118271449 laporan resmi stabilitas obat

14
LAPORAN RESMI PERCOBAAN I FARMASI FISIKA STABILITAS OBAT Pengampu : Sugiyono, Apt Disusun Oleh : Golongan I C Iman Bagus Wicaksono ( 115010658 ) Amalina Firdaus ( 115010670 ) Evi Kurniawati ( 115010671 ) Andwi Pravita Sari ( 115010672 ) LABORATORIUM FARMASI FISIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

Upload: rizky-kharobie

Post on 31-Dec-2015

152 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

stabilitas obat

TRANSCRIPT

Page 1: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

LAPORAN RESMI

PERCOBAAN I

FARMASI FISIKA

STABILITAS OBAT

Pengampu : Sugiyono, Apt

Disusun Oleh :

Golongan I C

Iman Bagus Wicaksono          ( 115010658 )

Amalina Firdaus                      ( 115010670 )

Evi Kurniawati                        ( 115010671 )

Andwi Pravita Sari                 ( 115010672 )

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2012

Page 2: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

LAPORAN RESMI

PERCOBAAN III

STABILITAS OBAT

A.      TUJUAN

Mempelajari reaksi kinetika dan menentukan waktu kadaluarsa obat

B.       DASAR TEORI

          Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia.

Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan

( Connors,et al.,1986).      

          Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat

dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau

kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen,

cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme

degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau

perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi

(Moechtar, 1989).

Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas

dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan

sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti

suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi

degradasi bahan. Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat

adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara

sensorik, secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala

perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope.

Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan

sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).

Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian

dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-) dengan

menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak

mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989)

Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat

formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi

dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan

pasien yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat

mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik

sehingga dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor

Page 3: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi

dimana kestabilan obat tersebut optimum. (Anonim, 2004)

Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan – bahan dari

formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia

dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk

sediaan. (Ansel, 1989)

Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat

dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman, 1994)

Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang

berkaitan dengan bidang kefarmasian. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan

dimasukkan dalam rantai peristiwa ini:

a.         Kestabilan dan tak tercampurkan

Proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui

penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan

kima yang kurang diinginkan dari obat tersebut.

b.         Disolusi

Yang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah kecepatan berubahnya obat dalam

bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.

c.         Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi

Beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh, laju

distribusi obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran obat setalah proses ditribusi dengan

berbagai faktor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh, dan melalui jalur-

jalur pelepasan.

d.        Kerja obat pada tingkat molekular obat

Obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon

dari obat merupakan suatu proses laju.

(Martin, 1990)

Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan mula-mula satu

atau lebih reaktan dan ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde

ke satu dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik, menit, dan jam. Kecepatan terurainya

suatu zat padat mengikuti reaksi orde nol, orde satu, ataupun orde dua, yang persamaan

tetapan kecepatan reaksinya seperti tercantum dibawah ini:

Orde nol        k =  C

Page 4: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

                             t

Orde I           k = 2,302 log Co atau k =

2,302    log   Co

                                t           C                     t             Co – X

Orde II          k =           X

                            Co(Co – X)t

Dimana:

k        = tetapan kecepatan reaksi

Co     = konsentrasi mula-mula zat

C       = konsentrasi zat pada waktu t

X       = jumlah obat yang terurai pada waktu t

C       = Co – X = konsentrasi mula-mula jumlah yang terurai pada waktu t

(Martin, 1990)

Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu:

a.         Metode Substitusi

Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan ke

dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. Jika persamaan itu

menghasilkan harga k yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi

dianggap berjalan sesuai dengan orde reaksi tersebut.

b.         Metode Grafik

Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi

tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus, reaksi adalah orde

nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (Co – X) terhadap t menghasilkan garis lurus

bila 1 / (Co – X) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1 / (Co –

X)2 terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan konsenrasi mula-mulanya,

reaksi adalah orde ketiga. 

c.         Metode Waktu Paruh

Waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi

mula-mula adalah waktu paruh. Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan

konsentrasi awal (Co) seperti pada tabel waktu paruh:

Page 5: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

Ord

e

Persamaan orde reaksi Persamaan

waktu paruh

0  X = k.t t1/2 = Co / 2k

1log        Co      =        k         . t

         (Co – X)        2,303

t 1/2 = 0,693 / k

2          X         =

k.t

  Co(Co – X)

t ½ = 1 / Co.k

(Martin, 1990)

A.    ALAT dan BAHAN

ALAT :

-          Labu takar 1 liter

-          Pipet ukur

-          Tabung reaksi

-          Panci

-          Spektrofotometer UV-Vis

-          Stop watch

-          Bekker glass

-          Kompor listrik

-          Thermometer

BAHAN :

-          Asetosal

-          Alkohol

-          Aquadest

-          Es batu

Page 6: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

-          Ferri nitrat 1%

-          Asam nitrat P

B.      CARA KERJA

Menimbang seksama 0,2 gram Asetosal, larutkan dalam 15 ml Alkohol, encerkan dengan

