1. jurnal vol 2 no 2 sept 2009.pdf

141
DI TERBITKAN OLEH : PEMBANTU REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, TAHUN 2009 GENERASI KAMPUS MAJALAH / JURNAL ISSN 1978-869X VOLUME 2, NOMOR 2, SEPTEMBER 2009

Upload: vocong

Post on 30-Dec-2016

260 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

DI TERBITKAN OLEH :PEMBANTU REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, TAHUN 2009

GENERASI KAMPUSMAJALAH / JURNAL

ISSN 1978-869X

VOLUME 2, NOMOR 2, SEPTEMBER 2009

Page 2: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

MAJALAH/JURNAL

GENERASI KAMPUS(CAMPUS GENERATION)

VOLUME 2, NOMOR 2, SEPTEMBER 2009

Terbit Dua kali setahun pada bulan April dan September. Berisi ringkasan hasil penelitian, gagasan kopseptual, kajian teori, aplikasi teori yang dimuat dalam Majalah/jurnal Generasi Kampus .

Pelindung : Prof. H. Syawal Gultom M.Pd. (Rektor Unimed)

Pengarah : *Prof. Dr. Slamat Triono, M.Sc (Pembantu Rektor I Unimed); *Drs. Chairul Azmi, M.Pd. (Pembantu Rektor II Unimed); *Dr. Berlin Sibarani, M.Pd.(Pembantu Rektor IV Unimed).

Penanggung jawab : Drs.. Biner ambarita, M.Pd. (Pembantu Rektor III Unimed)

Ketua Penyunting : Hariadi, S.Pd., M.Kes.

Sekretaris Penyunting : Tappil Rambe, S.Pd.

Penyunting Pelaksana : *Lamhot Sihombing, S.Pd, M.Pd. *Miswaruddin Daulay, S.Pd. *Mangaratua Simanjorang, M.Pd.*Drs. Swardi Rajaguguk. *Drs. Indra Meipita, M.Sc. *Ir. Haikal Rahman, M.Sc. *Syamsul Gutom S.Mas, M.Kes. * Pembantu Dekan III FIP (Drs. Nasrun M.S), * Pembantu Dekan III FBS (Dr. Daulat Saragi, M. Hum), * Pembantu Dekan III FT (Drs. Hezekiel Pasaribu, M.Pd), * Pembantu Dekan III FPMIPA (Drs. Asrin Lubis, M.Pd), * Pembantu Dekan III FIS (Drs. Liber Siagian, M.Si) * Pembantu Dekan III FIK (Dr. Agung Sunarno M.Pd), dan *Pembantu Dekan III FE (Drs. Bangun Napitupulu, M.Si)

Penyunting Ahli :Prof. Selamat Triono, M.Sc, PhD (Universitas Negeri Medan); Prof. Dr. Hamka (Universitas Negeri Padang); Dr. Herminarta Sofyan (Universitas Negeri Yogyakarta); Prof. Yusuf Sudo Hadi (Institut Pertanian Bogor); Eddy Nur Ilyas, S.H, M.Hum (Universitas Syah Kuala Darussalam B. Aceh); Ir. H.RB. Ainurrasyid, NIS (Universitas Brawijaya); Syarif A. Barmawi, S.H, M.Si (Universitas Pajajaran Bandung); Prof. Dr. H.R. Boenyamin (Universitas Jendral Sudirman)

Desain Cover : Drs. Nelson Tarigan, M.Pd.

Kontributor :

*Samrah, S.Pd. *Nurhaida, SH, M.Kn. *Surbita, SH. *Dra. Hayati Tamba. *Dra. Susiarni. *Nusawati BA. *Drs. Idrus. *Dra.Nismawarni Harahap. *

Pelaksana Tata Usaha : Bani Ismail; Dewita Rita

Alamat Tata Usaha :

Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Medan, Lantai 3. Jln. Williem Iskandar, Pasar V, Medan Estate. Kotak Pos 1589, Medan 20221. Telp : (061) 6613276, 6613365, 6618754. Fax : (061) 6613319.

e-mail : [email protected]

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain. Naskah diketik dengan spasi 1,5 pada kertas A4 dengan jumlah halaman 10-15. (lebih jelas baca petunjuk bagi penulis pada sampul dalam belakang). Naskah yang masuk dievaluasi oleh penyunting ahli. Penyunting dapat melakukan perubahan pada tulisan yang dimuat untuk keseragaman format, tanpa mengubah maksud dan isi tulisan tersebut.

ISSN 1978-869X

Page 3: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

SURAT DARI REDAKSI

Pendidikan bertujuan menciptakan Sumber Daya Manusia yang

unggul, dan pelaksanaannya berlangsung dalam suatu sistem. Sistem

pendidikan sendiri dibangun oleh berbagai unsur. Dengan demikian

untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendidikan seyogyanya

mempertimbangkan peran masing-masing unsur.

Edisi kali ini membahas upaya peningkatan efektivitas dan

efisiensi pendidikan melalui berbagai unsur, kompetensi dan

profesionalitas Kepala Sekolah, potensi dan keunggulan daerah,

sinkronisasi muatan kurikulum, minat baca, pemanfaatan komputer

hingga hubungan kreativitas dan minat wirausaha. Cara pandang yang

menyeluruh serta keseimbangan berbagai unsur yang membangun sistem

pendidikan sangat menentukan kekokohan sistem itu sendiri.

Semoga ulasan pada edisi kali ini dapat menggugah hati para

pembaca yang budiman dan memberi sumbangan pemikiran dalam upaya

peningkatan mutu pendidikan kita. Salam…!

Medan, September 2009

PenanggungjawabPembantu Rektor III UNIMED,

Drs. Biner Ambarita, M.Pd.NIP: 19570515 198403 1 004

Page 4: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

MAJALAH/JURNAL

GENERASI KAMPUS(CAMPUS GENERATION)V VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2008

IL 2008

VOLUME 2, NOMOR 2, September 2009

Daftar Isi

Sukarman Purba Peningkatan Kompetensi Melalui Pementoran dalam Mewujudkan Profesionalisme Kepala Sekolah

1-16

Biner Ambarita Perencanaan Pengembangan Sekolah Berbasis Potensi dan Keunggulan Daerah

17-29

Bornok Sinaga Sinkronisasi Muatan Kurikulum LPTK dan Kurikulum Sekolah Mitra PPL

30-53

Wanapri Pangaribuan Buku Ajar Model Interaktif untuk Meningkatkan Minat Baca

54-71

Hamonangan Tambunan Peningkatan Pembelajaran Berbasis Komputer

72-82

Rosnelli Implementasi Model Pembelajaran Interaktif pada Pembelajaran Kompetensi Teknik Digital SMK untuk Menangani Perbedaan Individual Siswa

83-98

Indra Kasih Fair Flay dalam Olahraga 99-105

Lamhot Basani Sihombing Hubungan Antara Kreativitas dan Minat Wirausaha Entertainment dengan Hasil Belajar Manajemen Produksi Pagelaran Seni Musik

106-118

Hariadi, S.Pd., M.Kes. Soft Skill dan Program Kreativitas 119-135

ISSN 1978-869X

Page 5: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

1

PENINGKATAN KOMPETENSI MELALUI PEMENTORAN DALAM MEWUJUDKAN PROFESIONALISME

KEPALA SEKOLAH

SUKARMAN PURBAAbstrak

Kepala sekolah mempunyai posisi yang sangat dominan dan menjadi sentral dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, untuk menjadi kepala sekolah bukan hanya persyaratan yang bersifat administratif saja yang harus dipenuhi, akan tetapi calon kepala sekolah harus memiliki kompetensi yang memadai, profesional, berjiwa pemimpin yang selalu menjunjung kode etik sekolah. Kepala sekolah harus profesional dan kompetensinya harus selalu di up grade sehinggamampu merespons tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu untuk menghadapi persaingan. Di samping sikap profesionalismenya, perilaku kepala sekolah sebagai seorang pemimpin perlu memiliki kemampuan dalam menangani konflik-konflik kepentingan dan harapan dalam kondisi yang rumit dan sulit diprediksi dengan bijaksana dan sehat. Untuk meningkatkan kompetensi Kepala Sekolah dapat dilakukan melalui pementoran. Pementoran adalah wahana pengembangan yang melibatkan seorang mentor yang memiliki pengalaman, pengaruh dan prestasi yang jauh lebih tinggi dari pemagang yang pada umumnya masih belajar untuk menjadi Kepala Sekolah. Pementoran harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dengan komitmen organisatoris agar dapat terlaksana dengan baik, dan menghasilkan Kepala Sekolah yang accountable dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya. Kata Kunci: Kompetensi, Pementoran, Profesionalisme Kepala Sekolah

A. PENDAHULUANPendidikan memiliki peranan yang penting dalam pembangunan

di tanah air. Investasi pada bidang pendidikan sepertinya menjadi hal

yang terbaik dan paling efektif karena kontribusi dalam pembangunan

bisa melebihi investasi fisik. Hasil penelitian Unicef melaporkan bahwa

selama dua puluh tahun belakangan Indonesia telah membuat kemajuan

yang cukup signifikan dalam hal pendidikan. Namun demikian, berbagai

masalah masih banyak dihadapi, di antaranya masalah mengenai sistem

yang kurang efisien dan rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya mutu

Page 6: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

2

pendidikan ini, tidak terlepas dari profesionalisme Kepala Sekolah dalam

memimpin sekolahnya untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Perubahan zaman yang semakin cepat telah menyebabkan

Kepala Sekolah harus mampu menanggapi perubahan itu dengan lebih

cerdas dan tanggap. Kepala Sekolah perlu memiliki keterampilan-

keterampilan yang inovatif dan yang lebih bermanfaat. Dalam kondisi

yang seperti ini, manajemen sekolah semakin diharapkan berbasis

sekolah. Dengan demikian, peran Kepala Sekolah semakin menentukan

dalam kemajuan Sekolah, peningkatan mutu pendidikan, dan juga sejauh

mana dia dapat menjadi pelopor dalam menghantarkan anak didiknya

menjadi sumber daya manusia yang dapat diperhitungkan di masyarakat

yang semakin membingungkan dan sarat dengan tuntutan-tuntutan.

Kepala Sekolah adalah pemimpin di Sekolah. Oleh karena itu, Kepala

Sekolah yang harus mampu berperan untuk mengarahkan sekolah dan

memfokuskan diri pada pengajaran yang berkualitas, memberikan arahan

pada pengembangan kurikulum, dan menunjukkan kepemimpinan yang

baik kepada guru. Untuk itu, Kepala Sekolah haruslah memiliki

kompetensi yang dapat berperan dalam mendukung pelaksanaan

tugasnya. Seperti yang dinyatakan Spencer dan Spencer (1993)

mengisyaratkan pentingnya kompetensi dengan pernyataan bahwa siapa

pun yang ingin bertahan dalam era global, haruslah memiliki kekayaan

sebagaimana yang dimiliki oleh para aktor kunci dalam ekonomi global,

yaitu concept, competence, dan connection atau networking. Namun dalam

kenyataannya, peningkatan kompetensi Kepala Sekolah hingga masih

kurang mendapat perhatian, seperti penelitian Hickcox (2002)

menemukan bahwa kompetensi kepala sekolah belum mendapatkan

perhatian yang cukup. Lee, Walker dan Bodycott (2000) juga menyatakan

Page 7: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

3

bahwa Kepala Sekolah belum cukup akuntabel dan masih memimpin

secara paternalistik.

Keterbatasan pada kompetensi Kepala Sekolah harus perlu

segera diatasi, karena keberhasilan sebuah Sekolah tak dapat dipisahkan

dari kepemimpinan yang ada di sekolah tersebut (Sergiovanni, 1991).

Upaya memang telah dilakukan dengan pelatihan-pelatihan bagi mereka

yang akan menjadi kepala sekolah. Pelatihan-pelatihan dilakukan pula

pada yang baru menjadi kepala sekolah, dan mereka yang sudah

berpengalaman menjadi kepala sekolah. Namun, pelatihan-pelatihan itu

di banyak negara masih bersifat informal, ad hoc, dan dengan pendekatan

yang tak terkoordinasi. Pelatihan untuk kepala sekolah di zaman yang

cepat berubah ini perlu lebih intensif dan terpadu.

B. PEMBAHASANa. Pengertian Kompetensi

Kompetensi ialah sifat, pengetahuan dan kemampuan pribadi

seseorang yang relevan dalam menjalankan tugasnya secara efektif

(Chung & Megginson, 1993). Gilmore dan Carson (1996) menyatakan

kompetensi adalah kemampuan untuk menggunakan ilmu pengetahuan

dan ketrampilan secara efektif dalam mencapai kinerja. Berdasarkan

pernyataan tersebut, menunjukkan kompetensi merupakan keterampilan

dari pribadi seseorang untuk mampu memanfaatkan atau menggunakan

keterampilan serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya, dalam

melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Spencer &

Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi ialah sesuatu yang mendasari

karaketeristik seorang individu yang secara kausal berhubungan dengan

referensi kriteria efektif dan/atau kinerja tertinggi dalam pekerjaan atau

situasi (A competency is an underlying characteristic of an individual that is causally

related to criterion-referenced effective and/or superior performance in a job or

Page 8: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

4

situation). Selanjutnya, Hornby (2000) mengkelaborasikan pada dasarnya

kompetensi adalah: 1). menunjukkan kecakapan atau kemauan untuk

mengerjakan suatu pekerjaan; 2). merupakan suatu sifat orang-orang

kompeten, yaitu yang memiliki kecakapan, kemampuan, otoritas,

kemahiran, pengetahuan dan sebagainya untuk mengerjakan apa yang

diperlukannya; dan 3). menunjukkan tindakan (kinerja) rasional yang

dapat mencapai tujuan-tujuan secara memuaskan berdasarkan kondisi.

Sedangkan, menurut Harris, et al. (1997), kompetensi meliputi seluruh

aspek penampilan kerja, dan tidak hanya terbatas pada keterampilan-

keterampilan kerja melainkan juga persyaratan melatih keterampilan-

keterampilan tugas individual, mengelola sejumlah tugas yang berbeda di

dalam pekerjaan, merespons ketidakteraturan dan mengatasinya dalam

tugas-tugas rutin, dan mempertemukan tanggung jawab dengan harapan-

harapan di lingkungan kerja, termasuk bekerja sama dengan yang lain.

Kompetensi dapat bersifat generik secara universal, berlaku bagi semua

manajer tanpa peduli ia merupakan bagian dari organisasi yang mana,

ataupun apa pekerjaan tertentu mereka. Mereka dapat juga bersifat

generik secara organisasional, bisa bersifat umum dan berlaku bagi

seluruh staf, atau terfokus secara lebih spesifik kepada suatu jenis

pekerjaan atau kategori karyawan seperti para manajer, ilmuwan, staf

profesional ataupun staf administrasi. Secara alternatif, mereka juga bisa

ditetapkan bagi suatu hierarki jenis pekerjaan atau, pada beberapa kasus,

semua pekerjaan staf, tingkat demi tingkat. Kompetensi juga dapat

ditetapkan secara spesifik bagi suatu peran tertentu secara individual.

Dengan demikian, kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan,

dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan

bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus

menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti

Page 9: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

5

memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk

melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan kompetensi ialah kemampuan dan

karakteristik yang dimiliki oleh Kepala Sekolah berupa pengetahuan,

keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan

tugas jabatannya sehingga kepala sekolah tersebut dapat melaksanakan

tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien.

b. Pengertian PementoranPementoran adalah suatu proses yang sebenarnya tak terelakkan

bagi siapa pun yang ingin maju. Seorang juara dunia pun membutuhkan

seorang pelatih. Pada dasarnya dalam pementoran protégé atau pemagang

akan mempelajari bahwa kepemimpinan itu sebenarnya adalah gabungan

dari strategi dan karakter (Knuth & Banks, 2006). Namun, pementoran

bukan sekedar pelatihan. Pelatihan biasanya memiliki lingkup yang lebih

sempit dibanding pementoran dan dalam jangka waktu yang lebih

pendek.

Pementoran formal merupakan kegiatan praktek pengalaman

lapangan yang menjadi bagian dari sebuah program pendidikan yang

dilaksanakan oleh sebuah perguruan tinggi. Dengan demikian,

pementoran merupakan pendekatan yang terstruktur dan terkoordinasi

yang memungkinkan setiap individu, baik mentor maupun protégé

(pemagang) sepakat untuk terlibat dalam hubungan pribadi yang

kerahasiaannya terjaga, dalam rangka mempersiapkan pengembangan dan

pertumbuhan profesional, dan menciptakan lingkungan yang dapat

mendukung perkembangan pribadi.

Page 10: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

6

Pementoran tidak sama dengan bantuan atau penutoran yang

dilakukan oleh sejawat, karena pementoran adalah wahana

pengembangan yang melibatkan seorang mentor yang memang memiliki

pengalaman, pengaruh dan prestasi yang jauh lebih tinggi dari pemagang

(Calon Kepala Sekolah). Kepala sekolah mentor bagi seorang kepala

sekolah protégé (pemagang) biasanya dipilih dari sekolah yang keadaannya

mirip dengan sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah protégé (pemagang)

tersebut. Kemiripan lingkungan sekolah ini memungkinkan bagi seorang

protégé untuk membangun dialog yang otentik, dan terbentuknya proses

refleksi pribadi dengan maksimal. Pementoran bertujuan untuk

membangun keterampilan seorang praktisi dengan mendalam. Seorang

kepala sekolah tidak hanya membutuhkan pengetahuan akademik, tetapi

juga keterampilan praktis, melalui pemahaman terhadap liku-liku

persoalan yang terjadi di lapangan, yang hanya dapat dipelajari melalui

pementoran.Untuk pertumbuhan pribadi, pementoran membutuhkan

paling sedikit enam bulan, dan untuk perubahan organisatoris yang

sistematik dibutuhkan upaya minimal tiga hingga lima tahun.

Sullivan–Brown (2002) menggarisbawahi bahwa upaya yang

hanya dilakukan pada permukaan saja bukanlah pementoran. Bila

seseorang tahu benar bagaimana mengelola keuangan, faham tentang

perilaku organisasi, membuat perencanan strategis, menjalankan resolusi

konflik, melakukan relasi interpersonal atau komunikasi, belum tentu dia

dapat memimpin dengan baik. Seorang pemimpin perlu memiliki

kemampuan dalam menangani konflik-konflik kepentingan dan harapan

dalam kondisi yang rumit dan sulit diprediksi dengan bijaksana dan sehat.

Pementoran dapat dibagi atas dua jenis pementoran, yaitu

pementoran untuk sosialisasi profesi dan untuk sosialisasi organisasi.

Pementoran dalam proses sosialisasi profesi terjadi pada saat seseorang

Page 11: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

7

mempelajari bagaimana menjadi Kepala Sekolah. Proses ini dilakukan

sebelum pengangkatan. Sebaliknya, pementoran untuk sosialisasi

organisasi terjadi pada saat seseorang mempelajari tentang pengetahuan,

nilai-nilai dan tingkah laku yang dibutuhkan untuk menjalankan peran

khusus dalam sebuah organisasi (Weindling & Dimmock, 2006). Hal-hal

yang dipelajari dalam proses sosialisasi profesi adalah kepemimpinan,

manajemen dan bagaimana menjalankan tugas-tugas manajemen, dan

pemodelan. Pemodelan adalah belajar dengan mengamati apa yang dapat

dicontoh dan apa yang sebaiknya tidak dicontoh.

Pementoran yang dilakukan pada masa sosialisasi organisasi

adalah untuk membantu seorang pemimpin baru mempelajari seluk-

beluk yang ada pada Sekolah yang dipimpinnya dan juga bagaimana

memperbaiki Sekolahnya itu. Pada masa sosialisasi organisasi ini, seorang

kepala sekolah baru ingin menampilkan tanggung jawabnya, membuat

perubahan-perubahan dan melakukan hal-hal yang dapat memajukan

Sekolah yang dipimpinnya. Namun, pada masa ini pula seorang Kepala

Sekolah baru mendapatkan bahwa tidak selamanya dia dapat

mempengaruhi stafnya, tetapi, sebaliknya, dia yang dipengaruhi oleh

stafnya. Seorang Kepala Sekolah membutuhkan waktu untuk membuat

sekolahnya terbentuk seperti apa yang diinginkannya. Seorang Kepala

Sekolah yang berasal dari sekolah yang sama biasanya membutuhkan

waktu yang lebih lama untuk membuat perubahan, dibanding Kepala

Sekolah hasil penunjukkan dari luar.

Untuk itu, pementoran untuk Kepala Sekolah haruslah

dilaksanakan secara terstruktur. Dalam pengambilan keputusan sehari-

hari, seorang Kepala Sekolah dihadapkan kepada pilihan yang mana yang

harus dikedepankan. Stres sering menjadi persoalan utama. Bila Kepala

Sekolah menuruti keinginan kantor Dinas, mungkin dia akan mendapat

Page 12: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

8

protes keras dari para guru, dan bila mendengarkan guru, dia akan

kehilangan hubungan baik dengan kantor Dinas. Persoalan lain, adalah

bahwa setiap orang mengharapkan adanya reformasi, tetapi dalam

pelaksanaannya tidak seorang pun siap berubah. Seorang Kepala Sekolah

yang baik memiliki kiat yang tepat dalam menghadapi ekspektansi yang

beragam ini dengan menggunakan semua sumber daya yang ada. Seorang

kepala sekolah akan sepenuhnya menyadari tentang sumber-sumber

harapan yang dapat mempengaruhi kepemimpinannya. Wali murid

sebagai sumber pengharapan pun sudah cukup rumit untuk dilayani,

karena setiap wali murid dapat memiliki harapan yang berbeda pula.

Begitu pula dengan seorang pengawas yang ada sekarang dapat memiliki

harapan yang berbeda dari pengawas sebelumnya, dan seterusnya.

Harapan dari masyarakat juga menyumbang kerumitan lain, karena

keragaman anggota masyarakat yang berbeda menurut kultur, ekonomi,

keyakinan dan kebiasaan lainnya. Seorang Kepala Sekolah yang belum

memiliki kepemimpinan yang tepat akan terus mengalami kesulitan

dalam mengatasi harapan-harapan ini secara utuh. Dia hanya akan

mengatasi bagian per bagian dari struktur sekolah yang ada, dan ada juga

yang mudah menyerah dan tidak melakukan tindakan apa pun juga.

Ada beberapa tahap masa perkembangan bagi seorang Kepala

Sekolah. Bila pementoran dilaksanakan, sifat pementoran hendaknya

disesuaikan dengan tahapan perkembangan Kepala Sekolah tersebut,

yaitu : 1) Masa persiapan, yaitu masa sebelum menjadi Kepala Sekolah, 2)

Bulan-bulan pertama, yaitu masa bagi Kepala Sekolah dalam menemukan

banyak kejutan-kejutan baru, 3) Bulan ketiga hingga bulan keduabelas,

yaitu masa bagi Kepala Sekolah dalam melakukan pemantapan dan

perubahan-perubahan, dan pada masa ini staf dan Kepala Sekolahnya

mengalami masa untuk siap berubah, 4) Tahun kedua adalah masa bagi

Page 13: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

9

Kepala Sekolah untuk dapat mengevaluasi kelebihan dan kekurangannya

sendiri, 5) Tahun ketiga hingga keempat adalah masa pemurnian bagi

Kepala Sekolah untuk membenahi kurikulum setelah membenahi banyak

hal yang lainnya, 6) Tahun kelima hingga ketujuh adalah masa

konsolidasi, yaitu masa bagi Kepala Sekolah untuk mengevaluasi segala

perubahan yang telah dilakukannya, 7) Tahun kedelapan hingga

kesepuluh adalah masa plato, yaitu ketika Kepala Sekolah sudah sulit

melakukan perubahan dan kemajuan, terkecuali bila dia menjadi Kepala

Sekolah di sekolah yang lain (Windling & Dimmock, 2006).

c. Pementoran dapat Membangun Karakter DasarPemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat membangun

kepercayaan pada mereka yang dipimpinannya. Kepercayaan ini akan

terwujud bila pemimpin tersebut memiliki komitmen yang tinggi

terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang luhur. Perkataan pemimpin

tersebut sama dengan tindakannya. Karakter memiliki bobot yang lebih

tinggi dibanding strategi di dalam kepemimpinan. Lebih baik seorang

pemimpin itu berkarakter tanpa strategi, daripada pemimpin yang

berstrategi tetapi tidak memiliki karakter, terutama kepemimpinan pada

Sekolah yang kompleks, yang kepemimpinannya mudah sekali dipolitisir.

Karakter membangun kepercayaan, dan kepercayaan yang mengikat

seorang pemimpin dan yang dipimpin. Hubungan ini yang membuat

setiap orang memiliki kepuasan bekerja dan terdorong untuk berkarya

(Knuth & Banks, 2006). Bila setiap guru dan tenaga kependidikan di

sekolah berkarya dengan baik, sekolah itu akan terus-menerus melakukan

perubahan menuju ke kesempurnaan, dan sekolah itu menjadi Sekolah

yang efektif dalam menciptakan kemajuan-kemajuan dalam prestasi

belajar siswa. Jadi, sekolah yang efektif, bukan sekedar sekolah yang

Page 14: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

10

stabil, tetapi sekolah yang memprioritaskan dan mempertahankan

inisiasi-inisiasi perbaikan kunci (Knuth & Banks, 2006).

Keterampilan memimpin semacam ini hanya dapat dimiliki

seorang Kepala Sekolah setelah menempuh waktu yang lama dalam

mendiagnosa kebutuhan sekolahnya dan kesiapan dari stafnya. Kepala

Sekolah harus mampu menganalisa apa yang dibutuhkan guru dan juga

keterbatasan yang dimiliki oleh guru, karena itu pementoran

memungkinkan calon Kepala Sekolah mempelajari diagnosa yang telah

dikembangkan oleh seorang Kepala Sekolah yang telah berpengalaman

dan berhasil. Tidak saja pemimpin yang lambat untuk merespon

kebutuhan yang membuat sekolah tidak efektif, tetapi kadang-kadang

seorang pemimpin yang terlalu maju, akan membuat dirinya berjarak

terlampau jauh dari guru yang dipimpinnya. Akibatnya, guru yang

terbatas kemampuannya akan menjadi semakin frustrasi bila tidak

mendapatkan bimbingan khusus untuk mengikuti arahan Kepala

Sekolah.

d. Pementoran dapat Membangun Kompetensi Kepemimpinan Dalam masa pementoran dituntut bagaimana seorang Kepala

Sekolah perlu menyiasati antara mengelola dan memimpin, juga

bagaimana mengatasi permasalahan yang timbul karena adanya

keterbatasan sumber daya dan permintaan yang tak kunjung berakhir,

dan membangun budaya untuk perbaikan Sekolah. Seorang mentor

adalah Kepala Sekolah yang telah cukup berpengalaman mengatasi

konflik yang sering muncul karena harapan-harapan yang saling

bertentangan. Tahun-tahun pertama sebuah kepemimpinan selalu

ditandai dengan kecemasan, frustrasi dan keragu-raguan. Bila seorang

Kepala Sekolah tidak dapat mengatasi persoalan ini, maka dia akan terus

Page 15: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

11

mengalami frustrasi, karena pada dasarnya persoalan itu akan terus

berdatangan tanpa akhir. Dalam pengambilan keputusan sehari-hari,

seorang Kepala Sekolah dihadapkan kepada beberapa pilihan dan haraus

mampu menentukan yang mana harus dikedepankan. Bila Kepala

Sekolah menuruti keinginan kantor Dinas, mungkin dia akan mendapat

protes keras dari para guru, dan bila mendengarkan guru, dia akan

kehilangan hubungan baik dengan kantor Dinas. Persoalan lain, adalah

bahwa setiap orang mengharapkan adanya reformasi, tetapi dalam

pelaksanaannya tidak seorang pun siap berubah. Seorang Kepala Sekolah

yang baik memiliki kiat yang tepat dalam menghadapi ekspektansi yang

beragam ini dengan menggunakan semua sumber daya yang ada. Seorang

Kepala sekolah akan sepenuhnya menyadari tentang sumber-sumber

harapan yang dapat mempengaruhi kepemimpinannya. Wali murid

sebagai sumber pengharapan pun sudah cukup rumit untuk dilayani,

karena setiap wali murid dapat memiliki harapan yang berbeda pula.

Begitu pula dengan seorang pengawas yang ada sekarang dapat memiliki

harapan yang berbeda dari pengawas sebelumnya, dan seterusnya.

Harapan dari masyarakat juga menyumbang kerumitan lain, karena

keragaman anggota masyarakat yang berbeda menurut kultur, ekonomi,

keyakinan dan kebiasaan lainnya. Seorang Kepala Sekolah yang belum

memiliki kepemimpinan yang tepat akan terus mengalami kesulitan

dalam mengatasi harapan-harapan ini secara utuh. Dia hanya akan

mengatasi bagian per bagian dari struktur sekolah yang ada, dan ada juga

yang mudah menyerah dan tidak melakukan tindakan apa pun juga.

Sumber-sumber pengharapan itu dapat digambarkan seperti gambar

berikut.

Page 16: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

12

Gambar 1: Sumber-sumber harapan yang mempengaruhi Kepala Sekolah

Kepala sekolah yang efektif perlu memiliki percaya diri,

menyadari kekuatan yang dimilikinya, mampu membuat keputusan yang

sulit, dan tidak sekedar menyenangkan setiap orang atau sebagian orang,

memiliki keterampilan berkomunikasi, dan mampu mengembangkan

keterampilan manajerial yang baik. Setiap saat seorang Kepala Sekolah

perlu mengembangkan nilai-nilainya, yakin dengan tujuan yang akan

dicapainya, cakap serta dapat menganalisis situasi, jujur dan jelas dalam

berbahasa, tidak takut menghadapi konflik, dan tidak mencari kambing

hitam. Dia juga cakap menggunakan intuisinya untuk melihat

kesempatan-kesempatan baru, membuat skenario, dan melihat kekuasaan

bukan untuk menguasai dan mengontrol.

Untuk memiliki kompetensi yang semacam ini, seorang calon

Kepala Sekolah perlu belajar bagaimana memiliki tingkah laku yang

efektif, yaitu: 1) Mendengarkan dan dapat merasakan apa yang dirasakan

staf dan siswa, 2) Membangun hubungan batin dengan staf dan siswa, 3).

Tampak terlibat di sekolah dan masyarakat, 4) Dapat didekati, 5).

Menghargai kerahasiaan dan profesionalisme, 6) Memberdayakan, dan

memberikan penghargaan kepada orang lain, 7) Mendorong staf dan

siswa, 8) Berkomunikasi dengan frekuensi yang cukup dan baik, 9).

Memastikan terjalinnya lingkungan yang aman, 10) Memiliki kebijakan

KepalaSekolah

Pemerintah

Siswa

Pengawas Masyarakat

Guru Orang tua

Page 17: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

13

yang konsisten, 11) Memiliki visi yang jelas untuk tujuan sekolah, 12)

Terorganisir dengan baik, 13) Mendahulukan siswa, 14) Menjadi

pemimpin dalam pengajaran, 15) Mengharapkan dan meningkatkan

pertumbuhan, 16) Siap mengambil resiko, 17) Memiliki kebijakan pintu

terbuka, 18) Mendelegasikan tugas secara efektif, 19) Mengakui

keberhasilan orang lain, 20) Meningkatkan kebanggaan sekolah, 21).

