1 dampak bencana banjir bandang terhadap masyarakat di

24
DAMPAK BENCANA BANJIR BANDANG TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN TABING BANDA GADANG KECAMATAN NANGGALO KOTA PADANG JURNAL Yupi Hendri NPM : 10030146 Pembimbing I Pembimbing II Drs. Dasrizal, MP Elsa, M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2016

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

DAMPAK BENCANA BANJIR BANDANG TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN TABING BANDA GADANG KECAMATAN

NANGGALO KOTA PADANG

JURNAL

Yupi Hendri NPM : 10030146

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Dasrizal, MP Elsa, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2016

1

DAMPAK BENCANA BANJIR BANDANG TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN TABING BANDA GADANG KECAMATAN

NANGGALO KOTA PADANG

Yupi Hendri 1, Dasrizal 2, Elsa 3

1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat 2) Dosen Program Studi Pendidikan Geografi

PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

This research was motivated by the flood disaster in the village of Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. The purpose of this research is to describe the management plans of the flood disaster in the village of Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. The research is a qualitative method. Researchers are trying to expose the facts consistent with the fact that there was no intervention in the conditions. The type of data in this study are primary and secondary data. Informants in this study were taken by Snowball (Snowball). Data collection techniques in this research is interview. The results in this study show that: (1) Medical Countermeasures Against Flood in the village of Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. (2) Infrastructure penganggulangan Against Flood in the village of Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. (3) Environmental Hygiene to Flood Disaster Management in Sub Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. (4) The efforts Against Flood Disaster Management in Sub Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang

1

Pendahuluan

Bencana alam menjadi salah

satu permasalahan kompleks yang

saat ini dihadapi oleh kota-kota di

Indonesia karena dampaknya

mengancam eksistensi kota dan

penduduknya.

Bencana alam berupa gempa

bumi, banjir, tsunami, badai, dan jenis

bencana lainnya sering terjadi di

Indonesia yang menimbulkan korban

jiwa dan kerugian yang sangat

besar. Dampak dari bencana alam

juga dapat merubah keseimbangan

lingkungan dan kehidupan

masyarakat yang menjadi korban

(Korlena, dkk 2011). Cutter dan

Douglas dalam Sudibyakto, dkk

(2012:9) Menurut (Rachmahadi

Purwana (2013:5-6) bencana

merupakan manifestasi perpaduan

antara marabahaya (yang sebelumnya

bersifat potensial) dengan manusia

(atau objek lain yang menyangkut

menyatakan bahwa : Bencana tidak

hanya disebabkan oleh perilaku

manusia, tetapi juga merupakan

faktor lingkungan alam dan buatan.

Dampaknya menyebabkan setiap

satuan unit ruang memiliki tingkat

resiko bencana yang beragam karena

terdiri dari elemen-elemen

pendukung yang beragam. Setiap unit

ruang atau wilayah memiliki,keunikan

yang berbeda, maka ketahanan

masyarakat terhadap bencana pun

beragam sesuai dengan tingkat

kerentananya”

Konstelasi permukiman sebagai

unit terkecil dari ruang yang

digunakan oleh manusia untuk

menjalankan aktivitas dan

mempertahankan kehidupannya tidak

terlepas dari ancaman bencana alam.

Terutama permukiman yang

terletak pada kawasan rawan

bencana, seperti bantaran sungai,

pesisir pantai, lereng perbukitan.

Ancaman dari bencana alam

terhadap eksistensi permukiman

akan mempengaruhi segala aktivitas

dan perikehidupan dari manusia yang

mendiami permukiman tersebut.

Perkembangan permukiman pun

akan terhambat dan interaksi

manusia dengan lingkungan

sekitarnya mengalami gangguan.

Dari konteks tersebut, maka masalah

yang dihadapi oleh permukiman pada

kawasan rawan bencana banjir

bandang adalah seperti apa bentuk

permukiman yang mitigatif dan

adaptif untuk mendukung eksistensi

kehidupan masyarakat. Perwujudan

suatu permukiman yang mitigatif dan

adaptif membutuhkan adanya

intervensi kebijakan yang

menyeluruh

Dalam konstitusi di Indonesia

permasalahan yang berkaitan

dengan ruang telah diatur dalam

Undang-Undang No.26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang.

Intervensi tentang masalah

kebencanaan diakomodir dalam

tahap perencanaan, pemanfaatan dan

pengendalian ruang. Perspektif

tersebut menunjukkan bahwa

masalah kebencanaan memerlukan

2

suatu penataan atau perencanaan

yang matang terarah dan terpadu

Banjir merupakan luapan air yang

besar dari sebuah badan air sehinggga

menggenangi daerah sekitarnya yang

pada hari-hari biasa kering. Bada air

adalah tempat air berada, baik yang

diam, bergerak ataupun mengalir.

Jadi, badan air bukanhanya sungai.

Selokan, saluran, kanal, sungai, atau

bendunganpun dikelompokkan

sebagai badan air. Danau dan laut

dapat pula dimasukkan

kedalamnya.Banjir merupakan

fenomena alam yang biasa terjadi di

suatu kawasan yang banyak dialiri

oleh aliran sungai. Secara sederhana

banjir dapat didefinisikan sebagainya

hadirnya air di suatu kawasan luas

sehingga menutupi permukaan bumi

kawasan tersebut (Robert, 2013:5)

Menurut Robert (2013:241)

Dampak banjir akan terjadi pada

beberapa aspek dengan tingkat

kerusakan berat pada aspek-aspek

berikut ini: 1) Aspek Penduduk,

antara lain berupa korban

jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam,

luka-luka, korban hilang,

pengungsian, berjangkitnya wabah

dan penduduk terisolasi. 2) Aspek

Pemerintahan, antara lain berupa

kerusakan atau hilangnya dokumen,

arsip, peralatan, perlengkapan kantor

dan terganggunya jalannya

pemerintahan. 3) Aspek Ekonomi,

antara lain berupa hilangnya mata

pencaharian, tidak berfungsinya pasar

tradisional, kerusakan, hilangnya

harta benda, ternak dan terganggunya

perekonomian masyarakat. 4) Aspek

Sarana/Prasarana, antara lain berupa

kerusakan rumah penduduk,

jembatan, jalan, bangunan gedung

perkantoran, fasilitas sosial dan

fasilitas umum, instalasi listrik, air

minum dan jaringan komunikasi. 5)

Aspek Lingkungan, antara lain berupa

kerusakan ekosistem, obyek wisata,

persawahan/lahan pertanian, sumber

air bersih dan kerusakan

tanggul/jaringan irigasi.

Berdasarkan Peraturan Kepala

Badan Nasional Penanggulangan

Bencana Nomor 02 Tahun 2011

tentang Rencana Aksi Rehabilitasi

dan Rekonstruksi Pasca Bencana

Banjir Bandang Kelurahan Tabing

Banda Gadang Kecamatan Nanggalo.

Menetapkan bahwa Kecamatan

Nanggalo Kota Padang sebagai

kawasan yang memiliki kerentanan

bencana banjir bandang yang sangat

tinggi. Nilai skoring kawasan berada

pada kuadran 5 (lima) yaitu 80%-90%

atau sangat rentan terhadap bencana

alam. Ditetapkan beberapa kawasan

permukiman yang tidak layak bagi

pengembangan perkotaan. Pada

kawasan tersebut perlu dilakukan

intervensi melalui pendekatan

pengembangan secara terbatas karena

memiliki kondisi wilayah geografis

yang sangat rentan terhadap banjir

bandang.

Dari rekomendasi yang

dilakukan menyebutkan bahwa

permukiman di Tabing Banda Gadang

termasuk salah satu kawasan

permukiman yang masuk kategori

3

pengembangan terbatas.

