presentasi kasus karsinoma nasofaring

22
LAPORAN KASUS 3.1. Identitas Pasien Nama : Hermawan RM : 61.21.40 Umur : 26 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Bangsa : Indonesia Agama : Islam Pendidikan : SMP Status Perkawinan: Sudah Menikah Pekerjaan : Swasta Alamat : Kepek Saptosari Wonosari Gunng Kidul Yogyakarta Anamnesis Keluhan utama : Benjolan pada leher kiri Perjalanan penyakit : Seorang pasien datang mengeluhkan terdapat benjolan di leher kiri. Benjolan ini dikatakan sudah muncul kurang lebih sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa benjolan awalnya berukuran kecil namun lama kelamaan semakin membesar, namun benjolan ini dikatakan tidak nyeri apabila diberikan penekanan. Keluhan ini juga dikatakan disertai dengan keluhan berupa telinga berdengung yang hilang timbul. Telinga berdengung ini dirasakan di telinga kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya sakit kepala yang hilang timbul dan dikatakan sudah terjadi sejak kurang dari 1 bulan yang lalu.

Upload: jacob-medina

Post on 26-Dec-2015

196 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

karsinoma nasofaring

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Hermawan

RM : 61.21.40

Umur : 26 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Kepek Saptosari Wonosari Gunng Kidul Yogyakarta

Anamnesis

Keluhan utama : Benjolan pada leher kiri

Perjalanan penyakit :

Seorang pasien datang mengeluhkan terdapat benjolan di leher kiri. Benjolan ini

dikatakan sudah muncul kurang lebih sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa

benjolan awalnya berukuran kecil namun lama kelamaan semakin membesar, namun

benjolan ini dikatakan tidak nyeri apabila diberikan penekanan. Keluhan ini juga dikatakan

disertai dengan keluhan berupa telinga berdengung yang hilang timbul. Telinga berdengung

ini dirasakan di telinga kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan adanya sakit kepala yang

hilang timbul dan dikatakan sudah terjadi sejak kurang dari 1 bulan yang lalu. Pasien juga

mengeluhkan akhir-akhir ini sering batuk pilek yang hilang timbul

Riwayat Penyakit Terdahulu

Pasien tidak pernah mengalami gejala penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien tidak

memiliki riwayat penyakit alergi, asma, hipertensi, jantung, DM dan penyakit sistemik

lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan bahwa pada keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang

sama atau menderita penyakit kanker lainnya. Pasien mengatakan bahwa dari keluarga tidak

Page 2: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

ada yang memiliki riwayat penyakit alergi, asma, hipertensi, jantung, DM dan penyakit

sistemik lainnya.

Riwayat life style

Kebiasaan pasien sering minum kopi. Pasien juga merokok dan kadang-kadang suka

meminum-minuman keras

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Denyut Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Temperatur Axila : 36,5oC

Status General

• Kepala : Tidak ditemukan kelainan

Mata : Anemia (-/-), ikterus (-/-), ptosis (-/-), diplopia (-/-),

strabismus (-/-), isokor

• THT : Sesuai status lokalis

• Leher : Pembesaran kelenjar getah bening

- Pada daerah jugular superior sinistra, massa padat, terfiksir,

nyeri tekan (-), ukuran 3 x 2 x 2 cm.

• Thorak : Cor : S1S2 tunggal, Reguler, Murmur(-)

Po : Ves +/+, Rh-/-, Wh-/-

• Abdoment : Distensi(-), Bising usus (+) Normal, H/L tak teraba

• Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat (+/+)

Status Lokalis THT

TELINGA KANAN KIRI

Daun telinga N N

Liang telinga Lapang Lapang

Discharge - -

Membrana Tipani Intak Intak

Page 3: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Tumor - -

Mastoid N N

Tes pendengaran: tidak dilakukan

HIDUNG KANAN KIRI

Hidung Luar N N

Kavum Nasi Lapang Lapang

Septum Tidak ada deviasi Tidak ada deviasi

Discharge - -

Mukosa Merah muda Merah muda

Tumor - -

Konka Dekongesti Dekongesti

Sinus N N

TENGGOROK

Dispneu -

Sianosis -

Mukosa Merah muda

Dinding belakang -

Stridor -

Suara Normal

Tonsil T1/T1

LARING Tidak dievaluasi

NASOFARING Massa berdungkul-dungkul, terlihat di fossa

rossenmuler yang meluas ke atap nasofaring

Pemeriksaan Penunjang

CT Scan Kepala

Kesan:

