120984738-kolelitiasis

49
Tugas KMB III KOLELITIASIs Oleh: Kelompok 6 1. Aulia Dwi Zukmana (06060012) 2. Endah Setyo rini (06060012) 3. Anis Khiliya (06060018) 4. Rahma Latifa (06060024) 5. Yufi Febri Hadi (06060030) 6. Wahyu Saputro (06060038) Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Upload: damal-an-nasher

Post on 03-Jan-2016

78 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kolelitiasis

TRANSCRIPT

Page 1: 120984738-kolelitiasis

Tugas KMB III

KOLELITIASIs

Oleh:

Kelompok 6

1. Aulia Dwi Zukmana (06060012)

2. Endah Setyo rini (06060012)

3. Anis Khiliya (06060018)

4. Rahma Latifa (06060024)

5. Yufi Febri Hadi (06060030)

6. Wahyu Saputro (06060038)

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2009

BAB I

Page 2: 120984738-kolelitiasis

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20

juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika,

batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena

belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan

ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat

operasi untuk tujuan yang lain.

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka

banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat

dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin

kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.

Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu

menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis

penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan

atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi yang dimaksud dengan

kolelitiasis.

1.2.2 Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi,

patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan Asuhan

keperawatan pada Kolelitiasis.

b) Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan.

c) Memenuhi salah satu tugas perkuliahan KMB III.

BAB II

Page 3: 120984738-kolelitiasis

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi

Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini

mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus

choledochus (choledocholithiasis).

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana

terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki

ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada

individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor

resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis

dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu

merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang

terbentuk di dalam kandung empedu.

Gambar 1: Batu dalam kandung empedu.

—-

Page 4: 120984738-kolelitiasis

2.2 Anatomi

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang

terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya

sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc.

Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan

biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan

dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus

bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri.

Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk

bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.

Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus

dan collum dengan permukaan visceral hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica

kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri

yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat

collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici

hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.

Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 2: Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

Page 5: 120984738-kolelitiasis

2.3 Fisiologi Saluran Empedu

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.

Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses

ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling

berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang

membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian

disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.

Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian

keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai

doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi

sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

Gambar 3: Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya.

Pengosongan Kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung

empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam

duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa

duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung

empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung

distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya

Page 6: 120984738-kolelitiasis

empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan

empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu

pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan

oleh dua hal yaitu:

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum

akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

b) Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan

kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan

mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung

empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal

memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Komposisi Cairan Empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit -   -  

Page 7: 120984738-kolelitiasis

a. Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam

yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah:

o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat

dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah

menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin

yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman

usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %)

garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus

sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat.

Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga

bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau

reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.

b. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.

Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin

yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat

erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi)

yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah

berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat

banyak.

2.4 Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:

a) Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol.

Page 8: 120984738-kolelitiasis

b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

c) Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan

kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

2.5 Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang

dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan

angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat

dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

2.6 Etiologi/Faktor Resiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,

semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan

untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap

peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang

menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.

Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan

kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung

empedu.

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

Page 9: 120984738-kolelitiasis

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi

untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar

kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu

serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi

gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan

dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar

dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit

berkontraksi.

g. Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,

diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi

untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.

Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung

empedu.

2.7 Manifestasi Klinis

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut

bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran

klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena

adanya komplikasi.

Page 10: 120984738-kolelitiasis

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik

bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di

daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran

kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai

pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar

bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral

ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan

istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak

memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara

30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat

menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat

menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang

merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya

komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis

akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder,

ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu.

Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan

ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. 

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah

sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan

penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain

seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. 

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus

sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam

saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat

Page 11: 120984738-kolelitiasis

bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya

ikterus obstruktif yang nyata. 

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa

menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga

timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang

tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar.

Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif,

kolangitis dan pankreatitis.

Gambar 4: Manifestasi klinis yang umum terjadi

2.8 Patofisiologi

2.8.1 Patogenesis Bentukan Batu Empedu

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang

terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo

Maki tahun 1995 sebagai berikut:

a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa

sebagai:

Batu Kolesterol Murni

Batu Kombinasi

Batu Campuran (Mixed Stone)

Page 12: 120984738-kolelitiasis

b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar

kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai:

Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium

Batu pigmen murni

c) Batu empedu lain yang jarang

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:

Batu Kolesterol

Batu Campuran (Mixed Stone)

Batu Pigmen.

Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen

yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu

membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu

ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.

Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan

garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada

keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa

mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu

dan lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga

terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan

tinggi.

Page 13: 120984738-kolelitiasis

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada

gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan

sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan

kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya

melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.

Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya

sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu

heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel

yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal

kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam

empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu

untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana

kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti

batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila

konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat

supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi

pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total

parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada

keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus

yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal

kolesterol dan sukar dipompa keluar. 

Page 14: 120984738-kolelitiasis

Batu bilirubin/Batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan

eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell.

Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi

bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena

adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli.

Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton

yang menghambat kerja glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga

oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki

melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan

dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam

mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

2.8.2 Patofisiologi Umum

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan

berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu

campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%

kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10%

sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang

mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,

pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam

kandung empedu.

Page 15: 120984738-kolelitiasis

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di

dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid

membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi

(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan

berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang

terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut

bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung

empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan

batu empedu empedu.

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:

a. Asimtomatik

b. Obstruksi duktus sistikus

c. Kolik bilier

d. Kolesistitis akut

Empiema

Perikolesistitis

Perforasi

e. Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu

Empiema kandung empedu

Fistel kolesistoenterik

Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada

dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat

menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara

menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel

dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh

Page 16: 120984738-kolelitiasis

alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya

kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding

(dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal

ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis

generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat

kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus

kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang

menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,

kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya

fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian

tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

2.10 Diagnosis

2.10.1 Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan

yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang

mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul

tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri

menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

Page 17: 120984738-kolelitiasis

2.10.2 Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,

seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung

empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan

ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis

kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah

sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang

meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik

nafas.

Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang

teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah

kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran

empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

2.10.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,

dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan

kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh

batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di

dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar

amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan

akut.

Page 18: 120984738-kolelitiasis

b. Pemeriksaan radiologis

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.

Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar

kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut

dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu

kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang

menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Gambar 5: Foto rongent pada kolelitiasis

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu

intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding

kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan

Page 19: 120984738-kolelitiasis

oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam

usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung

empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Gambar 6: Hasil USG pada kolelitiasis

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena

relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen

sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan

gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2

mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan

tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral

lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Gambar 7: Hasil kolesistografi pada kolelitiasis

Page 20: 120984738-kolelitiasis

2.11 Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang

hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi

makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain:

a) Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis

simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera

duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan

untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk

kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b) Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah

mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien

dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini

dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di

rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,

nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah

kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti

cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama

kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 8: Tindakan kolesistektomi

Page 21: 120984738-kolelitiasis

c) Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah

angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya

memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian

prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi

dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,

kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.

d) Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-

ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan

per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien

tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan

yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad

saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah

benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

f) Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping

tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama

untuk pasien yang sakitnya kritis.

2.12 Terapi

Ranitidin

Komposisi: Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50

mg/ml injeksi.

Indikasi: Ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap

simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung (Dalam kasus

kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).

Perhatian: Pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma

lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

Page 22: 120984738-kolelitiasis

Buscopan (analgetik /anti nyeri)

Komposisi: Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi.

Indikasi: Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih

wanita.

Kontraindikasi: Glaukoma hipertrofiprostat.

Buscopan Plus

Komposisi: Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.

Indikasi: Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik

pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.

NaCl

NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida yang dimana

kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam

plasma tubuh.

NaCl 3 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida tetapi kandungan

osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma

tubuh.

2.13 Penatalaksanaan Diet

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah

lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme

lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak.

Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen

bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun

makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran

yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh.

Page 23: 120984738-kolelitiasis

2.14 Proses Keperawatan

A. Pengkajian

Aktifitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan

Tanda : Gelisah

Sirkulasi

Tanda : Takikardia, berkeringat

Eliminasi

Gejala : Perubahan warna urine dan feses

Tanda : Distensi abdomen.

Teraba masa pada kuadran kanan atas.