Rekomendasi ini dilatar belakangi

oleh bencana banjir bandang pada

bulan Oktober tahun 2012 yang

menimbulkan korban jiwa dan

menghancurkan semua fasilitas

pelayanan umum.

Tingginya resiko akibat banjir

bandang, maka Pemerintah Daerah

Nanggalo Kota Padang secara lisan

melarang adanya pembangunan

perumahan penduduk di kawasan

banjir bandang.

Pola yang digunakan dalam aksi

rehabilitasi dan rekonstruksi melalui

pendekatan membangun permukiman

pada beberapa lokasi yang

dianggap bebas banjir bandang.

Ada permasalahan lain yang

dihadapi adalah ketersediaan lahan

bebas banjir bandang yang terbatas.

Apabila mengukur kapasitas lahan

yang tersedia dalam menampung

perkembangan penduduk, maka

hanya 42 Ha lahan yang digunakan

untuk permukiman dari luas 77 Ha

lahan bebas banjir bandang.

Kawasan yang rawan banjir adalah

sebesar 100 Ha.

Kondisi ini semakin menjadi

masalah, karena permukiman di

Kampung memiliki letak yang

strategis yaitu berdekatan dengan

pusat kota. Kedudukan yang strategis

akan menjadi lokasi orientasi

bermukim masyarakat yang

datangnya dari luar. Selain itu, juga

mengalami perkembangan dari

adanya pembangunan kota di masa

mendatang. Berdasarkan latar

belakang masalah dan konsep-konsep

yang dikemukakan di atas, maka

pentingnya penelitian ini dilakukan

sebagai upaya mewujudkan suatu

permukiman yang mitigasi, adaptif.

Tujuannya adalah menciptakan

kehidupan masyarakat kawasan rawan

bencana banjir bandang yang tangguh

serta eksisten dalam menghadapi

ancaman bencana banjir. Upaya

mitigasi dilakukan untuk mengurangi

kerentanan dan meningkatkan

ketahanan kawasan rawan bencana

banjir bandang sehingga ketika

terjadi bencana kerusakan, kerugian,

dan korban dapat diperkecil.

Berdasarkan fenomena di atas

penulis tertarik menuangkan kedalam

sebuah penelitian yang berjudul

“Dampak Bencana Banjir Bandang

Terhadap Masyarakat di

Kelurahan Tabing Banda Gadang

Kecamatan Nanggalo Kota Padang

Tujuan dalam penelitian ini adalah

a) Penangulangan rencana kesehatan

terhadap korban bencana banjir di

kelurahan Tabing Banda Gadang

Kecamatan Nanggalo Kota Padang, b)

Melaksanakan perencanaan sarana

prasarana terhadap penanggulangan

bencana banjir di Kelurahan Tabing

Banda Gadang Kecamatan Nanggalo

Kota Padang c) Membantu

menuliskan perencanaan

pemeliharaan dan pelatihan

kebersihan lingkungan terhadap

penanggulangan bencana banjir di

Kelurahan Tabing Banda Gadang

Kecamatan Nanggalo Kota Padang, d)

Menjelaskan upaya apa yang

4

dilakukan masyarakat dalam

menghadapi bencana banjir di

Kelurahan Tabing Banda Gadang

Kecamatan Nanggalo Kota Padang.

Bencana menurut UU No. 24

tahun 2007 adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam

dan/atau faktor non alam maupun

faktor manusia sehingga

mengakibatkan tim- bulnya korban

jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak

psikologis.

Bahaya adalah suatu fenomena

alam / buatan yang mempunyai po-

tensi mengancam kehidupan manusia,

kerugian harta benda dan kerusakan

lingkungan. Kerentanan adalah

kondisi dari suatu komunitas atau

masyarakat yang mengarah atau

menyebabkan ketidakmampuan dalam

menghadapi ancaman bahaya.

Tingkat kerentanan adalah suatu

hal penting untuk diketahui sebagai

salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap terjadinya bencana, karena

bencana baru akan terjadi bila bahaya

terjadi pada kondisi yang rentan.

Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari

kerentanan fisik (infra-struktur), sosial

kependudukan dan ekonomi.

Kekuatan bangunan rumah di

masyarakat yang berada pada daerah

rawan banjir, tidak adanya tanggul

pengaman banjir bagi masyarakat

yang tinggal di bantaran sungai

merupakan suatu kerentanan fisik.

Kerentanan ekonomi berupa tidak

mempunyai kemampuan finansial

yang memadai untuk melakukan

upaya pencegahan atau mitigasi

bencana.

Kerentanan so-sial berupa segi

pendidikan, kekurangan pengetahuan

tentang risiko baha-ya dan bencana

serta tingkat kesehatan masyarakat

yang ren-dah.Kerentanan lingkungan

berupa penduduk yang tinggal di

daerah rawan banjir.

Bencana merupakan manifestasi

perpaduan antara marabahaya (yang

sebelumnya bersifat pontesial) dengan

manusia (atau objek lain yang

menyangkut kepentingan manusia)

sehingga menjadi keadaan darurat

yang mendesak. Untuk pedoman

dalam menangani sering dipakai

acuan jumlah manusia yang terkena

marabahaya sehingga menjadi

keadaan darurat yang mendesak.

Untuk pedoman dalam menangani

sering dipakai acuan jumlah manusia

yang terkena marabahaya sehingga

menyebabkan kematian, kesakitan,

dan cedera. Penanganan bencana

dapat juga berpatokan pada besar

kecilnya kerusakan materi yaitu

kerusakan harta-harta serta kehidupan

sehari-hari.

Selanjutnya, ketika bahaya

muncul dan mengancam manusia

maka terbentuklah keadaan darurat,

yaitu situasi yang sangat mendesak

dan berpotensi menganggu

kemampuan masyarakat menghadapi

tantangan hidup. Disebut bencana

5

primer yaitu bencana yang paling

awal merugikan manusia.

Ada dua hal yang perlu

diperhatikan mengenai interaksi

antara manusia dan marabahaya.

Pertama, kejadian marabahaya bisa

datang secara mendadak (misalnya

banjir bandang, gempa bumi,

kerusakan, dan lain-lain), bisa pula

berlarut-larut (misalnya kekeringan,

kebocoran pusat tenaga nuklir, dan

lain-lain). oleh karena itu, hal kedua

adalah, kedaruratan yang ditimbulkan

oleh marabahaya juga bisa terjadi

mendadak dan bisa melalui proses

berkepanjangan. Dengan demikian,

masing-masing akan menghasilkan

bencana yang mendadak dan becana

yang berlarut-larut.

Pemahaman mengenai segi

karakteristik bencana ini berguna

untuk tindakan efektif penanganan

bencana untuk jelasnya mari dilihat

bencana Fukushima yang terjadi di

jepang. Gempa bumi merupakan

marabahaya yang menimbulkan

kerusakan-kerusakan mendadak pada

sarana fisik (termasuk kerusakan

pusat nuklir pembangkit tenaga

listrik) setempat yang disusul dengan

lanjutan marabahaya tsunami.

Kerusakan fisik sebagai turutan

kejadian gempa dan tsunami menjadi

marabahaya juga. Ketiga marabahaya

itu (gempa bumi, tsunami, dan

kerusakan fisik) menimbulkan situasi

darurat dengan masing-masing

karakteristik yang melibatkan

manusia sehingga terbentuklah

bencana. Sekadar melihat semua ini

sebagai bencana dalam bentuk

kesatuan tidak memberikan informasi

yang diperlukan untuk mengatasi

masalah bencana itu.

