usia tidak produktif. Rasio ketergantungan Kabupaten Lingga adalah 1,5
orang atau 2 orang. Rasio tanggungan Kabupaten Lingga yaitu 2 orang produktif
menanggung 1 orang tidak produktif. Dengan angka beban tanggungan yang cukup
rendah ini maka daya saing daerah sebenarnya relatif lebih baik. Penguatan daya saing
pada sisi sumber daya manusia adalah dengan mengoptimalkan kualitas penduduk usia
produktif melalui program pelatihan dan pendidikan agar lebih siap masuk dalam
lapangan kerja yang membutuhkan tingkat keterampilan yang tinggi.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
53
BAB III
METODOLOGI PENDEKATAN
3.1. UMUM
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan oleh BAPPEDA Kabupaten Lingga
mengenai potensi sumberdaya lahan dan perkebunan karet yang dimiliki oleh
Kabupaten Lingga bahwa jumlah perkebunan seluas sebesar 10.216,95 Ha ,
dengan rata rata produksi 849,24 Kg/Ha adalah sangat potensial bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lingga, untuk menunjang hal ini untuk itu
perlu ada kajian studi kelayakan mengenai pembangunan Pabrik Komoditi
Perkebunan Karet . Hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah dalam
pengembangan dan untuk menaikkan nilai karet serta untuk menarik minat
investor untuk berinvestasi.
Feasibility Study (studi kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi
Perkebunan Karet perlu perencanan matang. Nantinya diharapkan dapat memuat
data tentang kelayakan dari pembangunan pabrik karet terutama dilihat dari
aspek ekonomisnya, dan juga melalui hasilkajian ini diharapkan dapat diambil
langkah ataupun kebijakan bagi pemerintah dalam pengembangan perkebunan
karet di Kabupaten Lingga. Adapun Metodologi pendekatan studi kelayakan ini
dapat disusun dalam tahapaan kegiatan sebagai berikut
• Tahap I : Pendahuluan
• Tahap II : Survey dan Penyelidikan Lapangan
• Tahap III : Analisis dan Studi Kelayakan
• Tahap IV : Penyusunan Laporan Dan Diskusi
Secara garis besar Pendekatan Metodologi yang disusun, dapat dilihat pada
Gambar 3‐1.
PPPEEENNNDDDEEEKKKAAATTTAAANNN MMMEEETTTOOODDDOOOLLLOOOGGGIII
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
54
Gambar 3‐1 Bagan Alir Rencana Pelaksanaan Pekerjaan
BAGAN ALIR PELAKSANAAN PEKERJAAN
Persiapan
Program Kerja
Mobilisasi SDM
Penyiapan Bahan & Alat
Penyiapan Form Isian / Kuesioner
Orientasi Lapangan
Pengumpulan Data Sekunder dan Peta‐peta Penunjang
Diskusi
Pembahasan
Survey Hidrologi/Banjir
Survey Topografi lokasi
Survey Sosial Ekonomi
Survey Lingkungan
Diskusi
Pembahasan
Analisa Data :Aspek Produk/Perkebunan Karet Aspek Pasar dan Pemasaran Aspek Teknis dan Teknologis
Aspek Organisasi dan Manajemen Aspek Keuangan
Aspek Sosial dan Ekonomi Aspek Dampak Lingkungan
Aspek Hukum
PenyusunanKonsep Studi Kelayakan
Finalisasi Laporan
Diskusi
Pembahasan
Laporan
Pendahuluan
Laporan
Antara
Konsep
Laporan Akhir
Laporan Akhir
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
55
BAB IV
4.1. Umum
Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Hevea braziliensis.
Tanaman karet mula‐mula ditemukan di lembah‐lembah sungai Amazone (Brazil).
Ketika Christophel Columbus menemukan benua Amerika pada tahun 1476, dia
tercengang melihat penduduk setempat (suku Indian) bermain bola dengan
menggunakan suatu bahan yang dapat memantul bila dijatuhkan ke tanah. Bola
tersebut terbuat dari campuran akar, kayu, rumput, dan bahan (lateks) yang
kemudian dipanaskan diatas api dan dibulatkan menjadi bola. Jauh sebelum
tanaman karet ini populer, penduduk asli diberbagai tempat seperti Amerika
Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga menghasilkan
getah. Getah ini dihasilkan dari tanaman Castillaelastica (family moraceae).
Tanaman tersebut tidak dimanfaatkan lagi karena kalah tenar dibandingkan
tanaman karet. Di Indonesia sendiri tanaman karet dicoba dibudidayakan pada
tahun 1876 di ditanam pertama kali di Kebun Raya Bogor.
Gambar 4.1 Pohon Tanaman Karet
PPPRRROOODDDUUUKKKSSSIII PPPEEERRRKKKEEEBBBUUUNNNAAANNN KKKAAARRREEETTT
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
56
Tanaman karet dapat tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon
dewasa bisa mencapai 15 ‐ 25 meter. Batangnya biasanya tumbuh lurus dan
memiliki percabangan diatas. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan
tangkai anak daun. Panjang tangkai anak daun utama 3 ‐ 20 cm. Panjang tangkai
anak daun 3 ‐ 10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Anak daun berbentuk
eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Biji karet
terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji biasanya ada 3 ‐ 6 buah sesuai
dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dan memiliki kulit yang keras. Warnanya
coklat kehitaman dengan bercak‐bercak berpola yang khas. Tanaman karet adalah
tanaman dengan sifat dikotil sehingga akar tanaman ini merupakan akar tunggang.
Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar.
Secara lengkap, struktur botani tanaman karet tersusun sebagi berikut
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphobiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea braziliensis
Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebagai respon terhadap kondisi lingkungan
yang kurang menguntungkan (kekurangan air/kemarau). Daun ini akan tumbuh kembali
pada awal musim hujan.
Budidaya tanaman karet memerlukan persyaratan tumbuh sebagai berikut:
o Tinggi tempat 0 ‐ 200 meter diatas permukaan laut
o Curah hujan 1.500 ‐ 3.000 mm/tahun
o Bulan kering kurang dari 3 bulan
o Kecepatan angin maksimum kurang atau sama dengan 30 km/jam
o Kemiringan tanah kurang dari 10%
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
57
o Tekstur tanah terdiri dari lempung berpasir dan liat berpasir
o Batuan di permukaan maupun di dalam tanah maksimum 15%
o pH tanah berkisar 4,3 ‐ 5,0 (kondisi asam ya…)
o Drainase tanah sedang
Tanaman karet memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan komoditas lainnya,
yaitu:
o Dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu
dipanen hasilnya meskipun tanah tidak subur
o Mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada
daerah lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk
menanggulangi lahan kritis.
o Dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakan.
Prospek harganya juga cukup baik walaupun sering berfluktuasi/tidak stabil.
4.2. Produksi Perkebunan Karet
Dari perkembangan karet sebagai komoditi ekspor yang menjanjikan terlihat
peningkatan produksi karet di Indonesia. Begitu juga Kapupaten Lingga yang terus
mengikuti perkembangan bisnis karet Indonesia. Potensi yang ada untuk
perkebunan karet cukup besar, dari luas seluruh perkebunan Kabupaten Lingga ,
sekitar 25 % luas perkebunan karet yaitu 10.216.95 Ha (data statistic Kabupaten
Lingga 2012) , dengan rata‐rata produksi 849.24 Kg /ha . pengembangan
perkebunan karet difokuskan pada beberapa daerah yaitu Lingga utara,
Kecamatan Singkep, Singkep Barat dan Senayang.
Produksi karet dari perkebunan yang dihasilkan berpengaruh pada bagaimana
pengolahan yang akan dilakukan, rencana pengolahan akan dilakukan dengan
melakukan pengelolahan sendiri dengan merencanakan pembanguna pabrik karet
sendiri di Kabupaten Lingga.
Produksi Perkebunan Karet adalah berupa getah pohon karet (Hevea brasiliensis)
yang disebut lateks kebun, kemudian lateks tersebut diolah dengan beberapa
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
58
tahap pengolahan sehingga akan dihasilkan lateks kebun yang bersih sebagai
bahan baku barang‐barang seperti sol sepatu, material karet yang tahan banting.
Kabupaten Lingga yang mempunyai potensi perkebunan karet yang cukup luas
dengan mempunyai data hasil produksi pohon Karet berdasarkan daerah
perkebunan karet di Kabupaten Lingga seperti di bawah ini :
Tabe 4.1 Data hasil Produksi Karet Kabupaten Lingga berdasarkan daerah Perkebunan tahun 2010
Kecamatan Singkep
Barat
Singkep Lingga Lingga Utara Senayang
Produksi
Karet (ton)
1439.22 1898.o1 481.45 147.58 105.14
Dari tabel diatas terlihat daerah produksi karet terbanyak adalan Kecamatan
Singkep dengan jumlah prodiksi sebesar 1898.01 ton. Berdasarkan pengamatan di
lapangan bahwa daerah Singkep mempunya luas area perkebunan karet cukup
besar yaitu…..., tersebar di Jagoh dan Marok Tua.
Gambar 4.2 Perkebunan Karet di Jagoh Singkep
Perkebunan Karet di Marok Tua lebih banyak dari pada di Dearah Jagoh,
berdasarkan peta tata ruang Wilayah Kabupaten Lingga , Marok Tua memang
diperuntukan untuk perkebunan Karet, sehingga masyarakat ini lebih banyak yang
mempunya mata pencaharian sebagai petani Karet.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
59
Gambar 4.3. Perkebunan Karet di Marok Tua
4.3. Spesifikasi Hasil Perkebunan
Sistem produksi karet Kabupaten Lingga dilakukan dengan cara pengumpulan
lateks dikebun (TPH) oleh para petani yang kemudian akan dikumpulkan
pada Tengkulak yang kemudian di jual ke pabrik. Bahan baku lateks akan
tersed ia set iap har i karena penyadapan se la lu di lakukan set iap
har i . Sumber bahan baku industri karet berasal dari perkebunan karet
baik Perkebunan Rakyat, bahan baku yang dihasilkan (lateks) biasanya
langsung diolah di pabrik sendiri atau dikirim ke pabrik yang se induk ,
sedangkan untuk prosesor yang t idak memi l ik i kebun harus
berusaha untuk mendapatkan bahan baku dari perkebunan karet rakyat,
baik melalui pembelian langsung ataupun melalui lelang yang diadakan pada
waktu‐waktu tertentu
Pada perkebunan besar hal ini tidak begi tu menjadi masalah. Bahan
baku yang berasa l dar i perkebunan karet rakyat yang biasanya
sangat bervariasi kualitasnya.
Untuk menjaga kualitas dan kontinuitas bahan baku, maka harus
dilakukan pengawasan pada tiap penyadap. Dari hasil penyadapan, dapat
ditentukan.
1. Bobot atau isi lateks
Penyadap menuangkan lateks dari ember‐ember pengumpul ke dalam
ember embe r t a k a r a n me l a l u i s e b u a h s a r i n g a n k a s a r
d e n g a n u k u r a n l u b a n g 2 mm ,maksudnya untuk menahan lump
yang terjadi karena prakoagulasi.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
60
2. Kadar Karet Kering (KKK)
Penentuan kadar karet kering (KKK) sangat penting dalam usaha
mencegahterjadinya kecurangan para penyadap.
Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas
yang baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks di
Kabupaten Lingga , adalah sebagai berikut.
- Faktor dari kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain‐lain).
- Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim
kemarau keadaan lateks tidak stabil).
- Alat‐alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan
(yang baik terbuatdari aluminium atau baja tahan karat).
- Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu).
- Kualitas air dalam pengolahan.