Mengatasi persoalan dengan segera, 22) Melakukan refleksi diri, 23)

Memimpin dengan memberi contoh, 24) Terlibat dalam pengembangan

professional, 25) Tidak banyak meninggalkan sekolah, 26) Bersifat adil,

dan 27) Tidak haus kekuasaan (Casavant & Cherkowski, 2001).

e. Keberhasilan dan Permasalahan dalam Pementoran Keberhasilan pementoran juga sangat ditentukan oleh

perencanaan, model yang digunakan dan juga pelaksanaannya. Ada juga

masalah dalam pementoran, sekalipun mentor telah dipilih melalui

tahapan seleksi. Bila di Singapura mentor adalah benar-benar terseleksi

dari Kepala Sekolah yang masih bertugas, di Amerika Serikat mentor

diseleksi dari mantan Kepala Sekolah. Persoalan yang mungkin timbul

dalam pementoran adalah tidak adanya kecocokan dalam keahlian dan

perangai, terbatasnya waktu mentor, konflik yang muncul karena

tingginya tuntutan dari mentor, dan tingginya kekritisan mentor.

Permasalahan yang dirasakan oleh mentor adalah keterbatasan

waktu yang mereka miliki untuk menjalankan perannya, ketidakcocokan

perangai dan minat dengan pemagang, keterampilan dalam menyimak,

beban kerja tambahan dan tanggung jawab, membangun komunikasi

awal, tuntutan dari pemerintah.

Program pementoran perlu dilaksanakan dengan perencanaan

yang matang dengan komitmen organisatoris. Dibutuhkan juga rumusan

Page 18: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

14

yang jelas bagi perubahan tingkah laku yang akan dicapai dan juga peran

seorang mentor. Umpan balik perlu diberlakukan. Dalam

pelaksanaannya, keberhasilan pementoran menurut Hopkins-Thompson

(2000) tergantung pada faktor-faktor berikut ini, yaitu :

1. Pendukung organisatoris: sejauh mana seorang pengawas sekolah

mengamati dan memberi masukan bagi pelaksanaan program

pementoran.

2. Outcome yang jelas: tujuan yang akan dicapai perlu dispesifikasikan ke

dalam pengetahuan dan keterampilan yang akan dicapai.

3. Pemilihan dan pemasangan mentor sangat menentukan keberhasilan

pemagang. Seorang mentor adalah seseorang yang sangat terampil

dalam berkomunikasi, mendengar, menganalisis, memberikan umpan

balik dan bernegosiasi.

4. Mentor perlu mendapatkan terlebih dahulu pelatihan sebelum

pementoran dilaksanakan. Dalam pelatihan ini mentor akan

mempelajari apa saja yang perlu dilakukan mentor, keterampilan apa

yang harus dimilikinya, instrumen yang akan digunakan selama

pelaksanaan program, rencana kemajuan, strategi analisis

perkembangan, dan refleksi. Kebutuhan program seperti norma-

norma organisatoris, nilai-nilai dan harapan-harapan.

5. Kegiatan pementoran juga perlu difokuskan dan Umpan balik yang

diberikan oleh mentor perlu bermakna bagi pemagang dan

disampaikan dengan dijaga kerahasiaannya.

C. PENUTUPPementoran tidak sama dengan bantuan atau penutoran yang

dilakukan oleh sejawat karena pementoran adalah wahana pengembangan

yang melibatkan seorang mentor yang memang memiliki pengalaman,

Page 19: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

15

pengaruh dan prestasi yang jauh lebih tinggi dari pemagang yang pada

umumnya masih belajar untuk menjadi kepala sekolah. Menurut hasil

penelitian di negara lain program pementoran memberikan dampak

positif bagi kepemimpinan seorang kepala sekolah, bukan saja bagi

pemagangnya juga bagi mentornya dalam membangun keterampilan

seorang praktisi di lapangan secara mendalam.

Salah satu komponen dari perencanaan dalam merancang

pementoran adalah menyiapkan model yang tepat menurut budaya dan

sistem yang ada, karena menurut kulturnya sedikit kemungkinan bagi

Kepala Sekolah di Indonesia siap bermagang kepada Kepala Sekolah

lainnya. Selain itu, program pementoran memang biasa dirancang untuk

seseorang yang mempersiapkan diri menjadi kepala sekolah, bukan untuk

orang yang telah menjadi kepala sekolah, dan program pementoran

semacam ini bersifat formal dan menjadi bagian dari program

peningkatan mutu kependidikan agar menghasilkan Kepala Sekolah yang

professional dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya.

D. DAFTAR PUSTAKA

Casavant, M.D. & S. Cherkowski, 2001. “Effective leadership: bringing mentoring and creativity to the principalship”. NASSP Bulletin, 85(624), pp. 71-81

Chung, K.H., & Megginson, L.C. 1999. Organizational Behavior Developing Managerial Skills. New York: Harper & Row Publisher.

Gilmore, Audrey dan David Carson. 1996, “Management Competence for Service Marketing”, The Journal of Service Marketing, Vo. 10, No. 3, pp. 39-57.

Hickcox, E., 2002. Shaping the princialship in Manitoba, paper commissioned by the Manitoba Council for Leadership Education, available at: www.mce.ws/ld/hickcox_shaping_principalship.htm.

Hopkins-Thompson, P.A., 2000. “Colleagues helping colleagus: mentoring and coaching”. NASSP Bulletin, 84 (617), pp. 29-36.

Page 20: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Sukarman Purba, ST., M.Pd. adalah Dosen Universitas Negeri Medan.

16

Hornby, A.S. 2000. Oxford Advanced Leamer’s Dictionary of Current English. Edited By Sally Wehmeier and Michael Ashby. Sixth Edition. Oxford: University Press.

Knuth, R.K. & P.A. Banks, 2006. “The Essential Leadership Model”. NASSP Bulletin, 90(1), pp.4-19.

Lee, JCK, A. Walker, & P. Bodycott, 2000. “Pre-service primary teachers’ perceptions about principals in Hong Kong: implications for teacher and principal education”. Asia-Pacific Journal of Teacher Education, 28(1), pp.53-68.

Sergiovanni, T.J. 1991. The Principalship: a Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon.

Spencer, Lyle M and Signe M. Spencer, 1993. Competence Work : Model fo Superior Perpormance. New York, USA : John Willey & Sons, Inc.

Sullivan-Brown, K. 2002. “The Missouri teachers’ academy: mentoring for organizational and personal transformation”, in Kochan, D. (Ed), The Organisational and Human Dimensions of successful Mentoring Programs and Relationships, Information Age Publishing, Greenwich, T, pp. 141-51.

Weindling, D. & C. Dimmock, 2006. “Sitting in the “hot seat”: New headteachers in the UK”. Journal of Educational Administration, 44(4), pp. 326-40.

Page 21: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

17

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH BERBASIS POTENSI DAN KEUNGGULAN DAERAH

BINER AMBARITAAbstrak

Potensi daerah di Provinsi Sumatera Utara adalah sangat besar dan beragam, ditinjau dari sumber daya alam dan juga sosial budaya. Keragaman tersebut hendaknya menjadi salah satu dasar penetapan jenis sekolah yang akan dibangun dan dikembangkan. Secara hipotetik dapat dikatakan bahwa, Akar permasalahan yang muncul di satu daerah tertentu cenderung berada di daerah itu sendiri, walaupun juga ada yang berasal dari daerah lain. Sejalan dengan hal itu, permasalahan daerah harus diselesaikan dengan menyelesaikan akar-akar permasalahannya. Penyelesaian akar permasalahan satu daerah, berada pada sejauh mana dan sedalam apa permasalahan sekolah dikaji dan diselesaikan di daerah tersebut. Akar permasalahan daerah adalah tidak dibangunnya sekolah berdasarkan potensi dan keunggulan daerah. Dengan kata lain, bahwa dengan pembangunan sekolah berbasis potensi dan keunggulan daerah maka sejumlah permasalahan yang mendalam di daerah tersebut dapat terselesaikan.

Kata Kunci: Perencanaan, pengembangan sekolah, potensi daerah, keunggulan daerah

A. PENDAHULUAN

Pengembangan dan pembangunan sekolah berbasis potensi dan

keunggulan daerah telah menjadi program pemerintah Provinsi umatera

Utara dan telah dirumuskan dalam Renstra Dinas Pendidikan Provinsi

Sumatera Utara 2005-2009 (Hia, 2005). Akan tetapi hingga tahun 2009,

program itu belum tersentuh sama sekali, dan harusnya dirumuskan

kembali pada Renstra Dinas Pendidikan 2010-2014. Potensi dan

keunggulan daerah berada pada sumber daya manusia, material alam, dan

budaya yang dimiliki daerah, yang pada dasarnya relatif berbeda satu

dengan yang lainnya.

Page 22: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

18

Dunia pendidikan di Indonesia dan di Sumatera Utara secara

khusus sedang dihadapkan pada tiga persoalan yang cukup

memprihatinkan (Irianto, 2008). Pertama, masih rendahnya pemerataan

dan perluasan akses pendidikan. Kedua, rendahnya mutu, relevansi dan

daya saing keluaran pendidikan. Ketiga, lemahnya peningkatan tata

kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelola pendidikan. Lebih lanjut

dikatakan bahwa, pendidikan tersebut belum mampu menghasilkan

lulusan berkualitas yang memiliki daya saing di era globalisasi. Hal ini

menyebabkan Indonesia kebanjiran tenaga kerja berketerampilan tinggi

(ahli) dengan bayaran tinggi dari Negara lain. Pada tahun 2003 terdapat

41.422 orang, tahun 2004 meningkat menajdi 57.159 orang. Korea

Selatan menempati urutan pertama yakni 11.668 pekerja, kedua Jepang

9.442 pekerja, dan ketiga Taiwan 5.694 orang.

Pada sisi lain jumlah pengangguran usia 15 tahun ke atas di

provinsi Sumatera Utara adalah 571.334 orang dan yang bukan angkatan

kerja sebanyak 2.724.017 orang, dan tersebar di seluruh Kabupaten/kota

(BPS Provinsi Sumatera Utara, 2008). Jumlah pengangguran angkatan

kerja tertinggi adalah di Medan dengan jumlah 123.670 orang, menyusul

Deli Serdang sebanyak 88.267 orang, Langkat sebanyak 49.885 orang,

Labuhan Batu 42.048 Orang. Simalungun sebanyak 37.634 Orang, Tapsel

sebanyak 27.066 orang, Serge sebanyak 24.748 orang, Asahan sebanyak

23.025 orang, Madina sebanyak 15.571 orang, Binjai sebanyak 15.359

orang, dan paling sedikit adalah Pakpak Barat sebanyak 1.360 orang.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pemasalahan jumlah

pengangguran adalah tersebar di seluruh Kabupaten/kota.

Sesungguhnya manusia adalah sumber daya yang harus

dimanfaatkan dan ditangani dengan baik sehingga produktif. Variasi

jenjang pendidikan dan keahlian serta keterampilan sumber daya manusia

Page 23: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

19

di daerah yang sangat beragam, dapat dipandang sebagai asset yang

potensial yang perlu pengelolaan yang tepat. Tinjauan seperti ini adalah

sumber daya manusia sebagai material yang bermanfaat. Inti perencanaan

berada pada strategi pemanfaatan material tersebut, sehingga penciptaaan

lowongan kerja sesuai dengan ketersediaan keahlian dan keterampilan

sumber daya manusia yang ada.

Perencanaan pemanfaatan sumber daya manusia, dengan

pengembangan keterampilan dan keahlian dari sumber daya manusia

yang telah tersedia, yang merupakan pengayaan dan penyesuaian dengan

perencanaan lowongan kerja. Inti perencanaan adalah berada pada

keterampilan dan keahlian tambahan yang belum dimiliki sumber daya

manusia sehingga sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan.

Perencanaan dengan memandang sumber daya manusia sebagai

potensi semata yang harus diberi keterampilan-keterampilan, nilai-nilai,

dan keahlian-keahlian. Inti perencanaan seperti ini terletak pada

keseluruhan muatan yang harus dididik pada sumber daya manusia,

sepenuhnya harus relevan dengan kebutuhan jangka pendek, menengah

dan panjang.

Jumlah pengangguran di setiap Kabupaten/kota, secara

hipotetik dapat dikurangi dalam jumlah yang cukup besar bahkan hingga

habis, jika ketiga model perencanaan pengembangan sumber daya

manusia diawali pengembangan sekolah berbasis keunggulan daerah.

Pengembangan sekolah berbasis keunggulan daerah dapat dilaksanakan,

jika komitment pemerintah Kabupaten/kota adalah tinggi. Akan tetapi

menurut Joko (2008), bahwa political will pemerintah, khususnya

pemerintah daerah cukup rendah terhadap pembangunan pendidikan

yang berkualitas.

Page 24: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

20

B. POTENSI DAERAH

Ada sejumlah potensi daerah yang merupakan dasar dalam

perencanaan pembangunan daerah, khususnya pembangunan

pendidikan, yaitu: (1) sumber daya manusia, (2) sumber daya alam, (3)

budaya dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat, (4) dan lain-lain.

Sumber daya manusia Provinsi Sumatera Utara dapat ditinjau

dari berbagai hal, seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, agama,

suku, dan kebudayaan. Berdasarkan data BPS Provinsi Sumatera Utara

tahun 2008 bahwa jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah

berjumlah 12.834.371 orang, yang terdiri dari 6.381.870 orang laki-laki

dan 6.452.501 orang perempuan. Hingga tahun 2007 jumlah penduduk

miskin adalah 1.768.500 orang atau 13,90 %. Ditinjau dari aktivitas yang

lalu, penduduk sumatera utara usia angkatan kerja sebanyak 5.654.131

orang, yang terdiri dari 5.082.797 orang berkerja dan sebanyak 571.334

orang menganggur. Penduduk yang bukan angkatan kerja adalah

2.724.017 orang. Dengan demikian sekitar 4.456.223 orang yang masih

tidak diketahui sepenuhnya aktivitasnya. Persentase penduduk yang

berkerja pada kelompok lapangan kerja, sebanyak 47,60% bekerja pada

bidang pertanian (agriculture), 12,98 % pada bidang industri (manufacture),

dan 39,42% pada bidang jasa (service).

Sumber daya alam ataupun sumber daya material yang dapat

diolah disetiap daerah mempunyai jenis dan karakteristik yang relatif

berbeda. Sumber daya alam yang dapat dijadikan objek pariwisata dan

perikanan serta pertanian, seperti Danau Toba, sumber air panas

bermineral, sungai, air terjun. Sumber daya alam material berupa batu

kapur, batu padas, bau bara, dan lain-lain. Sumber daya material buatan,

yang keberadaannya dapat menjadi permasalahan jika tidak dimanfaatkan

seperti sampah. Sampah tidak hanya menjadi permasalahan di kota

Page 25: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

21

Medan, akan tetapi telah menjadi permasalahan nasional, sementara

sampah adalah sumber daya material yang bersifat ekonomis.

Sumber daya pada daerah perkebunan kelapa sawit seperti

Simalungun, Labuhan Batu, dan yang lainnya adalah sumber daya

material olahan yang sangat potensial, seperti lidi, cangkang, dan batang

kelapa sawit, kulit buah cokelat, semua bagian pohon enau, semua bagian

pohon kelapa, pohon nipah, pohon teh, dan lain-lain.

Dalam ensiklopedia-Wikipedia bahasa Indonesia dikatakan oleh

J.J. Hoenigman, bahwa wujud budaya dapat dibedakan atas gagasan,

aktivitas (tindakan), dan artefak. Gagasan pada dasarnya berada pada

alam ide (ideal) dan otak manusia, akan tetapi dapat dituang dalam

bentuk tulisan-tulisan sehingga perwujudannya dalam bentuk karangan

dan buku hasil tulisan masyarakat. Aktivitas (tindakan) adalah wujud

aktivitas yang berpola yang sering disebut sistem sosial, dan sistem nilai,

yang pada dasarnya bentuknya konkrit dan dapat diamati. Hal ini

termasuk dalam bentuk bahasa dan pola interaksi serta adat istiadat serta

sistem hukum yang ada dalam masyarakat. Artefak adalah wujud

kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya

semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda yang dapat

diraba, dilihat, dan didokumentasikan.

Ketiga wujud budaya yang ada dimasyarakat adalah merupakan

bentuk budaya yang saling berkaitan dan tak terpisahkan. Wujud idealism

akan mempengaruhi wujud aktivitas dan artefak. Sebaliknya akivitas dan

artefak merupakan gambaran wujud idealisme, bahkan dapat pula

mengembangkan wujud idealisme tersebut. Wujud idealisme jika

dihadapkan material baru, maka perlu pengembangan dan teknologi baru

tanpa meninggalkan hakikat idalisme tersebut. Dalam hal inilah letak

fungsi perencanaan pengembangan sekolah.

Page 26: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

22

C. PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH

Pengembangan sekolah pada dasarnya mengandung kata kunci,

yaitu perubahan, dalam mana mempunyai tiga pilar utama, yaitu:

komitmen, kejelasan, dan kapabilitas (Boulter, 2003). Perubahan yang

dimaksud adalah perubahan paradikma persekolahan yang selama ini

telah berlangsung dan sesungguhnya membutuhkan berbagai hal agar

perubahan itu dapat terjadi. Paradikma persekolahan yang berlangsung

selama ini adalah Negara maju menjadi acuan nilai-nilai dalam

persekolahan, sehingga sadar atau tidak sadar cenderung meninggalkan

nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Akibatnya adalah terjadi konflik nilai

yang berkepanjangan bagi diri subjek didik, yang berakibat pada saat titik

kulminasi tertentu subjek didik merasa asing dalam masyarakatnya

sendiri.

Subjek didik dibesarkan dalam budaya dan kultur masyarakatnya

sendiri, akan tetapi persekolahan yang ada selama ini justru menciptakan

kultur baru yang asing bagi subjek didik. Sekolah bermaknakan sebagai

masyarakat dalam lingkup yang kecil dan sempit. Seharusnya sistem nilai

dalam lingkup kecil ini adalah sama dengan sistem nilai dalam

masyarakatnya. Hal inilah yang harus dikembalikan pada sistem

persekolahan yang ada sekarang ini.

Karena perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat

yang harus juga disikapi oleh persekolahan, maka perencanaan

pengembangan persekolahan harus mengikuti perkembangan tersebut

dalam bentuk perencanaan kurikulum yang tidak meninggalkan sistem

nilai masyarakat. Bangunan persekolah tidak semata-mata memandang

nilai praktis penggunaan ruang, akan tetapi haruslah mempertimbangkan

bentuk bangunan masyarakat Sumatera Utara yang sarat dengan

ornament dan artefak.

Page 27: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

23

Menurut Sinaga (2009) sistem pembelajaran dalam persekolahan

juga harus berbasis nilai budaya setempat. Lebih lanjut dikatakan bahwa

pola interaksi sosial yang berlaku dalam masyarakat, seperti Dalihan

Natolu akan membentuk soft skill yang sangat dibutuhkan dalam

kehidupan subjek didik. Hal ini berarti sistem perencanaan kurikulum

dan aktivitas persekolahan harus tidak meninggalkan nilai budaya

masyarakat dimana subjek didik berasal dan tinggal.

Perencanaan pengembangan sekolah dapat dikatakan sebagai

perencanaan proses pembentukan kultur. Menurut Boulter (2003) bahwa

proses pembentukan kultur dalam organisasi digambarkan seperti

gambar 1. di bawah.

Gambar 1. Proses Pembentukan Kultur

Proses pembentukan kultur itu sendiri berada pada keseluruhan

sistem persekolahan, yang menyangkut dalam sarana dan prasarana

seperti bentuk gedung yang memiliki ornament dan model rumah adat

setempat yang merupakan perwujudan budaya dalam bentuk artefak,

KESESUAIAN

PEKERJAANSESEORANG

MANAJEMEN

KINERJA

KOHEREN

KEADAAN

KULTUR

KEJELASAN

KOMITMENT KAPABILITAS

Page 28: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

24

sistem interaksi siswa di dalam sekolah seperti interaksi pimpinan, guru,

pegawai, dan siswa yang menggambarkan perwujudan budaya dalam

aktivitas, kurikulum yang merupakan perwujudan budaya dalam bentuk

idealisme.

Perencanaan pengembangan sekolah berdasarkan nilai budaya

dalam wujud ide, aktivitas, dan artefak. Bentuk sekolah yang ada saat ini

harus direnovasi menurut ketiga perwujudan budaya tersebut. Hal inilah

yang dimaksud dengan perencanaan pengembangan sekolah. Bangunan

yang selama ini tidak berornamen dan tidak berbentuk rumah adat, harus

direnovasi atau ditambah sesuai dengan budaya. Buku-buku pelajaran

harus ditulis dan dikemas dalam bentuk idealisme budaya. Penulisan

buku ilmu dan teknologi dalam bentuk perwuju dan idealisme (budaya)

tentu masih membutuhkan pengkajian yang lebih dalam.

Materi kurikulum harus dipadu dengan potensi dan keunggulan

daerah di mana sekolah berada. Dengan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dan Sistem Manajemen Berbasis Sekolah maka

keungulan dan potensi daerah yang ada dapat menjadi muatan

kurikulum, disamping muatan kurikulum nasional.

Dengan terciptanya pengembangan sekolah berbasis potensi dan

keunggulan daerah tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa sekolah

sebagai pusat nilai-nilai, pusat pelesatarian dan pengembangan budaya,

serta pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis

budaya dan keunggulan daerah. Sekolah yang seperti ini dapat disebut

sebagai Sekolah Berbasis Potensi dan Keunggulan Daerah (SBPKD).

Pada gambar 2 berikut, diperlihatkan blok diagram perencanaan

pengembangan sekolah berbasis potensi dan keunggulan daerah.

Page 29: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

25

Gambar 2. Perencanaan Pengembangan SBPKD

D. SEKOLAH BERBASIS POTENSI DAN KEUNGGULAN

DAERAH (SBPKD) SERTA PERMASALAHANNYA

Pengembangan Sekolah berbasis potensi dan keunggulan daerah

(SBPKD) dapat dimulai dari lembaga formal tingkat pra sekolah (TK),

SD, SMP (SLTP), SMA (SMK), dan Perguruan Tinggi.

Dilihat dari sekolah adalah sebagai pusat nilai, pusat pelesatarian dan

pengembangan budaya, serta sekolah sebagai pusat pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi berbasis budaya, maka pengembangan

sekolah harus meliputi seluruh tingkat atau jenjang sekolah tersebut.

Namun demikian, melihat kondisi ekonomi dalam tulisan ini

dikhususkan pada sekolah kejuruan, karena sekolah kejuruan dapat juga

sebagai pusat pembaharuan keterampilan dan ilmu, sehingga masyarakat

yang menganggur dapat diperbaharui keterampilan dan ilmunya sesuai

dengan budaya dan keunggulan daerah dan relevan dengan kebutuhan.

Pemerintah Pusat menyediakan dana sebesar Rp. 3 Milyard

untuk pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan sebesar 1

Milyard untuk pembangunan Sekolah Menengah Umum (SMU), dengan

persyaratan pemerintah daerah harus menyediakan lahan tempat

berdirinya sekolah. Akan tetapi daerah kurang memiliki komitment untuk

menyediakan lahan tempat pembangunan sekolah tersebut.

PERENCANAAN:

SEKOLAH BERBASIS

POTENSI DAN KEUNGGULAN

DAERAH

PROSES PEMBENTUKAN

KULTUR

SUMBER DAYABUATAN

SUMBER DAYA ALAM

BUDAYA:Idealisme, aktivitas,

dan artefak

Page 30: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

26

Pembangunan sekolah berbasis keunggulan daerah adalah jenis

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mengarahkan kurikulumnya

pada pengelolaan sumber daya material yang tersedia di daerah dimana

sekolah tersebut dibangun. Perencanaan pembangunan sekolah kejuruan

berbasis keunggulan daerah ini sekali gus akan memdukung program

nasional yang mengarahkan pembangunan sekolah umum dan kejuruan,

dengan perbandingan siswa SMA:SMK sebesar 33:67 hingga tahun 2014

(Depdiknas, 2009). Lebih lanjut Suyanto (2009) mengatakan bahwa siswa

SMA harus berkurang pertahun rata-rata 1,78 % atau 120.000 siswa/

tahun, sedangkan siswa SMK harus bertambah pertahun rata-rata

20,77% atau 515.000 siswa/tahun.

Pada saat ini perbandingan siswa SMA:SMK di sumatera Utara

masih 57,23:42,77, dan harus terjadi perubahan secara revolusioner

terhadap minat masyarakat kepada sekolah kejuruan untuk mencapai

target nasional tersebut (Nadeak, 2009). Di samping itu, harus diadakan

pembaharuan jurusan ( retechnology) pada SMK, dalam mana jurusan yang

kurang diminati dan telah jenuh, diganti dengan jurusan yang baru yang

sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Pemerintah pusat menyediakan dana

sebesar Rp. 1 Milyard untuk hal tersebut.

Pembangunan sekolah kejuruan berbasis keunggulan daerah,

dapat dengan cara pembangaunan unit sekolah baru atau pembaharuan

jurusan. Pelaksanaan pembangunan ini telah memiliki dasar hukum, yaitu

kebijakan pemerintah. Dengan demikian yang dibutuhkan adalah

komitment dan political will pemerintah Provinsi dan pemerintah

Kabupaten/kota.

Disamping hal tersebut, kesiapan Perguruan Tinggi penghasil

guru juga harus mempersiapkan dan menyediakan guru yang mampu

mendidik serta mengimplementasikan kurikulum kejuruan yang berbasis

Page 31: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

27

keunggulan daerah tersebut. Banyak hal yang harus dikembangkan dalam

kurikulum penghasil guru tersebut sehingga mampu menyambut

kebijakan nasional, tentang pembangunan sekolah kejuruan berbasis

keunggulan daerah tersebut.

Salah satu solusi adalah mengarahkan kegiatan ekstrakurikuler

mahasiswa secara wajib dalam pengembangan sekolah berbasis

keunggulan daerah tersebut. Dengan cara lain adalah mengizinkan

mahasiswa untuk meneliti dan mengembangkan pendidikan berbasis

keunggulan daerah. Objek material penelitian dapat berupa sistem

manajemen pendidikan berbasis keunggulan daerah atau penelitian

terhadap penciptaan produk yang materialnya berbasis keunggulan

daerah. Dengan kata lain mahasiswa harus dibebaskan malakukan

penelitian, dan tidak dibatasi oleh aturan mahasiswa program pendidikan

hanya meneliti hal pendidikan saja.

Dengan kurikulum berbasis kompetensi dan sistem blok, sangat

dimungkinkan untuk melakukan perubahan kurikulum dan kebijakan

demi tercapainya program nasional. Khususnya bagi Fakultas Teknik dan

Fakultas MIPA sudah saatnya mengembangkan kurikulum yang

mengarahkan ke pengelolaan sumber daya potensial dan keunggulan

daerah, karena kedua Fakultas ini memungkinkan untuk melakukannya.

E. SEKOLAH BERBASIS POTENSI DAN KEUNGGULAN

DAERAH (SBPKD) DAN SOLUSI PERMASALAHAN

PENGANGGURAN

Paradikma pendidikan menyatakan bahwa pendidikan dapat

meningkatkan kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja.

Berdasarkan hal ini, seharusnya jumlah pengangguran di Provinsi

Sumatera Utara dapat dikurangi hingga tersisa seminimal mungkin. Akan

Page 32: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

28

tetapi akibat dari keusangan keterampilan dan pengetahuan, maka

paradikma tersebut tidak selalu terpenuhi. Bahkan ironisnya, paradikma

tersebut telah bergeser menjadi, bahwa pendidikan tidak menjamin

lulusannya akan bekerja. Hal ini dapat mengancam kepercayaan

masyarakat terhadap keberadaan relevansi pengetahuan yang ditransfer di

persekolahan, bahkan membuat masyarakat kebingungan dan tidak

memiliki pegangan dan acuan sebagai jaminan pekerjaan bagi subjek

didik.

Sejalan dengan hal itu, secara hipotetik maka SBPKD akan

mengembalikan pradikma pendidikan pada posisi yang seharusnya,

bahwa pendidikan merupakan jaminan pekerjaan.

Peranan SBPKD dalam penanggulangan pengangguran, adalah sebagai

fungsi pembaharuan (up to date) dan fungsi pemuatan kompetensi bagi

subjek didik dan masyarakat secara umum. Pada gambar 3 diperlihatkan,

fungsi SBPKD dalam menjembatani masyarakat dengan dunia kerja

(stake holder).

Gambar 3. SBPKD sebagai solusi pengangguran

F. PENUTUP

Perencanaan pengembangan Sekolah Berbasis Potensi dan

Keunggulan Daerah (SBPKD) adalah pengembangan sekolah pada

semua jenjang pendidikan, namun secara khusus Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK), yaitu renovasi sistem persekolahan lama menjadi

berbasis budaya, dan potensi daerah. Pengembangan sekolah berarti

MASYARAKATPENGANGGURAN

AKIBAT KEUSANGAN KETERAMPILAN DAN

ILMU

SBPKD:

PENDIDIKAN

PELATIHANDUNIA KERJA

(STAKE HOLDER)

SUBJEK DIDIK

Page 33: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Biner Ambarita, M.Pd. Mahasiswa S3 Pascasarjana Unimed, Dosen FBS Unimed, dan Pembantu Rektor III Unimed.

29

melakukan perubahan sistem, yaitu proses pembentukan kultur daerah

terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

SBPKD adalah solusi terhadap permasalahan penganggguran,

pusat pelestarian dan pengembangan budaya, dan pusat pengembangan

pengetahuan dan teknologi berbasis budaya. SBPKD adalah masyarakat

persekolahan yang merupakan gamabaran masyarakat dalam sistem nilai,

budaya, potensi daerah secara lebih luas.

G. DAFTAR PUSTAKA

Boulter Nick, Murray Dalziel, Jackie Hill, (alih bahasa: Bern Hidayat). 2003. Manusia dan Kompetensi. Panduan Praktis untuk Keunggulan Bersaing,.Jakarta: PT. Gramedia

BPS Provinsi Sumatera Utara.2008. Sumatera Utara dalam Angka. Medan: BPS Provinsi Sumatera Utara.

Depdiknas. 2009. Pembangunan Pendidikan Nasional 2005-2009. Jakarta: Depdiknas

Hia Taroni. 2005. Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Provinsi Sumatera Utara. Medan: Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.

Irianto Mahfudz, Sidiq Syafiuddin. 2008. Membangun Pendidikan Nasional”. Teropong Pendidikan Kita. Jakarta: Depdiknas.

Joko Kristiyanto. 2008. “Political Will Pendidikan Menuju 2020”. Teropong Pendidikan Kita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Nadeak Rosmawaty. 2009. “Pembangunan Pendidikan Provinsi Sumatera Utara”. Bahan Rembuk Nasional tahun 2009. Medan: Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.

Sinaga Bornok. 2009. “Model Pembelajaran Bermuatan Soft Skills dengan Pola Interaksi Sosial Dalihan Natolu”. Generasi Kampus, Volume 2, Nomor 1. April 2009. Medan: UNIMED.

Suyanto. 2009. “Paparan Kebijakan Pembangunan Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun Anggaran 2009. Manajemen Dasar dan Menengah”. Paparan disampaikan dalam Rembuk Nasional Pendidikan tahun 2009. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

WWW:http//Budaya-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas/9/15/2009.

