08e00193

120
NASKAH PUBLIKASI Judul Tesis : ANALISIS KEBIJAKAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DI KOTA PEMATANGSIANTAR N a m a : LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJUNTAK N I M : 057005052 Program Studi : Ilmu Hukum Menyetujui : Komisi Pembimbing Prof. Syamsul Arifin, SH,MH Ketua Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH Dr. Sunarmi, SH. MHum Anggota Anggota Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Upload: golojoskali

Post on 28-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: 08E00193

NASKAH PUBLIKASI Judul Tesis : ANALISIS KEBIJAKAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DI KOTA PEMATANGSIANTAR N a m a : LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJUNTAK N I M : 057005052 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Syamsul Arifin, SH,MH Ketua

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH Dr. Sunarmi, SH. MHum Anggota Anggota

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 2: 08E00193

NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS KEBIJAKAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DI

KOTA PEMATANGSIANTAR

TESIS

Oleh :

LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJUNTAK 057005052/ HK

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 3: 08E00193

HALAMAN PENGESAHAN ( SEMINAR HASIL )

N a m a : LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJUNTAK N I M : 057005052 Program Studi : Ilmu Hukum Judul Tesis : ANALISIS KEBIJAKAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DI KOTA PEMATANGSIANTAR

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Syamsul Arifin, SH,MH Ketua

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH Dr. Sunarmi, SH. MHum Anggota Anggota Ketua Program Studi Ilmu Hukum D i r e k t u r Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.MSc NIP. 131570455 NIP. 130535852

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 4: 08E00193

ANALISIS KEBIJAKAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DI

KOTA PEMATANGSIANTAR

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJUNTAK 057005052/ HK

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 5: 08E00193

KATA PENGANTAR Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini

dapat diselesaikan.

Kami menyadari bahwa Naskah Publikasi tesis ini bisa diselesaikan karena

banyaknya bantuan dari berbagai pihak, baik sifatnya bantuan material maupun moril.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus

kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin Lubis, DTM&H, Sp.A(K),

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan Program Magister ;

2. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.

Chairun Nisa B, MSc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister

pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara ;

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara, Prof. Dr. Bismar Nasution SH,MH atas segala pelayanan, pengarahan dan

dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di

Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara ;

4. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Prof. Syamsul Arifin SH,MH selaku Pembimbing Utama dan

Prof.Dr. Bismar Nasution, SH,MH dan Dr. Sunarmi,SH,Mhum selaku anggota

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 6: 08E00193

Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan

dan sumbangsih pemikiran dalam setiap bimbingan

5. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Prof. Dr. Runtung Sitepu SH,MHum dan Dr. T. Keizerina Devi

Azwar,SH.CN. Mhum selaku Komisi Penguji ;

6. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua Dosen Pengajar pada Program

Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan tidak

bisa kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan materi dan peningkatan

wawasan berfikir selama mengikuti perkuliahan ;

7. Terima kasih kepada seluruh Staf yang bekerja pada Program Studi Ilmu Hukum

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara karena meluangkan tenaga

untuk mahasiswa selama mengikuti perkuliahan ;

8. Terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa pada Program Studi Ilmu Hukum

Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara ;

9. Terima kasih kepada isteri dan anak-anakku yang tetap memberikan semangat

walaupun sering ditinggalkan selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi

Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara ;

Medan, Agustus 2007

Penulis,

Leonardo Hasudungan Simanjuntak

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 7: 08E00193

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN………………………………………. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………. ii

ABSTRACT …………………………………………………………… iii

INTISARI ……………………………………………………………… iv

DAFTAR ISI …………………………………………………………… v

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… vi

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1

A. Latar Belakang …………………………………………….. 1

B. Permasalahan ……………………………………………… 12

C. Tujuan penelitian ………………………………………….. 13

D. Manfaat Penelitian ………………………………………… 13

E. Keaslian Penelitian ………………………………………… 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ……………………………… 14

G. Metode Penelitian ………………………………………….. 19

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA PEMATANGSIANTAR

DALAM LINGKUNGAN HIDUP …………………………….. 23

A. Kebijakan Lingkungan Hidup Nasional ……………………. 23

B. Kebijakan Lingkungan Hidup Kota Pematangsiantar ……… 40

BAB III PENGELOLAAN PENATAAN RUANG PADA PEMERINTAH

KOTA PEMATANGSIANTAR ……………………………… 62

A. Hukum Tata Ruang ………………………………………... 61

B. Penataan Ruang dalam Perundang-undangan Nasional …… 66

C. Penataan Ruang dalam Peraturan Daerah Kota P.Siantar …. 77

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 8: 08E00193

BAB IV PERAN SERTA MASYARAKAT DI BIDANG LINGKUNGAN

DALAM PENATAAN RUANG ………………………………… 92

A. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat ……………….. 92

B. Peranan Masyarakat ………………………………………. 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………... 102

A. Kesimpulan ………………………………………………... 102

B. Saran ……………………………………………………… 103

DAFTAR PUSTAKA

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 9: 08E00193

DAFTAR PUSTAKA Akbar Faisal, Dimensi Hukum dalam Pemerintahan Daerah, Medan ;Pustaka Bangsa Press, 2003 Arifin Syamsul, Kerangka Acuan Kerja, “ Seminar Mewujudkan Kawasan Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan dalam Rangka Otonomi Daerah, Medan, 2003 ____________, Penegakan Hukum Lingkungan menuju Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan, Medan, 2000 Gumbira E. Said, Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup, Jakarata ;Media Sarana Pers,1987 Hapsara Habib Rachmat R, Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Yogyakarta; Gadjah Mada University Press, 2004 Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press, 2002 ____________, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta ; Universitas Gadjah Mada, 1985 Hartono Sunaryati, Landasan, Kerangka, Struktur dan Materi Sistem Hukum Nasional Kita, Pra Seminar Hukum Nasional V, Babinkum Departemen Kehakiman RI Jakarta, 21-22 Januari 1986 Lubis M.Solly, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung ; CV Mandar Maju, 2000 ____________, Sistem Nasional, Bandung ; CV Mandar Maju, 2002 Nasution Bismar, Diktat Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, Medan, 2005 Purbacaraka Purnadi dkk, Perihal Kaedah Hukum, Bandung ; Alumni,1979 Rangkuti Siti Sundari, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Surabaya; Airlangga Univertsity Press, 2005 Salman Otje H.R. dkk. Teori Hukum, Bandung ; Refika Aditama, 2004

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 10: 08E00193

Samekto FX Adji, Studi Hukum Kritis, Kritik terhadap Hukum Modern, Bandung; Citra Aditya Bakti, 2005 Sidharta Bernard Arief , Refleksi Struktur Ilmu Hukum, Bandung ;Mandar Maju, 1999 Soemarwoto Otto, Pengelolaan Manfaat dan Risiko Lingkungan, Bandung ; Lembaga Ekologi Unpad, 1981 Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta ;Rajawali Press, 2006 Suratmo Gunawan , Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Yogyakarta ;Gadjah Mada University Press, 2004 Peraturan Perundang-undangan Undang Undang Dasar RI Tahun 1945, Pembukaan Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3501) Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3699) Undang Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Undang Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 11: 08E00193

Undang Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang ( Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3660 ) Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ( Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3721 ) Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah ( Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4609 ) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 / Menkes / Per / IX / 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor Kep.03 / MENKLH / II / 1991 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah RI Nomor 327 / KPTS / M / 2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang Instruksi Menteri Dalam Negeri RI Nomor 8 Tahun 1980 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 15 Tahun 1989 tentang Nama dan Fungsi Lapangan Haji Adam Malik Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II pematangsiantar Nomor 19 Tahun 1989 tentang Nama dan Fungsi Lapangan / Stadion Sangnawaluh Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 12: 08E00193

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Wilayah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Peraturan Daerah Kota pematangsiantar Nomor 2 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Dinas Daerah Kota Pematangsiantar Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 4 Tahun 2003 tentang Retribusi Advis Planning Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Laporan Profil kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2006 Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar dalam Angka, Tahun 2006 Jurnal Konstitusi, Volume 2 Nomor 2 September 2005 Data Dinas Perhubungan Kota pematangsiantar Tahun 2006 Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pematangsiantar Tahun 2006 Data Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Pematangsiantar Tahun 2006 www. mahkamahkonstitusi.go.id Jimly Asshidique

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 13: 08E00193

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJUNTAK Tempat / Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 14 Februari 1970 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Kristen Protestan Pendidikan :

- SD Latihan YPHKBP Pematangsiantar Lulus Tahun 1982 - SMP Negeri 4 Pematangsiantar Lulus Tahun 1985 - SMA Negeri 2 Pematangsiantar Lulus Tahun 1988 - Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Jakarta Lulus Tahun 1992 - Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas

Sumatera Utara Lulus Tahun 2007

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 14: 08E00193

DAFTAR PUSTAKA Buku Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta ;Rajawali Press, 2006 Faisal Akbar, Dimensi Hukum dalam Pemerintahan Daerah, Medan ;Pustaka Bangsa Press, 2003 Gumbira E. Said, Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup, Jakarata ;Media Sarana Pers,1987 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press, 2002 ____________, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yogyakarta ; Universitas Gadjah Mada, 1985 M.Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung ; CV Mandar Maju, 2000 ____________, Sistem Nasional, Bandung ; CV Mandar Maju, 2002 Purnadi Purbacaraka dkk, Perihal Kaedah Hukum, Bandung ; Alumni,1979 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Surabaya; Airlangga Univertsity Press, 2005 Syamsul Arifin, Kerangka Acuan Kerja, “ Seminar Mewujudkan Kawasan Perkotaan yang Berwawasan Lingkungan dalam Rangka Otonomi Daerah, Medan, 2003 ____________, Penegakan Hukum Lingkungan menuju Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan, Medan, 2000 Sunaryati Hartono, Landasan, Kerangka, Struktur dan Materi Sistem Hukum Nasional Kita, Pra Seminar Hukum Nasional V, Babinkum Departemen Kehakiman RI Jakarta, 21-22 Januari 1986

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 15: 08E00193

Peraturan Perundang-Undangan Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati Undang Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang ( Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3660 ) Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ( Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3721 ) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Wilayah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 16: 08E00193

DAFTAR ISI Halaman Halaman Pengesahan ……………………………………………………. ii

Abstract ………………………………………………………………… iii

Intisari …………………………………………………………………… iv

Kata Pengantar …………………………………………………………. vi

Daftar Isi……. ………………………………………………………….. vii

A. Latar Belakang …………………………………………….. 1

B. Permasalahan ……………………………………………… 4

C. Tujuan penelitian ………………………………………….. 4

D. Manfaat Penelitian ………………………………………… 5

E. Keaslian Penelitian ………………………………………… 6

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ……………………………… 6

G. Metode Penelitian ………………………………………….. 9

H. Hasil Penelitian dan Pembahasan …………………………. 12

I.. Kesimpulan …………………………………………………. 22

J. Saran………………………………………………… ……… 23

DAFTAR PUSTAKA

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 17: 08E00193

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 memuat tujuan nasional atau cita-

cita Negara Republik Indonesia yaitu pada alinea keempat disebutkan ,”…

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan

untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial…”. Berbagai dimensi kegiatan yang akan dilakukan

menuju cita-cita tersebut melalui pembangunan jangka menengah dan jangka

panjang.