- Bahan‐bahan kimia yang digunakan.
- Komposisi lateks.Untuk mengetahui susunan bahan‐bahan yang terkandung
dalam lateks dapat dilihat pada table 4.2.
Tabel 4.2 Kandungan Lateks Segar yang dikeringkan
Sumber: Hasil Laboraorium tahun 2010
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa
cairan,tetapi setelah kira kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya
Bahan Lateks segar (%) Lateks yang dikeringkan
Kandungan Karet 35.62 88.28
Resin 1.65 4.10
Protein 2.03 5.04
Abu 0.70 0.84
Zat gula 0.34 0.84
Air 59.62 1.00
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
61
membentuk gumpalan karet atau yang lebih dikenal dengan istilah prakoagulasi.
Penyebab terjadinya prakoagulasiantara lain sebagai berikut:
1. Penambahan asam
Penambahan asam organik ataupun anorganik mengakibatkan turunya
pHlateks sehingga lateks kebun membeku.
2. Mikroorganisme
Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme,mikroorganisme banyak terdapat dilingkungan perkebunan karet,
mikroorganisme ini menghas i lkan asam asam yang menurunkan pH,
serta menimbulkan bau karena t e r b e n t u k n y a a s am a s am y a n g
mud a h men g u a p . B i l a b a n y a k o r g a n i sme mak a senyawa asam
yang dihasilkan akan banyak pula. Suhu udara yang tinggi akan
lebihmengaktifkan kegiatan bakteri sehingga dalam pemyadapan ataupun
pengangkutandiusahakan pada suhu rendah atau pagi.
3. Iklim
Air hujan akan membawa zat kotoran dan garam yang larut dari kulit
batang.Zat zat ini akan mengkatalisis terjadinya prakoagulasi. Lateks yang baru
disadap jugamudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena
kestbilan koloidnyarusak oleh panas yang terjadi.
4. Pengangkutan
Pengangkutan yang terlambat ataupun jarak yang jauh menyebabkan
lateks baru tiba ditempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena
matahari sehinggamengganggu kestabi lan l a teks . Ja lan yang buruk
atau angkutan yang terguncangguncang mengakibatkan lateks yang
terangkut terkocok kocok secara kuat sehinggamerusak kestabilan koloid.
5. Kotoran atau bahan‐bahan lain yang ikut tercampur.
Lateks akan mengalami prakoagulasi bila dicampur dengan air kotor, terutamaair
yang mengandung logam atau elektrolit. Prakoagulasi juga sering terjadi
karenatercampurnya kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
62
BAB V
HASIL SURVEY PENDAHULUAN
5.1. Umum
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan terhadap
komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan
pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa
merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini,
perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau
perkebunan swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan
pemeliharaan tanaman secara intensif. Secara umum dalam perindustrian karet
dalam aspek pemasaran perlu ditinjau :
(i) perkembangan pasar komoditi karet alam dilihat dari permintaan dan
penawaran karet alam ., dan
(ii) (prospek agribisnis karet dilihat dari klon‐klon karet rekomendasi dengan
potensi produksinya, kebutuhan investasi dan kelayakan finansial
pengusahaan kebun karet, serta hal‐hal yang perlu dipersiapkan dalam
rangka pengembangan agribisnis karet di Indonesia.
Data statistik tahun 2012 di Kabupaten Lingga menunjukan bahwa luas
total area perkebunan karet di Kapupaten Lingga adalah sebesar 10.216,95 Ha.
Dengan ini terlihat potensi unggulannya yakni produksi karet dengan tujuan
menghasilkan produk olahan yang efisien, bernilai tambah tinggi, ramah
lingkungan, sesuai potensi sumberdaya yang ada dan sesuai kondisi sosial ekonomi
dan budaya daerah. Dan juga Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan oleh
BAPPEDA Kabupaten Lingga mengenai Potensi Perkebunan Karet menyimpulkan
bahwa potensi sumberdaya lahan dan perkebunan karet yang dimiliki oleh
Kabupaten Lingga sangat potensial untuk dilakukan pengembangan. Untuk
mencapai pengembangan perkebunan karet yang efektif dan efisien, selaras,
serasi seimbang dan berkelanjutan, maka perlu perencanaan yang matang.
PPPEEEMMMAAASSSAAARRRAAANNN PPPRRROOODDDUUUKKKSSSIII KKKOOOMMMOOODDDIIITTTIII KKKAAARRREEETTT
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
63
Lahan yang terbesar untuk perkebunan Karet di Kabupaten Lingga terdapat di
kecamatan Singkep Barat, Lahan perkebunan ini di tanam sejak tahun 1980 dan
seiring perkembangan potensi yang menguntungkan maka jumlah petani Karet di
Kabupaten Lingga hingga saat ini di perkirakan berjumlah 5000 orang, petani ini
berasal dari kecamatan Singkep Barat, yang merupakan daerah dengan jumlah
lahan perkebunan karet di perkirakan mencapai 400 ha, dengan jenis tanaman
karet unggul.
Selain itu potensi karet yang dihasilkan di Kabupaten Lingga sebaiknya
dilakukan pengembangan sampai ke tingkat pengelolaan dan pemasaran yang
direncanakan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan pendapatan
Kabupaten Lingga itu sendiri.
5.2. Perkembangan Permintaan Komoditi Karet
Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari‐
hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan
komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk
transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun
karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup
manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber
bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam
dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi
perkebunan.
Di Kabupaten Lingga dari 1 ha terdapat 500‐600 batang pohon karet, untuk
masa panen tergantung usia tanaman karet, pohon karet dengan usia di bawah 30
tahun, dari 300‐400 batang pohon karet dapat menghasilkan 7‐10 kg per hari,
sementara untuk pohon karet dengan usia di atas 30 tahun dapat memproduksi
karet 30 hari x 10 bulan efektif yaitu 300 hari panen dalam setahun maka jumlah
produksinya hanya 5‐6 kg per hari untuk 300‐400 batang dalam 1 ha tanah,
dengan rata rata produksi 849,24 Kg/Ha . Degan jumlah Petani Karet cukup
signifikan yakni perkirakan berjumlah 5000 orang bahkan akan bertambah terkait
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
64
rencana pembangunan pabrik karet di lokasi , dan dengan jumlah lahan di
perkirakan mencapai 400 ha dengan jenis tanaman karet unggul, menunjukan
prospek kebutuhan karet yang terus meningkat.
Dengan perkirakan kebutuhan karet Indonesia 2,40 juta ton pada tahun
2012 dan total area perkebunan karet di Kapupaten Lingga adalah saat ini sebesar
10.216,95 Ha, dengan rata rata produksi perkebunan Kabupaten Lingga dari
849,24 Kg/ha, Kabupaten Lingga dapat memberikan kontribusi untuk memenuhi
kebutuhan Karet Indonesia sebanyak 0,36 % per tahunnya dan dimungkinkan akan
terjadi perkembangan setiap tahunnya seiring dengen rencana pembangunan
pabrik Karet di Kabupaten Lingga.
5.3. Perkiraan jumlah permintaan Komoditi Karet
Bedasarkan data IRSG (2004a), ketakseimbangan (imbalance) penawaran
dan permintaan karet alam mulai terlihat sejak tahun 1900‐an (surplus/defisit dari
penawaran karet alam), dan berpengaruh terhadap cadangan (stock) karet alam
dunia. Secara teoritis, harga diharapkan akan bereaksi dengan ketakseimbangan
penawaran dan permintaan. Dimana kenaikan harga terjadi karena defisit
penawaran dan turunnya harga karena surplus penawaran, Hal tersebut tentunya
akan menyulitkan bagi pelaku pasar dalam mengambil keputusan. Ekspor karet
Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukan adanya peningkatan dari
1,0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 2,25 juta ton pada tahun 2010.
Beberapa faktor Fundamental yang Mempengaruhi Harga Karet Alam
Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun terakhir, terutama
China dan beberapa negara kawasan Asia‐Pasifik dan Amerika Latin seperti India,
Korea Selatan dan Brazil, memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam
yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara‐negara
industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang relatif stagnan. Menurut
International Rubber Study Group (IRSG), diperkirakan akan terjadi kekurangan
pasokan karet alam pada periode dua dekade ke depan. Hal ini menjadi kekuatiran
pihak konsumen, terutama pabrik‐pabrik ban seperti Bridgestone, Goodyear dan
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
65
Michelin. Sehingga pada tahun 2004, IRSG membentuk Task Force Rubber Eco
Project (REP) untuk melakukan studi tentang permintaan dan penawaran karet
sampai dengan tahun 2035. Hasil studi REP meyatakan bahwa permintaan karet
alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 adalah sebesar 31.3 juta ton untuk
industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam. Untuk
jumlah konsumsi karet dunia dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan,
jika pada tahun 2009 konsumsi karet dunia sebesar 9,277 juta ton, untuk tahun
2010 naik menjadi 10,664 juta ton. Sementara produksi karet mentah dunia hanya
mampu memberikan sebanyak 10,219 juta ton pada tahun 2010 naik
dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 9,702 juta ton karet alam atau
minus sekitar 445.000 ton. Harga karet di pasar dunia tersebut dipengaruhi oleh
tingginya permintaan terhadap komoditas tersebut dari negara‐negara yang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat seperti China, India, dan Asia Pasifik.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik bahwa untuk luas areal karet Indonesia
sebagai yang terbesar di dunia dengan luas 3,4 juta hektar, diikuti Thailand seluas
2,6 juta hektar dan Malaysia 1,02 juta hektar. Meski memiliki lahan terluas,
produksi karet Indonesia tercatat sebesar 2,4 juta ton atau di bawah produksi
Thailand yang mencapai 3,1 juta ton, sedangkan produksi karet Malaysia mencapai
951 ribu ton.
Dengan perkirakan kebutuhan karet Indonesia 2,40 juta ton pada tahun
2012 dan total area perkebunan karet saat di Kapupaten Lingga adalah sebesar
10.216,95 Ha, dengan rata rata produksi perkebunan Kabupaten Lingga dari
849,24 Kg/ha. Diharapkan dengan adanya Pabrik Karet Sendiri diharapkan bisa
mengalami peningkatan sebesar 100 % Untuk setiap harinya karet yang di hasilkan
para petani karet Lingga mencapai 1500 kg per ha jadi untuk setiap bulannya bisa
mencapai 200 ton. Hal ini menjadikan komoditi karet di Kabupaten Lingga menjadi
perioritas seiring peningkatan kebutuhan karet Indonesia maupun Negara
tetangga
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
66
5.4. Kebijakan Pemasaran dan Saluran Distribusi
Dari permintaan kebutuhan karet Indonesia 1.0 juta ton pada tahun 1985
menjadi 2.25 juta ton pada tahun 2010 ini menggambarkan bahwa kebutuhan
akan Karet semakin meningkat, Khususnya Kabupaten Lingga sudah saatnya
mencermati akan potensi ini. Pertanyaannya apakah Kabupaten Lingga Dengan
luas total area perkebunan karet di Kapupaten Lingga adalah sebesar 10.216,95
Ha , dengan rata rata produksi 849,24 Kg/Ha Ini semua perlu peran Pemerintah
Daerah dan kerjasama dari semua pihak terkait.
Dari tahun 1980 pemasaran karet kabupaten Lingga masih menggunakan
jalur tengkulak, petani menjual hasil karetnya ke tengkulak, atau bahkan tengkulak
yang mendatangi petani karet, dengan menggnakan truk lalu tengkulak
menjualnya lagi kepada pengumpul, kemudian pengumpul menjual langsung
kepada pengusaha yang ada di Jambi melalui Kapal Nuzdalifah dan Kapal Wilis
setiap minggu.
