1 iv hasil dan pembahasan 1.1 keadaan umum wilayah...
TRANSCRIPT
37
1 IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian
1.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian
Secara administratif, Ciater merupakan salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Subang, Jawa Barat dengan wilayah seluas 7.819,87 Ha. Wilayah
Kecamatan Ciater terbagi kedalam 7 desa dengan luas wilayahnya, antara lain:
1. Desa Ciater seluas 1.094.250 Ha
2. Desa Cibeusi seluas 780.100 Ha
3. Desa Cibitung seluas 832.400 Ha
4. Desa Cisaat seluas 1.834.090 Ha
5. Desa Nagrak seluas 954.000 Ha
6. Desa Palasari seluas 1.041 Ha
7. Desa Sanca seluas 1.284.030 Ha.
Batas administrasi wilayah Kecamatan Ciater berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Jalancagak.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat.
c. Sebelah Timur berbasatasan dengan Kecamatan Kasomalang.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sagalaherang.
Sebagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Kecamatan Ciater
memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Suhu di Kecamatan
Ciater berkisar antara 22°C sampai 32°C dengan kelembapan sekitar 60-70%.
Jumlah curah hujan tahunan berfluktuasi rata-rata adalah 2.275 mm/tahun yang
diiringi pola iklim basah sepanjang tahun. Berdasarkan iklim tersebut daerah Ciater
38
potensial untuk pengembangan sapi perah, mengingat kondisi klimatologis yang
mendukung untuk pemeliharaan sapi perah FH di Indonesia yaitu tempat
berketinggian 750-1.250 m dari permukaan laut dan bersuhu 18-30°C dengan
kelembaban 55% (Firman, 2007).
Penduduk Kecamatan Ciater pada Tahun 2013 berjumlah 28.824 jiwa terdiri
dari 14.622 jiwa (50,7%) laki-laki, dan 14.202 jiwa (49,3%) perempuan. Sebagian
besar penduduk Kecamatan Ciater pendidikannya masih tergolong rendah yaitu
lulusan Sekolah Dasar (SD)/sederajat. Pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh
penduduk adalah pendidikan strata 3, namun dengan jumlah yang sedikit. Tingkat
pendidikan penduduk di Kecamatan Ciater Tahun 2013 ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 2. Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Ciater Tahun 2013
NO Pendidikan Laki-laki Perempuan
1 Tamat SD 3.873 3.879
2 Tamat SMP 1.854 1.221
3 Tamat SMA 1.005 854
4 Tamat Perguruan Tinggi 258 168
Jumlah 6.990 6112
Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Ciater sebagian besar adalah
sebagai petani dan mata pencaharian lainnya adalah sebagai buruh tani, PNS,
pedagang, peternak, dll. Penggolongan penduduk berdasarkan mata pencaharian
dapat dilihat pada Tabel 3.
Sumber: Dokumen Kecamatan Ciater 2013
39
Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Ciater
NO Mata Pencaharian Jumlah
Orang %
1 Petani 3.274 37,04
2 Buruh Tani 1.972 22,31
3 PNS 175 1,98
4 Pengrajin 125 1,41
5 Pedagang Keliling 683 7,73
6 Peternak 257 2,91
7 Perikanan 16 0,18
8 Bidan dan Perawat 30 0,34
9 Dokter 1 0,01
10 TNI/POLRI 26 0,29
11 Pensiunan 334 3,78
12 Pengusaha 133 1,50
13 Karyawan Swasta/Pemerintah 1.615 18,27
14 Jasa Lain 197 2,23
Jumlah 8.838 100,00
Sumber: Kecamatan Ciater 2013
Mayoritas mata pencaharian penduduk di Kecamatan Ciater yaitu sebagai
petani (37,04%) dan buruh tani (22,31%) karena sebagian besar wilayahnya berupa
tanah perkebunan dan tanah sawah. Masyarakat Kecamatan Ciater yang bekerja
sebagai peternak masih sedikit (2,91%), karena kurangnya ketersediaan lahan yang
dimiliki penduduk Kecamatan Ciater, status pekerjaan lain yang dirasakan lebih
menjamin, merasa terganggu dengan bau limbah sapi, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang usaha peternakan sapi perah, keterampilan dalam usaha sapi
perah yang kurang memadai, dan permodalan kurang memadai.
40
1.1.2 Keadaan Peternak Sapi Perah di Daerah Penelitian
Pada umumnya peternakan sapi perah di wilayah Kecamatan Ciater
merupakan peternakan rakyat atau dengan skala kepemilikan kecil yaitu kurang dari
10 ekor, sehingga mengakibatkan pendapatan yang dihasilkan oleh peternak rendah
dan belum dapat mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Adapun penggolongan
peternakan sapi perah di Kecamatan Ciater dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Skala Usaha Peternak Sapi Perah di Kecamatan Ciater
NO Skala Usaha Jumlah
Orang %
1 Rendah 65 42,50
2 Sedang 88 57,50
3 Tinggi 0 0,00
Jumlah 153 100,00
Sumber: Kecamatan Ciater 2013
Berdasarkan Tabel 4, peternakan yang ada merupakan peternakan sapi perah
menengah (57,50%) dan peternakan sapi perah rakyat (42,50%). Faktor yang
berhubungan dengan kurangnya perkembangan/ kemajuan usaha sapi perah di
wilayah Kecamatan Ciater yaitu kurangnya intensitas keikutsertaan peternak dalam
penyuluhan/bimbingan teknis usaha sapi perah; atau kurangnya pengetahuan
peternak tentang pengembangan usaha sapi perah; kurang optimalnya perilaku
positif peternak dalam mengelola usaha sapi perah; kurang optimalnya tambahan
41
modal pengembangan; dan kurang optimalnya sistem pengelolaan yang menjamin
tersedianya
Pada Tahun 2011 masuklah program atas kerjasama antara PT. Danone Dairy
Indonesia dan KPSBU Jabar ke wilayah Kecamatan Ciater. Program tersebut diberi
nama Dairy Development Ciater Program (DDCP), dengan dibantu Yayasan
Sahabat Cipta sebagai pelaksana program. Program DDCP diberikan kepada
peternak sapi perah anggota KPSBU yang berada di wilayah Kecamatan Ciater.
Adapun beberapa program yang diberikan yaitu penerapan teknologi pakan,
kandang, bibit dan penyuluhan.
Teknologi kandang merupakan program perubahan kandang, dimana layout
kandang dan fasilitas kandang diubah dengan model rancangan dari DDCP. Model
layout kandang dari DDCP yaitu terdiri dari adanya kandang pedet (portable),
kandang dara, tempat penyimpanan hijauan, dan tie strap. Teknologi kandang atau
yang biasa disebut dengan Demo Farm tersebut diberikan kepada 11 orang
peternak (ketua kelompok). Selain itu, fasilitas kandang yang diubah yaitu tempat
pakan, tempat minum, pemberian karpet dan instalasi biogas. Tempat pakan yang
sebelumnya masih diatas atau masih beralaskan tanah diubah letaknya sehingga
menjadi di bawah dengan berbahan baku semen. Tempat minum diubah menjadi
tempat minum ad-libitum, sehingga dapat lebih memudahkan peternak dalam
pemberian minum. Perubahan tempat pakan dan tempat minum atau A La Carte
atau pokopan diberikan kepada anggota kelompok.