Menurut Rachmadhi Purwana

(2013: 5-11) Bencana sekunder, yaitu

bencana turutan yang terjadi

mengikuti bencana primer. Bencana

sekunder merupakan perkembangan

hasil bencana primer. Sebagai contoh,

setelah bencana banjir mereda, para

pengungsi dan korban banjir

berpotensi terkena penularan penyakit

menular. Jika penularan ini tidak

diantisipasi dan tidak ditangkal

dengan baik, maka akan berkembang

epidemi penyakit menular yang

merupakan bencana sekunder. Contoh

lain, setelah terjadi bencana

kekeringan di suatu wilayah yang

sering terjadi melanda Afrika),

bencana sekunder yang mungkin

terjadi adalah kurang gizi, epidemi

penyakit menular dan lain-lain di

antara korban bencana.

Pada tingkat masyarakat bencana

datang dalam bentuk kebakaran, angin

topan, tanah lonsor, banjir, gempa

bumi, yang akhirnya berekor pada

kehancuran tata kehidupan, kematian,

atau epidemi penyakit dalam

masyarakat. Upaya bantuan menjadi

faktor penting bagi yang terkena

bencana agar dapat bangkit kembali

melanjutkan hidupnya. Akibat

bencana biasanya menimbulkan

kelumpuhan kehidupan sosial.

Banjir adalah sebagai peristiwa

atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu

6

kehidupan Dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan baik oleh

faktor alam dan/atau faktor non alam

maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak

psikologis (Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2007). Banjir rmengandung

pengertian aliran air sungai yang

tingginya melebihi muka air normal

sehingga melimpas dari palung sungai

menyebabkan adanya genangan pada

lahan rendah disisi sungai. Aliran air

limpasan tersebut yang Universitas

Sumatera Utara semakin meninggi,

mengalir dan melimpasi muka.

Tanah yang biasanya tidak

dilewati aliran air. Bencana banjir

merupakan peristiwa atau rangkaian

peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak

psikologis (Mistra, 2007) Menurut

Dibyosaputro (1998). Banjir

merupakan satu bahaya alam yang

terjadi di alam ini dimana air

mengenang lahan-lahan rendah di

sekitar sungai sebagai akibat ketidak

mampuan alur sungai menampung

dan mengalirkan air, sehingga meluap

keluar alur melampaui tanggul dan

mengenai daerah sekitarnya.

Menurut Bakornas PB (2007),

berdasarkan sumber airnya, air yang

berlebihan tersebut dapat

dikategorikan dalam empat kategori:

1) Banjir yang disebabkan oleh hujan

lebat yang melebihi kapasitas

penyaluran system pengaliran air yang

terdiri dari sistem sungai alamiah dan

sistem drainase buatan manusia, 2)

Banjir yang disebabkan meningkatnya

muka air di sungai sebagai akibat

pasang laut maupun meningginya

gelombang laut akibat badai., 3)

Banjir yang disebabkan oleh

kegagalan bangunan air buatan

manusia seperti bendungan, bendung,

tanggul, dan bangunan pengendalian

banjir, 4) Banjir akibat kegagalan

bendungan alam atau penyumbatan

aliran sungai akibat

runtuhnya/longsornya tebing sungai.

Ketika sumbatan/bendungan tidak

dapat menahan tekanan air maka

bendungan akan hancur, air sungai

yang Universitas Sumatera Utara

terbendung mengalir deras sebagai

banjir bandang.

Banjir adalah suatu proses alami,

banjir terjadi karena debit air sungai

yang sangat tinggi hingga melampaui

daya tampung saluran sungai lalu

meluap kedaerah sekitarnya. Debit air

sungai yang tinggi terjadi kare-na

curah hujan yang tinggi, sementara itu

juga dapat terjadi karena kesala-han

manusia.

Bencana banjir merupakan

peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan

masyarakat se-hingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan ling-kungan, kerugian harta

benda, dan berdampak psikologis.

7

Menurut Mistra (2007 :11-12),

dampak banjir akan terjadi pada

beberapa aspek dengan tingkat

kerusakan berat pada aspek-aspek

berikut ini: 1) Aspek Penduduk,

antara lain berupa korban

jiwa/meninggal, hanyut, Universitas

Sumatera Utara tenggelam, luka-luka,

korban hilang, pengungsian,

berjangkitnya wabah dan penduduk

terisolasi. 2) Aspek Pemerintahan,

antara lain berupa kerusakan atau

hilangnya dokumen, arsip, peralatan

dan perlengkapan kantor dan

terganggunya jalannya pemerintahan.

Aspek Ekonomi, antara lain berupa

hilangnya mata pencaharian, tidak

berfungsinya pasar tradisional,

kerusakan, hilangnya harta benda,

ternak dan terganggunya

perekonomian masyarakat.

Aspek Sarana / Prasarana, antara

lain berupa kerusakan rumah

penduduk, jembatan, jalan,bangunan

gedung perkantoran, fasilitas sosial

dan fasilitas umum, instalasi listrik,

air minum dan jaringan komunikasi.

Aspek Lingkungan, antara lain

berupa kerusakan eko-sistem, obyek

wisata, persawahan/lahanpertanian,

sumber air bersihdan kerusakan

tanggul/jaringan irigasi.

Banjir dikatakan sebuah peristiwa

alam yang bisa dikategorikan sebagai

sebuah becana. Becana adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang megangcam dan menganggu

kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan baik oleh

faktor alam dan faktor non alam

maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak

psikologis.

Banjir adalah kelebihan air, dan

naik ke permukaan tanah, serta terjadi

luapan air yang dapat mengganggu

keseimbangan ekosistem. Banjir

adalah peristiwa terbenamnya daratan

(yang biasanya kering) karena volume

air yang meningkat.

Banjir dapat terjadi karena

peluapan air yang berlebihan di suatu

tempat akibat hujan besar, peluapan

air sungai, atau pecahnya bendungan

sungai (Wikipedia, 2008:

http://id.wikepedia. Org/wike/Banjir).

Banjir adalah dimana suatu daerah

dalam keadaan tergenang oleh air

dalam jumlah yang begitu besar.

Sedangkan banjir bandang adalah

banjir yang datang secara tiba-tiba

yang disebabkan oleh karena

tersumbatnya sungai maupun karena

pengudulan hutan disepanjang sungai

sehingga merusak rumah-rumah

penduduk maupun menimbulkan

korban jiwa.

Bencana banjir hampir setiap

musim penghujan melanda indonesia.

Berdasarkan nilai kerugian dan

frekuensi kejadian bencana banjir

sangat dipengaruhi oleh faktor alam

berupa curah hujan yang diatas

normal dan adanya pasang naik air

laut.

Disamping itu faktor ulah manusia

juga berperan penting seperti

penggunaan lahan yang tidak tepat

8

(pemungkiman di daerah bantaran

sungai, di daerah resapan,

pengundulan hutan, dan sebagainya),

pembuangan sampah ke dalam sungai,

pembangunan pemungkiman di

daerah dataran banjir dan sebagainya.

Menurut Undang-undang No.24

Tahun 2014 banjir bandang adalah

banjir yang terjadi di daerah dengan

permukaan rendah. Biasanya terjadi

akibat hujan yang turun terus-menerus

dan muncul secara tiba-tiba. Banjir

bandang terjadi saat penjenuhan air

terhadap tanah di wilayah tersebut

berlangsung dengan sangat cepat

hingga tidak dapat diserap lagi. Air

yang tergenang lalu berkumpul di

daerah-daerah dengan permukaan

rendah dan mengalir dengan cepat ke

daerah yang lebih rendah. Akibatnya,

segala macam benda yang dilewatinya

dikelilingi air dengan tiba-tiba. Banjir

bandang dapat mengakibatkan

kerugian yang besar. Kelestarian alam

harus dijaga untuk mencegah banjir

bandang.

Penyebeb terjadinya banjir. (1)

Tingginya curah hujan yaitu curah

hujan yang terus menerus, selama

beberapa hari, dapat mengakibatkan

longsor dan kemudian menimbulkan

banjir bandang. (2) Penebangan liar

dan alih fungsi gunung yaitu hutan

liar yang habis di tebang, dan gunung,

yang tadinya berfungsi sebagai

penyerapan air ditahan, habis

digunakan untuk perumahan,

misalnya.