Pelabuhan yang di pergunakan untuk mangkal kapal untuk mengangkut
kapal ke jambi addalah pelabuhan Dabo, pelabuhan Marok Tua dan Pelabuhan
Sungai Daek. Sebagian besar melalui Pelabuhan Dabo berkisar sebanyak 60%,
Perkiraan setiap bulan karet di angkut dari pelabuhan Dabo saja sekitar 600 ton
karet ke Jambi, tim survey mengalami kesulitan mendapatkan data secara
transparan dari pemilik kapal karena pemilik kapal khawatir terlalu banyak
pungutan yang di sesuaikan dengan jumlah anggkutan mereka. Ada kalanya petani
perkebunan karet Kabupaten Lingga menjual langsung ke Jambi melalui Pelabuhan
Sungai Daek. Untuk Pabrik Karet selain ke jambi Para petani karet Kabupaten
Lingga pun ada yang menjualnya ke pabrik karet yang ada di Tanjung Pinang.
Untuk data pengumpul sulit didapatkan, namun biasanya setiap desa memiliki
seorang pengumpul. Harga Jual karet dari petani ke tengkulk terbilang rendah,
saat tim studi melakukan riset mendapat harga 8.000 – 9.000 per kg.. Harga jual
karet peteni kabupaten Lingga bisa mencapai titik tertinggi di angka 15.000 untuk
per kg nya, tergantung cuaca dan masa panen dan permintaan pabrik akan
komoditi karet. Yang di khawatirkan para spekulan dapat mempermainkan harga
karet.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
67
6.2. Umum
Tanaman karet ini apabila digores/disayat pada kulit batangnya akan
mengeluarkan cairan pekat berwarna putih yang disebut lateks. Lateks ini akan
kering dan menggumpal apabila dibiarkan lebih dari 2 jam. Pohon karet ini baru
boleh dipanen (untuk diambil lateksnya) setelah berusia 5 tahun dan memiliki
usia produktif 25 sampai 30 tahun. Lateks inilah yang selanjutnya akan diolah
menjadi bentuk baru (produk barang jadi). Lateks yang masih dalam bentuk
cairan menjadi bahan baku produk balon karet mainan, permen karet, sarung
tangan karet, kondom dan lain‐lain. Sedangkan lateks yang sudah kering
(membeku, sering disebut kompo) menjadi bahan baku ban mobil, conveyor
belt, karet pelindung pada bodi mobil, dan lain‐lain.
6.3. Pengeloaan Karet
6.3.1. Teknologi Umum Pengelolaan Karet dan Peralatannya
Bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan karet Crumb Rubber
adalah bahan baku karet dalam bentuk padatan. Proses pengolahan karet
Crumb Rubber sendiri adalah proses pengolahan bahan baku karet (dalam
bentuk padatan) dengan cara peremahan, pemblendingan, dan pengeringan
yang bertujuan untuk mendapatkan karet kering dalam bentuk kemasan
tertentu sesuai permintaan konsumen.
Lateks berbentuk cair di 3 jam pertama, setelah itu lateks akan membeku
secara alami dan berubah bentuk menjadi padatan. Diperusahaan tempatku
bekerja, lateks (dalam bentuk cair) diolah di 2 jenis pabrik pengolahan yaitu
Pabrik Pengolahan Sheet (Getah Asap) dan Pabrik Pengolahan Lateks Pusingan.
Sementara untuk lateks yang sudah menggumpal (sering disebut juga Kompo)
diolah di Pabrik Pengolahan Crumb Rubber.
PPPEEEMMMIIILLLIIIHHHAAANNN TTTEEEKKKNNNOOOLLLOOOGGGIII PPPEEENNNGGGOOOLLLAAAHHHAAANNN
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
68
Untuk mempercepat pembekuan lateks maka dilakukan penambahan koagulan
(biasanya Formic Acid) kedalam lateks. Detailnya, 2 jenis bahan baku yang
diterima di Pabrik Pengolahan Karet Crumb Rubber adalah:
1. Cup Lump (Lump Mangkok) Cup Lump atau populer juga dengan sebutan "Lump Mangkok" adalah
bekuan lateks yang menggumpal secara alami didalam mangkok pengumpul
lateks. Lateks akan membeku secara alami dalam waktu kurang lebih 3 jam.
Gambar 6.1 Cup Lump
Cup lump ini memiliki Kadar Karet Kering (KKK) sebesar 60% ‐ 90%
tergantung dari kekeringannya. Semakin kering maka Kadar Karet Kering
juga akan semakin tinggi. Kadar Karet Kering ini menggambarkan kandungan
partikel karet yang terdapat dalam Cup Lump. Secara visual Cup Lump
berwarna putih dan akan menjadi kuning kecoklatan seiring bertambahnya
umur penyimpanan.
2. Slab Slab adalah bekuan lateks yang digumpalkan dengan sengaja dengan cara
menambah zat koagulan/penggumpal. Koagulan yang biasa digunakan (dan
disarankan) adalah asam semut (Formic Acid). Namun masih banyak pemasok
yang menggunakan bahan lain sebagai koagulan seperti: air kotor, air baterai,
pupuk, dan lain‐lain yang dapat menurunkan parameter mutu yang dipersyaratkan.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
69
Gamabr 6.2. Slab
Slab ini biasanya berbentuk bantalan dengan ukuran 40 x 30 x 10 cm. Kadar Karet
Kering yang terdapat dalam slab bervariasi antara 30% ‐ 60%. Nilai ini lebih rendah
bila dibandingkan dengan Kadar Karet Kering Cup Lump (60% ‐ 90%). Slab ini
dibuat dengan cara mengumpulkan lateks cair kedalam wadah‐wadah cetakan
(untuk membentuk bantalan) dan diberi koagulan/penggumpal (biasanya formic
acid) yang mempercepat proses penggumpalan.
Slab memiliki karakter mutu yang kurang baik bila dibandingkan dengan Cup Lump.
Untuk itu dalam proses pengolahan nantinya perlu dibuat perbandingan campuran
antara Slab dan Cup Lump. Perbandingan 1 Slab dan 3 Cup Lump memberikan
hasil yang baik bagi produk. Semakin banyak komposisi Cup Lump maka semakin
baik juga karakter mutu yang akan dihasilkan.
Sebelum memasuki pabrik bahan baku (Slab dan Cup Lump) ini ditimbang terlebih
dahulu. Tujuan penimbangan ini tentunya untuk mengetahui berat basah bahan
baku yang masuk kedalam pabrik. Laboratorium kemudian akan memeriksa Kadar
Karet Kering bahan baku karet tersebut untuk dapat mengetahui berat kering yang
diterima oleh pabrik.
Di Pabrik Karet menggunakan timbangan digital Apabila sistem digital mengalami
kerusakan dapat diganti dengan sistem manual. Setiap 1 tahun sekali timbangan
ini akan dikalibrasi oleh Badan Meterologi untuk memastikan keakuratannya.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
70
Gamabr 6.3. Proses Penimbangan di Stasiun Timbangan Bahan Baku
Truk yang masuk dicatat dulu nomor polisinya kemudian ditimbang dan beratnya
menjadi berat bruto. Truk kemudian masuk kedalam loading ramp dan melakukan
unloading muatannya. Setelah unloading, truk pengangkut ditimbang lagi dan
beratnya menjadi berat netto. Berat muatan didalam truk adalah Berat Bruto
dikurangi dengan Berat Netto dan disebut dengan Berat Tarra. Berat Tarra inilah
yang menjadi berat bahan baku yang diterima oleh pabrik. Hasil penimbangan
selanjutnya dicetak dan dan 1 kopiannya diberikan kepada si pengirim.
Gambar 6.4. Loading Ramp tempat Bahan Baku di unloading dari Truk Pengangkut
Penimbangan bahan baku dilakukan terpisah menurut jenis bahan baku yang
diterima dan dibedakan menurut si pengirim bahan baku. Tidak dibenarkan Cup
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
71
Lump dan Slab ditimbang bersamaan. Ini dibuat karena kedua jenis bahan baku ini
memiliki karakter yang berbeda. Kadar Karet Kering kedua bahan baku ini juga
berbeda. Akan lebih mudah nantinya memeriksa Kadar Karet Kering apabila bahan
baku yang diterima sudah dipisahkan dari awal penerimaan.
Proses unloading muatan dilakukan dengan memperhatikan kaidah First In First
Out (FIFO) sehingga perlu mengatur letak dari muatan yang akan dionload agar
kaidah FIFO tadi terlaksana. Bahan yang pertama datang adalah bahan yang
pertama diolah dan selanjutnya bahan yang datang kemudian akan diolah
kemudian. Peletakan bahan baku yang sembarangan akan memberi kesulitan
dalam melaksanakan kaidah FIFO ini.
Gambar 6.5. Proses Unloading Bahan Baku dari Truk Pengangkut
Biasanya proses unloading bahan baku dari truk ke lantai loading ramp dilakukan
oleh tenaga yang dibawa oleh pengangkutan itu sendiri atau tenaga pihak ke‐3
dari sekitar lingkungan pabrik. Pihak ke‐3 biasanya juga adalah warga setempat
yang bergabung dalam suatu serikat/organisasi .
Pada proses unloading juga harus diusahakan agar slab dan cup lumb benar benar
diletakkan terpisah agar pada proses selanjutnya perbandingan 1 Slab dan 3 Cup
Lump dapat dengan mudah dilaksanakan.
Bahan baku yang turun dari Truk selanjutnya ditimbun sementara di lantai Loading
Ramp sebelum masuk ke proses pengolahan. Penimbunan dilakukan dengan
membagi bahan baku kedalam kelompok menurut umurnya untuk menjamin
sistem FIFO berjalan. Bahan baku yang diterima juga akan disortir dari benda‐
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
72
benda non karet (kontaminasi). Contoh benda‐benda kontaminasi ini antara lain:
tali plastik, pecahan mangkok lateks, tali rafia, scrap/getah tarik, potongan kayu,
daun‐daun, sobekan goni plastik, dan lain‐lain. Benda‐benda (kontaminasi) ini
akan dikumpulkan dan dikembalikan kepengirim.
Proses pengelolaan yaitu mulai dari Bak Blending I, Prebreaker, Bak Blending II,
Hammer Mill dan diakhiri Bak Blending III. Seluruh proses ini bertujuan untuk
mengurangi kontaminasi dan menghomogenkan dengan cara meremahkannya,
mixering (pengadukan) dan pencucian.
Gambar 6.6. Layout proses Pengolahan Karet
Proses transportasi material yang diolah dari satu peralatan ke peralatan
berikutnya dilakukan oleh Bucket Conveyor.
1. Proses Bak Blending I
Bahan baku yang ditimbun dilantai Loading Ramp selanjutnya dimasukkan
ke dalam Bak Blending I. Bak blending I ini merupakan proses pengolahan pertama
yang bertujuan untuk mempermudah pencampuran antara Slab dan Cup Lump.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
73
Gambar 6.7 . Bak Blending I
Bak blending diisi air yang fungsinya mencuci bahan baku. Pencucian ini bertujuan
untuk mengurangi kontaminasi. Air akan diganti secara berkala (biasanya seminggu
sekali) untuk menjamin efektifitas pencucian bahan baku.