Page 34: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

30

SINKRONISASI MUATAN KURIKULUM LPTK DAN KURIKULUM SEKOLAH MITRA PPL

BORNOK SINAGAAbstrak

PPL memiliki posisi sentral dalam perkuliahan prodi pendidikan di LPTK, maka sudah sewajarnya mendapat perhatian khusus di dalam proses pendidikan. Pendidikan juga harus menghadapi kenyataan bahwa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) berkembang sangat cepat. Oleh karena itu seringkali para perancang kurikulum bingung mana yang harus diprioritaskan dalam pendidikan. Sesungguhnya pengembangan kurikulum harus bergerak bottom up approach, dimulai dari pengenalan karakteristik peserta didik dan kondisi sekolah yang nyatanya sangat heterogen sampai pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kesiapan menghadapi tantangan global. Pemberdayaan guru dan sekolah dalam pengembangan kurikulum adalah kata kunci keberhasilan proses pendidikan. Tulisan ini terbatas pada pemaparan tentang (1) kedudukan PPL dalam kurikulum LPTK, (2) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (3) Sinkronisasi Muatan Kurikulum LPTK dan KTSP di sekolah mitra PPL.

Kata Kunci: Sinkronisasi Muatan Kurikulum, Kurikulum, Kurikulum LPTK, Kurikulum Sekolah, PPL, KTSP.

A. PENDAHULUAN

Program Pengalaman Lapangan (PPL) idealnya merupakan

muara pertama matakuliah keahlian berkarya (MKB). Bahkan merupakan

muara seluruh matakuliah, karena dalam wahana PPL itulah kompetensi

secara utuh dijewantahkan secara profesional. PPL merupakan melting pot

dari seluruh matakuliah yang dipelajari mahasiswa. Dalam melaksanakan

PPL sebenarnya mahasiswa prodi pendidikan, belajar menjalankan

profesi kependidikan sebagaimana tujuan kurikulumnya. Oleh karena itu,

kinerja mahasiswa selama mengikuti PPL juga merupakan sosok utuh

dari berbagai bekal (matakuliah) yang dipelajari selama perkuliahan. PPL

analog dengan kerja paktek. Melihat begitu sentralnya kedudukan PPL

dalam perkuliahan prodi pendidikan di LPTK, maka sudah sewajarnya

Page 35: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

31

PPL mendapat perhatian khusus di dalam proses pendidikan di FKIP

Universitas HKBP Nomensen (UHN).

Kebijakan pemerintah yang secara langsung berpengaruh

terhadap penyelenggaraan pendidikan di UHN adalah diberlakukannya

UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 14

tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan, HELTS 2003-2010, dan pencanangan

”Guru sebagai Profesi”. Kebijakan ini harus disikapi dengan

implementasi peningkatan kualitas institusi untuk dapat

menyelenggarakan pendidikan akademik dan profesi yang dapat

menjawab tantangan masa depan dan memenuhi tuntutan kebutuhan

stakeholder. Untuk itu perlu dilakukan penataan kelembagaan yang relevan

dengan tuntutan Undang-undang dan peraturan tersebut.

Didasari tuntutan Undang-undang dan peraturan di atas, kita

sepakat bahwa 4 kompetensi utama (kompetensi kepribadian, sosial,

pedagogik, dan profesional) guru harus tertanam berakar, hidup,

berbunga dan berbuah dari/dalam diri individu dan komunitas sivitas

akademika (calon guru, guru/dosen) program studi pendidikan di UHN.

Mari kita renungkan,

Aku hidup berilmu tapi kering dan gersang, karena aku tak punya sosial dan tak berkepribadian. Aku mampu mengelola dan mentransformasikan ilmu pengetahuan tetapi aku tak ikhlas, karena aku dianggap rendah. Aku menguasai dan menanamkan ilmu bagi mereka tapi tak berbuah, karena aku tak menjiwai dan membangkitkan potensi mereka. Aku bertauladan dan berbicara memimpin tapi aku dianggap ”tong kosong nyaring bunyinya”, karena aku tak berilmu dan tak memahami mereka. Apakah aku adalah guru yang diharapkan?

Berdasarkan refleksi di atas, seorang guru harus ikhlas dan benar

mentrasformasikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru yang

Page 36: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

32

profesional adalah guru yang memiliki 4 kompetensi yang saling terkait

dalam membelajarkan dan mengembangkan potensi peserta didik.

Kita perlu menyadari bahwa kondisi masyarakat Indonesia

sangat heterogen. Hal itu berakibat kondisi pendidikannya juga sangat

bervariasi. Kita sulit membandingkan SMP di Jakarta dengan SMP di

Silau Dunia Kabupaten Simalungun. Bahkan sulit membandingkan SMA

di kota Siantar dengan SMA di Samosir yang hanya berjarak 100 km.

Mengapa demikian, karena memang tuntutan kompetensi, motivasi,

imajinasi dan intuisi siswa, sarana/prasarana, masalah yang dirancang dari

fakta dan lingkungan belajar siswa dimungkinkan berbeda. Tingkat sosial

ekonomi dan apresiasi masyarakat juga berbeda. Di samping itu, kita

harus memahami bahwa kemampuan dasar siswa kita juga beragam. Ada

siswa yang memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata, tetapi juga

cukup banyak siswa yang kemampuan intelektualnya di bawah rata-rata.

Barangkali kurva normal dapat memudahkan kita untuk memahami

kondisi tersebut. Oleh karena itu menganggap kondisi pendidikan di

berbagai daerah di tanah air ini seragam dapat ”menyesatkan”. Implikasi

dari keberagaman tersebut, kita juga harus mentoleransi keberagaman

pola perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta hasil transformasi

pendidikan.

Pendidikan juga harus menghadapi kenyataan bahwa Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) berkembang sangat cepat,

sehingga keadaan juga cepat berubah. Pengetahuan dan teknologi yang

saat ini ”in”, bukan mustahil sudah menjadi usang dalam beberapa tahun

mendatang. Perkembangan IPTEK juga membuahkan jenis pengetahuan

yang sangat banyak ragamnya. Oleh karena itu seringkali para perancang

kurikulum bingung mana yang harus diprioritaskan dalam pendidikan,

karena waktu yang terbatas.

Page 37: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

33

Menghadapi kondisi semacam itu, sebaiknya kita kembali ke

prinsip dasar pendidikan, yaitu membantu peserta didik untuk

mengembangkan potensinya untuk persiapan menghadapi masa depan.

Jadi mata pelajaran adalah sarana untuk mengembangkan potensi anak

dan bukan sebaliknya siswa yang dijadikan objek untuk ”menelan” materi

pelajaran. Misalnya, dalam bidang matematika yang selama ini dianggap

abstrak saja, tujuan pendidikan matematika di tingkat dasar dinyatakan

sebagai (1) mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan

keadaan di dalam kehidupan, bertindak atas dasar pemikiran secara logis,

rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif, serta (2) dapat menggunakan

matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan

dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Jadi sangat jelas tujuan pendidikan

matematika adalah mempersiapkan siswa menghadapi masa depan

dengan menggunakan matematika sebagai bekalnya. Berarti, siswa

dibelajarkan untuk menghadapi masa depan dan matematika sebagai alat.

Mencermati uraian di atas, diperlukan beberapa teorema, antara

lain: (1) guru adalah orang yang pertama dan yang utama pengembang

kurikulum, (2) kuasai materi agar dapat mengintervensi siswa belajar, dan

(3) kuasai teori-teori pembelajaran agar dapat melibatkan siswa

berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, kompetensi

pedagogik yang dimiliki seorang guru adalah suatu hal yang esensial.

Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam makalah ini adalah

kemampuan mengelola pembelajaran terkait pemahaman tentang peserta

didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang

mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi karakteristik siswa

dan pemahaman tentang psikologi perkembangan siswa sedangkan

pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan mengembangkan

kurikulum, merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

Page 38: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

34

menilai proses dan hasil pembelajaran, serta melakukan perbaikan secara

berkelanjutan.

Kurikulum merupakan komponen pendidikan yang cukup

berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Namun,

kurikulum bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi keberhasilan

pelaksanaan pendidikan, karena masih ada faktor lainnnya, seperti guru,

siswa, sarana dan prasarana pendidikan, manajemen sekolah, dan sistem

pendidikan. Pemberdayaan sekolah sebagai ujung tombak pendidikan

adalah hal yang sangat urgen untuk dilakukan. Apapun kebijakan yang

dirancang di tingkat pusat maupun daerah terkait pengembangan

kurikulum, pada akhirnya sekolah yang harus menerapkannya.

Sesungguhnya pengembangan kurikulum harus bergerak bottom up

approach, dimulai dari pengenalan karakteristik peserta didik dan kondisi

sekolah yang nyatanya sangat heterogen sampai pemenuhan kebutuhan

masyarakat dan kesiapan menghadapi tantangan global. Pemberdayaan

guru dan sekolah dalam pengembangan kurikulum adalah kata kunci

keberhasilan proses pendidikan. Memang kurikulum nasional tetap

diperlukan, tetapi sebaiknya hanya dalam garis besar dan sekolah diberi

kesempatan untuk menjabarkan, sesuai kondisi masing-masing. Dengan

demikian muatan lokal sudah tercakup di dalamnya. Muatan lokal tidak

hanya berupa mata pelajaran khusus, tetapi dalam setiap mata pelajaran

terdapat substansi muatan lokal, disamping yang berlaku secara nasional.

Isi dan model pembelajaran biologi pada SMA di Jakarta tidak harus

tepat sama dengan SMA di Parapat, karena kebutuhan siswanya berbeda

dan situasi lingkungannya berbeda. Kita seringkali menyatakan KTSP

jauh berbeda dengan kurikulum sebelumnya, KTSP hanya berisi aturan-

aturan pokok saja, guru dan sekolah diberi wewenang yang luas untuk

mengembangkannya. Namun, dalam prakteknya kurikulum minimal itu

Page 39: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

35

sudah jauh di atas kemampuan siswa, sehingga guru dan sekolah tidak

mungkin menambah.

Uraian makalah ini terbatas pada pemaparan tentang (1)

kedudukan PPL dalam kurikulum LPTK, (2) Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), (3) Sinkronisasi Muatan Kurikulum LPTK dan

KTSP di sekolah mitra PPL.

B. PEMBAHASAN

1. Kedudukan PPL dalam Kurikulum LPTK

Kurikulum Universitas (program studi pendidikan) sebagai acuan

proses pendidikan dapat digambarkan dengan diagram alur pada

Gambar-1. Dari gambar tersebut tampak bahwa sebagai landasan

kurikulum adalah kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian

(MPK). Di atasnya terdapat dua kelompok matakuliah, yaitu MPB

(Matakuliah Perilaku Berkarya) dan MKK (Matakuliah Keilmuan dan

Keterampilan). MPB dimaksudkan sebagai bekal dasar bidang

kependidikan, sedangkan MKK sebagai bekal bidang studi yang akan

diajarkan kepada peserta didik. Berdasarkan dua kelompok tersebut,

mahasiswa belajar bagaimana mendidik dan mengajarkan bidang studi

tersebut kepada peserta didik, yaitu melalui kelompok Matakuliah

Keahlian Berkarya dan Berkehidupan Bermasyarakat (MKB dan MBB).

Antara matakuliah lain dalam kelompok MKB dengan PPL sebenarnya

merupakan satu kesatuan. Dalam MKB, misalnya strategi belajar, evaluasi

dan sebagainya, mahasiswa belajar “bagian-bagian”, tetapi pada PPL

mahasiswa belajar menggabungkan bagian-bagian tersebut secara utuh

dan dalam bentuk nyata. Oleh karena itu sebaiknya antara MKB dengan

PPL harus ada keterpaduan, baik secara konsep maupun pelaksanaannya.

Page 40: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

36

Jika dalam MKB dipersepsi mahasiswa belajar bagian-bagian,

yang nantinya akan dirakit dalam PPL, maka sebaiknya dalam MKB-pun

mahasiswa juga sudah belajar dalam situasi “lapangan”. Misalnya, dalam

matakuliah evaluasi pengajaran, mahasiswa sudah harus belajar

menyusun soal dan instrumen evaluasi pembelajaran berdasarkan situasi

sesungguhnya di sekolah. Dengan demikian dalam proses perkuliahan

MKB, sudah harus ada bagian penugasan, di mana mahasiswa belajar hal-

hal yang bersifat praktis, seperti tampak pada Gambar-2 berikut.

M

P

K

M P B

M K K

M K BMicro

Teachingdan PPL

M B B

Gambar-1: Kurikulum Universitas (LPTK) dalam Diagram Alur

TEORI

PRAKTIS

MKB 1

TEORI

PRAKTIS

MKB 2 TEORI

PRAKTIS

MKB 3

PPL

Gambar-2: Skema Alur MKB Secara Ideal

Page 41: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

37

Meskipun sejak awal (MKB) mahasiswa program studi pendidikan sudah

dikenalkan dengan situasi lapangan, PPL tetap masih sangat diperlukan.

Dalam hal ini berfungsi sebagai latihan profesi secara utuh. Dalam PPL

mahasiswa memperoleh kesempatan untuk menerapkan bekal

sebelumnya dalam bentuk penerapan profesi kependidikan secara utuh.

PPL semacam itu sebaiknya diletakkan pada bagian akhir dari program

perkuliahan di Universitas (LPTK), karena: (1) untuk dapat ber-PPL

diperlukan bekal yang cukup, baik dari MKK maupun MKB, dan (2)

sebagai muara, program PPL harus merupakan sesuatu yang

komprehensif. Dengan pola semacam itu, pola step in dan step out dapat

berjalan dan diakhiri dengan suatu latihan profesi secara komprehensif

dan memadai.

Keterlibatan pihak sekolah, sebenarnya tidak hanya dalam MKB

dan PPL tetapi dalam keseluruhan pengembangan program kependidikan

di LPTK, namun demikian, sesuai dengan sifatnya kontribusi sekolah

dalam pembinaan MKB dan PPL perlu mendapat prioritas. Di samping

itu masih ada peran penting yang perlu dilakukan oleh sekolah, yaitu

sebagai exsternal evaluator program pendidikan di LPTK. Hal ini sangat

mendesak, karena selama ini dan sampai saat ini external evaluation sangat

jarang atau dapat dikatakan hampir tidak pernah dilakukan perguruan

tinggi, termasuk LPTK. Akibatnya perguruan tinggi sebagai penghasil

lulusan berjalan sendiri dan pengguna lulusan (industri, sekolah, dan

masyarakat) berjalan sendiri.

Pelaksanaan external evaluation sebenarnya dapat dilakukan secara

simultan dengan PPL. Sebagai muara program pendidikan, sebenarnya

kinerja mahasiswa selama ber-PPL dapat menggambarkan kualitas bekal

yang dimiliki mahasiswa. Dengan demikian, melalui kegiatan PPL dapat

dirancang evaluasi eksternal untuk mengetahui ketercapaian program

Page 42: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

38

pendidikan di Universitas. Jika menggunakan paradigma Total Quality

Management (TQM), maka penilaian pihak sekolah terhadap kinerja

mahasiswa selama ber-PPL dapat dijadikan salah satu indikator utama

dalam penilaian program pendidikan di Universitas.

2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan

pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan

potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu

kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan

penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang

ada di daerah.

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan

dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari

tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan

kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.

Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan

KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap

kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi

dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota

untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar

Kompetensi Lulusan (SKL) dan berpedoman pada panduan penyusunan

Page 43: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

39

kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan

komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus

dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan

berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum

yang disusun oleh BSNP.

KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai

berikut:

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan

peserta didik dan lingkungannya.

b. Beragam dan terpadu

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan

seni

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

f. Belajar sepanjang hayat

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan

menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan

berikut.

1) Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

2) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Page 44: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

40

3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut sesuai dengan kejuruannya.

b. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata

pelajaran sebagai berikut.

(1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia

(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian

(3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi

(4) Kelompok mata pelajaran estetika

(5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan

Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan

dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP

19/2005 Pasal 7.

Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan

dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada

satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan

pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.

1) Mata pelajaran

Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat

satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang

tercantum dalam SI.

2) Muatan Lokal

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan

kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,

termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi

Page 45: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

41

bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga

harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal

ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata

pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran,

sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal

yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan

satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa

dalam satua tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua

mata pelajaran muatan lokal.

3) Kegiatan Pengembangan Diri

Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan

mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap

peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan

pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor,

guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk

kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat

dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang

berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar,

dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan keparamukaan,

kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.

Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri

terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan

karier.

Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan

pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan

kebutuhan khusus peserta didik.

Page 46: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

42

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian

kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak

kuantitatif seperti pada mata pelajaran.

4) Pengaturan Beban Belajar

a) Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan

pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori

standar maupun mandiri, SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori

standarBeban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat

digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh

SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.

Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh

SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.

b) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket

dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum.

Pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat

pada semester ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat

dilakukan secara fleksibel dengan jumlah beban belajar yang tetap.

Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam

pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam

pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta

didik dalam mencapai kompetensi, di samping dimanfaatkan untuk

mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak terdapat di

dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.

c) Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri

tidak terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% -

40%, SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan

SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0%-60% dari waktu kegiatan tatap

muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu

Page 47: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

43

tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik

dalam mencapai kompetensi.

d) Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah

setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar

sekolah setara dengan satu jam tatap muka.

e) Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan

mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan

SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan sistem SKS mengikuti

aturan sebagai berikut.

(1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20

menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.

(2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit

tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri

tidak terstruktur.

5) Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu

kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan

untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus

menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan

tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber

daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan

pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar

secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.

6) Kenaikan Kelas dan Kelulusan

Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria

kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.

Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik

Page 48: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

44

dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan

menengah setelah:

a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk

seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan

akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian,

kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran

jasmani, olahraga, dan kesehatan;

c) lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran

ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

d) lulus Ujian Nasional.

7) Penjurusan

Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria

penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.

8) Pendidikan Kecakapan Hidup

a) Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/

MA/SMALB, SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan

kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan

sosial, kecakapan akademik dan/atau kecakapan vokasional.

b) Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral

dari pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa

paket/modul yang direncanakan secara khusus.

c) Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari

satuan pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan

pendidikan formal lain dan/atau nonformal.

9) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global

a) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah

pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan

Page 49: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

45

daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa,

teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain, yang

semuanya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta

didik.

b) Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat

memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.

c) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat

merupakan bagian dari semua mata pelajaran dan juga dapat

menjadi mata pelajaran muatan lokal.

d) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta

didik dari satuan pendidikan formal lain dan/atau nonformal

yang sudah memperoleh akreditasi.

c. Kalender Pendidikan

Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun

kalender pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik

sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat, dengan

memperhatikan kalender pendidikan sebagaimana yang dimuat dalam

Standar Isi.

3. Sinkronisasi Muatan Kurikulum LPTK dan KTSP di Sekolah

Mitra PPL

Secara garis besar kurikulum memuat 4 komponen, yaitu Goal

(kompetensi), subject matter, method and organization, evaluation).

Mahasiswa PPL untuk masing-masing bidang studi bertugas

mengembangkan komponen kurikulum sehingga sesuai dengan

perkembangan IPTEK, kebutuhan stakeholder dan pasar kerja.

Pengembangan komponen kurikulum tersebut harus mengacu pada

prinsip-prinsip pengembangan KTSP yang telah diungkap sebelumnya.

Page 50: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

46

Misalnya, implementasi KTSP menuntut guru dan calon guru

menerapkan paradigma baru pembelajaran yang berbasis paham

konstruktivis dan budaya lokal. Para guru harus berupaya mengangkat

berbagai masalah yang bersumber dari fakta dan lingkungan budaya siswa

sebagai bahan inspirasi dalam mengonstruksi berbagai konsep dan

prinsip ilmu pengetahuan yang dipelajarai. Dalam pemecahan masalah

tersebut, guru dan calon guru harus merancang dan menerapkan pola

interaksi sosial yang dipahami siswa sebagai pola iteraksi edukatif serta

menanamkan nilai-nilai budaya dalam memotivasi siswa belajar.

Sesungguhnya rumpun matakuliah pada kurikulum LPTK

sejalan dengan rumpun mata pelajaran dalam KTSP di sekolah. Hal ini

dapat dicermati pada prinsip isi dan kompetensi yang tertangkap dari 5

rumpun mata kuliah dan 5 rumpun mata pelajaran yang disajikan pada

tabel berikut.

Tabel 1: Sinkronisasi Rumpun Matakuliah dan Mata Pelajaran

No. 5 Rumpun Mata Kuliah di LPTK

5 Rumpun Mata Pelajaran Pada KTSP

1. Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)

Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia

2. Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB)

Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian

3. Matakuliah Keterampilan Keilmuan (MKK)

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi

4. Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB)

Kelompok mata pelajaran estetika.

5. Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)

Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan

Dalam kerja praktek (PPL) di sekolah, kompetensi mahasiswa yang

terbentuk dari hasil pembelajaran 5 rumpun matakuliah tersebut

diejawantahkan secara terintegratif dalam membelajarkan siswa. Mata

pelajaran adalah sebuah wahana (kendaraan atau alat) yang digunakan

Page 51: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

47

guru untuk membentuk dan mengembangkan potensi yang dimiliki

peserta didik.

Penguasaan keluasan atas materi ajar ditunjukkan oleh indikator

pemahaman dan penguasaan atas struktur pengetahuan sesuai dengan

bidang studinya. Hal ini akan menjadi kekuatan guru dalam

mengapresiasi penguasaan materi pelajaran untuk dikreasikan, disusun,

dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain dalam rumpun bidang studi.

Dengan kata lain, penguasaan atas keluasan materi ajar ditunjukkan oleh

dua indikator utama, yaitu memahami dan menguasai struktur ilmu

pengetahuan, serta memahami dan menguasai struktur organisasi materi

dalam kurikulum bidang studi. Identifikasi atas kemampuan ini dapat

dilakukan melalui proses dan hasil analisis kurikulum yang dilakukan oleh

guru pada setiap kegiatan pembelajaran. Merill (1983) mengajukan

matriks analisis kedalaman dan keluasan materi ajar sebagai berikut.

Tabel 2: Matriks Analisis Keluasan dan Kedalaman Materi Model

Merill

KOMPETENSI

CONTENT/ISI KINERJA/KEMAMPUAN/KETERAMPILAN

Bhn Kajian Karakteristik Intelektual Motorik FilosofisKompetensi dasar atau sub-kompetensi(indikator-indikator)

Afakta

konsepprinsip

prosedur

mengingatpenalaran/komunikasipemecahanmasa lah

peniruanmodifikasi

kerjakompleks

aksiologiepistemologi

ontologi

Bfakta

konsepprinsip

prosedur

meng ingatpe nalaran/komunikasipemecahanmasa lah

peniruanmodifikasi

kerjakompleks

aksiologiepistemologi

ontologi

Cfakta

konsepprinsip

prose-dur

meng ingatpenalar an/komunikasipe mecahanmasalah

peniruanmodifikasi

kerjakompleks

aksiologiepistemologi

ontologi

Page 52: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

48

Sekuensial materi ajar akan memperlihatkan tingkat kedalaman

dan penguasaan guru atas materi ajar, hal ini diperlihatkan dalam

sistematika organisasi serta sinkronisasi antar substansi kajian atau mata

pelajaran. Indikasi lain atas penguasaan dan kedalaman materi ajar guru

tercermin pada kesesuaian dan ketepatan penentuan karakteristik setiap

substansi kajian. Dalam hal ini, karakteristik substansi kajian mencakup:

fakktual, konsep, prinsip, prosedur, hubungan antar personal, serta sikap

atau kecenderungan. Penguasaan atas landasan filosofis munculnya suatu

substansi kajian. Hal ini penting bagi seorang guru. Pertanyaan mendasar

berkenaan dengan hal ini adalah mengapa suatu substansi itu ada dan

perlu dipelajari. Menguasai hakekat, asal-usul dan keguanaan suatu

substansi kajian memainkan peranan penting guna memperlihatkan

kekuatan materi tersebut. Penguasaan atas kedalaman materi dapat

diidentifikasi melalui kemampuan guru dalam menyusun sekuensial

substansi kajian, penetapan karakteristik materi, dan penguasaan atas

landasan filosofis setiap substansi kajian atau mata pelajaran.

Untuk kebutuhan pembelajaran yang efektif, guru dan calon

guru harus mengenali karakteristik siswa dan lingkungannya. Di samping

itu, para guru harus mengenali dan menerapkan berbagai model

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik ilmu yang diajarkan dan

kompetensi yang akan dicapai oleh siswa. Sesungguhnya tidak ada tanah

yang tidak baik, yang menjadi pertanyaan adalah tanaman apa yang cocok

tumbuh dan berkembang di tanah tersebut. Otak dan jiwa siswa adalah

“sawah” bagi guru dan berbagai jenis ilmu pengetahuan adalah ragam

tanaman yang akan disemaikan oleh guru pada anak. Ilmu pengetahuan

yang dimiliki peserta didik akan tumbuh dan berkembang membentuk

intelektual, prikomotor dan sikap, apabila guru berupaya memandirikan

dan menyadarkan anak terhadap seluruh aktivitas belajarnya.

Page 53: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

49

Pendidikan dan pengajaran pada intinya merupakan upaya melanjutkan

kegiatan melahirkan anak. Berbeda dengan hewan, anak manusia dilahirkan dalam

keadaan serba tidak berdaya. Seekor anak itik - begitu ditetas - dapat ke sana ke

mari, mulai mengais dan mencari makanannya sendiri. Tidak demikian anak

manusia. Ia membutuhkan manusia lain untuk bertahan hidup dan lebih lagi

untuk mengembangkan hidup. Oleh karena itu manusia didefinisikan sebagai

animal educandum, hewan yang harus dididik. Tanpa pendidikan manusia tidak dapat

bertahan hidup dan tidak dapat mengembangkan hidupnya. Oleh sebab itu,

segala upaya pendidikan dan pengajaran harus ada dalam kerangka membantu

manusia bertahan hidup dan mengembangkan hidupnya.

Kemampuan yang diperlukan agar seseorang dapat bertahan

hidup dengan sukses (sebagai pribadi, sebagai hamba Tuhan, sebagai

anggota masyarakat) itulah yang disebut dengan kecakapan hidup (life

skill). Beberapa ahli mendefinisikan kecakapan hidup sebagai

kemampuan untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara

proaktif mengatasinya secara arif dan kreatif (Depdiknas, 2004). Definisi

ini bertolak dari asumsi bahwa dalam kehidupan kita selalu dihadapkan

dengan masalah, karena masalah adalah kesenjangan antara harapan

dengan kenyataan. Masalah itulah yang harus diantisipasi dan diselesaikan

secara arif dan kreatif. Kita akan sukses, jika mampu secara kreatif

mengubah masalah menjadi peluang. Oleh karena itu, kecakapan hidup

itulah yang seharusnya menjadi orientasi pendidikan. Dengan cara itu,

siswa yang telah menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, dapat

menggunakannya untuk menghadapi kehidupan nyata di lapangan.

Guru adalah seorang pemimpin yang memiliki paradigma dalam

memandang berbagai masalah dan kebutuhan siswanya. Ia menerapkan 4

fungsi manajemen dalam mengelola pembelajaran di kelasnya. Berbagai

sumberdaya yang dimiliki harus dikelola agar berdaya guna, berhasil guna

Page 54: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

50

dan terintegrasi dalam mencapai sasaran pembelajaran secara efektif dan

efisien. Pengelolaan pembelajaran dari seorang guru profesional dapat

dicermati pada skema berikut.

Gambar-3: Manajemen Pembelajaran di Kelas

C. PENUTUP

PPL adalah suatu kesempatan bagi mahasiswa berlatih

membentuk profesi kependidikan secara nyata dan utuh.

Konsekuensinya, mahasiswa harus menguasai dan mengimplementasikan

4 kompetensi guru yang saling terkait dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembelajaran. Secara khusus, kompetensi profesional dan

pedagogik yang dimiliki guru atau calon guru adalah katalisator

pembangkitan potensi dan motivasi belajar peserta didik.

Sumber DayaSiswaMasalahAutentikFasilitasInformasi

PLANNINGMenetapkan Sasaran Bagaimana Mencapai

Sasaran

ACTUATINGMenggerakkan:Fasilitator, Motivator, Mediator

OrganizingMemahami Peserta Didik

CONTROLINGMonitoring dan Evaluasi

SASARAN(Kompetensi)

APA YANGDIKELOLA?

MENGAPA DIKELOLA?SUPAYA BERDAYA GUNA,

BERHASIL GUNA, TERINTEGRASI, dan TERKORDINASI

EFEKTIFEFISIEN

FUNGSIMANAJEMEN

PEMBELAJARAN

PARADIGMA

GURUMAT

Page 55: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

51

Mahasiswa sebagai calon guru dapat mengantisipasi berbagai

perbedaan kurikulum, proses dan kebutuhan pendidikan di sekolah

(ataupun daerah) melalui pengenalan karakteristik anak dan

lingkungannya. Antisipasi ini dapat dilakukan lebih baik dengan

menerapkan prinsip bahwa (1) guru adalah orang pertama dan yang

utama pengembang kurikulum, (2) mata pelajaran adalah kendaraan

dalam mengembangkan kemampuan, keterampilan, kecerdasan dan

kepribadian anak didik, (3) kuasailah materi agar dapat mengintervensi

siswa belajar dan kuasailah teori-teori pembelajaran agar dapat

melibatkan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Dosen harus mampu membentuk dan mengukur secara nyata

dan utuh kompetensi yang dimiliki mahasiswa (calon guru) melalui PPL.

Dosen harus mendampingi mahasiswa mengatasi dan menemukan solusi

alternatif masalah-masalah pembelajaran. Di samping itu, dosen harus

memiliki dan mengembangkan instrumen penilaian RPP, lembar

observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran, lembar observasi

aktivitas siswa dan guru, tes-tes standar yang akan digunakan untuk

mengukur keahlian berkaya dan wawasan/keterampilan keilmuan

mahasiswa peserta PPL.

Masalah pendidikan adalah masalah kita bersama terutama bagi

guru dan dosen. Meskipun agak utopia, tetapi kita perlu yakin bahwa

pada saat keadaan ekonomi masyarakat cukup baik nanti dan komitmen

pemerintah terhadap peningkatan kualitas pendidikan semakin kuat,

pendidikan akan tumbuh menjadi “layanan jasa” yang cukup prospektif.

Ketika masyarakat sudah merasa cukup kebutuhan pangan, sandang, dan

papan, maka pendidikan anak akan menyusul sebagai kebutuhan dasar. Jika

hal itu sudah terjadi, orangtua akan rela membayar cukup mahal, asal

yakin anaknya memperoleh pendidikan yang baik.

Page 56: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

52

D. DAFTAR BACAAN

Australian National Training Authority’s (2003). Animal Care &Management Training Package, ANTA.

Anonim. (2003) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem pendidikan Nasional, Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

_______. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Evans, Rupert N. (1974). Foundation of Vocational Education. Colombus Ohio: Charles E Merrill Publishing Co.

Gaspersz, V. 2001. ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: SEKOLAH. Gramedia Pustaka Utama.

Hoogveld, A.W.M. (2003). Teacher as Designer of Competency-Based Education, Thesis, Open Universiteit Nederland

Levesque, K. et.al (2000). Vocational Education in the United States: Toward the year 2000 (Report No.029), Washington. D.C: U.S. Department of Education, Office of Educational Research and Improvement

McKee, S. (2003). Demystifying the Competency Conundrum, Salt Lake CityNikijuluw, V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Ko-

Manajemen: Rezim Desentralisasi. Jakarta: Pusat Pemberayaan dan Pembangunan Regional (P3R) dan SEKOLAH. Pustaka Cidesindo.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 yang direvisi menjadi Permendiknas Nomor 11 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.