Hal itu menjadikan tidak adanya /

berkurangnya hambatan terhadap laju

air ke sungai. (3) Sampah Masalah

adalah hal yang tidak habis-habisnya

dibicarakan, namun kesadaran kita

semua untuk tidak membuang sampah

sembarangan, sangat sulit.

Menurut Undang-undang No.24

Tahun 2007, bencana didefinisikan

sebagai peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat. Bencana

dapat disebabkan baik oleh faktor

alam dan/atau faktor non alam

maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak

psikologis.

Banjir didefinisikan sebagai

tergenangnya suatu tempat akibat

meluapnya air yang melebihi

kapasitas pembuangan air disuatu

wilayah dan menimbulkan kerugian

fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu

dkk, 2009).

Banjir adalah ancaman musiman

yang terjadi apabila meluapnya tubuh

air dari saluran yang ada dan

menggenangi wilayah sekitarnya.

Banjir adalah ancaman alam yang

paling sering terjadi dan paling

banyak merugikan, baik dari segi

kemanusiaan maupun ekonomi

(IDEP, 2007). Saat bencana terjadi

tempat pengusian darurat akan

menjadi tujuan semua korban

bencana. Untuk mengantisipasi

masalah kesehatan lingkungan yang

akan timbul maka dalam memilih,

melengkapi, atau memperbaiki tempat

pengungsian darurat sebaiknya

9

melibatkan tenaga kesehatan dan ahli

teknik pengairan. Di samping itu,

ketika merencanakan lokasi

pengungsian darurat semestinya

dipertimbangkan juga dampak

ekonomi, sosial, dan lingkungan

jangka panjang di sekitar area tersebut

(Wisner&Adams,2002).

Tidak semua penduduk akan

mengungsi ke tempat pengungsian

bersama. Kadang-kadang penduduk

korban bencana mengungsi ke rumah

saudara atau tetangganya. Pada

kondisi seperti ini perlu

diinformasikan pada mereka bahwa

suplai air mungkin terkontaminasi dan

air permukaan mungkin

terkontaminasi kotoran. Informasi

mengenai

metode sederhana penyaringan,

sedimentasi, penyimpanan, dan

disinfeksi seharusnya diberikan. Perlu

juga dilakukan pendistribusian tablet

klorinasi atau pemutih air untuk

disinfeksi air di rumah. Hal yang

sangat penting pula adalah

mengamankan air minum yaitu mulai

dari penyaringan, perebusan,

disinfeksi, menyimpan dalam air

tertutup, dan sebagainya. Juga

menginstruksikan pada mereka

tentang pembuangan sampah yang

aman, tempat buang air besar, dan

terapi rehidrasi oral bagi anak yang

terkena diare(Wisner&Adams,2002).

Prioritas utama di tempat

pengungsian adalah menyediakan

jumlah air yang cukup, walaupun

kualitasnya buruk, dan mencegah

sumber air dari kontaminasi. Suplai

air seharusnya dilakukan dengan atau

sebagai bagian dari program promosi

kesehatan yang bekerja sama dengan

penduduk yang terkena dampak

bencana banjir (Wisner & Adams,

2002).

Kebutuhan dan ukuran

kedaruratan suplai air jangka pendek

mungkin berbeda menurut komunitas

desa atau semikota, situasi perkotaan

dimana pusat layanan air tersedia,

populasi di pemindahan lokasi atau

penampungan sementara. Komunitas

pedesaan biasanya kurang rentan

terhadap terganggunya suplai air saat

bencana daripada komunitas

perkotaan karena suplai air umumnya

terdesentralisasi dan menggunakan

teknologi yang sederhana, dan

seringkali sumber alternatifnya ada.

Namun bencana tertentu seperti banjir

dan kekeringan akan berdampak lebih

besar pada area pedesaan

dibandingkan area perkotaan. Pada

area perkotaan, prioritas seharusnya

diberikan pada area kota yang suplai

airnya terganggu atau terkontaminasi,

tapi tidak punya sumber alternatif

(Wisner & Adams, 2002).

Jumlah minimum air yang

diperkenankan untuk perorangan

untuk minum, masak, dan kebersihan

ditentukan oleh United Nations High

Commisioner for Refugees (1992a)

sebanyak 7 liter per hari per orang

selama periode darurat jangka pendek.

Pada kebanyakan situasi, kebutuhan

air mungkin lebih banyak yaitu : 15-

20 liter per hari per orang untuk

penduduk umum, 20-40 liter per hari

10

per orang untuk beroperasinya sistem

pembuangan kotoran, 20-30 liter per

hari per orang untuk dapur umum, 40-

60 liter per hari per orang untuk

rumah sakit terbuka atau pusat

pertolongan pertama, 5 liter per

pengunjung untuk masjid, 30 liter per

hari per sapi atau unta untuk hewan

ternak, dan 15 liter per hari per

kambing atau hewan kecil lainnya.

Tambahan 3-5 liter per orang per hari

dibutuhkan untuk minum dan masak,

suplai air yang cukup penting untuk

mengontrol penyebaran penyakit yang

ditransmisikan karena kurangnya

kebersihan (water washed diseases)

bahkan jika suplai air tidak memenuhi

petunjuk kualitas air minum yang

ditetapkan WHO atau standard

nasional (Wisner & Adams, 2002).

Air yang diduga terkontaminasi

mikroorganisme harus direbus

minimal 10 menit sebelum

penggunaan. Air yang terkontaminasi

bahan kimia, minyak atau gasoline

tidak dapat ditreatment dengan

perebusan atau klorinasi. Karena itu

jika polusi air karena bahan kimia

atau minyak terjadi sebaiknya air

tidak digunakan lagi, dan harus

disediakan air dari sumber lain (Koren

dan Bisesi 2003).

Sesudah bencana, penilaian

kerusakan sumber air yang tersedia

dan kebutuhan yang belum terpenuhi

akan memudahkan tenaga kesehatan

mengatur sumber-sumber yang

dibutuhkan.

Feses manusia mengandung

banyak organisme yang menyebabkan

penyakit meliputi virus, bakteri, dan

telur atau larva dari parasit.

Mikroorganisme yang ada pada feses

manusia mungkin masuk ke tubuh

melalui makanan, air, alat makan dan

masak yang terkontaminasi atau

melalui kotak dengan benda-benda

yang terkontaminasi.

Diare, kolera, dan typhoid tersebar

dengan cara ini dan penyebab utama

kesakitan dan kematian dalam

bencana dan kedaruratan. Sedangkan

urin relatif kurang berbahaya, kecuali

di area dimana schistosomiasis karena

urin terjadi (Wisner & Adams, 2002).

Sullage (sampah cair dari dapur,

kamar mandi dan tempat cucian)

mengandung organisme yang

menyebabkan penyakit, khususnya

dari pakaian kotor, tapi bahaya

kesehatannya terjadi terutama ketika

berkumpul di daerah dengan

pembuangan limbah yang buruk dan

menjadi tempat berkembang biaknya

nyamuk Culex. Tikus, anjing, kucing,

dan binatang lain yang mungkin

adalah carrier (reservoir) bagi

organisme penyebab penyakit tertarik

pada makanan, pakaian, pembalut

medis dan komponen lain sampah

padat. Kumpulan air hujan yang

sedikit pada sampah padat dapat

menjadi tempat berkembang biak

nyamuk Aedes (Wisner & Adams,

2002).

Hubungan antara sanitasi, suplai

air, dan kesehatan secara langsung

dipengaruhi oleh perilaku kebersihan.

