09e00193
TRANSCRIPT
ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA RUANG
KOTA MEDAN DALAM PERSFEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
TESIS
Oleh
RINSOFAT NAIBAHO 067005061 / HK
S
EK O L A
H
PA
SC A S A R JANA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA RUANG KOTA MEDAN DALAM PERSFEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Nama Mahasiswa : Rinsofat Naibaho Nomor Pokok : 067005061 Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Syamsul Arifin, SH.MH Ketua
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH. Dr. Pendastaren Tarigan, SH,MS. Anggota Anggota
Ketua Program Studi Ilmu Hukum Direktur Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,MSc
Tanggal Lulus : 22 Nopember 2008
Telah diuji pada Tanggal 22 Nopember 2008
PANITIA UJIAN TESIS KETUA : Prof. Syamsul Arifin, SH,MH ANGGOTA : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH
2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH.MS 3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH,MS 4. Dr. Sunarmi, SH,M.Hum
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
ABSTRAK Dalam rangka penataan tata ruang, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan untuk itu. Perencanaan tata ruang yang efektif,efesien dan berkelanjutan merupakan salah satu cirri penataan ruang yang baik. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan, yang dilaksanakan dilingkungan Kantor Walikota Medan. Penelitian ini bersifat juridis normative dengan pendekatan juridis sosiologis. Alat pengumpulan data melalui bahan-bahan kepustakaan dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis dan penelitian menunjukkan bahwa perencanaan penataan tata ruang merupakan tugas dan kewenangan pemerintah khususnya pemerintah daerah Kota Medan. Perencanaan penataan tata ruang Kota Medan telah diatur dalam peraturan daerah Kotamadya Medan Nomor 4 tahun 1995 belum berjalan dengan semestinya. Peraturan Kotamadya Medan belum bias melindungi perencanaan penataan tata ruang, perizinan dan lingkungan hidup dan banyaknya pelanggaran yang terjadi, misalnya membangun tanpa surat izin mendirikan bangunan, akibatnya merusak perencanaan tata ruang dan merusak lingkungan hidup. Analisis penataan tata ruang sesuai dengan peraturan daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal. Disarankan dalam perlindungan perencanaan penataan tata ruang di Kota Medan diperlukan peran serta seluruh masyarakat dan aparatur Negara dalam mengawasi setiap perkembangan penataan tata ruang , perizinan dan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat, untuk itu diharapkan kepada khususnya aparatur Negara untuk bekerjasama dalam melakukan penataan tata ruang. Karena menata tata ruang merupakan hasil kreatif yang sangat berguna untuk masa sekarang dan yang akan datang di Indonesia khususnya bagi pembangunan berkelanjutan di Kota Medan. Disamping itu pemerintah Kota Medan, memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya penataan tata ruang dan mensosialisasikan penataan tata ruang kepada masyarakat secara kontiniu dalam bentuk penyuluhan, media massa, media elektronik maupun media lainnya. Kata Kunci : Analisis hukum,penataan tata ruang dan pembangunan berkelanjutan.
i
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
ABSTRACT In order to arrange the city space lay-out, since long the authority has issued variously regulations to have it orderly. The planning of lay-out space effectively, efficiently and continuously is recognized a properly arrangement to hold. The location of this study is Medan City, took place and completely done around office of Walikota medan. This study adopted a normative juridical research with a sociological approach. For collecting the data perhaps got material in library and with interview, and the data taken to analyze it later qualitatively. The result of analysis and research showed that the planning for arrange the city space lay-out perhaps the authority shall hold the duties and take the responsibility of Medan to handle it. The planning for laying out the city space of Medan order has been ruled within a city regulations of Medan under the regulation of number 4 in 1995 has not run properly yet. The city regulations of Medan may not protect the planning of lay-out the city space, city permits and the environmental yet and there are found many violation occurred, for instance to construct the buildings without having permit, and it may cause damage to the city planning for arrangement and damage too the environment. The analysis of city space lay-out accorder to the city rules may not run conducted optimal yet as required. It’s suggestible to cover the planning for the city space lay-out required perhaps mainly the public role with their take part maximally and with the authority as agents in controlling each the development lay-out in city space, permits and environment, and it should be done by public. In connecting with it, it is urged city authority encourage the city people and public authority hand in hand in conducting arrangement for space lay out. For arranging the city space is acknowledged a creative result and uses perhaps for today and future reasonable in Indonesian particularly of having a continuation development for medan city. In addition, the city authority of Medan is urged to guide those people of this city how importance to hold and keep the space lay out and then always socialize the arrangement for the city space lay-out for people continuation, it should be taken with a guidance, by mass media, with electronic media or other media. Keywords : Legal analysis, arrangement for space, continuation
development.
ii
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini
dapat diselesaikan yang berjudul : “ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN
TATA RUANG KOTA MEDAN DALAM PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN”.
Tesis ini diajukan guna memenuhi persyaratan yang harus dilengkapi dalam
rangkaian pembelajaran pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum
Administrasi Negara Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya bantuan dari
berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan material maupun bantuan moril. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,
Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
mengkuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister;
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B., M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH,
atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada kami
selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
iii
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
4. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya
ucapkan kepada Bapak Prof. H. Syamsul Arifin, SH. MH. Selaku Pembimbing
Utama.
5. Bapak Prof. Dr.Bismar Nasution, SH. MH. Selaku anggota Komisi Pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan,koreksi dan motivasi,
seingga Tesis ini dapat diselesaikan
6. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH. MS. Selaku anggota Komisi Pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, koreksi dan motivasi
dengan penuh perhatian telah memberikan pikiran dan waktu yang tidak
mengenal lelah;
7. Bapak Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan beserta
bawahannya, serta bawahannya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam penelitian ini.
8. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program Magister Studi Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
Akhirnya ucapan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada Bapak
penulis U.E. Naibaho dan Ibu (Alm). M. Br. Sitanggang, yang melahirkan saya,
Abang R. Naibaho dan Keluarga, Kakak Adek saya yang saya cintai, juga tidak
terlepas dari Mertua saya yang sudah tiada Alm.V. Tampubolon dan Alm. F. Sitorus serta
Kakak M. Br. Tampubolon/ Ir. D. Sianipar, (Pak Petrus dan Anak-anak), Dra. E. Br.
Tampubolon/ Drs. F. Simanjuntak (Pak Valdo) dan Anak Ipar T.Tampubolon dan
Keluarga Ir. E. Tampubolon dan Keluarga Iptu. Pol. A. Tampubolon dan Keluarga M. Br.
Tampubolon dan Eduard Tampubolon.
iv
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
Selanjutnya ucapan terima kasih dan rasa cinta yang mendalam penulis sampaikan
kepada istri tercinta St. M. Br. Tampubolon, SH yang penuh kesetiaan, kesabaran,
pengertian dan kasih sayang memberikan semangat, motivasi dan doa restu kepada
penulis.
Demikian juga anak-anak penulis Pdt. Lambok Naibaho STh, Harris Naibaho,
Elita Naibaho, dan Erwin Naibaho, yang memberikan inspirasi dan
dorongan bagi penulis. Khususnya juga tidak terlupakan teman saya seperjuangan
Kasman Siburian, SH.MH dan Pdt. M. Simanjuntak, STh. dan Keluarga.
Penulis telah berusaha untukmenyelesaikan Tesis ini dengan sebaik-baiknya,
namun demikian penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dari Tesis ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat produktif dari semua
pihak.
Medan, Nopember 2008 Penulis Rinsofat Naibaho
v
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama : RINSOFAT NAIBAHO
Tempat/ Tgl.lahir : BINJAI LANGKAT / 20 JANUARI 1957
Jenis Kelamin : LAKI-LAKI
Agama : KRISTEN PROTESTAN
Pendidikan : SD tahun 1962 s/d 1969 di Perdagangan
SMP tahun 1969 s/d 1972 di Perdagangan
SMA tahun 1972 s/d 1975 di Perdagangan
USU tahun 1975 s/d 1985 di Medan
Sekolah Pascasarjana USU tahun 2006 s/d 2008
Dosen Tetap di Universitas HKBP Nomensen
mulai tahun 1989 sampai sekarang.
vi
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman
ABSTRAK……………………………………………………………….. i ABSTRACT……………………………………………………………… ii KATA PENGANTAR…………………………………………………… iii DAFTAR ISI…………………………………………………………….. vii DAFTAR TABEL……………………………………………………….. x DAFTAR ISTILAH……………………………………………………... xi BAB I : PENDAHULUAN……………………………………... 1 A. Latar Belakang…………………………………….. 1 B. Permasalahan……………………………………… 14 C. Tujuan Penilitian…………………………………... 14 D. Manfaat Penilitian………………………………… 14 E. Keaslian Penelitian………………………………... 15 F. Kerangka Teori dan Konsepsi…………………….. 16 1. Kerangka Teori……………………………… 16 2. Kerangka Konsepsi…………………………. 21 G. Metode Penilitian…………………………………. 30 1. Lokasi Penilitian……………………………. 30 2. Spesifikasi Penilitian……………………….. 30 3. Sumber Data………………………………... 32 4. Alat Pengumpulan Data……………………. 34 5. Analisis Data………………………………. 34
vii
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB II : PENGATURAN ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA RUANG KOTA MEDAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN….. 36 A. Analisis Hukum……………………………………. 36 1. Pengertian Tentang Hukum…………………….. 36 2. Tujuan Hukum…………………………………. 44 3. Fungsi Hukum…………………………………. 45 B. Penataan Ruang…………………………………… 49 1. Pengertian Tata Ruang………………………… 49 2. Perencanaan Tata Ruang………………………. 60 3. Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan…….. 67 C. Pembangunan Berkelanjutan…………………….. 87 1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan……… 87 2. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Pembangunan Yang Berwawasan Lingkungan………………. 95 D. Hubungan Antara Hukum Administrasi Negara Dengan UU No.4 Tahun 1982/ UU No.23 Tahun 1997……………………………………… 101 1. Dari Segi Wewenang Kelembagaan………….. 101 2. Pelaksanaan dari Segi Penetapan Sarana Kebijakan Lingkungan……………………….. 107 3. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan suatu Instrumen Dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan…….. 110
viii
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB III. : UPAYA- UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH KOTA MEDAN TERHADAP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN………. 114
A. Gambaran Umum Kota Medan Keadaan Daearah………………………………………. 114 1. Kota Medan Secara Geografis…………….. 114 2. Kota Medan Secara Demografis…………... 115
viii
B. Upaya-Upaya yang Dilakukan Pemerintah Kota Medan Terhadap Tata Ruang Yang Berwawasan Lingkungan…………………………………… 121
BAB IV. : KESIMPULAN DAN SARAN………………… 130 A. Kesimpulan …………………………………… 130 B. Saran…………………………………………... 130 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………. 132
ix
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun
2001-2005……………………………………………………….115
Tabel 2. Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kelompok Umur Tahun
2001-2005……………………………………………………….117
Tabel 3. Indikator Utama Ekonomi Kota Medan ……………………………….120
x
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISTILAH
UUD 1945 : Undang-Undang Dasar 1945
UU : Undang-Undang
UUPLH : Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
UULH : Undang-undang Lingkungan Hidup
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
RTRWN : Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
RUTRK : Rencana Umum Tata Ruang Kota
RTRWP : Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
PKN : Pusat Kegiatan Nasional
PKW : Pusat Kegiatan Wilayah
IMB : Izin Mendirikan Bangunan
KSB : Keterangan Situasi Bangunan
KRP : Keterangan Rencana Peruntukan
KIM : Kawasan Industri Medan
KIB : Kawasan Industri Baru
KKN : Korupsi Kolusi Nepotisme
WPP : Wilayah Pengembangan Pembangunan
Ha : Hektar
KRP : Keterangan Rencana Peruntukan
KSB : Keterangan Situasi Bangunan
IMP : Izin Membangun Prasarana
ILH : Izin Layak Huni
IPRO : Izin Promosi
IMP : Izin Pemanfaatan Prasarana
RTBL : Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
SIP : Surat Izin Perumahan
xi
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
UUPA : Undang-undang Pokok Agraria
UUPTUN : Undang-undang Peradilan Tata Usaha Neara
UUPLH : Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Perda : Peraturan Daerah
xii
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Pejelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang disebutkan Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik sebagai
kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang
di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya merupakan karunia Tuhan Yang Maha
Esa kepada Bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang
terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia
Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan Dasar Negara Pancasila.
Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tersebut, Undang-undang tentang Penataan Ruang ini menyatakan bahwa
negara menyelenggarakan penataan ruang, yang melaksanakan wewenangnya
dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang
dimiliki oleh setiap orang1
Lebih lanjut dikatakan ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal
batas wilayah. Namun untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berlandasakan Wawasan Nusantara dan Kesatuan Nasional,
serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas
1 Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 Tentang penataan Ruang.
1
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
2
dan bertanggungjawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam
proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan
keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku
kepentingan.
Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan
penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintahan daerah, yang mencakup kegiatan
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang didasarkan pada
pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif.
Pasal 1 ayat (2) UUPA No.5 Tahun 1960, yang menyatakan bahwa seluruh bumi,
air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dalam
wilayah Republik Indonesia merupakan sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, bagi
bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
Selanjutnya pengertian tanah menurut UUPA No. 5 Tahun 1960, dijelaskan dalam
Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi ; “Tanah adalah permukaan bumi atau kulit bumi”.
Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) menjelaskan tentang pengertian hak atas tanah yang
berbunyi:
Hak atas tanah adalah hak untuk menggunakan tanah sampai batas-batas tertentu
meliputi tubuh bumi, air, dan ruang angkasa di atasnya sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
3
Dalam Pasal 16 UUPA mewajibkan pemerintah untuk menyusun rancangan
umum mengenai persediaan, peruntukan, dan pengawasan tanah untuk berbagai macam
keperluan pembangunan
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk kepentingan umum, maka dapat dirumuskan , yang dimaksud
dengan kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan
yang dimaksud dengan pengadaan tanah dalam kontek ini adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
Dalam kaitan antara pengadaan tanah bagi kepentingan umum dengan rencana
tata ruang disebutkan, bahwa pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang
diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat
dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum hanya
dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum
tersebut sesuai dengan dan berdasarkan kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
yang telah ditetapkan terlebih dahulu
Peran serta masyarakat merupakan salah satu faktor terpenting dalam
melaksanakan pembangunan, karena melalui masyarakat inilah berbagai kegiatan
pembangunan dapat dilaksanakan serta terlaksana dengan baik. Salah satu wujud peran
serta masyarakat dalam pembangunan adalah dengan adanya hak-hak yang dimiliki oleh
masyarakat terambil, yang salah satu contohnya adalah penggunaan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
4
lahan atau tanah masyarakat yang terkena garis rencana kota untuk melaksanakan
pembangunan kota terhadap tata ruang.
Namun yang harus menjadi perhatian masyarakat adalah bahwa lahan-lahan yang
telah dikuasainya atau yang telah menjadi hak milik tidak serta merta dikuasai secara
mutlak, oleh karena menurut UUPA, khususnya Pasal 6 menerangkan bahwa semua hak
atas tanah mempunyai fungsi sosial, dan Pasal 14 UUPA yang menerangkan tentang
pemanfaatan lahan atau peruntukan tanah, sehingga memungkinkan apabila lahan
tersebut terkena garis rencana kota, yaitu untuk pembangunan, maka masyarakatpun
harus rela melepaskan kepemilikan tersebut, dapat melalui proses hibah atau ganti rugi
Konsolidasi tanah menurut Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan Pasal 1 ayat
(1) Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1991 adalah
Kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan
tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Konsolidasi tanah merupakan suatu instrumen atau cara pembangunan di wilayah
perkotaan dan pedesaan yang secara konprehensif sekaligus menata kembali penguasaan
dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk pembangunan sehingga akan
dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya dengan
melibatkan peran serta masyarakat.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
5
Selanjutnya Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, menegaskan
bahwa yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah :
Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia
Sedangkan menurut undang-undang yang sama , yang dimaksud dengan
ekosistem adalah Tatanan unsur lingkungan yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh
dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas
lingkungan.
Hal tersebut sejalan dengan penegasan yang diuraikan dalam Pasal 1 ayat (6) UU
No. 23 Tahun 1997, yakni : Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Kerusakan alam yang berakibat pada menurunnya daya dukung lingkungan , salah
satunya disebabkan oleh adanya pencemaran lingkungan hidup. Menurut Pasal 1 ayat
(12) UU No. 23 tahun 1997 yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah:
“Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
menurun sampai kepada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
6
Oleh karena itu, dengan mencermati uraian diatas , pengelolaan lingkungan hidup
secara terintegrasi yang melibatkan berbagai instrumen hukum, pemerintah, dan
masyarakat dimaksudkan untuk mencapai ketertiban dan keteraturan dalam
pemanfaatannya. Ketiga instrumen merupakan implementasi dari konsep pembangunan
yang berkelanjutan yang bermuara pada optimalisasi fungsi sumber daya alam,
kemampuan, kesejahteraan, demi kepentingan generasi kini dan generasi yang akan
datang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UU No. 23 Tahun 1997, yaitu :
Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya
ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan , kesejahteraan, dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Hal tersebut lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 3 UU No. 23 Tahun 1997, yaitu :
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggungjawab
negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat, bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia Iandonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan hidup untuk berbagai keperluan, Pasal
9 UU No. 23 Tahun 1997 menegaskan :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
7
(1) Kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang mempunyai
hubungan erat dan merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi.
(2) Pengelolaan lingkungan dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah,
sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing.
Maksud dari uraian pasal tersebut di atas adalah bahwa konsep pengelolaan
lingkungan hidup erat kaitannya dengan konsep penataan ruang, Artinya setiap penataan
ruang harus selalu memperhatikan konsep dan kebijakan lingkungan hidup, sehingga
melalui penataan ruang , konsep pembangunan akan tercapai dengan sebaik mungkin
tanpa merusak kondisi lingkungan sekitar.
Setelah Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus1945 adalah
mempunyai cita-cita dan tujuan nasional buat seluruh rakyat dan bangsa
Indonesia,sebagaimana tercantum dalam Alinea ke Empat Pembukaan UUD 1945 yang
berbunyi : “…Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia,dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa
dan untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial…”. Dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional tersebut maka
harus dilaksanakan serangkaian program pembangunan dalam berbagai sektor diseluruh
penjuru tanah air. Tujuan akhir dari rangkaian pembangunan itu adalah guna
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, dalam artian sejahtera secara
lahiriah dan batiniah.
Didalam UUD 1945 pada pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Negara Indonesia
adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik dengan sistem Demokrasi
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
8
Pancasila,berarti bahwa Negara Indonesia berbentuk Negara kesatuan. Maka
segenap kekuasaan atau kewenangan serta tanggung jawab terhadap kesejahteraan dan
kelangsungan hidup bangsa Indonesia berada dibawah kendali atau pemegang kekuasaan
terpusat, yang terdapat pada Pemerintahan pusat. Dengan demikian,corak sistem
pemerintahan tersebut adalah bersifat Sentralisasi. Namun karena Wilayah Negara
Republik Indonesia sedemikian luasnya, dan didiami berbagai suku bangsa yang
beraneka ragam,maka corak pemerintahan sentralis bukanlah menunjukkan tipe ideal
sistem pemerintahan yang cocok untuk mengatur wilayah dan penduduk yang demikian
banyak dan beragam itu.
Untuk itu diaturlah corak pemerintahan di Indonesia berdasarkan sistem
pembagian kekuasaan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah berdasarkan
corak Desentralisasi sebagaimana tercermin dalam pasal 18 UUD.1945.Sesudah
Amandemen2
Berdasarkan ketentuan pasal 18 UUD 1945.yang membagi wilayah Indonesia
didalam daerah-daerah provinsi dan daerah daerah propinsi dibagi atas daerah kabupaten
dan daerah kota.Dengan adanya pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,dan
daerah kota diharapkan dapat mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good
governance)3 yang berarti juga adanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
2 Faisal Akbar, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah, Cetakan pertama (Medan: Pustaka
Bangsa Press 2003). hlm. 43 3 Good Governance yang dimaksudkan adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan
negara dalam melaksanakan penyediaan publik goods and service.disebut Governance (pemerintahan atau Kepemerintahan yang baik) Agar Good Governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka ditentukan komitmen dan ketertiban semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat Good Governance yang baik menuntut adanya” elignment” (koordinasi) yang baik dan integras, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian konsep Good Governence dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara merupakan tantangan tersendiri. Sedermayanti, Good Governence (kepemerintahan yang baik) dalam rangka otonomi daerah. Upaya membangun organisasi efektif dan efisien melalui rekomendasi dan pemberdayaan (Bandung Mandar Maju, 2003.h.2
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
9
Dalam penjelasan umum UU RI No.26 tahun 2007 tentang penataan Tata Ruang
dalam angka (1) disebutkan “Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ,baik
sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat,ruang laut,dan ruang angkasa
termasuk ruang didalam bumi, maupun sebagai sumber daya adalah merupakan karunia
Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disukuri, dilindungi dan
dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan
amanat yang terkandung dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945.Republik Indonesia, serta
makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar Negara Pancasila.
Untuk mewujudkan amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Negara Republik
Indonesia, pemerintah perlu mengambil dan menggunakan strategi yang tepat dengan
luasnya cakupan, kompleksitas masalah, serta keterbatasan sumber daya dan kapasitas
yang mengharuskan pemerintah mengambil pilihan atau tindakan yang strategis untuk
pengembangan terhadap penentuan penataan Tata Ruang kota.
Pemerintahan yang baik (good Governance) hanya akan tercapai didaerah jikalau
pemerintahan pusat membuat rambu-rambu ditingkat pusat yang bisa menekan
pemerintahan daerah untuk melakukan perubahan.Contohnya masyarakat boleh
berpatisipasi kalau ada aturan atau Peraturan Daerah memerintah daerah yang
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
10
mengatur partisipasi.Tetapi Per-Da itu boleh berbentuk kalau pemerintah pusat
membuat aturan yang mewajibkan pemerintah daerah membuat Per-Da yang memberikan
akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Jadi harus ada Intervensi pemerintah pusat
itu melalui perundang-undangan yang mewajibkan pemerintah daerah melakukan
sejumlah hal dalam rangka menerapkan tata kelola tata ruang dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
Akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 15 Oktober 2004, pemerintah memberlakukan
UU No. 32 tahun 2004 Amandemen UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah.
Dalam penjelasan umum pada point 1 Dasar pemikiran huruf (b) UU. No. 32 tahun 2004
memuat prinsip otonomi Daerah. Menggunakan prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam
9
arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan
diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut.