Plomp, Tjeerd., (1997). Educational and training system design. Enschede, The Netherlands: Univercity of Twente.

Pratiknya, Iwan. (1993). Beberapa pemikiran dalam rangka pengembangan sumber daya manusia pada PJP II. Makalah pada Seminar Pendidikan dan Pengembangan Kewirausahaan dalam Meningkatkan Kualitas SDM – ISPI Jawa Timur Tanggal 15 Juli 1995.

Salis, E. (1993). Total Quality Management in Education, Kogan Page, Philadelphia.

Sinaga, Bornok. (2007). Pengembangan model pembelajaran matematika berdasarkan masalah berbasis budaya Batak. (Disertasi). Surabaya: PPs UNESA Surabaya.

Page 57: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. adalah dosen jurusan Matematika FMIPA UNIMED

53

Sinaga, Bornok. (1999). Efektifitas model pembelajaran berdasarkan masalah (Problem-Based Instruction) Pada Kelas I SMU dengan bahan kajian fungsi kuadrat. (Tesis). Surabaya: PPs IKIP Surabaya.

Silberman, Mel. (1996). Active learning. Needham Heights, Massachusetts: Allyn and Bacon.

Skemp, Richard R. (1982). The psychologi of learning mathematics. London: Penguin Books Ltd.

Slavin, Robert, E. (1994). Educational psychology, theories and practice. Fourth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.

Solso, R. L. (1995). Cognitive psychology. Washington. DC: Winston: The Loyola Symposium.

Schmidt, W. et.al. (1996). Characterizing pedagogical flow, Boston, Kluwer Academic Publishers

Syawal, G. (Ed.). (2004). Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah. Medan. Unimed Press, (in press).

Tilaar, H.A.R. (Ed.). (2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cisekolaha.

Torshen, K.Y. (1977), The Mastery Approach to Competency-Based Education, Academic Press, New York

Vorhess, R.A. (2001). Measuring what matters: Competency-based models in higher education, NCES Network Conf. , Washington

Whitaker, U. (1989). Assessing Learning, CAEL, Philadelphia

Page 58: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

54

BUKU AJAR MODEL INTERAKTIFUNTUK MENINGKATKAN MINAT BACA

WANAPRI PANGARIBUANAbstrak

Buku ajar adalah salah satu media belajar bagi subjek didik, harus disusun sedemikian rupa sehingga menarik dan tidak membosankan untuk dibaca, serta mudah dicerna. Semakin padat suatu teks yang dituliskan, semakin sulit dipahami, karena konsep-konsep umumlah yang cenderungditampilkan, sedangkan konsep khusus yang bersifat lebih teknis kurang mendapat perhatian. Sebaliknya, jika kajian itu semakin besifat khusus atau spesifik, sehingga tingkat keabstrakannya semakin rendah, maka akan semakin mudah dipahami. Akan tetepi, tidak dengan sendirinya hal itu diminati, sehingga perlu pola penulisan yang menarik dari sebuah tulisan yang bersifat khusus dan spesifik tersebut. Untuk meningkatkan minat membaca terhadap sebuah buku, khususnya buku ajar, disamping mudah dicerna juga harus memasuki dunia kehidupan sehari-hari pembaca. Untuk itulah sebuah ide penulisan berpola interaktif, diusulkan, meskipun belumlah dilakukan penelitian atas keterkaitan pola tersebut dengan minat baca. Akan tetapi pantas untuk dipertimbangkan dan dicoba.

Kata Kunci: Buku Ajar, Pola Interaktif, Minat Baca.

A. PENDAHULUAN

Hakikat sebuah pengetahuan adalah segala sesuatu yang

diketahui oleh sesorang, baik yang bersifat umum maupun bersifat

khusus. Kekhususan sebuah pengetahuan terletak pada materi dan

metode yang dikandungnya. Pengetahuan khusus umumnya dipelajari

oleh orang-orang tertentu sesuai dengan peminatan yang ditekuni orang

tersebut.

Penulisan pengetahuan umumnya secara deskriptif, sehingga

terkesan kaku, serta pada dasarnya kurang menarik bagi banyak orang.

Bentuk Penulisan tersebut memang spesifik, namun kurang

mempengaruhi perasaan, hati nurani pembaca. Sebaiknya otak dan

Page 59: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

55

perasaan serta hati nurani pembaca, dapat terangsang sehingga ketika

membaca buku tersebut, ada keasikan sendiri dan ketidak relaan untuk

meninggalkan bacaannya.

Pola penulisan yang dapat menyentuh pikiran dan hati nurani

adalah berbentuk pola interaktif dan berbentuk cerita yang multi

pemeran, dan tinjauan objek materialnya adalah berbagai sudut pandang.

Model penulisan seperti ini adalah berbentuk tulisan cerpen, atau novel

ataupun drama. Cerpen, novel, dan drama pada umumnya sangat

diminati oleh mahasiswa.

B. KAJIAN OBJEK MATERIAL PENGETAHUAN DAN POLA

PENULISAN INTERAKTIF

Objek material suatu pengetahuan adalah hakikat sesuatu yang

dikaji secara ontologis. Kajian ontologis adalah kajian yang menjawab

pertanyaan-pertanyaan, apa, mengapa, kenapa, bagaimana

karakteristiknya, saaat kapan, di mana. Kajian ontologism tersebut dapat

dituliskan dengan pola interaktif, sehingga diprediksikan lebih manarik

minat mahasiswa untuk membacanya.

Sebagai contoh penulisan pengetahuan (filsafat) dengan pola

interaktif ditampilkan dalam tulisan ini dalam bentuk cerpen, dengan

judul “Bunga Cinta Di Rerumputan Tanah Tandus”. Cerpen ini ditulis

menjadi tiga bagian, yaitu: bagian pertama menyangkut kajian ontologis

cinta; bagian kedua menyangkut kajian epistemologis cinta; dan bagian

tiga adalah kajian aksiologi cinta. Dengan demikian objek material sebuah

pengetahuan dikaji secara filosofis, secara ontologis, epistemologis, dan

aksiologis.

Page 60: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

56

BUNGA CINTA DI RERUMPUTAN TANAH TANDUS

(bagian pertama)

Kemarin aku masih teringat betapa letihnya mencari lokasi

dimana kami harus menimba ilmu yang seharusnya telah aku miliki.

Karena saat aku menyelesaikan SMEA-ku, aku keburu terjerembab

dalam pelukan cinta yang saat itu adalah terindah bagiku. Walaupun

papaku memohon teramat sangat agar aku harus melanjutkan studiku ke

Perguruan Tinggi yang akan memberikanku segudang ilmu yang

mensejahterakan hidupku nanti. Itu ku pandang sebagai salah satu

rintangan yang disengaja untuk menghalangiku memeluk cinta yang

takkan kurelakan berlalu. Sungguh aku takut kehilangan cinta yang

betapa kurasakan nikmatnya. Ketakutanku harus kuhilangkan dengan

mahligai rumah tangga, dan aku melahirkan seorang anak dari buah cinta

yang harus kukatakan betapa aku bahagia.

Harus ku akui, perkawinan di usia muda yang kualami adalah

luapan emosi yang menghilangkan pertimbangan. Pandanganku tentang

cinta adalah segalanya, dalam pejalanan waktu teruji dan akhirnya ku

ketahui bahwa aku sesungguhnya tak memahaminya.

Gejolak dan pertengkaran membuatku terkadang putus asa,

hingga aku sangat ragu apa yang dimaksudkan dengan cinta. “love is every

thing, and every thing is love” dalam pengetianku adalah “love is some thing, that

thing gives only a few happiness”. Buktinya, ketika kuajak suamiku untuk

mencari lokasi tempat kuliah, ia tidak peduli asik dengan sepeda motor

yang dibersihkan dan dirawatnya. Ku tahu memang RX-King

kebanggaannya punya sejarah tersendiri baginya, tapi apakah aku ini

tidakkah melebihi sepeda motornya itu ?. Aku adalah ibu dari anaknya,

tempat melabuhkan segala keluh kesahnya, setidak-tidaknya

pengakuannya demikian. Tapi faktanya, apa ?.

Page 61: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

57

Hampir aku meneteskan air mata, teringat kemarin aku harus

naik becak sangat jauh dengan kembaranku mencari lokasi kuliah ku ini,

yang saat ini aku termenung dan merenung, sembari bertanya pada diriku

sendiri; mungkinkah aku akan sukses kuliah ?.

Aku tersadar dari lamunan dan gundah hati yang sering

menemaniku. Ketika itu, dosenku memberikan motivasi ke kami semua

mahasiswa yang rata-rata pasti punya beban berat dalam menjalani kuliah

yang akan kami tapaki.

Dengan wajah kebapaan dan tatapan mata teduh menyapu wajah-wajah

mahasiswa yang ada dihadapannya, seolah-olah menelanjangi pikiran dan

hati kami, dan tahu tentang apa yang ada dalam relung hati yang

terdalam. Kata-katanya sangat menyentuh, dengan senyum merekah dari

seorang berilmu, susah dimaknakan, setidak-tidaknya bagiku. Dia mulai

berkata:

“Bapak ibu sekalian yang pada saat ini hadir dari berbagai tempat

dan berbagai warna-warni hati dan pikiran, saya ucapkan selamat sore

dan selamat datang. Tentunya kamu

sekalian sering berkata kepada murid-murid, gantungkanlah

cita-cita mu setinggi bintang di langit. Letakkanlah sedalam palung

lautan tekatmu sebagai pundasi

keberhasilanmu. Marilah kita masing-masing mengingat itu,

agar kita mempunyai kekuatan dalam diri kita saat mengharungi lautan

perkuliahan yang penuh ombak dan topan”.

Kata-katanya membuat ku makin gundah, dan aku semakin khawatir,

mungkinkah ombak dan topan lautan perkuliahan yang dimaksudkan

akan mengkharamkaan bahtera impian ku, impian papa dan mama ku,

bahkan mungkin impian anak ku, atau mungkin juga impian suamiku

yang kebenarannya kuragukan.

Page 62: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

58

“Agaknya saya memahami keberadaan kamu sekalian dalam

mengikuti perkuliahan ini. Diantara keletihan yang diakibatkan

banyaknya beban kerja dan tanggung jawab keluarga, yang sesungguhnya

pun sudah cukup menekan kita, harus pula ditambah dengan seliban

beban-beban kuliah. Segudang ilmu harus ditimba, segunung

pengetahuan harus digali, tentunya menuntut banyak pengorbanan dalam

banyak hal. Pengorbanan kesenangan, pengorbanan perasaan, waktu,

tenaga, uang, bahkan perhatian pada keluarga. Ingatlah hal itu tak

seberapa jika dibanding hasil yang akan kamu sekalian peroleh dalam

perkuliahan ini”.

Lanjutnya setelah beberapa kali melangkah dengan tenang mendekati

kursi para mahasiswa, dan kembali mundur beberapa langkah pula, dan

kemudian dengan spidolnya ia mengambar kura-kura dan kelinci sedang

berlomba pada white Board di depan kelas.

“Kamu juga pernah mendengarkan dongeng bahkan

mendongengkannya pada anak-anak tentang perlombaan lari seekor

kura-kura dan kelinci. Kura-kura menerima apa adanya dirinya dan

bersyukur masih memiliki kaki empat walaupun langkahnya sangat

lambat, tapi paling tidak dia dapat berlomba. Kelinci melompat lari jauh

mendahului kura-kura yang berjalan tertatih-tatih. Sekali lompatan

saja kelinci, maka kura-kura harus menapaki paling tidak sebanyak

sepuluh langkah yang sangat lambat.

Perjalanan jauh dan teramat jauh. Namun bagi kura-kura harus

dijalani dengan beban berat di punggung. Langkah terseot-seot,

terkadang terseret menerbangkan debu.

Panas terik menyengat menambah beban penderitaan demi

perlombaan yang harus dimenangkan. Akan tetapi sikelinci nun jauh

didepan sedang istirahat di bawah pohon rindang yang menyejukkan.

Page 63: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

59

Angin sepoi berhembus mengelus bulu-bulu halus sang kelinci. Kelopak

mata tertarik-tarik mengajak mimpi memenuhi alam pikiran se kelinci.

Dengan bibir tersungging di wajah, tidur pulas membawa dirinya

ke alam mimpi kemenangan dan meraih hadiah dan penghargaan atas

kemenangannya. Namun hanyalah mimpi. Tidur pulas dan mimpi

membuai tak sadarkan diri, berlama-lama dan habislah waktu. Sementara

si kura-kura terkulai lemas pada tapakan kaki terakhirnya meraih garis

finis kemengan”.

Kami mendengarkan cerita pak dosen seolah-olah cerita itu belum

pernah kami dengar. Mata mengarah pada sosok dosen penuh inspirasi.

Tanpa kusadari aku mangguk-mangguk sembari berkata dalam hatiku,

“benar juga ya, kura-kura yang lambat aja bisa nyampe ke garis finis”.

“Para mahasiswa yang berbahagia, tentunya diantara kamu ada

yang pernah menggulai sayur atau ikan. Sebuah kelapa di kupas dan

diparut, kemudian diremas-remas dan diperas hingga santan keluar dan

menghasilkan campuran gulai yang lezat. Santan kelapa tidak akan dapat

diperoleh jika dibiarkan buah kelapa begitu saja. Tetapi dengan

memarutnya, meremasnya, dan memerasnya keluarlah santan yang kita

inginkan.

Demikian juga manusia, jika kemampuan dan potensi yang ada

dalam diri kita tidak kita peras, paksa, maka sesungguhnya kita belum lah

kita yang sesungguhnya”. Lanjut sang dosen, sambil melangkah ke

tengah barisan kursi mahasiswa yang penuh sesak.

“Kalau susu diperas pak, bagai mana ?” salah seorang mahasiswa

nyeletuk seenak-nya Sebagian besar mahasiswa tertawa, memecah

kekhusukan.

“Perasan susu, susu apa saja akan membawa kenikmatan hidup.

Kenikmatan hidup yang dimaksudkan adalah bahwa manusia atau hewan

Page 64: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

60

dapat menikmatinya dan menjadi besar serta sehat”. Kembali mahasiswa

tertawa, dosen pun tertawa, ruang kelas mulai ribut. Suasana menjadi

ramai namun santai. Beberapa saat berlalu dengan suasana riuh, namun

kemudian kembali hening. Teknik breaking ice yang digunakan dosen

tampaknya berhasil dengan baik.

“Kamu sekalian akan dan harus lalui rintangan perkuliahan.

Walaupun berat, namun anggaplah itu latihan yang akan membuat kamu

menjadi orang yang sukses dan berhasil. Kesuksesan lebih banyak

dipengaruhi kecerdasan emosi kita, dan tidak begitu banyak kesuksesan

akibat dari kecerdasan otak”. Lanjut pak dosen.

“Kita ini semua adalah manusia rata-rata. Manusia rata-rata

harus menggunakan kecerdasan emosinya agar sukses. Orang yang cerdas

Intelijennya, sama seperti kelinci, dan orang yang cerdas emosinya adalah

sama dengan kura-kura. Setuju…..?”

“Setuju…………….!!!!!!!” Balas hampir semua mahasiswa.

“Ya….Kalian setuju sebagai kura-kura, dan selamat menjadi

kura-kura….. sekian dan terima kasih…., selamat petang!!!” Kelakar pak

dosen sembari meraih tas-nya dan melangkah keluar. Hari pertama kuliah

yang menyenangkan. Singkat, namun dapat membangkitkan semangat

serta daya juang. Perasaan ku mulai tenang dan bersemangat. Aku

bersama kembaranku melangkah menuju sepeda motor ku terparkir, dan

kami pulang dengan rasa lega dan riang. Senja jumat yang menyenangkan

bagi ku.

Jarum panjang arlojiku menunjuk angka 12 dan jarum pendek

menunjuk angka 2, tepat jam dua siang pada hari Sabtu, kuliah dimulai.

Mahasiswa di ruang IV belum begitu banyak, namun sepertinya pak

dosen adalah suka on-time. Sejenak ia menyapukan tatapan matanya,

sedikit sisi bibirnya terangkat, senyum di wajahnya tak begitu manis,

Page 65: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

61

tetapi justru sebaliknya kesan agak sinis. Hatiku mulai bertanya-tanya, ada

apa gerangan dibalik wajah yang tak begitu kren. Wajahnya tidak mulus,

bahkan terkesan berkulit kasar, banyak bekas jerawat batu dan tahi lalat.

Tubuhnya tak begitu tinggi, namun terkesan ideal dengan berat

badannya. Tidak terlalu gemuk, dan tidak terlalu rapi bahkan terkesan

orang biasa-biasa saja.

Satu-persatu mahasiswa yang terlambat masuk kelas tanpa ada

rasa keberatan si dosen. Sepertinya ia memaklumi keterlambatan teman-

teman ku.

“Selamat sore saudara-saudari sekalian, semoga sehat-sehat

semuanya. Pada pertemuan hari kedua ini saya ditugaskan untuk

berdiskusi kepada kita semua tentang mata kuliah Filsafat Pendidikan.

Mungkin kata filsafat tidaklah asing bagi kita semua, karena mungkin

sering kita dengar dari berbagai sumber informasi. Jika ada yang

memberikan pendapatnya saya persilakan” ucap dosen sambil

mengharapkan adanya yang memberi pendapat. Hening sejenak, dan

salah satu mahasiswa memberi pendapat:

“Filsafat bagi kaum remaja adalah bayangan hidup. Bagi kaum

pemuda adalah pandangan hidup. Bagi bapak-bapak yang masih muda

adalah pegangan hidup. Bagi bapak-bapak yang sudah tua adalah

perjuangan hidup. Dan bagi seorang kakek adalah mati hidup. Jadi

pengertian filsafat adalah berbeda-beda sesuai dengan tingkatan usia”.

Spontan para mahasiswa tertawa riuh, namun ada sebagian lagi yang

malah bingung, kenapa banyak orang tertawa. Banyak diantara peserta

kuliah tak mengerti apa maksud teman mereka yang memberi pendapat.

Dosen terperangah mendengarkan pendapat tersebut, namun berupaya

menetralisir emosinya, yang akhirnya iapun ikut tertawa. Suasana riuh

Page 66: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

62

dan ramai, hingga terdengar ke kelas-kelas lain. Dengan cepat si dosen

menetralisir suasana, sembari berkata:

“Pendapat yang bagus saudara-saudari, karena filsafat yang

dimaksudkan teman kita ini adalah berbicara tentang kehidupan dari

berbagai tingkatan umur. Namun demikian, masih harus disempurnakan

agar dapat diterima secara logis dan ada dasar pembenarannya

(justifikasinya). Pertanyaan selanjutnya adalah apakah yang dimaksud

dengan bayangan, pandangan, pegangan, perjuangan, dan mati hidup

tersebut ?. Tolong saudara jelaskan lebih rinci dan lebih luas…!!” Pak

dosen mengejar penjelasan mahasiswa tersebut, karena mungkin ada

yang tersembunyi di balik pernyataan itu. Namun si mahasiswa terdiam,

sambil tersipu malu.

“Ada dari antara kita yang membantu teman kita ini ?” lanjut pak

dosen. Dan salah satu mahasiswa yang lain mulai angkat bicara:

“Jika kita memberi arti filsafat, haruslah dimulai dari makna

hidup dan kehidupan. Hidup adalah cinta, tanpa cinta adalah bukan

hidup. Kehidupan berarti kecintaan terhadap hidup. Pokoknya yang

hidup-hiduplah” Ujarnya serius. Kelas kembali riuh dengan tawa lucu

yang saling menimpa, sehingga amplitudonya cukup besar. Kembali pak

dosen terperangah. Dalam hatinya berkata, cukup lumayan cerdas kelas

ini, hanya saja kocak dan tak perduli tata kerama.

“Apa maksudnya yang hidup-hidup itu ?” Tanya mahasiswa yang

lain.

“Ya, diantaranya tumbuhan seperti rumput, dan binatang seperti

burung” Celetuk mahasiswa yang lain pula.

“Ooohhhh…….. berarti filsafat adalah burung yang sembunyi di

dalam rumput” Celoteh mahasiswa yang lain.

Page 67: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

63

“Bukan, filsafat adalah burung yang menyelusup dalam

rumput…..” mahasiswa yang lain menimpali sambil tertawa.

“Baiklah para hadirin sekalian, apapun arti filsafat menurut kamu

itu adalah benar adanya. Karena menurut Suriasumantri1, kajian filsafat

hanyalah sebatas pengalaman manusia. Jika menurut anda dan anda,

filsafat itu adalah burung yang tersembunyi atau menyelusup dalam

rumput, tentunya kamu harus mengkaji burung dan rumput secara

ontologis. Maksudnya adalah hakikat burung itu apa, dan juga hakikat

rumput itu apa ?”

Dengan sangat bijaksana pak dosen mulai ambil alih pembicaraan.

“Pak dosen, kontologis itu apa sih……?” tanya salah seorang

mahasiswa pingin tahu.

“Bukan kontologis, tetapi ontologis, yang maksudnya adalah

upaya-upaya yang dilakukan oleh pemikir untuk menjawab apa, kenapa,

bila mana, siapa, mengapa.

Pertanyaan itu harus tak henti-henti ditanya, dan harus tak henti-

henti pula untuk menjawabnya. Itulah yang disebut sebagai pemikiran

yang revolusioner”.

Suasana kelas mulai tenang dan serius. Kata-kata sang dosen hampir tak

di mengerti.

“Filsafat berasal dari bahasa Yunani2, yaitu : Philosophia yang

terdiri atas dua kata “philos” (cinta) atau “philia” (persahabatan, tertarik

kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, kebenaran, pengetahuan,

keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi,

filsafat berarti cinta kebenaran atau kebijaksanaan (love of wisdom).

Orangnya disebut filosof dalam bahasa Arab disebut failasuf.

Pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab adalah apakah cinta

itu ? dan apa pula kebenaran atau kebijaksanaan itu ?”. Lanjut pak dosen.

Page 68: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

64

Dalam pikirannya, pasti rame lagi ini kelas, apalagi ditanyai tentang cinta.

Ternyata mahasiswa berpikir dan bertanya-tanya tentang cinta yang

sebenarnya mereka sudah alami. Dan tak satupun dari antara mereka

yang belum mengalaminya. Namun sepertinya sulit juga mereka memberi

defenisi.

“Cinta adalah suasana hati yang saling rindu” salah seorang

mahasiswa mulai memberi pendapat. Suaranya agak pelan dan bergetar,

memperlihatkan keraguan tentang apa yang

dikatakannya. Mahasiswa lain terpancing dan saling memberi pendapat.

“cinta adalah rasa suka, senang, ingin dekat-dekat selalu kepada

objek yang dicintai”

“cinta ibarat kentut…. Tidak dikeluarkan sakit, dikeluarkan

malu”

“cinta adalah rasa suka, senang dan rindu…”

“cinta adalah ketulusan untuk berkorban bagi objek yang

dicintai”

“Benar….benar…., semua pendapat adalah benar. Terkadang

cinta sulit untuk didefenisikan, namun cinta harus dibuktikan.

Membuktikan cinta adalah seberapa besar pengorbanan yang diberikan

oleh seseorang kepada objek yang dicintai. Dalam lirik lagu yang

dinyanyikan Nia Daniati ada terucap: ….kamu mencintai ku, tapi ulang

tahunkupun kamu tak ingat. Katamu cinta, kedatanganmupun seperti

angin lalu. Setiap kata cinta terucap, maka tuntutannya adalah

pengorbanan. Pengorbanan pikiran, hati, waktu, materi, tenaga, dan

banyak yang lainnya, bahkan mungkin nyawa atau hidupnya”. Ucap

dosen meyempurnakan pendapat para mahasiswa.

“ Pak, ….ada kata-kata ungkapan hati ku pada Bapak : mengapa

cinta ini terlarang saat kuyakini kaulah milikku. Mengapa cinta kita tak

Page 69: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

65

dapat bersatu saat kuyakini tiada cinta selain dirimu. Apa artinya pak…..”

Salah satu mahasiswi menggoda. Disambut riuh mahasiswa lain. Ada

yang bersiul, ada pula yang senyum-senyum, ada yang menggerutu, ada

pula yang senang. Pokoknya macam-macam suara dan tingkah laku

terekspresikan.

“yah…. Walaupun diri mu cinta diri ku, dan diri ku cinta diri

mu, kamu ingin memiliki bahkan terlebih aku ingin memiliki mu, ingin

memeluk mu, mencium mu, membelai mu.

Namun kamu harus tahu, diantara kita terbentang dinding yang

tinggi. Kita hanya dapat merasakan arti cinta dialam pikiran dan hati.

Hari-hari kita lalui dengan rasa rindu, ingin dekat-dekat selalu, ingin

mendampingi, ingin disisimu, bahkan ingin menyatu dengan diri mu.

Tapi cinta tak harus memiliki. Cinta adalah pengorbanan. Jika dindaku

mencintaiku, biarlah kamu rasakan dalam dirimu, dan buktikanlah

dengan pengorbanan.

Mungkin pengorbanan itu harus melanggar norma, harus

menghianati cinta mu pada yang lain, harus menghianati keyakinan mu,

mungkin… dan hanya mungkin terjadi dari sejuta kemungkinan”. Pak

dosen langsung menyambut kata-kata mahasiswa. Memang dosen yang

satu ini mungkin senang berbicara cinta. Mungkin tidak itu saja, mungkin

suka merayu. Mahasiswa ada yang tepuk tangan senang.

“Tapi pa….kuyakini, aku terlahir hanya untuk mu, aku dapat

bertahan hidup karena mu. Tolonglah aku, bawalah aku kemanapun

engkau pergi. Kemanapun kamu pergi….mungkin ke ujung langit

terbawa angin….…mungkin ke padang gurun….mungkin juga ke

karang-karang di tepian pantai….mungkin juga ke kesunyian alam. Aku

menyerahkan keberadaanku, untuk terserah Bapak untuk dibawa kemana

aja, asal aku bersama mu”. Balas mahasiwa.

Page 70: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

66

“Kalau begitu, kenapa gundah dindaku. Bulatkan tekat mu.

Korbankanlah semuanya untukku. Waktumu, hati mu, pikiran mu, dan

semua yang ada yang kamu miliki, bahkan hayalan mu juga. Karena aku

adalah kebenaran dan kebijaksanaan..”, dosen mulai berkelit dengan kata-

kata berani dari seorang mahasiswi, membuat pikirannya tidak karu-

karuan.

“Apa ia ini mahasiswa, atau dewi utusan langit. Cantik juga, tapi

terlalu berani. Serius pula mengucapkannya, macam benar aja. Tapi pak

dosen tak boleh kala, harus menjadi pemenang. Kalau dosen kalah

menetralir dirinya, untuk pertemuan berikutnya jadi bulan-bulanan kelas

yang aneh ini. Mati aku.”. Bisik suara hatinya.

“Saudara-saudari mahasiswa, keberadaan mu sekalian di sini

adalah mahasiswa dan mahasiswi. Dan kehadiran ku di sini adalah

sebagai dosen. Walaupun kamu sekalian mungkin memandangku sebagai

laki-laki. Yah mungkin….laki-laki yang pantas untuk dicintai….memang

ku pikir juga teramat pantas. Tapi…jangan ngawur dong….kita ini kuliah

filsafat. Artinya jangan pak dosennya yang dicintai, tapi kebenaran dan

kebijaksanaan lah yang harus dicintai. Kita semua harus memposisikan

diri sama-sama mencintai kebenaran itu, bukanlah kita yang saling

mencintai. Artinya, kita di pihak yang sama, dan pihak lain yang harus

kita cintai adalah kebenaran. Saya harap kamu jangan dulu protes.

Pokoknya kamu harus amin kan dalam pikiran dan hati mu”. Ucap pak

dosen tanpa memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berbicara.

Barulah disadarinya, arti kata “jangan membuat perangkap bagi diri

sendiri”. Seperti kijang jantan, harus lincah melepaskan diri dari

perangkap pemburu. Dan ia melanjutkan:

“Kebenaran adalah kata benda yang berarti hakikat dari sesuatu.

Hakikat dari sesuatu adalah apa adanya, fakta, tidak hanya itu…. Ada apa

Page 71: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

67

sesungguhnya berada dalam sesuatu yang ada. Karena menurut teori

materialisme3, bahwa apa yang ada, yang berwujud adalah karena

sesungguhnya ada, ada materi yang membangunnya. Jadi filsafat adalah

kecintaan terhadap hakikat dan keberadaan sesuatu yang berwujud.

Dalam wujud ada wujud. Walapun mungkin wujud itu suatu

ketika tak kelihatan, bukanlah berarti yang berwujud tersebut menjadi

tidak ada”. Sambil menarik nafas panjang pak dosen melanjutkan

penjelasannya.

“Akan tetapi menurut teori idealisme4, sesungguhnya benda yang

berwujud itu tidak nyata, hanyalah bayang-bayang. Bayang-bayang itu ada

dalam pikiran saja. Artinya adalah hanyalah ide yang terbangun dalam

pikiran. Sama dengan cinta. Cinta adalah benda yang tak berwujud. Akan

tetapi kita semua dapat memilikinya, dan pasti tak satupun diantara kita

yang tak memiliki cinta. Apakah cinta itu adalah benda nyata yang dapat

kita raba karena wujudnya ? Tentu tidak, semua ada dalam ide, pikiran,

hayalan dan perasaan.”

“Pak… mana yang sebenarnya harus diterima, apakah teori

materialisme atau teori idealism?. Sepertinya keduanya benar, namun

ragu juga….jadi mohon penjelasan…!”

Tanya seorang mahasiswa mulai memahami dan ingin tahu lebih lanjut.

“Memang keduanya dapat dipersatukan dalam teori dualisme.

Teori dualisme mengatakan bahwa, benda yang berwujud sesungguhnya

ada yang membangunnya secara material, dan hal itu dikenali dan diakui

karena berada pula dalam ide manusia.

Ketika kita mengatakan batu kepada orang lain, maka orang itu

akan memahami kata tersebut sebagai benda keras berbentuk bongkahan.

Hal itu terjadi karena dalam ide orang tersebut telah terdefenisikan dan

mengenal batu itu. Kenapa batu dikenal, oleh karena wujud batu sudah

Page 72: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

68

pernah dilihat. Jadi terori dualisme mengakui benda yang berwujud

sebagai benda material dan juga mengakui benda dalam mentalitas”.

Si mahasiswa yang bertanya tadi manggut-manggut seolah-olah mengerti.

“Pak….tadi bapak bilang mengkaji hakikat sesuatu secara

ontologis. Ontologis berarti mengkaji sesuatu secara mendalam.

Bagaimana caranya pak ? bukankah manusia punya keterbatasan?”

Mahasiswa lain bertanya antusias.

“yah….caranya adalah dengan kajian epistemologi. Epistemologi

terkadang disebut metodologi. Mungkin methodology adalah bagian dari

epistemology, atau sebaliknya epistemology adalah bagian dari

metodologi. Jika manusia mempunyai keterbatasan kemampuan indra,

maka dengan epistemology keterbatasan itu dapat dikurangi. Jika mata

manusia tidak mampu melihat benda yang sangat kecil dalam satuan

mikron, maka dengan adanya epistemology terciptalah microscope”

“Apakah ada epistemology untuk melihat kedalaman cinta ku

pada Bapak…..” lagi-lagi mahasiswi tadi bertanya memancing si dosen.