Aspek perilaku ini penting sekali

dipertimbangkan saat memilih tehnik-

11

tehnik yang ada sehingga fasilitas

yang disediakan dalam darurat dapat

diterima dan digunakan dan dipelihara

kebersihannya oleh pengguna

(Wisner & Adams, 2002).

Penyimpangan atau penampungan

sampah hendaknya 1 tanki 100 L per

10 keluarga atau 50 orang. Untuk

transportasi sampah dianjurkan 1

gerobak per 500 orang atau 1 tenaga

pembuang sampah untuk 5000 orang.

Sedangkan untuk pembuangan akhir

sampah 1 lubang (2m x 5m dan dalam

2 m) dan 1 pembakaran digunakan

untuk 500 orang (Komisi Tinggi PBB

untuk Urusan Pengungsi).

Karena rusaknya sistem

pembuangan limbah maka sangatlah

potensial terjadi outbreak suatu

penyakit. Dua jenis teknik yang

dibutuhkan dalam situasi darurat ini.

Pertama, mengoperasikan kembali

sistem pembuangan limbah sesegera

mungkin dan mendisinfeksi seluruh

area dengan chlorine dimana buangan

mungkin sudah kontak dengan

material dan struktur yang

berhubungan dengan manusia. Kedua,

menyediakan privies sementara, toilet

portable, dan holding tanks untuk

individual selama dan setelah bencana

(Wisner & Adams, 2002).

Jumlah kakus, sebagaimana

dianjurkan PBB, adalah 1 kakus per

keluarga. Namun apabila tidak

memungkinkan bisa 1 kakus per 20

keluarga, bahkan 1 kakus per 100

orang (Komisi Tinggi PBB untuk

Urusan Pengungsi).

Sebelum dilakukan pemakaman

maka sedapat mungkin semua jasad

diidentifikasi dan dicatat hasilnya.

Tingkat kematian saat bencana

mungkin sekali lebih tinggi dibanding

dalam keadaan normal. Penguburan

jasad merupakan cara yang paling

sederhana dan terbaik yang sejauh ini

dapat diterima dan dimungkinkan.

Saat menangani jasad, pekerja

harus melindungi dirinya dengan

sarung tangan, penutup muka, sepatu

lars dan baju kerja terusan.

Sesudahnya pekerja harus

membersihkan diri mereka sendiri

dengan sabun dan air (Komisi Tinggi

PBB untuk Urusan Pengungsi).

Makanan kemungkinan akan sulit

didapat pada keadaan darurat atau

setelah bencana. Panen mungkin

rusak di sawah, ternak tergenang, dan

suplai makanan terganggu, dan

penduduk terpaksa menyelamatkan

diri ke area dimana tidak ada akses ke

makanan. Lebih lanjut, keamanan

semua makanan berakibat besarnya

risiko epidemi foodborne disease

(Wisner & Adams,2002).

Putusnya pelayanan vital, seperti

suplai air atau listrik, juga sangat

mempengaruhi keamanan pangan.

Kekurangan air minum dan sanitasi

yang aman menghambat penyiapan

makanan secara higienis dan

meningkatkan risiko kontaminasi

makanan. Makanan khususnya rentan

terhadap

kontaminasi ketika disimpan dan

disiapkan di luar atau di dalam rumah

yang rusak dimana jendela dan

12

dinding mungkin tidak lagi utuh

(Wisner & Adams, 2002).

Menyusul terjadinya bencana,

penilaian mengenai efek bencana pada

kualitas dan keamanan makanan harus

dibuat sebagai upaya untuk

mengonttrol makanan. Besarnya dan

jenis kerusakan makanan harus

dinilai, dan sebuah keputusan dibuat

mengenai pemisahan dan

pengkondisian ulang makanan yang

berhasil diselamatkan (Wisner &

Adams, 2002).

Jika panen sawah terkontaminasi

kotoran manusia, seperti setelah banjir

atau kerusakan sistem pembuangan,

penilaian harus dibuat segera untuk

menilai kontaminasi panen dan

menetapkan tindakan, seperti

menunda panen dan memasak secara

sepenuhnya, untuk mengurangi risiko

transmisi patogen fekal (Wisner &

Adams, 2002).

Pada kondisi bencana biasanya

didirikan banyak dapur umum.

Penyiapan makanan secara massal

mempunyai banyak kekurangan yang

meliputi transmisi food borne disease.

Karena itu penting bagi pengelola

makanan dan supervisor untuk

ditraining pengolahan makanan secara

aman dan Hazard Analysis Critical

Control Point (HACCP). Adalah

penting sekali bahwa tenaga masak

dan sukarelawan yang menyiapkan

makanan tidak menderita gejala

berikut : jaundice (kuning) , diare,

muntah, demam, sakit tenggorokan

(dengan demam), luka kulit yang

tampak terinfeksi (borok, luka, dan

lain lain) atau ekskreta dari telinga,

mata atau hidung (Wisner & Adams,

2002).

Fasilitas yang dibutuhkan untuk

dapur umum antara lain : suplai air,

toilet untuk staf dan pengguna,

fasilitas cuci tangan, fasilitas untuk

mengelola sampah cair dan padat,

meja, fasilitas untuk mencuci

peralatan dapur, bahan yang cukup

dan sesuai untuk makan, kontrol

terhadap rodent dan pes yang lain,

serta informasi keamanan makanan

(Wisner & Adams, 2002).

Makanan beku yang tidak

dibekukan lagi sebaiknya dibuang.

Makanan yang disimpan di lemari es

yang disimpan di bawah 41° F dan

belum terkontaminasi air sungai atau

yang lain atau bahan yang potensial

berbahaya dapat digunakan (Koren

dan Bisesi , 2003).

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah

penelitian kualitatif penelitian yang

menggunakan latar alamiah dengan

maksud menafsirkan fenomena yang

terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang

ada seperti wawancara, pengamatan

dan pemanfaatan dokumen. Peneliti

berusaha untuk mengungkapkan

fakta sesuai dengan kenyataan yang

ada tanpa melakukan intervensi

terhadap kondisi yang terjadi.

Menurut Denzin dan Lincoln dalam

Moleong (2010: 6)

Penelitian ini berlokasi di

Kelurahan Tabing Banda Gadang

13

Kecamatan Nanggalo Kota Padang

(2015). Dengan objek penelitian

yaitu masyarakat yang terkena

dampak banjir bandang untuk

mengantisipasi kemungkinan

terjadinya bencana guna menghindari

jatuhnya korban jiwa.

Informan dalam penelitian ini

ditentukan secara Snow Ball (Bola

Salju), adalah teknik pengambilan

sampel dimana jumlah sampel sama

dengan populasi (Sugiyono, 2007).

Yaitu menentukan informan dengan

pertimbangan tertentu yang

dipandang dapat memberikan data

secara maksimal Ma`mun (2007:45-

47). Yang menjadi informan dalam

penelitian ini adalah Lurah,

masyarakat, dan orang-orang yang

dianggap tahu tentang pengusuran.

Berdasarkan observasi di

lapangan penduduk Kelurahan

Tabing Banda Gadang Kecamatan

Nanggalo Kota Padang tahun 2015,

RW 01, 500, KK RW 02, 466, KK,

RW 03, 468 berjumlah 1.434 KK.

Untuk memperoleh data yang

diperlukan dalam penelitian ini

ditemui sumber data yaitu Lurah di

Kelurahan Tabing Banda Gadang

Kecamatan Nanggalo Kota Padang.

Dalam penelitian kualitatif,

proses pengumpulan data bergerak

dari lapangan/ranah empiris dalam

upaya membangun teori dari data.

Proses pengumpulan data ini diawali

dengan memasuki lokasi penelitian.

Dalam hal ini peneliti mendatangi

tempat penelitian dengan membawa

izin formal penelitian. Kemudian

dilanjutkan dengan menemui orang-

oarang yang ditarget sebagai

informan penelitian. Pada proses

selanjutnya baru dilakukan

pengumpulan data dengan teknik

wawancara dan studi dokumentasi

untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dengan lengkap.