2. Proses Prebreaker
Dengan Bucket Conveyor, bahan baku dipindahkan dari Bak Blending I ke mesin
Prebreaker. Di Prebreaker bahan baku tadi akan diremahkan menjadi ukuran‐ukuran
yang lebih kecil. Apabila ukuran sebelumnya berukuran sebesar 50 x 50 maka setelah
lewat dari Prebreaker ukurannya akan menjadi seukuran lebih kecil kisaran ukuran
2x2 cm.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
74
Gambar 6.8 Mesin Prebreaker
Sesuai dengan sebutannya yaitu Pabrik Crumb Rubber maka proses yang dominan
terjadi di pabrik adalah proses peremahan. Peremahan bertujuan untuk memperluas
bidang permukaan sehingga pencucian menjadi lebih efektif. Pada saat proses
peremahan ini juga akan terjadi " tekanan" terhadap bahan baku yang akan memaksa
kontaminasi memisahkan diri dari bahan baku.
Spesifikasi mesin Prebreaker yang ada di Pabrik (Pabrik Crumb Rubber dengan
kapasitas 30 Ton Karet Kering/hari) adalah sebagai berikut :
Tabel 6.1 Spesifikasi Mesin Prebreaker
Kapasitas mesin Prebreaker
= 4.000 ‐ 5.000 Kg/Jam
Daya motor = 37 KW
Putaran motor = 1.500 Rpm
Tenaga motor = 50 HP
3. Bak Blending II
Remahan‐remahan yang keluar dari Prebreaker selanjutnya masuk ke dalam Bak
Blending II. Mirip dengan fungsi Bak Blending I maka Bak Blending II juga berfungsi
sebagai pencampur. Seluruh remahan‐remahan akan diaduk sehingga diharapkan
bahan baku menjadi homogen.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
75
Gambar 6.9 . Bak Blending II
Air yang ada dalam bak blending yang menjadi media pencampur. Agar produk akhir
homogen (sama karakter mutunya disetiap bagian produk), maka bahan yang
sebelumnya memiliki karakter berbeda akibat adanya Cup Lump dan Slab, jenis
tanaman, proses pertumbuhan, perawatan tanaman harus melewati proses‐proses
tertentu. Salah satu proses menghomogenkan tadi terjadi di Bak Blending.
4. Hammer mill
Bucket Conveyor kemudian akan memindahkan remahan di Bak Blending II ke mesin
Hammer Mill. Mirip dengan fungsi Prebreaker maka Hammer Mill juga berfungsi
untuk meremahkan bahan baku yang ada di Bak Blending II. Remahan yang
sebelumnya berukuran sebesar 2x2 cm akan diperkecil lagi ukurannya menjadi 0,5 ‐ 1
cm. Ternyata untuk mempermudah proses selanjutnya ukuran remahan yang
dihasilkan Prebreaker masih terlalu besar sehingga perlu diperkecil lagi dengan
Hammer Mill. Hammer Mill juga memiliki tujuan yang sama dengan Prebreaker yaitu
memperluas bidang permukaan bahan baku.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
76
Gambar 6.10. Mesin Hammer Mill
Semakin luas permukaan bahan baku maka bidang kontak air dengan bahan baku
juga akan semakin besar sehingga proses pecucian menjadi lebih optimal. Di Hammer
Mill bahan baku diremahkan dengan mekanisme "pemukulan". Pemukulan ini juga
akan memaksa kontaminasi memisahkan diri dari bahan baku.
Spesifikasi Harmmer Mill pada Pabrik Crumb Rubber dengan kapasitas 30 Ton Karet
Kering/hari adalah sebagai berikut :
Tabel 6.2. Spesifikasi Mesin Harmmer Mill
Kapasitas mesin Hammer Mill
= 3.000 Kg/Jam
Daya motor = 100 KW
Putaran motor = 1475 Rpm
Tenaga motor = 135 HP
5. Bak Blending III
Bak blending III selanjutnya menerima hasil remahan yang keluar dari mesin Hammer
Mill. Fungsinya hampir sama dengan fungsi Bak Blending yang sebelumnya yaitu
sebagai pencampur dan pencuci untuk mengurangi kontaminasi yang masih ada.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
77
Gambar 6.11. Bak Blending III
Bak Blending III juga berfungsi sebagai media transportasi dari Hammer Mill ke mesin
proses selanjutnya.
Proses selanjutnya adalah seperti yang diperlihatkan dalam gambar layout dibawah
ini
Gambar 6.12. Lay Out proses
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
78
6. Penggilingan Remahan
Tujuan utama penggilingan remahan adalah untuk mendapatkan keseragaman bahan
baku dengan proses mikro dan menjadikannya dalam bentuk lembaran. Proses ini
sering juga disebut proses Mikro Blending. Makro Blending dan Mikro Blending sama‐
sama bertujuan untuk mendapatkan keseragaman/homogenitas bahan baku. Pada
proses Makro Blending proses pencampuran dilakukan dengan cara
mengaduk/mixering remahan/bahan baku. Proses ini mirip dengan proses membuat
adonan campuran beton, yakni dengan mengaduk semen, pasir, kerikil sehingga
didapatkan campuran yang homogen. Sedangkan pada Proses Mikro Blending
kegiatan menghomogenkan terjadi dengan cara menggiling remahan yang diatur
sedemikian rupa sehingga remahan saling "tindih" satu sama lain didalam
penggilingan. Proses "saling tindih" ini memaksa remahan‐remahan karet untuk
menjadi satu bagian yang akhirnya akan menjadi bentuk lembaran.
Penggilingan dilakukan dengan menggunakan mesin giling Crepper. Roll Gilingan
Crepper dibuat berulir/motif bunga agar efek pemerasan terjadi pada bahan baku.
Agar didapatkan jaminan bahwa setiap remahan karet sudah menjadi sebuah
kesatuan maka perlu dilakukan penggilingan berulang‐ulang. Dari hasil studi lapangan
Pabrik Karet menggunakan 6 mesin Crepper (di pabrik lain mungkin saja berbeda)
sehingga diperlukan 6 kali penggilingan yang dilakukan berurut dari Crepper yang ke‐
1 hingga Crepper yang ke‐6. Dengan 5 mesin Crepper jumbo yang memiliki tekanan
dan luas kontak yang lebih besar memungkinkan penggilingan hanya dilakukan 6 kali.
Dulu ketika pabrik kami hanya menggunakan 2 buah mesin Crepper jumbo, kami
harus menggiling sampai 8 kali (ada 6 buah Crepper Non Jumbo) untuk mendapatkan
hasil yang homogen.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
79
Gambar 6.13 Bucket Conveyor memindahkan remahan dari Bak Blending 3 ke Crepper no. 1
Penggilingan dilakukan sambil menyemprotkan air sehingga kotoran‐kotoran yang keluar
oleh proses penggilingan terbuang oleh proses pencucian. Proses perpindahan bahan dari
1 gilingan ke gilingan berikutnya dilakukan secara manual oleh Operator Gilingan . Setiap
mesin Crepper dijaga oleh 1 orang Operator Crepper. Operator Crepper ini juga bertugas
untuk melipat lembaran sebelum masuk kedalam Crepper. Lembaran yang terlipat inilah
yang akan membuat remahan‐remahan karet saling "tindih" pada saat digiling. Namun
lembaran yang terlipat hanya bisa digiling di Crepper Jumbo (yang 5 buah). Pada Crepper
terakhir sering juga disebut Crepper Finisher proses pelipatan lembaran tidak diperlukan
lagi.
Gambar 6.14. Remahan sudah mulai berbentuk lembaran setelah digiling
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
80
Gambar 6.15. Lembaran yang sudah terbentuk setelah melewati Crepper Finisher
Gambar 6.16 Lembaran yang sudah digulung dan menjadi Blangket
Gambar 6.17. Blangket akan dipindahkan ke Gudang Maturasi
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
81
Hasil akhir dari penggilingan remahan‐remahan tadi akan diperoleh lembaran selebar
kurang lebih 60 cm dengan ketebalan 6 ‐ 7 mm. Karet yang sebelumnya berupa remahan
kini telah berubah menjadi lembaran yang homogen. Selanjutnya lembaran yang mirip
selendang ini digulung kemudian dikirim ke Gudang Maturasi untuk proses "Pemeraman".
1 buah gulungan memiliki berat kurang lebih 24 kg (Berat sebelum maturasi). Biasanya
dinamakan blangket. Kadar Karet Kering dalam Blangket yang baru dihasilkan adalah
sekitar 70% (nilai sebelum maturasi).
7. Proses Maturasi (Pemeraman)
Blangket yang dihasilkan oleh mesin Crepper selanjutnya dibawa ke Gudang Maturasi
untuk proses "Pemeraman". Dipabrik lain proses pemeraman ini dilakukan dengan
menggantungkan lembaran namun di Pabrik tempat saya bekerja proses pemeraman
dilakukan dengan menyusun blangket‐blangket dalam Gudang Maturasi. Proses Maturasi
berlangsung selamat 6 ‐ 8 hari. Biasanya hasil terbaik didapatkan ketika blangket sudah
dimaturasi selama 8 hari. Maturasi yang lebih dari 8 hari juga akan memberikan hasil yang
lebih baik. Bahan baku karet akan menjadi lebih cepat kering dalam proses Dryer dan
kemungkinan terjadinya cacat (white spot) lebih sedikit. Penambahan umur maturasi
tentunya akan berpengaruh kepada kebutuhan luas Gudang Maturasi. Kami memiliki
Gudang Maturasi yang didisain untuk waktu maturasi 8 hari.
Gambar 6.18 Blangket disusun dalam Gudang Maturasi
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
82
Penyusunan blangket di Gudang Maturasi diatur sedemikian rupa sehingga setiap
blanket dapat diidetifikasi menurut umurnya. Untuk itu perlu dibuatkan papan
identifikasi yang diletakkan disetiap kelompok blangket. Gudang maturasi juga harus
dilengkapi dengan drainase yang baik. Blangket baru masih dalam keadaan basah dan
bisa menimbulkan genangan air. Kondisi yang basah akan membuat kelembaban
gudang maturasi menjadi tinggi. Semangkin tinggi kelembaban akan menambah
kebutuhan waktu untuk maturasi. Blangket memerlukan suhu normal untuk
kebutuhan maturasi (tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu rendah.
Tujuan dari maturasi ini untuk mempertahankan nilai PRI dan turut serta dalam
mengurangi Kadar Air dalam Blangket. Biasanya Kadar Karet Kering setelah maturasi
selama 8 hari adalah 80 ‐ 90%. Nilai PRI adalah ukuran dari besarnya sifat plastisitas
(keliatan/kekenyalan) karet yang masih tersimpan bila karet tersebut dipanaskan
selama 30 menit pada suhu 140 derajat Celcius. Pengujian PRI dilakukan untuk
mengukur degradasi (penurunan) ketahanan karet mentah terhadap oksidasi pada
suhu tinggi. Nilai lebih dari 80% menunjukkan bahwa ketahanan karet mentah
terhadap oksidasi adalah besar. Dengan mengetahui nilai PRI dapat diperkirakan
mudah tidaknya karet menjadi lunak dan lengket‐lengket jika lama disimpan atau
dipanaskan. Hal ini penting nantinya pada proses vulkanisasi karet pembuatan barang
jadi, agar diperoleh sifat karet yang lebih kuat dan teguh. Nantinya saya akan
mencoba membuat postingan khusus untuk membahas parameter‐parameter
kualitas yang harus dipenuhi oleh produk akhir pabrik Crumb Rubber (dalam hal ini
parameter kualitas SIR 10) dan bagiamana cara pengujiannya.