“Dari segi teori materialisme….cinta seseorang itu dapat dilihat

dari jumlah detak jantung dalam satuan waktu tertentu. Dapat juga dilihat

dari kelancaran aliran darah.

Bahkan mungkin dari berbagai hal yang terjadi dalam tubuh

manusia, mungkin dari segi perubahan hormonal. Sebagai contoh, jika

seorang remaja merasakan cinta yang dalam, maka besar kemungkinan

tumbuh banyak jerawat, hal ini berarti ada perubahan secara material

dalam tubuh manusia” Mata pak dosen melekat menatap si mahasiswi.

Mata itu kelihatan berbicara, seolah-olah ada sejuta kata terucap. Entah

apa maknanya. Yang jelas tidak seperti mata biasa memandang. Si dosen

menyadari tatapan yang tak biasa ia lakukan, ia alihkan tatapannya,

Page 73: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

69

namun ada getaran halus yang aneh dalam hatinya ketika matanya dan

mata si mahasiswa beradu pandang. Awal dari suatu ketertarikan.

“Tapi apakah makna cinta itu pak ?. Terkadang cinta membawa

kita ke kesedihan, terkadang maut datang nyerempet. Hati yang selalu tak

menentu. Terkadang tak dipahami. Banyak orang korban cinta. Cinta itu

tak berarti apa-apa sebenarnya bukan ?”

Mahasiswi lain memberikan pendapat bernada pesimis dan bertanya.

“Yah….cinta juga harus kita kaji secara aksiologi. Aksiologi

mengkaji kebermaknaan, keberartian sesuatu. Kata-kata cinta yang

terucap dari mulut seseorang, punya makna apa bagi dia dan bagi orang

lain ?. Cinta harus punya makna yang sangat mendalam.

Cinta adalah segalanya (love is every thing). Secara filsafat, cinta

adalah kebahagiaan”

Dengan tenang pak dosen melangkah mendekati salah satu orang

mahasiswi yang menurutnya cukup pantas untuk diperhatikan lebih. Dia

tatap dengan mata yang lembut…. Sedikit tersenyum, sembari berkata

dengan beraninya:

“Betapa cantiknya kamu……!”

Spontan si mahasiswi tersipu malu. Dasar dosen cowok. Mentang-

mentang diperhatiin dari tadi, sekarang berani ngrayu. Tapi senang juga

sih. Tapi benar ngak ya kata-kata pak dosen itu .

Kemudian suara pak dosen membuyarkan lamunan ku.

“Phytagoras adalah seorang matematikawan dan seorang ahli

filsafat. Ia berkata bahwa segala sesuatu, fenomena alam, gejala alam,

kejadian di alam. Apa saja yang ada dalam dunia material maupun ide,

dapat dikuantifikasi. Dikuantifikasi artinya diberi nilai dalam bentuk

angka. Dia juga berkata, segala sesuatu yang bernilai dapat ditarik akar-

akarnya.

Page 74: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

70

Proses menarik akar-akar itulah yang disebut filsafat. Sekarang

tugas anda semua untuk dikerjakan di rumah. Carilah akar permasalahan

jatuh cinta…., tugas ini dikumpul dua minggu ke depan”.

Pak dosen menyudahi perkuliahan untuk hari ini. Dua SKS terasa sangat

singkat. Tapi ujung-ujungnya PR, itu yang tak enak. Tapi nggak apalah,

tugasnya asik juga tentang cinta.

Sebelum pak dosen meninggalkan kelas kami, ia menuliskan sebuah

prosa di papan tulis di depan kelas.

MAKNA HIDUP YANG TAK BERARTI KETIKA KEHILANG-

AN CINTA

Pagi tadi aku terbangun dari tidurku yang tak nyenyak, ketika suara

nyaring tak kutahu dari mana memanggilku. Ada kata terucap…..

berbisik……. Bangunlah…..temukanlah cinta mu yang

Telah lama hilang. Kemudian aku berkata…”kemana cinta harus

kucari….?”.

Bersama angin aku pergi ke tepian pantai. Di sana aku bertanya

kepada pasir putih dan desiran ombak yang tak henti. “Kamu lihat kah

cinta ku yang hilang ?”. Burung-burung camar mengajakku pergi ke

tebing dan karang tajam yang teramat tajam. Mungkin tak pernah orang

mengunjunginya. Aku bertanya: “ dimanakah cintaku yang telah hilang?”.

Temaram bergayut bersama kesunyian alam.

Hari ini aku letih….. tatapanku samar…..dan aku terkulai dipelukan

alam. Adakah makna hidup yang ku miliki, ketika cinta ku yang hilang tak

kutemukan ?

Oh…. Dewa dewi di langit…..penguasa alam jagat…..

beritahulah kepada cintaku jika kalian temukan ia sedang bepergian entah

Page 75: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Drs. Wanapri Pangaribuan, MT. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

71

kemana. Aku… kini….kehilangan makna hidup. Rinduku….. tak

terukur….

C. PENUTUP

Pola interaktif dalam penulisan buku ajar belum pernah dibuat,

sehingga tingkat pengaruhnya terhadap minat baca juga belum diteliti.

Namun demikian, pantaslah untuk dikaji lebih mendalam dan diteliti.

Semoga ide ini menarik bagi pembaca.

D. DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Peursen Van, (Alih Bahasa Dick Hartoko). 1983. Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta: PT.Gramedia

Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanesius

Soetriono, SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penebit Andi

Suriasumantri, Jujun S. 1983. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. XIII. Jakarta: Sinar Harapan.

Page 76: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

72

PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

Hamonangan TambunanAbstrak

Guru dapat menentukan apakah media khusus atau metoda dapat memperbaiki pembelajaran. Dalam hal ini tidak memperdebatkan apakah media memperbaiki pembelajaran atau tidak. Tetapi media adalah salah satu komponen dalam sistem pengajaran yang kompleks. Suatu sistem yang melibatkan prinsip-prinsip perencanaan pengajaran yang baik adalah seperti metoda penyampaian pengajaran. Dalam hal ini akan ditunjukkan asumsi bahwa metoda pengajaran tertentu memperbaiki pembelajaran, oleh sebab itu metoda harus mempunyai dua aspek. Pertama, harus menunjukkan suatu kemiripan secara langsung ke suatu proses pembelajaran yang khas. Dan kedua, harus mempunyai dukungan nyata yang menunjukkan keberartiannya.

Kata Kunci: Pembelajaran, Media.

A. PENDAHULUAN

Dua puluh tahun terakhir suatu perdebatan yang utama di bidang

teknologi pendidikan adalah pada dua bagian, “Apakah media

memperbaiki pembelajaran?, dan jika demikian, Seberapa besar?.

Sebelumnya pendukung suatu jawaban ini berdasarkan pendapat pada

asumsi teknokratik yaitu Briggs (1959). Kelompok ini didukung

teknologis misalnya ilmuwan komputer yang disebut teknologi baru

seperti dunia mikro, Intelligent Computer Assisted Instruction (ICAI),

dan system pakar. Ada guru yang menjawab dengan negatif, didasarkan

kesimpulan mereka melalui metodologikal. Argumen mereka pertama

bahwa temuan penelitian dalam masing-masing pertanyaan cacat dalam

kedua percobaan dan metodologinya. Pendekatan akademik tertentu ke

kekritisan ini, sanggahan-sanggahan hanya mencapai pengakuan pada

Page 77: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

73

suatu lingkaran program penelitian yang berbasis kependidikan yang

terbatas. Dan perkembangan teknologi komputer yang cepat berikut

aplikasi mikrocip menjadikan pertanyaan tidak lagi berpanjang-panjang.

Dianggap telah terjawab dengan berkembangnya teknologi.

Pada pertengahan tahun 1990 semakin bertambah pendidik yang

menyadari bahwa pertanyaan yang perlu dijawab adalah kemunduran

popularitas komputer yang nyata sebagai solusi pada krisis dalam

pendidikan (Benjamin, 1988). Para teknologis telah berhasil membendung

para penyanggah karena perkembangan beberapa perangkat lunak

misalnya video interaktif seperti LOGO. Tetapi sebagai solusi teknologi

baru terus gagal atau diganti dengan obat mujarap kependidikan yang lain,

penyanggah menimbulkan suatu pertanyaan baru. Dan sebagai teknologi

baru yang canggih, pertanyaan menjadi semakin penting.

Dalam tulisan ini bukan menjawab pertanyaan, tetapi

mengelaborasikan pertanyaan dan menawarkan pandangan pada waktu

yang sama ya atau tidak. Masalahnya bukan pada teknologinya, tetapi

kegagalan para penyanggah terhadap jejak yang cukup dari variabel teknik

media mereka masing-masing untuk mendefinisikan proses pembelajaran

secara jelas. Sebagai contoh secara sederhana LOGO ditujukan untuk

memperbaiki keterampilan berpikir karena siswa diikutsertakan dalam

suatu sistem penemuan berbasis teknologi. Walaupun para penyanggah

LOGO mengklem beberapa dasar teori belajar Piaget, mereka telah

mengumpulkan sekumpulan istilah dalam lingkup teori yang berfokus

pada pengalaman dan upaya dalam pembelajaran. Piaget menekankan

keterlibatan dalam domain informasi, bukan pada lingkungan pelengkap

yang berpisah dari pengetahuan nyata.Untuk menggambarkan konsep

dari variabel berbasis media berjejak untuk memperbaiki pembelajaran,

dalam hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian.

Page 78: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

74

B. PEMBAHASAN

a. Model Penjiplakan (Tracing Model)

Ada enam komponen kependidikan dasar yang penting untuk

menjiplak variabel media secara langsung ke proses pembelajaran yang

khas. Dalam hal ini difokuskan pada hasil penelitian pada variabel

berbasis computer, dengan tidak melibatkan bentuk media lain seperti

video dan cetakan. Disini dimaksudkan bukan untuk menjelaskan secara

rinci komponen-komponen, tetapi untuk mengajukan suatu jawaban ke

pertanyaan apakah media memperbaiki pembelajaran dan apakah

perbaikan pembelajaran dapat dilakukan sebagai bagian dengan

menunjukkan kaitan langsung dari variabel media ke kondisi dan proses

pembelajaran yang khas.

b. Model Pemrosesan Informasi Pembelajaran

Dalam hal ini dasar teori belajar secara langsung dihubungkan

dengan model pemrosesan informasi. Model ini telah didefinisikan dalam

beberapa sumber seperti (Tennyson, 1988; Tennyson & Breuer, 1984;

Tennyson & Christensen, 1988). Model mencakup komponen-

komponen system seperti: (a) komponen penerima dimana informasi dari

luar dimasukkan ke dalam otak; (b) komponen persepsi dimana informasi

disaring berdasarkan Kriteria individu; (c) komponen memori kerja

(short-term) yang memiliki fungsi ganda. Memori short term berterima

hanya dengan informasi pada momen tertentu dan juga dengan yang

bukan upaya kognitif untuk pengkodean. Memori kerja dengan kata lain

berkaitan secara langsung dengan memori long-term untuk mensandikan

informasi kedalam basis pengetahuan baru; (d) komponen memori long-

term yang terdiri dari sistem penyimpanan dan pencarian kembali. Sistem

penyimpanan mengkodekan informasi menurut tipe pengetahuan yang

Page 79: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

75

khas misalnya deklaratif, prosedural, dan kontekstual, ketika system

pencarian kembali melibatkan strategi berpikir yang berhubungan dengan

pemisahan dan penggabungan. Dan (e) proses kognitif dari penciptaan

pengetahuan dengan sistem kognitif sendiri.

c. Komponen-komponen Model Penjiplakan

Ada enam komponen utama yang biasanya berhubungan dengan

proses desain pengajaran. Pada prakteknya bagaimanapun keterkaitan

antara komponen tidak akan baik membuat secara operasional atau secara

teoritik. Dalam hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan dan

mendiskusikan keduanya keterkaitan yang menunjukkan bahwa media

dapat memperbaiki pembelajaran ketika dipandang sebagai komponen

integral dari proses disain pengajaran.

Ke-enam komponen tersebut adalah:

- Proses pembelajaran. Fokus dalam hal ini adalah pada system

memori long-term penyimpanan dan pencarian kembali. Sistem

penyimpanan berdasar pada proses belajar yang berhubungan dengan

kemahiran pengetahuan misalnya pensandian dan pengkodean

informasi ketika sistem pencarian bersumber pada strategi berpikir

seperti recall, pemecahan masalah dan kreativitas.

- Tujuan pembelajaran. Tujuan pendidikan adalah untuk memperbaiki

belajar siswa misalnya kemahiran pengetahuan. Tujuan penting untuk

mengidentifikasi tipe belajar yang diinginkan. Tujuan seharusnya

berhubungan dengan proses belajar yang khas.

- Basis pengetahuan. Penganalisisan informasi untuk pembelajaran

melibatkan tidak hanya konten dasar tetapi juga struktur informasi

sebagai pengetahuan dalam memori.

Page 80: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

76

- Variabel instruksional. Maksud pengajaran adalah variabel dengan

mana informasi dikomunikasikan ke siswa. Berdasarkan hasil

penelitian bahwa variabel secara langsung berhubungan dengan

proses belajar utama. Variabel tertentu boleh juga mempunyai

hubungan sekunder dengan proses yang lain.

- Strategi Instruksional. Strategi instruksional yang diidentifikasi hanya

menggambarkan yang telah diuji dalam program penelitian.

- Perbaikan berbasis komputer. Perbaikan yang didaftar dalam hal ini

dikelompokkan dalam kategori berdasarkan inteligensi dalam

pengambilan keputusan. Program conventional computer-based

instructional (CCBI) menggunakan teknik pencabangan yang

ditentukan dalam tahap perencanaan dan dipasangkan dalam

program. Intelligent CBI adalah program berbasis rumus yang

mengambil keputusan pada momen siswa belajar. Jadi mereka

dibenarkan dari momen ke momen ke perbedaan individu.

d. Penjiplakan Pengetahuan deklaratif

Dalam istilah umum pengetahuan deklaratif maksudnya

“mengetahui apa”. Misalnya siswa megetahui bahwa katakunci yang

digarisbawahi akan memperbaiki penggalian kembali (Recall). Tujuan

belajar untuk proses belajar ini adalah informasi verbal/visual. Apa yang

dipelajari siswa adalah kedua kesadaran dan pemahaman tentang konsep,

hukum dan prinsip-prinsip. Sebagai contoh siswa sadar tentang strategi

tertentu untuk memanggil kembali informasi dari teks. Basis pengetahuan

dalam konteks ini menggunakan skema aplikasi teori. Dengan bentuk

belajar ini, basis pengetahuan mengidentifikasi karakteristik skema

pengetahuan. Karakteristik termasuk tujuan, kegiatan, dan situasi suatu

Page 81: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

77

skema. Sebagai contoh siswa mempunyai suatu skema penggarisbawahan

kata kunci dari teks keilmuan.

Strategi instruksional untuk perbaikan proses pembelajaran ini

termasuk variabel yang diarahkan ke informasi yang khas. Label variabel

dan definisi menunjukkan lokasi dan hubungan informasi dalam suatu

basis pengetahuan. Ketika suatu hubungan sulit ditunjukkan, variabel

penyegaran memfokuskan pada kebutuhan mengingat kembali

pengetahuan penting yang tepat. Untuk mengenali pengetahuan,

penggambaran ekspositori dari contoh membangkitkan kasus yang jelas

tentang konten. Ini penting dalam belajar tentang kaidah-kaidah

kompleks dan prinsip-prinsip. Strategi instruksional tentang drill dan

praktek membantu pemelajar dalam memunculkan kesadaran tentang

informasi khusus dengan penjelasan presentasi ekspositori pemahaman.

Perbaikan berbasis komputer konvensional dimaksudkan untuk langkah

optimal dan menunjukkan informasi ketika perbaikan inteligen

mempertahankan siswa secara langsung terlibat dengan pemahaman

informasi untuk dipelajari. Sebagai contoh variabel inisiatif yang

tercampur memungkinkan siswa untuk menanya sistem suatu pertanyaan.

Anjuran mempertahankan siswa menunjukkan kemajuan belajar dan

kebutuhan mereka.

e. Penjiplakan pengetahuan prosedural

Pengetahuan prosedural adalah “mengetahui bagaimana”.

Sebagai contoh siswa mengetahui bagaimana menggunakan sesuatu

dalam fungsinya. Tujuan belajar berdasar pada proses sebagai suatu

keterampilan intelektual, dimana siswa belajar bagaimana menggunakan

konsep, kaidah dan prinsip. Basis pengetahuan dalam hal ini

mengidentifikasi struktural organisasional dari suatu skema tertentu.

Page 82: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

78

Sebagai contoh siswa mengetahui bagaimana menggunakan heuristik

penting untuk melakukan percobaan dalam penelitian kependidikan.

Organisasi skema dapat dalam banyak bentuk sebagai contoh algoritma

atau strategi yang digunakan dalam pencarian melalui suatu sistem

pencarian berbasis data.

Variabel instruksional utama pada tingkat ini difokuskan pada

praktek informasi dalam masalah atau situasi interogatori. Contoh harus

dipilih untuk menunjukkan suatu penggunaan yang luas. Contoh divergen

memungkinkan siswa mengelaborasi pada basis pengetahuan mereka.

Strategi instruksional tutorial menunjukkan suatu metode yang baik sekali

dari interaksi antara siswa dan tutor, jadi sebagai tutor sebaya atau tutor

berbasis komputer. Format dasar adalah pertanyaan/jawaban dengan

tutor menantang siswa untuk secara jelas mendapatkan pengetahuan

untuk mencegah atau mengeleminasi salah konsep.

f. Penjiplakan pengetahuan kontekstual

Proses belajar ini berdasar pada kemahiran pengetahuan tentang

“kapan dan mengapa”. Sebagai contoh siswa mengetahui nilai

mengetahui perbedaan tipe strategi membaca. Tujuan belajar,

keterampilan kontekstual, menyatakan secara tidak langsung kemampuan

menerima kriteria, nilai, dan/atau ketepatan untuk menggunakan konsep,

hukum dan prinsip. Basis pengetahuan menggambarkan suatu analisis

tentang hubungan jaringan skematik. Pengetahuan dalam basis

pengetahuan digambarkan dalam beragam cara. Untuk tujuan pendidikan,

sering menggambarkan informasi dalam sejumlah bentuk. Sebagai contoh

suatu taksonomi, kategori, atau hirearkhi. Basis pengetahuan disusun

untuk menggambarkan bagaimana pengetahuan boleh diorganisasikan

dalam memori. Kepentingan terhadap basis pengetahuan adalah

Page 83: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

79

identifikasi terhadap kriteria yang berhubungan dengan struktur. Sebagai

contoh tujuan belajar mengusulkan agar siswa perlu mengetahui kondisi

dari penggunaan sebaik bagaimana karyawan.

Variabel instruksional untuk proses belajar ini mempengaruhi

siswa belajar dalam dua cara yaitu: Pertama, diberi kesempatan untuk

siswa mengalami basis pengetahuan; dan kedua, mengijinkan siswa suatu

kesempatan membangun kriteria, nilai, dan ketepatan. Sangat sering

variabel ini digunakan dalam semua strategi instruksional teridentifikasi.

Variabel konteks dan pengorganisasi perluasan memperbaiki kesadaran

tertentu tentang apa yang untuk dipelajari dengan bantua siswa memilih

dan mengorganisasikan secara tepat pengetahuan yang dibutuhkan.

Sebagai contoh pemilihan suatu metode yang khas atau strategi untuk

mengorganisasikan sumber-sumber untuk diteliti. Umpan balik dan

informasi strategi memperbaiki perpaduan pengetahuan baru kedalam

basis pengetahuan.

Teknik kelompok belajar koperatif memperbaiki kemahiran

pengetahuan kontekstual dengan memungkinkan siswa untuk kedua

pengembangan solusi dan melihat alternatif terhadap situasi masalah.

Dengan kelompok yang heterogen, siswa bekerja menuju suatu tujuan

yang khas dengan menggunakan kemampuan mereka menggali dan sikap

dengan cara melakukan sehingga memperbaiki pemahaman mereka

tentang kriteria, nilai dan ketepatan tentang pengetahuan ketika kapan

dan mengapa menggunakan pengetahuan. Simulasi berorientasi masalah

memungkinkan siswa bekerja pada situasi yang menyerupai penggunaan

pengetahuan yang mereka butuhkan. Seperti karyawan membutuhkannya

untuk mengambil keputusan pada pemilihan pengetahuan dan

pengorganisasian dan melalui kerja kelompok, melihat bagaimana idenya

berhubungan dengan yang lain. Simulasi berbasis komputer dapat

Page 84: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

80

menyediakan kemudahan dalam menentukan variabel dan kondisi dari

situasi sebaik simulasi penyampaian.

g. Penjiplakan Strategi Pencarian

Sangat sering teori belajar kognitif berfokus pada kemahiran

pengetahuan ketika secara mendasar mengabaikan penggunaan

pengetahuan dalam pelayanan berpikir misalnya mengingat kembali,

pemecahan masalah, dan kreativitas. Bagaimanpun tujuan utama

pendidikan bukan hanya kemahiran pengetahuan, tetapi juga perbaikan

dan penggunaan pengetahuan. Persekolahan tradisional berpandangan

tentang belajar informasi hanya untuk mengembangkan suatu etika kerja

yang disiplin secara langsung membantu siswa memperbaiki strategi

kognitif mereka untuk berpikir. Psikologi kognitif kontemporer yang

setuju dengan teori sistem pencarian menjelaskan bahwa strategi berpikir

untuk mengembangkan paling tepat ketika bekerja sesuai dengan basis

pengetahuan. Dalam hal ini strategi berpikir dalam mengingat kembali,

pemecahan masalah, dan kreativitas dibangun tidak sebagai strategi

umum tetapi merupakan bentuk yang khas tentang pengetahuan yang

tergabung dalam skemata. Dan sebagai strategi proses berpikir terbagi,

terpadu dan kreasi dapat dibangun dan diperbaiki. Oleh sebab itu

pengembangan strategi kognitif harus menjadi bagian integral system

pengajaran.

Sebagai contoh ada suatu penelitian yang merkomendasikan

alokasi waktu untuk belajar dalam suatu rancana kurikulum untuk

masing-masing proses, yaitu; pengetahuan deklaratif 10%, pengetahuan

prosedural 20%, pengetahuan kontekstual 25%, strategi kognitif 30% dan

kreativitas 15%. Ini lebih baik daripada menggunakan hampir 100%

waktu instruksional untuk tujuan belajar kemahiran pengetahuan. Suatu

Page 85: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

81

bagian waktu utama perlu dialokasikan untuk pengembangan strategi

berpikir dan perbaikan. Pergeseran dari paradigma tradisional yaitu

pemfokusan kemahiran pengetahuan menambah penekanan pada

pengembangan strategi berpikir meletakkan responsibilitas belajar, tenaga

yang lebih pada siswa. Ini diselesaikan dengan strategi instruksional yang

menggunakan simulasi masalah kompleks dengan teknik kelompok

belajar kooperatif.

C. PENUTUP

Simulasi masalah kompleks (Tennyson, Thurlow & Breuer, 1987)

menggambarkan makna dan situasi masalah kompleks dimana siswa

dibutuhkan membuat solusi usul penggunaan pengetahuan yang

tersimpan di memori. Format dasar dari simulasi adalah

mengelompokkan siswa berdasarkan kemiripan kompleksitas kognitif

misalnya keterampilan umum mereka dalam pembedaan dan pemaduan.

Antar kelompok masing-masing siswa mempersiapkan usulan secara

individu dan kemudian menunjukkannya pada kelompok. Dalam hal ini

siswa mengajukan proposalnya. Karena perbedaan format dalam hal ini,

masing-masing siswa melihat alternatif tercanggih untuk situasi yang

membantu mereka mengembangkan strategi berpikir dan mengelaborasi

dan membentuk skemata. Sebagai tambahan sebagai variabel simulasi dan

pembenaran kondisi sebaik mtode inteligen dari monitoring

perkembangan dan kebutuhan masing-masing siswa.

D. DAFTAR PUSTAKA

Benjamin, Jr., L.T. (1988). A history of teaching machines. American Psycologist, 43, 703-712.

Page 86: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dr. Hamonangan Tambunan, ST., M.Pd. adalah Dosen Fakultas Teknik UNIMED

82

Park, O., & Tennyson, R.D.(1984). Computer-based instructional systems for adaptive education: A review. Riview of contemporary education, 2, 121-135.

Park, O., Tennyson, R.D. (1986). Response-sensitive design strategies for sequence order on concepts and presentation form of examples using computer-based instruction. Journal of Educational Psychology, 78, 153-158.

Tennyson, R.D. (1988). An instructional strategy planning model to improve learning and cognition. Computer in Human Behavior, 4, 13-22.

Tennyson, R.D., &Breuer, K. (1984). Cognitive-based design guidelines for using video and computer technology in course development. In O. Zuber-Skerrit (ed.), Video in higher education (pp-63). London: Kogan.

Tennyson, R.D., & Christensen, D.L. (1988). MAIS: An intelligent learning system. In D.H. Jonassen (Ed.), Instructional design for microcomputer courseware (pp. 247-274). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Tennyson,, R.D., Thurlow, R., & Breuer, K. (1987). Problem-oriented simulations to develop and improve higher order thinking strategies. Computer in Human Behavior, 3, 239-268

Page 87: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

83

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF PADA PEMBELAJARAN KOMPETENSI TEKNIK DIGITAL

SMK UNTUK MENANGANI PERBEDAAN INDIVIDUAL SISWA

ROSNELLIAbstrak

Implementasi model pembelajaran interaktif pada pembelajaran kompetensi teknik digital SMK dapat digunakan untuk menangani perbedaan individual siswa. Model pembelajaran interaktif merupakan model pembelajaran yang memungkinkan siswa interaktif dengan guru, teman sekelasnya dan media computer saat menggunakan simulasi computer. Model pembelajaran interaktif memanfaatkan media pembelajaran dari yang murah sampai laboratorium komputer yang sudah ada di sekolah agar memberikan pengalaman keterampilan yang lebih banyak dan bervariasi sehingga siswa belajar pada kondisi yang menyenangkan dan memperoleh nilai tambah. Model pembelajaran ini dapat menangani perbedaan individual siswa, karena siswa dapat maju sesuai dengan kemampuannya tanpa harus menunggu teman sekelasnya. Sintaks model pembelajaran interaktif adalah tahap orientasi, tahap belajar mandiri, tahap penanganan individual, tahap pengayaan dan tahap transfer.

Kata Kunci: Model pembelajaran interaktif, Kompetensi teknik digital dan Perbedaan individual siswa.

A. PENDAHULUAN

Implementasi model pembelajaran interaktif pada pembelajaran

kompetensi teknik digital SMK dimaksudkan untuk menangani

perbedaan individual siswa (Rosnelli, 2008). Masing-masing individu

diciptakan tidak pernah sama antara satu dengan yang lainnya. Masing-

masing mempunyai karakteristik yang berbeda (Rahman,1990). Sejalan

dengan itu Good & Stipek dalam Nurdin (2005) mengemukakan bahwa

penerimaan dan tafsiran setiap siswa terhadap sesuatu yang disampaikan

(pelajaran yang sama di kelas) sangat berbeda yang satu dengan yang

Page 88: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

84

lainnya. Hal ini dikarenakan pada siswa terdapat banyak perbedaan.

Diantaranya perbedaan kemampuan dan kecerdasan, kreativitas, gaya

belajar, gaya berfikir, kematangan emosi dan perbedaan dalam banyak

hal.

Perbedaan individual siswa di dalam kelas memberikan wawasan

pada guru untuk menentukan proses pembelajaran yang harus

direncanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Perbedaan individual siswa terdapat dalam beberapa aspek, baik aspek

fisik maupun aspek psikhis. Yang paling dominan dihadapi oleh guru

pada sekolah formal adalah perbedaan individual pada aspek psikis

(Grinder, 1991). Dengan memperhatikan keberadaan siswa terutama

perbedaan individual diharapkan akan memberikan wawasan kepada

guru dalam mengambil keputusan melaksanakan pembelajaran yang

tepat untuk siswa, agar siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan

menyenangkan karena sesuai dengan karakteristik siswa tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat seperti Porter(2004),

Rose(2002), Meier(2002), Gardner (1985) bahwa belajar tidak hanya

menggunakan otak tapi juga menggunakan seluruh tubuh dan fikiran

serta melibatkan segala emosi, indra dan syarafnya, selanjutnya mereka

menjelaskan bahwa jika siswa tidak bisa belajar dengan cara guru

mengajar maka guru harus mampu mengajar dengan cara siswa belajar.

Jika hal ini terjadi pada proses pembelajaran maka akan terjadi

percepatan belajar baik dari segi waktu maupun kualitas. Pembelajaran

yang bervariasi tersebut akan mengkondisikan siswa belajar dengan

menyenangkan dan memperoleh nilai tambah (Wen, 2003). Jika siswa

belajar pada kondisi yang menyenangkan maka akan terjadi percepatan

belajar baik dari segi waktu maupun kualitas hasil pembelajaran . Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Porter (2004) pembelajaran akan lebih

Page 89: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

85

bermakna dan tujuan pembelajaran akan dapat dicapai secara maksimal

jika dilakukan dalam kondisi pembelajarannya menyenangkan siswa.

Selain itu Lesley (1983) dan Paul (1990) mengemukakan bahwa ketika

siswa mampu menggunakan bentuk-bentuk kecerdasan mereka yang

paling kuat maka mereka akan menemukan bahwa belajar itu mudah dan

menyenangkan.

Model pembelajaran interaktif merupakan model pembelajaran

yang memungkinkan siswa interaktif dengan guru, teman sekelasnya dan

media computer saat menggunakan simulasi computer. Model

pembelajaran interaktif memanfaatkan media pembelajaran dari yang

murah sampai laboratorium komputer yang sudah ada di sekolah agar

memberikan pengalaman keterampilan yang lebih banyak dan bervariasi

sehingga siswa belajar pada kondisi yang menyenangkan dan

memperoleh nilai tambah. Model pembelajaran ini dapat menangani

perbedaan individual siswa, karena siswa dapat maju sesuai dengan

kemampuannya tanpa harus menunggu teman sekelasnya. Proses

pembelajaran pada model pembelajaran interaktif memungkinkan siswa

untuk melakukan keleluasaan untuk belajar mandiri (proses pembelajaran

dalam rate-nya), tanpa terganggu olah yang lain, dan mengikuti tes untuk

setiap unit bahasan yang telah dipelajarinya, dan terus maju sesuai

kemampuannya dengan bantuan dan arahan guru, atau mengulang proses

pembelajaran pada unit yang sama sampai mencapai penguasaan minimal

sesuai target yang telah ditetapkan. Untuk mengatasi perbedaan

individual siswa dapat dilakukan dengan cara menggunakan bahan

pelajaran yang bervariasi dan memberikan keleluasaan untuk belajar

mandiri.