- Tumor nasofaring sinistra./CA

- Pembesaran kel limfe di ventral M maseter/ parotis sinistra. (proses

metastase)

Pemeriksaan Lab

Page 4: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Darah Lengkap:

14/7/2011

AL (x 103/µL) 6,6

Ne (%) 57

Lym (%) 34

Mo (%) 9

Eo (%) 0

Ba (%) 0

RBC (x 106/ µL) 5,74

Hgb (g/dL) 16,1

Hct (%) 48

MCV (fL) 84,1

MCH (pg) 26,0

MCHc (g/dL) 33,3

PLT (x 103/µL) 233

Diagnosis

Suspec Karsinoma Nasofaring Stadium II B (T1N1M0)

Penatalaksanaan

- Pemeriksaan Biopsy

TINJAUAN PUSTAKA

Page 5: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Definisi

Karsinoma nasofaring ialah tumor ganas yang berasal dari sel-sel epitel mukosa

nasofaring atau kalenjar yang terdapat pada nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan

tumor ganas daerah kepala dan leher terbanyak yang ditemukan di Indonesia namun sulit

untuk dilakukan diagnosis dini dikarenakan letaknya yang tersembunyi serta berhubungan

dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher.

Epidemologi

Insiden KNF relatif rendah di seluruh dunia, insidennya kurang dari 1:100 000 orang.

Tetapi di Selatan Negara China, insidennya mencapai 10-15:100 000 pada laki-laki dan 5-

10:100 000 pada perempuan. Di daerah Guandong dan Guangxi insiden KNF mencapai

50:100 000 orang.

Di Indonesia insiden KNF sebanyak 4,7:100 000 orang pertahun dimana parbandingan

laki-laki dengan perempuan berkisar 2-3:1 orang.

Etiologi

Antara faktor yang berkaitan dengan karsinoma nasofaring adalah faktor lingkungan

yang saling berhubungan dengan faktor genetic.

Faktor Lingkungan

Antara faktor yang dikaitkan ialah ventilasi rumah yang kurang bagus dan

penggunaan kayu api sebagai bahan bakar dalam ruangan. Ventilasi yang buruk

menyebabkan terpaparnya oleh asap yang terlalu lama dapat meningkatkan resiko KNF.

Konsumsi ikan asin dalam jangka masa lama dapat meningkatkan resiko KNF. Penelitian

yang dilakukan oleh Yu et al menunjukan ras China yang memiliki kebiasaan konsumsi ikan

asin dalam jangka lama ternyata memiliki insiden KNF yang tinggi. Ada juga penelitian

dilakukan dengan menggunakan tikus, dimana tikus ini diberikan ikan asin sebagai diet. Hasil

penelitian tersebut di menunjukkan hasil bahwa 3 dari 20 tikus yang diberi ikan asin sebagai

diet, terjangkit kanker nasofaring dan kanker faring. Kandungan nitrosamide yang terdapat di

ikat asin diduga sebagai penyebab utama untuk terjadinya KNF.

Merokok (tembakau) juga merupakan salah satu faktor resiko, dimana dalam suatu penelitian

didapatkan angka insiden KNF tinggi pada orang yang merokok lebih dari 10 tahun atau

lebih. Ada pun penelitian dilakukan di Taiwan oleh Lin et al menunjukkan bahwa paparan

terlalu lama oleh asap rokok meningkatkan resiko KNF.

Page 6: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Paparan terlau lama pada senyawa kimia yang bersifat karsinogen (pestisida, asbes, dll) juga

memainkan peranan dalam terjadinya KNF.