Percepatan pembangunan merupakan keinginan setiap daerah dengan

mempertimbangkan kemampuannya dan local specific, sehingga reformasi telah

membawa perubahan dalam pengelolaan pemerintahan daerah dengan sistim

desentralisasi. Setiap daerah otonom diberikan hak mengatur rumah tangganya

sendiri termasuk menetapkan berbagai kebijakan sesuai kewenangan masing

masing. Serangkaian program pembangunan dalam berbagai sektor di seluruh

penjuru tanah air mempunyai tujuan akhir dari rangkaian pembangunan itu adalah

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dalam artian sejahtera secara

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 18: 08E00193

2

lahiriah dan batiniah.1 Aplikasi desentralisasi tidak berarti semua kewenangan

diserahkan kepada daerah, hal ini disebabkan bentuk negara Indonesia adalah

negara kesatuan (unitarisme) dan kesatuan sistim2.

Salah satu kewenangan yang diberikan kepada daerah berupa pengelolaan

tata ruang dengan memperhatikan aspek lingkungan, kependudukan, kemampuan

keuangan dan sumber daya manusia sebagai potensi yang dimiliki. Kebijakan

pemerintah daerah dan kemauan politik adalah faktor yang menentukan

pencapaian tujuan sehingga optimalisasi segenap potensi, situasi dan kondisi

dengan pendekatan filosofis, yuridis, politis, pendekatan sistim dan pandangan

strategis merupakan hal yang mendasar untuk diketahui pengambil keputusan.

Pengelolaan tata ruang bukan saja sekedar membagi bagi wilayah ke

dalam beberapa kawasan dengan alasan percepatan pembangunan dan untuk

mendatangkan investor tanpa melihat aspek hukum dan lingkungan yang dapat

menimbulkan perubahan-perubahan kelestarian lingkungan. Pasal 1 butir (1)

Undang Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

disebutkan,” Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta

1 Faisal Akbar, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah,Cetakan Pertama,( Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003 ) hal.43 2 M.Solly Lubis, Sistem Nasional, ( Bandung: Mandar Maju , 2002 ) hal 12 dengan mengutip Tatang M. Amirin (1984), Campbell mendefinisikan sistim sebagai,”A system as any group of interrelated compenents or parts wich function together to achieve a goal (sistim itu merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai sesuatu tujuan).

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 19: 08E00193

3

mahluk hidup lain.” Kebijaksanaan pembangunan yang tertuju pada pembangunan

manusia seutuhnya, memuat keharusan untuk menegakkan kehidupan berimbang,

sebagai perwujudan dari keragaman lingkungan hidup dan keseimbangan

ekosistem.3

Pembangunan lingkungan hidup yang merupakan bagian sangat penting

bagi ekosistem berfungsi sebagai penyangga kehidupan bagi seluruh mahluk

hidup yang diarahkan kepada terwujudnya kelestarian serta fungsi lingkungan

dalam keadaan dinamis menuju pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan harus

dilakukan dengan baik dan terpadu yang komprehensif sebagaimana disebutkan

pada Pasal 1 butir (2) UUPLH :

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian

lingkungan hidup.

Setiap orang berhak dan memiliki peran dalam rangka pengelolaan

lingkungan hidup baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai aparatur

pemerintah. Peranan itu berupa penilaian dengan memberikan pendapat atau

analisis kepada pembuat keputusan dan legislatif khususnya pemberian fasilitas

ataupun izin kepada orang maupun badan usaha yang akan terkait dengan

pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini memungkinkan bagi setiap orang di era

3 Gumbira E. Sa’id, Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup, ( Jakarta: Media Sarana Pers, 1987 ), hal 1

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 20: 08E00193

4

desentralisasi sekaligus mendukung pemerintah daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan yang baik (Good Governance) dengan prinsip tranparansi dan

akuntabel dengan kata lain kepala daerah harus memperhatikan pendapat

masyarakatnya yang respon terhadap berbagai kegiatan pembangunan di

lingkungannya.

Pertambahan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan faktor yang

mempercepat pengembangan tata ruang suatu daerah perkotaan yang mau tidak

mau harus dilakukan pengkajian secara matang untuk pertumbuhan ekonominya

termasuk inventarisasi lahan-lahan yang belum dimanfaatkan dengan baik yang

pada gilirannya dapat menurunkan kualitas lingkungan yang ditandai dengan4 :

a. Hilangnya ruang terbuka hijau b. Munculnya daerah daerah kumuh c. Pencemaran udara atau pencemaran dari aktivitas industri d. Limbah domestik e. Penggusuran f. Keambrukan dan kemacetan lalu lintas g. Hilangnya teknologi hijau h. Munculnya cacapolis atau suatu kota yang mengerikan

Kebijakan pembangunan khususnya dalam pengelolaaan tata ruang

mendapat perhatian dari sisi lain oleh legislatif untuk proses legislasi, dimana

pendapatan asli daerah (PAD) menjadi bagian yang perlu dipertimbangkan oleh

pemerintah daerah, artinya pengembangan kawasan akan dirasakan bermanfaat

4 Syamsul Arifin, Kerangka Acuan Kerja, “ Seminar Mewujudkan Kawasan Perkotaan Yang Berwawasan Lingkungan dalam Rangka Otonomi Daerah,” Kerjasama Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Muhammadiyah dengan Bapedalda dan Komite Aksi Pembangunan Yang Berkelanjutan Propinsi Sumatera Utara, (Medan : 2003-2004), hal 2

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 21: 08E00193

5

apabila diperoleh peningkatan pendapatan daerah itu. Pandangan seperti itu terlalu

sederhana bagi pembuatan peraturan daerah (making law) sehingga kualitas dari

produk peraturan untuk menjamin kepastian hukum dalam penataan ruang di kota

Pematangsiantar bisa berakibat tidak mencerminkan kepada fungsi hukum.5 .

UU RI Nomor 24 tahun 1992 sebagaimana telah digantikan dengan UU RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mulai berlaku sejak tanggal 28 April 2007 menyebutkan;” Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan mahluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan.”

Pengelolaan tata ruang dalam kebijakan lingkungan di sini adalah menyangkut

ruang daratan, mengingat peraturan daerah tentang penataan ruang hanya sebatas

lingkup daerah perkotaan.

Selanjutnya dalam Penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa : Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang , pemanfaatan ruang,

dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistim yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang diperlukan peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan sistim yang harus memberi dasar yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang, sehingga undang-undang tentang penataan ruang memiliki ciri sebagai berikut : a. Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan

pemanfaatan ruang pada masa depan sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat

5 Bismar Nasution, Diktat Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, 2005 menyebutkan, “ Menurut studi yang dilakukan Burgs ada dua unsur kualitas dari hukum yang harus dipenuhi, pertama stabilitas (stability), dimana hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing, kedua meramalkan (predictability), berfungsi untuk meramalkan akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil dan diantara kedua unsur tersebut penting diperhatikan aspek keadilan (Fairness) seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah yang diperlukan untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 22: 08E00193

6

b. Menjamin keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat sehingga mendorong peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang yang berkualitas dalam segala segi pembangunan

c. Mencakup semua aspek di bidang penatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut yang perlu dituangkan dalam bentuk peratuaran sendiri

d. Mengandung sejumlah ketentuan proses dan prosedur perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut

Undang-undang ini dijadikan landasan untuk menilai dan menyesuaikan

peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi

pemanfaatan ruang yang telah berlaku baik menyangkut perairan, pertanahan,

kehutanan, pertambangan, pembangunan daerah pedesaan, perkotaan,

transmigrasi, perindustrian, perikanan, jalan, landasan kontinen Indonesia, ZEE,

perumahan dan pemukiman, kepariwisataan, perhubungan, telekomunikasi dan

lain sebagainya.

Relevansi pengelolaan tata ruang perkotaan dengan kebijakan lingkungan

dapat dilihat pada Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 1997 tentang UUPLH

menyebutkan :” Sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh

pemerintah.”

Pemerintah dalam pelaksanaan Pasal 8 tersebut harus6 :

a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan b.Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan

hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam termasuk sumber daya genetika

6 Undang Undang RI Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 23: 08E00193

7

c.Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika

d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembangunan berwawasan lingkungan secara umum pada beberapa daerah

Kabupaten / Kota di Sumatera Utara dan khususnya di Kota pematangsiantar

masih belum optimal, hal ini dapat dilihat apabila muncul masalah lingkungan

tidak jelas instansi yang bertanggung jawab penuh menanganinya. Penjabaran

tugas pokok dan fungsi badan dan dinas-dinas daerah sebagaimana tertuang dalam

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Susunan dan Tata Kerja Dinas-

Dinas Daerah, ada beberapa perangkat daerah yang memiliki tugas yang

berkaitan dengan lingkungan yaitu dinas kesehatan menyangkut penyehatan

lingkungan dan limbah medis, dinas kebersihan dan lingkungan hidup

menyangkut kebersihan dan pertamanan kota serta dinas tata kota dan bangunan

menyangkut aspek pemberian izin mendirikan bangunan. Keadaan seperti ini

sampai sekarang belum mengalami perubahan walaupun Badan Pengendalian

Dampak Lingkungan di kota Pematangsiantar baru terbentuk pada akhir tahun

2006 yang lalu.

Sosialisasi tentang penbangunan berkelanjutan hampir tidak pernah

didengar dan berjalan termasuk peraturan daerah yang menyangkut lingkungan

nyaris tidak pernah diajukan baik dari eksekutif dan legislatif di daerah ini.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 24: 08E00193

8

Sebagai perbandingan dengan beberapa kota lain di pulau Jawa telah

berhasil membuat regulasi di bidang lingkungan seperti Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, Propinsi JawaTimur, Surabaya, Semarang, Padang, Makasar dan daerah

lainnya yang saat ini sedang mempersiapkan perangkat hukum di wilayahnya

untuk menjaga kualitas atau setidak-tidaknya mengeliminir kerusakan lingkungan

sebagai dampak pembangunan fisik dan masuknya investor dari luar daerah dalam

pengembangan bisnisnya.

Masuknya aspek lingkungan dalam pembangunan sebenarnya telah

didengungkan dalam deklarasi Stockholm dan Negara Indonesia telah berupaya

mengimplementasikannya dalam UU tentang Penataan Ruang yang menyebutkan

Presiden menunjuk seorang menteri yang bertugas mengkordinasikan penataan

ruang.7

Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUPLH bahwa:” pengelolaan lingkungan

hidup dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu kepala daerah dan dewan

perwakilan rakyat daerah.”

Keterlibatan DPRD dalam pengelolaan lingkungan belum terlihat secara nyata

karena peraturan pelaksanaannya di daerah belum dijadikan dalam bentuk

peraturan daerah atau peraturan walikota.

7 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, (Surabaya: Airlangga University Press, cetakan ketiga 2005), hal 95

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 25: 08E00193

9

Kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak negatif dan positif

usaha atau kegiatan tersebut, sehingga sejak dini perlu dipersiapkan langkah untuk

menanggulangi dampak tersebut.

Kota Pematangsiantar yang dikelilingi oleh Kabupaten Simalungun

memiliki sifat yang khas, dimana susunan masyarakat yang heterogen dan terdiri

dari 7 kecamatan dengan 43 kelurahan selalu mengalami kesulitan dalam

menyusun kebijakan dalam pelaksanaan pembangunannya. Banyaknya berbagai

kepentingan baik perorangan, kelompok atau lembaga sering mempengaruhi

pengambil keputusan di daerah ini. Akhirnya pembuat keputusan lebih lambat

memberikan penyelesaian dengan mengedepankan kehati-hatian, etika, budaya

dan adat istiadat yang masih kentara dalam penyelenggaraan pemerintahan,

bahkan pembuatan dan penegakan hukum masih jauh dari yang diharapkan

apalagi membicarakan hukum yang dicita-citakan (Ius Constituendum) dalam

bidang lingkungan dan penataan ruang. Sebagai contoh, pada saat pemerintah

daerah mencoba menata kawasan bisnis di pusat kota dengan cara tukar menukar

asset daerah seperti sekolah, mendapat sorotan bahkan melalui aksi unjuk rasa

oleh berbagai elemen masyarakat yang tidak menginginkan gedung itu

dipindahkan ke daerah lain demikian juga halnya rencana pendirian bangunan

untuk Universitas Pematangsiantar pada tahun 2008 belum jelas di kecamatan

mana akan ditempatkan.

Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara / Daerah semakin membuat keadaan menjadi kompleks dengan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 26: 08E00193

10

permasalahan, khususnya menyangkut pemindah tanganan sebagai tindak lanjut

penghapusan barang milik negara / daerah melalui penjualan, tukar menukar,

hibah atau penyertaan modal pemerintah terhadap kekayaan milik daerah yang

belum diatur peruntukannya dalam penataan ruang yang semakin diperlukan

dalam penyusunan kebijakan pembangunan.

Pasal 46 ayat (3) butir a PP Nomor 6 tahun 2006 menyebutkan :

Pemindahtanganan barang milik negara / daerah berupa tanah dan / atau bangunan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a tidak

memerlukan persetujuan DPR/DPRD apabila sudah tidak sesuai dengan tata ruang

wilayah atau penataan kota.8

Pasal 46 tersebut di atas sepertinya tidak sinkron dengan ketentuan dalam

ketentuan UUPLH bahwa kepala daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan bukankah masalah

penghapusan asset berupa tanah merupakan lingkup dari pengelolaan lingkungan

dalam penataan ruang?

Beberapa kebijakan pemerintah daerah atau peraturan daerah kota

Pematangsiantar yang berkaitan dengan lingkungan sangat minim sekali bahkan

hampir tidak satupun yang mengatur pelestarian dan pencegahan kerusakan

lingkungan. Hal ini disebabkan setelah menginventarisir ketentuan yang ada ,tidak

mencerminkan ke dalam bentuk tindakan pencegahan kerusakan lingkungan

8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 27: 08E00193

11

termasuk pembiayaan untuk kelestarian lingkungan tidak pernah tertampung

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Peraturan Daerah sebagaimana disebutkan di atas yaitu :

a. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 1989 tentang nama dan fungsi lapangan

haji Adam Malik Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar

b Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 1989 tentang nama dan fungsi lapangan /

stadion Sangnawaluh Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar

c. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan,

Keindahan dan Ketertiban Umum

d. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kota Pematangsiantar

e Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Retribusi Advis Planning

f. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Mendirikan

Bangunan

g. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah

Melihat kenyataan tersebut, meningkatnya pembangunan secara fisik tanpa

memperhatikan aspek lingkungan merupakan rendahnya political will dari

penyelenggaraan pemerintahan daerah di kota ini atau bisa saja persoalan

lingkungan dianggap menjadi sesuatu yang tidak terlalu penting dipikirkan dalam

pembangunan. Keberpihakan pembangunan kepada pemilik modal besar juga

salah satu bentuk kerjasama untuk menghindarkan isu lingkungan dalam

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 28: 08E00193

12

menjalankan bisnisnya serta adanya anggapan diratifikasinya berbagai konferensi

internasional yang menyangkut lingkungan hanya menjadi urusan pemerintah

pusat. Di sisi lain rencana revisi penataan ruang dan wilayah justru lebih

mengarahkan optimalisasi kekayaan daerah dengan proses Ruilslagh atau tukar

menukar asset bahkan sebagai pencarian celah hukum dengan alasan

pembangunan kawasan bisnis dan upaya peningkatan ekonomi rakyat secara riil

melalui regulasi dengan mendatangkan investor. Sebagai langkah kebijakan

pembangunan yang nantinya mengharapkan dukungan stake holder, sehingga

pusat kota benar-benar ditujukan untuk dijadikan kawasan bisnis sesungguhnya.

Hal ini secara perlahan-lahan menggusur pasar tradisional, sekolah-sekolah yang

saat ini berdampingan dengan pusat bisnis dan kemungkinan daerah pemukiman

sekitarnya tanpa pertimbangan hilangnya daerah resapan air ditambah lagi

banyaknya bangunan yang seharusnya wajib amdal berdiri dengan cepat tanpa

dokumen atau audit lingkungan.

Alasan-alasan tersebut di atas memotivasi penulis untuk melakukan kajian

dan sekaligus membahas berbagai kebijakan yang telah berjalan dan pengawasan

yang dilakukan oleh pemerintah daerah kota Pematangsiantar dan peran serta

masyarakat, yang akan dituangkan dalam hasil penelitian yang berjudul : “

Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota

Pematangsiantar “.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 29: 08E00193

13

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan

yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Pemerintah Kota Pematangsiantar menerbitkan kebijakan

lingkungan hidup?

2. Bagaimana Pemerintah Kota Pematangsiantar melaksanakan pengelolaan

rencana tata ruang ?

3. Bagaimana peran serta masyarakat dalam pembangunan lingkungan untuk

penataan ruang di Kota Pematangsiantar ?

Penelitian yang akan dilakukan perlu ditegaskan bahwa penerbitan

kebijakan atau Peraturan Daerah dalam bidang lingkungan yang mendukung

penataan ruang dan pelaksanaannya, serta peran masyarakat (di sini dibatasi hanya

pada lembaga swadaya masyarakat yang membidangi lingkungan hidup).

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka

yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan lingkungan hidup yang telah

dibuat di Kota Pematangsiantar.

2. Untuk menganalisis berbagai pelaksanaan pengelolaan oleh Pemerintah Kota

Pematangsiantar dalam penataan ruang.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 30: 08E00193

14

3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam hal ini melalui lembaga

swadaya masyarakat ( LSM ) di bidang lingkungan tentang penataan ruang di

Kota Pematangsiantar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

praktis yaitu :

1. Secara teoritis,hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

menambah ilmu pengetahuan pada penegakan hukum positif bidang

lingkungan hidup pada penyelenggaraan pemerintahan era desentralisasi.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan

masukan bagi Pemerintah Kota Pematangsiantar sehingga kebijakan yang

dilakukan dalam pengelolaan tata ruang dan wilayah agar tetap

mempertimbangkan aspek lingkungan hidup sebagai wujud pembangunan

yang berkelanjutan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh

penulis terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan dan secara khusus di

lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Analisis Kebijakan

Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiatar “ belum

pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 31: 08E00193

15

Obyek penelitian yang di lakukan merupakan suatu kajian ilmiah dan

belum pernah dianalisis secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah

sehingga penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan azas-

azas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka sehingga dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan transparan untuk kritikan yang bersifat

membangun sesuai dengan topik, permasalahan dan lokasinya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Salah satu hal yang mendasar dalam penyelenggaran pemerintahan di era

desentralisasi ini yaitu bagaimana memulihkan kepercayaan rakyat kepada sistem

pemerintahan dan pelayanan birokrasi. Hal ini menyangkut keinginan politik

pengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan ( accountable ) kepada

rakyat sebagai penerima pelayanan publik melalui Peraturan Daerah dan

Peraturan Kepala Daerah yang telah dibuat sebagai landasan kebijakan.Undang-

Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

pasal 136 ayat (2) disebutkan : “ Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah provinsi / kabupaten / kota dan tugas

pembantuan.” Selanjutnya pada ayat (3) disebutkan : “ Peraturan Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas

masing-masing daerah.”

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 32: 08E00193

16

Hal ini berarti juga bahwa setiap Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan

di atasnya dalam hierarkhi perundang-undangan. Menurut politik hukum, kegiatan

perundang-undangan dimulai dari penetapan garis policy-nya kemudian disusun

legislasi dan penerapan hukumnya mengenal dua pilihan untuk penerapannya

yaitu secara mendasar ( grounded ) dan pragmatis.9 Pada saat penerapannya,

kedua pilihan itu mempunyai kelemahan dan kebaikan masing-masing.10.

Pembuatan Peraturan Daerah secara khusus menyangkut penataan ruang dan

kebijakan lingkungan juga harus memperhatikan kaedah-kaedah hukum yang

bersifat imperative dan fakultatif. Isi kaedah hukum dihubungkan dengan sifatnya

maka kaedah-kaedah hukum yang berisikan suruhan dan larangan adalah

imperative, sedangkan kaedah hukum yang berisikan kebolehan adalah

fakultatif.11 Setiap pembangunan diperkirakan akan menghasilkan dampak dari

kegiatan yang dilakukan, sehingga perlu melakukan telaah berbagai kebijakan

lingkungan nasional dalam perspektif daerah otonom.

9 M.Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, ( Bandung : CV Mandar Maju, 2000, ) hal 18 disebutkan secara mendasar atau grounded disebut juga secara dogmatic yakni sungguh-sungguh dahulu diteliti ius constituendum apa yang berkembang sebagai embrio aturan hukum itu dalam masyarakat, yang biasa disebut aspirasi masyarakat untuk diangkat kepermukaan menjadi aturan hukum; secara pragmatis yaitu dibuat saja lebih dahulu berhubung situasi dan kondisi yang mendesak, atau karena ada kepentingan politik tertentu yang melatarbelakanginya untuk segera diundangkan tanpa menghiraukan apakah produk legislative itu kelak akan akseptabel oleh seluruh masyarakat secara merata. 10 Ibid, hal 19; kebaikan secara mendasar ialah lebih aspiratif dan lebih akomodatif dan sesuai dengan perasaan keadilan masyarakat tetapi kelemahnnya lambat dalam processingnya sedangkan secara pragmatis dapat segera tercipta aturan hukum itu dengan catatan kalau ada keberatannya akan dikaji ulang; kelemahannya sering dirasa tidak aspiratif dan tidak akomodatif menurut pendapat umum yang berlaku ( common sense ) 11 Purnadi Purbacaraka dkk, Perihal Kaedah Hukum, ( Bandung: Alumni , 1979 ) hal 49

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 33: 08E00193

17

Walaupun hal kebijakan lingkungan masih dalam tahap dini, akan tetapi setiap

larangan dan kewajiban yang harus dipenuhi dan diatur sepenuhnya dalam

peraturan daerah atau peraturan kepala daerah dapat ditegakkan. Hal ini

merupakan suatu kebutuhan untuk mengurangi resiko dan juga mencegah adanya

kerusakan kualitas lingkungan serta menjaga kelestariannya. UULH sebagaimana

telah digantikan dengan UUPLH merupakan pedoman atau acuan secara umum

bagi pemerintahan di daerah sebagai pengendali setiap warganya agar tetap berada

dalam batas-batas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan

lingkungan untuk mendukung peri kehidupan manusia dan mahluk hidup

lainnya.12 Syamsul Arifin menyebutkan kehadiran undang-undang ini merupakan

awal pengembangan perangkat hukum sebagai dasar pengelolaan lingkungan

hidup Indonesia sebagai bagian integral upaya pembangunan yang berkelanjutan

yang berwawasan lingkungan hidup.13

Saat ini, kewenangan pengelolaan lingkungan hidup di daerah

sebagaimana Pasal 12 UUPLH disebutkan :

Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijakan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat :

a melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada perangkat di wilayah

b. mengikutsertakan peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah

12 Siti Sundari Rangkuti, op.cit hal 115 13 Arifin Syamsul, Penegakan Hukum Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan, diucapkan pada pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Internasional pada Fakultas Hukum USU Medan : 5 Februari 2000, hal 3

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 34: 08E00193

18

Selanjutnya pada Pasal 13 dinyatakan : “Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dapat

menyerahkan sebagian urusan kepada pemerintah daerah menjadi urusan rumah

tangganya.”

