09_204faktor risiko karsinoma nasofaring

Download 09_204Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring

If you can't read please download the document

Upload: nur-ilham-saputra

Post on 16-Dec-2015

231 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

karsinoma nasofaring

TRANSCRIPT

CDK-204_vol40_no05_th2013 ok.indd

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring

Hendrawan AriwibowoDokter Internship RS IA Moeis dan Puskesmas Karang Asam, Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia

ABSTRAKKarsinoma nasofaring merupakan tumor ganas primer, termasuk lima besar keganasan pada laki-laki di Indonesia. Tinjauan pustaka atas buku dan jurnal sejak tahun 2002-2012 dilakukan untuk mengetahui faktor risiko karsinoma nasofaring. Faktor risiko dengan hubungan kuat dan konsisten antara lain virus Epstein Barr (Epstein Barr Virus, EBV ) dan riwayat keluarga dengan karsinoma nasofaring, faktor risiko dengan hubungan sedang-kuat dan konsisten antara lain konsumsi ikan asin rutin dan genotip human leucocyte antigen kelas I. Faktor risiko dengan kekuatan hubungan lemah-sedang, tidak selalu konsisten antara lain kurang makan sayur dan buah, merokok, infeksi saluran napas kronik, makanan berpengawet lain. Faktor risiko dengan kekuatan hubungan lemah-sedang yang tidak konsisten antara lain inhalasi, obat herbal, debu pekerjaan, formaldehid. Alkohol tidak berhubungan dengan risiko karsinoma nasofaring.

Kata kunci: virus Epstein Barr, faktor risiko, karsinoma nasofaring

ABSTRACTNasopharyngeal carcinoma is among five major malignancies in Indonesia and the primary malignant tumor in men. Literature review was conducted to study the risk factors for nasopharyngeal carcinoma using books and journals since 2002-2012. Risk factors with a strong and consistent correlation: Epstein Barr Virus (EBV ) and family history of nasopharyngeal carcinoma. Risk factors with moderate to strong and consistent correlation: regular consumption of salted fish and human leukocyte antigen class I genotypes. Risk factors with weak to moderate correlation, less consistent: less fruit and vegetables consumption, smoking, chronic respiratory tract infections, and preserved foods. Risk factors with weak correlation, not consistent: inhalation, herbal medicine, occupational exposures, formaldehyde. Alcohol was not associated with nasopharyngeal carcinoma. Hendrawan Ariwibowo. Risk Factors of Nasopharyngeal Carcinoma.

Key words: Epstein Barr virus, risk factor, nasopharyngeal carcinoma

PENDAHULUANKejadian karsinoma nasofaring termasuk jarang di populasi dunia, sekitar kurang dari satu per 100.000 penduduk per tahun, namun relatif tinggi di Cina Selatan, Asia Tenggara dan Afrika Utara.2,3 Perbandingan laki-laki dan perempuan 2,2:1.3 Karsinoma nasofaring lebih sering timbul pada ras Mongoloid. Insiden di Cina Selatan dan Asia Tenggara sekitar 20 sampai 40 per 100.000 jiwa per tahun,4 tertinggi di provinsi Guangdong dan wilayah Guangxi, Cina sebesar lebih dari 50 orang per 100.000 jiwa per tahun.5 Pada tahun2002, tercatat 80.000 insiden karsinoma nasofaring di seluruh dunia dengan sekitar50.000 kematian, yang menjadikan kanker paling sering nomor 3 di dunia dan kanker no 4 paling sering di Hong Kong.10 Di Cina karsinoma nasofaring meningkat setelah umur 20 tahun dan menurun setelah umur40 tahun, rata-rata berumur 40 dan 50 tahun.7 Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas telinga hidung tenggorok di Indonesia, termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Survei Departemen Kesehatan pada tahun 1980 mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7.000 sampai 8.000 kasus per tahun di seluruh Indonesia.11 Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada lakilaki dan urutan ke 8 pada perempuan.12 Karsinoma nasofaring paling sering di fossa Rosenmuller6 yang merupakan daerah transisional epitel kuboid berubahmenjadi epitel skuamosa.11 Karsinoma nasofaring dibagi menjadi 3 tipe histopatologi berdasarkan klasifikasi WHO 1991, tipe-1 (karsinoma sel skuamosa berkeratin) sekitar 10%, tipe-2 (karsinoma tidak berkeratin berdiferensiasi) sekitar 15% dan tipe-3 (karsinoma tidak berkeratin tidak berdiferensiasi), tipe yang ke-3 yang paling sering muncul (75%).3