8. Schreding (Peremahan)
Sebelum memasuki proses pengeringan, blangket akan diremahkan dulu dengan
mesin Schreder. Tujuan peremahan ini adalah untuk mendapatkan luasan permukaan
yang cukup bagi bahan baku untuk kontak dengan udara panas di mesin Dryer.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
83
Gambar 6.19. Mesin Schreder sedang meremahkan blangket
Bentuk remahan juga memungkinkan bahan baku dapat dicetak didalam Box Dryer
(sering juga disebut dengan trolley), sehingga memudahkan dalam proses
Pengepakan.
9. Proses Drying (Pengeringan)
Remahan‐remahan yang dihasilkan oleh Schreder selanjutnya akan masuk ke bak
panjang berisi air bersih (berfungsi sebagian pencuci dan media transport) didepan
Schreder. Dari bak tersebut remahan kemudian dipindahkan melalui pipa dengan
pompa Hidro Cyclon ke Box Dryer. Ada 2 orang yang bertugas untuk memastikan
remahan masuk kedalam Box Dryer dengan baik dan benar (posisinya disebelah
kanan dan kiri dari box dryer).
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
84
Gambar 6.20
Proses pemindahan remahan dari Bak Schreder ke Box Dryer dengan Hidro Cyclone
Sebuah Box Dryer memiliki kapasitas 120 Kg Kering. Remahan harus masuk kedalam
box dengan cara yang alami dan tidak boleh ada penekanan terhadap remahan. Hal
ini untuk menghidari terjadi pemadatan didalam remahan. Remahan yang padat
menyulitkan udara panas untuk menyentuh seluruh permukaan remahan. Akibatnya
pengeringan menjadi tidak sempurna. Kepadatan remahan didalam box dryrer harus
diatur sedemikian rupa sehingga masih dapat terjadi sirkulasi udara panas diantara
celah‐celah remahan pada saat pengeringan didalam dryer.
Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan produk SIR 10 yang bebas dari kadar air.
Kadar air yang lebih tinggi akan menurunkan ketahanan produk terhadap
pembusukan. Kandungan air memungkinkan produk ditumbuhi oleh jamur.
Menghilangkan kandungan air akan meningkatkan keawetan dari produk dan
menjadi syarat agar dapat diolah pada proses selanjutnya. Produk SIR 10 sendiri
adalah produk yang setengah jadi dan akan diproses lebih lanjut menjadi produk
bahan jadi seperti ban mobil, belt conveyor, dock fender dan lain sebagainya.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
85
Gambar 6.21 Mesin Dryer
Suhu pengeringan diatur pada suhu 110 ‐ 126 derajat celcius. Total waktu
pengeringan yang dilakukan adalah selama kurang lebih 4 jam. Operator dryer
bertugas menjaga agar remahan benar‐benar kering optimal. Kondisi remahan yang
kurang kering biasanya memberikan akibat white spot ataupun virgin rubber pada
produk akhir (bandela). Sedangkan bila suhu pengeringan terlalu tinggi atau waktu
pengeringan terlalu lama maka hasil yang keluar dari dryer menjadi berlendir dan
lengket‐lengket. Kondisi karet berlendir dan lengket ini merupakan gambaran awal
bahwa parameter mutu PRI (Plasticity Retention Index) gagal didapatkan.
Proses pengeringan di dalam Dryer menggunakan udara panas. Udara panas ini
dihasilkan oleh Heat Echanger. Komponen pemanas yang terdapat pada Heat
Exchager adalah susunan pipa yang berisi oli panas. Udara yang melewati pipa berisi
oli panas inilah kemudian yang berubah menjadi udara panas dan kemudian
diteruskan ke dalam dryer untuk mengeringkan remahan karet didalam box dryer.
Udara tersebut selanjutnya disirkulasikan lagi ke Heat Exchanger sehingga dengan
proses sirkulasi ini didapatkan suhu dryer yang stabil.
Oil panas yang ada didalam pipa merupakan oli panas yang mengalir dan bersirkulasi
dari Thermal Oil Heater dan Heat Exchanger. Thermal Oil Heater berfungsi
memanaskan oli yang terdapat didalam pipa. Oli panas ini selanjutnya dipompakan ke
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
86
Heat Exchanger. Dari Heat Exchanger oli panas tersebut kembali lagi untuk
dipanaskan di Thermal Oil Heater (TOH) dan begitu seterusnya. Bahan bakar yang
digunakan oleh TOH adalah berupa Cangkang Sawit.
Gambar 6.22 Mesin Thermal Oil Heater (TOH)
Sebelum ada TOH ini, pabrik tempat saya bekerja menggunakan Burner untuk
menghasilkan udara panas. Burner ini menggunakan bahan bakar minyak solar. Harga
minyak solar untuk industri yang semangkin tinggi membuat perusahaan mengambil
langkah mencari alternatif sumber energi baru. Hitachi kemudian menawarkan
konsep Thermal Oil Heater yang menggunakan bahan bakar berupa cangkang sawit.
Harga cangkang sawit jelas jauh lebih murah bila dibandingkan dengan minyak solar .
Investasi awal untuk membangun TOH ini memang cukup besar, tapi keuntungan
yang didapatkan dari perbedaan antara harga cangkang dan solar menjadikan TOH ini
sangat layak dalam penilaian ekonomis.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
87
10. Proses Packing (Pengepakan)
Setelah Box yang berisi remahan keluar dari mesin Dryer, maka selanjutnya box dryer
akan didinginkan isinya sampai 40 derajat Celcius. Pendinginan ini dibutuhkan untuk
menghindari:
1. Tumbuhnya jamur pada hasil akhir. Hasil akhir akan dibungkus dengan plastik.
Suhu yang panas akan berakibat mengembunnya udara yang ada didalam plastik.
Embun ini dapat memicu timbulnya penjamuran.
2. Plastik pembukus produk dapat meleleh sehingga produk akan menjadi lengket
satu sama lain.
3. Nilai Plasticity Retention Index (PRI) akan turun akibat panas yang tertahan
dalam kemasan.
Sebelum dibawa ke proses packing, Box Dryer terlebih dahulu dikeluarkan isinya
(berupa remahan berbentuk bantalan yang telah kering) dan diletakkan ke meja
sortasi. Hasil yang keluar dari Dryer akan dipisahkan secara visual antara hasil yang
memenuhi spesifikasi dan hasil yang keluar dari spesifikasi/out spek. Hasil yang out
spek biasanya adalah hasil yang masih mengandung karet mentah/virgin
rubber/white spot (ditandai bintik putih dan bau yang menyengat), atau bisa juga
hasil yang terlalu matang (lembek dan lengket). Di meja sortasi dilakukan juga
pemeriksan terhadap kontaminasi (mis: serpihan kayu, plastik atau logam).
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
88
Gambar 6.23. Pekerja sedang memindahkan isi box dryer ke meja sortasi
Pabrik karet umumnya menerima order SIR 10 dalam bentuk kemasan Shrink Wrapped
Jumbo Pallet (SW/JP). Hasil yang telah lewat sortasi selanjutnya ditimbang sebanyak 35 kg
dan selanjutnya dilewatkan ke Metal Detector. Metal Detector akan memeriksa
kandungan logam pada produk. Kontaminasi logam harus dihindari.
Hasil keluaran dryer selanjutnya akan dicetak menjadi bentuk kotak memanjang dengan
berat 35 kg. Pencetakannya dilakukan dengan mesin Press Bale. Remahan‐remahan akan
di tekan dalam sebuah cetakan hingga didapatkan ukuran 17 cm x 36 cm x 72 cm. Hasil
cetakan ini disebut dengan Bandela atau sering juga disebut Bale. Bandela tersebut
selanjutnya akan dibelah dalam arah memanjang (tidak sampai terbelah 2) untuk
memeriksa apakah bandela bebas dari kondisi bintik putih (Whitespot). Karet mentah
dalam bandela biasanya akan menimbulkan bekas bintik putih (White spot). Apabila
ditemukan bintik putih (white spot) maka Bandela harus segera disingkirkan (out spek).
Setelah bandela diyakini bebas dari white spot maka bandela sudah siap untuk dibungkus
dengan pembungkus plasitk.
Gambar 6.24. Penimbangan untuk mendapatkan berat 1 bandela (35 kg)
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
89
Gambar 6.25.
Bandela dilewatkan ke Metal Detector untuk memeriksa kandungan logam.
Gbr. Remahan selanjutnya dicetak pada mesin Press Bale
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
90
Bandela dibelah untuk memeriksa kontaminasi yang ada didalam bandela
Gambar 2.26 Bandela dibungkus dengan plastic
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
91
Gambar 2.27. Bandela disusun ke dalam Forming Box
Bandela yang sudah dibungkus dengan plastik selanjutnya akan disusun ke dalam
Forming Box. Mula‐mula alas Forming Box dilapisi dengan plastik polietilen yang
memiliki ketebalan 0,10 ‐ 0,15 mm, kemudian bandela disusun diatas alas peti.
Bandela disusun sebanyak enam lapis dengan 6 buah bandela untuk tiap lapisannya.
Artinya akan ada 36 bandela dalam 1 Forming Box. Antara setiap lapisnya diberi alas
plastik interlayer yang merupakan satu potong (utuh) dalam setiap kemasan.
Kemasan Shrink Wrapped Jumbo Pallet (SW/JP) beralaskan Tapak Kayu. Syarat kayu
yang digunakan sebagai tapak SW/JP adalah kayu Meranti II atau kayu sembarang
no. 1 atau kayu karet yang memenuhi persyaratan dengan warna merah atau
kuning dengan berat jenis > 0,6 dan tidak berjamur/lapuk. Kayu yang digunakan
harus difumigasi. Kadar air kayu diharapkan dibawah 20% sehingga fumigasi lebih
efektif. Kayu harus diketam bagian luar dan dalam, bebas dari serpihan atau serbuk
kayu. Arah paku harus menuju arah luar dengan pengertian kepala paku dan mata
paku tidak boleh menonjol.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
92
Sesudah seluruh bandela tersusun dalam Forming Box, maka diatas susunan
bandela diletakkan tutup papan yang ukurannya persis sama dengan ukuran
Forming Box sehingga apabila ditekan dapat masuk ke dalam Forming Box. Diatas
tutup papan tersebut diletakkan beban seberat 2 Ton selama 36 ‐ 48 jam sehingga
apabila beban tersebut diangkat maka diperoleh suatu susunan bandela yang padat
dan rapi.
Selanjutnya plastik pengemas dalam bentuk kantung diselubungkan pada susunan
Bandela yang telah padat dan rapi tersebut dan dipanaskan dengan shrink fast gun
yang bahan bakarnya elpiji sampai plastik pembungkus menyusut dengan rapat.
Susunan Bandela yang padat dan rapi tersebut selanjutnya disebut dengan Pallet.
Setiap palet terdiri dari 36 bandela sehingga berat untuk 1 palet adalah 1260 kg.
Palet‐palet inilah yang menjadi produk akhir di pabrik kami. Palet‐palet kemudian
disimpan di dalam gudang penyimpanan menunggu Order Pengiriman dari Bagian
Penjualan.
6.3.2. Teknologi Pengolahan Karet Siklo dan Peralatannya
Karet alam merupakan suatu senyawa hidrokarbon dan merupakan polimer
alam yang telah dikenal lebih dari seratus tahun. Karet alam merupakan hasil
penggumpalan dari getah karet atau lateks kebun, yaitu cairan seperti susu hasil
sadapan dari pohon karet (Hevea brasiliensis). Teknologi siklisasi atau pembuatan
karet siklo dari karet alam sudah lama dikenal, Bentuk karet alam yang digunakan
sebagai bahan baku pada proses pembuatan karet siklo adalah karet padat atau
lateks pekat.
Metode siklisasi karet alam yang pertama kali ditemukan adalah siklisasi pada karet
alam padat, diikuti pada larutan karet dan terakhir siklisasi pada lateks pekat.