Karena daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk
memberikan pelayanan, peningkatan, prakarsa,dan memberdayakan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dari penjelasan umum UU No. 32 tahun 2004 tersebut dapat terbaca dengan jelas
bahwa salah satu tujuan pemberian Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan mensejahterakan rakyat.
Berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat (2) UU No.32 tahun 2004 Perubahan dengan
keluarnya undang-undang No.12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah merupakan
urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
11
kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi
Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan ;
b. Perencanaan, pemamfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. Penanganan bidang Kesehatan;
f. Penyelenggaraan Pendidikan;
g. Penanggulangan Masalah Sosial;
h. Penyelenggaraan Bidang Ketenagakerjaan;
i. Fasilitas Pengembangan koperasi, Usaha Kecil dan Menengah;
j. Pengendalian lingkungan hidup;
k. Pelayanan Pertahanan;
l. Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil;
m. Pelayanan Umum Administrasi Pemerintahan;
n. Pelayanan Administrasi Penanaman Modal;
o. Penyelenggaraan Pelayanan Dasar lainnya, dan ;
p. Urusan Wajib lainnya yang diamanatkan oleh Peraturan perundang Undangan.
Dari uraian diatas Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
untuk Kabupaten/kota yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai tujuan
pembangunan Nasional,yaitu masyarakat adil dan makmur.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
12
Dengan demikian dapat dikatakan pemerintah telah berupaya dalam
penyelenggaraan pemerintahan kearah pemerintahan terwujudnya Pembangunan yang
berkelanjutan.
Pemerintah Daerah kota Medan sebagai salah satu pemerintahan daerah kota
yang berada diprovinsi Sumatera Utara. Pemerintah Kota Medan telah berupaya dalam
penentuan Penataan Tata Ruang Kota Medan untuk mewujudkan pembangunan yang
Berkelanjutan. Ini menunjukkan upaya yang serius termasuk dalam peningkatan
Pembangunan Ekonomi, demi terwujudnya kesejahteraan rakyat, meskipun dalam
pelaksanaannya dilapangan masih banyak warga masyarakat masih termasuk peta
kemiskinan, keadaan seperi ini terjadi karena kurangnya pemahaman aparat pemerintah
daerah akan tujuan Otonomi Daerah serta ketidak tahuan masyarakat akan pentingnya
Penataan Tata Ruang.
Keberadaan kota Medan sebagai sentral Ibu kota Provinsi Sumatera Utara.
Kondisi ini membuat pembangunan fisik Kota Medan mengalami perkembangan yang
pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi (Sosial,Budaya,
Politik,dan Lingkungan).
Pembangunan pertokoan maupun perumahan penduduk juga berkembang dengan
pesat. Sehingga setiap pendirian bangunan, baik itu bangunan untuk dunia usaha maupun
pendirian Rumah penduduk adalah harus memiliki ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah
kota Medan yang bertujuan untuk Penataan Tata Ruang kota medan dalam mewujudkan
ekonomi yang berkesinambungan. Yang tidak terlepas dari ketentuan sebagaimana pasal
22 ayat (2) dan (3) UUPP jo Keppres No.5 Tahun 1993
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
13
ditegaskan bahwa pelepasan Hak atas tanh dikawasan siap bangun dilakukan
berdasarkan kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah”4,Sehingga pengaturan mengenai
Penataan tata ruang di Kota Medan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan No. 4
Tahun 1995. Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota ( RUTRK ) Kota Madya
Daerah Tingka II. Medan tahun 2005”.Maka peningkatan dan pengembangan
pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya
perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang
fisik, kehidupan ekonomi,dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional,
mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualiatas kehidupan
manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.”5
Dengan penelitian ini maka dapat diketahui bagaimana Analisis Hukum terhadap
Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan.
Bagaimana Faktor-faktor Penghambat terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan
dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Upaya-upaya apa yang dilakukan oleh
pemeritah kota Medan dalam Analisis Hukum Penataan Tata Ruang kota Medan dalam
perspektif Pembangunan Berkelanjutan.Sehingga penelitian ini dapat bermanfaat
sebagai bahan masukan dan pertimbanganan bagi pemerintah Kota Medan Dalam
Persfektif Pembangunan Berkelanjutan.
4 Syahrin Alvi, 2003, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan
permukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003). hlm. 42 5 Ibid, h.lm 43
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
14
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas. Maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam
Persfektif Pembangunan Berkelanjutan.
2. Bagaimana Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan Terhadap
Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Pembangunan Berkelanjutan.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan
Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan di Kota Medan .
2. Untuk mengetahui Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan Dalam
Persfektif Pembangunan Berkelanjutan di Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian
Dengan terjawabnya permasalahan dalam penelitian Tesis ini, yang disertai
dengan tercapainya tujuan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam
tataran akademis maupun dalam tataran praktis, sehingga diharapkan penelitian ini
nantinya bermanfaat untuk :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan cakrawala berfikir akademis sebagai bahan informasi tentang
data Empiris yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
15
bagi penelitian selanjutnya, terutama dibidang Analisis Hukum Penataan Tata Ruang
dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan dan secara khusus berkaitan dibidang
Hukum Administrasi Negara.
b. Dapat dipergunakan untuk bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan dan
menambah khasanah perpustakaan.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat,khususnya masyarakat yang bertempat
tinggal di kota Medan untuk lebih mengetahui pentingnya Penataan Tata Ruang
Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Yang dapat
dipergunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan SDM aparat Pemerintah
Daerah dalam penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan
Berkelanjutan. Sehingga terwujud” Good Governance” yang dicita-citakan.
b. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya
Pemerintah Daerah Kota Medan dalam hal mengambil kebijakan yang
berhubungan dalam upaya penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif
Pembangunan Berkelanjutan dan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan
daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran di perpustakaan terhadap hasil-hasil penelitian yang
telah dilakukan atau penelitian yang sedang dilakukan, berkaitan dengan Analisis Hukum
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
16
Terhadap penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan
Berkelanjutan. Dan dalam hal belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh karena itu
penelitian ini masih asli baik dari segi materi maupun lokasi penelitian. Dengan demikian
keaslian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting, sedemikian pentingnya
sehingga menurut David Madsen sebagaimana dikutip oleh Lintong O.Siahaan
mengatakan “The basic purposes of scientific research is theory he adds that a good
theory properly seen present a systematic view of phenomene by specifying realitions
among cariables, with the purpose of exploring and prediction the phenomena”6.
Kerangka teori untuk menganalisis tentang Analisis Hukum Terhadap Penataan
Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan (studi dan
penelitian di kota Medan adalah menggunakan teori Penataan Tata Ruang dan teori
Pembangunan Berkelanjutan ).
Sebagai pelayanan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sarana
menuju masyarakat negara yang sejahtera ( Walfare State ). Pelayanan yang dimaksud
pada dasarnya merupakan cerminan dari perbuatan pemerintah( Overheidshandeling )
yang tidak saja berdasarkan Undang-undang dan peraturan
6 Lintong O. Siahaan, Prospek PTUN sebagai penyelesaian Sengketa Administrasi Indonesia
Cetakan Pertama (Jakarta : Perum Percetakan Negara RI. 2005) hlm.. 5
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
17
yang berlaku (Wetmatigheid dan Rechmatigheid ) akan tetapi lebih itu bahwa
administrasi Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan harus juga berdasarkan
kepatutan (Billijkheid ) serta kesusilaan7.
Maka secara teoritis, dari tujuan penentuan dan penataan ruang pada dasarnya
adalah untuk menentukan Pembangunan Berkelanjutan dituntut dengan cara bagaimana
penyelenggaraan pemerintahan itu bisa menganalisis menata ruang agar Pembangunan
Berkelanjutan bisa terus berlanjut.
Kemudian konsep Negara kesejahteraan ini tercermin dalam pasal 22 ayat (3) dari
UUD. 1945. Menjelaskan “Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.Konsep Walfare state tersebut didalam perundang-undangan kita untuk pertama
kali dikenal dengan istilah “Negara pengurus”8
Sebagaimana dikenal Negara Indonesia menganut paham Negara Kesejahteraan
yang berarti terdapatnya tanggung jawab Negara untuk menyelenggarakan dan
mengembangkan kebijakan Negara diberbagai sector bidang dari kesejahteraan dan serta
meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan yang baik melalui penentuan penataan
ruang yang diperlukan oleh masyarakat.
7 Muhammad Abduh , Propil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI). Dikaitkan dengan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) (Medan Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 1988) hlm. 9.
8 Jimly Asshiddiqie, Undang-undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, sebagaimana dikutif Siahaan, Op.Cit, hlm. 18.Hal ini tercantum dalam perumusan UUD 1945 yaitu Bab XIV tentang perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Selain itu UUD 1945 disamping sebagai Konstitusi Politik, juga dapat dikatakan konstitusi ekonomi karena UUD 1945 mengandung ide negara kesejahteraan (Walfare State)
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
18
Konsep Negara kesejahteraan disektor bidang pembangunan yang berkelanjutan
,landasan konstitusinya adalah pada pasal 33 ayat (3) dari UUD 1945. Penelitian ini juga
menggunakan “ Stufentheorie” Hans Kelsen sebagai to wer theory yang menyebutkan
bahwa norma yang ada dalam masyarakat suatu Negara telah merupakan susunan yang
bertingkat, seperti suatu piramide. Setiap tata kaidah hukum yang merupakan suatu
susunan daripada Kaidah-kaidah (stufenbau des rechts )9
Kemudian oleh Bagir Manan disebut dengan Asas “Peningkatan Peraturan
Perundang-undangan ( Lex Superior Derogate Lex Inferior ). Bahwa penetapan hukum
positip harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh sistem pertingkatan atau tata
urutan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi
mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih rendah. Kecuali
apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh
Undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat
yang lebih rendah. Asas Pertingkatan hanya berlaku untuk hukum perundang-undangan
dan aturan kebijakan10.
Didalam pasal 2 Ketetapan MPR. No.III/MPR/2000 tentang sumber Hukum Tata
Urutan Peraturan Perundang-Undangan yang disebut bahwa Tata Urutan Perundang-
undangan yang berlaku secara hierarki di Indonesia adalah :
9 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, Cetakan Pertama (Bandung : Mandar Maju, 1998) hlm. 26
10 Bagir Manan Hukum Positif di Indonesia (Suatu Kajian Teoritik). Cetakan Pertama (Yogyakarta, UII Press) hlm. 56-57.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
19
1. UUD. 1945
2. TAP. MPR
3. Undang-Undang
4. Per Pu
5. PP
6. KEPRES
7. PER-DA
Kemudian,UU No.10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-
perundangan. Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan jenis-jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang Undang /atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah.
Kemudian pasal 7 ayat (4) disebutkan jenis Peraturan Perundang Undangan selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan
Hukum mengikat sepanjang dipertahankan oleh peraturan perudang-undangan yang lebih
tinggi. Kemudian pada ayat (5) disebutkan kekuatan Hukum peraturan perundang-
undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana yang dimaksud dari ayat (1).
Selanjutnya dalam Lampiran Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2004 mengenai sistematika teknik penyusunan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
20
peraturan perundang-undangan angka 173 menyatakan :”Pendelegasian kewenangan
mengatur dari Undang-Undang kepada Menteri atau Pejabat yang setingkat dengan
Menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif. Maka dapat
disimpulkan bahwa peraturan yang mengatur teknis adminstratif dibidang pertanahan
merupakan jenis peraturan perundang-undangan Pemerintah Pusat.
Dalam kaitannya dengan Otonomi Daerah sebagaimana disebut dalam UU No.32
Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah (UUPD). Mengenai pengertian Otonomi,
menurut Surundajang adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu Auto berarti sendiri dan
Nomous berarti Hukum dan Peraturan. Menurut Encyclopedia of social science, otonomi
dalam pengeritian orosinal adalah the legal self suffcienty of social body and in actual
independence, Joko Christanto, “ Otonomi Daerah dan Skenario Indonesia 2010 dalam
konteks Pembangunan Daerah dengan Pendekatan Kewilayahan11 Sedangkan menurut
pasal 1 angka (5) UUPD. No. 32 Tahun 2004 Bahwa Otonomi Daerah diartikan sebagai
Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Kemudian berdasarkan pasal 14 UUPD No.32 Tahun 2004 menjelaskan
pengertian Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan
administrasi penanaman modal. Dalam pasal 136 ayat (3) yang menyatakan : “Peraturan
Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
11 (Regional Development Approach) “, http/rudyct 25x Com/sem 1-012/Joko Cristanto Htm, juli
2004, h. 2 (Akses tanggal 10 April 2007 ) 22)
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
21
tinggi”. Kemudian pasal 136 ayat (4) menyatakan “Peraturan Daerah…dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi”. Oleh sebab itu Peraturan Daerah mengatur pelaksanaan kewenangan
dibidang penentuan penataan tata ruang kota Medan yang dilaksanakan oleh pemerintah
Kabupaten/kota tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ng lebih
tinggi. Dalam penelitian ini peneliti mengacu kepada hierarki perundang-undangan
berdasarkan ketentuan UU. No, 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
2. Kerangka Konsepsi
Didalam rangka konsepsi akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan atau
berkaitan dengan konsepsi yang digunakan dalam penelitian tesis ini.Maka Konsep
adalah suatu bahagian yang terpenting dari perumusan suatu teori, kemudian peranan
konsep pada dasarnya dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan
observasi, antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Juga konsep itu diartikan sebagai
kata menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang
disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran yang mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai, selain itu dipergunakan sebagai landasan pada proses penelitian
tesis.Adalah Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang
Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan” yang memiliki 3 (tiga)
variable antara lain :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
22
1. Hukum
Pengertian Hukum adalah “ Suatu Tata Perbuatan manusia”. Tata Perbuatan
adalah mengandung arti suatu sistem aturan.Jadi Hukum bukan suatu peraturan
semata, seperti kadang-kadang dikatakan demikian. “Hukum adalah seperangkat
peraturan yang kita pahami dalam satu kesatuan yang sistematik, karena tidak
mungkin untuk memahami hakekat hukum hanya dengan memperhatikan satu
peraturan saja. Hubungan yang mampersatukan berbagai peraturan khusus dari
suatu tata hukum itu perlu dimaknai agar hakekat hukum dapat dipahami”. Hanya
atas dasar pemahaman yang jelas tentang hubungan-hubungan yang membentuk
tata hukum tersebut bahwa hakekat hukum dapat dipahami dengan sempurna.12
Kemudian disebutkan bahwa setiap usaha untuk mendefinisikan sebuah konsep
harus diawali dengan telah terhadap pemakaiannya yang umum. Dalam mendefinisikan
konsep Hukum, kita harus memulai dengan mengkaji pertanyaan “Apakah fenomena
sosial yang lazim disebut Hukum yang menampilkan suatu karakteristik umum yang
membedakannya dari fenomena sosial lain? Kemudian apakah karakteristik ini dikatakan
penting dalam kehidupan sosial manusia sehingga dapat menjadi landasan bagi
pembentukan suatu konsep yang berguna bagi pengetahuan tentang kehidupan social ?
Maka sebagai prinsip penghematan untuk
12 Hans Kelsen, Teori Umum Hukum Dan Negara, Alih Bahasa H. Somardi Diterbitkan Oleh (
Jakarta : BEE Media Indonesia, 2007), hlm. 3.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
23
berfikir, telah harus di mulai dengan kemungkinan pemakain istilah “Hukum”
yang paling luas13.14
Sebagai suatu teori, terutama dimaksudkan adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan tujuannya; Teori ini berupaya untuk menjawab pertanyaan apa itu Hukum
dan bagaimana ia ada, dan bukan bagaimana ia semestinya ada. Ia merupakan Ilmu
Hukum (Yurisprudensi) jadi bukan politik Hukum.15
2. Penataan Ruang
Dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007
Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa :
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, mememihara kelangsungan
hidupnya.
Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan yang dimaksud dengan Tata Ruang adalah wujud
struktur ruang dan pola ruang.
Pasal 1 Ayat (3) menyebutkan Penataan Ruang adalah suatu sistim proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
13 Ibid, hlm. 4 14 Ibid ,hlm.4. 15 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Penerjemah; Raisul Muttaqien, (Bandung : Nusamedia &
Nuansa, 2007), hlm..1
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
24
Pasal 1 Ayat (32) Menyebutkan tentang izin pemanfaatan ruang adalah izin yang
dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.16
Kemudian menurut UUPA. No. 5 Tahun 1960
Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa :
Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya didalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa asdalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia
dan merupakan kekayaan nasional.
Pasal 1 ayat (3) Bahwa hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air dan ruang
angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat
abadi.
Pasal 1Ayat (6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan
air tersebut ayat (4) dan pasal 3 dari UUPA. No. 5 Tahun 1960.17
Juga menurut UUPA No. 5 Tahun 1960 penggunaan Ruang sebagaimana Pasal 33
ayat (3) UUD.1945. Maka menurut pasal 2 ayat (1) UUPA. No. 5 Tahun 1960 adalah
tentang pengertian…” pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat”.
Pasal 33 ayat (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini
memberi wewenang untuk :
16 Baca UUPR No. 26 Tahun 2007 ( Pasal 1 dan seterusnya) 17 Baca UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
25
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan , persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah Nasional yang aman, nyaman, produktif, dan Pembangunan Berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional yang berlandaskan :
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.18
Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
1. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan
ruang meliputi :
a. Pengaturan, pembinaan, pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang
wilayah kabupaten/kotan dan kawasan strategis kabupaten/kota;
18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentan Penataan Tata Ruang Pasal
3
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
26
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
d. Kerjasama penataan ruang kabupaten/kota.
2. Wewenang poemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten sebaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) meliputi :
a. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota
3. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. Pemerintah Daerah kabupaten/kota
melaksanakan :
a. Penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. Pengendalian dan pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
4. Dalam melaksanakan kewenangan sebaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
Pemerintah Daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan
ruang dan petunjuk pelaksanaannya.
5. Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Ayat (3) dan serta ayat (4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota adalah :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
27
a. Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan
rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota; dan
b. Melaksanakan standard pelayanan minimal bidang penataan ruang.
6. Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standard
pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah Daerah Provinsi dapat
mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan19.
3. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke
dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan , kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan, dapat memiliki makna ganda.Tipe
Pembangunan yang pertama diprioritaskan pada orientasi Sosial dimana pada fokusnya
adalah pada masalah kehidupan masyarakat (manusia) terhadap sumber daya kualitatif.
Tipe Pembangunan yang kedua adalah lebih memperhatikan secara politik karena lebih
memperhatikan pada perubahan sistem pemerintahan terhadap kaitannya dengan
hubungan Sosial. Kemudian Tipe Pembangunan Ketiga adalah berfokus pada
Pembangunan Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan.
Sebagaimana disebutkan bahwa tipe-tipe pembangunan itu memiliki makna
ganda, yang dikenal seperti Tipe Pertama lebih berorientasi kepada pertumbuhan
19 Ibid hlm, 11
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
28
ekonomi dimana fokusnya adalah pada masalah kuantitatief dari produksi dan
penggunaan sumber daya. Pada Tipe Kedua, bahwa pembangunan yang lebih
memperhatikan pada perubahan dan pendistribusian barang-barang dan peningkatan
hubungan sosial. Tipe ketiga lebih berorientasi pada Pembangunan sosial dimana
fokusnya pada kualitatif dan pendistribusian perubahan dalam struktur dari masyarakat
yang diukur dari berkurangnya diskriminasi dan eksploitasi dan meningkatnya
kesempatan yang sama dan distribusi yang seimbang dari keuntungan dari pembangunan
pada seluruh masyarakat.20
Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia sebagai Berkelanjutan ditetapkan pada
Alinea keempat Pembukaan UUD. 1945, yang berbunyi : “Untuk melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Untuk mencapai tujuan itu,
dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan
Pancasila. Karena Pancasila merupakan landasan idiil (ideology) hidup bernegara di
Indonesia, termasuk landasan idiil bagi Pembangunan Nasional”21 yang berwawasan dan
Berkelanjutan.
Dasar Hukum Pembangunan Berkelanjutan (Sosial,Politik,Budaya,dan
Lingkungan) dicantumkan didalam pasal 27 dan pasal 33 UUD 1945.
20 Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, (Penerbit : Yogyakarta 2005 Gajah Mada University Press, 2005), hlm. 21
21 Janus Sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi, Medan : penerbit Bina Media Medan, 2000. hlm. 49
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
29
Pasal 27 UUD. 1945 berbunyi :
Ayat (1). Segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya;
Ayat (2). Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak dan penghidupan yang bagi kemanusiaan.
Pasal 33 UUD. 1945 berbunyi :
Ayat (1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
kekeluargaan;
Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai
hajad hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Ayat (3) Bumi. Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Bahwa Ketentuan diatas adalah mengandung makna bahwa Pembangunan,
termasuk pembangunan ekonomi yang harus dapat membentuk manusia sebagai manusia.
Berarti Pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan yang berperi kemanusiaan
dan berkelanjutan. Rakyat dan pemerintah wajib melaksanakan pembangunan ekonomi
dengan baik, untuk menjamin terlaksananya pembangunan. Berkelanjutan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
30
G.Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul tesis penelitian yaitu :” Analisis Hukum Terhadap Penataan
Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan” maka lokasi
penelitian dilakukan di kota Medan. Penelitian lokasi ini didasarkan kepada keberadaan
Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki laju perkembangan
pembangunan yang pesat terutama terhadap pembangunan berkelanjutan.
2. Spesifikasi Penelitian
Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian adalah untuk menjelaskan
jenis penelitian, sifat penelitian, dan pendekatan penelitian yang digunakan :
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum Normatif. Penelitian
hukum Normatif artinya melihat dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan berhubungan dengan penelitian seperti Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD. RI. 1945), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang RI. No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan
Ruang. Peraturan Pemerintah RI. No. 47 Tahun 1997. Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional. Permendagri. No. 1 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan. UU. RI.No. 28 Tahun 2002. Tentang Bangunan Gedung.
Keputusan Presiden RI. No. 63 Tahun 2003. Tentang Badan Kebijaksanaan dan
Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
31
Peraturan Daerah Kota Madya Daerah Tingkat II Medan No. 4 Tahun 1995 Tentang
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Kotamadya Daerah Tingkat II Medan
Tahun 2005. UULH. No. 4 Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup. UUPLH. No. 23
Tahun 1997 Tentang Pegelolaan Lingkungan. Lingkungan Hidup dan UUPA. No. 5
Tahun 1960 dengan pejelasan Pokok Agraria.
