case karsinoma nasofaring

12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Nasofaring 2.1 Anatomi Nasofaring merupakan suatu ruang atau rongga yang berbentuk kubus yang terletak di belakang hidung. Rongga ini sangat sulit untuk dilihat, sehingga dahulu disebut “rongga buntu atau rongga tersembunyi”. Batas-batas rongga nasofaring, di sebelah depan adalah koana (nares posterior). Sebelah atas, yang juga merupakan atap adalah basis cranii. Sebelah belakang adalah jaringan mukosa di depan vertebra servikal. Sebelah bawah adalah ismus faring dan palatum mole, dan batas lainnya adalah dua sisi lateral. 1 Gambar 2.1 Anatomi Hidung dan Nasofaring Tampak Samping 1

Upload: nurdalila-zaba

Post on 27-Oct-2015

74 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

KNF adalah karsinoma yang penting untuk dipelajari

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Nasofaring

2.1 Anatomi

Nasofaring merupakan suatu ruang atau rongga yang berbentuk kubus yang terletak di

belakang hidung. Rongga ini sangat sulit untuk dilihat, sehingga dahulu disebut “rongga

buntu atau rongga tersembunyi”. Batas-batas rongga nasofaring, di sebelah depan adalah

koana (nares posterior). Sebelah atas, yang juga merupakan atap adalah basis cranii. Sebelah

belakang adalah jaringan mukosa di depan vertebra servikal. Sebelah bawah adalah ismus

faring dan palatum mole, dan batas lainnya adalah dua sisi lateral.1

Gambar 2.1 Anatomi Hidung dan Nasofaring Tampak Samping 1

Gambar 2.2 Anatomi Nasofaring Tampak Belakang 1

Bangunan-bangunan penting yang terdapat di nasofaring adalah: 1

1. Adenoid atau Tonsila Lushka

Bangunan ini hanya terdapat pada anak-anak usia kurang dari 13 tahun. Pada orang

dewasa struktur ini telah mengalami regresi.

1 Fosa Nasofaring atau Forniks Nasofaring

Struktur ini berupa lekukan kecil yang merupakan tempat predileksi fibroma nasofaring

atau angiofibroma nasofaring.

2 Torus Tubarius

Merupakan suatu tonjolan tempat muara dari saluran tuba Eustachii (ostium tuba)

3 Fosa Rosenmulleri

Merupakan suatu lekuk kecil yang terletak di sebelah belakang torus tubarius. Lekuk

kecil ini diteruskan ke bawah belakang sebagai alur kecil yang disebut sulkus salfingo-

faring. Fossa Rosenmulleri merupakan tempat perubahan atau pergantian epitel dari epitel

kolumnar/kuboid menjadi epitel pipih. Tempat pergantian ini dianggap merupakan

predileksi terjadinya keganasan nasofaring.

Mukosa atau selaput lendir nasofaring terdiri dari epitel yang bermacam-macam, yaitu

epitel kolumnar simpleks bersilia, epitel kolumnar berlapis, epitel kolumnar berlapis bersilia,

dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia. Pada tahun 1954, Ackerman dan Del Regato

berpendapat bahwa epitel semu berlapis pada nasofaring ke arah mulut akan berubah mejadi

epitel pipih berlapis. Demikian juga epitel yang ke arah palatum molle, batasnya akan tajam

dan jelas sekali. Yang terpenting di sini adalah pendapat umum bahwa asal tumor ganas

nasofaring itu adalah tempat-tempat peralihan atau celah-celah epitel yang masuk ke jaringan

limfe di bawahnya.1

Walaupun fosa Rosenmulleri atau dinding lateral nasofaring merupakan lokasi

keganasan tersering, tapi kenyataannya keganasan dapat juga terjadi di tempat-tempat lain di

nasofaring.1 Moch. Zaman mengemukakan bahwa keganasan nasofaring dapat juga terjadi

pada:

1. Dinding atas nasofaring atau basis kranii dan tempat di mana terdapat adenoid.

2. Di bagian depan nasofaring yaitu terdapat di pinggir atau di luar koana.

Dinding lateral nasofaring mulai dari fosa Rosenmulleri sampai dinding faring dan palatum

molle.