Implementasi model pembelajaran interaktif di sekolah sesuai

dengan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) yang menuntut

Page 90: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

86

adanya perubahan dalam pembelajaran yang dilakukan guru di kelas,

karena sesungguhnya kegiatan inti pembelajaran seperti yang dijelaskan

Joyce (2000) bahwa keseluruhan kegiatan pembelajaran harus secara

langsung ditujukan untuk membantu siswa meraih dasar terpenting dari

kegiatan belajar yaitu “how to learn” and “learning by doing”. Relevan dengan

pendapat tersebut seperti penjelasan Shank yang dikutip Dryden dan

Vos (2003) untuk belajar sesuatu praktekkanlah. Dengan demikian akan

meningkatkan hasil belajar. Hal ini relevan dengan hasil penelitian

Lumban Gaol, Junizar dan Rosnelli (2008) yang menjelaskan bahwa

model pembelajaran berbasis simulasi komputer, proses pembelajarannya

memungkinkan siswa interaktif dengan guru, siswa sekelasnya juga

monitor komputer pada saat menggunakan simulasi komputer dapat

memberikan pengalaman keterampilan yang lebih banyak dan dapat

meningkatkan daya cipta produk elektronika.

B. PEMBAHASAN

1. Model Pembelajaran Interaktif

Implementasi model pembelajaran interaktif untuk menangani

perbedaan individual siswa secara keseluruhan dimulai dari kegiatan

tahap orientasi, tahap belajar mandiri, tahap penanganan individual siswa,

tahap pengayaan dan tahap transfer. Materi pembelajaran yang diberikan

kepada siswa adalah materi pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang

dilaksanakan yang dirancang sedemikian hingga siswa dapat belajar secara

mandiri, siswa dapat maju ke materi pembelajaran berikutnya tanpa harus

menunggu teman sekelasnya. Sintaks model pembelajaran interaktif

adalah sebagai berikut:

Page 91: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

87

Modul /LKS BerikutnyaGambar 1. Sintak Model Pembelajaran Interaktif.

Tahap Orientasi merupakan tahap awal pembelajaran. Guru

menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Menjelaskan

mekanisme pembelajaran pada model pembelajaran interaktif. Guru

menjelaskan hal yang harus dilakukan siswa mulai dari tahap orientasi

sampai tahap transfer. Memberikan motivasi pada siswa agar dapat

belajar mandiri. Menjelaskan cara menggunakan media komputer sebagai

penunjang pembelajaran teknik digital untuk melakukan simulasi

rangkaian digital.

Tahap Ke dua adalah Belajar Mandiri, guru memberikan materi

pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar mandiri. Siswa

secara bersama-sama memahami dan menyelesaikan materi. Siswa

mengerjakan latihan yang diberikan. Siswa diperbolehkan menggunakan

sumber belajar lain yang telah diterimanya. Pada tahap belajar mandiri

Siswa Normal

Tahap Pertama:Orientasi

Tahap ke empat:Pengayaan

Tahap ke lima:Transfer

TUGAS/PRIndividual

Siswa berkemampuan

tinggi

Tahap ke dua:Belajar Mandiri

Modul /LKS Berikutnya

Tahap ke3: Penanganan Individual

Page 92: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

88

siswa dapat interaktif dengan guru, teman sekelasnya dan media

komputer. Komputer yang digunakan telah diinstal sofe were aplikasi

rangkaian teknik digital, sehingga jika siswa merakit rangkaian teknik

digital belum benar di monitor komputer maka komputer akan kontraksi

saat disimulasikan sehingga siswa mengetahui bahwa rangkaian yang

digunakannya salah. Hal ini akan merangsang siswa untuk merakit

rangkaian yang lebih baik dan kompleks dan sekaligus dapat membuat

siswa lebih kreatif dalam pembelajarannya. Pada pelaksanaan tahap

belajar mandiri, walaupun siswa dapat interaktif dengan guru, teman

sekelasnya tetapi guru tetap harus menjaga suasana pembelajaran agar

tetap nyaman untuk belajar. Jika siswa dapat melaksanakan tahap belajar

mandiri dengan baik maka ia dapat melanjutkan ketahap ke empat yaitu

tahap pengayaan tanpa harus manunggu teman sekelasnya. Hal ini dapat

dilaksanakan karena materi pembelajarannya menggunakan modul yang

memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri Jika siswa masih

merasa kesulitan mengerjakan tugas mandiri yang diberikan maka siswa

akan melanjutkan ke tapahap pananganan individual.

Tahap Ke tiga adalah Penanganan Individual, guru menangani

siswa secara individual sesuai dengan kecepatan siswa dalam

menyelesaikan materi dan latihan yang diberikan. Memberikan layanan

terhadap siswa yang kesulitan menyelesaikan materi dan latihan.

Menjelaskan kembali cara menggunakan komputer untuk

mensimulasikan rangksaian teknik digital dengan menggunakan

komputer. Memberikan latihan pengayaan. Siswa interaktif terhadap guru

dan teman sekelasnya tentang materi dan latihan yang diberikan.

Tahap ke empat adalah Pengayaan. Siswa mendapatkan materi

dan latihan untuk mengantarkannya ke materi berikutnya. Siswa

diberikan tes sebagai prasyarat untuk mengambil materi berikutnya. Pada

Page 93: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

89

tahap ini guru harus dapat mengoreksi hasil pembelajaran siswa dengan

cepat dan kemudian mempersilakan siswa untuk melanjutkan ketahap

berikutnya bagi siswa yang mampu. Tahap ke lima adalah Transfer. Guru

memberikan materi baru pada siswa yang telah menyelesaikan materi dan

latihan sebelumnya dengan baik (menyelesaikan materi dan latihan

sebelumnya dengan tuntas).

Sistem Sosial Model Pembelajaran Interaktif adalah situasi,

suasana, norma yang berlaku dalam model pembelajaran interaktif. Di

dalam model pembelajaran interaktif, guru harus dengan sengaja memilih

jenis kegiatan dan mengatur siswa dengan merancang kegiatan yang utuh

dan padat mengenai suatu proses pembelajarannya. Karena itu model

pembelajaran interaktif termasuk model yang terstruktur. Namun

demikian kerja sama antar peserta diperlukan. Keberhasilan model

pembelajaran interaktif ini tergantung pada kerjasama dan kemauan dari

siswa untuk secara bersungguh-sungguh melaksanakan aktivitas dalam

proses pembelajaran.

Prinsip Pengelolaan/Reaksi Model Pembelajaran Interaktif

adalah pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru

melihat dan memperlakukan para siswa, termasuk bagaimana seharusnya

guru memberikan respos terhadap siswa. Prinsip reaksi merupakan

petunjuk bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan permainan

yang berlaku pada model pembelajaran interaktif. Di dalam model

pembelajaran interaktif siswa dapat interaktif pada guru, teman sekelas

dan juga dapat interaktif dengan monitor komputer pada saat

mensimulasikan rangkaian digital. Guru berperan sebagai memberi

kemudahan siswa untuk belajar atau berfungsi sebagi fasilitator. Di dalam

keseluruhan proses pembelajaran, guru bertugas dan bertanggung jawab

atas terpeliharanya suasana belajar dengan cara menunjukkan sikap yang

Page 94: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

90

mendukung atau supportif dan tidak bersifat menilai atau evaluatif.

Dalam hal ini guru bertugas untuk lebih dulu mendorong pengertian dan

penafsiran para siswa terhadap isi dan makna materi pembelajaran yang

diajarkan dengan menggunakan simulator tersebut.

Sistem Pendukung Model Pembelajaran Interaktif adalah segala

sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model

pembelajaran interaktif. Sarana yang diperlukan untuk mendukung

pelaksanaan model pembelajaran mulai dari yang paling sederhana

sampai komputer yang ada di sekolah. Dengan menggunakan sarana yang

telah tersedia di sekolah yaitu laboratorium komputer maka pelaksanaan

model pembelajaran saat menggunakan program simulasi rangkaian

digital dapat dilaksanakan tanpa mengeluarkan biaya yang mahal. Selain

itu sumber daya pendukung lainnya bahwa guru dan siswa telah dapat

mengoperasikan komputer.

Dampak Instruksional model pembelajaran interaktif adalah

hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para pelajar

pada tujuan yang diharapkan yaitu Penguasaan kompetensi elektronika

digital dan perbedaan individual siswa. Sedangkan dampak pengiring

adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan suatu proses belajar mengajar

atau proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang

dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari guru

yaitu penggunaan waktu yang efektif.

2. Kompetensi Teknik Digital

Konsep kompetensi sebenarnya bukan merupakan hal baru.

Menurut organisasi psikologi industri Amerika, gerakan tentang

kompetensi telah dimulai pada tahun 60-an dan awal 1970 (Mitrani,

Palziel,& Fitt, 1992). Menurut gerakan tersebut banyak hasil studi yang

menunjukkan bahwa hasil tes sikap dan pengetahuan serta prestasi

Page 95: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

91

belajar di sekolah dan diploma tidak dapat memprediksi keberhasilan

dalam kehidupan. Selanjutnya kompetensi didefinisikan Mitrani, Dalziel,

& Fitt (1992) dan Spencer (1993) sebagai karakteristik yang mendasari

seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam

pekerjaannya. Kemudian Basuki (2003) menjelaskan bahwa kompetensi

merupakan karakteristik dasar yang terdiri dari keterampilan,

pengetahuan dan atribut personal lain yang mampu membedakan

seseorang itu perform atau tidak perform. Ini berarti bahwa kompetensi

adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang

serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas

pekerjaan, selain itu merupakan sesuatu yang menyebabkan atau

memprediksi perilaku atau kinerja. Selanjutnya kompetensi sebenarnya

memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari

kriteria atau standar yang digunakan.

Sehubungan dengan kompetensi Nurdin (2006) menjelaskan

bahwa kompetensi yang harus dimiliki siswa dapat diklasifikasikan

menjadi empat, yakni kompetensi tamatan/lulusan, kompetensi mata

pelajaran, kompetensi rumpun mata pelajaran dan kompetensi lintas

kurikulum. Kompetensi tamatan/lulusan adalah pengetahuan

keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan

berfikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan belajar pada suatu

jenjang tertentu. Sedangkan kompetensi mata pelajaran adalah rumusan

kompetensi siswa dalam berfikir, bersikap dan bertindak setelah

menyelesaikan mata pelajaran tertentu. Kompetensi-kompetensi yang

dihasilkan dari setiap mata pelajaran itu akan menghasilkan kompetensi

rumpun mata pelajaran dan kompetensi rumpun mata pelajaran akan

menghasilkan kompetensi lulusan, dan kompetensi yang dapat

Page 96: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

92

diterapkan untuk beberapa mata pelajaran lazim disebut dengan

kompetensi lintas kurikulum.

Kurikulum yang dipergunakan untuk pembelajaran di SMK

Negeri Medan adalah KTSP. KTSP merupakan kurikulum operasional

yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan

dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP). Pengembangan KTSP diserahkan kepada para

pelaksana pendidikan untuk mengembangkan berbagai kompetensi

pendidikan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) pada setiap satuan

pendidikan (BSNP, 2006). Di dalam standar kompetensi lulusan SMK

terdapat standar kompetensi lulusan mata pelajaran. Di dalam standar

kompetensi lulusan mata pelajaran untuk pelajaran kejuruan terdapat

kompetensi dasar kejuruan teknik audio vidio. Selanjutnya Adie (2003)

menjelaskan bahwa kompetensi dasar yaitu karakteristik esensial seperti

pengetahuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki agar dapat

melaksanakan pekerjaan. Depdiknas (2007) menjelaskan bahwa

kompetensi dasar kejuruan teknik audio vidio yaitu karakteristik esensial

seperti pengetahuan dan keterampilan dasar tentang teknik audio vidio

yang harus dimiliki agar dapat melaksanakan pekerjaan tentang teknik

audio vidio. Kompetensi dasar kejuruan TAV merupakan kompetensi

dasar guna mempelajari kompetensi di tingkat berikutnya yaitu teknik

mikroprosesor, pengolahan data elektronik dan elektronika industri

(Willa,2007).

Kompetensi dasar kejuruan teknik audio vidio terdiri dari

kompetensi dasar elektronika, kompetensi teknik digital dan menguasai

elektronika komputer. Kompetensi teknik digital mencakup aspek sikap,

pengetahuan dan keterampilan. Dalam aspek sikap mencakup tekun, ulet

Page 97: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

93

dan sabar. Dalam aspek pengetahuan mencakup gerbang logika dasar,

rangkaian flip-flop, rangkaian logika kombinasi, tabel kebenaran,

penyederhanaan rangkaian logika, dan rangkaian clock. Sedangkan aspek

keterampilan mencakup membuktikan tabel kebenaran, rangkaian logika

dasar, menyusun rangkaian display seven segment dan rangkaian clock.

(Depdiknas, 2006).

3. Perbedaan individual siswa

Pembelajaran yang mengutakan kegiatan individual siswa di

indonesia masih begitu langka. Salah satu penyebabnya adalah

pengembangan kurikulum yang dilakukan secara sentralistik, sehingga

model pembelajaran yang dikembangkan terbatas dan tidak dapat

melayani keragaman individual siswa. Penyebab lainnya adalah

perbandingan antara jumlah siswa dengan fasilitas belajar terutama

ruangan, bangku, jumlah guru belum memadai serta faktor pembiayaan

yang cukup tinggi. Hal inilah yang menyebabkan dilakukannya

pembelajaran secara klasikal.

Proses pembelajaran yang mengutamakan kegiatan individual

siswa adalah proses pembelajaran yang memperhatikan perbedaan

individual siswa. Secara umum perbedaan individual siswa adalah sesuai

dengan perkembangan siswa yang sesuai dengan kelompok usianya,

tetapi secara khusus masing-masing siswa mempunyai kekhasan sendiri-

sendiri. Masing-masing individu diciptakan tidak pernah sama antara satu

dengan yang lainnya. Masing-masing mempunyai karakteristik yang

berbeda (Rahman,1990). Sejalan dengan itu Good & Stipek dalam

Nurdin (2005) mengemukakan bahwa penerimaan dan tafsiran setiap

siswa terhadap sesuatu yang disampaikan (pelajaran yang sama di kelas)

sangat berbeda yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan pada

siswa terdapat banyak perbedaan. Diantaranya perbedaan kemampuan

Page 98: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

94

dan kecerdasan, kreativitas, gaya belajar, gaya berfikir, kematangan emosi

dan perbedaan dalam banyak hal. Relevan dengan pendapat di atas

Fradson (1957) juga mengemukakan bahwa tidak ada dua anak yang

dilahirkan persis sama, hal tersebut karena adanya keragaman dimensi

yang ada dalam diri anak. Perbedaan tersebut menurut Fradsen dalam

bentuk kematangan mental, kemampuan yang dimiliki, prestasi yang

dicapai, minat, penyesuaian sosial dan emosional serta kebutuhan yang

diinginkan anak.

Perbedaan individual siswa yang dimaksudkan pada tulisan ini

adalah perbedaan individual siswa khususnya difokuskan pada perbedaan

individual siswa SMK. Siswa SMK bisa dikatagorikan sebagai usia remaja

yang menurut Monks dalam Mutadin (2002) mengalami masa stom and

stress terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik

yang pesat dan pertumbuhan psikhis yang bervariasi. Usia remaja mulai

12 sampai 21 tahun terdapat beberapa fase yaitu fase remaja awal yaitu

mulai dari 12-15 tahun, remaja pertengahan yaitu usia 15- 18 tahun, dan

masa remaja akhir 18-21 tahun dan diantaranya terdapat fase pubertas

yang merupakan fase yang sangat singkat tetapi terkadang menjadi

masalah tersendiri bagi remaja dalam menhadapinya. Hal ini

menunjukkan bahwa karakteristik siswa tersebut memiliki kekhususan

masing-masing dan yang sering muncul masalah adalah pada masa

pubertas karena terjadi perubahan fisik dan emosi secara drastis dan

sering terjadi kangguan keseimbangan. Pada usia inilah rata-rata siswa di

SMK. Secara umum siswa SMK tersebut mengalami perubahan besar

secara fisik dan psikhis. Karakteristik perkembangan remaja tersebut

akan berpengaruh pada pembelajaran siswa. Model pembelajaran yang

diberikan pada siswa tersebut sebaiknya model pembelajaran yang

Page 99: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

95

memperhatikan perbedaan individual siswa sehingga dapat membantu

perkembangan siswa dan keberhasilan siswa dalam belajar.

Model pembelajaran interaktif memberi kesempatan yang lebih

luas kepada siswa untuk belajar mandiri dan berinteraksi kepada gurunya

dan teman sekelasnya juga media pembelajaran yang digunakan. Dengan

demikian model pembelajaran interaktif dapat mengakomodir perbedaan

kemampuan, minat, dan mitivasi berprestasi siswa, sehingga siswa yang

memiliki kemampuan tinggi mendapatkan program percepatan

pembelajaran tanpa menunggu temannya. Siswa yang normal juga dapat

terlayani dengan proses pembelajarn normal dan siswa yang lambat juga

dapat arahan dan bimbingan dari guru secara individual sampai dapat

tuntas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Guru bertugas dan

bertanggung jawab atas terpeliharanya suasana belajar dengan cara

menunjukkan sikap yang mendukung atau supportif dan motivator dan

fasilitator. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

berdiskusi. Model pembelajaran interaktif pada proses pembelajarannya

siswa didorong untuk aktif dalam menemukan sendiri letak kesulitan

dari konsep-konsep pelajaran yang dihadapinya sehingga belajar menjadi

lebih bermakna. Model pembelajaran interaktif dapat mengatasi masalah

yang terjadi pada model pembelajaran eksperimen laboratorium

khususnya jika komponen teknik digital yang diinginkan/ akan dipakai

tidak tersedia di work shop, maka dapat digunakan simulator digital

dengan memanfaatkan laboratorium komputer yang ada di sekolah.

Walaupun demikian model pembelajaran interaktif memiliki

keterbatasan antara lain, guru harus lebih proaktif membantu siswa yang

merasa kesulitan dalam mengerjakan latihan dan latihan pengayaan agar

suasana kelas tidak menjadi ribut. Guru harus mengoreksi hasil pekerjaan

siswa dengan cepat, karena setiap tahapan kegiatan yang dilakukan siswa

Page 100: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

96

merupakan prasyarat untuk melakukan kegiatan berikutnya agar suasana

kelas tidak menjadi ribut. Guru harus dapat mengendalikan suasana kelas

dengan baik agar suasana kelas tetap nyaman untuk belajar sekaligus

memberi kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk berinteraksi

kepada gurunya dan teman sekelasnya juga media pembelajaran yang

digunakan terutama pada saat pembelajaran menggunakan simulator

komputer. Guru dan siswa harus dapat mengoperasikan komputer pada

saat menggunakan komputer sebagai media pembelajaran untuk

mensimulasi rangkaian digital di monitor komputer.

C. PENUTUP

Urutan kegiatan pada implementasi model pembelajaran

interaktif dimulai dari kegiatan pendahuluan, memberikan pretes kepada

siswa orientasi yaitu menjelaskan tujuan pembelajaran dan

memperkenalkan model pembelajaran interaktif dan memberikan

motivasi kepada siswa. Kegiatan penyajian diawali dengan memberikan

pengarahan yaitu kegiatan memberikan prosedur/langkah-langkah

menggunakan model pembelajaran interaktif; memberikan keterangan

tentang aktifitas siswa pada saat mengerjakan latihan dan latihan

pengayaan; menjelaskan prosedur simulasi komputer; pemberian materi

yang memungkinkan siswa untuk belajar mandiri. Guru memberikan

latihan yang memungkinkan masing-masing siswa untuk belajar mandiri

tanpa terganggu oleh siswa yang lain. Guru memberikan penanganan

individual untuk siswa yang masih bermasalah untuk menyelesaikan tugas

yang diberikan. Guru memberikan latihan pengayaan yang merupakan

prasyarat untuk mengambil materi pembelajaran berikutnya. Transfer

yaitu guru memberikan meteri pembelajaran baru pada siswa

berkemampuan tinggi yang telah menyelesaikan materi pembelajaran

Page 101: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

97

sebelumnya dan latihan yang diberikan dengan baik. Kegiatan penutup

guru memberikan postes, umpan balik, tindak lanjut dan memberikan

tugas pekerjaan rumah (PR). Setiap selesai proses pembelajaran berakhir

dilaksanakan postes untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa terhadap

apa yang sudah dipelajarinya.

Implementasi model pembelajaran interaktif perlu

dikembangkan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat

termotivasi untuk belajar mandiri, tuntas dan percaya diri akan

kemampuan masing-masing. Selain itu media untuk proses pembelajaran

berupa modul, LKS, sistem penilaian dan fasilitas pembelajaran lainnya

sebaiknya telah tersedia lengkap, cukup untuk jumlah siswa dan telah

disusun secara terencana dan berkualitas

D. DAFTAR PUSTAKA

Adie Erar Yusuf. 2003. Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi dan Penerapannya. Jakrta: Pustekkom

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulu Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Basuki Wibawa. 2003. Pengembangan SDM Stratejik Berbasis Kompetensi.Jakarta: Pustekkom

Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) Program Keahlian Teknik Audio Vidio. Medan: Dinas Pendidikan Sumatra Utara.

De Porter, Bobby, Mark Readson, dan Sarah Singer, (2004), Quantum Teaching Mempraktek Quantum Learning di ruang-ruang kelas, Bandung: Kaifa.

De Porter, Bobby, Mike Hernacki.2004. Quantum Learning, Membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan, Bandung : Kaifa.

Dryden, G dan Vos, Jeannette. 2003. Revolusi cara belajar the learning revolution (terjemahan), Bandung, Kaifa.

Joyce, B dan Weil, M. 2000. Models of Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc

Meier, D. 2002. The Accelersted Learning For The 21 ST Century, Cara Belajar Cepat Abad 21, Bandung : Nuansa.ksara.

Page 102: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Dra. Rosnelli, M.Pd. adalah Dosen Pendidikan Teknik Elektro Universitas Negeri Medan.

98

Mitrani, A., Daziel,M. & Fitt,D. 1992. Competency based human resources management: value–driven strategies for recruitment, develpment and reward. London: Kogan Limited.

Mutadin,Z. 2002. Mengenal Kecerdasan Emosional anak Remaja. Jakarta: e-psikologi com

Nurdin Syafruddin, H. 2005. Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi.Jakarta : Quantum Teaching.

Rose, Colin.2002. Accelerated Learning, Diterjemahkan Dedy Ahumsa. Bandung: Nuansa.

Rosnelli. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Interaktif Untuk pembelajaran Kompetensi Teknik Digital di SMK Negeri 4 Medan.Medan: Pascasarjana Unimed

Sayling Wen. 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan). Alih Bahasa Arvin Saputra. Batam : Lucky Publisher.

Willa Lukas. 2007. Teknik Digital Mickro Prosesor dan Mikro Komputer, Bandung : Informatika.

Wen, S. 2003. Future of Education (Masa Depan Pendidikan). Alih Bahasa Arvin Saputra. Batam : Lucky Publisher.

Page 103: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Indra kasih, S.Pd, M.Or. adalah dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan

99

FAIR PLAY DALAM OLAH RAGA

INDRA KASIH Abstrak

Olah raga dengan segala aspek dan dimensi kegiatannya, lebih-lebih yang mengandung unsur pertandingan atau kompetisi, harus disertai sengan sikap dan prilaku yang didasarkan pada kesadaran moral. Sikap itu menyatakan kesiapan untuk berbuat dan berprilaku sesuai dengan peraturan. Bahkan, kesiapan itu tidak hanya loyal terhadap ketentuan yang tersirat, tetapi kesanggupan utuk membaca dan memutuskan pertimbangan berdasarkan kata hati. Kepatutan tindakan itupun diterangi oleh sinar yang bersumber dari dunia batiniah. Karena itu dalam urusan fair play dijumpai makna dalam pernyataan yakni setiap pelaksanaan olahraga harus ditandai oleh pernyataan yakni setiap pelaksana olahraga harus ditandai oleh “semangat kebenaran dan kejujuran, dengan tunduk kepada peraturan-peraturan, baik yang tersurat mapun yang tersirat”

Kata Kunci: Fair play, Olah raga, Pertandingan

A. AKAR DARI FAIR PLAY

Perilaku yang menunjukkan fair play akan diawali dengan

kemampuan untuk sepenuhnya 100% tunduk kepada peraturan-

peraturan yang tertulis. Ini berarti, setiap pihak yang berurusan dengan

olahraga , utamanya para atlet atau olahragawan , mesti paham akan

peraturan , dan setelah itu, mesti siap mematuhi peraturan yang berlaku.

Karena itu, persoalan fair play, seperti kasus tindak kekerasan pada

penonton, berawal dari ketidak pahaman terhadap peraturan, dan

ketiadaan sikap loyal untuk menjamin keutuhan permainan. Sikap yang

ditampilkan penonton, seperti kasus pertandingan sepak bola akhir-akhir

ini selain ketidak pahaman dan pemaksaan kehendak, juga diakaibatkan

ketidak patuhan terhadap berbagai ketentuan .

Sebagai konsep moral, suatu cetusan, fair play berisi

penghargaan terhadap lawan serta harga diri. Dalam kaitan inilah, antara

Page 104: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Indra kasih, S.Pd, M.Or. adalah dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan

100

kedua belah pihak harus memandang lawannya sebagai mitra. Lawan

adalah kawan bermain. Keseluruhan upaya dan perjuangan itu

dilaksanakan dengan bertumpu pada standart moral yang dihayati

masing-masing kedua belah pihak.

Sebagai konsep yang abstrak, fair play dapat dijabarkan dan

dioprasionalkan dalam bentuk prilaku yang mencakup beberapa cirri

sebagai berikut:

1. Adanya keinginan yang tulus iklas agar lawan bertanding

mendapatkan kesempatan yang benar-benar sama dengan dirinya

sendiri. Dalam hal ini olahragawan yang bersangkutan.

a. Menolak untuk berbuat, dimana mungkin, untuk mendapatkan

keuntungan dari suatun keadaan yang merugikan lawan

b. Menolak kejadian yang berkaitan dengan asfek materiil atau fisik

c. Berusaha pada diri sendiri untuk mengurangi dorongan berbuat

yang berakibat ketidak adilan yang akan menimpa lawannya.

2. Sangat teliti dalam menimbang cara-cara untuk mendapatkan

kesempatan

a. Menolak menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan

peraturan pertandingan yang sudah disahkan

b. Sengaja untuk tidak memamfaatkan keuntungan-keuntungan

yang dapat diperoleh dari penerapan peraturan yang ketat.

c. Tunduk dan iklas terhadap peraturan juri dan wasit meskipun

nyata-nyata merugikan diri sendiri

B. FAIR PLAY DALAM KENYATAAN

Bagaimana membumikan perilaku adil dan jujur yang menjadi

ruh fair play ? Apa indicator yang dapat diamati dan direkam untuk

kemudian dinilai sebagai perilaku yang mencerminkan fair play ?

Page 105: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Indra kasih, S.Pd, M.Or. adalah dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan

101

Pertanyaan ini mengundang rasa ingin tahu kita, dan berkenaan dengan

hal itu, dapat diidentifikasi beberapa ciri-ciri pengenalan sebagai berikut:

a) Fair play dapat dikenal dari perbuatan individu maupun regu

(Kolektif)

b) Fair play dapat diperlihatkan sebelum, selama dan sesudah

pertandingan.

c) Perilaku yang mencerminkan fair play ini berlaku pada setiap tatanan

kemampuan dan sama sekali tidak dibedakan kepada pemain amatir

dan professional.

d) Pemaiannya harus seimbang dengan lawannya

e) Pemain harus tunduk terhadap semua perturan yang tertulis

C. ANCAMAN TERHADAP FAIR PLAY DAN TANGGUNG

JAWABNYA

Bahaya terhadap fair play timbul terutama dari kesalahan arah

yang ditempuh olahragawan zaman ini. Olahraga dieksploitasi oleh

politik, ideology, dan dagang karena olahraga sangat tenar dan digemari.

Bahkan sekarang ini, sejak logika poloitik berubah menjadi logika

ekonomi, pengelolaan olahraga yang bersifat komnesialisasi sangat

menonjol, dan bila kita tidak was-was, ancaman terhadap fair play

semakin besar. Dengan demikian olahraga mengalami bahaya untuk

kehilangan sifat-sifat yang murni. Yang mestinya, olahraga berisi

pertandingan yang bersifat kesatria dan membentuk kepribadian, dapat

berubahmenjadi perjuangan yang tidak kenal ampun, yang dikuasaioleh

pikiran prestise, popolaritas dan uang.

Cauvinisme, nasionalisme, rasialisisme dan pengarush komersial

merusak suasana dan semangat keolahragaan. Bila hal ini tidak

terbendung, lapangan olahraga merosot menjadi gelanggang, menjadi

Page 106: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Indra kasih, S.Pd, M.Or. adalah dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan

102

tempat bagi para pemain untuk bertindak keterlaluan dalam usaha untuk

menang.

D. TANGUNG JAWAB FAIRPLAY

Sebagai cita-cita yang begitu luas kepentingannya maka fair play

perlu mendapatkan dukungan tidak saja di antara mereka yang

berkepentingan dengan olahraga, tetapi juga dari mereka yang

bertanggung jawab atas pendidikan.

Baik pemain/atlet maupun pendidik, orang tua, pemimpin

olahraga, refree, penonton dan pendukung, mass media dan pejabat-

pejabat pemerintah semuanya mempunyai tanggung jawab untuk

menunjukkan fair play. Para pemain merupakan barisan yang utama yang

bertanggung jawab atas pengamanan dan penegmbangan fair play .

Merekalah dengan kelakukan yang diperlihatkan, menghargai kewajiban-

kewajiban yang dipikul olah mereka, kewajiban terhadap lawan, refree,

umpire dan penonton.

1. Tanggung Jawab Guru dan Orangtua,

Pendidikan jasmani dan olahraga dapat menjadi alat pendidikan

yang ampuh bagi anak muda, asal dipenuhi persyaratan dari sisi fisiologis,

psikilogis, sosiologis dan aspek pedagogic itu sendiri

a. Guru pendidikan jasmani sebagai pendidik. Olahraga tidak hanya

bermanfaat bagi latihan jasmni, tetapi lebih luas dari pada itu.

Olahrga iuran vital kepada pendidik yang bersifat menyeluruh karena

sifatnya yang has serta pengarus terhadap bidang studi atau upaya

pendidikan lainnya.

Karena kemaslahatan olahraga telah disadari, maka penting sekali

bagi mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan pada

lingkungan mana saja, dan pada tingkat apa saja, untuk

Page 107: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Indra kasih, S.Pd, M.Or. adalah dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan

103

memanfaatkan sepenuhnya kesempatan-kesempatan yang yang

diberikan olah olahraga guna membina dan membentuk

kepribadiaan anak dan pemuda.

b. Orangtua sebagai pendidik

Walaupun orang tua mendapat kesempatan lebih sempit dari pada

pendidk profsional untuk mengajarkan fair playdan untuk

mempraktekkannya dilapangan, maka dapat memberikannya

sumbangana berharga kepada tugas pembinaan yang dipikul

bersama. Alasan pertama, orang tua wajib menanamkan prinsip-

prinsipdasar fair play kedalam jiwa anak sejak mulai bermain yang

pertama kali. Kedua, kedua ornag tua harus memberikan contoh

yang baik dalam menonton pertandingan serta menerapkan keadilan,

objektivitas, disiplin dan kebesaran jiwa. Ketiga, orang tua sebaiknya

menganjurkan anak-anak mereka bermain dalam sifat kesatria,

meminta perhatian dan mencontoh atlet-atlet yang ternama dalam

sportivitas serta mengecam kelakukan yang tidak sportivitas.