Penampakan dan sifat karet siklo dari karet alam tidak tergantung pada metode
siklisasi dan jenis katalis asamnya, melainkan kepada derajat siklisasi yang dicapai.
Metode siklisasi yang dapat dipilih sebagai alternatif proses pembuatan karet
adalah sebagai berikut :
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
93
1. Siklisasi karet alam padat
Siklisasi karet alam padat dilakukan dengan cara mencampur karet alam padat
dengan 10 bagian asam pada gilingan rol ganda atau pada mesin mencampur
banbury; kemudian lembaran karet yang diperoleh dipanaskan pada suhu 125o
c – 145o c selama 1‐4 jam, jika asam yang digunakan berbentuk cair, maka
sebelum ditambahkan pada karet terlebih dahulu dicampur dengan bahan inert.
Karet siklo yang dihasilakan berdasarkan metode ini umumnya sukar larut
dalam pelarut karet, atau sedikit larut dengan viskositas larutan yang relatif
tinggi (Coomarasamy et al , 1981).Karet siklo tersebut biasanya digunakan
sebagai bahan pengisi barang jadi karet, dengan tujuan meningkatkan
ketahanan kritis barang jadinya. Selain itu, kaet siklo yang diperoleh darI
siklisasi karet alam dalam keadaan padat juga dapat digunakan sebagai bahan
baku bahan perekat, penempel karet pada logam atau permukaan halus lainnya.
2. Siklisasi Larutan Karet
Karet Siklo yag diperoleh dengan metode ini, biasanya berupa bubuk putih
hingga kuning kemereahan, mempunyai viskositas larutan yang relatif rendah
dan sangat memuaskan jika dipakai sebagai bahan baku perekat, tinta cetak,
cat tahan bahan kimia dan pelapis tahan air. Katalis yang banyak digunakan
pada metode ini adalah asam trikloroasetat, asam anhidrida, asam flouroborat,
baron triklorida, senyaea fluorin dari boron atau fosforus dan senyawa halide
dari logam‐logam amfoter. Pabrik karet siklo lokal terdapat di Sumatra Utara
telah menerapkan metode siklisasi karet alam pada keadaan larutan seperti ini.
Pelarut yang biasa digunakan untuk melarutkan karet yang akan disiklisasi
sempurna, akan diperoleh karet siklo yang mempunyai berat molekul rendah,
sehingga mudah larut dalam berbagai pelarut karet menghasilkan larutan
dengan viskositas rendah dan kandungan resin yang tinggi. Oleh karena itu ,
karet siklo yang diperoleh dengan cara siklisasi larutan karet alam snagat baik
untuk digunakan sebagai bahan tinta cetak dan pelapis atau cat yang tahan
tehadap panas dan bahan kimia.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
94
3. Siklisasi Keadaan Lateks
Metode siklisasi ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1947 oleh Rubber
stichting Belanda dan Dunlop Rubber Co. Pada saat bersamaan tanpa adanya
kerjasama (Janssen, 1956). Pada metode siklisasi ini asam sulfat pekat atau
asam sulfonat ditambahkan pada lateks alam yang sebelumnya telah
dipekatkan dan telah dibubuhi bahan penstabil (stabilizer). Bahan penstabil dari
golongan kationik atau non ionic diambahkan pada lates pekat, agar lateks
tidak menggumpal ketika kontk dengan asam. Bahan penstabil yang disarankan
adalah penstabil kationik lunak yang dibuat dengan cara kondensasi etilen
oksida pada alkilamin rantai panjang, atau penstabil non ionic yang diperoleh
dengan cara mengkondensasi etilen oksida pada alcohol rantai panjang. Sifat
dan mutu karet siklo yang dihasilkan tergantung pada konsentrasi katalis asam
dan lamanya pemanasan.
Asam sulfat merupakan katalis asam yang paling efektif digunakan pada
metode siklisasi pada lateks. Pada 100oC siklisasi lateks pekat dengan minimal
70% (w/w) asam sulfat pekat akan sempurna telah berlandsung selama 2 jam .
Setelah siklisasi selesai lateks dituangkan ke dalam alcohol berair atau yang
lebih ekonomis. Tuangkan ke dalam air mendidih hingga terbentuk flokulat
yang halus. Setelah disaring, dicuci, dan dikeringkan akan diperoleh karet siklo
berupa serbuk yang sangat halus, yang akan melunak pada 130oC dan dapat
dicetak kempa pada suhu 140o C. karet siklo ini mudah didispersikan dlam ar
sehingga dapat digunakan untuk memperkeras bahan jadi celup atau busa dai
lateks pekat.
Salah satu produk yang spesifik dari siklisasi lateks pekat ini adlah master batch
karet siklo, yaitu cmpuran karet siklo, yaitu campuran karet siklo dan karet alam
dengan perbandingan 50/50 (w/w). Produk ini dihasilkan dengan cara
menambahkan lateks alam yang sudah distabilkan dengan bahan penstabil,
pada lateks pekat yang sudah dol sepatu, isiklisasi, lalu di tuangkan pada air
mendidih untuk memisahkan hasilnya. Master batch karet siklo ini biasanya
digunakan dalam industry sol sepatu, industry rol karet, industry cetakan
barang jadi karet yang tahan benturan.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
95
Berdasarkan metode siklisasi yang telah dijelaskan di atas maka pemilihan
teknologi proses karet siklo harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki.
Teknologi proses karet siklo dengan bahan baku lateks dapat dikembangkan di
Kabupaten Lingga, mengingat kabupaten Lingga sebagai produsen karet yang
berpotensi dan sebagian besar merupakan karet alam yang dihasilkan di
perkebunan rakyat. Maka dipilih teknologi pengolahan karet siklo dari lateks
pekat.
Pengolahan pada keadaan lateks juga terbagi ke dalam beberapa bagian yaitu :
a. Lateks pekat
Lateks pekat dibuat dengan cara memekatkan lateks kebun dengan alat
sentrifugasi . Lateks kebun yang dipekatkan adalah lateks kebun yang telah
dilakukan penambahan surfaktan emulgen sebanyak 2 bsk (bobot per
seratus karet). Lateks hasil sentrifugasi diuji kadar karet kering (KKK).
Diagram alir pembuatan lateks pekat dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 6.28 Diagram alir pembuatan lateks pekat
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
96
b. Lateks deproteinasi (DPNR)
Sebelum pembuatan lateks pekat DPNR, lateks kebun diuji kadar karet
kering (KKK) kemudian ditambahkan surfaktan sebanyak 2 bsk untuk
mencegah penggumpalan lateks kemudian diencerkan sampai mencapai KKK
10 % lalu ditambahkan enzim papain sebanyak 0.6 bsk, penambahan enzim
digunakan untuk hidrolisa protein dalam lateks. Kemudian lateks diperam
selama 24 jam dlam kondisi suhu ruang agar enzim papin dapat bekerja
maksimal untuk menghidrolisa protein pada lateks.
Selanjutnya lateks tersebut di sentrifugsi untuk memekatkan lateks DPNR
sampai KKKnya mencapai 60 %. Lateks DPNR hasil sentrifugasi ditentukan
karakteristiknya dengan pengujian KKK. Diagram alir pembuatan dapat
dilihat dibawah ini :
Gambar 6.29 Diagram Alir Pembuatan Lateks Diproteinisasi
c. Lateks dipolimerisasi
Setelah didapatkan lateks pekat mka selanjutnya dilakukan penambahan
emulgen 1 bsk dan toluene sebanyak 10 % diaduk selama 15 menit pada suhu
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
97
ruang. Kemudian ditambah dengan H2O2 sebanyak 2 bsk dan NAOCl sebanyak 1
bsk sambil diaduk hingga homogeny. Lateks tersebut diperam dalam oven
dengan suhu 70o C selama 16 jam. Lateks hasil pemanasan inilah yang disebut
sebagai lateks depolimerisasi. Diagram alir pembuatan lateks depolimerisasi
adalah sebagai berikut :
Gambar 6.30. Diagram alir pembuatan lateks Depolimerisasi
Proses Pengelolaan Lateks
Proses pengelolaan lateks dari bahan baku kebun dibagi menjadi 5 (lima) tahap
yaitu pencampurn, pengenceran, pemeraman, penggumpalan. Penjelasan
mengenai tahapan‐tahapan prosestesebut adalah sebagai berikut :
1. Pencampuran
Gamba 6.31 Neraca massa Pencampuran
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
98
Tahap pertama untk membuat lateks deproteinisasi (DPNR) dari lateks kebun
adalah pencampuran. Tahap ini melakukan homogenisasi antara lateks kebun
dengan penambahan surfaktan non‐ionik. Penambahan surfaktan non‐ionik
sebanyak 24.6 L, guna penambahan surfaktan ini adalah untuk menjaga agar
lateks tidak menggumpal ketika kontak dengan enzim papain.
2. Proses Pengenceran
Proses selanjutnya setelah pencampuran adalah pengenceran .Pada proses ini
disperse lateks yang masuk adalah sebanyak 15395.6 L dan disperse yang
keluar adalah sebanyak 92373.6 L. Pengenceran dilakukan agar menjaga
keadaan dan mempersiapkan kondisi lateks saat reaksi deprotenisasi
berlangsung.
Gambar 6.32. Neraca Massa Pengenceran Lateks
3. Proses pemeraman
Lateks yang telah diencerkan selanjutnya diperam selama 20 jam. Dipersi lateks
yang akan diperam adlah sebanyak 92373.6 l. Bahan yang digunakan untuk
proses pemeraman adalah enzim papain 0.07 bsk. Enzim papain yang
digunakan sebanyak 3.44 L dan akan menghasilkan disperse lateks 15395.6 L.
Pemeraman adalah proses penting dalam pembuatan lateks diproteninisasi
dilakukan.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
99
Gambar 6.33. Neraca Massa Pemeraman
4. Penggumpalan
Lateks yang telah diperam selama 20 jam dalam enzim papain, selanjutnya
digumpalkan dengan menggunakan asam formiat 0.2 bsk. Asam formiat yang
dimasukan adalah sebanyak 9.84 L. Asam fromiat atu biasa disebut juga dengan
asam semut merupakan larutan yang digunakan untuk menggumpalkan lateks.
Penggumpalan dilakukan selama 4‐5 jam dalam bak penggumpalan akan
menghasilkan disperse lateks sebanyak 92386.88 L.
Gambar 6.34 Neraca Massa Penggumpalan
5. Pengeringan
Tahap terakhir dalam proses pembuatan lateks Diproteinisasi adalah
pengeringan. Proses ini akan dilakukan dengan menggunakan oven pengering.
Banyak lateks diproteinisasi yang dihasilkan sebanyak 166672.83 kg.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
100
Gambar 6.35 Neraca Pengeringan
Peralatan untuk Pabrik Karet Siklo
Peralatan utama yang akan diperlukan untuk pengoperasian pabrik karet Siklo di kabupaten
Lingga dlam mengolah bahan baku karet yang dihasilakn oleh petani karet an, bak penggumpalan
dan pengering.
Alat dalah reactor pencampur utama yang akan digunakan dalam proses produksi karet siklo
adalah reactor siklisasi, bak pencucian , bak netralisasi dan oven pengering. Bahan baku karet
akan masuk ke dalam reactor siklisasi. Proses yang terjadi pada reactor siklisasi adalah
pengedukan dan pemanasan. Dispersi karet kemudian dimasukan ke bak pencucian untuk
dibersihkan dari sisa pereaksi asam sulfat, selama 4 kali pencucian. Sebelum masuk ke oven
pengering dispersi karet dinetralisasi dengan menambahkan NH3 sampai ph karet 7. Tahap
terakhir pada proses produksi ini adalah pengeringan dengan oven dan menghasilkan karet
dalam bentuk bubuk.