Teknologi bibit merupakan pemberian penyuluhan tentang bibit yang unggul
dan pemberian kredit bibit bergulir, dimana bibit yang diberikan merupakan bibit
yang sudah diseleksi terlebih dahulu. Adapun dalam pemilihan penerima program
ini terdapat berbagai pertimbangan, diantaranya yaitu peternak yang tidak memiliki
42
kredit sebelumnya, kandang peternak mampu menampung sapi kredit tersebut, dan
kejujuran dari peternak. Pemberian bibit bergulir ini terus bergulir dari peternak
satu ke peternak lain, jika uang pembayaran kredit dari peternak sudah bisa untuk
membeli bibit lagi maka bibit tersebut akan digulirkan lagi ke peternak yang belum
mendapatkan. Adanya program teknologi bibit ini selain bertujuan untuk
meningkatkan genetik ternak, juga bertujuan untuk membantu peternak yang tidak
mempunyai modal untuk menambah jumlah ternak yang dimilikinya.
Selain program diatas, ada program teknologi pakan atau pembuatan silase,
namun sebagian besar peternak tidak menerapkan inovasi tersebut karena peternak
menganggap bahwa pembuatan silase terlalu sulit untuk dilakukan serta tidak
memberikan dampak positif bagi ternak.
1.2 Identitas Responden
Responden yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini yaitu
sebanyak 41 peternak KPSBU Jabar yang terdiri dari 11 orag ketua kelompok dan
30 orang anggota kelompok. Adapun karakteristik responden terbagi kedalam 5
karakteristik yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, mata pencaharian dan
pengalaman berternak.
1.2.1 Umur
Umur peternak anggota KPSBU Jabar yang telah mengikuti kegiatan DDCP
sebagai responden dalam penelitian ini berkisar antara 31 - 61 tahun. Untuk uraian
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.
43
Tabel 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
No Umur Jumlah
Tahun Orang %
1 < 15 0 0,00
2 15-64 36 100,00
3 > 64 0 0,00
Jumlah Total Responden 36 100,00
Umur responden berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja yang pada
akhirnya mempengaruhi usaha ternak. Berdasarkan komposisi penduduk, usia
penduduk dikelompokan menjadi 3, yaitu usia < 15 tahun termasuk golongan usia
belum produktif atau muda, umur 15-64 termasuk golongan usia produktif, dan usia
> 64 termasuk usia tidak produktif atau tua (Badan Pusat Statistika, 2009).
Berdasarkan Tabel 4, seluruh responden (100,00%) termasuk kedalam
kategori usia produktif yaitu pada 15-64 tahun, oleh karena itu diharapkan
partisipasi yang aktif dalam program kegiatan ini. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Atmadilaga (1991), bahwa usia produktif merupakan saat yang baik
untuk melakukan usaha karena tenaga masih potensial, tuntutan tanggung jawab
yang besar, kemauan yang keras serta keinginan untuk menambah pengetahuan
ataupun keterampilan masih besar.
1.2.2 Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat Pendidikan merupakan lama pendidikan yang ditempuh peternak
pada bangku sekolah. Pendidikan memengaruhi cara berpikir peternak, yang
gilirannya akan mempengaruhi tingkat kedinamisan peternak dalam menjalankan
44
usahanya. Pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan tentang
teknologi pertanian baru (Soekartawi, 2005). Tingkat pendidikan yaitu pendidikan
terakhir yang pernah ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan seseorang
mempengaruhi perilaku individu, makin tinggi pendidikan yang diperoleh
seseorang selama hidupnya maka akan memberikan peningkatan kemampuan dan
kemauan peternak untuk berpartisipasi, hal tersebut dapat terjadi karena kemudahan
peternak dalam menerima informasi teknologi dan inovasi, semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin mudah dan cepat dalam menerima inovasi
(Rogers, 1983), sehingga semakin cepat seseorang menerima informasi maka akan
semakin besar kemungkinan untuk berpartisipasi dalam program DDCP ini. Hal
tersebut didukung oleh ungkapan Soemanto R B (1981) bahwa mereka yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih tinggi derajat partisipasinya
dalam pembangunan.
Pendidikan terbagi kedalam dua jenis yaitu pendidikan formal dan
pendidikan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini
mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan
menengah, sampai pendidikan tinggi, sedangkan Pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang.Tingkat pendidikan responden bervariasi yang dimulai dari Sekolah
Dasar (SD) hingga lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Adapun karakteristik
responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat diajukan pada Tabel 6.
45
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Peternak %
1 SD 24 66,70
2 SMP 12 33,30
Jumlah Total Responden 36 100,00
Dari Tabel diatas terlihat bahwa responden lebih banyak lulusan Sekolah
Dasar (SD) yaitu sebanyak 24 peternak (66,70%), hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan ekonomi yang mereka miliki, sehingga rendahnya tingkat pendidikan
akan mempengaruhi rendahnya tingkat penerimaan informasi, sedangkan sisanya
terdiri dari lulusan SMP sebanyak 12 orang (33,30%). Menurut Ahmadi (2003),
dengan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Tingkat
pendidikan formal yang rendah membuat responden mengalami kesulitan dalam
menerima dan menerapkan ilmu pengetahuan walaupun demikian, hal tersebut
bisa dibantu dengan pendidikan nonformal seperti pengalaman beternak dan dari
kegiatan penyuluhan yang diadakan dalam program DDCP. Pendidikan nonformal
atau penyuluhan dapat membantu peternak secara teknis dalam kegiatan
pemeliharaan sapi perah sehingga dapat mencapai keberhasilan usaha.
1.2.3 Mata Pencaharian
Pekerjaan pokok yang dimiliki oleh responden yakni berternak sapi perah
dengan pekerjaan sampingan diantaranya bertani, berkebun, dsb. Selain itu adapula
yang menjadikan peternakan sapi perah sebagai pekerjaan sampingan dimana
pekerjaan pokoknya sebagai pemetik teh dan pegawai perkebunan.
46
Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Mata Pencaharian
No Pekerjaan Pokok Jumlah
Peternak %
1 Peternak 35 97,20
2 Pegawai BUMD 1 2,80
Jumlah Total Responden 36 100,00
Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki
pekerjaan pokok sebagi peternak yaitu sebanyak 35 peternak (97,20%) dan 1 orang
peternak memiliki pekerjaan pokok sebagai pegawai BUMD (Badan Usaha Milik
Daerah). Sebagian besar responden menjadikan usaha peternakan sebagai usaha
pokok karena responden tersebut merasa telah dapat mencukupi kebutuhan hidup
keluarganya dengan skala kepemilikan rata-rata 5-6 ekor, tidak mendapatkan
pekerjaaan lain dll. Banyaknya sapi perah produktif berhubungan dengan produksi
susu yang dihasilkan. Semakin banyak sapi perah produktif yang dimiliki maka
akan semakin banyak susu yang dihasilkan. Beberapa responden memiliki usaha
sampingan bahkan menjadikan usaha selain peternakan sebagai pekerjaan pokok
disebabkan karena usaha sapi perah yang dimilikinya belum mampu mencukupi
seluruh biaya kehidupan keluarganya.
1.2.4 Pengalaman Berternak
Pengalaman merupakan salah satu faktor pendukung dalam suatu kegiatan
usaha karena dengan adanya pengalaman akan menambah pengetahuan yang
dimiliki. Pengalaman berternak merupakan salah satu faktor yang menentukan
berkembang tidaknya suatu usaha ternak (Mosher, 1968). Berdasarkan analisis data
47
yang diperoleh, dapat dilihat pengalaman berternak dari responden pada tabel
berikut ini.