Dalam reduksi data dilakukan

proses pemilihan, pemusatan,

perhatian pada penyederhanaan

transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis

dilapangan. Data yang diperoleh

peneliti dari lokasi penelitian

dituangkan dalam uraian atau laporan

yang lengkap terperinci dan laporan

direduksi, dirangkum pada hal-hal

yang pokok atau penting. Penyajian

data dimaksudkan agar memudahkan

bagi peneliti untuk melihat gambaran

secara keseluruhan atau bagian-

bagian tertentu dari penelitian.

Penarikan kesimpulan/verifikasi data

dalam penelitian ini dilakukan secara

terus menerus sepanjang proses

penelitian berlangsung. Sejak awal

memasuki lapangan dan selama

proses pengumpulan data, peneliti

berusaha untuk menganalisis dan

mencari makna dari data yang telah

dikumpulkan.

Hasil Penelitian

1. Deskripsi Daerah Penelitian

Nanggalo adalah sebuang

Kecamatan yang merupakan bagian

dari Kabupaten Kota Padang, Secara

astronomis Kecamatan Nanggalo

14

Terletak pada 0� 58 ” LS - 100� BT.

Seluruh Kelurahan Terletak di

daratan. Dengan kondisi kemiringan

tanah rata-rata landai (kurang dari 15

derajat), 3-8 meter diatas permukaan

laut.

Curah hujan rata-rata 384,88

mm/bulan dengan temperatur 22� C

– 31,7� C dengan curah hujan

tertinggi pada bulan maret sedangkan

jumlah hari hujan tertinggi pada

bulan agustus. Luas Kecamatan

Nanggalo adalah 807 km2. dengan

batas-batas wil ayah sebagai

berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan

dengan Kelurahan Gurun Laweh. 2)

Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Kuranji. 3) Sebelah Barat

berbatasan dengan Kecamatan

Padang Utara. 4) Sebelah Timur

berbatasan dengan Kelurahan Gurun

Laweh. (Sumber: Kecamatan Dalam

Angka, kecamatan Nanggalo 2014).

2. Temuan Umum

Wilayah adalah unsur utama

dari pemerintah dengan wilayah

yang jelas dengan batas-batas dan

luas wilayah yang terukur dengan

baik maka akan semakin diakuinya

suatu pemerintahan.

Kecamatan Nanggalo

merupakan salah satu kecamatan

yang terletak di kota padang yang

terdiri dari 6 kelurahan salah satunya

tabing Banda Gadang. Kelurahan

Terluas adalah kelurahan kurao

pagang dengan luas 2. 85 ���.

NO Nama Kecamatan 1 Kurao Padang 2 Kampung Lapai 3 Surau Gadang 4 Kampuang Olo 5 Gurun Laweh 6 Tabiang Banda Gadang

Sumber: Kecamatan dalam angka Kecamatan Nanggalo 2014

Berdasarkan tabel IV.1 diatas

dapat dilihat Kecamatan Nanggalo

memiliki 6 kelurahan yaitu Kurao

Padang, Kampung Lapai Surau

Gadang, Kampung Olo, Gurun

Laweh, Tabiang Banda Gadang

klasifikasi kelurahan menurut

tingkat perkembangan, semua

kelurahan di kecamatan Nanggalo

adalah kelurahan swasembada/

kelurahan maju yaitu kelurahan yang

dapat memanfaatkan dan

menggunakan segala potensi fisik

dan non fisik secara maksimal.

Satuan lingkungan tempat di

masing-masing kelurahan beragam,

yakni lingkungan, RW/RK dan RT.

Kepala kelurahan dan lurah di

dominasi oleh laki-laki sebanyak 5

orang dan perempuan lainnya 1

orang yaitu lurah kampung olo.

Jumlah pengawai di kecamatan

Nanggalo yang terdiri dari pengawai

kantor kecamatan dan kantor

kelurahan sebanyak 71 orang dengan

rincian pengawai dikantor

kecamatan 23 orang dan dikantor

kecamatan 48 orang, jumlah

golongan 1 sebanyak 3 orang,

golongan II sebanyak 18 orang.

Golongan III sebanyak 48 orang dan

15

golongan IV sebanyak 2orang.

Disamping itu, di beberapa

kelurahan di kecamatan nanggalo

terdapat pengawai honorer daerah

sebanyak 5 orang. Yaitu kelurahan

kampung lapai 1 orang sumu gadang

3 orang dan kumo pagang 1 orang.

Berdasarkan data kecamatan

nanggalo dalam angka tahun 2014,

jumlah penduduk kecamatan

nanggalo tercatat 59.136 jiwa yang

terdiri dari 28. 694 laki-laki dan

30.442 perempuan. Kepadatan

penduduk per ��� sebesar 7. 328

orang dengan luas wilayah 8, 07

���. Secara umum jumlah

penduduk perempuan lebih banyak

dibandingkan jumlah penduduk laki-

laki. Hal ini dapat juga ditunjukan

oleh sex ratio yang nilainya lebih

kecil dari 100.

Pada tahun 2013, nilai sex

ratio kecamatan nanggalo sebesar

94,26 artinya untuk setiap 100

penduduk perempuan terdapat 94

penduduk laki-laki. Wilayah yang

memiliki kepadatan penduduk paling

besar yaitu kelurahan surau gadang

yang mencapai 33, 339 jiwa/���.

Mengingat luas wilayahnya kecil

hanya 0,61 ���sedangkan jumlah

penduduknya lebih dari 20. 337 jiwa

(Sumber : Kecamatan Nanggalo

dalam angka 2014).

3. Temuan Khusus

Penanggulangan Rencana Kesehatan Terhadap Korban Bencana Banjir

Berdasarkan observasi yang

penulis lakukan pada tanggal 15

September 2015, penanggulangan

bencana banjir BPBD bekerja sama

untuk memperbaiki kerusakan banjir

bandang di hulu Limau Manis Pauh.

Menurut ibu Yuhelma banjir di banda

gadang tidak ada rumah yang disapu

air tetapi hanya roboh atau rusak

sebelah rumah akibat potongan kayu

besar dari hulu dan pembuangan

sampah sembarangan tempat.

Sarana Prasarana Terhadap Penganggulangan Bencana Banjir

Berdasarkan hasil wawancara

dengan beberapa informan di atas

tergambar bahwa strategi yang

dilakukan oleh pemerintah dalam

sarana prasarana terhadap bencana

banjir adalah mengadakan rasa

tanggung jawab atas kejadian tersebut

seperti bekerja sama dan membantu

menyumbangkan apa yang merasa

kekurangan tersebut

.

Pemeliharaan.Kebersihan.Lingkungan.terhadap.Penanggulangan Bencana Banji

Berdasarkan hasil observasi

bahwa kendala yang ditemui oleh

pemerintah dalam bencana banjir

bandang adalah saluran-saluran

banyak yang tersumbat oleh banyak

sampah yang bersebaran, dan terlalu

banyak menerbang hutan

16

semabarangan di hutan, oleh karena

itulah mengakibatkan banjir.