2.2 Definisi

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring1

2.3 Epidemiologi

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala – leher yang terbanyak yang ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut , tonsil, hipofaring dalam presentase rendah.2

Secara global, pada tahun 2000 terdapat lebih kurang 65.000 kasus baru dan 38.000 kematian yang disebabkan penyakit ini. Di beberapa negara insidens kanker ini hanya 0,6 % dari semua keganasan. Di Amerika insiden KNF 1-2 kasus per 100.000 laki-laki dan 0,4 kasus per 100.000 perempuan. . Namun di negara lain dan kelompok etnik tertentu, seperti di Cina, Asia Tenggara, Afrika Utara, tumor ganas ini banyak ditemukan. Insiden KNF tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina bagian selatan, suku Kanton di propinsi Guang Dong dan daerah Guangxi dengan angka mencapai lebih dari 50 per 100.000 penduduk pertahun .3

Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi penderita KNF yang termasuk tinggi di luar Cina. Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi

tahun 2003 menunjukan bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki – laki dan urutan ke 8 pada perempuan. Karsinoma nasofaring lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan dan dapat mengenai semua umur, dengan insidens meningkat setelah usia 30 tahun dan mencapai puncak pada umur 40-60 tahun. Juga pernah dilaporkan kasus KNF pada anak-anak dibawah 15 tahun. Tumor ganas ini tidak mempunyai gejala yang spesifik, seringkali tanpa gejala, sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. Bahkan pada > 70 % kasus gejala pertama berupa lymphadenopathy cervical, yang merupakan metastasis KNF.2

Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di tiap daerah, Di RSUPN DR.Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus setahun di Denpasar dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya, dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia2

2.4 Etiologi dan Faktor resiko

Sudah hamper dapat dipastikan bahawa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Eptein Barr karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer antivirus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat , pasien tumor ganas kepala leher lainnnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring sekalipun. Namun virus ini bukan satu- satunya penyebab terjadinya karsinoma nasifaring. Banyak factor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetic, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, social ekonomi, infeksi kuman atau parasite.2

2.5 Patogenesis

EBV berperan dalam patogenesis dari karsinoma nasofaring, dimana pada awalnya infeksi dari virus ini menyebabkan perubahan sel dysplasia grade rendah pada nasofaring . sel displasia grade rendah ini sudah terjadi akibat factor predisposisi seperti diet, sueptibilitas genetic dan lain- lain. Dengan infeksi dari EBV serta pengaruh gangguan kromosom berkembang menjadi kanker invasif.Metastastasis dari tumor ini dipengaruhi oleh adanya mutasi p53 dan ekspresi berlebihan dari kaderin.5

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala atau manifestasi klinis dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi beberapa

kelompok, yaitu gejala hidung/nasofaring, gejala telinga, gejala tumor di leher, gejala mata

dan gejala saraf.

1. Gejala Hidung/Nasofaring 1

Harus dicurigai adanya karsinoma nasofaring, bila ada gejala-gejala:

Bila penderita mengalami pilek lama, lebih dari 1 bulan, terutama penderita usia lebih

dari 40 tahun, sedang pada pemeriksaan hidung terdapat kelainan.

Bila penderita pilek dan keluar sekret yang kental, berbau busuk, lebih-lebih jika

terdapat titik atau garis perdarahan tanpa kelainan di hidung atau sinus paranasal.

Pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun, sering keluar darah dari hidung

(epistaksis) sedangkan pemeriksaan tekanan darah normal dan pemeriksaan hidung

tidak ada kelainan.