Dengan harapan Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan
Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Kemudian pendapat dari Ronald Dworkin
menyatakan penelitian hukum Normatif disebut juga dengan Penelitian Doktrinal
(Doctrinal Research), yaitu:”Suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang
tertulis didalam buku (Law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan
oleh Hakim melalui proses Pengadilan (Law as it is decided by the judge trough judicial
proses)22.artinya bagaimana Hukum itu didayagunakan sebagai instrument untuk
meningkatkan kepercayaan.
b. Sifat Penelitian
Penelitian tentang Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan
Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, maka sifat penelitian adalah diskriptif
Analisis. Bersifat diskriptif karena akan menggambarkan dan menerangkan
22 Ronald Dworkin, dalam kutipan Bismar Nasution, Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan hasil penulisan penelitian hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU. Tanggal 18 Februari 2003, hlm. 1. Bandingkan dengan Bagir Manan, yang mengatakan penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap kaidah/hukumnya itu sendiri (peraturan perundang-undangan, Yurisprudensi, hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum. Bagir Manan, “Penelitian dibidang Hukum” dalam jurnal hukum Puslitbangkum, diterbitkan oleh pusat Penelitian perkembangan Hukum Lembaga Penelitian Universitas Pejajaran, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( Bandung, Nomor Perdana : 1-1999), h. h. 4
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
32
permasalahan Hukum yang berkaitan dengan : “Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata
Ruang Kota Medan Dalam Persfektip Pembangunan Berkelanjutan.
Pendekatan Hukum Normatif (yuridis Normatif). Menurut pendapat Soerjono
Soekanto terdiri dari 16). Penelitian terhadap asas hukum, penelitian terhadap
sistematik hukum dan,penelitian perbandingan hukum.. Sedang menurut Bambang
Sunggono membagi penelitian Yuridis Normatif yang terdiri dari : Inventarisasi Hukum
Positip, menemukan asas Hukum dan Doktrin Hukum, menemukan hukum untuk suatu
perkara inconcrito,penelitian terhadap sistimatika hukum , penelitian terhadap taraf
sinkronisi, penelitian terhadap taraf sinkronisasi, penelitian perbandingan hukum dan
penelitian sejarah hukum.
c. Pendekatan Penelitian.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat Sosiologis
Yuridis yaitu Hukum Normatif yang terdapat pada UU. RI. No. 26 Tahun 2007, PP. No.
47 Tahun 1997, Permendagri. No.1 Tahun 2007, UU. RI. No. 28 Tahun 2002, PERDA
Kotamadya Daerah Tingkat II Medan No.4 Tahun 1995, diharapkan Dalam Analisis
Hukum Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan
dan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kota Medan untuk meningkatkan
Pembangunan Berkelanjutan.
3. Sumber Data
Mengenai Sumber Data pada penelitian ini berupa Data Primer dan Data
Sekunder.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
33
a. Sumber Data Primer adalah bersumber dari penelitian lapangan, yang
diperoleh dari melalui Observasi, hasil jawaban kuesioner di Instansi
pemerintah kota Medan.
b. Sumber Data Sekunder adalah meliputi bahan-bahan yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti,seperti halnya ketentuan perundang-undangan
antara lain : UUD 1945, UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah,
UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Tata Ruang, PP No.47 Tahun 1997
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Permendagri No.1 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, UU RI.
No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Keputusan Presiden RI.No.63
Tahun 2003 Tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Nasional, Peraturan Daerah Kotamadya Daerah
Tingkat II Medan No.4 Tahun 1995 Tentang Rencana Umum Tata Ruang
Kota (RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005, UULH
No.4 Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup,UUPLH No.23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UUPA No.5 Tahun 1960 Tentang
Agraria atau Pertanahan dan serta Peraturan Perundang-undangan yang
berkaitan dengan bahan Tesis Penelitian.Disamping itu data sekunder berupa;
buku-buku referensi, hasil-hasil penelitian,Kamus Hukum, Majalah, Artikel,
Journal dan lain-lain yang berhubungan dengan Tesis ini.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
34
4. Alat Pengumpulan Data
Adapun alat pengumpulan data yang digunakan untuk pengumpulan data
penelitian ini adalah dengan menggunakan daftar kuesioner (pertanyaan) dan wawancara.
Penggunaan teknik kuesioner untuk memperoleh data dari responden. Untuk memperoleh
data yang diinginkan dibuat daftar pertanyaan dan kemudian diserahkan dan/dikirim
kepada responden untuk mempelajari sekaligus dijawab oleh responden. Bentuk
kuesioner yang dibuat adalah dalam bentuk terbuka dan tertutup agar pembicaraan atau
pencakupannya tidak kaku dan dapat menampung keinginan dari responden yang tidak
tercantum dalam kuesoner.
Kegiatan wawancara dilakukan terhadap nara sumber atau informan untuk
mengetahui lebih mendalam dan rinci tentang hal-hal yang tidak mungkin dapat
dijelaskan responden dalam kuesioner, sehingga dengan adanya wawancara diharapkan
dapat diperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang masalah yang diteliti.
5. Analisa Data
Setelah data primer diperoleh, maka dilakukan pengeditan data, sehingga
keakuratan data dapat diperiksa dan bila ada kesalahan dapat diperbaiki dengan jalan
menjajaki kembali kesumber datanya
Kemudian setelah dilakukan dan diproses pengeditan data selesai dilaksanakan,
maka proses selanjutnya pengolahan data yang dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
35
A. Untuk data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, maka akan
dikelompokkan atau diklasifikasikan sesuai dengan kelompok atau unit
analisis yang telah ditentukan.
B. Untuk data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan penyederhanaan
yaitu dengan cara mengklasifikasikan hasil wawancara kedalam kelompok-
kelompok tertentu sesuai dengan unit analisis variable penelitian yang telah
ditetapkan, Cross Chek kebenaran data yang diperoleh dari responden.
C. Dalam melakukan penafsiran data dilakukan penyilangan-penyilangan antara
unit analisis yang satu dengan unit analisis yang lain, apakah data tersebut
saling mendukung atau saling bertentangan dan ditarik kesimpulan.
Kemudian keseluruhan data dilakukan,baik data primer maupun data sekunder
dianalisis dengan mempergunakan metode Induktif dan Deduktif melalui pendekatan
kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban yang ada dalam penelitian ini.
Bahasa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik
kesimpulan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi.
Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis terhadap penataan tata ruang yang lebih
efektif, sehingga dapat disusun secara terpadu untuk menyeluruh atau konprenshif
integral dalam rangka perencanaan tata ruang dimasa-masa yang akan datang demi
terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB II
PENGATURAN ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN RUANG KOTA
MEDAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
A. Analisis Hukum
1. Pengertian Tentang Hukum
Beberapa sarjana telah memberikan batasan tentang hukum menurut pendapatnya
masing-masing dan kenyataannya batasan mereka yang kemukakan satu sama lain saling
berbeda. Batasan-batasan yang mereka kemukakan mengenai pengertian hukum adalah
sebagai berikut23 :
a. Menurut pendapat Prof. Mr.E.M. Meyers, hukum ialah semua aturan yang
mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia
dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam
melakukan tugasnya.
b. Menurut Leon Duguit, hukum ialah aturan tingkah laku anggota masyarakat,
aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang
melakukan pelanggaran itu.
c. Menurut Immanuel Kant, hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini
kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak
bebas dari orang yang lain menuruti asas tentang kemerdekaan
23 J.B. Dallyo, dkk, Pengantara Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta : Bekerja sama
dengan APTIK Penerbit PT. Gramedia, 1989) hlm. 29
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
37
Dari berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hukum itu
meliputi beberapa unsur yaitu24:
a. Peraturan tingkah laku manusia.
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c. Peraturan itu bersifat memaksa.
d. Sanksi bagi pelanggaran terhadap peraturan itu adalah tegas ( pasti dan dapat
dirasakan nyata bagi yang bersangkutan).
Setiap anggota masyarakat harus bertingkah laku sedemikian rupa sehingga tata
tertib masyarakat tetap terpelihara baik. Hukum merupakan peraturan-peraturan yang
beraneka ragam dan mengatur hubungan orang dalam masyarakat. Hukum mewajibkan
diri dalam peraturan hidup bermasyarakat dinamakan kaidah hukum. Setiap orang yang
melanggar suatu kaidah hukum akan mendapat sanksi berupa akibat hukum tertentu yang
nyata. Dengan dikenakannya sanksi bagi mereka yang melanggar kaidah hukum, maka
hukum itu bersifat mengatur dan memaksa. Sanksi di sini adalah berfungsi sebagai
pemaksa seseorang tidak mau patuh dan taat pada hukum. Jika dalam kehidupan
bermasyarakat sanksi benar-benar dikenakan secara adil kepada siapa saja yang
melanggar hukum, maka akan tercipta ketertiban dan keadilan dalam masyarakat.
Hukum tidak hanya dibelakang dan menunggu serta mengikuti perubahan, akan
tetapi secara aktif mendorong terjadinya perubahan. Meskipun terjadinya perubahan
sosial bukanlah hanya semata-mata ditimbulkan oleh hukum saja tetapi
24 Ibid, hlm. 30
36
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
38
faktor-faktor lain juga turut berperan, namun paling tidak, hukum memiliki kemampuan
sebagai landasan, petunjuk arah serta sebagai bingkainya. Dikatakan oleh Satjipto
Rahardjo, bahwa penggunaan perundang-undangan dengan secara dasar oleh pemerintah
sebagai suatu sarana untuk melakukan suatu tindakan sosial yang terorganisasi telah
merupakan ciri khas negara modern25. Demikian pula Marc Galenter mengatakan,
bahwa dalam sistem hukum modern terdapat kecendurungan yang tetap dan kuat ke arah
penggantian perundang-undangan rakyat yang lokal sifatnya oleh perundang-undangan
resmi yang dibuat oleh Pemerintah.26 Melalui berbagai peraturan perundang-undangan
tersebut, maka hukum diberlakukan secara uniform dan bersifat nasional serta tidak lagi
bersifat lokal dan tradisional.
Penggunaan hukum sebagai sarana perubahan sosial dimaksudkan untuk
menggerakkan masyarakat agar bertingkah laku yang sesuai dengan irama dan tuntutan
pembangunan, seraya meninggalkan segala sesuatu yang sudah tak perlu lagi
dipertahankan. Bertalian dengan masalah tersebut menarik apa yang dikatakan oleh
Mochtar Kusumaatmaja, bahwa : Di Indonesia, fungsi hukum dalam pembangunan
adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat.27 Hal ini didasarkan pada anggapan,
bahwa adanya ketertiban (stabilitas) dalam pembangunan merupakan suatu yang
dipandang penting dan diperlukan. Suatu ketertiban hukum merupakan suatu ketertiban
yang dipaksa (dwangorde); apabila oleh hukum suatu tindakan-tindakan
25 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung; Angkasa, 1991), h. 113 26 Marc Galenter, Modernisasi Sistem Hukum, dalam Myron Weiner (ed), Modernisasi Dinamika
Pertumbuhan, Cet. III, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 110 27 Mochtar Kusumaatmaja, Hubungan Antara Hukum Dengan Masyarakat, Landasan Pikiran
Pola dan Mekanisme pelaksana Pembaharuan Hukum, (Jakarta : BPHN-LIPI, 1996), hlm. l.9
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
39
tertentu tak diperkenankan, maka jika tindakan itu dilakukan, yang melakukan tindakan
tersebut akan dikenakan sanksi. Menurut Kelsen prinsip dari aturan hukum adalah : jika
dilakukan tindakan yang berlawanan dengan hukum, maka akan dikenakan sanksi sebagai
akibat dari tindakan yang berlawanan dengan hukum tersebut.28 Hubungan antar akibat
dari tindakan yang berlawanan dengan hukum dengan tindakannya itu sendiri adalah
tidak sama dengan hubungan antara pemanasan sebatang besi dan akibatnya bahwa besi
tersebut menjadi lebih panjang, sehingga hal tersebut bukan merupakan hukum
casualitas, menurut Kelsen “het onrechsgevolg wordt het onrecht toegerekend”.
Seberapa jauh hukum pidana dan sanksi pidana masih diperlukan untuk menanggulangi
kejahatan ? Kiranya terdapat beberapa pendapat mengenai hal ini. Beberapa pakar hukum
pidana menolak penggunaan hukum pidana dan sanksi pidana untuk menanggulangi
kejahatan, sementara beberapa pakar yang lain justru berpendapat sebaliknya. Herbert L.
Packer termasuk pakar yang menolak penggunaan hukum pidana dan sanksi pidana
dengan alasan bahwa sanksi pidana merupakan peninggalan kebiadaban masa lampau 29.
Bahkan munculnya aliran positivisme dalam kriminologi yang menganggap pelaku adalah
golongan manusia yang abnormal menjadikan semakin kuatlah kehendak untuk
menghapuskan pidana ( punishmen ) dan menggantikannya dengan treatment.
28 Lihat, Lili Rasida, Op.cit,hal.38 29 Herbert L, The Limits of the Criminal sanction. (Stanford : Stanford University Press, 1968),
hlm. 17
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
40
Pakar hukum pidana yang mempunyai pandangan sebaliknya adalah pakar hukum
pidana Indonesia, Roeslan Saleh dengan mengemukakan tiga alasan30 Alasan Pertama,
diperlukan tidaknya hukum pidana dengan sanksi hukum pidana tidak terletak pada
tujuan yang hendak dicapai, melainkan pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai
tujuan itu hukum pidana dapat mempergunakan paksaan-paksaan. Alasan Kedua, bahwa
masih banyak pelaku kejahatan yang tidak memerlukan perawatan atau perbaikan, meski
demikian masih tetap diperlukan suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang
telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja. Alasan Ketiga, ialah
bahwa pengaruh pidana bukan saja akan dirasakan oleh si penjahat, tetapi juga oleh orang
lain yang tidak melakukan kejahatan.
Disamping itu, hukum sebagai kaidah berfungsi sebagai sarana untuk
menyalurkan arah kegiatan-kegitan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh
perubahan terencana itu. Dari uraian tersebut tampak bahwa dalam kaitannya dalam
pembangunan, maka hukum dapat memainkan yang amat penting, yaitu sebagai sarana
perubahan sosial dalam perjalanannya, pembangunan menimbulkan perubahan-perubahan
besar yang tidak saja menyangkut nilai-nilai, sikap dan pola prilaku masyarakat. Dengan
perkataan yang berbeda, sasaran dan akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan
pembangunan benar-benar bersifat total dan simultan. Terjadinya perubahan dalam
masyarakat merupakan gejala yang wajar.
30 Roeslan Saleh, Suatu Roerientasi dalam Hukum Pidana. (Jakarta : Aksara Baru, 1973), hlm.48
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
41
Pengaruh menjalar dengan cepat ke berbagai bagian dalam masyarakat. Lebih-lebih
pengaruh perilaku sosialnya, termasuk nilai-nilai sikap, pola prilaku secara hubungan
antar kelompoknya31.
Salah satu tujuan Negara Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan
umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga salah satu tugas konstitusional pemerintah
Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia melalui
kegiatan pembangunan ekonomi yang secara rinci diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 amandemen keempat. Sehubungan dengan pembangunan ekonomi, Sunaryati
Hartono32 menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi sangat memerlukan sarana dan
prasarana hukum agar supaya benar-benar dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan
yang direncanakan yakni ketertiban (stabilitas) dan kepastian disamping kemanfaatan
hukum. Sunaryati Hartono lebih lanjut menyebutkan bahwa hukum mempunyai peranan
yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan dan keserasian dan keselarasan antara
berbagai kepentingan dalam masyarakat.33 Dengan selalu menjaga keseimbangan dan
keserasian antara berbagai pihak tersebut, maka dinamika kegiatan ekonomi nasional
dapat diarahkan kepada kegiatan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dengan
31 Selo Sumardjan, Social Change in jogjakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1991), hal.3 32 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: Alumni,
1991), hal.30 33 Ibid.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
42
memperhatikan stabilitas sebagai salah satu tujuan hukum.34 Untuk mencapai hal-hal
tersebut, hukum diarahkan harus berubah lebih dahulu melalui pembangunan hukum
yang mencakup: (a) membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada, (b)
membuat sesuatu yang ada menjadi lebih baik dan lebih modern, atau (c) meniadakan
sistem yang lama karena tidak diperlukan lagi dan tidak sesuai lagi dengan sistem yang
baru.
Hukum sangat berperan di dalam pembangunan ekonomi, artinya hukum dapat
menjaga keseimbangan dan keselarasan serta mengakomodasikan antara para pihak yang
berkepentingan. Oleh karenanya rule of law merupakan hal penting bagi pertumbuhan
ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi reformasi sistem ekonomi (rule of law in
economic development), hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh David M. trubek
bahwa jika masalah hukum sudah jelas maka Indonesia akan mudah menjawab
pertanyaan, karena hukum adalah suatu ilmu yang praktis. Tidak perlu menggali kepada
hal-hal yang fundamental dari fungsi-fungsi sosial, ekonomi dan politik dari tatanan
hukum.35
Selanjutnya, Pembangunan hukum yang mengarah pada pertumbuhan
pembangunan ekonomi melalui kegitan investasi ditujukan untuk menciptakan stabilitas
(ketertiban) disamping kepastian hukum. Hal ini sesuai dengan ajaran bahwa hukum
merupakan alat pembaharuan masyarakat yang berasal dari Roscue Pound (1954)
34 Gunarto Suhardi, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, (Yogyakarta: Universitas
Atmajaya, 2002), hlm.12 35 David M. Trubek, Toward a Social Theory of Law: An Essay on the Study of Law and
Development, dalam Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Op. cit, hal.9
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
43
yang menyatakan: Law as a tool of social engineering36.Konsepsi tersebut yang asalnya
merupakan inti pemikiran dari Pragmatic Legal Realism kemudian dikembangkan oleh
Mochtar Kusumaatmadja setelah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia37. Mochtar
Kusumaatmadja lebih lanjut menyatakan bahwa pembaharuan masyarakat didasarkan
atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau
pembahuruan itu merupakan sesuatu yang diinginkan dan bahkan dipandang perlu 38.
Menurut Konsep law as a tool of social engineering tersebut, hukum tidak berada
dibelakang proses pembagunan, tetapi selalu berjalan didepan proses pembangunan.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa konsepsi hukum sebagai
sarana pembahuruan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauannya dan ruang
lingkupnya dari pada di Amerika Serikat tempat kelahiran teori tersebut, karena antara
lain lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di
Indonesia 39.
Sedangkan menurut Bismar Nasution, dalam pembangunan ekonomi, hukum
ekonomi harus berlandaskan hukum yang rasional. Karena dengan hukum modern atau
rasional tersebut akan dapat dilakukan pengorganisasian pembangunan ekonomi. Adapun
yang menjadi ciri dari hukum modern ini adalah penggunaan hukum secara aktif dan
sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dengan cara pendekatan ini,
36 Muchtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional ( Bandung:
Bina Cipta,1976), hal.9 37 Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum dan Teori Hukum, (Bandung: Citra
Aditya Bhakti, 2001), hal 78 38 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Op. Cit., hal
13 39 Ibid.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
44
diharapkan akan tercipta penerapan keadilan dan kewajaran, serta secara proporsional
dapat memberikan manfaat pada masyarakat. Aturan hukum tidak hanya untuk
kepentingan jangka pendek saja, akan tetapi harus berdasarkan kepentingan jangka
panjang40
2. Tujuan Hukum
Menurut pendapat L.J. Van Aveldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan
hidup secara damai. Jadi hukum menghendaki perdamaian dalam masyarakat. Keadaan
damai dalam masyarakat dapat terwujud apabila keseimbangan kepentingan masing-
masing anggota masyarakat benar-benar dijamin oleh hukum, sehingga terciptanya
masyarakat yang damai dan adil merupakan perwujudan terciptanya tujuan hukum.
Sedangkan menurut Soebekti berpendapat bahwa tujuan hukum adalah mengabdi kepada
tujuan negara.
Berangkat dari berbagai pendapat tentang tujuan hukum tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa tujuan hukum itu sebenarnya menghendaki adanya keseimbangan
kepentingan, ketertiban, keadilan, ketenteraman, kebahagian setiap manusia. Dengan
demikian jelas bahwa yang dikehendaki oleh hukum adalah agar kepentingan setiap
orang baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau
kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan
kelompoknya.
40 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato
disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 17 April 2004, hlm. 4-5.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
45
Supaya hukum dapat berlaku secara langgeng dan ditaati oleh anggota
masyarakat, hendaknya hukum itu berisi keadilan , tidak sekedar peraturan belaka. Setiap
anggota masyarakat harus dapat merasakan manfaat kalau menjalankan peraturan itu, dan
sebaliknya merasakan keganjilan manakala peraturan tidak dilaksanakan dengan baik.
Dengan demikian, hukum dapat mencapai tujuannya, yaitu untuk menciptakan tatanan
masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Melalui ketertiban
itu, warga masyarakat menemukan perlindungan atas kepentingan hukumnya. Hukum
harus dapat membagi hak dan kewajiban dari setiap anggota masyarakat secara adil dan
seimbang, mengatur cara-cara memecahkan permasalahan hukum serta memberikan
batasan kewenangan kepada penegak hukum untuk mempertahankan berlakunya hukum.
3. Fungsi Hukum
Tujuan hukum sebagaimana diketengahkan di muka adalah menghendaki adanya
keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketenteraman, dan kebahagiaan setiap
manusia, maka dapat diketahui apa sebenarnya fungsi hukum itu. Dengan mengingat
tujuan hukum maka dapat dirinci secara garis besar fungsi sebagai berikut :
a. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Fungsi ini
memungkinkan untuk diperankan oleh hakim karena hukum memberikan
petunjuk kepada masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku. Mana
yang diperbolehkan oleh hukum dan mana yang dilarang olehnya sehingga
masing-masing anggota masyarakat tahu apa yang menjadi hak dan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
46
kewajibannya. Kalau mereka menyadari dan melaksanakan baik perintah maupun
larangan yang tercantum dalam hukum, yakin bahwa fungsi hukum sebagai alat
ketertiban masyarakat dapat direalisir.
b. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.
Hukum yang bersifat mengikat dan memaksa serta dapat dipaksakan oleh alat
negara yang berwenang, berpengaruh besar terhadap orang yang akan
melakukan pelanggaran sehingga mereka takut dan segan untuk melakukan hal
itu karena takut akan ancaman hukumannya. Hukum yang bersifat memaksa
dapat diterapkan kepada siapa saja yang bersalah. Mereka yang melakukan
kesalahan mungkin dihukum penjara, didenda,diminta membayar ganti
rugi,disuruh membayar ganti rugi,disuruh membayar hutangnya, maka dengan
demikian keadilan dicapai.
c. Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai
daya mengikat dan memaksa dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk
mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju. Fungsi demikian adalah
fungsi hukum sebagai alat penggerak pembangunan.
d. Hukum berfungsi sebagai alat kritik (fungsi kritis). Fungsi ini berarti bahwa
hukum tidak hanya mengawasi masyarakat semata-mata tetapi berperan juga
untuk mengawasi para pejabat pemerintah, para penegak hukum, para penegak
hukum maupun aparatur pengawasan sendiri. Dengan demikian semuanya harus
bertingkah laku menurut ketentuan yang berlaku.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
47
Jika demikian halnya maka, ketertiban, perdamaian, dan keadilan dalam
masyarakat dapat diwujudkan dan fungsi kritis hukum dapat berjalan baik.
e. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian.