Tabel 8 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Berternak
No Pengalaman Berternak Jumlah
Tahun Peternak %
1 1-10 27 75,00
2 11-20 5 13,89
3 21-30 4 11,11
JUMLAH 41 100,00
Dari Tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar responden sebanyak 27
peternak (75,00%) memiliki pengalaman antara 1-10 tahun, sebesar 5 peternak
(13,89%) responden tergolong cukup berpengalaman yaitu antara 11-20 tahun
berternak sapi perah dan sebesar 4 peternak (11,11%) responden tergolong sudah
sangat berpengalaman yaitu antara 21-30 tahun. Pengalaman berternak dapat
berpengaruh terhadap baik buruknya peternak dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi, didukung oleh pendapat Lestari (2009) yang menyatakan bahwa
pengalaman peternak dalam menjalankan usahanya akan memudahkan dalam
mengatasi masalah dan pengambilan keputusan, serta memiliki. Pengalaman juga
menentukan berhasil tidaknya seorang peternak mengusahakan suatu jenis usaha
tani ditentukan oleh lamanya beternak.
48
1.3 Partisipasi Peternak Sapi Perah Dalam Program DDCP
Partisipasi merupakan keikutsertaan serta peran seseorang dalam kegiatan
bersama dalam situasi tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Partisipasi itu terjadi
baik dibidang fisik maupun dibidang mental serta dibidang penentuan
kebijaksanaan (Ensiklopedi, 2008). Penilaian partisipasi peternak digolongkan
menjadi tiga kategori yaitu kategori tinggi, sedang dan rendah.
1.3.1 Partisipasi Ketua Kelompok
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, partisipasi seluruh ketua
kelompok peternak dalam program DDCP termasuk kedalam kategori tinggi
(Lampiran 10). Hal tersebut menunjukan bahwa ketua kelompok ikut serta dan
berperan secara aktif dalam program DDCP tersebut. Indikator dari partisipasi
ketua kelompok dilihat dari 3 aspek yaitu perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
serta evaluasi.
Tabel 9 Partisipasi Ketua Kelompok
No Partisipasi
Kategori
Tinggi Sedang Rendah
…%...
1 Perencanaan 0,00 100,00 0,00
2 Pelaksanaan 100 0,00 0,00
3 Monitoring dan Evaluasi 63,64 36,36 0,00
Partisipasi ketua kelompok dalam program
DDCP 100,00 0,00 0,00
1.3.1.1 Perencanaan
Partisipasi dalam kegiatan perencanaan yaitu keterlibatan peternak dalam
bentuk kehadiran, menyampaikan pendapat dan pengambilan keputusan tentang
49
kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam penelitian ini dilihat keikutsertaan
peternak dalam 3 aspek perencanaan yaitu keikutsertaan Perencanaan dinilai
berdasarkan tiga aspek, yaitu kehadiran dan keaktifan ketua kelompok dalam
kegiatan sosialisasi awal serta pengumpulan data situasi awal, keikutsertaan dalam
menentukan kebutuhan dan keikutsertaan dalam menentukan tujuan yang hendak
dicapai. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Jahi (2002) bahwa perencanaan
meliputi empat tahap yaitu menentukan situasi awal, menentukan situasi yang
diinginkan, menentukan kebutuhan dan masalah dan menentukan tujuan yang
hendak dicapai. Uraian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10 Partisipasi Ketua Kelompok Dalam Perencanaan Program
No Uraian Kategori Penilaian
Responden
Tinggi Sedang Rendah
%
1 Kehadiran dan keaktifan ketua kelompok
dalam kegiatan sosialisasi awal serta
pengumpulan data situasi awal
90,90 9,090 0,00
2 Keikutsertaan dalam menentukan kebutuhan 0,00 0,00 100,00
3 Keikutsertaan dalam menentukan tujuan
yang hendak dicapai 0,00 100,00 0,00
Perencanaan 0,00 100,00 0,00
Aspek perencanaan pertama yang diteliti yaitu kehadiran dan keaktifan
ketua kelompok dalam kegiatan sosialisasi awal serta pengumpulan data situasi
awal. Sebanyak 10 orang ketua kelompok (90,90%) hadir dalam kegiatan
sosialisasi awal dan aktif berpendapat dalam kegiatan sosialisasi awal serta
memberikan data situasi awal kepada petugas lapangan. Data situasi awal yang
50
diberikan yaitu mengenai data produksi susu yang dihasilkan dan jumlah populasi
yang dimiliki. Sebanyak satu orang ketua kelompok (9,090%) hadir dalam kegiatan
sosialisasi awal namun tidak ikut berpendapat secara aktif dan memberikan data
situasi awal kepada petugas lapangan.
Aspek perencanaan kedua yang diteliti yaitu keikutsertaan ketua kelompok
dalam menentukan kebutuhan dimana ketua kelompok memberikan saran tentang
kebutuhan yang dibutuhkan saat program dilaksanakan seperti sarana dan prasarana
yang akan digunakan dalam kegiatan. Sebanyak 11 ketua kelompok (100,00%)
tidak ikut serta dalam menentukan kebutuhan untuk program kegiatan DDCP,
alasan yang diberikan yatu seluruh kebutuhan sudah ditentukan oleh pihak KPSBU,
Danone dan Yayasan Sahabat Cipta.
Aspek perencanaan yang ketiga yaitu keikutsertaan ketua kelompok dalam
menentukan tujuan yang hendak dicapai setelah program berlangsung. Sebanyak
11 orang ketua kelompok (100,00%) hanya ikut serta dalam memberikan saran dan
masukan mengenai beberapa tujuan yang telah ditentukan oleh pihak DDCP.
Tujuan yang disebutkan oleh responden yaitu meningkatnya jumlah populasi, dan
meningkatnya produksi susu yang dihasilkan karena dengan meningkatnya hal
tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan sehingga mereka dapat memenuhi
segala kebutuhan hidup keluarga.
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa seluruh responden yaitu sebanyak
11 orang ketua kelompok (100,00%) partisipasinya dalam aspek perencanaan
termasuk kedalam kategori sedang, karena beberapa aspek pada tahap perencanaan
telah ditentukan oleh pihak DDCP dan tidak banyak melibatkan peternak, hal
terebut tidak sesuai dengan pendapat Cohen dan Uphoff (1977) bahwa sebagai
pihak yang ikut menentukan jalannya pembangunan, maka didalam pembangunan
51
yang partisipatif masyarakat harus terlibat dalam setiap tahap dalam partisipasi
salah satunya yaitu tahap perencanaan dengan menjunjung prinsip memberdayakan
dan demokratis.
1.3.1.2 Pelaksanaan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh seluruh ketua kelompok
berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan program DDCP, karena subjek utama
pada tahap pelaksanaan ini yaitu peternak tersebut.
Tabel 11 Partisipasi Ketua Kelompok Dalam Pelaksanaan Program
No Uraian Kategori Penilaian
Responden
Tinggi Sedang Rendah
%
1 Keterlibatan ketua dalam kesediaan
memberikan dana, sarana dan prasarana.
100,00 0,00 0,00
2 Keterlibatan ketua dalam pemilihan sapi
kredit dalam program perbibitan bergulir
27,30 0,00 72,70
3 Pelaksanaan pembayaran sapi kredit dalam
program perbibitan bergulir
100,00 0,00 0,00
4 Keterlibatan ketua dalam pemeliharaan
kandang yang telah direnovasi
100,00 0,00 0,00
5 Intensitas kehadiran ketua dalam kegiatan
peyuluhan yang diadakan oleh Yayasan
Sahabat Cipta
100,00 0,00 0,00
6 Kemudahan ketua kelompok dalam
menerima materi penyuluhan yang telah
diberikan oleh Yayasan Sahabat Cipta
100,00 0,00 0,00
7 Kemudahan ketua dalam menyampaikan
materi penyuluhan kepada anggota
100,00 0,00 0,00
Pelaksanaan 100,00 0,00 0,00
52
Aspek pelaksanaan pertama yang diteliti yaitu keterlibatan peternak dalam
kesediaan memberikan dana, sarana maupun prasarana. Sebanyak 11 responden
(100,00%) memberikan jawaban bersedia memberikan dana, sarana dan prasarana,
karena pada saat melaksanakan program DDCP mereka telah mengeluarkan biaya
dan mengorbankan tanahya. Seperti halnya salah satu responden yaitu Pak Carman,
beliau telah mengeluarkan biaya kurang lebih Rp.10.000.000 pada saat
pembangunan Demo Farm untuk biaya-biaya tak terduga dan konsumsi serta
mengorbankan tanahnya untuk dibangun Demo Farm.