Konsekuensi ketentuan tersebut di atas sebagaimana disebutkan pada

penjelasan Pasal 12 sebagai berikut :”… pemerintah pusat dapat menetapkan wewenang tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik potensi alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.” Pemerintah kabupaten / kota berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan maka wewenang , pembiayaan, peralatan, dan tanggung jawab berada pada pemerintah yang menugaskannya.

Perlunya keserasian dan kesinambungan dalam pengelolaan lingkungan

hidup di daerah, maka sangat dibutuhkan peraturan-peraturan di daerah sebagai

penjabaran pemberian urusan kepada pemerintah daerah yang pada gilirannya

dapat menyelesaikan berbagai aspek administratif, perdata dan pidana apabila

muncul sengketa dalam lingkungan hidup. Semakin kompleksnya kepentingan-

kepentingan dalam pembangunan sangat memungkinkan adanya benturan bahkan

menjadi suatu konflik dalam pengembangan wilayah, sehingga hal ini juga

menjadi alasan perlunya penyusunan tata ruang yang berwawasan lingkungan

sekaligus menjadi landasan hukum di daerah dalam pelaksanaan visi dan misinya.

Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan tersebut di atas, maka

perlu diuraikan definisi secara operasional untuk menghindari adanya penafsiran

yang berbeda dalam pelaksanaan penelitian ini, sebagai berikut :

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 35: 08E00193

19

Pertama, Pemerintah Daerah adalah Walikota Pematangsiantar beserta perangkat

daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah14

Kedua, Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang

udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lainnya hidup

dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.15 Penelitian

ini hanya membatasi ruang ini pada daratan di wilayah Kota Pematangsiantar.

Ketiga, lingkungan hidup berarti kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan dan mahluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia dan

mahluk lainnya yang berarti merupakan hubungan timbal balik yang saling

mempengaruhi satu dengan lainnya terhadap lingkungan hidupnya.

Keempat, rencana tata ruang wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah

di kota Pematangsiantar berdasarkan aspek administrasi dan aspek fungsional

yang telah ditetapkan.

Kelima, kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar masyarakat.

Keenam, penatagunaan tanah adalah sama dengan pengelolaan tata guna tanah

yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud

konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait

dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan

masyarakat secara adil.

14 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar 15 Undang Undang Nomor RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 36: 08E00193

20

Ketujuh, kebijaksanaan lingkungan adalah peraturan perundang-undangan serta

ketentuan lainnya di bidang lingkungan hidup yang masih berlaku.

G. Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini adalah suatu rangkaian kegiatan yang di

dalamnya merupakan proses sejak dari pengumpulan data, analisis data sehingga

dapat ditarik kesimpulan. Metode penelitian ini menjelaskan jenis penelitian, sifat

penelitian yang dilakukan, sumber data yang diperoleh, teknik pengumpulan data

dan pengolahannya.

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka pengumpulan data ditujukan

kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai dasar hukum,

dimana hukum di sini merupakan hukum positif baik dilihat dari norma ataupun

kaidahnya, sehingga penelitian ini merupakan yuridis normatif. Pengumpulan

bahan-bahan untuk dianalisis berupa undang-undang, peraturan pemerintah,

peraturan daerah maupun keputusan atau peraturan menteri serta kepala daerah

yang berkaitan dengan kebijakan lingkungan dalam penataan ruang.

2. Sifat Penelitian

Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu

menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisa permasalahan yang ada

saat ini berkaitan dengan pengelolaan tata ruang.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 37: 08E00193

21

3. Sumber Data Penelitian

Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data

yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas :16

a. acuan umum, yang berisi konsep-konsep, teori, dan informasi lainnya yang

bersifat umum seperti; buku, ensiklopedia dan sebagainya

b. acuan khusus, yang berisi hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya

seperti; tesis, bulletin, jurnal dan lain-lain.

Bahan bahan hukum tersebut terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang undangan di bidang hukum

lingkungan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu hasil-hasil penelitian ilmiah, jurnal, surat kabar,

internet dan lain sebagainya.

c. Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hukum, ensiklopedia, indeks

kumulatif dan sebagainya.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Selain pengumpulan data sekunder juga dilakukan melalui situs internet

dan teknik pengumpulan data dengan studi dokumen yang diperlukan untuk

membantu menganalisis permasalahan yang akan dibahas.

16 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta : Rajawali Press, ) 2006, hal 113

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 38: 08E00193

22

Pedoman wawancara sebagai salah satu alat pengumpulan data pada

instansi pemerintah seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah,

Dinas Tata Kota dan Bangunan, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup, Dinas

Kesehatan serta LSM bidang lingkungan hidup sebagai bentuk peran serta

masyarakat di Kota Pematangsiantar.

5. Metode Analisis Data

Dalam penelitian, analisis data harus dilakukan untuk lebih objektif

memberikan jawaban terhadap permasalahn yang ada. Analisis data dilakukan

secara kualitatif dan diolah dengan dukungan logika berpikir serta keabsahan

dokumen sehingga akan diuraikan secara sistematis yang mampu menjelaskan

hubungan-hubungan berbagai jenis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan

dengan logika deduktif.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 39: 08E00193

23

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 40: 08E00193

23

BAB II

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA PEMATANGSIANTAR

DALAM LINGKUNGAN HIDUP

A. Kebijakan Lingkungan Hidup Nasional

Penataan hukum nasional merupakan arah kebijaksanaan di bidang hukum,

sehingga perlu penegasan pengertian hukum nasional Indonesia yang dibedakan dari

hukum positif Indonesia. Sunaryati Hartono menyatakan :... pengertian hukum

nasional Indonesia tidaklah sama dengan pengertian hukum positif Indonesia karena

hukum nasional dipakai dalam arti Ius Constituendum, sedangkan hukum positif tidak

lain daripada merupakan Ius Constitutum.18

Selanjutnya mengenai pengertian ini, Sunaryati Hartono menyebutkan : “ Hukum

positif Indonesia adalah hukum yang kini sudah ada dan berlaku di Indonesia,

sedangkan hukum nasional Indonesia adalah hukum yang belum ( seluruhnya ) ada di

Indonesia, dan karena itu masih harus dipikirkan bagaimana membentuknya dan apa

serta bagaimana kerangka dan landasannya serta filsafah dan materinya “.19

Uraian tersebut di atas semakin menjelaskan betapa eratnya hubungan antara

hukum lingkungan dengan kebijaksanaan lingkungan dalam pelaksanaan pengelolaan

lingkungan hidup dengan mendasarkan kepada prinsip-prinsip hukum lingkungan.

18 Sunaryati Hartono, Landasan, Kerangka, Struktur dan Materi Sistem Hukum Nasional Kita, Pra Seminar Hukum Nasional V, Babinkumnas, Departemen Kehakiman, Jakarta, 21-22 Januari 1986, hal 3. 19 Ibid hal 3

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 41: 08E00193

24

Seperti diketahui bahwa hukum lingkungan menyangkut berbagai aspek atau materi

dari hukum administrasi, perdata, pidana, perpajakan, internasional dan tata ruang.

Hal tersebut dapat dilihat dalam pengembangan dan pembangunan lingkungan hidup

antara lain menyangkut perizinan, tuntutan ganti kerugian akibat kerusakan

lingkungan, sengketa tanah akibat perbuatan pidana, pengenaan tarif atau bea dalam

pengelolaan ruang dan peruntukan tanah negara untuk kepentingan penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Banyaknya masalah-masalah lingkungan sangat membutuhkan

berbagai pendekatan disiplin ilmu dan teknologi, sebagaimana dikemukakan oleh

Stewart dan Krier dalam Siti Sundari Rangkuty :… the relevance of science and

technology to the environtmental lawyers role in dealing with such problems. The

environmental lawyers need not become a scientist or an engineer, but he must

recognize the importance of communicating with those skilled in the disciplines, and

of learning enough of their language to communicate.20

Melihat sejarah pembentukan Undang-undang Lingkungan Hidup yaitu dalam

Repelita III, Bab 7 tentang Sumber Alam dan Lingkungan Hidup, dimana pemerintah

berkewajiban untuk menyusun Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan

pokok tentang masalah lingkungan yang mengatur :

a. Pemukiman manusiawi dan lingkungan hidup

b. Pengelolaan sumber daya alam

c. Pencemaran lingkungan hidup

d. Yurisdiksi departemen-departemen di bidang lingkungan hidup 20 Siti Sundari Rangkuty, loc.cit, hal 10

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 42: 08E00193

25

Hal inilah yang melatarbelakangi diterbitkannya Undang-Undang Lingkungan

hidup atau biasa disebut dengan UULH Nomor 4 Tahun 1982. Undang-undang yang

memuat azas serta prinsip-prinsip pokok tentang perlindungan dan pengembangan

lingkungan hidup ini beserta sanksi-sanksinya akan merupakan dasar bagi semua

peraturan perundang-undangan lainnya yang diciptakan secara sektoral termasuk

peraturan pelaksanaannya dan tata cara pelembagaan, wewenang serta tanggung

jawabnya. Saat ini, Indonesia telah memasuki tahap industrialisasi yang merupakan

tahapan pelaksanaan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan rakyat dan untuk meletakkan landasan untuk pembangunan

berikutnya.

Lima belas tahun kemudian lahirlah Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 dengan

beberapa pertimbangan yaitu 21:

a.bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara ;

b.bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup Berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup Berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa mendatang ;

c.bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup ;

d.bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran

21 Koesnadi Harjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Cetakan ketujuh belas ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press ) hal.65

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 43: 08E00193

26

masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup ;

e.bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok-pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup ;

f. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Secara filosofis, pembangunan lingkungan hidup di Indonesia berlandaskan

kepada Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada

alinea ke 4 yang berbunyi :

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan Berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Peryataan tersebut secara konkrit dirumuskan pada Pasal 33 ayat (3) sebagai berikut :

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Setiap pembangunan sudah barang tentu berimplikasi adanya perubahan, akan tetapi dalam pemanfaatan kekayaan alam dalam kebijaksanaan lingkungan hidup selalu muncul istilah pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Lestari bisa bermakna langgeng atau tidak mengalami perubahan, dengan perkataan lainnya keadaan tetap seperti semula. Pemerintah harus memberikan perhatian terhadap dampak negatif dari pembangunan itu tadi walaupun sebenarnya hal itu terjadi semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Adanya upaya mengurangi atau meniadakan dampak tersebut

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 44: 08E00193

27

merupakan kemampuan lingkungannya dan bukan keadaan sejatinya lingkungan hidup tersebut, sehingga antara pembangunan dan kelestarian bukanlah hal yang bertolak belakang.

Kemampuan lingkungan hidup dalam pelestariannya merupakan sasaran pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana disebut pada Pasal 4 UUPLH yang berbunyi: Sasaran lingkungan hidup adalah : a.tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan

lingkungan hidup ; b.terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki

sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup ; c.terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; d.tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup ; e.terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana ; f. terlindunginya negara kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan

atau kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup”.

Pemanfaatan sumber daya secara bijaksana sangatlah penting dan bila

dikaitkan kepada sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sehingga penghematan

dan daya gunanya menjadi mutlak diperhatikan dsamping aspek penggunaan

teknologi yang ramah lingkungan maupun prospek daur ulang ( recyling ).