Gejala dan tanda karsinoma nasofaring yang sering berupa benjolan di leher (78%), obstruksi hidung (35,5%), epistaksis (27,5%) dan diplopia.3 Termasuk adenopati leher, epistaksis, otitis media efusi, gangguan pendengaran unilateral atau bilateral, hidung tersumbat, paralisis nervus kranial, retrosphenoidal syndrome of Jacod (kesulitan ekspresi wajah, masalah gerakan mata dan rahang), retroparotidian syndrome of Villaret (sulit mengunyah, gangguan gerakan lidah dan leher), nyeri telinga yang menjalar.6

Alamat korespondensi email: [email protected]

Seperempat pasien karsinoma nasofaring mengalami gangguan nervus kranial, 28,8% mengenai nervus V, 26,9 % mengenai nervus VI dan 25% mengenai nervus X.3

Penegakan diagnosis pasti serta stadium tumor dengan cara anamnesis/pemeriksaan fisik, pemeriksaan nasofaring, biopsi nasofaring, pemeriksaan patologi anatomi, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan neuro- oftalmologi, pemeriksaan serologi.11

Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi. Terapi kedua adalah kemoterapi; kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring dapat meningkatkan hasil terapi, terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh. Terapi ketiga adalah operasi, berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat tumor primer sudah dinyatakan bersih dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan operasi paliatif pada kasus-kasus kambuh atau adanya residu di nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain. Terapi keempat adalah imunoterapi; dengan diketahuinya kemungkinan penyebab virus Epstein-Barr, penderita karsinoma nasofaring dapat diberi imunoterapi.11

FAKTOR RISIKOBeberapa faktor risiko karsinoma nasofaring antara lain virus Epstein Barr, ikan asin, kurang konsumsi buah dan sayuran segar, tembakau, asap lain, alkohol, obat herbal, paparan pekerjaan, paparan lain, familial clustering, Human Leukocyte Antigen Genes, dan variasi genetik lain.

1. Virus Epstein BarrEBV merupakan faktor risiko mayor karsinoma nasofaring. Sebagian besar infeksi EBV tidak menimbulkan gejala2. EBV menginfeksi dan menetap secara laten pada 90% populasi dunia. Di Hong Kong, 80% anak terinfeksi pada umur 6 tahun, hampir 100% mengalami serokonversi pada umur 10 tahun. Infeksi EBV primer biasanya subklinis. Transmisi utama melalui saliva, biasanya pada negara berkembang yang kehidupannya padat dan kurang bersih. Limfosit B adalah target utama EBV, jalur masuk EBV ke sel epitel masih belum jelas, replikasi EBV dapat terjadi di sel epitel orofaring10. Virus Epstein-Barr dapat memasuki sel-sel epitel orofaring, bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (life-long).12 Antibodi Anti-EBV ditemukan lebih tinggi pada pasien karsinoma nasofaring, pada pasien karsinoma nasofaring terjadi peningkatan antibodi IgG dan IgA, hal ini dijadikan pedoman tes skrining karsinoma nasofaring pada populasi dengan risiko tinggi.10

2. Ikan asinPaparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan risiko karsinoma nasofaring adalah konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak mengkonsumsi. Diet konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali sebulan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.7 Potensi karsinogenik ikan asin didukung dengan penelitian pada tikus disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efisien sehingga terjadi akumulasi nitrosamin yang dikenal karsinogen pada hewan10. Enam puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin makanan fermentasi yang diawetkan3. Tingginya konsumsi nitrosamin dan nitrit dari daging, ikan dan sayuran yang berpengawet selama masa kecil meningkatkan risiko karsinoma nasofaring4. Delapan puluh delapan persen penderita karsinoma nasofaring mempunyai riwayat konsumsi daging asap secara rutin3.