Urine gelap, pekat.

Feses waran tanah liat,steatorea.

Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual/muntah.

Tidak toleraran terhadap lemak dan makanan “pembentukan gas”

regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, latus,

dispepsia.

Bertahak.

Tanda : Kegemukan, adanya penurunan berat badan.

Nyeri/Kenyamanan

Gejala :Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar kepunggung atau bahu

kanan.

Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.

Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.

Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas

ditekan; tanda murphy positif.

Pernapasan

Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan.

Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangakal.

Page 24: 120984738-kolelitiasis

Keamanan

Tanda : Demam, menggigil.

Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).

Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).

Penyuluhan/Pembelejaran

Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.

Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi

usus, diskrasias darah.

Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.

Rencana pemulangan: Memerlukan dukungan dalam perubahan

diet/penurunan berat badan.

Pemeriksaan Diagnostik

Darah lengkap: Leukositosis sedang (akut).

Bilirubin dan amilase serum: Meningkat.

Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat alkaline

fosfat dan 5-nukletiase; Di tandai

obstruksi bilier.

Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus

menurunkan absorbsi vitamin K.

Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau

ductus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal).

Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan

percabangan bilier dengan kanualasi duktus koledukus melalui deudenum.

Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan

flouroskopi anatara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila

ekterik ada ).

Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem

empedu. Catatan: kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah

untuk menelan zat lewat mulut.

Skan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu,

dan membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi.

Page 25: 120984738-kolelitiasis

Skan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier.

Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi)

batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.

Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menyebapkan penyebaran nyeri.

B. Analisa Data

Analisis meliputi pemeriksaan temuan pengkajian, pengelompokan temuan yang

berhubungan, dan membandingkan temuan terhadap parameter normal yang dibuat.

Kemudian, untuk membuat diagnose keperawatan manjadi akurat adalah identifikasi

masalah yang memfokuskan perhatian pada respon fisik atau perilaku saat ini atau

beresiko tinggi yang mempengaruhi kualitas hasrat hidup klien atau pada apa yang

menjadi kebiasaan (Doenges, 2001).

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menunjukkan masalah keperawatan/masalah klien, orang

terdekat, dan atau perawat yang memerlukan intervensi keperawatan dan penatalaksanaan

(Doenges, 2001:14).

The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) telah menerima

definisi kerja dari diagnose keperawatan, yaitu: penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang

actual dan potensial. Diagnose keperawatan memberikan dasar terhadap pemilihan

intervensi keperawatan untuk mencapai hasil dimana perawat dapat bertanggung gugat.

Diagnosa keperawatan dari ASKEP kolelitiasis, diantaranya:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme

duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penghisapan gaster

berlebihan, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster; pembatasan masukan

secara medic; gangguan proses pembekuan.

Page 26: 120984738-kolelitiasis

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah, dyspepsia, nyeri, gangguan pencernaan lemak sehubungan dengan

obstruksi aliran empedu.

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, tidak

mengenal sumber informasi.

D. Rencana/Intervensi Keperawatan

Dx 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis:

obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

Hasil yang diharapkan:

- Pasien akan melapor bahwa nyeri akan hilang.

- Pasien akan menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktifitas

hiburan sesuai indikasi ubtuk situasi individual.

Intervensi Keperawatan:

Observasi dan catet lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri

(menetap,hilang timbul,kolik).

R/ Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi

tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefiktifan

intervensi.

Cataet respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bial nyeri hilang.

R/ Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan

terjadinya komplikasi atau kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut.

Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.

R/ Tirah baring pada posisi fowler rendah menunjukkan tekanan

intraabdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan

nyeri secara alamiah.

Gunakan sprei halus/katun; cairan kalamin; minyak mandi (Alpha keri);

Kompres dingin/lembab sesuai indikasi.

R/ Menurunkan iritasi/kulit kering dan sensasi gatal.

Control suhu lingkungan.

Page 27: 120984738-kolelitiasis

R/ Dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan ketidaknyamanan

kulit.

Dorong menggunakan tekhnik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi,

visualisasi, latihan napas dalam.berikan aktifatas senggang.

R/ Meningkatkan istirahat,memusatkan kembali perhatian, meningkatkan

koping.

Kolaborasi

Pertahankan status puasa, masukkan/pertahankan penghisapan NG sesuai

indikasi.