Hukum merupakan pencerminan kehendak manusia tentang bagaimana
seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Untuk itu hukum
menghendaki agar warga masyarakat bertingkah laku sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah, dilain pihak hukum berfungsi sebagai sarana memperlancar proses interaksi
sosial41
Dengan demikian, pada saat ini hukum digunakan tidak hanya sebagai instrumen
atau sarana untuk melakukan perubahan-perubahan, tetapi juga dipakai untuk
mewujudkan tujuan kebijaksanaan pemerintah. Penggunaan hukum secara demikian itu,
nampak dengan dikeluarkannya seperangkat peraturan perundang-undangan lingkungan
hidup yang hendak menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat
yang menyangkut berbagai sektor pembangunan. Setelah beberapa tahun berlakunya
ketentuan itu, ternyata pada tahap pelaksanaan dan penerapan serta penegakan hukumnya
masih dirasakan kurangnya keefektipan dan fungsi hukum untuk perubahan-perubahan
yang dikehendaki Pemerintah selaku pelopor pembangunan42
41 Syamsul Arifin, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan dalam Mewujudkan Pembangunan yang
berwawasan Lingkunmgan di Sumatera Utara, (Penerbit ; Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004), hlm. 12 42 Ibid. hlm. 12
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
48
Menurut Robert B. Seidman (1978 : 311-339), suatu peraturan dapat berfungsi
dengan baik apabila diperhatikan adanya 4 faktor, yaitu43
(1) Peraturan itu sendiri, artinya perundang-undangan harus direncanakan dengan
baik yaitu kaidah-kaidah yang bekerja mematuhi tingkah laku harus ditulis
dengan jelas dan dapat dipahami dengan kepastian, sehingga suatu ketaatan
atau tidak taatnya warga negara kepada hukum itu dapat disidik dan dilihat
dengan mudah.
(2) Petugas yang menerapkan peraturan hukum harus menunaikan tugasnya
dengan baik dan mengumumkan sescara luas.
(3) Pasilitas yang ada diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan hukum.
(4) Warga masyarakat yang menjadi sasaran peraturan tersebut akan bertindak
sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi aktivitasnya tergantung kepada tiga
variabel, yaitu apakah normanya telah disampaikan , apakah normanya sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan bagi posisi itu dan apakah warga
masyarakat yang terkena peraturan digerakkan oleh motifasi yang
menyimpang.
Selanjutnya Lon Fuller mengemukakan 8 (delapan) prinsip tolak ukur hukum
utamanya adalah sosok sebagai peraturan perundang-undangan, yakni:44
(1) Undang-undang yang bersifat umum memerlukan peraturan pelaksanaan
(2) Undang-undang agar dapat memenuhi fungsi mengatur harus diumumkan.
43 Ibid. hlm. 12 44 Ibid. hlm. 12
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
49
(3) Undang-undang tidak boleh berlaku surut apabila ia dilihat sebagai alat
pemandu tingkah laku (dimasa yang akan datang).
(4) Undang-undang harus jelas , tidak boleh mempunyai arti ganda , dalam
konteks hermenetika atau metode penafsiran undang-undang.
(5) Undang-undang tidak boleh bertentangan secara bathiniah, dalam arti undang-
undang tidak boleh melarang dan membolehkan suatu perbuatan pada waktu
yang bersamaan.
(6) Undang-undang tidak boleh menuntut hal yang tidak mungkin.
(7) Undang-undang harus menjaga konsistensi, dalam arti undang-undang tidak
boleh sering berubah, dan,
(8) Undang-undang tidak hanya berlaku untuk rakyat, tetapi juga mengikat
penguasa. (NR. Segra, et.al, 1983 : 122-128)
B. Penataan Ruang
1. Pengertian Tata Ruang
Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ,
yang dimaksud dengan ruang adalah
“Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang
di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya”
Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No.
327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang
dimaksud dengan ruang adalah :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
50
“Wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, ruang udara sebagai satu
kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.”
Adapun yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah
susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan
buatan yang secara hirarkhis berhubungan satu dengan yang lainnya Sedang yang
dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran permukiman,
tempat kerja, industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah perkotaan dan pedesaan,
dimana tata ruang tersebut adalah tata ruang yang direncanakan, sedang tata ruang yang
tidak direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti aliran sungai,
gua, gunung dan lain-lain45
Selanjunya Pasal 1 angka 5 menyebutkan yang dimaksud dengan penataan ruang
adalah “suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang”.
Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata teratur tercakup
pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Karena itu
pada tata ruang, yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan prasaranya .
Suatu tata ruang yang baik dapat dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut
penataan ruang. Dalam pengertian ini , penataan ruang terdiri dari
45 Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Tata Ruang dalam konsep kebijakan
otonomi daerah Cetakan I, (Bandung: Pewnerbit NUANSA 2007) hlm. 24
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
51
tiga kegiatan utama yaitu perencanaan tata ruang, perwujudan tata ruang dan
pengendalian tata ruang46
Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan
manfaat ruang dan kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang, berdasarkan
kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan
manusia di masa yang akan datang. Tingkat manfaat ruang ini juga akan sangat
bergantung kepada pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia atau dapat disediakan
secara optimal. Dengan demikian perencanaan tata ruang akan menghasilkan rencana-
rencana tata ruang untuk memberikan gambaran tentang ruang mana, untuk kegiatan apa
dan kapan47
Perencanaan atau plenning merupakan suatu proses, sedangkan hasilnya berupa
rencana, dapat dipandang sebagai suatu bagian dari setiap kegiatan yang lebih sekedar
refleks yang berdasarkan perasaan semata. Tetapi yang penting perencanaan merupakan
suatu komponen yang penting dalam setiap keputusan sosial, setiap unit keluarga,
kelompok, masyarakat, maupun pemerintah terlibat dalam perencanaan pada saat
membuat keputusan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk mengubah sesuatu dalam
dirinya atau lingkungannya.
Pada negara hukum dewasa ini, suatu rencana tidak dapat dihilangkan dari hukum
administrasi. Rencana dapat dijumpai pada berbagai bidang kegiatan pemerintahan,
misalnya dalam pengaturan tata ruang. Rencana merupakan
46 M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia
(Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2001), hlm.80. 47 Ibid. hlm. 81
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
52
keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan
terlaksananya keadaan tertentu yang tertib. Rencana yang demikian itu dapat
dihubungkan dengan stelsel perizinan, misalkan suatu perizinan pembangunan akan
ditolak oleh karena tidak sesuai dengan rencana peruntukan.
Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No.
327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang yang
dimaksud dengan Rencana Tata Ruang adalah “hasil perencanaan struktur dan pola
pemanfaatan ruang”
Maksud diadakannya perencanaan tata ruang adalah untuk menyerasikan lahan
dan ruang dapat dilakukan secara optimal, efisien, dan serasi. Sedangkan tujuan
diadakannya adanya suatu perencanaan tata ruang adalah untuk mengarahkan sturuktur
dan lokasi beserta hubungan fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka
pemanfaatan sumber daya manusia, sehingga tercapainya hasil pembangunan yang
optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas lingkungan hidup
secara berkelanjutan.
Penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak dapat
terpisahkan satu sama lainnya. Untuk menciptakan suatu penataan ruang yang serasi
harus memerlukan suatu peraturan perundang-undangan yang serasi pula diantara
peraturan pada tingkat tinggi sampai pada peraturan pada tingkat bawah, sehingga
terjadinya suatu koordinasi dalam penataan ruang.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
53
Dalam pejelasan umum nomor 4 dari UU No. 26 tahun 2007 menyebutkan Ruang
sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman , nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan
kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab, penataan ruang
menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaanya demi menjaga keselarasan,
keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antar pusat dan daerah,
antarsektor dan antar pemangku kepentingan. Dalam undang-undang ini, penataan ruang
didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,
kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.
Salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut UUPA No. 5 Tahun 1960
dapat kita temukan dalam Pasal 2, 14 dan 15. Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD
1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang, Pasal 2
UUPA memuat wewenang untuk48:
(1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
(2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa
(3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
48 Ibid. hlm. 79
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
54
Konsep tata ruang dalam tiga dimensi tersebut di atas terkait dengan mekanisme
kelembagaan dan untuk perencanaannya diatur dalam Pasal 14 yang mengatakan:
(1) pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum mengenai
persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa; dan
(2) berdasarkan rencana umum tersebut Pemda mengatur persediaan, peruntukan
dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa.
Selanjutnya Pasal 15 mengatur tentang pemeliharaan tanah, termasuk menambah
kesuburannya serta mencegah kerusakannya yang merupakan kewajiban setiap orang,
badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan
memperhatikan pihak ekonomi lemah.
Tanah adalah ruang daratan yang merupakan bagian/subsistem dari ruang secara
keseluruhan49
Pasal 16 UUPA mewajibkan pemerintah untuk menyusun rancangan umum
mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan tanah untuk berbagai macam
keperluan pembangunan. Dalam UUPA sendiri tidak ada penegasan arti dari ketiga istilah
tersebut. Namun nampak tujuan dari setiap rencana ini tidak lain adalah untuk
mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945 yakni untuk
kemakmuran rakyat
49 Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, (Bandung, Penerbit CV.
Mandar Maju, 1994), hlm.116
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
55
Rencana umum persediaan tanah adalah suatu pemenuhan kebutuhan tanah untuk
berbagai pembangunan, yang dikaitkan dengan rencana umum peruntukan tanah.
Persediaan tanah untuk pembangunan yang baik adalah persediaan tanah yang didasarkan
pada kondisi obyektif fisik tanah. Rencana umum peruntukan tanah harus sepenuhnya
didasarkan kepada kondisi obyektif fisik tanah dan keadaan lingkungan, oleh karena itu
rencana umum peruntukan tanah di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota
seharusnya memiliki kesamaan. Rencana umum penggunaan tanah adalah usaha
pemenuhan tanah untuk rencana pembangunan atau program-program yang sudah ada.
Dengan demikian rencana umum penggunaan tanah baru dapat disusun setelah adanya
program pembangunan, sedangkan penyusunan rencana umum mengenai peruntukan
tanah maupun persediaan tanah tidak perlu menunggu program-program pembangunan.
Pada negara hukum kemasyarakatan hukum modern, rencana selaku figur hukum
dari hubungan hukum administrasi tidak dapat lagi dihilangkan dari pemikiran. Rencana-
rencana dijumpai pada pelbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya pengaturan tata
ruang, pengurusan kesehatan, dan pendidikan50
50 Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the
Indonesian Administrative Law) (Yogyakarta, 1995 dicetak oleh : Gajah Mada University Press). Hlm. 156.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
56
Suatu rencana peruntukan terdiri dari bagian-bagian berikut ini:51
a. Peta Perencanaan
Di sini terdapat peruntukan dari tanah dimaksud. Peta perencanaan itu dapat
dipandang sebagai suatu himpunan (bundel) keputusan yang saling berkaitan
b. Peraturan Berkenaan dengan Penggunaan (Pemanfaatan).
Peraturam berkenaan dengan penggunaan (pemanfaatan) ini dapat dipandang
sebagai peraturan perundang-undangan. Bagi wilayah dari rencana itu dapat
diberlakukan secara berulang kali.
Perencanaan kiranya juga berperan pada upaya pembebasan hak atas tanah. Pada
Pasal 4 ayat (3) dari Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 5 Tahun 1975 tentang
ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah di kemukakan bahwa
permohonan pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah harus disertai dengan
keterangan-keterangan tentang:
a. Status tanahnya (jenis/macam haknya, luas dan letaknya);
b. Gambar situasi tanah;
c. Maksud dan tujuan pembebasan tanah dan penggunaan selanjunya;
d. Kesediaan untuk memberikan ganti rugi atau fasilitas-fasilitas lain kepada yang
berhak atas tanah.
Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan
penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah,
51 Ibid. hlm. 157
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan
penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah
administratif tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia terdiri atas wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah
kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan
administratif. Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan
berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan
dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan
baik dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah
serta ketidak sinambungan pemanfaatan ruang. Berkaitan dengan penataan ruang wilayah
kota, undang-undang ini secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasnya ditetapkan paling sedikit 30%
dari luas wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam.
Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang melimpahkan 9 kewenangan kepada
Pemerintah Daerah diatur dalam Pasal 2 ayat (2), yaitu:
1. pemberian izin lokasi;
2. penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
3. penyelesaian tanah garapan;
4. penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
58
5. penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum serta tanah absentee;
6. penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;
7. pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;
8. pemberian izin membuka tanah;
9. perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota.
Dengan adanya pelimpahan kewenangan tersebut, berarti kewenangan di bidang
pertanahan masih dipegang oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah hanya punya
kewenangan apabila ada pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat.
Dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, mengatur tentang urusan wajib yang
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan kabupaten/kota, sebagai berikut:
Pasal 13 ayat (1) berbunyi :
Urusan wajib yang menjadi kewenangan kewenangan pemerintahan daerah
provinsi merupakan urusan skala provinsi yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan
f. penyelenggaraanpendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
59
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasipengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk termasuk
lintas kabupaten/kota;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kabupaten;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penananaman modal termasuk lintas kabupaten/ kota
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten/kota; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf k juga menyebut salah satu urusan wajib
pemerintah daerah kabupaten/kota adalah pelayanan pertanahan. Bunyi selengkapnya
Pasal 14 ayat (1) adalah sebagai berikut:
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota yang meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan ;
b. perencanaan dan pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
60
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Menurut kedua pasal tersebut, salah satu urusan wajib pemerintahan daerah baik
provinsi maupun kabupaten/kota adalah pelayanan pertanahan.
2. Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan tata ruang sering dipandang sebagai titik signifikansi bagi
pencapaian keberhasilan pembangunan. Dikatakan signifikan karena dengan adanya
suatu perencanaan akan membawa pada suatu perencanaan akan membawa pada suatu
pilihan berhasil atau tidaknya kegiatan dalam mencapai suatu tujuan pembangunan.
Rencana merupakan suatu keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata
usaha negara yang mengupayakan terlaksananya suatu keadaan tertentu yang tertib, dan
rencana semacam itu dapat dikaitkan dengan stelsel perizinan misalnya
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
61
suatu permohonan izin bangunan harus ditolak manakala hal ini bertentangan dengan
rencana peruntukan.
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, maka daerah provinsi, kabupaten/kota berhak melakukan suatu
perencanaan tata ruang sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh masing-
masing pemerintah daerah.
Berkaitan dengan hal tersebut, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
menjelaskan mengenai kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh setiap tingkatan
pemerintahan sebagai berikut:
a. Kewenangan Pemerintah dalam penataan ruang terdapat dalam ketentuan
Pasal 8 ayat (1) sampai dengan ayat (6) UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
1. Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi :
a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap
pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi dan
kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional dan,
d. Kerjasama penataan ruang antar negara dan pemfasilitasan kerjasama
penataan ruang antar provinsi
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
62
2. Wewenang pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi :
a. perencanaan tata ruang wilayah nasional;
b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.
3. Wewenang pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
nasional meliputi :
a. penataan kawasan strategis nasional;
b. perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strtegis nasional.
4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan kawasan
strategis nasional sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf c dan huruf d dapat
dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau tugas
pembantuan.
5. Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang pemerintah berwenang
menyusun dan menetapkan pedoman bidang penataan ruang.
6. Dalam rangka pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) pemerintah:
a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:
1. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan
penataan ruang wilayah nasional;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
63
2. arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional yang disusun dalam rangka
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional;
3. menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
b. Kewenangan pemerintah provinsi dalam penataan ruang terdapat dalam
ketentuan Pasal 10 ayat (1) sampai dengan ayat (7) UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang.
1. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan
ruang meliputi:
a. pengaturan , pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota;
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi.
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerjasama
penataan ruang antarkabupaten/ kota.
2. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang
wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;
b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi ; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
64
3. Dalam penataan ruang kawasan stategis provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi melaksanakan :
a. penataan kawasan strategis provinsi ;
b. perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.
4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan
huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas
pembantuan.
5. dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, pemerintah
daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang
pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
6. dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi :
a. menyebarluaskan rencana informasi yang berkaitan dengan :
1. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan
penataan ruang wilayah provinsi;
2. arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam
rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
3. petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang.
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
65
7. Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhui standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah mengambil kerangka
penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan ruang terdapat
dalam ketentuan pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (6) Undang-undang
No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang:
1. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi :
a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten / kota ;
b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.
2. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi :
a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota;
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
66
3. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c pemerintah daerah
kabupaten/kota melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
4. dalam melaksanakan kewenangan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu kepada pedoman bidang
penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.
5. dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota;
a. menyebar luaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dengan
rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota;
b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
6. Dalam hal pemerintahan daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang pemerintahan daerah provinsi dapat
mengambil langkah menyelesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ketentuan undang-undang penataan ruang diatas tesebut dijelaskan kembali
dalam Pasal 13 dan 14 Undang-undang No.32 Tahun 2004
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
67
tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwasanya urusan yang
menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota
dalam skala provinsi dan kabupaten/kota meliputi perencanaan, pemanfaatan
dan pengawasan tata ruang.
Selanjutnya, pemerintah daerah dalam melaksanakan kewajibannya tersebut
haruslah melakukan suatu langkah yang konkret yang disesuaikan dengan kewenangan
yang dimilikinya. Kewenangan yang melekat pada pemerintah kabupaten/kota dalam
administrasi negara disebut dengan sikap dan tindak administrasi negara.
Sikap dan tindak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat diwujudkan dalam suatu bentuk kebijakan. Bila dilihat dari sudut hukum
administrasi negara, kebijakan pemerintah daerah terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1. Ketetapan atau keputusan (beschiking)
2. Peraturan daerah (beleid)
Ketetapan atau keputusan yang dibuat oleh pejabat tata usaha negara yang dalam
hal ini sering disebut sebagai keputusan bupati/walikota, biasanya sering dilihat dalam
bentuk izin. Sementara peraturan daerah merupakan suatu produk hukum yang
merupakan hasil penetapan dari DPRD. Peraturan daerah dibuat sebagai instrumen untuk
melaksanakan pengaturan atau pengurusan rumah tangga daerah.
Sehubungan dengan penataan ruang, maka perencanaan tata ruang yang dibuat
oleh daerah, baik itu kabupaten/kota, harus sesuai peraturan daerah yang telah
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
68
dibuat sebelumnya, bahkan untuk lebih memberikan kekuatan hukum, perencanaan tata
ruang wilayah yang akan dibuat harus disahkan melalui peraturan daerah.
3. Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan
Bahwa menurut Pasal 8 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2018
menyebutkan Kebijakan pengembangan tata ruang yang ditetapkan pada tingkat nasional
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dipertimbangkan dalam
RTRWP Sumatera Utara yang meliputi :
a. menetapkan Medan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN);
b. menetapkan Pematangsiantar, Rantau Prapat, Kisaran, dan Sibolga sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW);
c. menetapkan kawasan andalan di sekitar PKW untuk pengembangan sektor unggulan;
d. menetapkan kawasan perkotaan Medan-Binjai-Deli Serdang (MEBIDANG) sebagai
kawasan tertentu yang mempunyai nilai strategis untuk diprioritaskan
pengembangannya dalam konstelasi Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle
(IMT-GT)
e. menetapkan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan utama sekunder, pelabuhan
Sibolga dan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan pengumpan regional, serta pelabuhan
Gunung Sitoli dan Teluk Nibung sebagai pelabuhan pengumpan lokal;
f. bandar udara polonia di Medan diarahkan sebagai pusat penyebaran primer.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
69
Bahwa sesuai dengan tujuan dan sasaran Rencana Umum Tata Ruang Kota(
RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan maka wujud akhir Rencana Umum Tata
Ruang Kota yang ingin dicapai adalah usaha menata bentuk pemanfaatan dan fungsi
ruang kota sehingga mencapai struktur yang berdaya guna serta terjaga kelangsungan dan
kelestariannya.
Wujud Kota Medan yang di lihat sekarang ini merupakan hasil dari suatu proses
pengambilan keputusan yang telah diambil oleh banyak pihak dalam suatu kurun waktu.
Dalam proses pembentukannya, sejak dari lingkungan kecil hingga menjadi sebuah kota
saat ini, Kota Medan memiliki suatu rangkaian proses yang tumbuh berdasarkan
kecendurungan yang paling menguntungkan penduduk pada masa itu juga berdasarkan
antisipasi terhadap kebutuhannya di masa berikutnya.
Dari wujud fisik Kota Medan yang kita lihat, dapat diamati adanya pola dan
bentukan fisik yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang pernah dihadapi pada saat
pembentukannya, baik berupa intervensi teknologi, sosial politik, budaya dan ekonomi
maupun keadaan alam sekitarnya. Seiring dengan perkembangan waktu dan jaman,
wujud Kota Medan mengalami perubahan-perubahan. Dalam perubahan tersebut, selain
aspek fisik (berupa elemen-elemen pembentuk lingkungan), aspek non fisik juga ikut
mengalami perubahan secara timbal balik, yaitu yang menyangkut pola perilaku sosial,
politik, pandangan-pandangan hidup dan sebagainya.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
70
Pendekatan penyusunan RUTRK Kotamadya Medan adalah52
a. Kebijaksanaan (policies) dasar pengembangan seluruh Kota Medan berisi tentang
tujuan pengembangan tiap WPP dan arah kebijaksanaan pokok yang diambil.
Kebijaksanaan pokok tersebut menguraikan arahan-arahan pengembangan WPP pada
masa yang akan datang. Arahan tersebut berpedoman pada kebijaksanaan-
kebijaksanaan pokok, antara lain, seperti yang telah dan akan digariskan dalam pola
dasar pembangunan daerah, RIK Medan tahun 1974-2000, MUDP-II, dan Strategi
Mebidang (RUDS-MMA)
b. Rencana Tata Ruang hingga tahun 2005 dengan skala 1:20.000. rencana ini berisi
rencana umum tata ruang kota yang meliputi rencana struktur kawasan, rencana
pengembangan kawasan komersial, perdagangan, perkantoran, perumahan dan
kawasan terbuka, rencana integrasi (fokus kegiatan peruntukan), rencana ketinggian
bangunan, rencana kepadatan bangunan, pola tapak kota, pola transportasi dan
perpakiran.
c. Pedoman Pelaksanaan (implementasi) rencana pembangunan di setiap WPP.