2. Gejala Telinga 1,2

Gejala pada telinga umumnya berupa pendengaran yang berkurang, telinga terasa penuh

seperti terisi air, berdengung atau gemrebeg (tinitus) dan nyeri (otalgia). Gangguan

pendengaran yang terjadi biasanya berupa tuli hantaran dan terjadi bila ada perluasan

tumor atau karsinoma nasofaring ke sekitar tuba, sehingga terjadi sumbatan.

3. Gejala Tumor Leher 1,2

Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari

karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral maupun bilateral. Spesifitas

tumor leher sebagai metastase karsinoma nasofaring adalah letak tumor di ujung

prosesus mastoid, di belakang angulus mandibula, di dalam muskulus

sternokleidomastoideus, keras dan tidak mudah bergerak. Kecurigaan bertambah besar

bila pada pemeriksaan rongga mulut, lidah, faring, tonsil, hipofaring dan laring tidak

ditemukan kelainan.

4. Gejala Mata 1,2

Penderita akan mengeluh penglihatannya berkurang, namun bila ditanyakan secara teliti,

penderita akan menerangkan bahwa ia melihat sesuatu menjadi dua atau dobel. Jelas

yang dimaksud di sini adalah diplopia. Hal ini terjadi karena kelumpuhan N.VI yang

letaknya di atas foramen laserum yang mengalami lesi akibat perluasan tumor. Keadaan

lain yang dapat memberikan gejala mata adalah karena kelumpuhan N.III dan N.IV,

sehingga menyebabkan kelumpuhan mata yang disebut dengan oftalmoplegia. Bila

perluasan tumor mengenai kiasma optikus dan N.II maka penderita dapat mengalami

kebutaan.

5. Gejala Saraf 1,2

Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranialis biasanya didahului oleh beberapa gejala

subyektif yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita seperti nyeri kepala atau

kepala terasa berputar, hipoestesia pada daerah pipi dan hidung, dan kadang mengeluh

sulit menelan (disfagia). Tidak jarang ditemukan gejala neuralgia trigeminal oleh ahli

saraf saat belum ada keluhan yang berarti. Proses karsinoma yang lebih lanjut akan

mengenai N. IX, X, XI, dan XII jika perjalanan melalui foramen jugulare. Gangguan ini

disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf kranial disebut

dengan sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan

bila sudah demikian prognosisnya menjadi buruk.

2.7 Klasifikasi

Klasifikasi Histopatologi1

Berdasarkan gambaran histopatologinya, karsinoma nasofaring dibedakan menjadi 3 tipe

menurut WHO. Pembagian ini berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop elektron di mana

karsinoma nasofaring adalah salah satu variasi dari karsinoma epidermoid. Pembagian ini

mendapat dukungan lebih dari 70% ahli patologi dan tetap dipakai hingga saat ini.

a. Tipe WHO 1

Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1 mempunyai

tipe pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa nasofaring, sel-sel kanker

berdiferensiasi baik sampai sedang dan menghasilkan cukup banyak keratin baik di dalam

dan di luar sel.

b. Tipe WHO 2

Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini paling

banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan sebagian sel berdiferensiasi

baik, sehingga gambaran yang didapatkan menyerupai karsinoma sel transisional.

c. Tipe WHO 3

Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel kanker

paling heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang dahulu disebut dengan

limfoepitelioma, karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma, dan variasi spindel.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitive.

Gambar 5. Squamous cell carcinoma, inti polimorfis, khromatin kasar, batas sel jelas, sitoplasma

kebiruan (Dikutip dari: Lubis M. ND. (2009).

Gambar 6. Kelompokan sel-sel epitel undifferentiated,dengan latar belakang limfosit. Tampakan sitoplasma yang eosinofilik dan anak inti yang prominen (Dikutip dari: Orell, SR, Philips, J. Fine-Needle Aspiration

Cytology, Fourth Edition Elsevier, 2005).

Gambar 7. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).

Gambar 8. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby,2004).

Gambar 9. Undifferentiated Carcinoma. (Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004).