3. Buah dan Sayuran SegarKonsumsi buah dan sayuran segar seperti wortel, kobis, sayuran berdaun segar, produk kedelai segar, jeruk, konsumsi vitamin E atau C, karoten terutama pada saat anak-anak, menurunkan risiko karsinoma nasofaring. Efek protektif ini berhubungan dengan efek antioksidan dan pencegahan pembentukan nitrosamin.10

4. TembakauSejak tahun 1950 sudah dinyatakan bahwa merokok menyebabkan kanker. Merokok menyebabkan kematian sekitar 4 sampai 5 juta per tahunnya dan diperkirakan menjadi 10 juta per tahunnya pada 2030.1 Rokok mempunyai lebih dari 4000 bahan karsinogenik, termasuk nitrosamin yang meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring2. Kebanyakan penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak 2 sampai 6 kali. Sekitar 60% karsinoma nasofaring tipe I berhubungan dengan merokok sedangkan risiko karsinoma nasofaring tipe II atau III tidak berhubungan dengan merokok.10 Perokok lebih dari 30 bungkus per tahun mempunyai risiko besar terkena karsinoma nasofaring. Kebanyakan penderita karsinoma nasofaring merokok selama minimal 15 tahun (51%) dan mengkonsumsi tembakau dalam bentuk lain (47%).3 Merokok lebih dari 25 tahun meningkatkan risiko karsinoma nasofaring4. Merokok lebih dari 40 tahun meningkatkan 2 kali lipat risiko karsinoma nasofaring9.

5. Asap lainBeberapa peneliti menyatakan bahwa insidens karsinoma nasofaring yang tinggi di Cina Selatan dan Afrika Utara disebabkan karena asap dari pembakaran kayu bakar10. Sembilan puluh tiga persen penderita karsinoma nasofaring tinggal di rumah dengan ventilasi buruk dan mempunyai riwayat terkena asap hasil bakaran kayu bakar3. Pajanan asap hasil kayu bakar lebih dari 10 tahun meningkatkan6 kali lipat terkena karsinoma nasofaring7.

6. AlkoholKonsumsi alkohol tidak berhubungan dengan peningkatan risiko karsinoma nasofaring10.

7. Obat HerbalPada populasi Asia, beberapa penelitian melaporkan 2 sampai 4 kali lipat peningkatan risiko karsinoma nasofaring karena pengguna- an obat herbal tradisional, tetapi tiga penelitian di Cina Selatan tidak menemukan hubungan obat herbal dengan karsinoma nasofaring. Di Filipina, penggunaan obat herbal tradisional meningkatkan risiko karsinoma nasofaring, terutama pada orang yang mempunyai titer antibodi anti-HBV tinggi.10

8. Pajanan PekerjaanPajanan pekerjaan terhadap fume, asap, debu atau bahan kimia lain meningkatkan risiko karsinoma nasofaring 2 sampai 6 kali lipat. Peningkatan risiko karsinoma nasofaring karena pajanan kerja terhadap formaldehid sekitar 2 sampai 4 kali lipat, didukung oleh penelitian pada tikus, terutama untuk tipe I tetapi tidak untuk tipe II dan III7,10. Namun sebuah meta-analisis dari 47 penelitian tidak mendukung hubungan formaldehid dengan karsinoma nasofaring.