Pedoman ini berisikan tentang cara penerapan rencana tersebut di lapangan.
d. Indikasi Program dan sumber daya pembangunan. Indikasi program meliputi
program jangka panjang, program berdasarkan tahapan pelita dan program tahunan.
Sumber dana pembangunan meliputi perkiraan besarnya investasi, dan sumber dana.
52 Baca RUTRK Kodya Medan, tanpa tahun penerbitan, hlm. I-5
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
71
e. Institusi Pengawasan pelaksanaan rencana, meliputi pembahasan tentang lembaga
yang akan melaksanakan rencana, sistem dan struktur organisasi pengelolaan, serta
badan yang mengawasi pelaksanaan tersebut.
Lingkup materi perencanaan adalah aspek kependudukan, perekonomian, fisik
dasar, penggunaan lahan kota, aspek fasilitas pelayanan dan prasarana, serta aspek
administrasi/pengelolaan pembangunan kota yang dituangkan dalam suatu formulasi
umum tata ruang kota.
Pendekatan perencanaan RUTRK Kotamadya Medan adalah :
1. Menghimpun serta mengkaji informasi yang relevan dengan masalah wilayah
perencanaan, baik yang bersumber dari pemerintah (Pemda Kotamadya Medan),
swasta, masyarakat setempat serta literatur pada umumnya.
2. Melakukan survei berupa survei instansi, survei lapangan, survei objek khusus
maupun interview. Interview dilakukan untuk melengkapi ketiga survei tersebut bila
dianggap sangat diperlukan guna memperoleh keterangan yang lebih rinci. Bahkan
dibentuk kelompok kerja (Pokja) yang anggotanya terdiri dari aparat Pemda dan
Bappeda, Dinas otonom serta instansi vertikal.
3. Melakukan kompilasi data dan analisis berupa penilaian berbagai keadaan. Hal ini
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip, pendekatan dan metode, serta teknik analisis
perencanaan kota yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara
praktis. Penyusunan RUTRK Kodya Medan Tahap I telah berlangsung hingga tahap
analisis. Tahap II merupakan penyusunan alternatif rancangan rencana dan rencana.
(kerangka pemikiran penyusunan RUTRK Kodya Medan).
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
72
4. Menyusun alternatif rancangan rencana yang berisi tentang rumusan kebijaksanaan
dasar pengembangan tata ruang kota, tujuan pembangunan dan pengendalian tata
ruang kota, rancangan rencana fisik kota, serta pokok-pokok pelaksanaan
pembangunan.
5. Menyusun rencana yang merupakan penyempurnaan rancangan rencana. Materinya
sama dengan rancangan rencana, hanya disusun dengan uraian dan gambar-gambar
yang lebih lengkap.
Dalam Pasal 1 Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan No. 4
Tahun 1995 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Daerah
Tingkat II Medan Tahun 2005 disebutkan:
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) pada prinsipnya diarahkan untuk
memperoleh gambaran perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian serta fungsi ruang
atau lahan Kotamadya Daerah Tingkat II Medan saat ini dan untuk masa mendatang,
guna menentukan aspek strategis dan struktur kota yang berdaya guna, tepat guna serta
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan Kota sehingga dapat terjaga kelangsungan
dan kelestariannya.
Selanjutnya dalam Pasal 3 Keputusan Walikota Medan Nomor 66 Tahun 2002
Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan
disebutkan :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
73
Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan mempunyai tugas melaksanakan sebagian
urusan rumah tangga daerah dalam bidang tata kota dan tata bangunan, antara lain
menyusun, mengembangkan dan mengendalikan rencana tata ruang kota, pengurusan
perizinan dan pembinaan terhadap pembangunan fisik kota yang sehat dan terarah sesuai
dengan rencana tata ruang kota dan pola kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota
serta melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.
Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 4 Surat Keputusan Walikota Medan No. 66
Tahun 2002 menyebutkan :
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, Dinas Tata Kota dan
Tata Bangunan mempunyai fungsi :
a. merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang tata kota dan tata
bangunan;
b. mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian dalam rangka perumusan,
pengembangan dan penerapan rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan
penataan ruang kota dan penataan bangunan;
c. mengevaluasi dan merevisi rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan
ruang kota dan penataan bangunan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku serta norma-norma penataan kota dan
bangunan yang berlaku;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
74
d. menghimpun data dan informasi, mengadakan pengukuran dan pemetaan dalam
rangka penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan
penataan ruang kota dan penataan bangunan.
e. perumusan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan, penyuluhan dan
pembinaan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Kepala Daerah dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
f. melaksanakan pola dan pengembangan rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan
penataan ruang dan penataan bangunan yang telah ditetapkan;
g. memberikan pelayanan terhadap permohonan Keterangan Rencana Peruntukan
(KRP), Keterangan Situasi Bangunan (KSB) dan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) serta memungut retribusi atas pemberian KRP, KSB dan IMB tersebut
sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku;
h. mengadakan pengawasan dan penindakan penertiban terhadap pelestarian dan
kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan serta teknis konstruksi
yang telah ditetapkan , bekerjasama dengan instansi terkait;
i. merumuskan kebijaksanaan dan pengawasan terhadap pelestarian dan konservasi;
j. mengarahkan partisifasi masyarakat dalam pembangunan kota;
k. melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya;
l. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
Dalam Pasal 4 Perda No. 4 Tahun 1995 disebutkan;
Struktur Pemanfaatan Ruang Kota
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
75
(1) Konsep Struktur Tata Ruang Kotamadya Medan adalah :
a. Membatasi perkembangan secara linier yang mengikuti jalan-jalan Arteri Primer
yang ada sekarang (arah Utara-Selatan).
b. Mengembangkan kota ke arah Barat, Timur dan Utara
c. Pengembangan utama ke arah Utara dengan penekanan pada kegiatan komersial
industri berskala luas (kawasan Industri Medan/KIM, Kawasan Industri
Belawan/KIB, Kawasan Berikat dan Pelabuhan Laut).
(2) Rencana Pemanfaatan Ruang Kotamadya Daerah Tingkat II Medan pada Tahun 2005,
adalah :
a. Perumahan terletak menyebar di Kotamadya Medan, seluas 14.311,36 Ha.
b. Fasilitas lingkungan terletak menyebar di Kotamadya Medan seluas 2.247,48 Ha,
berupa :
i. Fasilitas Pendidikan, seluas 767,65 Ha
ii. Fasilitas kesehatan, seluas 71,66 Ha
iii. Fasilitas peribadatan, seluas 68,62 Ha
iv. Fasilitas sosial, seluas 4.757 Ha
v. Fasilitas olah raga dan rekreasi seluas 619,65 Ha
vi. Fasilitas pelayanan pemerintah, seluas 58,16 Ha
vii. Fasilitas perdagangan, seluas 588,31 Ha
viii. Fasilitas transportasi, seluas 68,86 Ha
c. Ruang terbuka hijau terletak menyebar di Kotamadya Medan, seluas 2651 Ha.
d. Lahan pemakaman terletak menyebar di Kotamadya Medan, seluas 59,16 Ha.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
76
e. Kawasan Industri terdiri dari :
i. Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di Kecamatan Medan Deli, seluas 370
Ha.
ii. Kawasan Industri Baru (KIB) terletak di Kecamatan Medan Belawan dan Medan
Labuhan, seluas 1345 Ha.
f. Prasarana jalan terletak menyebar di Kotamadya Medan, seluas 3353,81 Ha.
g. Penggunaan lain-lain berupa Pelabuhan, Pusat Perdagangan dan Bisnis/Central
Bussines District (CBD) dan Gudang terletak di Kecamatan Medan Belawan,
Medan Polonia dan Medan Deli, seluas 2.172,19 Ha.
Pasal 5
Struktur Utama Tingkat Pelayanan Kota
Tingkat Pelayanan di Kotamadya Medan terdiri dari :
a. Pusat Kota yang melayani seluruh Kotamadya Medan dan Wilayah
Pengembangan Pembangunan (WPP) D mencakup 4 kecamatan yaitu Kecamatan
Medan Baru, Medan Maimoon, Medan Polonia, Medan Kota dan Medan Johor.
b. Sub Pusat Belawan yang melayani Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP)
A mencakup 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan
Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan.
c. Sub Pusat Tanjung Mulia yang melayani Wilayah Pengambangan Pembangunan
(WPP) B mencakup Kecamatan Medan Deli.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
77
d. Sub Pusat Aksara yang melayani Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) C
mencakup 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Timur, Medan Perjuangan,
Medan Area, Medan Denai, Medan Tembung dan Medan Amplas.
e. Sub Pusat Sei Sikambing yang melayani Wilayah Pengembangan Pembangunan
(WPP) E mencakup 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan Petisah,
Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Tuntungan dan Medan Selayang.
Pasal 6
Sistem Utama Transportasi
(1) Konsep Pengembangan jaringan jalan di Kota Medan :
a. Pengembangan Jaringan Jalan Jalan lingkar Dalam yaitu Jalan Halat, Jalan Ir. H.
Juandal, Jalan Mongonsidi, Jalan Dr. Mansyur, Jalan Setia Budi, Jalan Sunggal,
Jalan Kapten Muslim, Jalan Pembangunan, Jalan Sukaramai, Jalan Bambu II,
Jalan Pelita II, Jalan Pancing, Jalan AR. Rahman Hakim.
b. Pengembangan Jaringan Jalan Lingkar Luar yaitu Jalan Karya Jasa, Jalan Ngubah
Surbakti, Jalan Industri, Jalan Pondok Kelapa, Jalan Asrama, Jalan Helvetia By
Pass, Jalan Pertempuran dan Jalan Cemara.
c. Pengembangan Jaringan Jalan Radial yaitu Jalan Sisingamangaraja, Jalan Brigjen
Katamso, Jalan Letjen Jamin Ginting, Jalan Jen. Gatot Subroto, Jalan Yos
Sudarso, Jalan Letda Sujono.
d. Pengembangan Jaringan Jalan dengan Pola “Grid” untuk jalan lokal.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
78
e. Pengembangan Jaringan Jalan Lingkar Paling luar yaitu Jalan Pinang Baris
(2). Kebijaksanaan pokok pengembangan jaringan kereta api di Kotamadya Medan adalah
mengaktifkan kembali angkutan umum kereta api yang melayani angkutan lokal
untuk mengurangi beban angkutan jalan raya yaitu jaringan Pusat Kota-Belawan,
Pusat Kota-Tembung, Pusat Kota-Delitua, Pusat Kota-Pancur Batu, dan Pusat Kota-
Binjai
Pasal 7
Sistem Utama Jaringan Utilitas
(1). Pelayanan sistem jaringan air bersih tahun 2005 akan melayani suluruh Kotamadya
Medan.
(2). Pelayanan air limbah di Kotamadya Medan dilayani dengan:
a. Sistem perpipaan air limbah yang melayani penduduk dengan kepadatan tinggi
yaitu di Kecamatan Medan Kota dan Medan Area.
b. Sistem individu ( Septik Tank ) pada daerah dengan kepadatan penduduk sedang
dan rendah
(3). Pelayanan listrik pada tahun 2005 akan melayani seluruh Kotamadya Medan dan
sistem penyaluran melalui transmisi untuk Kota Medan dan sekitarnya adalah:
a. Sistem Ring 150 KV : Paya Pasir-Sei Rotan-Titi Kuning-Paya Geli-Pasar Pasir.
b. Sistem Radial terhubung ke Gardu Induk (GI) : Mabar, Labuhan, Glugur dan
suplai dari pembangkit Belawan, penambahan Gardu Induk Lamhotma, Kim,
Pancing, Perbaungan dan Perluasan Gardu Induk yang telah ada.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
79
c. Penambahan alternatif penyaluran dari pembangkit Belawan ke Binjai dan Sei
Rotan.
d. Peningkatan Gardu hubung menjadi Gardu Induk di Selayang, Sunggal, Helvetia
dan Tanjung Morawa.
(4) Program pembangunan sarana telepon di Kotamadya Medan direncanakan berbentuk
Sentral Telepon Otomat (STO) yang terdiri dari beberapa sentral.
(5) Pelayanan persampahan tahun 2005 akan melayani seluruh Kotamadya Medan dan
direncanakan dapat dilayani oleh 2 (Dua) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu di
Namo Bintang dan Kelurahan Terjun.
(6) Pelayanan gas di Kotamadya Medan akan Melayani rumah tangga di sekitar pusat
kota, daerah perdagangan (komersil) dan industri.
Pasal 8
Pengembangan Pemanfaatan Air Baku Sungai-sungai yang melalui Kota Medan
digunakan sebagai saluran drainase primer dan sumber air bersih seperti Sungai Deli dan
Sungai Belawan.
Pasal 9
Indikasi Unit Pelayanan Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan penduduk, maka
pembagian unit-unit pelayanan di Kotamadya Medan terdiri dari :
a. Pusat Kota
b. Sub Pusat Kota, terdiri dari :
1. Sub Pusat Belawan
2. Sub Pusat Tanjung Mulia
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
80
3. Sub Pusat Aksara
4. Sub Pusat Sei Sikambing
Pasal 10
Rencana Pengelolaan Pembangunan Kota
(1) Arahan tahapan pelaksanaan pembangunan dalam Rencana Umum Tata Ruang
(RUTK) Kotamadya Medan Tahun 2005 ini dituangkan dalam indikasi menilai
Program Pembangunan yang meliputi komponen utama kota dan akan merupakan
kelengkapan dan mengisi Pola Dasar Pembangunan Daerah Kotamadya Medan dan
Repelitada VI dan VII Kotamadya Medan.
(2) Arahan Penangan I Lingkungan perumahan melalui :
a. Pengembangan sistem pengadaan perumahan dan tanah untuk perumahan,
terutama bagi lapisan masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemudahan-
kemudahan yang terjangkau yaitu pembangunan Rumah Sederhana (RS), Rumah
Sangat Sederhana (RRS) dan pembangunan desa nelayan.
b. Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman padat melalui perbaikan
lingkungan (kampung)/KIP secara terpadu.
c. Pembangunan perumahan baru terutama diarahkan ke Bagian Utara, Timur, dan
Barat Kota Medan dan disekitar kegiatan-kegiatan tertentu.
d. Terlaksananya usaha pemenuhan kebutuhan satu rumah untuk satu rumah tangga
sesuai dengan tingkat kemampuan dan aspirasi tiap golongan penghasilan
masyarakat.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
81
e. Terbentuknya lingkungan perumahan yang layak dan nyaman bagi hunian, serta
memiliki tingkat kemudahan yang memadai.
f. Terwujudnya fungsi pembangunan perumahan sebagai faktor penentu dalam
mewujudkan pola kepadatan penduduk, pola penyebaran lokasi lapangan kerja
dan faktor perangsang bagi terlaksananya perkembangan kota yang diharapkan.
g. Preservasi dan konservasi bangunan bersejarah di Kotamadya Medan.
(3) Sumber pembiayaan pembangunan Kota Medan diarahkan berasal dari APBN, APBD
Tingkat I Sumatera Utara, APBD Tingkat II Medan, Penanaman Modal Swasta Asing
(PMA) dan Dalam Negeri (PMDN), Swadaya Masyarakat, dan Bantuan Lembaga
atau Negara Asing (Bantuan Luar Negeri/BLN)
(4) Pengorganisasian aparatur pelaksana pembangunan kota di Kotamadya Medan secara
struktural :
a. Membentuk atau mengoptimalkan satuan-satuan organisasi dan memperluas
lingkup tugas pekerjaannya.
b. Menjalin hubungan menyeluruh dengan segenap tugas pekerjaan antara satu
instansi dengan instansi lain.
c. Mempertegas hubungan kerja antara petugas satu dengan lainnya.
(5) Peningkatan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pembangunan
(RAKORBANG)
Pasal 11
Kebijaksanaan Dasar Pengembangan Tata Ruang Kotamadya Medan adalah :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
82
a. Meningkatkan kemampuan lahan kawasan kota sesuai dengan potensi nilai
ekonomi yang dimiliki, dengan prinsip :
1. Mengupayakan pertumbuhan Kota Medan sesuai dengan kebutuhan.
2. Mengupayakan penyediaan sarana dan prasarana dan menjadikan kota
mandiri.
3. Mengupayakan perkembangan Kota Medan dengan Orientasi kecenderungan
kebutuhan dan perkembangan di masa depan.
b. Berlandaskan pada batasan-batasan fisik alami dan kelestarian lingkungan.
c. Mengembangkan sistem pengendalian tanah perkotaan.
d. Mengembangkan ketentuan-ketentuan lingkungan dan bangunan yang serasi dan
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat..
4. Kegiatan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Metropolitan Mebidang
Dalam pengendalian pemanfaatan ruang selain m,emperhatikan adanya pola
penggunaan lahan juga memperhatikan pola penggunaan lahan juga memperhatikan pola
kegiatan / aktifitas yang terjadi di dalam penggunaan lahan tersebut. Pemanfaatan ruang
ini mengacu pada sistem kegiatan yang berkembang dalam sebuah penggunaan lahan.
Kegiatan pemanfaatan ruang adalah semua aktifitas dan atau fungsi yang mungkin
terjadi dalam sebuah zona. Kegiatan pemanfaatan ini di dapatkan dari survey lapangan
semua penggunaan yang ada di kawasan perencanaan pada khususnya dan Kawasan
Metropolitan Mebidang pada umumnya.
Guna menunjukkan ketentuan pemanfaatan ruang untuk penggunaan setiap lahan
yang menunjukkan boleh tidaknya sebuah sistem kegiatan dikembangkan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
83
dalam sebuah klasifikasi penggunaan lahan maka boleh tidaknya pemanfaatan ruang
untuk sebuah hirarki peruntukan tanah ditunjukkan dengan 4 indicator yaitu;
1. Pemanfaatan diizinkan, karena sesuai dengan peruntukan tanahnya, yang berarti tudak
akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah kabupaten.
2. Pemanfaatan diizinkan secara terbatas atau dibatasi. Pembatasan dapat dengan standar
pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya
baik yang tercakup dalam ketentuan ini manapun ditentukan kemudian oleh
pemerintah kabupaten.
3. Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat. Izin ini diperlukan untuk
penggunaan-penggunaan yang memiliki potensi dampak penting pembangunan di
sekitarnya pada area yang luas. Izin penggunaan bersyarat ini berupa AMDAL, RKL,
dan RPL.
4. Pemanfaatan yang tidak diizinkan.
Peraturan tentang penggunaan-penggunaan ditetapkan dalam suatu matriks yang
dinamakan Matriks pemanfaatan ruang yang disusun kelompok dan sub-kelompok
penggunaan pada baris-barisnya dan zona teknis pada kolom-kolomnya.
Kegiatan perkotaan tidak dapat dikontrol hanya dengan pengaturan pemanfaatan lahan.
Untuk itu akan mengatur intensitas pembangunan di Kawasan Metropolitan Mebidang
sebagai pengendali pembangunan. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengaturan
kepadatan, termasuk mengatur rasio kepadatan pembangunan kegiatan pada setiap zona
di Kawasan Metropolitan Mebidang.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
84
Secara umum, aturan umum memuat ketentuan pengendalian untuk fisik lahan, kegiatan
yang berkembang, prasarana, dan sarana yang didalamnya masing-masing memuat
beberapa poin ketentuan. Fisik lahan, yang meliputi ketentuan pengaturan yang terkait
dengan fisik lahan, antara lain KWT, KPU, dan KDH.
a. KWT (Koefisien Wilayah Terbangun), merupakan prosentase yang menunjukkan
alokasi lahan minimum untuk dibangun pada suatu zona. KWT ini ditetapkan dengan
mempertimbangkan :
1. Tingkat pengisian/peresapan air (water recharge)
2. Jenis penggunaan lahan
3. Kebutuhan akan buffer zone
b. KPU (Koefisien Sarana dan Prasarana Umum), merupakan prosentase yang
menunjukkan alokasi lahan minimumuntuk penyediaan sarana dan prasarana umum.
Angka prosentase yang ditunjukkan oleh KPU ini merupakan bagian dari KWT. Jadi
dengan kata lain KPU menunjukkan prosentase alokasi lahan untuk penyediaan
sarana dan prasarana umum dari alokasi lahan untuk kawasan terbangun. Adapun
sarana dan prasarana umum yang dimaksud meliputi jalan, drainase, jaringan telepon
dan listrik, ruang publik seperti taman, dan sebagainya. Dalam penentuan angka KPU
mempertimbangkan :
1. hirarki jaringan sarana dan prasarana umum yang disediakan
2. jenis sarana dan prasarana umum yang disediakan
c. KDH, merupakan angka prosentase berdasarkan perbandingan antara luas lahan
terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas persil
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
85
yang dikuasai (Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Wilayah
Perkotaan, 2006). KDH ini ditetapkan dengan pertimbangan :
1. Tingkat pengisian/peresapan air
2. Besar pengaliran air
3. Rencana tata ruang
Dalam perencanaan kawasan lindung ditetapkan kawasan lindung prioritas dengan
kriteria sebagai ruang terbuka hijau regional, kawasan konservasi dan/atau daerah
resapan air.
a. Kawasan lindung prioritas meliputi;
1. kawasan pantai hutan bakau dan rawa di pantai utara;
2. situ-situ
3. waduk
4. kawasan rawa
5. kawasan hutan lindung
6. kawasan resapan air dan/atau retensi air.
b. Penetapan lokasi kawasan lindung prioritas yang mencakup 2 (dua) atau lebih daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bersama antar
daerah;
c. Proporsi ruang terbuka hijau public kota/perkotaan di kawasan MEBIDANG minimal
20% (dua puluh persen) dari luas wilayah masing-masing kota/perkotaan.
Pemanfaatan pada kawasan hutan lindung dilarang menyelenggarakan :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
86
a. pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam , menggangu kesuburan serta
keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi
lingkungan hidup
b. kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan terhadap kebutuhan
kawasan dan ekosistemnya sehingga mengurangi/menghilangkan fungsi dan luas
kawasan seperti perambahan hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon dan
perburuan satwa yang dilindungi
c. kegiatan budi daya termasuk mendirikan bangunan kecuali bangunan yang diperlukan
untuk menunjang fungsi hutan lindung dan/atau bangunan yang merupakan bagian
dari suatu jaringan atau transmisi bagi kepentingan umum antara lain pos
pengamatan kebakaran, pos penjagaan, papan petunjuk/penerangan, patok triangulasi,
Tugu, menara kereta kabel, tiang listril, dan menara televise.
Pemanfaatan pada kawasan resapan air dilarang menyelenggarakan:
a. pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, menggangu kesuburan serta
keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarianflora dan fauna, serta kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
b. kegiatan budi daya yang dapat menutup potensi resapan air sehingga mengurangi
persediaan air
c. melakukan penebangan hutan atau perusakan pemanfaatan resapan air.