Aspek pelaksanaan yang kedua yaitu keterlibatan peternak dalam pemilihan
sapi yang akan dikredit untuk program perbibitan bergulir. Sebanyak 3 responden
(27,30%) memberikan jawaban bahwa mereka bersama-sama memilih bibit sapi
perah yang baik dalam program perbibitan bergulir dan sebanyak 8 rsesponden
(72,70%) memberikan jawaban bahwa mereka hanya menerima sapi yang telah
dipilihkan oleh pihak DDCP, namun peternak diberikan penyuluhan tentang
bagaimana cara memilih sapi yang baik.
Aspek pelaksanaan yang ketiga yaitu pelaksanaan pembayaran sapi kredit
dalam program perbibitan bergulir. Sebanyak 11 responden (100,00%)
melaksanakan pembayaran sapi kredit dengan sebagian susu yang disetorkan setiap
harinya kepada KPSBU dan uang hasil penjualan pedet.
Aspek pelaksanaan yang keempat yaitu keterlibatan peternak dalam
pemeliharaan kandang yang telah direnovasi. Sebanyak 11 responden (100,00%)
merawat kandang yang telah direnovasi oleh pihak DDCP dengan baik serta
melakukan perbaikan bila ada kerusakan.
Pelaksanaan yang kelima yaitu intensitas kehadiran peternak dalam
kegiatan peyuluhan yang diadakan oleh Yayasan Sahabat Cipta. Sebanyak 11
53
responden (100,00%) selalu hadir dalam setiap pertemuan minimal 9 pertemuan
dari 11 kegiatan penyuluhan. Peternak merasa lebih termotivasi untuk mengikuti
kegiatan penyuluhan karena bagi peternak yang telah mengikuti penyuluhan
minimal 10 kali akan mendapatkan sebuah reward berupa alat-alat perkandangan
seperti ember dan timbangan.
Aspek pelaksanaan yang keenam yaitu kemudahan ketua kelompok dalam
menerima materi penyuluhan yang telah diberikan oleh Yayasan Sahabat Cipta.
Sebanyak 11 responden (100,00%) merasa mudah dalam menerima materi
penyuluhan yang telah diberikan oleh Yayasan Sahabat Cipta karena metode yang
diberikan yaitu berupa praktek langsung dalam kegiatan tersebut serta untuk
mengatasi daya ingat peternak yang mudah lupa, Yayasan Sahabat Cipta
memberikan sebuah komik dari setiap tema penyuluhan agar peternak lebih tertarik
untuk membaca sehingga materi dapat lebih mudah dimengerti dan diingat.
Aspek pelaksanaan yang ketujuh yaitu kemudahan ketua dalam
menyampaikan materi penyuluhan kepada anggota. Sebanyak 11 responden
(100,00%) merasa mudah dalam menyampaikan materi penyuluhan kepada aggota
kelompok karena metode yang digunakan berupa praktek langsung dengan alat-alat
yang telah difasilitasi oleh Yayasan Sahabat Cipta.
Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa seluruh responden yaitu sebanyak
11 orang ketua kelompok (100,00%) partisipasinya dalam aspek pelaksanaan
termasuk kedalam kategori tinggi. Seluruh uraian diatas sesuai dengan pendapat
Jahi (2002) bahwa partisipasi dalam tahap pelaksanaan yaitu keterlibatan dalam
kesediaan peternak untuk penyediaan dana, pengadaan sarana dan korbanan
waktu/tenaga sejak persiapan kegiatan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan
kegiatan.
54
1.3.1.3 Monitoring dan Evaluasi
Berdasarkan jenisnya evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
terminal evaluation atau evaluasi akhir yaitu monitoring yang dilaksanakan paling
tidak enam sampai dua belas bulan setelah program DDCP berakhir. Menurut Musa
(2005) fungsi evaluasi yaitu memberikan data dan informasi tentang pelaksanaan
suatu program, menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program, melakukan
pengendalian pelaksanaan program dan memberikan umpan balik bagi perbaikan
pelaksanaan program. Monitoring dan evaluasi pada program DDCP dinilai
berdasarkan lima aspek, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12 Partisipasi Ketua Kelompok Dalam Monitoring dan Evaluasi Program
No Uraian Kategori Penilaian
Responden
Tinggi Sedang Rendah
%
1 Keikutsertaan ketua dalam mengisi data yang
diberikan setiap 15 hari 36,36 63,64 0,00
2 Kemudahan ketua dalam mengikuti program
perbibitan bergulir 100,00 0,00 0,00
3 Pemakaian dan perawatan inovasi teknologi
kandang setelah program DDCP selesai 100,00 0,00 0,00
4 Penerapan inovasi teknologi kandang pada
kandang yang lain 0,00 36,36 63,64
5 Penerapan inovasi yang diberikan pada
program penyuluhan setelah program DDCP
selesai
27,27 72,73 0,00
Evaluasi dan Monitoring 63,64 36,36 0,00
Aspek monitoring yang diteliti yaitu mengenai keikutsertaan peternak dalam
mengisi data yang diberikan setiap 15 hari. Sebanyak 4 responden (36,36%) selalu
55
mengisi form data yang diberikan oleh pihak Yayasan Sahabat Cipta setiap 15 hari,
sedangkan sebanyak 5 responden (63,64%) jarang melakukan pengisian data
sendiri melainkan dengan bantuan dari petugas lapangan, misalnya seperti berikut:
(1) peternak meminta petugas untuk mengisi atau menuliskan data pada form dan
didampingi oleh peternak tersebut dan (2) peternak meminta petugas untuk
sepenuhnya mengisi data pada form, dengan alasan malas atau lupa mengisi pada
form yang telah diberikan seminggu sebelumnya. Monitoring pada program DDCP
ini yaitu untuk mengetahui apakah program yang dibuat berjalan dengan baik
sebagaimana mestinya sesuai dengan yang direncanakan.
Aspek evaluasi pertama yang diteliti yaitu kemudahan dalam mengikuti
program perbibitan bergulir. Sebanyak 11 responden (100,00%) merasa sangat
mudah dalam mengikuti kegiatan bibit bergulir tersebut karena setiap ketua
kelompok dipastikan mendapatkan program perbibitan bergulir adapun syarat yang
diberlakukan untuk mendapatkan program perbibitan bergulir yaitu (1) peternak
Demo Farm atau ketua kelompok; (2) memiliki lahan yang memadai; (3)
mendapatkan dukungan dari anggota kelompok.
Aspek evaluasi kedua yang diteliti yaitu pemakaian dan perawatan inovasi
teknologi kandang setelah program DDCP selesai. Sebanyak 11 responden
(100,00%) masih memakai dan merawat kandang dan peralatan yang telah
diberikan dengan baik serta memperbaikinya bila ada kerusakan karena mereka
merasa memiliki tanggung jawab dalam memakai dan merawat semua yang telah
mereka dapatkan dengan kemudahan yang diberikan.