Faktor Genetik

Insiden KNF pada ras China lebih tinggi di populasi yang biasa berkaitan dengan

jenis diet tertentu. Satu penelitian yang dilakukan simon et al didapati peranan

histocampability locus antigen (HLA) mempunyai kaitan dengan KNF. Dimana HLA

termasuk HLA-A2, HLA-B46 dan HLA-B58 mempunyai hubungan keganasan. Salah satu

contoh pada anggota keluarga di Cina selatan dengan 49 anggota dari dua generasi

didapatkan 9 penderita karsinoma nasofaring dan 1 menderita tumor ganas payudara. Secara

umum didapatkan 10% dari penderita karsinoma nasofaring menderita keganasan organ

lain.2,3

Virus Epstein-Barr

Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga

d i nyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini. Pada pasien

karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum

plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom

virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di

dalam sel penderita karsinoma nasofaring.

Anatomi

Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung.

Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput dan ruas pertama

tulang belakang. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Orificium

dari tuba eustachian berada pada dinding samping dan pada bagian depan dan belakang

terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut dengan torus tubarius. Bagian atas dan

samping dari torus tubarius merupakan reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa

rosenmuller. Nasofaring berhubungan dengan orofaring pada bagian soft palatum.

Page 7: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Gambar 2. Gambaran Nasofaring.

Gambar 3. Gambaran nasofaring melalui laringscope

Histologi

Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia respiratory type. Setelah 10 tahun

kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel nonkeratinizing

squamous, kecuali pada beberapa area (transition zone). Mukosa membentuk invaginasi

membentuk crypta. Stroma kaya dengan jaringan limfoid dan terkadang dijumpai jaringan

limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang

limfosit dan bisa merusak epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous

dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung.

Page 8: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Pathogenesis

Gambar 4. Skema pathogenesis KNF

Hubungan antara virus Epstein-Barr (EBV) dan konsumsi nitrosamine diketahui

sebagai penyebab utama terjadinya karsinoma nasofaring. EBV adalah suatu virus dari

keluarga herpes (yang termasuk Virus herpes simpleks dan Cytomegalovirus), yang merupakan

salah satu virus-virus paling umum di dalam manusia. Banyak orang yang terkena infeksi EBV,

yang sering asimptomatis tetapi biasanya penyakit akibat radang yang cepat menyebar. Virus

tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu

kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk

mengkonsumsi ikan asin atau makanan dengan kandungan garam tinggi secara terus menerus

mulai dari masa anak-anak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini

sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.

Page 9: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Penegakan Diagnosis

Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan juga pemeriksaan

penunjang.

Adapun kriteria Digby, dimana menggunakan skoring untuk setiap gejala mempunyai nilai

diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat menentukan KNF.

Digby skoring

Jika jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat

dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi

tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga

menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.

Manisfestasi klinis

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomi nasofaring terhadap hidung, tuba

Eustachii dan dasar tengkorak.

Gejala Hidung :

o Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

o Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam

rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental,

gangguan penciuman.

Gejala telinga

o Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula di fosa Rosen Muler,

pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba

(berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)

Page 10: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

o Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran

Gejala lanjut

o Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat

mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh

dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan di

leher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan

berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

Gejala mata dan saraf

o Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma

ini dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan

rongga tengkorak melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui

foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V,

sehingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu

ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering

ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.

o Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif

dari penderita seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan

hidung, kadang sulit menelan atau disfagia. Perluasan kanker primer ke

dalam kavum kranii akan menyebabkan kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI

akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor menembus jaringan

sekitar atau juga secara hematogen.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Nasofaring

Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi

posterior (tidak langsung) dan nasofaringoskop (langsung)

sertafibernasofaringoskopi.

Pemeriksaan Radiologi

Digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor

yang menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan :

o Computed Tomografi (CT), dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan

ikat lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring.

Sensitif mendeteksi erosi tulang, terutama pada dasar tengkorak.

Page 11: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

o Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan kemampuan imaging

yang multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan

tumor dari peradangan. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi

metastase pada retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat

mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat

mendeteksinya.

Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mendeteksi infeksi EBV dimana

dilakukan biopsi jarum halus pada sel tumor. Melalui pemeriksaan

imunohistokimia dapat mendeteksi mRNA EBV pada jaringan tumor. EBV

dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma dan non keratinizing squamous

cell carcinoma.

Pemeriksaan Pathologi

Pemeriksaan pathologi dapat dilakukan dengan biopsi aspirasi jarum halus dan

biopsi jaringan.

Biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar getah bening servikalis.

Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan

sitologi biopsi aspirasi kelenjar getah bening servikal.

Biopsi Jaringan

Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan dari mulut.

Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).

Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri konka media ke

nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi

melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan

melalui hidung dan ujung kateter yang berada di dalam mulut ditarik keluar

dan diklem bersama-sama dengan ujung kateter yang dihidung. Demikian juga

dengan kateter disebelahnya sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian

dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat

tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan

melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas.

Klasifikasi

Klasifikasi WHO tahun 2005 membagi karsinoma nasofaring menjadi

Page 12: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

i. Tipe WHO 1

- Karsinoma sel skuamosa (KSS)

- Deferensiasi baik sampai sedang.

- Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

ii. Tipe WHO 2

- Karsinoma non keratinisasi (KNK).

- Paling banyak pariasinya.

- Menyerupai karsinoma transisional

iii. Tipe WHO 3

- Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

-Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell

Carsinoma”, varian sel spindel.

- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Stagging

Penentuan stadium dilakukan berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union

Internationale Centre Cancer ) dan AJCC (Americant Joint Committe on Cancer). Untuk

karsinoma nasofaring pembagian TNM adalah sebagai berikut :

T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya

T1 : Tumor terbatas pada nasofaring

T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fossa nasal

T2a : Tanpa perluasan ke parafaring

T2b : Dengan perluasan ke parafaring

T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4 :Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai syaraf otak, fossa

infratemporal, hipofaring atau orbita

N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe regional

N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm

N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm

N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikula

M menggambarkan metastase jauh

Page 13: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh

Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan :

Stadium I : T1, N0, M0

Stadium IIA : T2a, N0, M0

Stadium IIB : T1, N1, M0, T2a, N1, M0 atau T2B, N0-1, M0

Stadium III : T1-2, N2, M0 atau T3, N0-2, M0

Stadium IVA: T4, N0-2, M0

Stadium IVB: Tiap T, N3, M0

StadiumIV C: Tiap T, Tiap N, M1

Diagnosis Banding

Adapun diagnosa banding dari karsinoma nasofaring ini adalah :

1. TBC nasofaring

Dapat dibedakan dengan pemeriksaan histopatologi ( PA ).

2. Angiofibroma nasofaring

Insidennya pada laki-laki dewasa muda, tanpa gejala metastase karena merupakan

tumor jinak

Penatalaksanaan

Modalitas penatalaksaan dapat dilakukan

Radioterapi

Radioterapi merupakan terapi pilihan utama karena karsinoma nasofaring

adalah tumor yang radiosensitif, biaya relatif murah, dan cukup efektif

terutama terhadap tumor yang belum mengadakan invasi ke intrakranial.

Tetapi jika sudah metastase jauh maka radiasi merupakan pengobatan yang

bersifat paliatif. Dosis untuk radioterapi radikal adalah 6000-7000 rad

dengan aplikasi radium dalam 7 hari atau 5000-6000 rad dengan sinar X

dalam waktu 5-6 minggu. Untuk terapi paliatif diberikan pada nasofaring

dan kelenjar limfe servikal kanan dan kiri. Dosisnya adalah dua pertiga dari

dosis radikal. Evaluasi pasca radiasi diadakan setiap bulan pada tahun

pertama, kemudian setiap 3 bulan pada tahun kedua, dan setiap 6 bulan

selama 5 tahun.

Khemoterapi

Page 14: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Kemoterapi merupakan terapi adjuvan yang hingga saat ini masih tetap

digunakan. Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai

saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. Pemberian

adjuvan kemoterapi Cis-platinum, bloemycin, dan 5-fluorouracil sedang

dikembangkan di Departemen THT FKUI dengan hasil sementara yang cukup

memuaskan.