Aquadest sampai 1 liter

Memasukkan masing-masing larutan Asetosal ke dalam 5 tabung reaksi (diberi tanda t0

sampai dengan t40) @10 ml

Memanaskan didalam shaking thermostatic water bath (dalam praktikum ini di gunakan

panci sebagai penggantinya) pada suhu yang dikehendaki (40º C, 55º C, 70º C)

Setelah mencapai suhu yang dikehendaki mengambil tabung reaksi t0, dinginkan di

dalam crused ice

Setelah 10 menit ambil tabung reaksi t10, dinginkan di dalam crused ice, begitu juga

perlakuan yang sama terhadap tabung reaksi t20 – t40

Setelah dingin tambahkan 2 tetes asam nitrat P dan 2 ml Ferri nitrat 1%, kocok sampai

homogen

Membaca absorbansinya pada panjang gelombang 525 nm

Hitung kadar obat yang terdegradasi dengan persamaan kurva baku Y=0,128X+0,004

Menghitung kadar Asetosal yang rusak

Menghitung kadar utuh Asetosal

Menentukan peruraian Asetosal mengikuti orde reaksi 1 atau 2

Page 7: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

F.      PEMBAHASAN

Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mempelajari suatu reaksi dan

menentukan waktu kadaluarsa suatu obat. (Anonim, 2012)

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempertahankan sifat dan

karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan,

kualitas, kemurnian) dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan

penggunaan sehingga mampu memberikan efek terapi yang baik dan menghindari efek

toksik. Stabilitas adalah faktor penting kualitas, keamanan dan kemanjuran dari produk

obat. Sebuah produk obat, yang tidak cukup stabil, dapat mengakibatkan perubahan fisik

(seperti kekerasan, menilai pembubaran, pemisahan fase dll) serta karakteristik kimia

(pembentukan risiko tinggi dekomposisi zat). (Anonim, 2000)

Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan banyaknya reaksi yang berlangsung

per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan konsentrasi zat terlarutdalam reaksi yang

dihasilkan tiap detik reaksi. Berdasarkan eksperimen, laju reaksi meningkat tajam dengan

naiknya suhu. (Martin, 1990)

T1/2 adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu dimana suatu

produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan

kondisi atau waktu yang diperlukan untuk hilangnya konsentrasi setengahnya. Sedangkan

T90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas waktu diperbolehkannya obat

tersebut dikonsumsi karena diharapkan masih memenuhi spesifikasi yang

ditetapkan.  (Martin, 1990)

Pada praktikum stabilitas obat ini bahan yang digunakan adalah Asetosal. Dimana

dilakukan penentuan stabilitas obat Asetosal menggunakan metode grafik berdasarkan nilai

konstanta kecepatan reaksi, waktu paruh (T1/2) dan T90 (waktu kadaluarsa) dan

menggunakan instrumen spektrofotometer pada berbagai suhu yaitu suhu 40◦C, 55◦C, dan

70◦C. Dimana panjang gelombang untuk Asetosal adalah 525 nm.

Berikut reaksi peruraian Asetosal :

Degradasi Asetosal dapat dipengaruhi oleh suhu, cahaya, dan faktor-faktor lainya.

Berdasarkan mekanisme degradasi Asetosal diatas maka dapat disimpulkan bahwa

konsentrasi Asetosal berkurang dalam jumlah yang sama dengan konsentrasi asam salisilat

yang terbentuk selama reaksi berlangsung. (Anonim, 2011)

Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu 40◦C, 55◦C, dan 70◦C dimaksudkan

untuk membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan

Page 8: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

pada suhu berapa obat akan terurai dengan cepat. Jika menggunakan suhu yang tinggi kita

mampu mengetahui penguraian obat dengan cepat. Sedangkan jika menggunakan suhu

kamar dalam pengujian maka butuh waktu yang lama untuk dapat terurai atau terdegradasi

walaupun sebenarnya dalam suhu kamarpun Asetosal sudah dapat terdegradasi.

 Proses yang dikerjakan dalam praktikum ini yaitu, mula-mula timbang secara

seksama 0,2 gram Asetosal, lalu di larutkan dalam 15ml alkohol, adapun tujuan

penambahan alkohol adalah untuk melarutkan asetosal, karena jika di lihat dari pemerian

asetosal yakni agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95 %) P; larut dalam

kloroform P, dan dalam eter P (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979), maka

dipilih pelarut yang cocok yaitu alkohol atau etanol. Lalu encerkan dengan aquadest

sampai 1 liter. Jika sudah di encerkan sampai dengan homogen lalu masukkan 10ml

masing-masing larutan asetosal ke dalam 5 tabung reaksi ( diberi tanda t0 sampai t40).