R/membuang sekret gaster yang merangsang pengeluaran koleosistoksin dan

kontraksi kandung empedu.

Berikan obat sesuai indikasi:

Antikolinergik, contoh atropin, propantelin (Pro-Banthine).

R/ menghilangkan refleks spasme/kontraksi otot halus dan membantu dalam

manajemen nyeri.

Sedatif,contoh fenobarbital.

R/ meningkatkan istirahat dan merilekskan otot halus, menghilangkan nyeri.

Narkotik, contoh meperidin hidroklorida (demerol); morfin sulfat.

R/ memberikan penurunan nyeri hebat. Morfin di gunakan dengan waspada

karena dapat meningkatkan spasme sfingter oddi, walaupun nitrogliserin

dapat diberikan untuk menurunkan spasme karena morfin.

Monoktanoin(moctanin).

R/ Obat ini dapat di coba setelah kolesistektomi untuk menahan batu, untuk

membentuk batu baru yang lebih besar dalam duktus empedu. Ini merupakan

pengobatan jangka panjang(1-3 minggu) dan di berikan melalui selang nasal

bilier. Kolangiogram dilakukan secara periodik untuk memantau

penghancuran batu.

Page 28: 120984738-kolelitiasis

Dx 2: Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penghisapan

gaster berlebihan, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster; pembatasan

masukan secara medic; gangguan proses pembekuan.

Hasil yang diharapkan:

- Pasien akan menunjukkan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh

tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisien

kapiler baik, secara individu mengeluarkan urine cukup dan tak ada muntah.

Intervensi Keperawatan:

Pertahankan masalah haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari

masukan, peningkatan berat berat jenis urine. Kaji membram mukosa/kulit,

nadi perifer dan pengisian kapiler.

R/ Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan

kebutuhan pengantian.

Awasi tanda/gejala peningkatan berlanjutnya mual/muntah,kram abdomen,

kelemahan, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur, parestesia hipoaktif

atau takadanya bising usus, defresi pernafasan.

R/ Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan pemasukan oral

dapat menimbulkan deficit natrium, kalium dan klorida.

Hindarkan dari lingkungan yang berbau

R/ Menurunkan rangsangan pada pusat muntah

Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut; berikan minyak

R/ menurunkan kekeringan membrane mukosa, menurunkan resiko

pendarahan oral.

Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas

suntikan lebih lama dari biasanya.

R/ Menurunkan trauma, resiko perdarahan/ pembentukan hematoma.

Kaji perdarahan yang tak biasanya,contoh perdarahan terus menerus pada sisi

injeksi, mimisan, perdarahan gusi,ekimosis,petikie, hematemesis /melena.

R/ Protombin darah menurunkan dan waktu koagulasi memanjang bila aliran

empedu terhambat, meningkatkn resiko perdarahan / hemoragi.

Page 29: 120984738-kolelitiasis

Kolaborasi :

Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan

R/ Menurunkan sekresi dan mortilitas gaster

Masukkan selang NG, hubungkan ke penghisap dan pertahankan patensi

sesuai indikasi

R/ memberikan istirahat pada waktu GI.

Berikan antimietik,contoh proklorperazin(compazine)

R/ menurunkan mual dan mencegah muntah

Kaji ulang pemeriksaan laborotorium contoh Ht/Hb;

elektrolit;GDA(pH);waktu pembekuan

R/ Membantu dalam evaluasi volume sirkulasi, mengidentifikasi deficit dan

mempengaruhi pilihan intervensi atau penggantian/ koreksi.

Berikan cairan IV, elektrolit dan vitamin K.

R/ Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidakseimbangan.

.

Dx 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

mual muntah, dyspepsia, nyeri, gangguan pencernaan lemak sehubungan

dengan obstruksi aliran empedu.

Hasil yang diharapkan:

- Pasien akan melaporkan mual muntah hilang.

- Pasien akan menunjukkan kemajuan mencapai berat badan atau

mempertahankan berat badan individu yang tepat.

Intervensi Keperawatan:

Kaji distensi abdomen, sering berdahak, berhati-hati, menolak bergerak.

R/ Tanda non vernal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan

pencernaan, nyeri gas.

Perkirakan atau hitung pemasukan kalori. Jaga komentar tentang nafsu makan

sampai minimal.