Stimulasi dan inflamasi jalan nafas kronik, berkurangnya pembersihan mukosiliar, dan perubahan sel epitel mengikuti tertumpuknya debu kayu di nasofaring memicu karsinoma nasofaring, paparan ke pelarut dan pengawet kayu, seperti klorofenol juga memicu karsinoma nasofaring. Paparan debu katun yang hebat meningkatkan risiko karsinoma nasofaring karena iritasi dan inflamasi nasofaring langsung atau melalui endotoksin bakteri. Paparan tempat kerja yang panas atau produk bakaran meningkatkan dua kali lipat risiko terkena karsinoma nasofaring10. Paparan debu kayu di tempat kerja lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko terkena karsinomanasofaring4. Tabel Rangkuman Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring10

9. Pajanan LainRiwayat infeksi kronik telinga, hidung, tenggorok dan saluran napas bawah me- ningkatkan risiko karsinoma nasofaring se- banyak dua kali lipat. Bakteri yang menginfeksi saluran nafas dapat mengurai nitrat menjadi nitrit, kemudian dapat membentuk bahan N-nitroso yang karsinogenik. Di Taiwan, kebiasaan mengunyah betel nut (Areca catechu) selama lebih dari 20 tahun berhubungan dengan peningkatan 70% risiko karsinoma nasofaring. Sebuah penelitian ekologi di Cina Selatan menemukan 2 sampai 3 kali lipat kadar nikel di nasi, air minum, dan rambut penduduk yang tinggal di wilayah yang tinggi insiden karsinoma nasofaringnya. Penelitian lain menyatakan bahwa kandungan nikel, zinc dan cadmium pada air minum lebih tinggi di wilayah yang tinggi insiden karsinoma nasofaringnya. Kadar nikel pada air minum, kadar elemen alkali seperti magnesium, kalsium, strontium yang rendah pada tanah, dan tingginya kadar radioaktif seperti thorium dan uranium pada tanah berperan pada mortalitas karsinoma nasofaring, namun masih perlu dibuktikan dengan penelitian epidemiologi analitik. Risiko karsinoma nasofaring juga meningkat berhubungan dengan makanan berpengawet lain seperti daging, telur, buah dan sayur terutama di Cina Selatan, Asia Tenggara, Afrika Utara/Timur Tengah dan penduduk asli Artik.10

10. Familial ClusteringKerabat pertama, kedua, ketiga pasien karsinoma nasofaring lebih berisiko terkena karsinoma nasofaring.7 Orang yang mempunyai keluarga tingkat pertama karsinoma nasofaring mempunyai risiko empat

No. Faktor Kekuatan Hubungan Konsistensi Hubungan Hubungan1.EBVKuatKonsistenLebih konsisten berhubungan dengan karsinoma nasofaring tipe II dan III2.Ikan AsinSedang-KuatKonsistenHubungan lebih kuat jika konsumsi rutin3.Kurang makan buah dan sayur segarSedangTidak konsisten

4.MerokokLemah-SedangTidak konsistenHubungan lebih kuat dengan karsinoma nasofaring tipe I5.Inhalasi lainLemah-SedangInkonsisten

6.AlkoholLemahTidak berhubungan

7.Obat HerbalLemah-SedangInkonsisten

8.Debu PekerjaanLemah-SedangInkonsistenLebih konsisten berhubungan dengan paparan debu kayu9.Kondisi traktus pernafasan kronikSedangTidak konsisten

10.Riwayat keluarga dengan karsinoma nasofaringKuatKonsisten

11.Genotip HLA kelas ISedang-KuatKonsistenInkonsisten berhubungan dengan genotip HLA kelas II12.Makanan berpengawet lainSedangTidak konsisten

13.FormaldehidLemah-SedangInkonsisten

sampai sepuluh kali dibanding yang tidak.8,10Risiko kanker kelenjar air liur dan serviks uterus juga meningkat pada keluarga dengan kasus karsinoma nasofaring. Faktor risiko lingkungan seperti ikan asin, merokok dan paparan pada produk kayu meningkatkan level antibodi anti- EBV dan beberapa polimorfasi genetik. Kasus familial biasanya pada tipe II dan III, sedangkan tipe I non familial.10

11. Human Leukocyte Antigen GenesDi Cina Selatan dan populasi Asia lain, Human Leukocyte Antigen-A2-B46 dan B-17 berhubungan dengan peningkatan dua sampai tiga kali lipat risiko karsinoma nasofaring. Sebaliknya Human Leukocyte Antigen-A11 menurunkan 30%-50% risiko terkena karsinoma nasofaring pada ras Kulit Putih dan Cina, B13 pada ras Cina, dan A2 pada ras Kulit Putih. Sebuah meta analisis pada populasi di Cina Selatan menunjukkan peningkatan karsinoma nasofaring pada HLA- A2, B14 dan B46, dan penurunan karsinoma nasofaring pada HLA-A11, B13 dan B22.10