Reaktor pencampuran yang dirancang , karet hasil kebun dimasukan ke dalam lubang pemasukan
bahan dan kemudian ditambahkan surfaktan non ionic. Bahan akan diaduk dengan kecepatan 200
rpm selama 30 menit untuk membuat reaksi yan baik. Kpasitas reactor ini adalah sebesar 16.000
liter. Setelah proses selesai bahan akan dikeluarkan melalui lubang pengeluaan.
Bak Penggumpalan
Karet yang telah tercampur dengan asam format tersebut didiamkan selama 4‐5 jam agar
menggumpal dengan sempurna. Bak penggumpal terdapat 5 unit dengan ukuran 15x0.5x0.5 m3
dan memiliki kapasita 2500‐3000 L per bak .
Oven Pengering
Tahap terakhir dari proses produksi karet adalah pengeringan. Tidak perlu desain khusus untuk
alat pendukung proses ini. Mesin pengering yang digunakan adalah oven dengan 12 rak‐rak kecil .
Kapasitas dari oven ini adalah 90.000 ‐95.000 kg bahan (karet kebun) yang akan dikeringkan.
Dimensi alat ini yaitu 475 x 450 x 465 cm. Oven ini terbuat dari bahan baja stainless stell dengan
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
101
rak besi yang anti karat. Energi panas yang digunakan yaitu dari bahan bakar untuk
memanaskannya, missal kompor LPG. Kontol suhu pemanasan otomatis sampai 125o c.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
102
7.1. Umum
7.1.1. Pengertian Dan Definisi Pabrik
Pabrik adalah setiap tempat dimana faktor‐faktor manusia, mesin dan
peralatan, material, energi, modal, informasi sumber daya alam dan lain
lain dikelola secara bersama dalam suatu sistem produksi guna
menghasilkan suatu produk secara efektif, efisien dan aman.
Lokasi pabrik yang ideal adalah lokasi yang terletak pada suatu tempat
yang mampu memberikan total biaya produksi yang rendah dan
keuntungan yang maksimal yang artinya lokasi terbaik dari suatu pabrik
adalah lokasi dimana unit cost dari proses produksi dan distribusi akan
rendah, sedangkan harga dan volume penjualan produk akan mampu
menghasilkan keuntungan yang sebesar‐besarnya bagi perusahaan.
7.1.2. Faktor pertimbangan pemilihan lokasi pabrik
Penentuan lokasi pabrik sangat menentukan kelangsungan hidup
perusahaan yang menginvestasikan dana pada bidang usaha tertentu di
masa yang akan datang. Ketepatan pemilihan lokasi berarti menghindari
sebanyak mungkin seluruh segi‐segi negatif dan mendapatkan lokasi
dengan paling banyak faktor‐faktor positif. Penentuan lokasi yang tepat
akan meminimumkan beban biaya (investasi dan operasional) jangka
pendek ataupun jangka panjang guna meningkatkan daya saing
perusahaan. Secara geografis letak geografis suatu pabrik mempunyai
pengaruh terhadap sistem produksi yang ekonomis, karena banyak faktor‐
faktor yang memengaruhi letak fasilitas/mesin‐mesin dalam pabrik, dan
yang lebih penting lagi karena lokasi tersebut akan memengaruhi besarnya
biaya operasi ataupun biaya kapital.
AAALLLTTTEEERRRNNNAAATTTIIIFFF LLLOOOKKKAAASSSIII PPPAAABBBRRRIIIKKK
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
103
Di dalam menentukan lokasi suatu pabrik dalam suatu investasi, di
mana pabrik itu akan dibangun dan di bagian mana dari daerah itu akan
didirikan pabrik, pemilihan letak pabrik pada umumnya dipengaruhi oleh
beberapa factor yaitu :
1. Lokasi Pasar
Pasar atau lokasi dimana konsumen berdomisili merupakan salah satu
faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi pabrik.
Pasar yang akan dituju dapat dibedakan dalam pasar internasional
(global), nasional, regional dan lokal. Jika pasar terpusatkan pada lokasi
tertentu, maka pabrik yang akan didirikan sebaiknya berada dekat
dengan lokasi pasar tersebut, tetapi apabila pasar menyebar
diberbagai lokasi maka dapat ditempatkan pada titik yang dapat
menghemat biaya distribusi.
2. Sumber Bahan Baku
Perusahaan yang karena sifat dan keadaan proses manufakturingnya
maupun sifat bahan bakunya yang mudah rusak, memaksa untuk
menempatkan pabrik yang berada dekat dengan lokasi sumber bahan
baku. Industri makanan dalam kaleng, pabrik pengepakan daging perlu
sekali untuk berada pada lokasi yang dekat dengan sumber bahan
baku. Seperti juga pada industry pabrik Karet yang memaksa harus
dekat dengan perkebunan karet.
3. Transportasi
Tersedia tidaknya fasilitas transportasi sangat menentukan dalam
proses pemilihan lokasi pabrik. Suatu perusahaan harus ditempatkan
di suatu daerah karena tersedia tipe fasilitas transportasi yang sesuai
dengan yang diinginkan. Biaya pengiriman produk maupun biaya untuk
memasukkan bahan baku bagi banyak perusahaan adalah faktor yang
penting dan tarif angkutan yang lebih rendah harus diperbandingkan
dengan biaya lain dalam menentukan lokasi pabrik.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
104
4. Sumber Energi atau Tenaga Listrik
Hampir dapat dipastikan bahwa semua industri memerlukan energi
atau tenaga listrik untuk kebutuhan proses produksinya. Secara umum
sebagian besar perusahaan akan lebih suka membeli energi listrik dari
perusahaan listrik daripada harus membuat sendiri instalasi
pembangkit listrik.
5. Iklim
Iklim secara nyata akan banyak mempengaruhi efektivitas, efisiensi,
produktivitas dan perilaku tenaga kerja dalam melaksanakan aktivitas
sehari‐harinya. Berdasarkan penelitian, manusia dapat bekerja dengan
nyaman dalam iklim yang temperaturnya dapat dijaga sekitar 20‐22°C.
6. Buruh dan Tingkat Upah
Sebuah perusahaan tidak dapat beroperasi tanpa karyawan, dan
pendirian pabrik pada lokasi tertentu akan mempertimbangkan pula
apakah tenaga kerja tersedia dengan cukup baik dari segi jumlah
maupun dari segi keahlian dan kemampuan yang diperlukan. Selain itu
tingkat upah tentu saja merupakan salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan.
7. Undang‐undang dan Sistem Perpajakan
Undang‐undang yang dikeluarkan oleh suatu negara baik di tingkat
pusat maupun tingkat daerah akan mempengaruhi mempengaruhi
proses pemilihan lokasi pabrik. Beberapa aspek yang umum diatur oleh
undang‐undang adalah berupa jam kerja maksimal, upah minimum,
usia kerja minimum, dan kondisi‐kondisi lingkungan kerja harus
dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pabrik.
8. Sikap Masyarakat
Masyarakat merupakan aspek penting dalam penyelesaian masalh
perburuhan, perselisihan dan apakah masyarakat dapat menerima
kehadiran indistri di daerahnya merupakan faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penentuan lokasi pabrik.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
105
9. Sekolah, tempat peribadatan, dan Daerah Pemukiman
Mendapatkan kota yang terbaik untuk sebuah pabrik baru tidak melulu
merupakan penyelidikan utama mendapatkn biaya transpor yang
terendah, tarif pajak rendah, dan suatu suplai air yang memadai, tetapi
juga merupakan suatu penyelidikan untuk suatu lingkungan
masyarakat di mana para karyawan akan mempunyai sekolah‐sekolah
ysng baik, gereja, taman‐taman dan daerah‐daerah pemukiman yang
tersedia untuk mereka.
10. Suplai air
Untuk perusahaan‐perusahaan yang memerlukan jumlah air yangbesar
dalam pemrosesan produk mereka, suplaia air harus mendapat
perhatian yang serius dalam memilih lokasi pabrik.
11. Pengendalian Polusi
Selama tahun‐tahun terakhir, telah terjadi gelombang emosionalisme
umum mengenai pengendalian polusi. Kombinasi undang‐undang baru
dan tekanan sosial telah memberikan dampak besar pada banyak
perusahaan terutama industri‐industri yang polusinya berat (misalnya
baja, minyak ,kertas dan karet). Pada industry karetb iasanya
mempunya pengelolaan limbah dan polusi yang khusus.
7.2. Alternatif Lokasi
Pentingnya pemilihan lokasi pabrik adalah untuk menentukan
keberhasilan perusahaan hubungannya dengan biaya operasi, harga jual,
serta kemampuan perusahaan untuk. bersaing di pasar. Alternatif pemilihan
lokasi adalah pertimbangan biaya yang dikeiuarkan dibandingkan dengan
tingkat keuntungan yang diperoleh. Alternatif pemilihan lokasi tersebut
apakah didirikan pabrik baru, ekspansi, ataukah relokasi bagi pabrik yang
sudah ada.
Alternatif pemilihan pabrik baru adalah apabila bagi pengusaha baru atau
pendatang baru.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
106
Alternatif pemilihan ekspansi didasarkan alasan bahwa fasilitas produksi
dirasa sudah ketinggalan, permintaan pasar tumbuh dan berkembang
lebih besar daripada kapasitas produksi yang dimiliki, serta apabila fasilitas
pendukung (faktor‐faktor produksi) tak lagi mencukupi.
Alternatif pemilihan relokasi apabila pabrik lama sudah tidak memenuhi
standard yang diharapkan.
Dalam Kegiatan Penyusunan Feasibility Study (studi kelayakan) Pembangunan
Pabrik Komoditi Perkebunan Karet ini adalah meninjau sejauh mana kelayakan
proyek pembangunan pabrik komoditi perkebunan karet dapat dilaksanakan
dilihat dari aspek manajemen operasional, pemasaran, teknis, ekonomis dan
finansial untuk mempertajam arah dan strategi pengembangan Komoditi
Perkebunan Karet Kabupaten Lingga dikaitkan dengan visi, misi, tujuan dan
sasaran pembangunan Kabupaten Lingga dalam jangka menengah dan jangka
panjang dan juga untuk meningkatkan nilai jual dari komoditi karet tersebut
yang semula dari bahan mentah dikembangkan menjadi bahan baku atau
mungkin ditingkatkan lagi menjadi bahan jadi Selain itu juga digunakan
sebagai dokumen untuk acuan bagi dinas atau instansi terkait dan investor
sehingga dapat menarik minat calon investor dalam berinvestasi.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
107
7.2.1. Hasil Tinjauan Lokasi Pembangunan Pabrik Perkebunan Karet
1. Desa Resun (Sungai Tenam) Kecamatan Lingga Utara.
Nama lokasi : Resun – Sungai Tenam.
Kepemilikan lahan : Perseorangan.