1. Perlindungan Sumber Daya Alam Non Hayati

Ketentuan ini meliputi tiap jenis sumber daya alam non hayati seperti air,

udara, tanah, bahan galian, bentang alam ataupun perwujudan proses alam yang

penting. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan ini yaitu tentang

tata guna tanah dalam Pasal 14 dan 15 UUPA disebutkan menyediakan tanah untuk

pembangunan dan menjaga supaya tanah yang sedang dipakai jangan diterlantarkan

sampai rusak. Pengamatan yang dilakukan menyangkut persediaan tanah,

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 45: 08E00193

28

menggariskan peruntukan tanah, mengamati pola penggunaan tanah serta usaha

pemeliharaan tanah. Usaha-usaha tersebut di atas diharapkan supaya tanah benar-

benar digunakan sesuai kemampuannya sehingga tidak ada kegiatan yang tidak perlu

yang pada gilirannya akan tercapai suatu asas keseimbangan dan optimalisasi.

Banyaknya persoalan di bidang pertanahan dalam kaitannya dengan pengelolaan tata

ruang, maka lahirlah Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tanggal 19 Juli 1988

tentang pembentukan Badan Pertanahan Nasional yang berada dan bertanggung

jawab langsung di bawah Presiden dalam melaksanakan fungsinya, serta dibentuknya

Kantor Wilayah di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten / Kota yang

dikoordinasi oleh kepala daerah masing-masing. Secara singkat fungsi Badan

Pertanahan Nasional ini adalah merumuskan kebijaksanaan perencanaan dan

penggunaan tanah, merumuskan kebijaksanaan dan perencanaan pemilikan tanah

dengan prinsip bahwa tanah mempunyai fungsi sosial, melaksanakan pengukuran dan

pemetaan tanah serta pendaftaran tanah dalam upaya pemberian kepastian hak dalam

rangka tertib administrasi dan melakukan penelitian dan pengembangan bidang

pertanahan.

Tata guna air juga merupakan salah satu perlindungan non hayati, yang tidak

mengatur penggunaan air saja tetapi lebih memberikan dasar yang kuat bagi

pengembangan atau pemanfaatan air untuk meningkatkan taraf hidup rakyat Tuntutan

akan pengaturan yang lebih sempurna sebagai implementasi dari semangat otonomi

daerah perlu dirasakan mengkaji ulang UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 46: 08E00193

29

Hal ini akhirnya terwujud setelah 30 tahun yakni pada tanggal 18 Maret 2004

disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pada awalnya

kelahiran undang-undang ini sempat mengandung pro dan kontra sehingga bermuara

kepada pengajuan uji formil dan materil oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat

ke Mahkamah Konstitusi yang intinya menyangkut privatisasi dan manajemen

sumber daya air dengan system perizinan, walaupun pada akhirnya Mahkamah

Konstitusi menolak permohonan para penggugat.22

Sumber daya air sebagai sumber daya alam yang dinamis dapat dikategorikan sebagai

sumber daya alam yang strategis yang bisa diperlakukan secara ekonomis sebagai

pembangunan berkelanjutan. Tanah dapat diwariskan sebagai milik individu

sedangkan air dalam suatu wilayah pada umumnya dipandang sebagai warisan

bersama ( common heritage resources ).23

Kepentingan lingkungan dalam sumber daya air berupa pengaturan

(regulatory) dan operasionalnya oleh pemerintah serta fungsi operasional oleh sektor

publik maupun swasta agar penegakan hukum dapat berjalan khususnya sumber daya

air berbasis sungai. Sumber daya air dalam prspektif tata ruang menimbulkan adanya

tanggung jawab instansi pemerintahan yaitu :

a. Penatagunaan lahan dan air

b. Pembagian alokasi air permukaan dan air bawah tanah

c. Pengelolaan kuantitas dan kualitas air

22 Jurnal Konstitusi, Volume 2, Nomor 2, September 2005, hal 13 23 Ibid, hal 15

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 47: 08E00193

30

Pada prinsip perencanaan, sangat diperlukan informasi kecukupan alokasi

sumber daya air sesuai dengan tujuan penggunaan dan dalam pelaksanaan harus

diyakinkan bahwa semua pihak mempunyai komitmen untuk melaksanakan sesuai

dengan perencanaannya. Kenyataannya penanganan air permukaan dan air bawah

tanah baik kualitas dan kuantitas bisa menimbulkan kerusakan lingkungan baik

pencemaran maupun pengelolaan limbah yang melewati yurisdiksi administrasi

pemerintahan dalam pengendaliannya.

Pasal 8 UUPLH menyebutkan :

(1) Sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah

(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan

lingkungan hidup ; b. mengatur penyediaan , peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan

hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetikan ;

c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang atau subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika ;

d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan

hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pengaturan lebih lanjut untuk melaksanakan kewenangannya, maka pemerintah harus

menerbitkan peraturan pemerintah untuk dilakukan di daerah yang secara teknis

peraturan daerah dapat menyesuaikannya sehubungan dengan kebutuhan dan

spesifikasi lokal yang berbeda dalam setiap wilayah.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 48: 08E00193

31

2. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Caring for the Earth ( CE ) merupakan salah satu strategi konservasi baru

yang disusun bersama oleh World Conversation Union yang diterbitkan dengan

tujuan utama untuk membantu memperbaiki keadaan masyarakat dunia dengan

menetapkan 2 syarat.24

Pertama adalah untuk menjamin komitmen yang meluas dan mendalam pada sebuah etika baru yaitu etika kehidupan yang berkelanjutan dan mewujudkan prinsip-prinsipnya dalam praktek. Kedua adalah untuk mengintegrasikan konservasi dan pembangunan, konservasi untuk menjaga agar kegiatan-kegiatan kita berlangsung dalam batas daya dukung bumi, dan pembangunan untuk memberi kesempatan kepada manusia dimanapun guna menikmati kehidupan yang lama, sehat dan memuaskan. Selanjutnya CE menyatakan bahwa masyarakat berkelanjutan dapat dicapai apabila dikaitkan dengan 9 prinsip yang digariskan yaitu, menghargai dan memelihara komunitas kehidupan, meningkatkan kualitas kehidupan manusia, mengkonservasi vitalitas dan keanekaragaman bumi dan mengkonservasikan sistem penunjang kehidupan ekologis dan menjamin keanekaragaman hayati serta pemanfaatan secara lestari sumber daya yang dapat diperbaharui, meminimumkan penipisan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, mempertahankan pembangunan dalam batas daya dukung bumi, merubah perilaku dan perbuatan pribadi, memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memelihara lingkungannya sendiri, menyediakan kerangka kerangka kerja nasional untuk mengintegrasikan pembangunan dan konservasi dan menciptakan kerjasama global.

Pertama kali dalam evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, telah

dilakukan untuk membuat kerangka hukum yang komprehensif, baik di tingkat

internasional, regional dan nasional sebagai dasar pembangunan berkelanjutan.

Hukum lingkungan sebagai sarana yang esensial mempersyaratkan standar perilaku

sosial dan memberikan ukuran kepastian pada kebijaksanaan yang pada gilirannya

didasarkan pada pemahaman ilmiah dan analisis yang jelas mengenai tujuan sosial. 24 Koesnadi Harjosoemantri, opcit, hal 17

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 49: 08E00193

32

Pasal 14 UUPLH menyangkut tentang pelestarian fungsi lingkungan hidup

diantaranya upaya konservasi. Pengertian konservasi sumber daya alam hayati

mengandung 3 aspek yaitu :

a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan

b. Pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta

ekosistemnya pada matra darat, air dan udara

c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

Perlindungan jenis hewan yang hamper punah, yang hidupnya tidak diatur manusia

serta tumbuh-tumbuhan yang menjadi langka serta hutan lindung termasuk dalam

pengertian tersebut di atas.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati

mencantumkan beberapa pengertian antara lain:25

1.Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati ( tumbuhan ) dan sumber daya alam hewani ( satwa ) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem

2.Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya

3.Ekosistem sumber daya alam hayati adalah system hubungan timbal balik antara unsur dalam alam baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi

4.Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan

25 Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 50: 08E00193

33

5.Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara resmi

6.Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya

7. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unit, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan

8.Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan system penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

9.Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata dan rekrasi

10.Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, budaya, pariwisata dan rekreasi

11.Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian

kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara

serasi dan seimbang.

3. Perlindungan Sumber Daya Buatan

Perlindungan sumber daya buatan yang penting ditujukan kepada konservasi

fungsi sumber daya tersebut bagi kesinambungan pembangunan. Sumber daya buatan

meliputi bendungan, waduk, instalasi energi, pemukiman dan perumahan dan lain

sebagainya. Undang-undang perlu melindungi sumber daya buatan disebabkan

menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga pengaturan dan peruntukannya perlu

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 51: 08E00193

34

ditata oleh Negara. Undang-undang yang berhubungan dengan sumber daya buatan

antara lain menyangkut perumahan misalnya rumah susun yang diatur dalam UU

Nomor 16 Tahun 1985. Peraturan ini diterbitkan didasarkan pada pertimbangan

bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan peningkatan taraf hidup orang

banyak, khususnya dalam pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan

sehingga diperlukan penyediaan perumahan yang layak dengan harga yang dapat

dijangkau oleh daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal lainnya yang

menjadi landasan filosofis yakni dalam rangka daya guna dan hasil guna tanah bagi

pembangunan perumahan dan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman

terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah

yang terbatas dirasakan perlu membangun perumahan dengan sistem lebih dari 1

lantai yang dibagi-bagi atas bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang

masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni dengan memperhatikan

faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat. Keadaan yang demikian disebut

dengan rumah susun26 dengan memperhatikan asas-asas pembangunannya.27

Pembangunan rumah untuk daerah pemukiman tetap mengacu kepada rencana

tata ruang dan wilayah suatu daerah walaupun secara nasional kebijakannya

diperlakukan dengan mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku secara 26 UU RI Nomor 16 Tahun 1985 pada Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa rumah susun adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama-sama, benda bersama dan tanah bersama. 27 Pasal 2 menyatakan bahwa pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam peri kehidupan.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 52: 08E00193

35

nasional, sebagaimana pada Pasal 7 UU Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan bahwa

setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib :

a.Mengikuti persyaratan teknis, ekologis dan administratif ;

b.Melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana

pemantauan lingkungan ;

c.Melakukan pengelolaan lingkungan Berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan.

4. Perlindungan Cagar Budaya

Sebelum zaman kemerdekaan, pengaturan terhadap peninggalan-peninggalan

kepurbakalaan sudah ada yaitu dengan dikeluarkannya Monumenten Ordonantie

1931 ( Stbl. Nomor 238 Tahun 1931 ), lazimnya disingkat MO.28

Pasal 1 MO tersebut berbunyi :

Dengan pengertian monument dalam ordonansi ini dimaksudkan :

a.benda-benda bergerak maupun tak bergerak buatan tangan manusia, bagian atau kelompok benda-benda dan juga sisa-sisanya yang pokoknya lebih tua dari 50 tahun atau termasuk masa langgam berusia sekurang-kurangnya 50 tahun dan dianggap mempunyai nilai penting bagi pra sejarah, sejarah atau kesenian ;

b.benda-benda yang dianggap mempunyai nilai penting dipandang dari sudut paleoanthropoli ;

c.situs dengan petunjuk beralasan ( gegrond ) bahwa di dalamnya terdapat benda-benda yang dimaksud pada (a) dan (b) satu dan lain sepanjang benda-benda tersebut baik secara tetap maupun sementara dicantumkan dalam daftar yang disebut monument pusat yang disusun dan dikelola oleh kepala dinas purbakala dan yang terbuka untuk umum. Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan dapat pula dibagi menurut zaman, macam, bahan dan fungsinya.