Pemanfaatan pada kawasan sempadan sungai dilarang menyelenggarakan :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
87
a. Pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan serta
keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, serta
kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. pemanfaatan hasil tegakan;
c. kegiatan yang merusak kualitas air sungai, kondisi fisik tepi sungai dan dasar sungai
serta mengganggu aliran air.
C. Pembangunan Berkelanjutan
1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan
Jika kita mengadopsi defenisi pembangunan berkelanjutan dari WCED (World
Comission on Environment and Development) yang menyebutkan bahwa pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan yang diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan
generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri maka ada empat prinsip dalam mencapai
pembangunan yang harus dipenuhi yang meliputi:53
a. pemenuhan kebutuhan manusia (fulfillment of human needs)
b. memelihara integritas ekologi (maintenance of ecological integrity)
c. keadilan social (social equity)
d. kesempatan menentukan nasib sendiri (self determination)
Beberapa usaha awal untuk memberikan batasan terhadap pembangunan
berkelanjutan telah dibuat oleh Komisi Dunia untuk lingkungan hidup dan
53 Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan ; (Diterbitkan dan Oleh
Gajah Mada University Press, Juli 2005) h. 43-44.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
88
pembangunan (WCED) pada tahun 1987, yang dikenal dengan Brundtland Commission.
Menurut komisi ini pembangunan berkelanjutan merupakan suatu bentuk pembangunan
yang memperhatikan kepentingan generasi kini dan generasi yang akan datang54
Dalam proses pembentukan pemikiran pembangunan berkelanjutan , terdapat tiga
aspek yang perlu diperhatikan yaitu:55
1. Konsep pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan jaminan kepentingan generasi
yang akan datang
Generasi kini harus menerima paksaan tertentu dalam penggunaan sumber daya
alam untuk kepentingan/keuntungan generasi yang akan datang. Hal ini di kembangkan
sejak Proposal Maltase mengenai warisan manusia dilindungi oleh masyarakat
Internasional saat sidang umum PBB tahun 1967. Ide warisan ini berasal dari dugaan
bahwa sumber daya alam seperti kekayaan dasar laut bukan hasil kerja generasi saat ini
namun juga merupakan hak atas generasi yang akan datang. Dalil ini muncul lagi pada
prinsip kedua dan Deklasi Stockholm 1972 yang memuat tentang lingkungan hidup. Dan
memperluasnya pada semua jenis sumber daya alam. Kemudian, prinsip 3 dan 5
Deklarasi Stockholm yang memuat tipe khas manusia yang berwawasan lingkungan
dengan memperhatikan sumber-sumber ekonomi dalam hukum nasional (domestik),
kemampuan sumber daya alam untuk mendaur ulang harus dilindungi, diperbaiki atau
ditingkatkannya kemampuan lingkungan.
54 Alvi Syahri, Pengaturan Hukum Dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Berkelanjutan ; ( Cetakan Pertama : Pustaka Bangsa Press, 2003.) h. 77. 55 Ibid. hlm. 78
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
89
Sumber daya alam yang tidak terbaharui harus dicegah dari penggunaannya secara
(pemakaian yang hati-hati).
2. Deklarasi Stockholm 1972 memuat beberapa hal yang berkaitan dengan pemanfaatan
sumber daya alam secara ekonomis dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang
dengan lingkungan hidup.
Hal ini berkaitan dengan hak atas pembangunan yang sedang giat-giatnya
dilaksanakan oleh negara-berkembang serta pertimbangan dalam konteks New Ekonomic
World Order. Berdasarkan hal tersebut dalam preambul ke empat Deklarasi Stockholm
dan prinsip 8-12 menekankan kepada hubungan yang erat antara perlindungan
lingkungan dan pembangunan, yang merujuk pada suatu kondisi bahwa kerusakan
lingkungan terjadi karena percepatan pembangunan. Pemindahan sarana finansial dan
teknologi, serta kebijaksanaan pembangunan yang memperhatikan lingkungan hidup.
4.Pengaruh yang dikemukakan oleh Laporan Komisi Bruntland pada tahun 1987
dalam pembentukan dan pengembangan gagasan dari pembangunan berkelanjutan
yang didasarkan pada persamaan hak antar generasi. Elemen-elemen yang
penting dari pembangunan berkelanjutan yang di dasarkan pada persamaan hak
antar generasi.Elemen-elemen yang penting dari pembangunan berkelanjutan
dapat di lihat pada Deklarasi Rio dan beberapa diantaranya dalam Agenda 21,
misalnya dalam pembangunan ekonomi dan pengajuan perubahan-perubahan
yang berkualitas dengan penggunaan energi yang kecil guna memenuhi kebutuhan
pokok manusia, pelestarian dan perlindungan sumber daya alam,
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
90
penyesuaian dalam kebijaksanaan teknologi risiko keterkaitan anatara lingkungan
dan kebutuhan ekonomi dalam proses pemgambilan keputusan.Dalam proses
pembentukan pemikiran pembangunan berkelanjutan,
terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:56
1. Konsep pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan jaminan kepentingan generasi
yang akan datang.
Generasi kini harus menerima paksaan tertentu dalam penggunaan sumber daya alam
untuk kepentingan/keuntungan generasi yang akan datang. Hal ini dikembangkan
sejak Proposal Maltase mengfenai warisan manusia dilindungi oleh masyarakat
Internasional saat sidang umum PBB tahun 1967. Ide warisan ini berasal dari dugaan
bahwa sumber daya alam seperti kekayaan dasar laut bukan hasil kerja generasi saat
ini namun juga merupakan hak atas generasi yang akan datang. Dalil ini muncul lagi
pada prinsip kedua Deklarasi Stockholm 1972 yang memuat tentang lingkungan
hidup dan memperluasnya pada semua jenis sumber daya alam. Kemudian, prinsip 3
dan 5 Deklarasi Stockholm yang memuat tipe khas manusia yang berwawasan
lingkungan dengan memperhatikan sumber-sumber ekonomi dalam hukum nasional
(domestik), kemampuan sumber daya alam untuk mendaur ulang harus dilindungi,
diperbaiki atau ditingkatkannya kemampuan lingkungan, sumber daya alam yang
tidak terbaharui harus dicegah dari penggunaannya secara (pemakaian yang hati-
hati).
56 Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan kebijakan Pembangunan perumahan dan Permukiman
Berkelanjutan ( Medan : Pustaka Bangsa Press 2003), hlm. 78.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
91
2. Deklarasi Stockholm 1972 memuat beberapa hal yang berkaitan dengan pemanfaatan
sumber daya alam secara ekonomis dengan mempertim-bangkan aspek-aspek yang
dengan lingkungan hidup.
Hal ini berkaitan dengan Hak atas pembangunan yang sedang giat-giatnya
dilaksanakan oleh negara-berkembang serta pertimbangan dalam konteks New
Economic World Order. Berdasarkan hal tersebut dalam preambul ke empat Deklarasi
Stockholm dan prinsip 8 – 12 menekankan kepada hubungan yang erat antara
perlindungan lingkungan dan pembangunan yang merujuk pada suatu kondisi bahwa
kerusakan lingkungan terjadi karena percepatan pembangunan- pemindahan sarana
finansial dan teknologi, serta kebijaksanaan pembangunan yang memperhatikan
lingkungan hidup.
3. Pengaruh yang dikemukakan oleh Laporan Komisi Brundtland pada tahun 1987
dalam pembentukan dan pengembangan gagasan dari pembangunan berkelanjutan
yang didasarkan pada persamaan hak antar generasi. Elemen-elemen yang
penting dari pembangunan yang berkelanjutan dapat dilihat pada Deklarasi Rio
dan beberapa diantaranya dalam agenda 21, misalnya dalam pembangunan
ekonomi dan pengajuan perubahan-perubahan yang berkualitas dengan
penggunaan energi yang kecil guna memenuhi kebutuhan pokok manusia,
pelestarian dan perlindungan sumber daya alam, penyesuaian dalam
kebijaksanaan teknologi dan penanganan risiko keterkaitan antara lingkungan dan
kebutuhan ekonomi dalam proses pengambilan keputusan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
92
Lingkungan hidup terdiri dari komponen- komponen yang saling membutuhkan
dan terkait satu sama lain. Salah satu dari komponen lingkungan hidup yaitu manusia.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup di mulai dari kapasitas manusia
untuk mempertanggung jawabkan tingkah lakunya terhadap alam. Keberadaan alam
dirangkul oleh keberadaan manusia. Orientasi ekonomi dan pembangunan sosial
membawa kapasitas untuk memanfaatkan lingkungan hidup. Untuk itu perlu
dipertimbangkan upaya perlindungan lingkungan hidup dengan berpusat pada etika
lingkungan.57
Selanjutnya di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, arah kebijakan
GBHN 1999-2004, antara lain adalah58mengelola sumber daya alam dan memelihara
sesuai daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari
generasi ke generasi. Selain itu, dalam arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi
yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diarahkan
untuk mengembangkan Perekonomian yang beriorintasi global sesuai dengan kemajuan
teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan kompratif
sebagai negara maritim dan agraris sesuai dengan kompetensi dan produk unggulan di
setiap daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, pertambangan,
parawisata, serta industri kecil dan kerajinan rakyat
57 Ibid, hlm. 83 58 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan
Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004, ( Jakarta : Penerbit, CV. Eko Jaya, 2001), hlm. 37-38
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
93
Dengan memperhatikan arahan tersebut, sasaran kebijakan di bidang sumber daya
alam dan lingkungan hidup adalah mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan seiring dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat.
Dalam prioritas pembangunan mempercepat pemulihan ekonomi yang bersumber
pada sistem ekonomi kerakyatan serta memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan
dan berkeadilan, dapat diidentifikasikan isu lintas bidang yang meliputi empat hal sebagai
berikut:59
a. Penanggulangan Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional
yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apa pun. Dalam
menjawab isu tersebut, upaya-upaya lintas bidang yang diperlukan meliputi
peningkatan keamanan dan ketertiban yang dapat mendukung kegiatan pelaku
usaha kecil, pengendalian pertumbuhan penduduk, pembangunan ekonomi yang
dapat menjangkau mayoritas penduduk miskin (pro-poor growth), peningkatan
pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk meningkatkan produktivitas dan
martabat, pengembangan sistem jaminan sosial, peningkatan akses usaha kecil
dan koperasi terhadap sumber pembiayaan, serta pembangunan pertanian dan
perdesaan.
b. Pengembangan Sistem Ekonomi Kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan yang
akan dibangun adalah sistem yang memungkinkan seluruh potensi masyarakat,
baik sebagai konsumen, sebagai pengusaha, maupun sebagai
59 Ibid. hlm. 38-39
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
94
tenaga kerja, secara indiskriminatif tanpa membedakan suku, agama dan Gender
mendapatkan kesempatan yang sama berpartisipasi aktif dan meningkatkan taraf
hidupnya dalam berbagai kegiatan ekonomi. Upaya lintas Bidang yang perlu dilakukan
meliputi penegakan hukum dan prinsip keadilan, penciptaan iklim usaha yang sehat,
pemihakan dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia, dan
peningkatan akses atas sumber daya pembangunan.
c. Pembangunan Stabilitas Ekonomi Nasional. Dalam upaya mengatasi krisis dan
mempercepat pemulihan ekonomi serta untuk meletakkan landasan ekonomi bagi
pembangunan selanjutnya diperlukan upaya lintas bidang untuk mewujudkan
stabilitas ekonomi nasional yang meliputi, antara lain, upaya untuk menjaga
stabilitas politik agar stabilitas ekonomi dapat tercapai, meningkatkan dukungan
internasional dalam upaya meningkatkan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN), menyempurnakan dan memperbaharui peraturan perundangan,
menegakkan hukum dan memberdayakan peradilan, meningkatkan pengawasan
masyarakat, dan meningkatkan pembangunan daerah.
d. Pelestarian Lingkungan. Untuk dapat menjaga kelestarian lingkungan, upaya
lintas bidang yang perlu dilakukan meliputi pengembangan dan penerapan
teknologi yang ramah lingkungan, penumbuhan tanggung jawab sosial melalui
pendidikan, peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, penataan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
95
kelembagaan dan penegakan hukum lingkungan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan
pembangunan budaya yang berwawasan lingkungan.
Agar suatu peraturan /hukum dapat menjadi alat pemacu pembangunan ekonomi,
perlu dipahami teori yang dikemukakan Burg’s. Menurut studi yang dilakukan Burg’s
mengenai hukum dan pembangunan terdapat lima unsur yang harus dikembangkan agar
tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, yaitu : stability, predictability, fairnees,
education dan the special development obilities of the lawyer. Selanjutnya Burg’s
mengemukakan bahwa unsur pertama dan kedua tersebut merupakan persyaratan agar
sistem ekonomi berfungsi60
Penegakan hukum pembangunan yang berkelanjutan juga terkait erat dengan
peran penguasa, aparat hukum dan masyarakat. Hukum dan kekuasaan harus berjalan
seimbang. Kekuasaan harus menjadi penjamin agar hukum dapat ditegakkan dan
sebaliknya hukum harus bisa menjadi alat kontrol agar kekuasaan tidak disalahgunakan.
2. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan
Sesuai dengan Pasal 1 butir 13 Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang
ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka yang dimaksud
dengan:
60 Leonard J. Theberge, Law and Economic development, dalam Makalah Bismar Nasution, “Reformasi Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi”: (disampaikan pada Diskusi Pembangunan Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 25 September 1999, ) hlm. 4
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
96
“Pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan
adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya
alam secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk
meningkatkan mutu hidup”
Berdasarkan defenisi diatas, maka terdapatlah tiga unsur penting dalam
pembangunan berwawasan lingkungan yaitu :
1. Penggunaan sumber daya secara bijaksana;
2. Menunjang pembangunan yang berkesinambungan; dan
3. Meningkatkan mutu hidup.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1988, prinsip-prinsip
pembangunan berwawasan lingkungan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam rangka pembangunan, sumber-sumber alam harus digunakan secara
rasional;
2. Pemanfaatan sumber daya harus diusahakan untuk tidak merusak lingkungan
hidup;
3. Harus dilaksanakan dengan kebijaksanaan menyeluruh dengan
memperhitungkan generasi yang akan datang
4. Memperhitungkan hubungan kait-mengkait serta ketergantungan antara
berbagai masalah.
Selanjutnya dalam Pasal 12 Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Medan Nomor : 4 Tahun 1982 disebutkan : Strategi Pengembangan Perekonomian,
Struktur Ekonomi dan Sektor Strategis
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
97
(3) Strategi pengembangan perekonomian Kotamadya Medan :
a. Mengintegrasikan semua sistem ekonomi dengan memberi akses seluas-
luasnya bagi pertumbuhan perekonomian Kodati II Medan.
b. Mendesentralisasikan dan mengkonsentrasikan investasi pada pusat-pusat
pelayanan /pertumbuhan
c. Meningkatkan pengadaan sarana dan parasarana pada kawasan pariwisata
dan promosi keparawisataan
d. Pengembangan sektor parawisata yang mempunyai potensi cukup besar
e. Peningkatan aksesbilitas antar pusat pengembangan.
(4) Struktur Ekonomi Kotamadya Medan :
Diarahkan pada industri yang mendukung pertanian daerah belakangnya di
Propinsi Sumatera Utara.
(5) Sektor Strategis Kotamadya Medan :
a. Sektor Industri
b. Sektor Bank, Asuransi dan Jasa Perusahaan
c. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Titik temu antara Hukum Administrasi negara dengan Undang-undang No. 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup terletak
pada kaidah hukum yang memungkinkan keduanya bertindak menjadaikan lingkungan
berguna bagi umat manusia pada umumnya maupun bangsa Indonesia khususnya.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
98
Pengelolaan lingkungan hidup yang berkesinambungan, terpelihara, dan bersih
merupakan kebutuhan para warga serta diusahakan terwujudnya oleh administrasi negara
dalam pengelolaan lingkungan hidup mutlak diperlukan.
Sejak negara turut serta secara aktif dalam pergaulan hidup masyarakat,maka
lapangan pekerjaan atau tugas pemerintah semakin luas. Ikut campurnya pemerintah
secara aktif dalam segala segi kehidupan masyarakat, membawa suatu pembentukan
peraturan undang-undang di bidang sosial (enorme uitbouw van dew sociale wetgeving)
dan menumbuh kembangkan Hukum Administrasi (enorme groei van het Administratieve
Recht).61
Dalam hubungan ini, Administrasi Negara, diserahi apa yang oleh Lemaire
disebut dengan Bestuurzorg atau Servic Public. Bestuurzorg itu menjadi tugas Pemerintah
dalam suatu negara hukum modern yang memeprhatikan kepentingan seluruh rakyat,
sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya Bestuurzorg itu menjadi suatu tanda
yang menyatakan adanya suatu Walfare State.62
Agar Administrasi Negara dapat menyelenggarakan bestuurzorg, kepadanya
diberikan kekuasaan istimewa. Diperlukan kekuasaan istimewa itu oleh administrasi
negara, karena tidak semua penduduk wilayah negara akan tunduk pada perintahnya jika
diberlakukan atau dijalankannya hukum biasa. Hal ini karena adanya kecendurungan
tidak semua penduduk dengan sukarela mau tunduk pada peraturan-peraturan hukum
biasa.
61 Stellinga, Grondtrekken van het Nederlands Administratieffrecht, terpetik dalam Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, (Bandung, Alumni, 1981), hlm. 28.
62 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, tanpa Penerbit, 1960, hlm. 23
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
99
Karena itu pemberian kekuasaan istimewa itu bermaksud untuk :
Pertama, agar administrasi negara dapat menjalankan tugas bestuurzorg itu dengan
sebaik-baiknya, dan Kedua, agar semua penduduk wilayah negara mau tunduk pada
perintah-perintah administrasi negara dalam rangka menunaikan tugas bestuurzorg.
Hukum yang memberikan kekuasaan istimewa ini oleh Logemann (dan disetujui
oleh Utrecht) disebut dengan Hukum Administrasi Negara63. Dengan perkataan lain,
wewenang Administrasi Negara menjadi semakin luas, sejalan dengan semakin
intensifnya negara ikut campur dalam segala segi kehidupan masyarakat yang merupakan
akibat langsung dari dilaksanakanya bestuurzorg. Kenyataan ini menimbulkan gejala
makin besarnya lapangan Hukum Administrasi Negara dan makin kecilnya lapangan
hukum privat. Gejala makin besarnya lapangan Hukum Administrasi Negara ini
berkenaan dengan semakin banyaknya tindakan atau kebijaksanaan yang dilakukan oleh
Administrasi Negara dalam rangka bestuurzorg, termasuk masalah lingkungan hidup,
sebagaimana dinyatakan oleh Siti Sundari Rangkuti:64
“Semula hukum lingkungan dikenal sebagai hukum gangguan (hiderrecht) yang
bersifat sederhana dan mengandung aspek keperdataan. Lambat laun perkembangannya
bergeser ke arah bidang Hukum Administrasi Negara, sesuai dengan peningkatan peranan
penguasa dalam bentuk campur tangan terhadap
63 Utrecht, ibid, hlm. 48 64 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Dalam Proses
Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi, Unair, 1987, hlm. 4
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
100
berbagai segi kehidupan dalam masyarakat yang semakin kompleks. Segi hukum
lingkungan administrasi terutama muncul apabila keputusan penguasa yang bersifat
kebijaksanaan yang dituangkan dalam bentuk penetapan (beshikking) penguasa”.
Sehubungan dengan itu, masalah lingkungan hidup di Indonesia yang semula
kurang mendapat perhatian pemerintah, lambat laun sejalan dengan semakin
meningkatnya pelaksanaan pembangunan, maka masalah lingkungan pun menjadi bagian
dari kebijaksanaan pembangunan.65. Lebih-lebih dengan diintrodusir konsep
”Pembangunan Berwawasan Lingkungan”. Dengan masuknya masalah lingkungan
sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan, maka pemerintah berwewenang untuk
mencampurinya. Artinya , Pemerintah mempunyai wewenang untuk mengatur, mengelola
dan menanggulangi lingkungan.
UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945). Disini terkandung asas hak menguasai negara dan
wujudnya dalam tiga bentuk aktivitas yakni:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa.
65 Lihat Tap.MPR. No. IV/MPR/1978 Tentang GBHN, jo. Tap. MPR. No. II/MPR/1983 jo. Tap.
MPR No. II/MPR/1988.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
101
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Di bidang lingkungan, pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor 4
tahun 1982 sebagai ketentuan payung (umbrella provision). Artinya undang-undang
tersebut hanya memuat ketentuan pokok di bidang pengelolaan lingkungan hidup, namun
pengaturan yang bersifat sektoral tetap mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah
dirumuskan dalam undang-undang tersebut.66
Implikasi pembangunan berwawasan lingkungan ini terkandung dalam ketentuan
Pasal 3, 4, 5, 6 ,7, 8 , 9, 10, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, serta Pasal 23 Undang-undang No.
4 tahun 1982 . Dengan demikian berdasarkan kepada ketiga unsur dan empat prinsip di
atas. Untuk dapat mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan ini, maka Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah merupakan sarana yang ampuh yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 29/1986.
D. Hubungan Antara Hukum Administrasi Negara dengan UU No. 4 Tahun
1982/UU No. 23 Tahun 1997
1. Dari Segi Wewenang Kelembagaan
Lembaga yang mempunyai wewenang menangani pengelolaan lingkungan hidup
secara keseluruhan, ada dua tingkatan yaitu:
a. Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat nasional, dan
b. Lembaga yang mengelola lingkungan hidup ditingkat daerah.
66 Lihat St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku I, (Bandung : Binacipta, 1980), hlm.
180
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
102
Wewenang kelembagaan ditingkat Nasional ini diatur dalam ketentuan Pasal 16
ayat (1) UULH yang berbunyi :
“Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu
oleh perangkat kelembagaan yang dipimpin seorang Menteri dan yang diatur dengan
peraturan perundang-undangan”.
Ketentuan ini mengandung arti bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup
ditingkat nasional, berada ditangan Menteri. Dalam hal ini, berdasarkan Keputusan
Presiden RI No. 25 Tahun 1983, adalah Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup (MENKLH), yang menurut ketentuan Pasal 1 ayat (4) Kepres ini mempunyai tugas
pokok, menmgenai hal-hal yang berhubungan dengan kependudukan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 2 Kepres tersebut ditentukan,
bahwa dalam melaksanakan tugas-tugas pokok sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1
di atas, MENKLH mempunyai fungsi merumuskan kebijaksanaan, membuat perencanaan
dan mengkordinasikan segala kegiatan di bidang kependudukan dan lingkungan hidup67.