Obat-obatan sitostatika yang direkomendasikan adalah :

a. Obat tunggal :

- Methotrexate, dosis 25 mg / minggu per oral

- Cyclophosphamide, dosis 1 gram / minggu intravena

- Bleomycin, dosis 10 mg / m2 luas permukaan tubuh / minggu im

- 5 Fluorouracil atau 5FU dan Cisplatin

Cisplatin menghambat sintesis DNA dan proliferasi sel dengan jalan membuat

rantai silang pada DNA dan menyebabkan denaturasi helik ganda. 5FU akan

menghambat sintesis timidilat dan juga mempengaruhi fungsi dan sintesi RNA,

berpengaruh terhadap DNA, dan berguna pada pengobatan paliatif pada pasien

dengan penyakit yang progresif.

b. Obat-obatan ganda :

COMP :

Hari I : Cyclophosphamide 500 mg intravena

Vincristine 1 mg intravena

5 FU 750 mg intravena

Hari VIII : Cyclophosphamide 500 mg intravena

Vincristine 1 mg intravena

Methotrexate 50 mg intravena

Diulang setiap 4 minggu

Methotrexate-Bleomycin-Cisplatin :

Hari I : Bleomycin 10 mg / m2 intravena

Methotrexate 20 mg / m2 intravena

Diulang setiap 2 minggu sampai 4 kali

Hari II: CispIatin 80 mg / m2 intravena

Diulang setelah 10 minggu

Page 15: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

Harus diperhatikan efek samping dengan cara melakukan kontrol yang baik

terhadap fungsi hemopoitik, fungsi ginjal dan sebagainya.

Karena tingginya insiden kerusakan jaringan regional akibat radioterapi dan

juga karena tingginya metastase jauh dari kanker nasofaring, maka kombinasi

modalitas therapy radiasi dan kemotherapi adalah konsep yang cukup atraktif.

Kombinasi ini dapat saling melengkapi atau bahkan sinergis. Ada beberapa

cara untuk kombinasi ini, dimana dapat diberikan secara neoadjuvan

(kemoterapi yang diikuti dengan radiotherapi) atau sebagai adjuvant therapi

(radiotherapi yang diikuti dengan kemoterapi). Kombinasi kemo-radioterapi

dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan

radiasi yang bersifat “radiosensitizer” memperlihatkan hasil yang memberi

harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.

Pembedahan

Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa

kelenjar/tidak menghilang pasca radiasi (residu) atau adanya kekambuhan

kelenjar/timbul kembali setelah penyinaran, tetapi dengan syarat bahwa tumor

primer sudah dinyatakan bersih, atau sudah hilang yang dibuktikan dengan

pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi tumor induk sisa atau kambuh

diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

Prognosis

Angka ketahanan hidup dipengaruhi oleh usia dimana usia muda mempunyai prognosis

yang lebih baik bebanding usia lanjut, staging klinik dan lokasi dari metatase regional juga

berperanan (lebih baik pada yang homolateral dibandingkan pada metastase kontralateral dan

metastase yang terbatas pada leher atas dibandingkan dari leher bawah). Studi terakhir

dengan menggunakan TNM Staging System menunjukkan 5 years survival rate untuk stage I

98%, stage II A-B 95%, stage III 86%, dan stage IV A-B 73%.6 Secara mikroskopis,

prognosis lebih buruk pada keratinizing squamous cell carcinoma dibandingkan dengan yang

lainnya. Untuk non keratinizing squamous cell carcinoma, prognosis buruk bila dijumpai :

1. Anaplasia dan atau plemorfism.

2. Proliferasi sel yang tinggi (dihitung dari mitotik atau dengan proliferasi yang

dihubungkan dengan marker imunohistokimia).

3. Sedikitnya jumlah sel radang limfosit.

4. Tingginya densitas dari S-100 protein yang positif untuk sel-sel dendritik.

5. Dijumpai banyak pembuluh darah kecil.

Page 16: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

6. Dijumpai ekspresi c-erb B-2.

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: Presentasi Kasus Karsinoma Nasofaring

1. Roezin A, Adham M. Karsinoma nasofaring; Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok. Edisi Keenam. Editor : Soepardi EA, Iskandar N. FK

UI;Jakarta. 2007

2. Satyanarayana K. et al. Epidemiological and etiological factors associated with

nasofharyngeal carcinoma. September 2003: 33(9); 1-9

3. Jeyakumar A. et al. Review of nasopharygeal carcinoma. March 2006: 85(3); 168-173

4. Suardana W. et al. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Telinga Hidung Dan

Tenggorok Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar. Lab/SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung

Dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; Denpasar. 1992

5. Asroel H. Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring. Fakultas

Kedokteran Bagian THT Universitas Sumatera Utara. 2002