Tjandrasasmita dalam Koesnadi Harjosoemantri ( hukum tata lingkungan ; 2000 : 211 ) menyebutkan menurut zamannya ada peninggalan zaman pra sejarah, 28 Koesnadi Harjosoemantri, loc.cit hal 209

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 53: 08E00193

36

zaman Indonesia Hindu/Budha atau seringkali disebut zaman klasik, zaman pengaruh Islam, Barat dan sebagainya. Menurut macamnya ada berupa benda-benda tak bergerak dan bergerak, misalnya arca, ukiran, alat-alat rumah tangga, alat-alat upacara, naskah, gedung, rumah, bekas settlement, benteng dan lain-lain. Menurut bahannya ada peninggalan sejarah dan kepurbakalaan yang dibuat dari batu, tulang, logam, kertas, kulit dan sebagainya. Menurut fungsinya ada berupa candi, kuil, kelenteng, gereja, kraton, pura, mesjid, punden berundak, alat perhiasan, alat atau benda upacara keagamaan dan lain-lain. Pada tanggal 28 Juli 1982 Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Cagar

Budaya diundangkan sehingga MO dinyatakan tidak berlaku lagi dengan

memperbaharui bentuk perlindungannya sebagai upaya melestarikan dan

memanfaatkannya memajukan kebudayaan nasional serta menunjang pembangunan

nasional di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan lain-lain.

5. Baku Mutu Lingkungan

Definisi baku mutu lingkungan tercantum pada Pasal 1 UUPLH yang

menyatakan bahwa : “baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar

mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur

pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai

unsur lingkungan hidup”. Diperlukannya baku mutu lingkungan ini adalah untuk

menetapkan apakah telah terjadi suatu kerusakan lingkungan yang artinya apabila

keadaan lingkungan telah ada di atas ambang batas baku mutu lingkungan, maka

lingkungan tersebut telah tercemar atau rusak. Sebagaimana telah dikemukakan pada

bab sebelumnya bahwa pembangunan membutuhkan pengorbanan terhadap

lingkungan, misalnya saja pendirian pabrik-pabrik industri yang menghasilkan sisa-

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 54: 08E00193

37

sisa buangan, gas, air dan padat yang dibuang ke lingkungan hidup akan

menimbulkan dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Meningkatnya

aktivitas manusia diiringi dengan meningkatnya populasi dan perkembangan

teknologi sangat potensial bagi pencemaran lingkungan padahal aktivitas masyarakat

adalah salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Emisi yang dibatasi

seyogyanya tetap dilakukan upaya pemantauan ( monitoring ) sehingga pengotoran

dan pencemaran dapat dikendalikan. Minimnya pengalaman Indonesia dalam baku

mutu lingkungan maka dimunculkan beberapa peraturan diantaranya mengenai

syarat-syarat dan pengawasan kualitas air29 maupun mengenai baku mutu limbah cair

bagi kegiatan yang sudah beroperasi.30

Selanjutnya pengaturan baku mutu lingkungan limbah cair ini meluas sampai

dengan kegiatan perhotelan, kegiatan rumah sakit, minyak dan gas serta panas bumi

di samping hal-hal yang berkaitan dengan baku tingkat kebisingan, tingkat getaran

dan tingkat kebauan. Mengingat adanya perbedaan tata guna sumber daya pada setiap

daerah maka perlu ditindaklanjuti pengaturan lebih detail dalam bentuk peraturan

daerah maupun keputusan kepala daerah.

29 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air sekaligus mencabut beberapa peraturan yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 01/Birhukmas/1/1975 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 172/Menkes/Per/VIII/1977 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Kolam Renang serta Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 257/Menkes/Per/VI/1982 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Pemandian Umum 30 Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor KEP-03/MENKLH/II/1991 yang merubah Keputusan Nomor KEP-02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 55: 08E00193

38

6. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Pembangunan berkelanjutan menuntut adanya keseimbangan dan keserasian

antar setiap kegiatan, hal ini disebabkan setiap pembangunan menimbulkan dampak

terhadap lingkungan hidup. Pasal 15 UUPLH mengatur ketentuan analisis mengenai

dampak lingkungan sebagai instrumen kebijaksanaan lingkungan. Perencanaan suatu

awal kegiatan pembangunan sudah seharusnya memperkirakan dampak yang penting

sebagai pertimbangan perlu tidaknya dibuat suatu analisisnya. Dampak atau dalam

bahasa sehari-hari disebut akibat bisa negatif ataupun positif dan dalam konteks

pembangunan berkelanjutan dampak negatif harus dieliminir sedangkan dampak

positif dikembangkan. Setiap rencana pembangunan tidak diharuskan membuat

analisis mengenai dampak lingkungan, karena kegiatan tertentu saja yaitu yang

mempunyai dampak penting terhadap lingkungan. Analisis mengenai dampak

lingkungan bagi rencana kegiatan yang mempunyai dampak penting merupakan

sebuah proses untuk memperoleh perizinan. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun

1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ) Pasal 5

menyebutkan, keputusan tentang pemberian izin usaha tetap oleh instansi yang

membidangi jenis usaha atau kegiatan dapat diberikan setelah adanya pelaksanaan

rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL)

dari instansi yang bertanggung jawab. Kedua instrumen tersebut merupakan upaya

pencegahan terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 56: 08E00193

39

Perundang-undangan tentang sektor usaha sejak zaman belanda sudah ada

yang sering disebut dengan HO ( hinder ordonantie ). Otto Soemarwoto mengatakan

bahwa pengelolaan lingkungan hidup diawasi oleh pemerintah dengan pendekatan

atur dan awasi ( ADA ) dan dalam literatur internasional pada praktek

pelaksanaannya disebut dengan Command and Control ( CAC )31. Lemahnya

pengawasan dan penegakan hukum, pendekatan ADA telah mengalami kegagalan.

Pencemaran air dan udara makin meluas dan tingkatnya makin tinggi. Pencemaran

tinggi terdapat di daerah perkotaan dan perindustrian misalnya di Jakarta, Bandung,

Surabaya, Medan dan Makasar sehingga bank dunia memperkirakan di Jakarta dalam

tahun 1990 kerugian dari dampak pencemaran air dan udara terhadap kesehatan

melebihi 500 juta dollar AS.32

Salah satu sebab dalam konflik antara pembangunan dengan lingkungan kalau

diartikan dampak lingkungan ( environmental impact ) sebagai pengaruh yang

merugikan. Seolah-olah adanya kesan pembangunan hanyalah mempunyai dampak

negatif terhadap lingkungan yang terungkap dengan istilah terganggunya

keseimbangan ekologi atau membahayakan kelestarian alam serta menimbulkan

pencemaran. Padahal pembangunan mempunyai pula efek positif terhadap

lingkungan, misalnya terkendalinya kebersihan adanya suatu lokalisasi hama,

31 Otto Soemarwoto, Menyinergikan Pembangunan dan Lingkungan, ( Yogyakarta : Anindya, 2005 ) hal. 185 ; ADA ialah yang diatur bukan hanya tujuannya, melainkan juga cara mencapai tujuan itu. Cara itu bersifat teknologi akhir pipa, misalnya instalasi pengolah air limbah ( IPAL) untuk mengendalikan pencemaran air serta terasering dan penghijauan untuk mengendalikan erosi tanah. Pengawasan terhadap kepatuhan kepada peraturan amatlah lemah sehingga amdal umumnya hanya menjadi dokumen untuk mendapatkan izin pelaksanaan kegiatan. 32 Ibid hal.187

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 57: 08E00193

40

pengendalian vektor penyakit dan banjir serta lebih terjaminnya persediaan air untuk

rumah tangga, pengairan, industri dan juga munculnya daerah resapan air yang baru

sebagai upaya memanfaatkan tata guna tanah. Karena itu dalam pengelolaan

lingkungan seyogyanya tidak hanya memperhatikan risiko lingkungan saja melainkan

juga manfaat lingkungan, sehingga pembangunan bertujuan memperbesar manfaat

dan memperkecil risiko.33

B. Kebijakan Lingkungan Hidup Kota Pematangsiantar Pengelolaan lingkungan hidup tidak lagi ditangani sendiri oleh pemerintah

pusat sehubungan dengan diberikannya wewenang kepada pemerintah daerah.34

Wewenang yang diberikan kepada pemerintah daerah tidak terlepas dari

upaya penerapan pembangunan berkelanjutan. Hanya saja sulit melaksanakannya

secara benar di lapangan, dimana masyarakat sudah terbiasa melihat dan merasakan

pencemaran lingkungan dan pengurasan sumber daya alam tanpa memperdulikan

keberlanjutannya. Pengrusakan hutan berupa penebangan pohon yang dilakukan

secara liar dan membabi buta, juga kebakaran hutan yang memusnahkan

keanekaragaman hayati. Hampir semua sungai yang mengalir di tengah perkotaan

33 Otto Soemarwoto, Pengelolaan Manfaat dan Risiko Lingkungan, ( Bandung : Lembaga Ekologi UNPAD, 1981 ) pendapatnya tentang manfaat dan risiko lingkungan tersebut ditampung dalam penjelasan Pasal 16 UULH dimana baik dampak negatif maupun dampak positif mendapat perhatian dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. 34 Lihat Pasal 12 UUPLH bahwa keserasian dan keterpaduan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup Berdasarkan peraturan perundang-undangan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah sehingga keikutsertaan pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya dari bagian sistem desentralisasi. Bila dibandingkan dengan rezim orde baru, maka segala ketentuan hanya memungkinkan dilahirkan oleh pemerintah pusat dan propinsi sebagai perpanjangan tangan pusat di daerah ( dekonsentrasi ).

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 58: 08E00193

41

sudah semakin kotor akibat adanya pembuangan limbah walaupun ada beberapa

daerah tertentu telah melaksanakan program kali bersih (Prokasih). Masih sulitnya

penerapan di lapangan, sehingga program tersebut hanya berupa pencanangan saja

bagi daerah tertentu. Pada sektor pertanian, penggunaan pestisida atau sejenisnya

sebagai bahan beracun secara kontinyu dan bahkan digunakan secara berlebihan

potensial mencemari lingkungan.

Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya, beberapa peraturan

daerah kota Pematangsiantar yang menyangkut kebijakan pengelolaan lingkungan

hidup akan dianalisis pada bab ini.

1. Analisa Situasi dan Kondisi Lingkungan

Data Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 200635 menggambarkan

kondisi geografi Kota Pematangsiantar berada diantara 2◦ 50’ 23” Lintang Utara dan

99◦ 05’-99◦ 02’ Bujur Timur. Luas wilayah adalah 79,9 Km2 dengan klasifikasi

dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 400 meter di atas permukaan laut. Iklim

sedang dengan suhu maksimum 31,1◦C dan suhu minimum 19,1◦C dengan curah

hujan rata-rata 256 mm dan kelembaban udara rata-rata 84,57%. Secara wilayah

administrasi, Kota pematangsiantar dikelilingi oleh Kabupaten Simalungun yang

terdiri dari 7 Kecamatan dan 43 Kelurahan. Jumlah penduduk pada tahun 2006

35 Laporan ; Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar, Disajikan Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2006

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 59: 08E00193

42

sebanyak 266.464 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk diperkirakan 1% dengan

tingkat kepadatan penduduknya 14.561 jiwa / Km2.