Gambar 7.1. Alternatif lokasi pabrik Karet – Sei Tenam
Potensi :
Jarak dari kantor pemerintahan Kabupaten Lingga 34 Km
Kondisi jalan dalam masa pengaspalan yang di perkirakan selesai di tahun
2014
Terdapat pelabuhan besar berjarak 13,7 Km dari perkiraan lahan lokasi
pabrik
Pelabuhan tersebut rencana akan menjadi pelabuhan transportasi
penumpang Lingga‐Batam dengan jarak tempuh perjalanan laut di
perkirakan 1 Jam
Sumber air berasal dari air terjun Resun yang mengalir menjadi aliran
sungai
Jarak kebun karet terdekat ke lokasi pabrik 7,3 km
Kekurangan :
Dekat dengan pemukiman warga
Belum terdapat banyak kebun karet
SDM belum banyak tersedia, karena masyarakat setempat jarak terdekat
dengan lokasi, mayoritas bekerja berdagang, wiraswasta, dan buruh
perikanan serta sebagai PNS.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
108
2. Desa Jagoh ‐ Kecamatan Singkep Barat.
Nama daerah : Pipa 2, Durian bangsal – PT DI (daerah industri) – Jagoh
Kepemilikan Lahan : Perseorangan
Gambar 7.2. Alternatif Lokasi Pabrik Karet – Desa Jagoh Singkep Barat
Potensi :
Terdapat pelabuhan transportasi penumpang tujuan : Batam‐ Lingga, Dabo‐
Lingga dan pulau2 kecil sekitarnya.
Lokasi lahan pabrik karet berjarak sekitar 12,2 Km dari pelabuhan Jagoh.
Akses jalan aspal baik namun terdapat jalan tanah 4 Km ke lokasi lahan.
Terdapat perkebunan karet, namun tak sebanyak di Kecamatan Singkep Barat.
Akses jalan ke lokasi lahan dari pelabuhan jagoh merupakan akses jalan
tembus ke daerah Cilatif dan Pangga Betung berjarak 8 Km.
Kekurangan :
Sumber air berasal dari kolong yang tidak begitu besar di perkirakan debit
airnya Tidak Begitu Beasr
Terdapat 2 Kolong ukuran kecil dan satu kolong ukuran sedang dengan jarak
kolong satu sama lain berjarak 500 M dan 1 Km.
SDM belum banyak tersedia,karena masyarakat setempat jarak terdekat
dengan lokasi, mayoritas bekerja berdagang, wiraswasta, dan buruh
perikanan serta PNS.
Berjarak 6‐9 km ke arah pemukiman warga.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
109
3. Desa Marok Tua – Kecamatan Singkep Barat
Nama daerah : Siluman – Badung ( lokasi bekas PT Timah jaman Belanda)
Kepemilikan lahan : Pemerintah Kabupaten Lingga
Gambar 7.3 Alternatif Lokasi Pabrik – Marok Tuo Singkep Barat
Potensi :
Bekas lahan tambang PT Timah.
Berjarak 16,5 Km dari pelabuhan marok tua.
Ketersediaan air yang sangat cukup, terdapat 3 kolong yang besar.
Akses jalan aspal, dari jalan aspal menuju lokasi terdapat jalan tanah
sepanjang sekitar 5 Km.
Di sepanjang jalan menuju Marok Tua dari desa Raya sepanjang 22 Km
terdapat perkebunan karet, baik yang berumur lama atapun baru
penanaman.
Terdapat PT ERMINA JAYA yang bergeak di pertambangan bauksit ekspor
cina.
Menurut informasi dari lurah setempat akan di bangun pelabuhan baru
untuk menyuplai kebutuhan PT ERMINA JAYA tersebut. Yang jaraknya
berkisar 2,2 Km dari lokasi.
SDM untuk perkebunan karet cukup tersedia.
Jauh dari pemukiman warga.
Kekurangan :
Jauh dari pusat kota berjarak 17,8 Km
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
110
4. Desa Raya ‐ Singkep Barat (alternatif)
Nama daerah : Bukiit Tumang, Singkep Barat.
Kepemilikan Lahan : sebuah perusahaan setempat.
Gambar 7.4 Alternatif Lokasi Pabrik – Desa Raya – singkep Barat
Potensi :
Berjarak 500 M dari pelabuhan bongkar muat Raya.
Terdapat 5 kolong ukuran sedang dan 4 kolong dengan ukuran besar.
Akses jalan aspal baik namun terdapat jalan tanah 2 Km ke lokasi.
Kekurangan :
Berjarak 6 KM dari pemukiman warga.
Tidak terlalu banyak perkebunan karet di sekitar lokasi.
SDM belum banyak tersedia,karena masyarakat setempat jarak terdekat
dengan lokasi, mayoritas bekerja berdagang, wiraswasta, dan buruh
perikanan serta sebagai PNS.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
111
ALTERNATIF LOKASI PABRIK KARET
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
112
8.1. Umum.
Dalam memenuhi tujuan akhir dan sasaran yang dicapai pada proyek Fesibility
Pembangunan Pabrik Karet di Kabupaten Lingga sesuai yang dimnta dalam Kerangka
acuan Kerja yaitu : PenyusunanFeasibility Study (studi kelayakan) Pembangunan
Pabrik Komoditi Perkebunan Karet dimaksudkan agar tersusunnya suatu dokumen
yang berisi informasi yang komprehensif namun disajikan secara ringkas dan padat
mengenai kelayakan pembangunan pabrik komoditi karet di Kabupaten Lingga yang
nantinya dapat dijadikan acuan bagi dinas atau instansi terkait dan jugainvestor
sehingga dapat menarik minat calon investor untuk menanamkan modalnya.
Dan Tujuan utama yang ingin dicapai dari PenyusunanFeasibility Study (studi
kelayakan) Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet ini adalah untuk
mempertajam arah dan strategi pengembangan Komoditi Perkebunan Karet
Kabupaten Lingga dikaitkan dengan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan
Kabupaten Lingga dalam jangka menengah dan jangka panjang dan juga untuk
meningkatkan nilai jual dari komoditi karet tersebut yang semula dari bahan mentah
dikembangkan menjadi bahan baku atau mungkin ditingkatkan lagi menjadi bahan
jadi yang kesemuanya itu harus terintegrasi dengan RTRW Kabupaten Lingga. Selain
itu juga digunakan sebagai dokumen untukacuan bagi dinas atau instansi terkait dan
investor sehingga dapat menarik minat calon investor dalam berinvestasi. Maka
Konsultan akan menyusun rencana untuk outline laporan akhir dimana diharapakan
lporaran akhir ini lebih konferenship, jelas dan dapat dimanfaatkan oleh pihak
Pemerintah dan Pihak terkait lainnya.
RRREEENNNCCCAAANNNAAA OOOUUUTTTLLLIIINNNEEE LLLAAAPPPOOORRRAAANNN AAAKKKHHHIIIRRR
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
113
8.2. Rencana Outline Laporan Akhr
Kami coba memberikan usulan untuk penyusunan laporan akhir selanjutnya yang
akan di perlihatkan dalam outline berikut.
1. Pendahuluan ,
Dalam bagian ini akan menjelaskan latar belakang studi, tujuan, maksud dan
sasaran Yang dijabarkan secara rinci, sesuai kerangka dan Acuan Kerja serta lokasi
kegiatan studi yang dilakukan. Dalam bagian ini juga di sebutkan hasil keluaran
dari studi ini.
2. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan
Bagian ini menjelaskan lokasi secara detail, dan data –data secara detail yang
diperlukan dalam kajian studi ini diambil dari data statistik tahun 2010 sampai
tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Badan Statistik Kabupaten Lingga Tahun 2012.
Hanya data‐data yang terkait dalam studi ini yang disajikan seperti : data kondisi
umum; karakteristik loksi dan wilayah, geografis dan topografi, administrasi
kabupaten, RTRW, demografi, iklim dan hidrologi. Data Perkebunan Karet, data
petani karet, data sosial dan ekonomi dan data infastuktur.
3. Pendekatan Metologi
Bagian ini memaparkan metode yang akan dipakai dalam studi ini, tahap‐tahap
penyelesaian studi disajikan dengan flowchart penyelesaian studi.
4. Gambaran umum Perkebunan Karet
Bagian ini akan mejelaskan secara umum perkebunan karet, spesies pohon karet,
hasil produksi perkebunan karet, aspek produk karet di Kabupaten Lingga,
spesifikasi produksi getah karet (lateks) dan perubahannya akibat proses produksi
dan penangannannya.
5. Aspek Pemasaran Hasil Produksi Karet
Bagian ini akan menjelaskan bagaimana secara umum di Indonesia dalam hal
pemasaran hasil produksi tanaman karet dan perkembangannya, hasil produksi
karet dan permintaan komoditi karet, penjelasan kondisi sekarang tentang
pemasaran karet di Kabupaten Lingga dan rencana pengembangan. Di jelaskan
juga Kebijakan Pemerintah Lokal serat peran sertanya dalam hal Otonomi Daerah ,
dan kerjasama dengan phak swasta.
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
114
6. Pemilihan Teknologi Pengolahan
Bagian ini dijelaskan alternatif pengolaan hasil getah karet (lateks) di Pabik karet,
ada dua yang akan di bahas yaitu pengolaan dengan teknologi umum dan
pengolaan dengan teknologi pembuat karet siklo. Dalam bagian ini dijelaskan juga
peralatan yang akan digunakan. Didapat juga hasil analisa dan rekomendai untuk
pengolahan karet pada rencana pabrik di Kabupaten Lingga. Juga akan disajikan
rencana Kapasitas produksi komoditi karet untuk rencana pembangunan pabrik
karet.
7. Rekomendasi Lokasi Pabrik karet
Bagian ini akan menyajikan alternatif lokasi pabrik karet di Kabupaten Lingga,
analisa dari alternatif alternatifnya , kemudian dari hasil analisa akan dipilih lokasi
pabrik .
8. Desain awal Konstruksi Pabrik
Bagian ini akan memeberikan hasil analisa perencanaan awal dari pembangunan
pabrik karet yang terdiri dari : rencana layout Pabrik, perencanaan konstruksi
pabrik dan kelayakan teknis, Rencana anggaran Biaya dan schedule penyelesaian
pembangunan pabrik Karet .
9. Organisasi dan Manajemen Pabrik
Bagian ini menjelaskan bagimana pengelolaan pabrik, tenaga inti yang harus ada
dalam hal manajemen pabrik, dan tenaga kerja yang dibutuhkan, pemanfaatan
tenaga kerja lokal dan sumber pengadaan tenaga kerja, Blas jasa tenaga kerja dan
rekomendasinya.
10. Anaiisa biaya Investasi.
Bagian ini akan menjelasakan analisa biaya investasi yang akan dikeluarkan yaitu :
Modal investasi yang diperlukan, struktur pemodalan, estimasi biaya produksi
tahun pertama, estimasi biaya penjualan, cash flow dan perkiraan rugi‐laba.
11. Analisa Kelayakan Ekonomi
Bagian ini akan menjelasan analisa kelayakan ekonomi dari pembangunan proyek
yang terdiri dari Benefit cost ratio, Net Present Value (NPV) dan IRR.
12. Analisa Sosial Ekonomi Masyarakat
Laporan Antara Feasibility Studi (studi kelayakan)
Pembangunan Pabrik Komoditi Perkebunan Karet Kab linnga
115
Bagian ini akan membahas pengaruh pembangunan pabrik terhadap perubahan
budaya masyarakat setempat, perubahan tingkat ekonomi masyarakat, sarana da
prasarana .
13. Analisa Dampak Lingkungan
Bagian ini akan membahas analisa dampak lingkungan yang terdiri dari dari
dampak pra konstruksi, konstruksi dan paska konstruksi, serta matrik damapak.
Juga akan di kaji bagaimanrencana a pengelolaan limbahnya
14. Kebijakan dan Analisa Hukum
Bagian ini akan membahas : perijinan dan regulasi , undang‐undang dan hukum
terkait serta pengaturan kerjasama dan shareholder.
15. Kesimpulan dan Saran
Berisi Kesimpulan da Saran