Dari tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh MENKLH itu nyata terlihat
demikian luas lingkup tugas koordinasi yang menjadi tanggungjawab MENKLH. Hal
mana memerlukan kerjasama yang serasi dan terpadu dengan berbagai Departemen dan
lembaga pemerinta Non Departemen, terutama dalam kaitan dengan kebijaksanaan
nasional pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral sebagaimana di atur dalam Pasal
18 ayat (2) UULH.
67 Isi selengkapnya fungsi MENKLH, lihat Pasal 2 Kepres No. 25 Tahun 1983
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
103
Adanya ketentuan ini jelas mengakui wewenang pengelolaan lingkungan hidup
tersebar pada berbagai Departeman dan lembaga pemerintah Non Departemen. Untuk
mewujudkan kerjasama tersebut di atas, jelas diperlukan keterpaduan (integration), yaitu
penyatuan dari wewenang (fusion of competences). Masing-masing Departemen dan
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait, yang dipimpin oleh MENKLH
seperti yang dikehendaki oleh ketentuan Pasal 18 ayat (1) UULH di atas. Sementara
fungsi MENKLH berdasarkan Kepres tersebut di atas, lebih bersifat koordinatif, yaitu
kerjasama dalam pelaksanaan wewenang yang bersifat mandiri (working together in the
ezertion of autonomous competences)68. Dengan demikian dari segi Hukum Administrasi
Negara, maka wewenang kelembagaan yang mengelola lingkungan hidup di Indonesia
dewasa ini, lebih bersifat koordinatif dari pada keterpaduan sebagaimana disyaratkan oleh
UULH.
Sebagai contoh koordinatifnya wewenang MENKLH dapat kita lihat Teknis
Kawasan Industri. Dalam Kepres itu ditegaskan kewajiban dari Perusahaan Kawasan
Industri, yang antara lain ditentukan keharusan membuat analisis dampak lingkungan
(AMDAL) dan membangun fasilitas pengolahan limbah industri.
Sehubungan dengan itu, meskipun izin pendirian perusahaan kawasan industri
berada ditangan Menteri Perindustrian, namun dengan adanya kewajiban seperti yang
disebutkan diatas, paling tidakMenteri Perindustrian mengadakan koordinasi dengan
MENKLH.
68 A.V. van den berg, Untregeted Licensing System and Procedures, terpetik dalam Siti Sundari
Rangkuti, Hukum…….., op. cit, hlm. 59
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
104
Demikian pula dalam hal perusahaan kawasan industri yang berlakasi di daerah,
membutuhkan tanah/lahan yang luas maka penetapan letak kawasan industri, menjadi
wewenang Gubernur (setelah berkonsultasi dengan Bappeda) selaku pengelola di daerah
berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UULH dan Instruksi Bersama Menteri Dalam
Negeri dan MENKLH.
23 tahun 1979
Nomor ----------------------------------------- seperti diuraikan dibawah ini
Kep.00/MNPPLH/2/1979
Wewenang Kelembagaan di Tingkat Daerah
Menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) UULH : “Pengelolaan lingkungan hidup,
dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang
pengolahan lingkungan hidup di Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan perkataan lain pengelolaan
lingkungan hidup di daerah dilakukan oleh Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, sesuai dengan pengertian Pemerintah Daerah menurut ketentuan Pasal 13 ayat
(1) UU No. 5 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang berbunyi:
“Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah”
Ketentuan di atas bila dikaitkan dengan bunyi Penjelasan ketentuan Pasal 18 ayat
(2) UULH ternyata bahwa pengelolaan lingkungan hidup di daerah tidak
mengikutsertakan DPRD, karena dilakukan dibawah koordinasi Kepala Wilayah.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
105
“Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sektoral di Daerah dilakukan di
bawah koordinasi Kepala Wilayah dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan
kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup”.
Maksud dari ketentuan itu tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan dianutnya
Asas Dekonsetrasi di Undangundang No. 5 tahun 1974, khususnya ketentuan Pasal 79
dan 80.
Pasal 79 ayat (1) :
“Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Penguasa Tunggal di bidang
pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan
pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang”.
Dengan demikian, Gubernur sebagai Kepala Daerah Tingkat I merupakan pula
Kepala Wilayah Propinsi yang mempunyai wewenang di bidang pengelolaan lingkungan
hidup secara sektoral di daerah.
Dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah, (sebelum
ditetapkannya UU No. 4 Tahun 1982, telah dikeluarkan berturut-turut:
Pertama, Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan Lingkungan Hidup
22 tahun 1978
Nomor ________________________ Tentang Pemeliharaan
002/PPLH/1978
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
106
Keserasian Dalam Penanggulangan Masalah Lingkungan Hidup di Daerah
dengan Kebijaksanaan di Tingkat Nasional;
Kedua Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan Lingkungan Hidup
23 tahun 1979
Nomor ________________________ Tentang Instansi Pengelola
KEP-002/MNPPLH/2/1979
Sumber Alam dan Lingkungan Hidup di Daerah.
Berbeda dengan Instruksi Bersama yang pertama, Instruksi Bersama yang kedua
itu lebih memberikan penegasan wewenang pengelolaan lingkungan hidup di Daerah,
sebagaimana isinya antara lain sebagai berikut :
Pasal 1: Para Gubernur, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah bertanggungjawab atas
pengelolaan sumber-sumber alam dan lingkungan hidup di daerah masing-
masing;
Pasal 2 : Pengelolaan sumber-sumber alam dan lingkungan hidup yang dimaksudkan
dalam Pasal 1 meliputi tugas pengaturan, perencanaan dan pelaksanaan
pendayagunaan sumber-sumber alam bagi kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat, dalam hubungan dengan pemeliharaan kelestarian, pengembangan dan
peningkatan mutu lingkungan di daerah yang bersangkutan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
107
Pasal 4: Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan yang dimaksud dalam Pasal 2 dan 3
Gubernur Kepala Daerah dibantu :
a. Dalam bidang staf oleh Asisten Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I
Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat;
b. Dalam bidang perencanaan, oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Tingkat I;
c. Dalam bidang operasional pelaksanaan oleh Dinas-dinas Daerah dan
Instansi-instansi vertikal yang bersangkutan;
d. Dalam bidang koordinasi dan pengawasan oleh Bupati/ Walikotamadya
Kepala Daerah untuk daerahnya masing-masing.
2. Pelaksanaan Dari Segi Penetapan Sarana Kebijaksanaan Lingkungan
Sebagaimana telah disinggung di muka, bahwa sejak pemerintah turut campur
secara aktif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, masalah lingkungan hidup tidak
lagi merupakan urusan orang perorangan, melainkan sudah menjadi bagian dari
kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Karena sudah
merupakan bagian dari kebjaksanaan pembangunan, maka pemerintah mempunyai
wewenang untuk mengatur, menata, mengelola, memelihara dan mengendalikan dan
terutama mencegah terjadinya kerusakan atau pencemaran lingkungan. Untuk mencegah
atau mengendalikan tingkah laku seseorang, badan atau lembaga agar tetap berada dalam
batas-batas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan lingkungan
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, maka Pemerintah
memerlukan sarana kebijaksanaan lingkungan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
108
Dalam hal ini, Hukum Administrasi Negara telah menyediakan berbagai sarana untuk
maksud tersebut di atas. Sarana-sarana yang dimaksud dan yang terpenting adalah:
a. Perizinan, dan
b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
a. Perizinan
Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil menunjang pembangunan
yang berkesinmambungan, jika administrasi pemerintahan berfungsi secara efektif dan
terpadu. Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Jenis perizinan yang erat hubungannya
dengan pengelolaan lingkungan hidup dewasa ini adalah izin usaha yang diatur dalam
Ordonansi Gangguan (Hinder Ordonnantie) Stb. 1926 No. 226 yang kemudian
diubah/ditambah, terakhir dengan Stb. 1940 No. 450.
Mengingat begitu banyaknya hal-hal yang menyangkut perizinan itu diatur dalam
HO (yang tak mungkin seluruhnya dibahas disini), maka yang akan dikemukakan hanya
terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
Dalam Pasal 1 ayat (1) H.O. ditetapkan larangan mendirikan tempat usaha tanpa
izin yang jenisnya secara enunsiatif disebutkan sebanyak 20 (dua puluh) macam.69.
Kemudian dalam hal wewenang memberi izin, menurut Pasal 1 ayat (3) H.O. berada
ditangan Gemeenten dan Burgemeester, yang berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun
1974 berarti wewenang Bupati dan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
69 Lihat Irawan Soejito, Undang-undang Gangguan (H.O), (Jakarta : Noordhoff-Kolff NV, 1955),
hlm. 18-19.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
109
Dengan demikian peranan Kepala Daerah Tingkat II di bidang pengelolaan lingkungan
hidup dewasa ini terutama terletak pada pemberian izin H.O. yang didasarkan pada
pertimbangan lingkungan hidup, sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) UULH..
Dalam Pasal 5 H.O. terdapat pengaturan sederhana mengenai peran serta
masyarakat dalam bentuk pernyataan pendapat atau keberatan (inspraak) sebelum
permohonan izin diputuskan..
Akhirnya sarana administratif yang cukup penting dalam rangka peran serta
masyarakat adalah Banding terhadap penetapan (beschikking) penguasa, seperti misalnya
pemberian izin untuk tempat usaha yang menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan hidup. Prosedur banding diatur dalam Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) H.O.
yang pada intinya menentukan bahwa banding kepada Gubernur KDH Tingkat I diajukan
dalam 14 (empat belas) hari setelah izin ditetapkan. Dengan ditetapkannya Undang-
Undang No. 4 Tahun 1982, maka H.O. perlu disesuaikan. Penyesuaian itu disebabkan
banyaknya kelemahan yang terdapat di dalamnya maupun dalam praktek pelaksanaanya
seperti :
a. H.O. sifatnya semacam hukum tetangga (Burenrecht), karena jangkauan
teritorialnya terbatas pada jarak 200 meter dari suatu tempat usaha serta dalam
batas DT II.
b. H.O. dilaksanakan terbatas pada Pemda Tingkat II Kotamadya atau Kabupaten,
sedangkan pencemaran lingkungan tidak mengenal batas daerah;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
110
c. H.O. hanya ditujukan kepada bahaya , kerusakan, dan gangguan yang timbul dari
tempat usaha dan tidak meliputi pencemaran yang diakibatkan oleh kenderaan
bermotor, pesawat terbang dan lain sebagainya,
d. H.O. merupakan ordonansi yang bersifat individual, artinya diajukan kepada
bahaya atau gangguan yang ditimbulkan oleh perusahaan secara mandiri dan tidak
terhadap beban derita yang dibuatoleh pencemar secara kolektif, sehingga pada
saat pertimbangan izin tidak diperhitungkan hubungan antara pencemaran yang
diakibatkan oleh perusahaan yang satu terhadap pencemaran dari perusahaan-
perusahaan yang lain.70
3. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Merupakan Suatu
Instrumen Dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Keterkaitan AMDAL dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan
adalah merupakan suatu sistem analisis tentang sejauh mana dampak atau pengaruh yang
timbul terhadap suatu kegiatan yang akan direncanakan dan sistem itu didasarkan pada
Analisis
Dampak Lingkungan (AMDAL)71
Pasal 16 Undang-undang No. 4 Tahun 1982 menyatakan bahwa setiap rencana
yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi
dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan AMDAL adalah hasil
studi mengenai dampak suatu kegiatan terhdap lingkungan hidup yang dipergunakan
bagi proses pengambilan keputusan.
70 Siti Sundari Rangkuti, Hukum ….., op.cit, hlm. 96 71 Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1985)
hlm.175
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
111
Jadi pejabat yang bertanggungjawab untuk memberi keputusan, boleh tidaknya suatu
kegiatan dilaksanakan berkaitan dengan pelestarian kemampuan lingkungan di dasarkan
atas hasil studi AMDAL. Oleh karena ini merupakan dokumen yang sangat strategis
dalam mencegah terjadinya perusakan atau pencemaran lingkungan hidup disebabkan
oleh perbuatan manusia.
AMDAL terdiri dari beberapa proses yang merupakan satu kesatuan yaitu:
Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) adalah telaahan secara garis besar tentang
rencana kegiatan, rona lingkungan, kemungkinan timbulnya dampak dan rencana
tindakan pengendalian dampak negatifnya.
Kerangka Acuan ANDAL (KA ANDAL) adalah pedoman kerja yang disepakati
bersama antara pemrakarsa, konsultan, dan pemerintah dalam penyusunan Analisis
Dampak Lingkungan.
Di dalam AMDAL ini terkandung beberapa prinsip yang harus mendapatkan
perhatian, yaitu72 :
a. Suatu rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan, baru dapat dilaksanakan setelah dipertimbangkan dampaknya
terhadap lingkungan. Kegiatan ini baru diijinkan untuk dapat dilaksanakan setelah
adanya persetujuan atas RKL dan RPL oleh instansi-instansi bertanggungjawab.
72 Gunawan Susanto, Analisis Dampak Lingkungan, (Yogyakarta : Gadjahmada University, 1987),
hlm. 31-32
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
112
b. Amdal merupakan bagian dari proses perencanaan dan adalah bagian dari studi
kelayakan yang meliputi analisis teknis, analisis ekonomi dan analisis lingkungan.
c. Kriteria dan prosedur untuk menentukan apakah suatu kegiatan menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup harus secara jelas dirumuskan dalam
peraturan perundang-undangan.
d. Prosedur AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak memihak
(tercermin dalam susunan Komisi AMDAL)
e. AMDAL bersifat terbuka kecuali yang menyangkut rahasia negara oleh karena itu
masyarakat secara luasd harus diberitahukan mengenai hasil AMDAL ini
f. Keputusan tentang AMDAL harus tertulis dengan mengemukakan dasar
pertimbangan pengambilan keputusan (Dokumen RKL dan RPL serta keputusan
mengenai hal ini merupakan hal yang penting dalam hal penegakan hukum).
g. Pelaksanaan AMDAL yang telah disetujuai harus dipantau secara terus menerus.
h. Penempatan AMDAL dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan nasional
lingkungan hidup yang telah digariskan dalam GBHN dan Repelita.
i. Untuk penerapan AMDAL dibutuhkan aparat yang memadai.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
113
Dokumen AMDAL disusunoleh pemrakarsa/konsultan berdasarkan peraturan
yang berlaku sesuai dengan Keputusan Nomor 50/MENKLH/6/1987 tersebut diatas dan
ketentuan lainnya, diajukan kepada instansi yang bertanggungjawab melalui Komisi.
Untuk kegiatan-kegiatan yang menjadi wewenang daerah diajukan kepada gubernur
melalui Komisi AMDAL Daerah.
Untuk kegiatan yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri yang bersangkutan
perlu membuat PIL, maka keputusan dari instansi yang bertanggungjawab melalui
Komisi AMDAL, mempunyai dua kemungkinan :
a. Tidak ada dampak penting sehingga tidak perlu membuat AMDAL maka proses
selanjutnya harus dilengkapi dengan pembuatan RKL dan RPL.
b. Apabila ada dampak penting , maka proses selanjutnya harus dilengkapi dengan
pembuatan KA-ANDAL- RKL dan RPL.
Kegiatan baru diijinkan apabila RKL dan RPL mendapat persetujuan dari instansi
yang bertanggungjawab. Dengan demikian, maka dalam merencanakan pembangunan
sudah seharusnya disadari bahwa penetapan instansi di masa yang akan datang .
Berdasarkan uraian diatas patut di sadari akan penting AMDAL dan ANDAL
sebagai proses pengambilan keputusan pemberian izin dalam pembangunan yang
berwawasan lingkungan termasuk industri dengan fasilitas PMA dan PMDN.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB III
UPAYA UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH KOTA MEDAN
TERHADAP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
A. Gambaran Umum Kota Medan, Keadaan Umum Daerah
1. Kota Medan Secara Geografis
Kota Medan memiliki 26.510 Hektar (265,10 Km2) atau 3, 6% dari keseluruhan
wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten
lainnya, Kota Medan memiliki luas yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk
yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3o 30’ Lintang Utara dan
98o35 – 98o-44’ Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke
utara dan berada pada ketinggian 2,5-7,5 meter diatas permukaan laut.
Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan
dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang
wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan
salah satu jalur lalu lintas terdapat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah
satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khusunya di bidang
perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis Kota Medan di dukung oleh
daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang, Langkat, Asahan,
Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir, Humbahas, Tapanuli
Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Dairi, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini
menjadikan Kota Medan secara ekonomi
114
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
115
mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar. Disamping itu
sebagai daerah yang pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki
posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa,
baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota
Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 (dua) kutub pertumbuhan secara
fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini
2. Kota Medan Secara Demografis
Jumlah, laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk di Kota Medan tahun 2001 –
2005, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1 Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001-2005
Tahun Jumlah
Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk
Luas Wilayah (Km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
(!) 2001 2002 2003 2004 2005
(2) 1.926.052 1.963.086 1.993.060 2.006.014 2.06.018
(3) 1,17 1,94 1,51 0,6 1,50
(4) 265,10 265,10 265,10 265,10 265,10
(5) 7.267 7.408 7.520 7.567 7.681
Sumber data : BPS Kota Medan 2005
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa selama tahun 2001-2005 jumlah
penduduk Kota Medan cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 1, 92 juta jiwa pada
tahun 2001 menjadi 2, 03 juta jiwa pada tahun 2005. demikian juga kepadatan penduduk
Kota Medan, meningkat dari 7.267/Km2 pada tahun 2001 menjadi 7.681 Km2 tahun
2005.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
116
Peningkatan laju pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh meningkatnya
derajat kehidupan sosial masyarakat khususnya di bidang pendidikan , kesehatan dan
lain-lain.
Faktor lain yang juga sangat berarti mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan
penduduk adalah meningkatnya arus urbanisasi dan commuters serta kaum pencari kerja
Kota Medan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, faktor utama yang
menyebabkan komunitas ke Kota Medan adalah adanya pandangan bahwa : (1) bekerja
di kota lebih bergengsi, (2) di kota lebih gampang mencari pekerjaan, (3) tidak ada lagi
yang dapat diolah (dikerjakan) di daerah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang
lebih baik.
Walaupun selama periode 2001-2005, pertumbuhan penduduk Kota Medan
cenderung meningkat, tetapi pertambahannya relatif sedikit yaitu rata-rata 1,35%
pertahun. Pertambahan penduduk yang relatif kecil, tidak terlepas dari upaya dan
kebijakan pengendalian kelahiran, melalu program Keluarga Berencana (KB) sehingga
cenderung menjadikan angka kelahiran menurun.
Ciri lain kepedudukan Kota Medan adalah besarnya arus commuters di Kota
Medan. jumlah penduduk di Kota Medan pada siang hari diperkirakan mencapai 2, 5 juta
jiwa, sedangkan pada malam hari diperkirakan 2.036.180 jiwa. Hal ini berpengaruh
terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara
keseluruhan.
Bila arus commuters cendurung mendorong terjadinya peningkatan jumlah
penduduk, maka peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara umum menyebabkan
angka pertumbuhan penduduk selama periode 2001-2005 berada pada persentase yang
relatif kecil.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
117
Peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara langsung meningkatkan rata-rata
pendidikan “calon orang tua” yang akan memasuki kehidupan rumah tangga. Melalui
tingkat pendidikan semakin memadai, apresiasi, dan pandangan masyarakat terkait
dengan upaya peningkatan kesejahteraan keluarga yang tidak terlalu besar akan
memudahkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, karena beban ekonomi
yang harus dipikul menjadi lebih ringan, telah mendorong Pasangan Usia Subur (PUS)
cendurung mengikuti konsep untuk menjadi Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS). Sebagai PUS baru, bahkan memilih untuk menunda kelahiran dan
berbagai alasan ekonomi (bekerja) ataupun alasan sosial dan physikologis lainnya.
Tabel 2 Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kelompok Umur Tahun 2001-2005
T A H U N Kelompok
Umur 2001 2002 2003*) 2004*) 2005**) 0-19 20-39 40-59 60+ D.Jumlah
41,00 7,79 16,25 4,95 100
40,74 35,40 17,89 5,97 100
40,48 35,40 17,89 5,97 100
38,00 37,31 17,89 6,80 100
41,00 37,80 16,25 4,95 100
Sumber : BPS Kota Medan 2005
Keterangan : *) angka perbaikan
**) angka Sementara
Berdasarkan tabel diatas , diketahui komposisi kelompok umur anak (0-19 tahun)
pada tahun 2005 diperkirakan sebanyak 41.00%, proporsi penduduk usia 20-39 tahun
sebesar 37,80%, untuk kelompok dewasa sebesar 16,25%, dan penduduk lansia sebesar
4,95%.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
118
Proporsi anak-anak dalam kelompok penduduk Kota Medan cendurung
mengalami peningkatan yaitu 41,00% dari jumlah total penduduk, besarnya proporsi dan
jumlah penduduk anak-anak ini berimplikasi meningkatnya kebutuhan prasarana dan
sarana pendidikan yang harus disediakan, baik kwalitas maupun kuantitas.
3. Kota Medan Secara Kultural
Sebagai pusat perdagangan regional maupun internasional, sejak awal Kota
Medan telah memiliki beragam suku (Etnis), dan agama.Oleh karenanya, budaya
masyarakat yang telah ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai-nilai
budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun
kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (Modernisasi), dan sangat diyakini pula,
hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar
dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian,
makanan, bangunan fisik , tata ruang dan sebagainya justru memberikan kontribusi besar
bagi upaya pengembangan industri parawisata di Kota Medan.
Adanya Pluralisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu
primordillisme yang dapat menggangu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya
tujuan, sasaran, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai Visi, dan
Misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
119
4. Kota Medan Secara Ekonomis
Kota Medan mengemban fungsi regional yang luas, baik sebagai pusat
pemerintahan maupun kegiatan ekonomi dan sosial yang mencakup bukan hanya Propinsi
Sumatera Utara tetapi juga wilayah propinsi (Sumbagut). Adanya fungsi regional yang
luas tersebut, ternyata telah menjadikan Kota Medan dapat menyelenggarakan aktifitas
ekonomi yang dicapai Kota medan, yang selalu berada diatas pertumbuhan ekonomi
daerah-daerah sekitarnya, termasuk dibandingkan dengan dicapai oleh Propinsi Sumatera
Utara maupun Nasional.
Walaupun Kota Medan sempat mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun
1998 (-20%) namun selama tahun 200-2004, ekonomi Kota Medan dapat tumbuh
kembali rata-rata sebesar 5,19%. Ini merupakan indikasi bahwa betapapun beratnya
(dalamnya) krisis ekonomi yang melanda ekonomi Indonesia dan Kota Medan
khususnya, namun secara bertahap pada dasarnya Indonesia dan Kota Medan memiliki
kemampuan untuk sembuh dan keluar dari krisis yang sangat berat tersebut.