Dilihat dari sisi derajat kehidupan serta kesehatan masyarakat, ternyata

lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hajat hidup orang

banyak. Beberapa parameternya antara lain jumlah kepala keluarga yang

mendapatkan fasilitas air bersih, penggunaan sungai sebagai jamban, perumahan /

pemukiman yang memenuhi syarat kesehatan dan wilayah kecamatan yang memiliki

sarana pembuangan sampah sementara dan saluran pembuangan air limbah. Salah

satu kecamatan yaitu Siantar Martoba merupakan wilayah yang memiliki jumlah

penduduk terbanyak dengan tempat tinggal yang berada di kawasan pabrik / industri

tentu rentan dengan pencemaran. Di kecamatan lainnya seperti Siantar Marihat

bebrapa hektar lahan pertanian dalam kurun waktu 2 tahun telah berubah menjadi

perumahan penduduk non real estate. Sedangkan kecamatan Sitalasari dimana

penduduknya bertempat tinggal di sekitar areal Perkebunan yang berbatasan dengan

Kabupaten Simalungun. Pohon-pohon kota yang dimiliki saat ini berada di Kompleks

Rumah Sakit Umum Pematangsiantar dan Lapangan Merdeka yang lebih dikenal

sebagai taman bunga. Sungai Bah Bolon membelah kota dari kecamatan Siantar

Marihat melalui Siantar Barat sampai dengan Siantar Timur dengan jumlah penduduk

yang cukup besar bertempat tinggal di daerah aliran sungai tersebut. Kenyataan di

atas menunjukkan bahwa perlunya perhatian serius terhadap aspek lingkungan hidup

sebagai wujud pembangunan berkelanjutan, terlebih dalam hal penataan ruang sangat

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 60: 08E00193

43

membutuhkan perencanaan yang baik termasuk pemanfaatan tanah perkotaan, daerah

resapan air, baku mutu lingkungan, kawasan / jalur hijau dan lain sebagainya.

2. Implementasi Kebijakan Lingkungan

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus

sendiri pemerintahannya dan juga mengelola kekayan daerah. Di sisi lain Pemerintah

Daerah juga mempunyai kewajiban di bidang lingkungan yakni melestarikan

lingkungan hidup.

Mengacu kepada Program Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam

kurun waktu 2000-2004, program pembangunan sosial budaya dikelompokkan dalam

program kesehatan dan kesejahteraan sosial, budaya, kesenian dan pariwisata. Salah

satu program tersebut adalah program lingkungan sehat dan pemberdayaan

masyarakat. Program ini bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang

sehat mendukung tumbuh kembang anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar

untuk hidup sehat dan memungkinkan interaksi sosial serta melindungi masyarakat

dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga tercapai derajat

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang optimal. Lingkungan yang

diharapkan adalah yang konduktif bagi terwujudnya keadaan sehat fisik, mental,

sosial dan spiritual. Berbagai aspek lingkungan yang membutuhkan perhatian adalah

tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 61: 08E00193

44

pemukiman yang sehat dan lingkungan yang memiliki kecukupan ruang gerak untuk

interaksi di masyarakat. Perlunya antisipasi terhadap pembukaan lahan baru,

pemukiman pengungsi dan urbanisasi sangat erat kaitannya dengan penyebaran

penyakit melalui vektor, perubahan kualitas udara karena pencemaran dan paparan

bahan berbahaya lainnya. Peningkatan mutu lingkungan mensyaratkan kerjasama dan

perencanaan lintas sektor bahkan lintas negara yang berwawasan kesehatan.36

Selama kurun waktu 15 tahun terakhir penyelenggaraan pemerintahan Kota

Pematangsiantar, salah satu kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan hidup

tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar adalah Peraturan Daerah

Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban

Umum dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin

Mendirikan Bangunan

Selanjutnya penulis akan menganalisis beberapa pasal dalam batang tubuh

Peraturan Daerah tersebut dalam kaitannya dengan kebijakan lingkungan hidup

nasional.

Pasal 2 Peraturan Daerah Kotamadya Pematangsiantar Nomor 9 Tahun 1992

menyebutkan bahwa “ semua bangunan yang berada di daerah baik berupa tempat

tinggal maupun sebagai tempat usaha, harus ditata dan dibersihkan serta dikapur atau

dicat bagian luar dan dalam paling sedikit sekali dalam satu tahun oleh pemilik /

penghuninya.”

36 Hapsara Habib Rachmat R, Pembangunan Kesehatan di Indonesia, (Yogyakarta ; Gadjah Mada University Press, 2004 ) hal 66

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 62: 08E00193

45

Ketentuan ini lebih menunjukkan estetika bangunan bukan merupakan perlindungan

sumber daya buatan yang meliputi perumahan dan pemukiman.

Selanjutnya pada Pasal 3 disebutkan :

(1) Pekarangan / halaman setiap bangunan sebagaimana tersebut pada Pasal 2 peraturan daerah ini harus dibersihkan setiap hari oleh penghuni / pemakainya ;

(2) Setiap tanah kosong harus dibersihkan oleh pemiliknya atau yang memanfaatkannya ;

(3) Di setiap pekarangan / halaman tidak dibenarkan ada air tergenang, jika ada harus segera dialirkan atau ditimbun sampai kering ;

(4) Untuk mengalirkan air yang berasal dari pekarangan / halaman itu harus diperbuat parit yang mudah dibersihkan, dan pengalirannya menuju ke parit tertentu yang telah disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun oleh badan lain di tempat itu.

Ketentuan ini tidak lebih daripada sekedar mengatur aliran air, agar tidak

menggenangi pekarangan baik yang berasal dari air hujan ataupun air yang

bersumber dari pencucian kendaraan dan penyiraman bunga atau tanaman.

Seyogyanya khusus tanah kosong yang dimiliki warga dimungkinkan untuk

diwajibkan agar menanami dengan tanaman ataupun pohon yang mampu

memberikan kontribusi pelestarian lingkungan atau daerah resapan air bahkan

sumbangsihnya terhadap pengurangan gas rumah kaca,37 dan hal ini juga sangat

37 Gas Rumah Kaca yang terpenting adalah CO2, CFC, Ozon, Metan, dan N2O dan potensi terbesar berasal dari CO2 yang berasal dari pembakaran misalnya pembakaran kayu, batubara dan bahan baker minyak. Dissamping itu juga CO2 dihasilkan oleh pernafasan mahluk hidup. CFC merupakan gas buatan manusia yang banyak digunakan dalam industri dan dalam mesin pendingin AC. Ozon terbentuk dalam alam antara lain dari beberapa jenis gas buangan mobil. Metan juga terbentuk dalam alam yaitu dalam rawa, sawah, laut dan oleh rayap serta ternak. Sumber N2O ialah aktivitas mikroba antara lain dalam proses penguraian pupuk N. Lihat Otto Soemarwoto Opcit hal 30.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 63: 08E00193

46

berpengaruh kepada aktivitas mahluk hidup yang terkena dampak akibat pemanasan

global.38

Selanjutnya pada Pasal 4 peraturan daerah ini disebutkan bahwa :

(1) Setiap bangunan rumah / pemukiman, kantor, sekolah / perguruan tinggi, pasar / pusat perbelanjaan, pertokoan, terminal, stasiun kereta api, hotel / rumah penginapan, rumah ibadah, tempat pertemuan dan lain-lain bangunan yang selalu dikunjungi orang harus memiliki jamban / kakus ;

(2) Setiap jamban / kakus yang terletak di luar bangunan / rumah harus memakai dinding, atap dan lobang kakus tempat jongkok harus memakai tutup ;

(3) Tempat penampungan / penyimpanan najis dari kakus / jamban harus tertutup sehingga tidak mengeluarkan bau dan atau lalat dapat keluar masuk ke dalam lubang tempat penampungan / penyimpanan najis ;

(4) letak kakus / jamban yang berada di luar bangunan / rumah jaraknya baik dari sumur sendiri maupun dari sumur milik orang lain paling dekat 10 ( sepuluh ) meter.

Beberapa tempat seperti pusat perbelanjaan, pertokoan maupun tempat

pertemuan yang baru didirikan setelah Peraturan Daerah ini antara lain Megaland

sebagai pusat bisnis dan hunian yang memiliki luas di atas lahan 5 hektar, Siantar

Business Centre merupakan rumah toko yang dibangun dengan luas > 10.000 meter

persegi, Ramayana Departemen Store sebagai pusat perbelanjaan dengan luas

bangunan > 10.000 meter persegi, dan International Convention Hall dengan luas

bangunan > 10.000 meter persegi sebagai tempat pertemuan dan berada di sekitar

daerah pemukiman penduduk ternyata memiliki izin mendirikan bangunan padahal

menurut ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001

38 Ibid hal 25 ; disebutkan juga bahwa suhu mempunyai pengaruh yang besar pada mahluk hidup sehingga perlu untuk menyesuaikan diri kepada perubahan suhu. Pemanasan global juga akan menyebabkan kepunahan jenis yang jauh lebih parah daripada kerusakan hutan tropik walaupun cagar alam dan perlindungan lain yang sangat baikpun tidak banyak gunanya menangkal kepunahan ini.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 64: 08E00193

47

tentang Jenis dan Rencana Usaha dan Kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal, hal itu

merupakan conditio sine qua non dalam penerbitan perizinan.

Pasal 5 dikatakan :

(1) Semua sampah harus dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara kecuali sampah yang berasal dari rumah / bangunan yang di lingkungannya tidak ada tempat pembuangan sampah sementara, diperbolehkan mengumpulkannya dalam tempat sampah tertutup di pekarangan depan rumah / bangunan masing-masing ;

(2) Sebelum sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara atau dikumpulkan dalam tempat sampah tertutup di pekarangan depan rumah terlebih dahulu harus diwadahi dengan pembungkug yang tahan air seperti kantong plastik dan yang sejenis dengan itu ;

(3) Pembuangan sampah ke tempat pembuangan sampah sementara harus sesuai dengan waktu yang ditentukan kemudian dalam keputusan kepala daerah ;

(4) Tempat pembuangan akhir sampah harus tertutup atau terlindungi dan letaknya paling sedikit 500 meter dari tempat tinggal / pemukiman penduduk terdekat ;

(5) Sampah yang ada di tempat pembuangan akhir harus dimusnahkan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak mengganggu kesehatan dan ketertiban umum.

Pengelolaan sampah yang berasal dari rumah tangga dapat dimanfaatkan

kembali menjadi pupuk kompos melalui recyling, mengingat sungai yang membelah

daerah perkotaan dihindarkan sebagai tempat pembuangan sampah yang pada

akhirnya dapat merusak ekosistem air sungai. Sangat disayangkan, tidak disebutkan

secara nyata bagaimana metode yang digunakan untuk pemusnahan sampah

dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana halnya dalam penjelasan Pasal

5 disebut cukup jelas.

Melihat peristiwa yang terjadi sehari-hari bahwa sampah rumah tangga ada yang

dibakar ataupun ditanam di pekarangan, apakah ini sesuai dengan ketentuan yang

berlaku? Bagaimana pula bagi masyarakat yang tinggal di sempadan daerah aliran

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 65: 08E00193

48

sungai yang tidak memiliki pekarangan, sedangkan tempat pembuangan sampah

sementara tidak memadai ? Sungai adalah tempat yang dianggap tepat walaupun

sanksi terhadap perbutan tersebut sudah mengatur, sangat sulit untuk ditegakkan

mengingat kebiasaan-kebiasaan yang telah berlangsung lama dan dapat diterima oleh

komunitas warga.