Berdasarkan hasil wawancara dengan

beberapa informan di atas dapat

disimpulkan bahwa kendala yang

sering dihadapi oleh pemerintah

dalam bencana banjir adalah banyak

kekurangan perpohonan di hutan

itulah mengakibatkan terjadilah tanah

lonsor

. Upaya apa yang dilakukan dalam menghadapi Bencana Banjir

Berdasarkan hasil observasi

bahwa kendala yang ditemui oleh

pemerintah dalam menghadapi banjir

bandang di tabing Banda Gadang

adalah kurangnya perhatian

masyarakat dan pemerintah terhadap

bencana banjir

Berdasarkan hasil survey dan

wawancara dengan masyarakat di

Keluhan Tabing Banda Gadang

Kecamatan Nanggalo Padang, daerah

Nanggalo Padang ini dahulunya

bekas aliran sungai memang rawan

banjir karena lokasinya kerendahan

apabila hujan deras sudah masih ke

dalam rumah, jika hujan terlalu deras

khusus masyarakat di sekitar sini

sudah merasa resah jika hujan tidak

berhenti dalam waktu 4 atau lima

jam, banjir yang terjadi karena got,

kurangnya terjaganya kebersihan

lingkungan oleh masyarakat yang

menyebabkan saluran air dipenuhi

oleh sampah akibatnya, saluran air

dan sungai menjadi dangkal ketika

hujan datang saluran air tertetutup

sehingga air dan sungai menjadi

tergenang dan melanda perumahan

yang ada di Tabing Banda Gadang

Kecamatan Nanggalo Padang.

Pembahasan

Pertama, Penanggulangan

Rencana Kesehatan Terhadap

Korban Banjir di kelurahan Tabing

Gadang Kecamatan Nanggalo Kota

Padang Minimun air yang

diperkenankan untuk perorangan

untuk minum, masak, dan

kebersihan ditentukan oleh United

Nations High Commisioner for

Refugees (1992a) sebanyak 7 liter

perhari per orang selama periode

darurat jangka pendek. Pada

Menurut Rachmadhi Purwana

(2013: 5-11) bencana sekunder,

yaitu bencana turut yang terjadi

mengikuti bencana primer. Sebagai

contoh, setelah bencana banjir

mereda, para pengungsi dan korban

banjir berpotensi terkena penularan

penyakit menular. Jika penularan ini

tidak diantisipasi dan tidak

ditangkal dengan baik, maka akan

berkembang epidemi penyakit

menular yang merupakan bencana

sekunder.

Akibat terjadinya banjir

yaitu tingginya curah dihulu, dapat

mengakibatkan lonsor dan

kemudian menimbulkan banjir

bandang, penebangan liar dan alih

fungsi gunung yaitu hutan liar yang

habis di tebang, dan gunung yang

tadinya berfungsi sebagai

penyerapan air ditahan, habis

digunakan untuk perumahan. banjir

17

adalah kelebihan air, dan naik ke

permukaan tanah, serta terjadi

luapan air yang dapat mengganggu

keseimbagan ekosistem. Banjir

dapat terjadi karena peluapan air

sungai, atau pecahannya bendungan

sungai.

Dampak langsung bencana

merupakan resiko aktual yang dapat

menimbulkan cedera, contohnya

adalah gempa bumi biasanya

menimbulkan cedera yang

memerlukan bantuan medis,

sedangkan jumlah yang cedera

karena banjir relatif lebih sedikit

dari pada karena gempa, 2)

beberapa efek hanya merupakan

potensi saja, bukan ancaman resiko

aktual yang tidak terhindarkan

kepada kesehatan. Contohnya,

perpindahan penduduk atau

perubahan lingkungan lain akan

mengembangkan resiko transmisi

penyakit walaupun pada umumnya

bencana tidak selalu menimbulkan

epidemi penyakit, 3) resiko aktual

kesehatan dan resiko potensial

kesehatan tidak muncul secara

serentak. Risiko-risiko ini muncul

pada waktu yang berbeda dan

bervariasi urgensinya di tempat

bencana. Risiko memerlukan

penanganan medis segera. Risiko

pontesial kesehatan misalnya timbul

dalam bentuk infeksi penyakit yang

baru terjadi kemungkinan hari atau

baru memuncak setelah ada

kesesakan kerumunan populasi

yang terkena bencana dan standar-

standar sanitasi merosot; 4)

ketergantungan akan pangan,

tempat bernaung, dan pelayanan

dasar kesehatan akibat bencana

terjadi karena munculnya

ketimpangan antara pasokan dan

kebutuhan.

Menurut WHO (2002) Pan

American Health Organization

(200) menyampaikan pedoman

untuk memperkirakan derajat

dampak bencana alam pada

pelayanan kesehatan lingkungan

yang menyangkut pelayanan

kebutuhan dasar penunjang

kehidupan masyarakat. Pada

umumnya banjir disebabkan oleh

curah hujan yang tinggi diatas

normal, sehingga sistim pengaliran

air yang terdiri dari sungai dan anak

sungai alamiah serta sistem saluran

Drainase dan kanal penampung

banjir buatan yang ada tidak mampu

menampung akumulasi air hujan

tersebut sehingga meluap.

Kemampuan/daya tampung sistem

pengaliran air dimaksud tidak

selamanya sama, tetapi berubah

akibat sedimentasi, penyempitan

sungai akibat phenomena alam dan

ulah manusia, tersumbat sampah

serta hambatan lainnya.

Penggundulan hutan didaerah

tangkapan air hujan (catchment

area) juga menyebabkan

peningkatan debit banjir karena

debit/pasokan air yang masuk ke

Dalam sistem aliran menjadi tinggi

sehingga melampaui kapasitas

pengaliran dan menjadi pemicu

terjadinya erosi pada lahan curam

18

yang menyebabkan terjadinya

sedimentasi di sistem pengaliran air

dan wadah air lainnya.

Disamping itu berkurangnya

daerah resapan air juga

berkontribusi atas meningkatnya

debit banjir. Pada daerah

permukiman yang padat bangunan

sehingga menyebabkan tingkat

resapan air ke dalam tanah

berkurang. Pada curah hujan yang

tinggi sebagian besar air akan

menjadi aliran air permukaan yang

langsung masuk ke dalam sistem

pengaliran air sehingga

kapasitasnya terlampaui dan

mengakibatkan banjir (Ma’mun,

2007).

Kedua, Hasil observasi dan

wawancara yang dilakukan sarana

dan prasana yang digunakan

terhadap penanggulangan bencana

banjir yaitu dengan membersihkan

selokan membuat saluran irigasi dan

memberikan pemahaman kepada

masyarakat bahwa sarana dan

prasarana terhadap penanggulangan

banjir wajib dipelihara dengan baik

dan kesadarana semua masyarakat

dalam memelihara kebersihan

lingkungan terutama selokan-

selokan yang ada dilingkungan

perumahan.

Manajemen penanggulangan

bencana banjir dilaksanakan

berdasarkan Keppres RI. No. : 111

Tahun 2001 tentang perubahan

Keppres No. : 3 Tahun 2001 tentang

Badan Koordinasi Penanggulangan

Bencana dan Penanganan

Pengungsi (Bakornas PBP). Dalam

hal ini di tingkat pusat, Badan

Koordinasi Penanggulangan

Bencana dan Penanganan

Pengungsi (Bakorna PBP) bertugas

untuk merumuskan dan menetapkan

kebijakan, mengkoordinasikan

pelaksanaan dan memberikan

pedoman dan pengarahan terhadap

usaha penanggulangan bencana dan

penanganan pengungsi yang

meliputi pencegahan, penyelamatan,

rehabilitasi dan rekonstruksi.

Pemberdayaan masyarakat

adalah segala upaya fasilitasi yang

bersifat non instruktif guna

meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan masyarakat agar

mampu mengidentifikasi masalah,

merencanakan dan melakukan

pemecahannya dengan

memanfaatkan potensi setempat dan

fasilitas yang ada, baik dari instansi

lintas sektoral maupun LSM dan

tokoh masyarakat (Trihono, 2005).

Sebagai pusat pemberdayaan

masyarakat, Puskesmas dapat

melibatkan peran aktif masyarakat

dalam setiap kegiatan

penanggulangan bencana baik

perorangan, kelompok masyarakat

maupun masyarakat secara umum

(Ditjen Binkesmas Depkes, 2005).