Aspek ketiga yang diteliti yaitu penerapan inovasi teknologi kandang pada
kandang yang lain. Sebanyak 4 responden (36,36%) menerapkan sebagian inovasi
teknologi kandang yang telah diberikan oleh DDCP pada kandang yang lain dengan
56
menggunakan biaya sendiri seperti model bak pakan dan bak minum dll, alasan
yang diberikan yaitu karena mereka merasa biaya yang dikeluarkan lebih ringan
namun kandang yang mereka bangun sudah dapat memenuhi standar, sedangkan
sebanyak 7 responden (63,64%) belum menerapkan inovasi teknologi pada
kandang yang lain karena belum memiliki biaya untuk membangun kandang
ataupun memperbaiki kandang yang belum sesuai standar.
Aspek keempat yang diteliti yaitu penerapan inovasi yang diberikan pada
program penyuluhan setelah program DDCP selesai. Sebanyak 3 responden
(27,27%) masih menerapkan keseluruhan inovasi yang diberikan selama program
penyuluhan karena mereka telah merasakan banyak manfaat dari setiap inovasi
yang diberikan pada kegiatan penyuluhan, sedangkan sebanyak 8 responden
(72,73%) hanya menerapkan sebagian inovasi yang telah diberikan. Adapun
inovasi yang mereka rasakan kurang bermanfaat yaitu seperti pembuatan silase,
karena pembuatan silasi yang telah dilakukan oleh kedelapan responden tersebut
tidak ada pengaruh terhadap kenaikan produksi susu yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil analisis data, partisipasi ketua kelompok pada program
DDCP termasuk kategori tinggi atau sudah sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soekartawi (1999) bahwa dalam
menilai keefektivan suatu program atau proyek maka harus melihat pencapaian
hasil kegiatan program yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
57
1.3.2 Partisipasi Anggota Kelompok
Partisipasi anggota kelompok merupakan keikutsertaan peternak (anggota
kelompok) dalam program kegiatan DDCP yang dilaksanakan guna mencapai
tujuan yang sama. Berdasarkan hasil analisis, bahwa tingkat partisipasi anggota
kelompok di daerah penelitian termasuk kedalam kategori sedang karena tidak
semua peternak terlibat secara aktif dalam setiap tahap partisipasi yang
dilaksanakan. Indikator dari partisipasi anggota kelompok dilihat dari 2 aspek yaitu
pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi.
Tabel 13 Partisipasi Anggota Kelompok
No Partisipasi
Kategori
Tinggi Sedang Rendah
%
1 Pelaksanaan 84,00 16,00 0,00
2 Monitoring dan Evaluasi 52,00 48,00 0,00
Partisipasi Anggota Kelompok 72,00 28,00 0,00
1.3.2.1 Pelaksanaan
Partisipasi dalam pelaksanaan pada anggota kelompok dinilai berdasarkan
lima aspek, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 14.
58
Tabel 14 Partisipasi Anggota Kelompok Dalam Pelaksanaan Program
No Uraian Kategori Penilaian
Responden
Tinggi Sedang Rendah
%
1 Keterlibatan anggota dalam kesediaan
memberikan dana, sarana dan prasarana
serta pengorbanan waktu pada program
56,00 40,00 4,00
2 Keterlibatan anggota dalam pemakaian
pemeliharaan bak pakan dan bak minum
yang telah direnovasi
28,00 72,00 0,00
3 Intensitas kehadiran anggota dalam
kegiatan penyuluhan
80,00 20,00 0,00
4 Tempat melaksanakan kegiatan penyuluhan
yang diberikan oleh Ketua kelompok
52,00 40,00 8,00
5 Kemudahan anggota kelompok dalam
menerima materi penyuluhan yang telah
diberikan oleh ketua kelompok
68,00 32,00 0,00
Pelaksanaan 84,00 16,00 0,00
Aspek pelaksanaan pertama yang diteliti yaitu keterlibatan peternak dalam
kesediaan memberikan dana, sarana dan prasarana serta pengorbanan waktu pada
program. Sebanyak 14 responden (56,00%) bersedia memberikan dana, sarana dan
prasarana serta tentu bersedia memberikan pengorbanan waktu terhadap program
ini karena sebagian besar responden bermata pencaharian pokok sebagai peternak
sehingga hampir separuh waktunya untuk berternak. Dana yang diberikan dalam
program ini misalnya (1) sarana dan prasarana, yaitu bak pakan dan bak minum
yang akan direnovasi serta peralatan lainnya; (2) konsumsi untuk pekerja saat
membangun A La Carte dan saat kegiatan penyuluhan, dan lain-lain. Sebanyak 10
responden (40,00%) hanya bersedia menyediakan sarana dan pasarana seperti bak
pakan dan bak minum yang akan direnovasi karena mereka merasa tidak sanggup
59
dalam menyediakan dana. Sebanyak 1 orang tidak bersedia memberikan dana,
sarana dan prasarana.
Aspek pelaksanaan kedua yang diteliti yaitu keterlibatan peternak dalam
pemakaian pemeliharaan bak pakan dan bak minum yang telah direnovasi.
Sebanyak 7 responden (28,00%) memelihara dengan baik bak pakan dan bak
minum yang telah direnovasi oleh DDCP saat program tersebut berlangsung serta
memperbaikinya apabila terjadi kerusakan pada bak pakan dan bak minum tersebut.
Sebanyak 18 responden (72,00%) memelihara dengan baik bak pakan dan bak
minum yang telah direnovasi oleh DDCP saat program tersebut berlangsung.
Aspek pelaksanaan yang ketiga yaitu intensitas kehadiran peternak dalam
kegiatan penyuluhan. Sebanyak 20 responden (80,00%) selalu hadir 9-12
pertemuan dalam kegiatan penyuluhan yang diberikan oleh ketua kelompok,
mereka termotivasi untuk selalu hadir dalam kegiatan penyuluhan karena setiap
peternak yang hadir minimal 10 kegiatan penyuluhan akan mendapatkan reward
berupa timbangan. Sedangkan 5 responden (20,00%) hanya menghadiri 5-8
pertemuan karena ada beberapa kegiatan yang membuat berhalangan hadir pada
kegiatan penyuluhan.
Aspek pelaksanaan yang keempat yaitu tempat melaksanakan kegiatan
penyuluhan yang diberikan oleh Ketua kelompok. Sebanyak 13 responden
(52,00%) memberikan jawaban bahwa ketua selalu memberikan kegiatan
penyuluhan di balai yang telah disediakan. Sedangkan sebanyak 10 responden
(40,00%) memberikan jawaban bahwa ketua memberikan kegiatan penyuluhan di
balai yang telah disediakan sebanyak 5-8 kali. Sebanyak 2 responden (8,00%)
memberikan jawaban bahwa ketua memberikan kegiatan di balai yang telah
disediakan sebanyak 1-4 kali. Adapun beberapa alasan yang diberikan yaitu
60
karena: (1) balai dipakai untuk tempat parker mobil; (2) Ketua merasa lebih nyaman
untuk memberikan kegiatan penyuluhan di tempat lain, dll.
Aspek pelaksanaan yang kelima yaitu kemudahan anggota kelompok dalam
menerima materi penyuluhan yang telah diberikan oleh ketua kelompok. Sebanyak
17 responden (68,00%) merasa bahwa materi penyuluhan yang disampaikan oleh
ketua kelompok mudah untuk dipahami karena metode yang diberikan berupa
praktek langsung sehingga mudah untuk diaplikasikan kedalam kegiatan di
kandang sehari-hari. Sedangkan sebanyak 8 responden (32,00%) merasa bahwa
materi penyuluhan yang disampaikan oleh ketua kelompok mudah untuk dipahami
namun ada jarang menggunakan alat peraga atau praktek langsung.