Panaskan dalam shaking thermostatic water bath yang dalam praktikum ini diganti dengan

panci yang di dalamnya terdapat beker glass yang beisi air dan dididihkan di atas kompor

listrik yang masing-masing di atur suhunya 40◦C, 55◦C, dan 70◦C. Alasan menggunakan

suhu yang tinggi karena bila kita ingin mengetahui batas kestabilan suatu obat (batas

kadaluarsanya), maka obat harus disimpan pada jangka waktu yang lama sampai obat

tersebut berubah, hal ini tentu tidak bisa dilakukan karena keterbatasan waktu, sehingga

kita menggunakan suhu yang tinggi karena uji kestabilan obat dapat dipercepat dengan

menggunakan perubahan suhu atau menggunakan suhu yang tinggi. Semakin tinggi

suhunya maka akan semakin cepat bahan obat tersebut untuk terurai. Metode ini dikenal

sebagai studi stabilitas yang dipercepat. (Anonim, 2012)

Setelah tercapai suhu yang di kehendaki ambil tabung reaksi t0 dinginkan dalam

crussed ice, atau pecahan es batu. Setelah 10 menit ambil tabung reaksi t10, dinginkan

dalam crussed ice, begitu halnya dengan perlakuan yang sama terhadap tabung reaksi t20

samapai tabung reksi t40. Tujuan pendinginan dalam crussed ice atau ice batu adalah untuk

menghentikan reaksi degradasi yang terjadi didalam tabung reaksi.  Setelah dingin

tambahkan 2 tetes asam nitrat P dan 2 ml Feri Nitrat 1% kocok sampai homogen, adapun

tujuan penambahan senyawa tersebut adalah untuk mengetahui apakah asetosal benar-

benar  telah terdegradasi menjadi asam salisilat dan asam asetat karena warna ungu yang di

timbulkan pada saat penambahan adalah hasil dari asam salisilat dan feri nitrat yang

menjadi feri salisilat (warna ungu). 

Page 9: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

Berikut adalah mekanisme pembentukan senyawa kompleks Ferri Salisilat

Setelah di tambahkan asam nitrat dan feri nitrat  baca absorbansinya pada panjang

gelombang 525 nm dengan spektrofotometri UV VIS.  Alasan digunakanya

Spektrofotometri UV-Vis karena Spektrofotometri UV-Vis mempunyai kelebihan

diantaranya adalah Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri

UV dan Visible, menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan

sumber cahaya Visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan

hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi

dengan monokromator. (Anonim, 2012)

            Setelah dibaca absorbansinya, hitung kadar obat yang terdegradasi dengan

persamaan kurva baku Y=0,128X+0,004, dengan memasukkan hasil absorbansi asam

salisilat sebagai fungsi Y, adapun X sendiri adalah Kadar Asam salisilat yang dicari.

            Setelah mendapat kadar Asetosal yang terdegradasi, hitung kadar Asetosal yang

rusak ( C ) dalam mg %, dengan cara membagi BM asetosal dengan BM asam salisilat,

hasilnya di kali dengan kadar asetosal yang terdegradasi.

            Setelah mendapat kadar asetosal yang rusak, maka dihitung pula kadar utuh

Asetosal dalam mg % , pertama-tama di hitung kadar asetosal mula-mula teoritis  Co = 200

mg / 1000 ml, dan diperoleh 20 mg / 100 ml, setelah itu di hitung pula kadar asetosal mula-

mula praktek dan di peroleh kadar 19,8 mg / 100 ml, kadar asetosal utuh dapat di ketahui

dengan mengurangkan kadar C asetosal yang rusak dengan Co praktek, dan diperoleh

kadar dalam mg %.

            Setelah menghitung kadar utuh asetosal di tentukan juga peruraian asetosal, apakah

asetosal mengikuti orde reaksi 1 atau 2, dalam percobaan ini peruraian asetosal mengikuti

orde reaksi 2 dengan harga k = 0,9830. Penentuan orde reaksi di pilih dengan harga k yang

paling mendekati angka 1. Dalam hal ini peruraian mengikuti orde 2 dan dapat di sebabkan

banyak hal diantaranya adalah proses degradasi masih berjalan pada saat proses sudah di

hentikan, ataupun bisa terjadi sebaliknya yaitu, proses degradasi sudah dimulai pada saat

percobaan belum dilakukan, karena asetosal sendiri sudah dapat terdegradasi dalam suhu

kamar.

            Dalam percobaan ini juga dicari waktu paro obat T50 atau T1/2  dengan rumus

T1/2 =  0,693 di bagi dengan k27 dan diperoleh hasil 9,476 x 10   jam atau 3,9486 x 10  

hari. Serta menentukan pula waktu kadaluarsa obat (t90) dengan rumus T90 = 0,105 dibagi

dengan K27 dan diperoleh hasil 1,435 x 10   jam atau 5,9792 x 10     hari.

Page 10: 118271449 Laporan Resmi Stabilitas Obat

G.    KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.      Kinetika reaksi peruraian Asetosal mengikuti orde reaksi 2

2.      Waktu paruh obat atau T1/2 yang didapat dari percobaan ini adalah

9,476 x 10   jam atau 3,9486 x 10   hari.

3.      Waktu kadaluarsa obat atau T90 yang didapat dari percobaan ini adalah 1,435 x 10   jam

atau 5,9792 x 10     hari. 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Ansel, Howard C. 1985. PENGANTAR BENTUK SEDIAAN FARMASI EDISI IV. UI press.

Jakarta.

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi

ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 760-779,

1514 – 1587

Martin. A, 1993, Farmasi Fisika, Edisi III, Jilid II, Indonesia University Press.

Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada University

Press, Jogjakarta.

Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press,

Jogjakarta.