Ketiga, hasil observasi dan

wawancara yang dilakukan tentang

pemeliharaan lingkungan terhadap

penanggulangan bencana banjir di

Kelurahan Tabing. Kebersihan

lingkungan pasca banjir terlihat

19

seperti lingkungan kotor, porak

poranda dan sampah berserakan.

Untuk mengantisipasi

masalah kesehatan lingkungan yang

akan timbul maka dalam memilih,

melengkapi, atau memperbaiki

tempat pengungsian darurat

sebaiknya melibatkan tenaga

kesehatan dan ahli teknik pengairan.

Di samping itu, menurut

(Wisner&Adams,2002) ketika

merencanakan lokasi pengungsian

darurat semestinya dipertimbangkan

juga dampak ekonomi, sosial, dan

lingkungan jangka panjang di

sekitar area tersebut

Keempat, hasil observasi

dan wawancara yang dilakukan

terhadap upaya yang dilakukan

dalam menghadapi bencana banjir

bandang, unsur-unsur yang

termasuk sistem penanganan

bencana banjir yang meliputi

berikut ini:1) meninggikan kembali

darata yang rendah membuat parit

dengan cara bergotong royong, 2)

pengerukkan sungai atau pedalaman

sungai, 3) membuat batu-batu

bertingkat untuk menahan derasnya

air dari hulu.

Bencana dapat disebabkan

baik oleh faktor alam dan/atau

faktor non alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda, dan dampak psikologis.

Banjir didefinisikan sebagai

tergenangnya suatu tempat akibat

meluapnya air yang melebihi

kapasitas pembuangan air disuatu

wilayah dan menimbulkan kerugian

fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu

dkk, 2009).

Banjir adalah ancaman

musiman yang terjadi apabila

meluapnya tubuh air dari saluran

yang ada dan menggenangi wilayah

sekitarnya. Banjir adalah ancaman

alam yang paling sering terjadi dan

paling banyak merugikan, baik dari

segi kemanusiaan maupun ekonomi

(IDEP, 2007).

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan maka dapat

disimpulkan 1) Penanggulangan

rencana kesehatan terhadap korban

banjir dikelurahan Tabing Banda

Gadang Kecamatan Nanggalo Kota

Padang minum aiar yang

diperkenankan untuk perorangan

untuk minum, masak, dan

kebersihan sebagai contoh, setelah

rencana banjir mereda, para

pengunsi dan korban banjir

berpotensi terkena penularan

penyakit menular.

Jika penularan ini tidak

diantisipasi dan tidak ditangkal

dengan baik maka akan berkembang

epedeni penyakit menular yang

merupakan bencana sekunder. 2)

Hasil observasi dan wawancara dan

wawancara yang dilakukan, sarana

dan prasarana yng digunakan

terhadap penanggulangan bencana

banjir yaitu dengan membersihkan

solokan membuat saluran irigasi

20

dan memberikan pemahaman kepda

masyarakat bahwa saran dan

prasarana terhadap penanggulangan

bencana banjir wajib dipelihara

dengan baik dan kesadaran semua

masyarakat dalam memelihara

kebersihan lingkungan terutama

selokan-selokan yang ada

dilingkungan perumahan. 3) Hasil

observasi dan wawancara yang

dilakukan tentang pemeliharaan

lingkungan terhadap

penanggulangan bencana banjir di

Kelurahan Tabing. Kebersihan

lingkungan pasca banjir terlihat

seperti lingkungan kotor, porak

poranda dan sampah berserakan.

Untuk mengantisipasi masalah

kesehatan lingkungan yang akan

timbul maka dalam memilih,

melengkapi, atau memperbaiki

tempat pengungsian darurat

sebaiknya melibatkan tenaga

kesehatan dan ahli teknik pengairan.

4) Hasil observasi dan wawancara

yang dilakukan terhadap upaya

yang dilakukan dalam menghadapi

bencana banjir bandang, unsur-

unsur yang termasuk sistem

penanganan bencana banjir yang

meliputi berikut ini:a) meninggikan

kembali darata yang rendah

membuat parit dengan cara

bergotong royong, b) pengerukkan

sungai atau pedalaman sungai, c)

membuat batu-batu bertingkat untuk

menahan derasnya air dari hulu.

Berdasarkan kesimpulan di

atas dapat diberikan beberapa saran

sebagai berikut: Bagi Masyarakat

Masyarakat semestinya

mempunyai sikap preventif

terhadap ancaman banjir yang

mungkin saja bisa terjadi lagi.

Masyarakat hendaknya mempunyai

pemikiran positif terhadap

informasi terkait bencana, serta

program pemerintah yang

dicanangkan, serta tidak mudah

terpancing dengan adanya isu-isu

negatif. Bagi pemerintah agar dapat

memperhatikan keadaan khususnya

dikelurahan Tabing Banda Gadang

Kota Padang, yang dekat dengan

bantaran sungai seharusnya

memperhatikan aspek kapasitas,

pemerintah harus membangun

fasilitas yang membuat jalur

evakuasi untuk mempermudah

masyarakat mengungsi, menyiapkan

tes, pelatihan, dan sosialisasi untuk

menurunkan resiko bencana.

Banyak cara yang dilakukan

pemerintah agar masyarakat tidak

perlu direlokasi, pemerintah harus

setiap bulan melakukan survey

dilapangan, seperti irigasi

ditingkatkan, meninggikan sepdam

memperdalam sungai dan dipasang

batu-batu bertingkat supaya

mengurangi derasnya air kelihir.

Perbukitan yang tadinya berfungsi

sebagai penyerapan air ditahan,

habis digunakan untuk perumahan.

Kelurahan Tabing Banda Gadang

akibat terjadinya banjir yaitu

tingginya curah hujan dihulu, dapat

mengakibatkan longsor dan

kemudian menimbulkan banjir

bandang, penebangan liar dan alih

21

fungsi lahan berarti mengurangi

dearah resapan air.

KepadaPenelitian selanjutnya

dapat dijadikan sebagai pedoman

dan acuan untuk melakukan

penelitian tentang bencana banjir

bandang dikelurahan Tabing Banda

Gadang Kecamatan Nanggalo Kota

Padang.

Daftar Pustaka

Bakornas PB. 2007. Pedoman Penanggulangan Banjir Tahun 2007-2008. Jakarta.

Bakornas PBP.2006.Rencana Aksi Nasional Pengurangan resiko Bencana 2006-2009.Jakarta

Moleong, L. J. (2005) metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Marfai. 2012. Bencana Banjir Jakarta dan Peran Masyarakat pada Fase Kesiapsiagaan. Dalam Indiyanto dan Kuswanjono (2012) Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana. Yogyakarta: Kerjasama PT. Mizan pustaka dan Program studi Agama dan Lintas Budaya Sekolah Pasca Sarjana UGM

Ma’mun. 2007. Mengurai Ancaman Banjir Jakarta. Pustaka Cerdasindo, Jakarta

Rahayu, Harkunti R. 2009. Banjir dan Upaya Penanggulangan. Promise Indonesia.

Rachmamadhi Purwana. 2013. Manajemen Kedaruratan Kesehatan Lingkungan

Dalam Kejadian Bencana. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Peraturan Kepala Badan Nasional

Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca

PAHO 1981. Emergency Health

Management After Natural Disaster. Pan American health Organization.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta: Badan Penanggulangan Bencana Nasional

Undang-undang Nomor. 47 tahun 2007. Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan.www.ppk-depkes.org. kpu diakses

Unesco. 2007. Petunjuk Praktis

Partisipasi Masyarakat dalam PenanggulanganBanjir. Jakarta: Unesco office

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung : Alfabeta

Sudibyakto dkk. (2012). Menuju

Masyarakat Tangguh Bencana. In: Indiyanto, A. dan Kuswanjono, A. Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana. Yogyakarta: Mizan.

22