2. Tanggung Jawab Pembina Olahraga

Pembina olahraga juga menyadari bahwa mereka mempunyai

tanggung jawab yang bersifat sangat kas dan menempatkan mereka

dalam psoisi yang pelik. Jasa-jasa Pembina olahraga berupa pekerjaan

tanpa pamris kerapkali perupa pengorbanan , kepercayaan terhadap

olahraga, kecintaan kepada atlet yang diasuh, kesetiaan terhadap

perkumpulan dan organisasi sudah sangat luas dimaklumi dan disini tidak

akan diberi ulasan kecuali berupa pernyataan penghargaan yang setinggi-

tingginya.

Page 108: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Indra kasih, S.Pd, M.Or. adalah dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan

104

3. Tanggung Jawab Juri dan Wasit

Tanpa melihat jenis olahraganya, perorangan atau beregu,

didepan penonton yang jumlahnya ribuan atau beberapa orang saja, juri

dan wasit harus tetap berusaha sekuat tenaga agar pertandingan yang

dipinpin berlangsung dalam suasana dan semangat kekesatriaan. Wasit

adalah orang yang menjadi saksi utama serta penilai apakah peraturan

ditaati. Dialah yang berperan vital dalam usaha menjamin dan

memajukan semangat olahragawaan sejati.

Kepribadiaan wasit berpengaruh sama kuat sama-sama dengan

kemampuan teknisnya serta bersifat menentukan terhadap kualitas

permainan. Dia tidak memihak, dan selalu berusaha untuk menguasai

diri, mengutamakan keberanian moral dan fisik, menunjukkan

kesederhanaan dan keakraban.. Kesuanya itu sama perlunya seperti juga

pengertian terhadap permainan, kesiapan, kemampuan serta kewibawaan.

Wasit yang berwibawa dan berkepribadiaan sangat besar

pengaruhnya terhadap sikap akrab para pemain, dan kelakuan yang

dipertunjukkan wasit baik sebelum maupun selama pertandingan

merupakan factor penting dalam menciptakan suasana yang mendorong

adanya fair play.

4. Tanggung Jawab Penonton dan Pendukung

Perbuatan dan emosi yang meluap tak terkendalikan dari

penonton merupakan ancaman bagi kelangsungan olahraga. Olahraga

sebagai tontonan tentu saja melibatkan penonton dan pendukung kedua

belah pihak yang bertanding, tetapi kadang-kadang ketegangan menjadi

memuncak. Kalau reaksi bersumber dari reaksi patriotism, nasionalisme,

atau rasialisme, maka hal itu dapat menjuruskan dan merusak suasana

pertandingan dengan timbulnya suasana kekerasan dan kebencian. Untuk

Page 109: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Indra kasih, S.Pd, M.Or. adalah dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Medan

105

mencegah terjadinya kelakukan yang berlebihan itu kita tidak cukup

melarangnya saja, tetapi harus mendalami kelakukan kelompok. Emosi

yang beraneka ragam dan sangat kompleks ini menyangkut hal-hal yang

baik dan yang buruk dari kepribadian manusia. Semua factor ini perlu

diperhitungkan dalam usaha mengunbah serta memperbaiki kelakukan

penonton.

5. Tanggung Jawab Media

Media juga mempunyai tanggung jawab untuk menyebarkan nilai

fair play, karena pengaruhnya begitu luas, pendengar, pembaca,

pirsawannya begitu besar jumlahnya dan mudah sekali memasuki jutaan

rumah tangga. Tontonan dan pesan yang diperlihatkan kepada penonton,

pembaca, dan pendengar tentu mempunyai pengetahuan dan daya kritik

yang cukup untuk membentuk pendirian pribadi mereka. Dengan

demikian reporter wajib menyakini peranannya sebagai pendidik rakyat

luas, dalam hal ini posisi pers adalah sebagai guru masyarakat olahraga.

E. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Olahraga, 1964, Revolusi Keolahragaan: Melaksanakan Penderitaan Rakyat Indonesia, Jakarta.

Gunarsa, S.D, 1989, Psikologi Olahraga, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Kremer, J., & Scully, D., 1994, Psychology in Sport, London: Taylor & Francis.

Lumpkin, Angela, dkk., 1994, Sport Ethics:Aplication For Fair play, St. Louis: Mosby.

Page 110: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

106

HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS DAN MINAT WIRAUSAHA (ENTERTAINMENT) DENGAN

HASIL BELAJAR MANAJEMEN PRODUKSIPERGELARAN SENI MUSIK

Lamhot Basani Sihombing, M.Pdabstract

This research was intended to know a relationship between: 1) creativity with the result of musik production management course, 2) student’s interest on entertainment entrepreneurship with the result of musikproduction management course, 3) both creativity and student’s interest on entertainment entrepreneurship with the result of musik production management course. This research was performed in Faculty of Arts and Language, Department Musik and Dance Education, The State University of Medan with purpose to understand the correlation of creativity and student’s interest on entertainment entrepreneurship for the result of musik production management course, either individually as well as colletively. The research population was the entire student’s in department musik and dance education that amounts to 156. The research data was obtained by objective tests that its had been respondent by 32 respondents. The data analysis was performed quantitatively with the use of descriptive statistics and analysis on product moment correlation, and multiple regression analysis. The interpretation of the results of data analysis was taken on .05 signification. The hypothesis of this research are: First, there is a positive correlation between creativity with the result of musik production management course. Second, there is a positive correlation between student’s interest on entertainment entrepreneurship for the result of musik production management course. Third, there is a positive correlation between creativity and student’s interest on entertainment entrepreneurship for the result of musik production management course.

Kata Kunci: Kreativitas, Wirausaha, Minat Entertainment, Hasil Belajar

A. PENDAHULUAN

Dampak krisis moneter patut dijadikan pelajaran yang sangat

berharga dalam membangun masa depan bangsa. Oleh karena itu,

Page 111: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

107

kebijakan dan strategi pembangunan yang ditempuh selama ini yang

mengejar pada pertumbuhan dan untuk kepentingan masyarakat perlu

ditata ulang. Di masa depan, pembangunan harus diarahkan pada

partisipasi dan peran serta rakyat banyak sesuai dengan amanat

konstitusi, UUD 1945 pasal 33. Mutu sumber daya manusia suatu negara

tergambar dari mutu angkatan kerjanya. Dari Human Development

Index (HDI), diketahui bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM)-

angkatan kerja Indonesia dewasa ini masih tergolong rendah. Oleh

karena itu pembinaan SDM – pendidikan, pelatihan dan pengembangan

hendaknya diarahkan kepada pembinaan yang dapat menciptakan

manusia yang berpengetahuan dan professional dengan kinerja yang

tinggi. Paradigma baru pada proses pengembangan sumber daya manusia

akan bergeser pada bentuk pengembangan yang bermutu yang

mengutamakan kemandirian dengan pengetahuan dan penguasaan kerja

yang tinggi, terutama dalam hal ini mahasiswa yang berhubungan

langsung dengan pembentukan karakter masyarakat itu sendiri.

Di lain pihak, menurut The Word Competitiveness Report 1995,

kualitas SDM kita masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-

negara ASEAN lainnya. Dari laporan yang disampaikan dengan Human

Development Index (HDI), Indonesia masuk peringkat 104 dengan

angka HDI = 0,568, sementara negara ASEAN lainnya masuk peringkat

antara 43 dan 54 dengan angka index = 0,788 – 0,838. (Siahaan, 2000).

Berkaitan dengan itu, diketahui bahwa kualitas angkatan kerja Indonesia

dewasa ini masih tergolong rendah (UNDP, 2004).

Melihat gejala banyaknya lulusan perguruan tinggi dewasa ini

yang tidak tertampung dalam dunia kerja perlu diantisipasi dengan

peningkatan pengetahuan dan pengembangan SDM yang lebih

mendekatkan mahasiswa kepada pengenalan pekerjaan dengan

Page 112: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

108

lingkungan masyarakatnya. Dalam hal ini konsep “learning for living” dan

“life skill” perlu penjabaran dalam pengertian luas, sehingga seseorang

tumbuh dan berkembang secara wajar dan normal untuk menjadi lulusan

yang kreatif, produktif, bermakna dan bermanfaat. Untuk mampu

menjadi lulusan seperti dijelaskan di atas, segenap sumber daya manusia

hendaknya digali, dipelajari dan dikembangkan, sehingga terwujudlah

kualitas manusia yang diharapkan tersebut. Pendidikan kewirausahaan

berusaha untuk menjawab tantangan ini guna menjadikan manusia bukan

hanya mampu mencari pekerjaan, melainkan untuk mengembangkan

sumber daya manusia yang mampu menciptakan pekerjaan bagi dirinya

sendiri, atau bahkan mampu menyediakan lapangan kerja bagi orang lain.

Minat wirausaha, kepekaan lingkungan wirausaha serta ketrampilan

perbuatan wirausaha, semua perlu digali agar berkualitas tinggi.

EDUCATION INDEX

0.70

0.75

0.80

0.85

0.90

0.95

1.00

Indon

esia

Viet N

am

China

Malay

sia

Thail

and

Philip

pines

Singa

pore

Korea

Source: UNDP, Human Development Report 2004.

Musik sebagai wahana hiburan, selama ini dipandang hanya

suatu bentuk pekerjaan sederhana dan kurang diminati. Masyarakat

masih merendahkan kualitas kehidupan orang-orang yang

menggantungkan hidupnya pada musik, dalam artian belum ada

pengakuan melalui musik kehidupan seseorang akan mapan. Akan tetapi

belakangan ini sudah banyak contoh orang-orang yang mampu

Page 113: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

109

menggapai hidup mapan, bahkan melampaui status ekonomi sosial rata-

rata masyarakat. Oleh karena itu, perlu dipertanyakan apakah mahasiswa

sekarang mampu menggantung harapan hidupnya melalui musik? Sudah

barang tentu orang-orang yang berhasil dalam kehidupannya melalui

musik dilatar belakangi pengetahuan dan keterampilan mereka dalam

musik itu sendiri. Komunitas global berimplikasi pada makin ketatnya

persaingan sumberdaya manusia yang menuntut pada kemampuan dan

keterampilan seseorang menempatkan diri pada jajaran standard yang

berlaku secara global.

Pembentukan sosok sumber daya manusia melalui pendidikan

mencakup dua masalah pokok yaitu dari segi perilaku dan segi

profesionalisme, (Syam, 1977). Pendidikan mampu memberikan

pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pengembangan

(development). Dari segi profesionalisme mencakup masalah kecakapan

dan kemampuan serta kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai

dengan kebutuhan. Dengan demikian hasil belajar mahasiswa di bidang

musik menjadi sangat penting untuk bekal kehidupan mereka nantinya

setelah lulus dari perguruan tinggi. Hasil belajar dapat memprediksi

keberhasilan seseorang pada masa depan , antara lain mampu membawa

individu untuk bekerja mandiri, untuk meningkatkan taraf hidupnya Agar

mereka mampu hidup secara mandiri dibutuhkan pendidikan, pembinaan

dan pengembangan secara intensif dan berkesinambungan. Keberhasilan

bukan berarti semuanya terlepas dari orang lain, tetapi dia mampu

menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan, keterampilan, dan

peluang yang ada di sekitarnya untuk terlibat di dalam upaya

meningkatkan taraf hidupnya. Namun demikian, dari daftar nilai hasil

belajar mata kuliah musik di Jurusan sendratasik FBS dapat diketahui

bahwa perolehan hasil belajar mahasiswa terutama mata kuliah

Page 114: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

110

manajemen produksi pergelaran seni musik masih rendah. Sehubungan

dengan konsep tersebut di atas, untuk mengetahui timbulnya hasil belajar

yang rendah perlu dilakukan pengkajian sebab-akibat terjadinya, terutama

tentang kreativitas dan minat mahasiswa terhadap musik.

Berdasarkan penjabaran yang telah dikemukakan di atas tersebut

maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara analisis

kreativitas memainkan musik dan minat wirausaha entertaintment

dengan hasil belajar musik mahasiswa jurusan sendratasik Fakultas

Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Medan (FBS UNIMED).

B. HAKIKAT HASIL BELAJAR MANAJEMEN PRODUKSI

PAGELARAN SENI

Belajar merupakan upaya manusia untuk memperoleh

pengetahuan dalam rangka membangun dirinya. Pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh melalui belajar dapat membentuk kebiasaan

yang sesuai dengan norma dan latar berlakang kebudayaan masyarakat

setempat.

a. Prinsip-Prinsip Manajemen

Secara ringkas Fayol dalam Reksohadiprojo dan Handoko (1994)

mengemukakan 14 prinsip-prinsip manajemen dalam suatu organisasi

yakni sebagai berikut : 1) Pembagian kerja (division of work). Dengan

adanya pembagian kerja atau spesialisasi akan meningkatkan

produktivitas, karena seorang dapat memuaskan diri pada pekerjaan

(kegiatan) yang sesuai dengan keahliannya, 2) Wewenang dan tanggung

jawab (authority and responsibility). Wewenang adalah hak untuk memberi

perintah. Seseorang anggota suatu organisasi mempunyai tanggung jawab

dalam pencapaian tujuan organisasi sesuai dengan kedudukannya.

Dibutuhkan sanksi yang tepat untuk pelaksanaan kegiatan yang baik

Page 115: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

111

maupun yang tidak baik (kurang baik), 3) Disiplin (discipline). Harus ada

respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuan-tujuan organisasi.

Ini membutuhkan atasan yang baik diseluruh tingkatan, perjanjian kerja

yang sedapat mungkin jelas dan bijaksana, dan sanksi (hukuman) yang

diterapkan dengan bijaksana, 4) Kesatuan perintah (unity of command).

Untuk mengurangi kekacauan, kebingungan dan konflik, setiap organisasi

harus menerima perintah-perintah dari dan bertanggung jawab kepada

hanya satu atasan, 5) Kesatuan pengarahan (unity of direction). Suatu

organisasi akan efektif bila anggota-anggotanya bekerjasama berdasarkan

tujuan-tujuan yang sama, 6) Mendahulukan kepentingan umum dari pada

kepentingan pribadi (subordination of individual interest to general interests).

Kepentingan seorang karyawan (anggota organisasi) atau kelompok

karyawan tidak diperlakukan lebih tinggi dari pada kepentingan

organisasi. Kepentingan organisasi harus dijaga sebagai kepentingan yang

tertinggi, 7) Balas jasa (remuneration of personnel). Pembayaran upah / gaji

harus bijaksana, adil, tidak eksploatif dan sedapat mungkin memuaskan

kedua belah pihak (perusahaan dan personalia) dan harus ada

penghargaan atas pelaksanaan tugas yang baik. Macam-macam bentuk

pembayaran balas jasa dapat didasarkan atas waktu, jabatan, tingkat

keahlian, bonus, pembagian laba, maupun aspek-aspek bukan keuangan,

8) Sentralisasi (centralization). Organisasi perlu mengatur tingkat

keseimbangan optimum antara sentralisasi dan desentralisasi. Tingkat

keseimbangan ini tergantung pada karakter pribadi manajer, nilai-nilai

yang dipegang manajer reliabilitas karyawan (bawahan), dan juga kondisi

dunia usaha (bisnis). Tingkat sentralisasi harus disesuaikan atas dasar

pembedaan kasus-kasus yang dihadapi organisasi, 9) Rantai saklar (sclar

chain). Hubungan antara tugas-tugas atas dasar suatu hirarki dari atas

kebawah, 10) Aturan (order). Konsepsi Fayol menyatakan bahwa harus

Page 116: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

112

ada suatu tempat untuk setiap orang, dan setiap orang harus menduduki

tempat yang memang seharusnya menjadi tempatnya, 11) Keadilan

(equity). Bagi personalia yang didorong untuk melaksanakan tugas-

tugasnya dan keadilan atas dasar hasil kombinasi kebaikan dan

kebijaksanaan . Keadilan juga berarti adanya kesamaan perlakuan dalam

organisasi, 12) Kelanggengan personalia (stability of tenure of personnel).

Waktu dibutuhkan bagi seorang karyawan untuk menyesuaikan diri

dengan pekerjaan baru dan meraih sukses dalam pekerjaan baru tersebut,

dengan anggapan bahwa dia mempunyai kemampuan yang disyaratkan.

Oleh karena itu penting adanya kelangsungan, keamanan dan kepastian

kerja, 13) Inisiatif (initiative). Dalam setiap tugas harus ada kemungkinan

untuk menunjukkan inisiatif sendiri dalam menyelesaikan dan

mengerjakan rencana di setiap tingkat, dan 14) Semangat Korps (esprit de

corps). “Persatuan adalah kekuatan”. Pelaksanaan operasi organisasi yang

baik perlu adanya kebanggaan, kesetiaan, dan rasa memiliki dari para

anggotanya.

b. Ilmu Manajemen dan Seni Manajemen

Ilmu manajemen ialah unsur keilmuan yang merupakan

pengetahuan yang tertentu seperti yang dinyatakan oleh peraturan-

peraturan atau statemen-statemen umum dan dipertahankan oleh

berbagai tingkat ujian-ujian dan penyelidikan seni manajemen. Arti seni

adalah sesuatu kekutan pribadi yang kreatif ditambah dengan skill dalam

pelaksanaan pekerjaan itu. Hal mana yang pertama timbul karena

dipelajarinya problem-problem keyakinan-keyakinan serta kemungkinan.

Hal kedua skill dalam pelaksanaan pekerjaan timbul karena pengalaman

observasi (pengawasan serta studi). Dengan perkata lain seni manajemen

meliputi kemampuan untuk meliputi totalitas. Sebagai tambahan dapat

dikatakan seni manajemen mencakup pula kemampuan untuk

Page 117: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

113

mengkomunikasikan visi tersebut, hal demikian meliputi tinddakan

memilih bentuk, cara, dan teknik yang paling cepat. Manajemen

merupakan salah satu diantara semua seni yang paling kreatif karena ia

merupakan organisasi dan pemanfaat dari pada bakat manusia.

c. Hubungan Ilmu Manajemen dan Seni

Seorang pemimpin adalah seorang seniman, secara simplistis

dapat kita nyatakan bahwa sesuatu ilmu yang mengajarkan kita apa yang

perlu dilakukan. Ada pihak yang beranggapan bahwa seni lebih superior

dengan ilmu yang disebabkan oleh karena seni mulai dari permulaan (seni

merupakan bakat manusia tersebut dengan perkataan lain seni timbul

dari dalam). Sedangkan ilmu berkembang berdasarkan, pendidikan,

penelitian, dan percobaan-percobaan, jadi datanya dari luar, keterampilan

ini timbulnya dengan mempelajarinya dari bangku pendidikan ditambah

dengan pengalaman-pengalaman.

d. Manajemen Produksi Pagelaran Seni Musik

Sering sekali panitia penyelenggara proyek tidak mengetahui apa

saja yang dilakukan dan batasan atau ruang lingkup pekerjaannya. Ini

terjadi karena penyelenggaraan tidak merumuskan dengan jelas cakupan

proyek. Antar unit kerja sering terjadi saling intervensi atau saling

menolak suatu tanggung jawab. Adapun rumusan cakupan proyek adalah:

1) Menyatakan apa saja yang harus dikerjakan agar sasaran proyek dapat

tercapai, 2) Menyatakan batasan tanggung jawab dan wewenang pihak-

pihak yang terkait, 3) Menyatakan bidang kegiatan dan/ atau fase/

tahapan proyek yang melibatkan pihak tersebut.

Cakupan proyek perlu dirumuskan dengan baik dan jelas ,bila

perlu dituliskan didalam kontrak kerja. Cakupan proyek dapat

menyatakan hal-hal yang harus dikerjakan menyangkut kegiatan atau

program kerja, agar sasaran proyek tercapai. Cakupan proyek juga dapat

Page 118: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

114

mencantumkan batasan tanggung-jawab dan wewenang pihak-pihak yang

terkait/ terlibat. Perlu dibuat pembagian tugas dan wewenang (job

description) dengan baik. Akan lebih baik apabila cakupan proyek dapat

menyebutkan secara spesifik bidang kegiatan atau tahapan yang harus

dilakukan.

e. Hubungan Kreativitas Dengan Hasil Belajar Manajemen

Produksi Pagelaran Seni Musik

Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran,

keluesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk

mengelaborasi sehingga dapat menciptakan suatu produk baru yang

berupa suatu gagasan atau peralatan, serta memecahkan suatu masala.

Kreativitas dalam seni musik adalah bentuk kemampuan melahirkan

berbagai dan mampu mengaplikasikannya sebagai daya cipta musik

secara terperinci dan juga dalam proses pelaksanaannya atau praktek,

muncul imajinasi dan kreativitas untuk mencipta seni musik sesuai

dengan keinginan mahasiswa hasil penelitian menunjukan terdapat

hubungan yang positif dan signifikan antara kreativitas dengan hasil

belajar manajemen produksi pagelaran seni musik dengan koefisien

korelasi sebesar r = 491, hal ini menunjukan semakin tinggi kreativitas

seseorang mahasisawa maka semakin tinggi hasil belajar manajemen

produksi pagelaran seni musik. Hasil penelitian sesuai dengan pendapat

Fayol yang menyatakan salah satu prinsip manajemen dalam suatu

organisasai adalah pembagian kerja dengan adanya pembagian kerja atau

spesialis akan meningkatkan produktifitas karena seseorang dapat

memuaskan diri pada pekerjaan (kegiatan) yang sesuai dengan

keahliannya. Dalam manajemen produksi pagelaran seni musik, salah

satunya adalah cakupan proyek perlu dirumuskan dengan baik dan jelas

dan bila perlu dituliskan dalam bentuk kerja karena sering kali dalam

Page 119: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

115

penyelenggaraan proyek tidak jelas apa yang di lakukan dan batasan atau

ruang lingkup pekerjaannya, ini terjadi karena penyelenggaraan tidak

memuaskan dengan jelas cakupan proyek antara unit kerja sering terjadi

saling intervensi atau saling menolak suatu tanggung jawab.

Berkaitan dengan itu maka untuk melaksanakan manajemen

produksi pagelaran seni musik maka sangat dituntut kreativitas

seseorang. Hal ini karena kreativitas merupakan kemampuan seseorang

dalam mengolaborasi untuk menciptakan suatu produk baru yang berupa

gagasan atau peralatan atau pendekatan serta memecahkan suatu

masalah. Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian Gojles dan

Jackson dalam Hawardi (2001) bahwa di antara mahasiswa yang berhasil

dalam kegiatan belajar adalah mahasiswa yang memiliki tingkat kreativitas

tinggi. Berdasarkan pengujian hipotesis penelitian menunjukan bahwa

terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara minat wirausaha

entertainment dengan hasil belajar manajemen produksi pagelaran seni

musik dengan koefisien korelasi sebesar r = 0,158. Hal ini menunjukkan

semakin tinggi minat wirausaha entertainment, maka semakin tinggi hasil

belajar manajemen produksi pagelaran seni musik. Minat berwirausaha

menggambarkan perilaku yang mencakup kesadaran seseorang tentang

adanya gejala berbentuk nilai-nilai kewirausahaan sehingga melalui

kesadaran itu, sekurang-kurangnya orang tersebut memberi perhatian

terhadap wirausaha. Apabila seseorang mempunyai minat berwirausaha

yang tinggi, maka diharapkan dia benar-benar menyukai dan bahkan

ingin menjadi wirausaha sebagai alat mencapai tujaun kehidupannya. Hal

ini dikatakan Crow and Crow (1973) bahwa minat sebagai kekuatan

pendorong yang menyebabkan individu mendapat perhatian terhadap

aktivitas tertentu.

Page 120: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

116

Berkaitan dengan hal tersebut, di mana mata kuliah manajemen

produksi pagelaran seni musik dapat dijadikan sebagai suatu usaha dalam

penyelenggaraan proyek atau pekerjaan dalam mengelola suatu produksi

pagelaran seni musik, sehingga tidak mengherankan bila semakin tinggi

minat usaha wirausaha entertainment, maka semakin tinggi hasil belajar

manajemen produksi pagelaran seni musik. Hasil penelitian Jaspen

Sihombing (2005) dan Hj. Mastarian Ritonga (2004) juga menyatakan

minat belajar seseorang mempengaruhi keterampilan seseorang. Hasil

pengajuan hipotesis penelitian menunjukan bahwa secara bersama-sama

antara kreativitas dan minat berwirausaha entertainment memiliki

hubungan yang positif dengan hasil belajar manajemen produksi

pagelaran seni musik dengan koefisien r = 0,23. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa semakin tinggi kreativitas dan minat berwirausaha

entertainment mahasiswa secara bersama akan meningkat hasil belajar

manajemen produksi pagelaran seni musik. Dengan demikian kedua

variabel bebas kreativitas dan minat berwirausaha perlu di kembangkan

secara simultan, apabila ingin meningkatkan hasil belajar manajemen

produksi pagelaran seni musik. Keberhasilan mahasaiswa dalam belajar

manajemen produksi pagelaran seni musik dapat ditentukan dengan

kreativitas dan minat berwirausaha entertainment mahasiswa. Kedua

variabel tersebut baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama

memberikan sumbangan terhadap hasil belajar manajemen produksi

pagelaran seni musik mahasiswa. Sumbangan yang diberikan oleh

kreativitas 22,09% dan minat usaha berwirausaha entertainment

memberikan sumbangan sebesar 64,34%.

Jika dilihat besarnya sumbangan masing-masing variabel

kreativitas dan minat berwirausaha terhadap hasil belajar manajemen

produksi pagelaran seni musik, hal ini perlu menjadi perhatian dosen

Page 121: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

117

bagaimana dapat membangkitkan minat berwirausaha entertainment

mahasiswa dalam mempelajari manajemen produksi pagelaran seni

musik. Dosen harus mampu menyusun skenario pembelajaran dan

mengajarkan manajemen produksi pagelaran seni secara menarik. Selain

itu perlu menjadi perhatian yang terlibat langsung dalam pendidikan

mengupayakan, memfasilitasi sarana dan prasarana pembelajaran

manajemen produksi pagelaran seni agar minat berwirausaha

entertainment dapat ditingkatkan.

E. PENUTUP

Gambaran di atas menunjukkan bahwa: 1) Terdapat hubungan

positif yang signifikan dan berarti antara kreativitas terhadap hasil belajar

manajemen produksi pagelaran seni musik, maka dapat disimpulkan

bahwa kreativitas secara nyata dapat menentukan hasil belajar

manajemen produksi pagelaran seni musik, 2) Juga terdapat hubungan

positif yang signifikan dan berarti antara minat berwirausaha

entertainment terhadap hasil belajar manajemen produksi pagelaran seni

musik, maka dapat disimpulkan bahwa minat berwirausaha entertainment

secara nyata dapat menentukan hasil belajar manajemen produksi

pagelaran seni musik, serta 3) Terdapat hubungan positif yang signifikan

dan berarti antara prinsip dan minat berwirausaha entertainment

terhadap hasil belajar manajemen produksi pagelaran seni musik, maka

dapat disimpulkan bahwa kreativitas dan minat berwirausaha

entertainment secara nyata dapat menentukan hasil belajar manajemen

produksi pagelaran seni musik.

Berdasarkan pernyataan dan implikasi di atas, maka : 1) Untuk

lebih meningkatkan hasil belajar manajemen produksi pagelaran seni

musik, maka diharapkan adanya prinsip di dalam belajar, 2) Untuk lebih

Page 122: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Lamhot Basani Sihombing, M.Pd. adalah Dosen Seni Musik dan Sendratasik di Jurusan Pendidikan Musik Fakultas FBS Unimed.

118

meningkatkan hasil belajar manajemen produksi pagelaran seni musik,

maka diharapkan adanya minat berwirausaha entertainment yang baik

dan positif, 3) Untuk meningkatkan hasil belajar manajemen produksi

pagelaran seni musik, maka diharapkan adanya kreativitas yang kuat dan

memiliki minat berwirausaha entertainment yang baik dan positif, 4)

Perlu diadakan penelitian yang lebih lanjut tentang hubungan antara

kreativitas dan minat berwirausaha entertainment terhadap hasil belajar

manajemen produksi pagelaran seni musik guna memperluas hasil

penelitian ini.

F. DAFTAR PUSTAKA

Crow And Crow, (1973). General psychology. New York : Lithe Field Adam & Co.

Gojles dan Jackson dalam Hawardi, 2001. Emotional Intelligence. Alih bahasa : T. Hermaya. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hj. Mastarian Ritonga, 2004. Pendekatan kontekstual. Contextual teaching and learning (CTL). Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Jaspen Sihombing, 2005. Belajar membelajarkan. Munandir (Alih Bahasa). Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No. 11. Jakarta : Rajawali.

Reksohadiprojo dan Handoko, 1994. Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Penerjemah Andre Asparsayogi. Jakarta: Lembaga PPM dan PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Siahaan, 2000. Multimedia and the changing experience of the learner. Asia Pacific Information Technology in Training and Education Conference and Exhibition. Brisbane: Juni 28 – July 2.

The Word Competitiveness Report, 1995. Competency based education and training. London: The Falmer Press.

UNDP, 2004. Kualitas Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik.

Page 123: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

119

SOFT SKILL DAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

HariadiAbstract

Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ada beberapa unsur soft skill yang harus dimiliki mahasiswa, antara lain perlunya kreatifitas untuk memanfaatkan ide-ide yang sudah ada untuk dikembangkan menjadi ide baru yang lebih menarik, berguna dan bermanfaat. Kedispilinan untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan dalam buku panduan, kerjasama yang baik antar anggota kelompok, kemampuan berkomunikasi secara tulisan, menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah, serta integritas dan kejujuran melaksanakan kegiatan yang telah diajukan dalam proposal. Dengan demikian lolosnya suatu proposal PKM menjadi kegiatan yang didanai oleh Dikti merupakan hasil dari kerja keras baik sebagai individu maupun kelompok dengan bantuan dosen pembimbing. Program PKM diharapkan dapat melatih dan mengasah kemampuan soft skill mahasiswa .

Kata Kunci : Soft Skill, Kreativitas Mahasiswa

A. PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil beberapa jajak pendapat (tracer study) yang

dilakukan perguruan tinggi di Indonesia, kompetensi sarjana di dunia

kerja dibagi dua aspek. Pertama, aspek teknis berhubungan dengan latar

belakang keahlian atau keahlian yang diperlukan di dunia kerja. Kedua,

aspek non teknis mencakup motivasi, adaptasi, komunikasi, kerjasama

tim, pemecahan persoalan, manajemen stress dan kepemimpinan dsb.

Manajemen sebuah perusahaan raksasa di bidang perkebunan di

Indonesia menyatakan bahwa telah terjadi kesenjangan persepsi antara

dunia pendidikan tinggi dan industri. Perguruan tinggi memandang

bahwa lulusan yang “high competence” adalah lulusan dengan IPK tinggi

dan lulus dalam waktu yang cepat (≤4 tahun). Sedangkan dunia industri

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lulusan yang “high competence”

Page 124: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

120

yaitu mereka yang memiliki kemampuan dalam aspek teknis dan sikap

yang baik. Di sisi lain lulusan baru, lebih banyak yang memilih bekerja di

belakang meja, di perkotaan dan tidak mau melakukan pekerjaan

lapangan dengan tangan kotor.

Sehubungan dengan adanya perbedaan sudut pandang antara

dunia industri dan pengharapan dari lulusan, maka perlu dibangun mind

set yang sama dan pengembangan kepribadian atau perilaku. Sebagai

contoh, salah satu indikator kebagusan program studi saat ini adalah jika

lulusannya memiliki waktu tunggu yang singkat untuk mendapatkan

pekerjaan pertama. Namun, industri mengatakan bukan itu, melainkan

seberapa tangguh seorang lulusan untuk memiliki komitmen atas

perjanjian yang telah dibuatnya pada pekerjaan pertama.