R/ Mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah

membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.

Page 30: 120984738-kolelitiasis

Timbang sesuai indikasi.

R/ Mengawasi keefektifan rencana diet.

Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan pasien, makanan yang menyebabkan

distres, dan jadwal makan yang disukai.

R/ Melibatkan pasien dalam perencanaan, memapukan pasien memiliki rasa

control dan mendorong untuk makan.

Berikan suasana menyanangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan

berbau.

R/ Untuk meningkatkan nafsu makan/ menurunkan mual.

Berikan kebersihan oral sebelum makan.

R/ Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

Tawarkan minuman seduhan saat makan, bila toleran.

R/ Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas. Catatan : Mungkin

dikontraindikasikan bila menyebabkan pembentukan gas/ ketidaknyamanan

gaster.

Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi

R/ Membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen.

Mempengaruhi penyembuhan dan rasa sehat dan menurunkan kemungkinan

masalah sekunder sehubungan dengan imobilisasi (contoh: pneumonia,

tromboplebitis).

Kolaborasi :

Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.

R/ Berguna dalam membuat kebutuahn nutrisi individual melalui rute yang

paling tepat.

Mulai diet cair rendah lemak setelah selang NG dilepas.

R/ pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan

nyeri sehubungan dengan tidak semua lemak dicerna dan berguna dalam

mencegah kekambuhan.

Tambahkan diet sesuai toleransi, biasanya rendah lemak, tinggi serat, batasi

makanan penghasil gas (contoh bawang, kol jagung) dan makanan/minuman

tinggi lemak (contoh mentega, makanan gorengan, kacang).

Page 31: 120984738-kolelitiasis

R/ memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rangsangan pada kandung

empedu.

Berikan garam empedu contoh Biliron; Zanchol; asam dehidrokolik

(Decholin) sesuai indikasi.

R/ Meningkatkan pencernaan dan absorbs lemak, vitamin larut dalam lemak,

kolesterol. Berguna pada kolesisitas kronis.

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, albumin/protein serum, kadar

transverin.

R/ Memberikan informasi tentang kekurangan nutrisi/ keefektifan terapi.

Berikan dukungan nutrisi total sesuai kebutuhan.

R/ Makanan pilihan diperlukan tergantung pada derajat ketidakmampuan/

kerusakan kandung empedu dan kebutuhan istirahat gaster yang lama.

E. Evaluasi

Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian hasil yang

diharapkan (yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan di dokumentasikan dalam

rencana keperawatan) adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu

untuk menentukan seberapa baik rencana asuhan tersebut berjalan dan bagaimanan

selama proses terus menerus. Revisi rencana keperawatan adalah komponen penting

dalam evaluasi.

Pengkajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak hanya

hasil yang diharapkan terjadi pada klien di tinjau ulang atau bila keputusan dibutuhkan

apakah klien siap atau tidak untuk pulang. (Doengos, 2001:15).

Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses

penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta untuk

pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI, 1995).

Evaluasi adalah proses berkelanjutan. Perawat dapat mengasumsikan perawatan

tersebut telah efektif saat hasil yang diharapkan untuk perawatan dapat terjadi. (Wong,

2002:366).

Page 32: 120984738-kolelitiasis

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung

empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu

yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan

berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu

campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%

kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20 - 50% kolesterol). Angka 10%

sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang

mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu,

pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam

kandung empedu.

3.2 Saran

Berikan penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan untuk

mencegah terjangkitnya penyakit kolelitiasis dan mempercepat penyembuhan.

Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil

yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.

Page 33: 120984738-kolelitiasis

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2001. Keperawatan medikal bedah vol 2. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, diagnosis keperawatan dan masalah kolaboratif. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.

Dorland, W. 2002. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.

http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/04/25/kolelitiasis-gallbladder-stones/. Diakses tanggal 4 Oktober 2009.

Husadha, Yast. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam: fisiologi dan pemeriksaan biokimiawi hati. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

ISFI. 2008. ISO Indonesia. Volume 43 – 2008. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

Lesmana, L. 2000. Batu empedu. Buku ajar penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mansjoer, A. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI.

Schwartz S, Shires G, Spencer F. 2000. Prinsip-prinsip ilmu bedah (principles of surgery). Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.