12. Variasi Genetik LainPolimorfi di sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) danCYP2A6 dan ketiadaan Glutation S-transferase

M1 (GSTM1) dan atau GSTT1 berhubungan dengan peningkatan risiko dua sampai lima kali lipat terkena karsinoma nasofaring. Di Thailand dan Cina, polimorfi pada polymeric immunoglobulin receptor (PIGR), sebuah reseptor permukaan sel memudahkan masuknya EBV masuk ke epitel hidung dan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.10

RANGKUMANFaktor risiko yang memiliki hubungan kuat dan konsisten antara lain EBV dan riwayat keluarga dengan karsinoma nasofaring, sedangkan yang memiliki hubungan sedang- kuat dan konsisten antara lain konsumsi ikan asin rutin dan genotip HLA kelas I. Faktor risiko yang tidak selalu konsisten antara lain kurang makan sayur dan buah, merokok, kondisi traktus pernafasan kronik, makanan berpengawet lain dengan kekuatan hubungan lemah-sedang. Faktor risiko yang tidak konsisten/inkonsisten meningkatkan faktor risiko karsinoma nasofaring antara lain inhalasi lain, obat herbal, debu pekerjaan, formaldehid dengan kekuatan hubungan lemah-sedang. Sedangkan alkohol tidak berhubungan dengan peningkatan risiko karsinoma nasofaring.

DAFTAR PUSTAKA1. Vineis P, Alavanja M, Buffler P, Fontham E, Franceschi S,. Gao YT et al. Tobacco and Cancer: Recent Epidemiological Evidence. J Nat Cancer Inst. 2004; 96(2):99-106.2. Hsu W-L, Chen J-Y, Chien Y-C, et al. Independent Effect of EBV and Cigarette Smoking on Nasopharyngeal Carcinoma: A 20-Year Follow-Up Study on 9,622 Males without Family History inTaiwan. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 2009;18:1218-26.3. Sharma TD, Singh Th T, Laishram RS, Chandra Sharma LD, Sunita AK, Tiameren Imchen L. Nasopharyngeal Carcinoma - a Clinico-pathological Study in a Regional Cancer Centre ofNortheastern India. Asian Pacific J Cancer Prev. 12, 1583-7.4. Yang X, Diehl S, Pfeiffer R, Chen C-J, Hsu W-L, Dosemeci M, et al. Evaluation of Risk Factors for Nasopharyngeal Carcinoma in High-Risk Nasopharyngeal Carcinoma Families in Taiwan.Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2005;14:900-5.5. Shri JN.Mathur for the Indian Council of Medical Research, New Delhi. Epidemiological and Etiological Factors Associated with Nasopharyngeal Carcinoma. ICMR Offset Press, New Delhi.2003; 33(9).6. Lee N, Chan K. Benign & Malignant Lesions of The Nasopharynx. Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2nd ed. McGraw-Hill Co, Inc. 2008. p362-6.7. Ondrey FG,.Wright SK. Neoplasms of the Nasopharynx. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th ed. 2003. p 1407-22.8. Guo X, Johnson RC, Deng H, Liao J, Guan L,. Nelson GW, et al.Evaluation of nonviral risk factors for nasopharyngeal carcinoma in a high-risk population of Southern China. Int. J. Cancer.2009;124, 29427.9. Friborg JT, Yuan J-M, Wang R, Koh W-P, Lee H-P, Yu MC. A Prospective Study of Tobacco and Alcohol Use as Risk Factors for Pharyngeal Carcinomas in Singapore Chinese. Cancer 2007. 109(6): 1183-91.10.. Chang ET, Adami H-O. The Enigmatic Epidemiology of Nasopharyngeal Carcinoma. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2006;15:1765-77.11.. Asroel HA. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. USU digital library 2002.12. Yenita, Aswiyanti Asri. Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan). Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1).