Sehubungan dengan hal di atas Illah (2006) melaporkan bahawa

berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh National Association of

College and Employee (NACE), USA (2002), kepada 457 pemimpin,

tentang 20 kualitas penting seorang juara menunjukkan hasil berturut-

turut berupa kemampuan komunikasi, kejujuran/integritas, kemampuan

bekerja sama, kemampuan interpersonal, beretika, motivasi/inisiatif,

kemampuan beradaptasi, daya analitik, kemampuan komputer,

kemampuan berorganisasi, berorientasi pada detail, kepemimpinan,

kepercayaan diri, ramah, sopan, bijaksana, indeks prestasi (IP >= 3,00),

kreatif, humoris, dan kemampuan berwirausaha. Mitsubishi Research

Institute, 2002, merilis bahwa faktor yang memberi kontribusi

keberhasilan dalam dunia kerja yaitu finansial (10%), keahlian bidangnya

(20%), networking (30%) dan softskill (40%).

Walaupun berbagai pihak telah menyadari pentingnya soft skills

dibekalkan kepada mahasiswa untuk dapat dipergunakan di dunia kerja,

namun implementasinya masih jauh dari harapan. Kebanyakan dosen di

Page 125: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

121

perguruan tinggi masih menekankan kemampuan hard skills mahaiswa,

sehingga upaya pengintegrasiannya dalam pembelajaran masih jauh dari

harapan. Akibatnya masih banyak mahasiswa yang belum memahami

sepenuhnya apa dan bagaimana upaya pengembangan soft skills tersebut,

baik dalam kehidupan mahasiswa di kampus maupun dalam

kehidupannya sehari-hari sebagai anggota keluarga, dan anggota

masyarakat.

Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) merupakan salah satu

bentuk upaya yang dilakukan Direktorat Penelitian dan pengabdian

kepada Masyarakat (DP2M), Ditjen Dikti dalam meningkatkan kualitas

peserta didik (mahasiswa) di perguruan tinggi agar kelak dapat menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan atau

profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan

menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta

memperkaya budaya nasional. PKM dilaksanakan pertama kali pada

tahun 2001, yaitu setelah dilaksanakannya program restrukturisasi di

lingkungan Ditjen Dikti. Kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat yang selama ini sarat dengan partisipasi aktif

mahasiswa, diintegrasikan ke dalam satu wahana yang diberi nama

Program Kreativitas Mahasiswa.

PKM dikembangkan untuk mengantarkan mahasiswa mencapai

taraf pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains

dan teknologi serta keimanan yang tinggi. Dalam rangka mempersiapkan

diri menjadi pemimpin yang cendekiawan, wirausahawan serta berjiwa

mandiri dan arif, mahasiswa diberi peluang untuk mengimplementasikan

kemampuan, keahlian, sikap tanggungjawab, membangun kerjasama tim

maupu n mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif

dalam bidang ilmu yang ditekuni. Pada awalnya, dikenal 5 (lima) jenis

Page 126: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

122

kegiatan yang ditawarkan dalam PKM, yaitu PKM-Penelitian (PKM-P),

PKM Penerapan Teknologi (PKM-T), PKM-Kewirausahaan (PKM-K),

dan PKM-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M) dan PKM-

Penulisan Ilmiah (PKM-I). Dengan demikian melalui PKM diharapkan

implementasi dari hard skill dan soft skill terintegrasi secara terpadu.

B. PEMBAHASAN

a. Apakah soft skills itu?

Softskills adalah ketrampilan seseorang dalam berhubungan

dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills,

dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan,

karakter dan sikap. Atribut softskills ini dimiliki oleh setiap orang dengan

kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata,

bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang

bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri

dengan hal-hal yang baru (Sailah,2006).

Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan

dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional

(emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan

diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan

kemampuan intra dan interpersonal.

Secara garis besar soft skill bisa digolongkan ke dalam dua kategori :

intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup : self

awareness (self confident, self assessment, trait & preference, emotional

awareness) dan self skill ( improvement, self control, trust, worthiness,

time/source management, proactivity, conscience). Sedangkan

interpersonal skill mencakup social awareness (political awareness,

developing others, leveraging diversity, service orientation, empathy dan

Page 127: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

123

social skill (leadership,influence, communication, conflict management,

cooperation, team work, synergy)

Pada proses rekrutasi karyawan, kompetensi teknis dan akademis

(hard skill) lebih mudah diseleksi. Kompetensi ini dapat langsung dilihat

pada daftar riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi dan

ketrampilan yang dikuasai. Sedangkan untuk soft skill biasanya dievaluasi

oleh psikolog melalui psikotes dan wawancara mendalam. Interpretasi

hasil psikotes, meskipun tidak dijamin 100% benar namun sangat

membantu perusahaan dalam menempatkan ‘the right person in the right

place’.

Hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya

kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft skill, apapun posisi

karyawannya. Di kalangan para praktisi SDM, pendekatan ala hard skill

saja kini sudah ditinggalkan. Percuma jika hard skill oke, tetapi soft

skillnya buruk. Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja

berbagai perusahaan yang juga mensyaratkan kemampuan soft skill,

seperi team work, kemampuan komunikasi, dan interpersonal

relationship, dalam job requirementnya. Saat rekrutasi karyawan,

perusahaan cenderung memilih calon yang memiliki kepribadian lebih

baik meskipun hard skillnya lebih rendah. Alasannya sederhana :

memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada

pembentukan karakter. Bahkan kemudian muncul tren dalam strategi

rekrutasi “Recruit for Attitude, Train for Skill“.

Hal tersebut menunjukkan bahwa : hard skill merupakan faktor penting

dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang dalam bekerja biasanya

lebih ditentukan oleh soft skillnya yang baik. Psikolog kawakan, David

McClelland bahkan berani berkata bahwa faktor utama keberhasilan para

eksekutif muda dunia adalah kepercayaan diri, daya adaptasi,

Page 128: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

124

kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi orang lain. Yang tak lain

dan tak bukan merupakan soft skill.

b. Mengapa?

Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul

adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja tetapi

juga piawai dalam aspek soft skillnya. Dunia pendidikanpun

mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University

Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-

mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi

lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Sebagai

mana telah dikemukan terdahulu bahwa dari hasil penelitian ini

mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard

skill dan sisanya 80% oleh soft skill.

Adalah suatu realita bahwa pendidikan di Indonesia lebih

memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan hard skill, bahkan bisa

dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill saja. Lalu

seberapa besar semestinya muatan soft skill dalam kurikulum pendidikan

mengingat bahwa sebenarnya penentu kesuksesan seseorang itu lebih

disebabkan oleh unsur soft skillnya.

Jika berkaca pada realita di atas, pendidikan soft skill tentu

menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan. Namun untuk

mengubah kurikulum juga bukan hal yang mudah. Pendidik seharusnya

memberikan muatan-muatan pendidikan soft skill pada proses

pembelajarannya. Sayangnya, tidak semua pendidik mampu memahami

dan menerapkannya. Lalu siapa yang harus melakukannya? Pentingnya

penerapan pendidikan soft skill idealnya bukan saja hanya untuk anak

didik saja, tetapi juga bagi pendidik.

Page 129: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

125

c. Bagaimana?

Para ahli manajemen percaya bahwa bila ada dua orang dengan

bekal hard skill yang sama, maka yang akan menang dan sukses di masa

depan adalah dia yang memiliki soft skill lebih baik. Mereka adalah

benar-benar sumber daya manusia unggul, yang tidak hanya semata

memiliki hard skill baik tetapi juga didukung oleh soft skill yang tangguh.

Pada posisi bawah, seorang karyawan tidak banyak menghadapi masalah

yang berkaitan dengan soft skill. Masalah soft skill biasanya menjadi lebih

kompleks ketika seseorang berada di posisi manajerial atau ketika dia

harus berinteraksi dengan banyak orang. Semakin tinggi posisi manajerial

seseorang di dalam piramida organisasi, maka soft skill menjadi semakin

penting baginya. Pada posisi ini dia akan dituntut untuk berinteraksi dan

mengelola berbagai orang dengan berbagai karakter kepribadian. Saat

itulah kecerdasan emosionalnya diuji.

Umumnya kelemahan dibidang soft skill berupa karakter yang

melekat pada diri seseorang. Butuh usaha keras untuk mengubahnya.

Namun demikian soft skill bukan sesuatu yang stagnan. Kemampuan ini

bisa diasah dan ditingkatkan seiring dengan pengalaman kerja. Ada

banyak cara meningkatkan soft skill. Salah satunya melalui learning by

doing. Selain itu soft skill juga bisa diasah dan ditingkatkan dengan cara

mengikuti pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar manajemen.

Meskipun, satu cara ampuh untuk meningkatkan soft skill adalah dengan

berinteraksi dan melakukan aktivitas dengan orang lain.

d. Program Kreativitas Mahasisiwa

Sebagai mana yang telah diutarakan di atas bahwa PKM

dikembangkan untuk mengantarkan mahasiswa mencapai taraf

pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains dan

Page 130: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

126

teknologi serta keimanan yang tinggi. Dalam rangka mempersiapkan diri

menjadi pemimpin yang cendekiawan, wirausahawan serta berjiwa

mandiri dan arif, mahasiswa diberi peluang untuk mengimplementasikan

kemampuan, keahlian, sikap tanggungjawab, membangun kerjasama tim

maupu n mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif

dalam bidang ilmu yang ditekuni. Pada awalnya, dikenal 5 (lima) jenis

kegiatan yang ditawarkan dalam PKM, yaitu PKM-Penelitian (PKM-P),

PKM Penerapan Teknologi (PKM-T), PKM-Kewirausahaan (PKM-K),

dan PKM-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M) dan PKM-

Penulisan Ilmiah (PKM-I). Dengan demikian melalui PKM diharapkan

implementasi dari hard skill dan soft skill terintegrasi secara terapdu.

Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) diluncurkan oleh DP2M DIKTI

dengan tujuan untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi pemimpin

yang mandiri dan arif. Dalam hal ini mahasiswa diberi kesempatan untuk

mengimplementasikan kemampuan, keahlian, sikap tanggung jawab,

membangun kerjasama tim maupun mengembangkan kemandiriannya

melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmunya masing-masing.

Sampai saat ini terdapat enam jenis kegiatan PKM yang

ditawarkan, yaitu:

(a) PKM Penelitian (PKMP) yang memberikan kesempatan bagi

mahasiswa untuk berkreasi melalui penelitian sesuai dengan

bidang ilmunya masing-masing, baik dalam bentuk mono

maupun multi disiplin.

(b) PKM Penerapan Teknologi (PKMT) yang memberikan kesempatan

kepada mahasiswa untuk berkreasi dan berinovasi melalui

penciptaan jasa seperti pembukaan, pemasaran, penataan ruang

produksi dll; atau karya teknologi seperti peralatan, prototipe,

model, proses dll yang diperlukan oleh kelompok, masyarakat

Page 131: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

127

produktif, kelompok usaha tani, industri kecil, maupun

pedagang kecil sesuai dengan bidang ilmu masing-masing baik

dalam bentuk mono maupun multi disiplin.

(c) PKM Kewirausahaan (PKMK) yang memberi kesempatan kepada

mahasiswa untuk berkreasi atau berinovasi melalui penciptaan

keterampilan berwirausaha dan berorientasi pada keuntungan

(profit).

(d) PKM Pengabdian Masyarakat (PKMM) yang memberikan

kesempatan kepada mahasiswa untuk berkreasi melalui kegiatan

peningkatan kecerdasan, keterampilan, pengetahuan masyarakat,

peningkatan kualitas lingkungan hidup, maupun pengembangan

kelembagaan masyarakat

(e) PKM Gagasan Tertulis (PKM-GT) merupakan program penulisan

artikel ilmiah yang bersumber dari ide atau gagasan kelompok

mahasiswa.

(f) PKM Penulisan Ilmiah (PKMI) yang memberikan kesempatan

kepada mahasiswa untuk berkreasi melalui kegiatan penulisan

ilmiah baik yang bersumber dari PKMP, PKMT, MKMK,

PKMM maupun kegiatan ilmiah lainnya.

Dalam penulisan proposal PKM, kata kunci terpenting adalah

“KREATIVITAS” yang merupakan ciri khas program ini. Oleh sebab

itu, penulisan PKM yang tidak mengandung unsur kreativitas sangatlah

susah untuk dapat lolos dan dibiayai. Perlu ditekankan bahwa PKM ini

tidak sama dengan proposal yang disusun oleh mahasiswa untuk

menyelesaikan tugas akhirnya yang pada umumnya bersifat sangat

ilmiah.

Kata kreatif yang menjadi kunci keberhasilan penyusunan

proposal PKM ini menurut Encyclopedia Britanica (2002) adalah “The

Page 132: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

128

ability to make or otherwise bring into existence something new, whether a new

solution to a problem, a new method or device, or a new artistic object or form”.

Sedangkan definisi menurut Roget’s II Thesaurus, kreatif itu adalah “

characterized by or productive of new things or new idea : innovative, inventive” Jadi

mahasiswa yang kreatitif itu memiliki tiga ciri, yaitu adalah “promoting

construction or creation”, “having ability of power to create” dan “having the power

or productive of new things or new ideas”. Ide baru yang dimaksud disini tidak

selalu harus seluruhnya baru (original) ataupun harus canggih, akan tetapi

dapat berarti sesuatu ide yang dibuat dengan cara memodifikasi ide yang

sudah ada sehingga berubah menjadi ide lain yang lebih kreatif.

Sebagai contoh apabila suatu kelompok mahasiswa mengajukan

judul seperti “Komersialisasi produk bakso”, maka akan sulit bagi kelompok

ini untuk mendapatkan dana PKM, mengapa? Kita semua sudah tau

bahwa produk bakso tersebut sudah sangat dikenal dimasyarakat. Oleh

sebab itu, judul yang diajukan oleh kelompok mahasiswa ini menjadi

“biasa-biasa” saja yang tidak ada unsur kreativitas didalamnya, artinya

kelompok mahasiswa ini mengajukan kegiatan PKM yang sudah menjadi

kegiatan keseharian masyarakat. Lain halnya jika judul PKM di atas

dirubah menjadi “Komersialisasi produk bakso berkalsium tinggi, sehat dan

aman untuk dikonsumsi”. Dalam hal ini, mahasiswa berusaha untuk

memadukan hasil penelitian yang sudah ada dan memanfaatkan tren gaya

hidup sehat masyarakat dalam unsur “bakso” yang sangat digemari oleh

masyakat Indonesia. Sumber kalsium yang digunakan oleh mahasiswa ini

misalnya berupa hasil olahan dari limbah pemotongan ayam, yaitu berupa

tulang rawan kaki yang harganya sangat murah. Tulang rawan ini

selanjutnya diproses untuk menjadi tepung tulang rawan yang merupakan

sumber kalsium utama bakso yang dibuatnya. Dengan mamadukannya

dengan proses pembuatan yang higienis, maka tercipta bakso baru yang

Page 133: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

129

diharapkan dapat mengakomodasikan tren gaya hidup sehat dengan

menkonsumsi kalsium tinggi. Sehingga disamping susu berkasium tinggi

yang harganya relatif mahal, masyarakat diberi alternatif lain yang lebih

murah, tanpa mengubah kegemarannya mengkonsumsi bakso.

Contoh lain dari judul PKM yang cukup kreatif adalah

“Pemanfaatan limbah whey keju dalam pembuatan nata” ada dua unsur kreatif

yang terkandung pada judul ini, yaitu limbah whey dan nata yang dibuat

dari whey. Dalam pembuatan keju, sering whey menjadi limbah, karena

nilai ekonomisnya sangat rendah. Apabila limbah ini dibiarkan, maka

limbah ini dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan

masyarakat. Dengan memanfaatkan limbah ini dan mengubahnya

menjadi produk lain, yaitu menjadi nata, maka diharapkan kelompok

mahasiswa ini dapat membantu memecahkan masalah lingkungan.

Apabila terdengar kata nata, secara otomatis kita membayangkan

suatu produk yang dibuat dari air kelapa yang bentuknya kubus kecil

dengan warna putih dan rasa khas kelapa, yaitu yang sering disebut nata

de coco. Kelompok mahasiswa ini telah berhasil mencari alternatif lain

dalam pembuatan nata secara kreatif, yaitu dengan cara menumbuhkan

bakteri dalam whey. Kualitas nata yang dihasilkan sangat baik, sebab

disamping aroma dan kekenyalannya cukup baik, produk ini dapat dibuat

dengan berbagai rasa dan bentuk sesuai dengan selera masyarakat.

Contoh ketiga judul PKM yang dinilai cukup kreatif adalah

“Ekstrak daun sirih sebagai obat mastitis pada sapi perah” Kelompok

mahasiswa ini berusaha untuk memecahkan masalah utama dalam

industri sapi perah, yaitu penyakit mastitis. Penyakit ini disebabkan oleh

bakteri yang mengakibatkan susu menjadi rusak dan tidak layak untuk

dikonsumsi. Disamping itu, susu yang dihasilkan oleh sapi yang terkena

mastitis akan ditolak oleh industri pengolahan susu yang tentunya

Page 134: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

130

mengakibatkan kerugian yang besar bagi peternak. Dalam pengobatan

mastisis ini, biasanya digunakan antibiotik yang harganya mahal dan tidak

terjangkau oleh peternak rakyat. Dengan memanfaatkan pengetahuan

tradisional masyarakat tentang khasiat daun sirih sebagai antiseptik dan

mungkin juga antibiotik, kelompok mahasiswa ini mencoba mencari

alternatif pengobatan lain selain menggunakan antibiotik. Dengan

berbagai teknik ekstraksi dan cara aplikasinya, kelompok ini telah berhasil

mengurangi kejadian mastitis pada sapi perah melalui pengobatan yang

yang ramah lingkungan.

Jadi dengan mengamati contoh di atas, jelas tergambar bahwa

program PKM yang diajukan tersebut bukan merupakan sesuatu yang

baru, akan tetapi merupakan modifikasi ide yang telah ada dengan cara

lebih kreatif.

Seringkali mahasiswa dalam pencarian ide dan penyusunan

proposal terjebak dalam nilai kemutlakan ilmiah. Perlu selalu diingat

bahwa sesuatu yang ilmiah itu belum tentu kreatif demikian juga

sebaliknya. Sebagai contoh apabila ada kelompok mahasiswa yang

mengajukan judul “mekanisme penyerapan kalsium dalam darah orang

dewasa”, maka kemungkinan besar evaluator menilai proposal yang

diajukan dengan judul ini tidak kreatif, sebab judul tersebut terlalu ilmiah

dan tidak mengandung untur kreativitas. Hal-hal seperti inilah yang

sering terjadi dimana mahasiswa menulis proposalnya dengan mengacu

pada tugas akhirnya tanpa memodifikasinya sesuai dengan persyaratan

PKM.

Seringkali mahasiswa mengalami kesulitan dalam membuat ide

awal yang akan ditulis dalam proposal. Kita harus ingat bahwa untuk

menjadi kreatif, kita harus dapat membuka belenggu kebiasaan yang ada.

Sebagai contoh dalam menulis sesuatu, ditabukan untuk menulisnya

Page 135: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

131

dengan menggunakan tinta merah dan dianjurkan untuk menulisnya

dengan tinta warna hitam atau biru, rapi dan dengan haruf yang sama

besarnya. Kebiasaaan seperti ini tanpa kita sadari telah menjadi belenggu

kreativitas kita. Selama komposisi huruf dan warna menarik, tulis saja

sesuai dengan imajinasi anda. Tentu saja kita harus melanggar kebiasaan,

yaitu dengan cara menulis kalimat dengan berbagai kombinasi huruf dan

warna, termasuk warna merah didalamnya. Jadi jika kita ingin berpikir

kreatif, cara berpikir kita harus melewati batas-batas kebiasaan, tradisi

atau norma yang ada.

Selanjutnya setelah kita telah terbebas dari belengggu ini akan

mengalir berbagai ide liar yang terpikir sesaat. Ide-ide liar yang mengalir

ini harus segera ditulis segera sebelum kita lupa. Dalam menciptakan

ide-ide ini kita tidak perlu takut membuat kesalahan, sebab nantinya

setelah dicatat, kita harus kembali membaca dan merenungkan serta

merangking ide-ide tersebut berdasarkan prioritas, realisasi ide dan

peluangnya untuk berhasil didanai. Dengan cara ini dalam satu hari saja

tidak menutup kemungkinan akan banyak sekali ide yang muncul dan

diharapkan tidak ada lagi mahasiswa yang tidak mengikuti kompetisi

PKM, dengan alasan tidak memiliki ide.

Menulis proposal sesuai dengan format yang diminta oleh pihak

DIKTI merupakan suatu keharusan. Setelah membaca judul, biasanya

evaluator melihat dulu apakah proposal yang akan dievaluasi tersebut

sudah sesuai dengan format yang diminta. Sering kali, karena mengejar

batas akhir pengumpulan, proposal dikirim tanpa lembar pengesahan

atau ada bagian-bagian yang seharusnya ada di proposal didak ada di

dalam proposal. Seleksi awal kelengkapan bagian-bagian yang harus ada

dalam proposal PKM merupakan cara yang efektif bagi evaluator untuk

menentukan kelayakan proposal tersebut untuk dibiayai. Dalam hal ini

Page 136: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

132

bagaimana mungkin evaluator akan yakin bahwa kelompok mahasiswa

tersebut dapat menjalankan program PKM nya, jika dalam menulis

proposalnya saja sudah tidak lengkap dan jelas. Oleh sebab itu, apabila

sudah mendapatkan kesepakatan ide yang akan dituangkan dalam

proposal, bacalah dan panduan penulisan PKM (biasanya dikirim ke

masing-masing perguruan tinggi, atau dapat diperoleh melalui internet)

dengan cermat dan ikuti semua persyaratan yang tercantum dalam

format, termasuk didalamnya besar huruf, ukuran kertas, bagian-bagian

yang harus ada, tata cara penulisan pustaka dll. Jadi sangat disayangkan

jika ide yang baik dari mahasiswa tidak didanai dalam kegiatan PKM,

karena ditulis tidak sesuai dengan format.

Harus disadari bahwa kualitas sumber daya manusia dan

antusiasme pembina kemahasiswaan dan mahasiswanya untuk mengikuti

kegiatan PKM sangat bervariasi. Ada perguruan tinggi yang sudah

memiliki sistem pembinaan dan kaderisasi mahasiswa untuk mengikuti

PKM yang sangat baik, akan tetapi tidak dapat kita pungkiri juga ada

perguruan tinggi yang tampaknya kurang perduli dengan kegiatan PKM

ini. Biasanya di perguruan tinggi yang perduli dengan program PKM,

penyebaran informasi PKM telah dilakukan dengan baik. Disamping itu,

untuk meningkatkan minat biasanya dilakukan pelatihan-pelatihan cara

penyusunan proposal PKM secara teratur. Di perguruan tinggi seperti

ini biasanya, mahasiswa hampir tidak memiliki kesulitan untuk

berkonsultasi dengan pakar (pembimbing), sebab pembimbing tersebut

sudah terbiasa dan memiliki kemampuan yang memadai untuk

meningkatkan motivasi, menajamkan serta membungkus ide dari

mahasiswa untuk menjadi proposal yang menarik.

Hal lain yang penting untuk diingat bahwa para pakar tersebut

tentunya tidak hanya terdapat di laboratorium dan jurusan (departemen)

Page 137: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

133

dimana mahasiswa tersebut berada. Mahasiswa harus secara aktif

berkonsultasi dan mencari pakar yang diharapkan dapat membantu

menuangkan idenya ke dalam proposal di luar bagian/laboratorium, di

luar jurusan/depertemen, bahkan di luar fakultasnya. Melalui cara ini

diharapkan mahasiswa dapat memperluas wawasannya dan mempertajam

idenya.

Pembentukan kelompok penyusun proposal akan sangat

menentukan keberhasilan suatu prorsal. Oleh sebab itu, janganlah pola

pemikiran kita terkungkung oleh kurungan laboratorium, bagian, jurusan

atau fakultas dimana mahasiswa berada. Sebagai contoh untuk judul

PKM “Pembuatan alat pembuat tapioka tanpa ampas”, komposisi anggota

tim, harus berasal dari berbagai disiplin ilmu, yaitu teknik mesin untuk

merancang peralatan, agronomi untuk mengetahui biologi dan stuktur

fisik singkong, serta teknologi pangan untuk mengevaluasi kualitas pati

tapioka yang dihasilkan. Oleh sebab itu, jika judul ini hanya dilakukan

oleh mahasiswa jurusan mesin saja, dikhawatirkan akan ada unsur yang

tidak terbahas dengan baik dan akan berakibat kurangnya kualitas

proposal.

Dalam rangka kaderisasi, susunlah anggota tim yang terdiri dari

berbagai tingkat sehingga diharapkan ada unsur pembinaan yang

berkelanjutan. Hindari penyusunan seluruh angota kelompok yang

terdiri dari mahasiswa tingkat akhir semuanya. Perlu kita ingat bahwa

rentang waktu dari pemberitahuan, pelaksanaan sampai ke PIMNAS

sering kali memakan waktu 1 tahun. Oleh sebab itu, jika komposisi

anggota tim semuanya terdiri dari mahasiswa tingkat akhir, maka

dikhawatirkan, pelaksanaan PKM tidak berjalan dengan baik sebab secara

bersamaan mahasiswa tersebut disibukkan dengan tugas akhir.

Disamping itu sering kali judul PKM yang diundang ke PIMNAS tidak

Page 138: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

134

dapat dihadiri oleh anggota timnya, karena semua anggotanya telah lulus.

Kaderisasi merupakan kunci keberhasilan suatu perguruan tinggi dalam

mempertahankan reputasi ilmiah mahasiswanya dalam ajang PKM. Oleh

sebab itu, perguruan tinggi diharapkan dapat menyusun strategi

pembinaan ilmiah mahasiswanya agar prestasi ilmiahnya dapat menonjol

dan konsisten.

Disamping dua hal di atas, perlu juga diperhatikan keserasian

dan kecocokan anggota tim. Diharapkan bahwa semua angota tim

memiliki penjabaran tugas yang jelas dan berbeda dengan anggota tim

lainnya agar efisiensi dapat tercapai. Oleh sebab itu, di dalam pedoman

penyusun proposal PKM diharuskan untuk mencantumkan Riwayat

Hidup lengkap bagi ketua dan anggota kelompok, serta pembimbing.

Dalam hal ini, evaluator akan menilai kesesuaian bidang mahasiswa dan

pembimbing dengan topik yang diajukan. Hal ini penting untuk dinilai

agar ada suatu jaminan bahwa kelompok tersebut dengan bimbingan

pembimbing dapat melaksanakan dengan baik apa yang tertulis di

proposal.

Penyusun proposal diharapkan dapat merencanakan seluruh

kegiatan PKM nya dengan baik sebelum mengajukan proposal agar dapat

mengantisipasi tahapan-tahapan yang akan dilalui. Perencanaan ini harus

disesuaikan dengan tahapan-tahapan yang akan dilalui oleh penyusun

proposal apabila proposalnya kelak diterima.

C. PENUTUP

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penyusunan

proposal PKM ada beberapa unsur soft skill yang harus dimiliki

mahasiswa, antara lain perlunya kreatifitas untuk memanfaatkan ide-ide

yang sudah ada untuk dikembangkan menjadi ide baru yang lebih

Page 139: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

GENERASI KAMPUS, Volume 2, Nomor 2, September 2009

Hariadi, S.Pd., M.Kes. adalah dosen jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) FIK UNIMED

135

menarik, berguna dan bermanfaat. Kedispilinan untuk mengikuti aturan

yang telah ditetapkan dalam buku panduan, kerjasama yang baik antar

anggota kelompok, kemampuan berkomunikasi secara tulisan,

menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah, serta integritas dan kejujuran

melaksanakan kegiatan yang telah diajukan dalam proposal. Dengan

demikian lolosnya suatu proposal PKM menjadi kegiatan yang didanai

oleh Dikti merupakan hasil dari kerja keras baik sebagai individu maupun

kelompok dengan bantuan dosen pembimbing. Program PKM

diharapkan dapat melatih dan mengasah kemampuan soft skill

mahasiswa .

D. DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, (2009). Pedoman Program Kreativitas Mahasiswa. Jakarta :Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional

Ronny Rachman Noor (2008) Kiat-kiat Sukses Penulisan Proposal Program Kreativitas Mahasiswa. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IPB. Diunduh tanggal 16 September 2009 dari http://web.ipb.ac.id/~lppm/ID/index.

Illah Sailah (2006) Pengembangan Soft Skills di Perguruan Tinggi. Jakarta : Tim Pokja Pengembangan Soft Skills dan KBK DIKTI ; Kepala P2SDM LPPM IPB

Pramudiana, Yudi. Kapan Anda Memerlukan Kreativitas. Diunduh tgl 18 September 2009 dari http://yudipram.wordpress.com

Page 140: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

PETUNJUK BAGI PENULIS

1. Artikel belum pernah dimuat dalam media cetak/elektronik lain, diketik 1,5 spasi pada kertas A4 sepanjang 10 – 15 halaman, dalam betuk soft copy (MS Work) dan hasil ceak (print out) sebanyak satu eksemplar. Diserahkan paling lambat satu bulan sebelum bulan penerbitan.

2. Artikel merupakan hasil penelitian atau non penelitian ( gagasan konseptual, kajian teori, aplikasi teori) yang dimuat dalam Majalah/Jurnal Generasi Kampus.

3. Artikel ditulis dalam bentuk esai, disertai judul subbab (heading). Peringkat judul subbab dinyatakan dengan karakter huruf yang berbeda : 1) peringkat 1 (huruf besar semua rata dengan tepi kiri). 2) Peringkat 2 (huruf besar-kecil dan cetak tebal), 3) Peringkat 3 (huruf besar pada awal subbab, dicetak miring dan tebal)

4. Artikel hasil penelitian memuat :a. Judul b. Nama Penulisc. Abstrak, dalam bahasa Ingris/Indonesia (memuat tujuan, metode, dan hasil

penelitian : 50 – 80 kata)d. Kata-kata kunci)e. Pendahuluan ( tanpa subjudul, memuat latar belakang masalah, perumusan

masalah, dan rangkuman kajian teoritik)f. Metode penelitiang. Hasil penelitian h. Pembahasan i. Kesimpulan dan saranj. Daftar pustaka

5. Artikel Non Penelitian memuat :a. Judul b. Nama Penulisc. Abstrak, dalam bahasa Ingris/Indonesia ( 50 – 80 kata)d. Kata-kata kunci)e. Pendahuluan ( tanpa subjudul, pengantar topic utama diakhiri dengan rumusan

tentang hal-hal pokok yang akan dibahas).f. Sub Judul (sesuai dengan kebutuhan)g. Sub Judul (sesuai dengan kebutuhan) h. Sub Judul ( sesuai dengan kebutuhan)i. Penutup ( atau kesimpulan dan saran)j. Daftar pustaka

6. Daftar pustaka hanya mencantumkan sumber yang dirujuk dalam uraian tulisan saja, diurutkan secara alfabetis, disajikan seperti contoh beikut :

Dryden G dan Dr. Vos Jeannette. (2001). Revolusi Cara Belajar. Bandung : Kaifa.Heninic, Molenda. Russel dan Smadino (1996). Intructional Media and Technology for

Learning. New Jersey :Prentice Hall Inc

Page 141: 1. JURNAL VOL 2 NO 2 SEPT 2009.pdf

ISSN 1978-869X