1.3.2.2 Monitoring dan Evaluasi
Partisipasi dalam monitoring dan evaluasi pada anggota kelompok dinilai
berdasarkan empat aspek, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15 Partisipasi Anggota Kelompok Dalam Monitoring dan Evaluasi Program
No Uraian Kategori Penilaian
Responden
Tinggi Sedang Rendah
%
1 Keikutsertaan anggota dalam mengisi data
yang diberikan setiap 15 hari
44,00 52,00 4,00
2 Pemakaian dan perawatan inovasi
teknologi bak pakan dan bak minum
setelah program DDCP selesai
92,00 8,00 0,00
3 Penerapan inovasi bak pakan dan bak
minum pada kandang yang lain
24,00 68,00 8,00
4 Penerapan inovasi yang diberikan pada
program penyuluhan setelah program
DDCP selesai
4,00 96,00 0,00
Perencanaan 52,00 48,00 0,00
61
Pada tabel 15 menunjukan bahwa terdapat dua aspek yaitu aspek monitoring
dan aspek evaluasi. Aspek monitoring yang diteliti yaitu mengenai keikutsertaan
peternak dalam mengisi data yang diberikan setiap 15 hari. Sebanyak 11 responden
(44,00%) selalu mengisi form data yang diberikan oleh pihak Yayasan Sahabat
Cipta setiap 15 hari, sedangkan sebanyak 13 responden (52,00%) jarang melakukan
pengisian data sendiri melainkan dengan bantuan dari petugas lapangan seperti
peternak meminta petugas untuk mengisi atau menuliskan data pada form dan
didampingi oleh peternak tersebut. Sebanyak 1 responden (4,00%) tidak mengisi
sendiri form yang diberikan petugas setiap 15 hari, melainkan peternak meminta
petugas untuk sepenuhnya mengisi data pada form. Adapun alasan yang diberikan
responden yaitu karena form yang diberikan seminggu sebelumnya hilang dan
alasan yang kedua yaitu kesibukan responden.
Aspek evaluasi pertama yang diteliti yaitu Pemakaian dan perawatan
inovasi teknologi bak pakan dan bak minum setelah program DDCP selesai.
Sebanyak 23 responden (92,00%) masih memakai dan merawat bak pakan dan bak
minum yang telah direnovasi dengan baik serta memperbaikinya bila ada kerusakan
karena mereka merasa memiliki tanggung jawab dalam memakai dan merawat
semua yang telah mereka dapatkan dengan kemudahan yang diberikan. Sebanyak
2 responden (8,00%) masih memakai dan merawat bak pakan dan bak minum yang
telah direnovasi namun tidak memperbaiki bila ada kerusakan.
Aspek evaluasi kedua yang diteliti yaitu penerapan inovasi teknologi
kandang pada kandang yang lain. Sebanyak 6 responden (24,00%) menerapkan
keseluruhan inovasi bak pakan dan bak minum pada kandang yang lain dan
sebanyak 17 responden (68,00%) menerapkan sebagian inovasi teknologi kandang
yang telah diberikan oleh DDCP pada kandang yang lain dengan menggunakan
62
biaya sendiri seperti model bak pakan atau bak minum yang adlibitum walaupun
menggunakan peralatan yang masih sederhana, alasan yang diberikan yaitu karena
mereka merasa biaya yang dikeluarkan lebih ringan namun kandang yang mereka
bangun sudah dapat memenuhi standar, sedangkan sebanyak 2 responden (8,00%)
belum menerapkan inovasi teknologi pada kandang yang lain karena belum
memiliki biaya untuk membangun kandang baru ataupun memperbaiki bak pakan
dan bak minum yang belum sesuai dengan standar.
Aspek keempat yang diteliti yaitu penerapan inovasi yang diberikan pada
program penyuluhan setelah program DDCP selesai. Sebanyak 24 responden
(96,67%) masih menerapkan inovasi yang diberikan oleh DDCP namun hanya
beberapa inovasi saja seperti inovasi bak pakan dan bak minum, tata cara
pemerahan, kesehatan dan pengobatan hewan, sedangkan 1 (3,33%) masih
menerapkan keseluruhan inovasi yang telah diberikan pada program DDCP.
Adapun inovasi yang tidak mereka terapkan setelah progrsm DDCP selesai yaitu
pembuatan silase karena mereka merasa kurang merasakan efek kenaikan produksi
susu pada sapi yang telah diberikan pakan silase.
Menurut Soekartawi (1999) bahwa dalam menilai keefektivan suatu
program atau proyek maka harus melihat pencapaian hasil kegiatan program yang
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis, sebanyak
13 orang anggota kelompok (52,00%) partisipasinya dalam aspek monitoring dan
evaluasi termasuk kedalam kategori tinggi dan sisanya sebanyak 12 responden
lainnya (48,00%) partisipasinya dalam aspek monitoring dan evaluasi termasuk
kedalam kategori sedang. Hal tersebut menandakan bahwa pencapaian hasil
kegiatan program yang sesuai dengan tujuan awal yang telah ditetapkan hanya
63
dirasakan oleh setengah dari responden atau belum semua peternak dapat
menerapkan inovasi yang telah diberikan oleh DDCP.
1.4 Keberhasilan Usaha Pada Peternak Sapi Perah di Ciater
Keberhasilan dalam usaha ternak menurut Reijntjes, dkk. (1999), tidak
terlepas dari pengkajian sistem pengembangan usaha ternak dengan memperhatikan
tujuan dari rumah tangga berkenaan dengan proses dan hasil usaha ternak. Tujuan
tersebut dapat dilihat dari beberapa komponen yaitu peningkatan populasi sapi,
produksi susu dan penerimaan yang diterima setiap tahunnya. Keberhasilan usaha
dalam penelitian ini terbagi kedalam dua kelompok, yaitu keberhasilan usaha pada
ketua kelompok dan keberhasilan usaha pada anggota kelompok.
1.4.1 Keberhasilan Usaha Pada Ketua Kelompok
Menurut Sjahir (2003) agar peternak sapi perah dapat berhasil di dalam usaha
sapi perahnya sehingga lebih menguntungkan, maka harus memiliki bibit unggul
(rata-rata produksi 4270 liter), menguasai permasalahan teknis peternakan mulai
dari perkandangan, sistem pemeliharaan, manajemen kesehatan, pengaturan
perkawinan dan pemberian pakan yang benar.
Berdasarkan hasil analisis, tingkat keberhasilan usaha ketua kelompok di
daerah Ciater termasuk kedalam kategori sedang. Indikator dari keberhasilan usaha
ketua kelompok dilihat dari 3 aspek yaitu peningkatan populasi sapi perah yang
dimiliki, peningkatan produksi susu yang dihasilkan per ekor per hari dan
penerimaan yang didapatkan setiap 15 hari.
64
Tabel 16. Tingkat Keberhasilan Ketua Kelompok Setelah Mengikuti Program
DDCP
No Uraian Kategori Penilaian Responden
Tinggi Sedang Rendah
%
1 Pertambahan populasi sapi perah yang
dimiliki dari saat sebelum hingga
setelah mengikuti program
18.18 72.73 9.09
2 Peningkatan jumlah produksi susu yang
dihasilkan dari saat sebelum dan setelah
mengikuti program
18.18 81.82 0.00
3 Peningkatan penerimaan peternak dari
sebelum dan setelah peternak mengikuti
program DDCP
36.36 45.45 18.18
Keberhasilan Usaha 18.18 81.82 0.00
Aspek keberhasilan usaha pertama yang diteliti yaitu pertambahan populasi
sapi perah yang dimiliki dari saat sebelum hingga setelah mengikuti program.