Kapasitas ekonomi yang relatif besar tersebut juga ditunjukkan oleh nilai
(uang).PDRB Kota Medan yang saat ini telah mencapai Rp. 24,5 triliun, dengan
pendapatan perkapita Rp.12,5 juta, sehingga terlihat merupakan sektor tertier (66,76%)
sektor sekunder (29,06%), dan sektor primer (4,18%). Jumlah volume kegiatan ekonomi
ini sekaligus memberikan kontribusi lebih kurang sebesar 21% bagi pembentukan PDRB
Propinsi Sumatera Utara. Dilihat dari capaian pertumbuhan ekonominya, pertumbuhan
ekonomi Kota Medan juga memperlihatkan elastisitas yang tinggi terhadap pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara,
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
120
artinya, pertumbuhan ekonomi Kota Medan selalu menunjukkan angka positif yang lebih
besar dari pertumbuhan ekonomi propinsinya. Ini menunjukkan bahwa di Kota Medan
masih merupakan mesin pembangunan bagi daerah-daerah lainnya di Sumatera Utara,
Indikator utama Kota Medan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Indikator Utama Ekonomi Kota Medan Tabel 3 No. Keterangan Tahun 2004
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Penduduk PDRB Pertumbuhan Ekonomi Income perkapita Tingkat Inflasi Jumlah tenaga kerja produktif Tingkat pengangguran Total of export (FOB,000 US$ Total of Import (CIF,000 US$ Mayor export : Mayor import : Partners :
2.006.142 Jiwa 24,5 trilyun 4,49 % Rp.12,500,000 6,64 % 682.826 Jiwa 13,01 % 2,229,125 679,000,000 Lemak dan minyak nabati/hewani, udang, kerang, kayu lapis, aluminium, barang kesenian, cokelat, kopi, mineral mentah dll. Impor barang modal (suku cadang/asesoris kenderaan bermotor, mesin/peralatan industri khusus, alat elektronik, dll) impor barang konsumsi, (makanan ternak, beras, aluminium, sayur segar, tembakau, dll) Malaysia, Jerman, Inggris, Singapura, RRC, Belanda, Taiwan, Hongkong, dll)
Sumber : BPS Kota Medan 2005
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
121
B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Kota Medan Terhadap Tata Ruang Yang Berwawasan Lingkungan
Pada hakekatnya perencanaan (Tata Ruang) kota adalah proses untuk menentukan
tindakan di masa depan yang sesuai melalui suatu urutan (tahapan) pilihan-pilihan.
Dengan demikian perencanaan (planning) mempunyai dua pengertian yang tidak
terpisahkan, yaitu sebagai produk (keadaan akhir yang dikehendaki) dan sebagai
manajemen (pola pengarahan dalam pencapaian pembangunan). Saat ini Kotamadya
Medan sedang dan akan berkembang dalam rangka mengimbangi percepatan
pembangunan industri di daerah Kotamadya Medan sebagai zona industri. Oleh sebab itu
, Pemda kotamadya Medan tengah mengupayakan peningkatan kemampuan lahan (land
capability) yang saat ini kurang produktif menjadi lebih produktif. Caranya adalah
dengan menata kembali kawasan tersebut agar didapatkan nilai tambah yang lebih
memadai dan sesuai dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimilikinya. Dengan kata
lain, upaya peningkatan kemampuan lahan tersebut dimaksudkan agar lahan dapat
dimanfaatkan sesuai dengan The Highest Use dari potensi yang dimiliki.
Dengan demikian, cukup jelas bahwa upaya penataan kembali Kota Medan ini
memiliki konotasi ekonomi, yaitu pemanfaatan lahan dengan cara memberikan vitalitas
baru kepada kawasan yang hendak dikembangkan. Atas dasar pengertian diatas, maka
yang berkepentingan terhadap Kota Medan diharapkan turut memikirkan cara
meningkatkan potensi pengembangan Kota Medan. Untuk itu, RIK Kodya Medan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
122
yang hampir 20 tahun tidak pernah dievaluasi perlu ditinjau kembali dan mempersiapkan
RUTRK tahun 2005 sehingga dapat diajukan rekomendasi tentang :
a. Jenis kegunaan lahan yang diinginkan
b. Ambang intensitas pembangunan kota yang layak
c. Skala pembangunan baru yang diantisipasi.
Hal ini tentunya harus sesuai dengan tujuan pokok yang tercakup dalam upaya
pembangunan Kota Medan di lingkungan lama dan di lingkungan baru yaitu :
a. Kemampuan untuk merangsang kehidupan ekonomi.
b. Kemampuan menciptakan lapangan kerja baru.
c. Kemampuan untuk menciptakan lingkungan hunian yang layak sesuai dengan
kemampuan sumberdaya yang ada
d. Memberi sumbangan kepada kestabilan nasional.
Oleh karena itu, intervensi perencanaan yang dimaksud haruslah juga menjawab
semua tingkat perencanaan kota yang berlaku, mulai dari RTRW/RSTRP (Rencana
Struktur Tata Ruang Provinsi), (Rencana Umum Tata Ruang Kota), RDTRK (Rencana
Detil Tata Ruang Kota), RTRK (Rencana Teknik Ruang Kota) dan RUK (Rencana Unsur
Kota), sehingga wilayah-wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah pengembangan, satu
dengan lainnya (dilihat dari fungsi dan peran yang dibawanya) saling menunjang dan
bukan saling bertentangan (bersaing atau saling mematikan). Dengan demikian, investasi
yang telah dan akan ditanamkan serta diadakan dari sumber daya yang terbatas tidak akan
menjadi sia-sia.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
123
Begitu juga dengan investasi pengembangan diwilayah kawasan pusat Kota Medan dan
area pengaruhnya di luar Kotamadya Medan
Menurut hasil wawancara dari Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan,
bulan Juni 2008, Penataan Kota Medan telah dilakukan sejak zaman Belanda yaitu
melalui Stablad Kota Medan, kemudian disusun Rencana Induk Kota Medan (RIK)
sebagai Masterplan pada tahun 1975 yang ditetapkan dalam Surat Keputusan DPRD
Kotamadya Medan No. 7/DPRD/1974 tanggal 24 Juli 1974, kemudian disusun
penjabaran RIK dalam Rencana Sub-Sub Wilayah (RSSW) yang dilegalisasi melalui
Surat Keputusan DPRD Kotamadya Dati II Medan No. 12/DPRD/1979 tanggal 27
Desember 1979. Pada tahun 1995 disusun Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota
Medan sebagai penyesuaian terhadap UU No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang .
RUTR ini ditetapkan berdasarkan Perda Kotamadya Dati II Medan No. 4 Tahun 1995.
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang untuk menjabarkan RUTR dan menyesuaikan
RSSW telah dilakukan 2 (dua) kali tetapi tidak selesai sampai tahap legalisasi Perda. Atas
hal tersebut Penataan Ruang Kota Medan saat ini mengacu pada :
a. RUTR Kota Medan skala peta 1 : 20.000
b. Rencana Sub-Sub Wilayah Kota Medan skala peta 1 : 5000
c. Peta-peta Blad perencanaan sebelum RIK skala peta 1 : 1000 yang meliputi pusat
kota
d. Ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan dalam SK Walikota Medan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
124
Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan adalah:
1. Aspek Perencanaan Ruang:
a. Membangun sistem informasi yang diawali dengan pembuatan peta foto udara
pada tahun 2005 dan peta garis pada tahun 2006.
b. Menyusun Revisi RUTR menjadi RTRW tahun 2006 tetapi belum diperdakan
karena harus terlebih dahulu tahun ini dilakukan penyempurnaan/penyesuaian
dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.
c. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan yang
direncanakan dengan cara bertahap di 21 kecamatan mulai tahun 2008 (9
kecamatan)
d. Menyusun Rencana Teknis Ruang Kota dan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan serta Zoning Regulation yang dijadwalkan mulai tahun
2009/2010.
e. Memperbaharui berbagai Perda tentang Penataan Ruang dan Bangunan serta
berbagai standar.
2. Aspek Penataan Ruang :
a. PenyusunanRencana Pembangunan sesuai RUTR
b. Pembangunan kerangka utama transportasi dan komponen tata ruang untuk
mewujudkan RTR
c. Pembentukan/Badan koordinasi Penataan Ruang Daerah
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
125
3. Aspek Pengendalian:
a. Pengendalian perizinan
b. Pengawasan
c. Koordinasi antar instansi
d. Penertiban.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 Keputusan
Walikota Medan Nomor 66 Tahun 2002 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tata
Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, Pasal 14 menyebutkan; Sub Dinas Bina Program
mempunyai fungsi:
a. menyusun rencana kegiatan kerja;
b. mempersiapkan penyusunan rencana kerja dinas
c. melaksanakan kegiatan penelitian / survei dalam rangka perumusan
pengembangan dan tata ruang kota;
d. menyusun dan mengkordinasikan rencana tata ruang kota dan penataan bangunan
dengan instansi terkait;
e. mengarahkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota;
f. melaksanakan kegiatan penyuluhan yang berkenaan dengan kebijakan dibidang
rencana tata ruang kota;
g. melaksanakan kegiatan evaluasi atas kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan
rencana kerja yang ada;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
126
h. memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Dinas
tentang langkah-langkah atau tindakan-tindakan yang diambil dalam hal-hal yang
menyangkut tugasnya;
i. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
bidang tugasnya.
Selanjutnya dalam Pasal 17 Surat Keputusan Walikota Medan No. 66 Tahun
2002 disebutkan :
(1) Seksi penelitian mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penelitian dibidang
penataan ruang kota dan bangunan termasuk penelitian rencana tata ruang kota
dan penataan bangunan serta menyusun konsep revisi pengembangan rencana
tata ruang kota dan penataan bangunan
(2) Seksi Evaluasi/Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan evaluasi atas
kegiatan yang telah dilaksanakan dibidang rencana tata ruang kota dan penataan
bangunan;
(3) Seksi Penyuluhan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan dibidang
penerapan rencana tata ruang kota dan penataan bangunan serta meningkatkan
peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota.
Selanjutnya Pasal 20 Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 66 Tahun 2002
menyebutkan, untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 19, Sub
Dinas Data dan Pemetaan mempunyai fungsi :
a. menyusun rencana kegiatan kerja;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
127
b. menghimpun / mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan
tugas dibidang data dan pemetaan untuk penyusunan konsep dan evaluasi tata
ruang kota dan bangunan;
c. melaksanakan pengukuran pemetaan dan fotogrametri rencana kota.
d. melaksanakan pengukuran tanah dan ketinggian bangunan untuk rencana
pengembangan dan tata ruang kota;
e. melaksanakan pemeliharaan / perawatan dan pembaruan peta dasar, foto udara
dan dokumentasi lapangan serta penerapan GIS dalam pemetaan
f. memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Dinas
tentang langkah-langkah yang perlu diambil dalam hal-hal yang menyangkut,
bidang tugasnya;
g. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
bidang tugasnya.
Selanjutnya Pasal 23 dari Surat Walikota tersebut menyebutkan:
(1) Seksi Pengumpulan Data mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan /
penghimpunan data dan informasi untuk penyusunan dan evaluasi rencana tata
ruang kota serta kebijaksanaan teknis penataan ruang kota dan bangunan
(2) Seksi pengukuran mempunyai tugas melaksanakan pengukuran untuk bahan
penetapan rencana kota dan untuk menyerapkan ketinggian (feil), melaksanakan
pengukuran tanah untuk mendirikan letak tanah / lokasi secara tepat sesuai
permohonan untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
128
(3) Seksi Pemetaan dan Geographi Information System (GIS) mempunyai tugas
melaksanakan pemetaan fotografis, membuat peta-peta iktiar dan memetakan
hasil evaluasi yang telah terwujud dilapangan serta melaksanakan pemeliharaan /
perawatan dan pembaharuan peta dasar, foto udara dan dokumentasi lapangan
serta penerapan GIS dalam pemetaan.
Selanjutnya dalam Pasal 26 Keputusan Walikota Medan Nomor 66 Tahun 2002
mengatakan, untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 25, Sub Dinas
Tata Kota mempunyai fungsi :
a. menyusun rencana kegiatan kerja;
b. melaksanakan pengendalian rencana tata ruang kota dan bangunan melalui
mekanisme advis plan;
c. melaksanakan penelitian terhadap lokasi permohonan IMB agar sesuai dengan
rencana tata ruang kota;
d. merencanakan site plan (tata letak) permohonan IMB sesuai dengan penataan
ruang dan bangunan;
e. merencanakan kebutuhan fasilitas sosial dan umum pada suatu kawasan atau
lingkungan;
f. mempersiapkan advis dan plan yang akan diajukan kepada atasan;
g. menyusun rencana peremajaan kota dan mengkoordinasikannya dengan unit
terkait;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
129
h. memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Dinas
tentang langkah-langkah atau tindakan-tindakan yang perlu diambil dalam hal-hal
yang menyangkut bidang tugasnya;
i. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
bidang tugasnya.
Kemudian Pasal 29 dari Surat Keputusan Walikota medan Nomor 66 Tahun 2002
menyebutkan:
(1) Seksi Rencana Tata Ruang Kota mempunyai tugas melaksanakan penelitian
terhadap lokasi permohonan IMB yang meliputi peruntukan tanah, rencana jalan,
garus sempadan bangunan, ketinggian bangunan, koefisiensi dasar bangunan
(KDB) dan kebutuhan fasilitas parkir, memplotkan setiap advis plan dan IMB
yang telah diterbitkan pada peta kerja Rencana Tata Ruang Kota serta
memberikan saran evaluasi Rencana Tata Ruang Kota dengan pertimbangan
teknis perencanaan kota, antara lain menyangkut peremajaan kota;
(2) Seksi Perencanaan Tata Letak mempunyai tugas merencanakan site plan (tata
letak) permohonan IMB sesuai dengan hasil penelitian Seksi Rencana Tata Ruang
dan merencanakan kebutuhan fasilitas sosial dan umum serta mempersiapkan
advis plan;
(3) Seksi Perencanaan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum mempunyai tugas meneliti
dan merencanakan kebutuhan fasilitas sosial dan fasilitas umum pada suatu
kawasan atau lingkungan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Berdsarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap Analisi Penataan Tata
Ruang terhadap Pembangunan Berkelanjutan di Kota Medan diketahui bahwa
Peraturan Daerah Kotamadya No. 4 tahun 1995 belum berjalan dengan
semestinya. Peraturan Daerah Kota Medan belum bisa melindungi perencanaan
Tata Ruang Kota Medan. Hal ini di dukung dengan masih kurangnya
pengharagaan masyarakat maupun pemerintah terhadap tata ruang , perizinan dan
lingkungan hidup dan masih banyaknya pelanggaran yang terjadi, misalnya
membangun tanpa Surat Izin Mendirikan Bangunan, akibatnya merusak
Perencanaan tata ruang dan merusak lingkungan.
2. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memulihkan keadaan tata ruang , perizinan
dan lingkungan agar tidak dirusak atau tidak tercemar belum berjalan dengan
baik, karena penyuluhan-penyuluhan tentang perlunya menjaga penataan tata
ruang dan lingkungan hidup belum tersosialisasi dengan benar.
B. Saran
1. Dalam perlindungan perencanaan tata ruang di Kota Medan diperlukan peran
serta seluruh masyarakat dan aparatur negara dalam mengawasi setiap
perkembangan tata ruang, perizinan dan lingkungan yang dilakukan masyarakat,
untuk itu diharapkan kepada pemerintah khususnya pemerintah Kota Medan
untuk menghimbau kepada seluruh masyarakat dan aparatur
130
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
131
negara untk bekerja sama dalam melakukan pengawasan terhadap izin yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan
2. Penataan tata ruang merupakan hasil kreatif yang sangat berguna untuk masa
sekarang dan masa yang akan datang di Indonesia khususnya bagi perkembangan
Kota Medan. untuk itu kepada pemerintah diharapkan untuk menciptakan kondisi
yang kondusif bagi perkembangan tata ruang misalnya dengan membuat
peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas setiap pelanggaran
tata ruang, perizinan dan lingkungan, selain itu mengatur aparatur negara untuk
berperan aktif dalam mengawasi setiap kegiatan mebangun fisik bangunan dan
melindungi setuap pemegang izin.
3. Kepada aparatur Penegak Hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim dan yang
berwewenang yang melakukan penyidikan terhadap orang-orang yang melakukan
pelanggaran untuk segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan kepada
Hakim yang menangani perkara tersebut agar menjatuhkan putusan yang berat
kepada pelanggar tata ruang , perizinan dan lingkungan, sehingga tidak
mengulangi perbuatannya lagi dan juga kepada orang-orang yang mencoba untuk
berbuat perusakan lingkungan dan tata ruang berpikir ulang untuk melakukannya.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku.
Abduh Muhammad, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan dengan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) (Medan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 1988)
Akbar Faisal, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah : Cetakan Pertama; Medan
Pustaka Bangsa Press 2003 Arifin, Syamsul. Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, Medan : Universitas
Sumatera Utara Press, 1993 Arifin Syamsul, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Mewujudkan
Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan di Sumatera Utara (Medan, Penerbit Pustaka Bangsa Press 2004)
Bakri Muhammad, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk
Reformasi Agraria) Cet. 1, Yogyakarta : Citra Media, 2007 Danu Saputro Munadjad, st, Hukum Lingkungan, Bandung :Bina Cipta 1980 (Buku I)
Dellyo JB Dkk, Pengantar Ilmu Hukum , Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta : PT. Gramedia 1989.
Dwarkin Ronald, Dalam Kutipan Bismar Nasution Metode Penelitian Normatif dan
Perbandingan Hukum. Galenter Marc, Modernisasi Sistem Hukum Dalam Myron Weiner (ed) Modernisasi
Dinamika Pertumbuhan Cetakan I ; Yogyakarta Gajah Mada University, Press 1993, Cetakan III.
Hadi P. Sudharto; Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Yogyakarta : Oleh
Gajah Mada University, Press, 2005 Hadjon M. Philipus Dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to
Indonesia Administrative law, Yogyakarta ; Dicetak oleh : Gajah Mada University Press, 1995
132
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
133 Hartono Sumaryati; Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung:
Alumni 1991. Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi kedelapan Cetakan
Kedelapan belas Gajah Mada University Press, 16 Juni 2005. Herbet L, The Limits of the criminal (Stanford : Stanford University, Press 1968)
Kantaatmadja Komar Mieke, Hukum Angkasa dan hukum Tata Ruang (Bandung, Penerbit Cv. Mandar Maju, 1994)
Kelsen Hans, Teori Umum Hukum dan Negara, Alih Bahasa H. Somardi. Diterbitkan
oleh : Jakarta BEE. Media Indonesia 2007 --------------- , Teori Hukum Murni, Penerjemah Raisal Muttaqien, Bandung : Nusamedia
& Nuansa, 2007. Kusumaat Maja Muchtar; Hubungan antara Hukum dengan Masyarakat, Landasan
Pikiran Pola dan Mekanisme Pelaksanaan Pembaharuan Hukum Jakarta : BPHN Lipi. 1996.
-------------------, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bandung : Bina
Cipta. 1976 Manan Bagir, Hukum Positif di Indonesia Suatu Kajian Teoritik, cetakan ketiga ,
Yogjakarta : UII Press April 2004. Mayanti Seder; Good Governance (Kepemerintahaan yang baik) dalam rangka otonomi
daerah, upaya membangun organisasi efektif dan efisien melalui rekomendasi dan pemeberdayaan Bandung, Mandar Maju 2007.
Nasution Bismar, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi
Pidato Disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 12 April 2004.
Saleh Ruslan, Suatu Reorientasi Dalam Hukum Pidana, Jakarta; Aksara Baru 1973
Salim Emil, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1985
Siahaan Lintong O, Prospek PTUN Sebagai Penyelesaian Sengketa Administrasi
Indonesia cetakan pertama ; Jakarta : Perum Percetakan Negara RI. 2005.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
134 Sidabalok Janus, Pengantar Hukum Ekonomi Medan, Penerbit Bina Media Medan, 2000 Silalahi Daud M. Hukum Lingkungan Dalam Sistim Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia, (Bandung : Penerbit PT. Alumni, 2001 Soegito Irawan, Undang-Undang Gangguan (HO) Jakarta : Noor Dhoff-Kolf NV. 1995 Soemardjan Selo, Social Change In Yogjakarta ( Yogjakarta Gajah Mada University
Press 1991) Stellinga, Grondtriekken van het Nederland Administratif Recht (Bandung Alumni 1981,
Terpetik Dalam Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara.
Sudrajad Sodik Ahmad & Ridwan Juniarso, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep
Kebijakan Otonomi Daerah, (Bandung : Penerbit Nuansa, 2007) Cetakan I Suhardi Gunarto, Peranan Hakim Dalam Pembangunan Ekonomi; (Yogjakarta :
University Atmajaya, 2002) Susanto Gunawan, Analisis Dampak Lingkungan Yogjakarta : Gajah Mada University
1987 Rahardjo Satjipto, Hukum dan Masyarakat Bandung: Angkasa 1991
Rangkuti Sundari Siti; Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi. Unair Pada 1987.
Rasyidi Ira dan Rasyidi Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum dan Teori Hukum, Bandung,
Citra Aditya Bhakti 2001 Ridwan H. Juniarso dan Sodik Achmad, Hukum Tata Ruang dalam konsep kebijakan
otonomi daerah, Bandung ; Penerbit Nuansa 2007 Siahaan, Lintong O. Prospek PTUN sebagai Penyelesaian Sengketa Administrasi di
Indonesia, Cetakan Pertama, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2005 Silalahi M. Daud, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia, Bandung Penerbit ; Alumni 2001
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
135 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga ; Jakarta : Universitas
Indonesia (UI- Press), 1986. Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia sebuah Pengantar, Diterbitkan oleh Sinar
Grafika, Jakarta 2006. Syahrin, Alvi, Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan dan Permukiman
Berkelanjutan, Medan, Pustaka Bangsa, 2003. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Tanpa Penerbit, 1980. Widjaya Rangga Rosjidi, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia; Bandung :
Mandar Maju 1998. B. Perundang-Undangan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok-Pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan perundang-
undangan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah Pengganti Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
136 Peraturan Pemerintah RI No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional Permendagri. No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Pertokoan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Nomor 4 Tahun 1995 tentang
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005
C. Jurnal Ilmiah, Majalah dan Makalah
Nasution, Bismar, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 17 April 2004
-----------------“Reformasi Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi”, disampaikan
pada Diskusi Pembangunan Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, fakultas Hukum USU, Medan, 25 September 1999.