Sebanyak 1 responden (9,09%) yaitu Pak Endang Subarna, populasi sapi perah yang
dimilikinya menurun dari tahun 2012 memiliki 3,25 ST (Satuan Ternak) hingga
tahun 2014 hanya memiliki 2,75 ekor, dengan alasan yang diberikan yaitu karena
beberapa ternaknya dijual karena ada beberapa keperluan yang mendesak misalnya
untuk membiayai pernikahan anaknya. Sebanyak 2 responden (18,18%), populasi
sapi perah yang dimilikinya meningkat atau bertambah lebih dari 25%, rata-rata
peningkatan populasi yang dimiliki pada tahun 2012-2013 yaitu sebanyak 5 ST lalu
pada tahun 2013-2014 rata-rata peningkatan yaitu sebanyak 1,5 ST. salah satu
faktor pendukung yang membuat populasi sapi perah yang dimiliki bertambah yaitu
program bantuan bibit bergulir dan modal yang mencukupi, sedangkan penurunan
populasi disebabkan adanya kebutuhan untuk biaya tak terduga seperti biaya
65
kehidupan sehari-hari dan menutupi biaya produksi untuk sapi yang sedang
mengalami kering kandang. Sebanyak 8 responden (72,73%) mengalami
pertambahan populasi yang dimiliki hingga 25%, peningkatan yang terjadi pada
tahun 2012-2013 yaitu sebanyak 0,5 ST sedangkan pad atahun 2013-2014 terjadi
penurunan dengan rata-rata 0,25 ST.
Aspek keberhasilan usaha kedua yang diteliti yaitu peningkatan jumlah
produksi susu yang dihasilkan per ekor per hari. Sebanyak 9 responden (81,82%),
produksi susu sapi perah yang dihasilkan per ekor setiap harinya meningkat hingga
25%, rata-rata produksi susu yang dihasilkan pada tahun 2012 yaitu 13,5
liter/ekor/hari hingga 2014 meningkat hingga 16,5 liter/ekor/hari. Sebanyak 2
responden (18,18%), produksi susu yang dihasilkan per ekor setiap harinya
meningkat lebih dari 25%, rata-rata produksi susu yang dihasilkan pada tahun 2012
yaitu 11 liter/ekor/hari hingga 2014 meningkat hingga 22 liter/ekor/hari. Alasan
yang diberikan oleh seluruh responden pada peningkatan produksi susu sapi perah
yang dihasilkan didukung oleh peningkatan pengetahuan peternak mengenai cara
dalam meningkatkan produksi susu sapi perah yang telah diberikan dalam kegiatan
penyuluhan dan melalui komik yang diberikan oleh Yayasan Sahabat Cipta.
Aspek keberhasilan usaha ketiga yang diteliti yaitu peningkatan penerimaan
yang diterima setiap 15 harinya. Sebanyak 4 responden (36,36%), jumlah
penerimaan yang diterima setiap 15 hari dari sebelum mengikuti program hingga
program selesai meningkat lebih dari 25%, rata-rata jumlah penerimaan pada tahun
2012 yaitu Rp.1.035.072 hingga 2014 meningkat hingga Rp.4.429.906. sebanyak
5 responden (45,45%) jumlah penerimaan yang diterima setiap 15 hari meningkat
hingga 25%, dengan rata-rata penerimaan pada tahun 2012 yaitu sebanyak
Rp.2.503.625 hingga 2014 sebanyak Rp.3.613.051. Hal tersebut didukung oleh
66
peningkatan populasi dan produksi susu sapi perah yang dihasilkan, sedangkan
sebanyak 2 responden (18,18%) mengalami penurunan penerimaan yaitu pada
tahun 2012 rata-rata penerimaan yang diterima setiap 15 hari yaitu Rp. 1.935.594
menurun hingga tahun 2014 sebesar Rp.1.579.135.
Tingkat keberhasilan dari usaha sapi perah yang dilakukan oleh ketua
kelompok, secara nyata terlihat dari dicapainya tingkat produksi dari sapi perah
yang dipeliharanya rata-rata sudah mencapai 18 liter/ekor/hari, dan dari jumlah
penerimaan yang diperoleh, yaitu sebesar 3juta per 15 hari. Pencapaian tingkat
keberhasilan tersebut tergolong sudah mendekati ideal, sebagaimana dikemukakan
oleh Centras (2005) bahwa untuk mencapai keuntungan sekurang-kurangnya sapi
yang dipelihara memiliki tingkat produksi per harinya 13 liter per ekor dan
penerimaan sebesar 2,25 juta per 15 hari. Demikian juga dengan adanya
penerimaan ketua kelompok tersebut sudah melampaui tingkat penerimaan
peternak sapi perah umumnya, yang masih tergolong “amatiran”, yakni peternak
yang memiliki sapi perahnya hanya 2-3 ekor saja, dan tidak memiliki orientasi
ekonomi.
1.4.2 Keberhasilan Usaha Pada Anggota Kelompok
Hasil analisis data menunjukan tingkat keberhasilan usaha pada anggota
kelompok setelah mengikuti program DDCP. Berdasarkan tabel 16 dijelaskan
bahwa tingkat keberhasilan usaha anggota kelompok di daerah penelitian termasuk
kedalam kategori rendah yaitu sebanyak 13 responden (43,33%), sedangkan sisanya
sebanyak 9 responden (30%) termasuk kedalam kategori rendah dan sebanyak 8
responden (26,67%) termasuk kedalam kategori tinggi. Indikator dari keberhasilan
usaha anggota kelompok dilihat dari 3 aspek yaitu peningkatan populasi sapi perah
67
yang dimiliki, peningkatan produksi susu yang dihasilkan per ekor per hari dan
penerimaan yang didapatkan setiap 15 hari.
Tabel 17. Tingkat Keberhasilan Anggota Kelompok Setelah Mengikuti Program
DDCP
No Uraian Kategori Penilaian
Responden
Tinggi Sedang Rendah
%
1 Pertambahan populasi sapi perah yang
dimiliki dari saat sebelum hingga setelah
mengikuti program
32,00 32,00 36,00
2 Peningkatan jumlah produksi susu yang
dihasilkan dari saat sebelum dan setelah
mengikuti program
28,00 44,00 28,00
3 Peningkatan penerimaan peternak dari
sebelum dan setelah peternak mengikuti
program DDCP
56,00 32,00 12,00
Keberhasilan Usaha 32,00 52,00 16,00
Aspek keberhasilan usaha pertama yang diteliti yaitu pertambahan populasi
sapi perah yang dimiliki dari saat program dimulai hingga program telah selesai.
Sebanyak 9 responden (36,00%), populasi sapi perah yang dimilikinya tetap bahkan
ada beberapa peternak yang populasi sapinya menurun dengan rata-rata populasi
pada tahun 2012 sebanyak 4,5 ST dan pada tahun 2014 mengalami penurunan rata-
rata menjadi 3,5 ST. Sebanyak 8 responden (32,00%), populasi sapi perah yang
dimilikinya meningkat atau bertambah hingga 25% dengan rata-rata populasi pada
tahun 2012 sebanyak 3,5 ST meningkat hingga tahun 2014 menjadi rata-rata
sebanyak 4,5 ST, dan sebanyak 8 responden (32,00%), populasi yang dimilikinya
68
meningkat atau bertambah hingga lebih dari 25% dengan rata-rata populasi pada
tahun 2012 sebanyak 1,5 ST meningkat jadi 5,5 ST pada tahun 2014.
Aspek keberhasilan usaha kedua yang diteliti yaitu peningkatan jumlah
produksi susu yang dihasilkan per ekor per hari. Sebanyak 7 responden (28,00%),
produksi susu sapi perah yang dihasilkan per ekor setiap harinya tetap atau tidak
meningkat dengan rata-rata produksinya yaitu 13,6 liter/ekor/hari pada tahun 2012
menurun jadi 12 liter/ekor/hari pada tahun 2014. Sebanyak 11 responden (44,00%),
produksi susu yang dihasilkan per ekor setiap harinya meningkat hingga 25%
dengan rata-rata produksi pada tahun 2012 sebanyak 10,34 liter/ekor/hari
meningkat hingga 13,89 liter/ekor/hari pada tahun 2014, dan sebanyak 7 responden
(28,00%), produksi susu yang dihasilkan per ekor per harinya meningkat hingga
lebih dari 25% dengan rata-rata produksi yang dihasilkan pada tahun 2012 yaitu
sebesar 9 liter/ekor/hari meningkat hingga 15,4 liter/ekor/hari pada tahun 2014.
Alasan yang diberikan oleh seluruh responden yaitu peningkatan produksi susu sapi
perah yang dihasilkan didukung oleh peningkatan pengetahuan peternak mengenai
cara dalam meningkatkan produksi susu sapi perah yang telah diberikan dalam
kegiatan penyuluhan dan melalui komik yang diberikan oleh Yayasan Sahabat
Cipta.
Aspek keberhasilan usaha ketiga yang diteliti yaitu peningkatan penerimaan
yang diterima setiap 15 harinya. Sebanyak 6 responden (33,34%), jumlah
penerimaan yang diterima setiap 15 hari dari sebelum mengikuti program hingga
program selesai tetap bahkan ada beberapa responden yang mengalami penurunan
dengan rata-rata penerimaan pada tahun 2012 yaitu sebanyak Rp. 1.910.707 per 15
hari . Sebanyak 3 responden (13,33%), jumlah penerimaan yang diterima setiap 15
hari, dari sebelum mengikuti program hingga program selesai mengalami
69
peningkatan hingga 25% dengan rata-rata jumlah penerimaan sebesar Rp.
1.802.878 per 15 hari dan sebanyak 16 responden (53,33%) jumlah penerimaan
yang diterima mengalami peningkatan lebih dari 25% dengan rata-rata jumlah
penerimaan yaitu sebesar Rp.4.181.238,80 per 15 hari. Hal tersebut didukung oleh
peningkatan populasi dan produksi susu sapi perah yang dihasilkan.
1.5 Korelasi Antara Tingkat Partisipasi Peternak Pada Pogram DDCP
dengan Tingkat Keberhasilan Usaha Sapi Perah
1.5.1 Ketua Kelompok
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman (𝑟𝑠 ) pada ketua kelompok, hubungan antara tingkat partisipasi pada
pogram DDCP dengan tingkat keberhasilan usaha sapi perah menghasilkan
koefisien korelasi sebesar 0,53. Setelah dilakukan uji signifikansi didapatkan thitung
sebesar 1,872 dengan thitung lebih besar dari ttabel = 1,83 (Tabel uji T pada Siegel,
1992) pada tingkat signifikansi 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang positif
antara partisipasi ketua kelompok dengan keberhasilan sapi perah dan
diinterpretasikan kedalam aturan Guilford (Rachmat, 1998), termasuk dalam
kategori yang memiliki hubungan cukup berarti (moderat) yaitu rs (0.53) > 0.40 dan
rs (0.53) ≤ 0.70. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat partisipasi ketua
kelompok dalam program DDCP termasuk dalam kategori tinggi dan tingkat
keberhasilan usaha sapi perah termasuk dalam kategori tinggi. Derajat hubungan
tingkat partisipasi ketua dalam program DDCP terhadap keberhasilan usahanya
mempunya hubungan positif (searah) yang cukup erat berarti dengan rs= 0,53, yang
berarti bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi ketua dalam program DDCP,
semakin meningkat pula keberhasilan usaha sapi perahnya hingga mencapai 25%.
70
Ketua kelompok tersebut menyadari bahwa usaha sapi perah yang
dikelolanya mencapai keberhasilan, tidak terlepas dari keikutsertaannya dalam
program DDCP dan pendidikan non formal yang diikutinya selama ini di program
DDCP. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ropke (2003) bahwa anggota dapat
memperoleh manfaat dari efisiensi yang diciptakan, yaitu melalui tindakan bersama
(joint venture), penghimpun kekuatan dana, keterampilan, dan yang menghasilan
sinergi atau skala ekonomis.
Tingginya tingkat partisipasi akan berpengaruh terhadap peningkatan
kualitas produksi susu dan kuantitas ternak seperti populasi serta peningkatan
kualitas peternak dimana partisipasi mereka menghasilkan keterampilannya dalam
berternak juga memiliki tingkatan pengetahuan yang lebih tinggi dan dapat
memanfaatkan peluang usaha serta mampu memelihara sehingga dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas ternak yang dimiliki. Menurut Mubyarto
(1984) bahwa keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan erat kaitannya dengan
pengetahuan, motivasi dan sikap. Adanya pengetahuan terhadap manfaat sesuatu
hal akan menyebabkan orang mempunyai sikap positif terhadap hal tersebut, sikap
positif selanjutnya akan mempengaruhi motivasi seseorang untuk ikut serta dalam
suatu kegiatan. Adanya motivasi untuk melakukan suatu kegiatan sangat
menentukan apakah kegiatan tersebut betul-betul dilakukan. Seperti halnya
keikutsertaan peternak dalam program ini akan dapat meningkatkan pengetahuan
yang dimiliki juga mempunyai sikap yang positif terhadap hal baru sehingga
peternak dapat termotivasi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ternak serta
kualitas dirinya sendiri.
71
1.5.2 Anggota Kelompok
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat partisipasi anggota kelompok
dalam program DDCP termasuk dalam kategori sedang dan tingkat keberhasilan
usaha sapi perah termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan korelasi Rank Spearman (𝑟𝑠 ) pada anggota kelompok,
hubungan antara tingkat partisipasi pada pogram DDCP dengan tingkat
keberhasilan usaha sapi perah menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,47.
Setelah dilakukan uji signifikansi didapatkan thitung sebesar 2,58 dengan thitung lebih
besar dari ttabel = 1,71 (Tabel uji T pada Siegel, 1992) pada tingkat signifikansi 0,05
yang berarti terdapat hubungan yang positif antara partisipasi anggota kelompok
dengan keberhasilan sapi perah dan diinterpretasikan kedalam aturan Guilford,
termasuk dalam kategori yang memiliki hubungan cukup erat (moderat) yaitu rs
(0,47) > 0.40 dan rs (0,47) ≤ 0.70. Derajat hubungan tingkat partisipasi ketua dalam
program DDCP terhadap keberhasilan usahanya mempunya hubungan positif
(searah) yang cukup erat berarti dengan rs= 0,47 yang berarti bahwa semakin tinggi
tingkat partisipasi anggota kelompok dalam program DDCP, semakin tinggi pula
tingkat keberhasilan usaha sapi perahnya.
Tingkat keberhasilan usaha sapi perah yang sedang, dipengaruhi oleh tingkat
partisipasi peternak pada program DDCP yang tinggi, selain itu dipengaruhi oleh
masing-masing karakteristik peternak (anggota kelompok) seperti tingkat
pendidikan yang membuat peternak sulit dalam menerima informasi maupun
inovasi baru dan pengalaman berternak yang sebagian besar pengalamannya masih
kurang dari 10 tahun.