Data tahun 2006,39 pemanfaatan air sungai termasuk mata air oleh penduduk

rata-rata 50 – 70 kepala keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa instalasi Perusahaan

Daerah Air Minum (PDAM) lebih dipergunakan untuk keperluan dapur sedangkan

mandi, cuci dan kakus (MCK) menggunakan mata air. Pemanfaatan air sungai yang

demikian dapat meningkatkan angka kesakitan dan penurunan derajat kesehatan di

samping menurunnya kualitas lingkungan air. Pencanangan Program Kali Bersih

(Prokasih) tidak menyentuh sampai ke daerah-daerah yang disebabkan minimalnya

penyuluhan baik oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Ketika

melakukan wawancara kepada salah satu anggota DPRD yang membidangi

kesejahteraan rakyat 40, justru mengembalikan persoalan tersebut kepada eksekutif

yang seharusnya bertanggung jawab tidak adanya kebijakan yang mengatur

pemanfaatan dan pengendalian air sungai. Menurut penelusuran data pada Bagian

Hukum Sekretariat Daerah Kota Pematangsiantar 41, ternyata Peraturan Daerah yang

ada sejak zaman orde baru sampai dengan sekarang merupakan usulan dari pihak

39 Laporan ; op.cit hal 40 40 Wawancara dengan Ir. Daud sebagai Sekretaris Komisi II juga Ketua KTNA Kota Pematangsiantar pada tanggal 5 Juli 2007 41 Wawancara dengan Robert Irianto, SH Kasubag Perundang-undangan pada Bagian Hukum Sekretariat Kota pematangsiantar tanggal 5 Juli 2007

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 66: 08E00193

49

eksekutif. Hak Inisiatif DPRD belum pernah digunakan sama sekali sehingga tanpa

disadari terkesan adanya budaya menunggu .

Faktor lain yang dianggap penulis mempengaruhi minimnya legislasi dalam

bidang lingkungan hidup kemungkinan bisa dilihat dari latar belakang pendidikan

dan profesi anggota legislatif saat ini. Dari 28 anggota DPRD Kota Pematangsiantar,

sebanyak 4 orang dengan pendidikan sarjana hukum, 2 orang insinyur pertanian, 4

orang sarjana bidang pendidikan, 2 orang dari Teknik (Non Lingkungan), 2 orang

sarjana sosial politik, 2 orang sarjana ekonomi, 2 orang dari keagamaan dan

selebihnya tingkat sekolah lanjutan tingkat atas dengan profesi sebelumnya adalah

wiraswasta dan pengajar di swasta.

Sumber daya manusia merupakan faktor penentu kemajuan suatu negara.

Negara yang mempunyai SDM yang berkualitas tinggi dapat menjadi negara maju

dengan rakyatnya yang makmur meskipun tidak memiliki kekayaan sumber daya

alam. Hal ini dapat dilihat melalui media elektronik seperti televisi maupun informasi

di internet, Jepang di Asia ataupun Swiss dan Belanda di Eropah sudah disebut

sebagai negara maju. Sebaliknya negara yang kaya sumber daya alamnya seperti

Indonesia masih disebut sebagai negara berkembang dan angka kemiskinan masih

tinggi yang dibuktikan dengan angka pengangguran, pemberian bantuan tunai

langsung ataupun asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin. Secara tidak langsung,

penghambat perkembangan sumber daya manusia itu sendiri bisa disebabkan faktor

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 67: 08E00193

50

lingkungan yakni pencemaran yang berdampak kepada kesehatan manusia seperti

contoh pembuangan sampah ke sungai.

Pasal-pasal selanjutnya pada peraturan Daerah ini merupakan pengaturan mengenai

larangan-larangan tentang ukuran tembok / pagar rumah dan sanksi pidana terhadap

pelanggarannya serta kewenangan penyidik pegawai negeri sipil, yang menurut

hemat penulis kurang urgen untuk dianalisis.

Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam beberapa pasalnya bersentuhan dengan

kebijakan lingkungan hidup nasional dalam administrasi perizinan.

Pasal 4 berbunyi :

(1) Kepala Daerah berwenang : a. Menerbitkan izin sepanjang persyaratan teknis dan administrasi sesuai

dengan ketentuan yang berlaku ; b. Memberikan izin atau menentukan lain dari ketentuan-ketentuan yang diatur

dalam Peraturan Daerah ini dengan mempertimbangkan ketertiban umum, keserasian lingkungan, keselamatan dan keamanan jiwa manusia setelah mendengar pendapat para ahli / badan penasehat teknis bangunan ;

c. Menghentikan atau menyegel kegiatan yang dilakukan dalam bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi yang ditetapkan sesuai dengan perizinan, sampai dengan yang bertanggung jawab atas bangunan memenuhi persyaratan yang ditetapkan ;

d. Memerintahkan untuk melakukan perbaikan terhadap bangunan atau bagian bangunan, bangunan-bangunan dan pekarangan lingkungan untuk pencegahan terhadap gangguan kesehatan dan atau keselamatan manusia / lingkungan setelah mendengar pendapat ahli / badan penasehat teknis bangunan ;

e. Memerintahkan, menyetujui atau menolak dilakukannya pembangunan, perbaikan, atau pembongkaran prasarana dan sarana lingkungan oleh pemilik bangunan / tanah.

f. Dapat menetapkan kebijakan terhadap bangunan dan atau lingkungan khusus dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dengan mempertimbangkan keserasian lingkungan dan atau keselamatan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 68: 08E00193

51

masyarakat dan atau keamanan Negara setelah mendengar pendapat para ahli / atau penasehat teknis bangunan.

(2) Kepala Daerah atau petugas yang ditunjuk menjalankan tugasnya, berwenang memasuki halaman, pekarangan dan atau bangunan dalam rangka melakukan pemeriksaan kesesuaian pelaksanaan pembangunan atau pemanfaatan bangunan sesuai dengan fungsinya.

Pengelolaan lingkungan hidup yang berhasil biasanya selalu dikaitkan dengan

pemberian izin secara efektif dan terpadu untuk mencegah terjadinya kerusakan

lingkungan dan keanekaragaman sistem perizinan dalam prosedurnya pada masing-

masing daerah membuat rumit bagi dunia usaha . Belakangan ini Pemerintah Kota

Pematangsiantar sudah memunculkan wacana untuk menyelenggarakan sistem

perizinan satu atap, untuk memudahkan dan merupakan debirokratisasi. Hal ini

sangat penting mengingat pertumbuhan ekonomi suatu daerah khususnya dalam

sektor bisnis / perdagangan tidak terlepas dari mudah tidaknya memperoleh izin.

Bentuk dari izin merupakan suatu penetapan, sehingga izin yang keliru atau tidak

cermat serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan lingkungan akan

mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan, artinya

izin merupakan instrumen penting dalam pengelolaan lingkungan hidup 42. Sampai

saat ini Ordonansi Gangguan ( HO ) masih berlaku di kota Pematangsiantar yang

berkaitan erat dengan masalah pencemaran lingkungan dimana hal-hal yang dilarang

dilakukan dalam pendirian suatu usaha yang merugikan, membahayakan atau

gangguan.

42 Rapat Koordinasi Pembangunan Pemerintah Kota Pematangsiantar di Ruang Data, bulan Mei 2007 dengan materi rapat rencana pengurusan dan penerbitan perizinan sistem satu atap ( one stop service )

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 69: 08E00193

52

Pemberian izin oleh kepala daerah dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun

2003 memasukkan kalimat yang berbunyi :”… setelah mendengar pendapat para ahli

/ badan penasehat teknis bangunan “.

Bukankah pendapat yang diharapkan adalah dari ahli lingkungan hidup ?

Keselamatan dan kesehatan manusia / lingkungan tidak semata membutuhkan

pendapat ahli bangunan saja untuk mendirikan bangunan.

Selanjutnya pada Pasal 5 mengenai perizinan yang diterbitkan oleh Kepala

Daerah dapat diberikan sepanjang maksud penerbitannya untuk memberikan jaminan

lingkungan43. Penelusuran yang dilakukan pada arsip Lembaran Daerah Kota

Pematangsiantar, hanya kedua Peraturan Daerah ini yaitu Nomor 9 Tahun 1992

tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum dan Nomor 5

Tahun 2003 tentang Retribusi Izin mendirikan Bangunan yang menyinggung secara

konkrit kebijakan penyelenggaraan pembangunan berwawasan lingkungan. Padahal

sangat ideal bila ada suatu Peraturan Daerah yang berdiri sendiri secara khusus

43 Lihat Pasal 5 Peraturan Daerah Kota pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ; kegiatan membangun atau membongkar bangunan baru memperoleh izin dari kepala daerah guna menjamin kesehatan, keamanan pemilik bangunan, ketertiban dan keselamatan masyarakat dan lingkungan serta keserasian lingkungan dan kesesuaian fungsi peruntukannya.. Persyaratan lingkungan telah dimasukkan ke dalam proses penerbitannya yaitu 1. Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandangan lalu lintas ; 2. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolahkan mengganggu atau menimbulkan

gangguan keamanan, keselamatan umum, keseimbangan / pelestarian lingkungan dan kesehatan lingkungan ;

3. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan dibangun / berada di atas sungai / saluran / selokan / parit pengairan ;

4. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan, dan untuk bangunan tertentu harus dilengkapi dengan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 70: 08E00193

53

mengatur bidang lingkungan hidup sebagai sub sistem44 yang mendukung sistem

pemerintahan. Peran aparatur juga tidak dipungkiri dapat dijadikan sebagai pelaku

lingkungan yang mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan, maksudnya

walaupun tidak ada usulan dari pihak lesgislatif untuk penyusunan ketentuan

peraturan di daerah tentang pelestarian lingkungan hidup, sangat memungkinkan

usulan itu datang dari perangkat daerah seperti Dinas Lingkungan Hidup dan

Kebersihan ataupun Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah

(BAPEDALDA). Hanya saja untuk Badan yang terakhir disebutkan belakangan, baru

disahkan kelembagaannya pada tahun 2006 yang lalu sehingga tidak dapat berbuat

sehubungan kondisi pada saat ini sumber daya manusianya sangat tidak memadai.

Kenyataan yang ada, bahwa Kota Pematangsiantar telah berhasil memperoleh

piala Adipura sebanyak enam kali dengan kriteria kota sedang, bersama-sama dengan

kota lainnya di Indonesia dengan penghargaan yang terakhir baru saja diterima

tanggal 6 Juni 2007 lalu dari Presiden Republik Indonesia di Istana Negara. Sasaran

penilaian yang dilakukan tim verifikasi / penilai dari instansi pusat adalah kebersihan

dan keindahan lokasi- lokasi yang sudah ditentukan sebelumnya.

Penting sekali apabila pemberian penghargaan yang demikian agar tetap

mempertimbangkan atau memasukkan salah satu indikator berupa administrasi

44 Otje Salman, H.R. dkk , Teori Hukum , ( Bandung ; Refika Aditama, Tahun 2004 ) hal 85 mengutip pendapat Elias M. Awad bahwa sistem itu bersifat terbuka jika berinteraksi dengan lingkungannya dan tertutup bila mengisolasikan diri dari pengaruh apapun. Sistem itu terbagi atas sub sistem dan sub sistem itu terdiri lagi dari sub sistem dan saling bergantung satu sama lainnya dan saling memerlukan sehingga mampunyai kemampuan mengatur diri sendiri (self regulation) serta memiliki tujuan dan sasaran.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 71: 08E00193

54

pemerintahan yaitu sejauh mana kebijakan yang telah dilakukan oleh setiap daerah di

bidang lingkungan hidup. Manfaat kebersihan dan keindahan merupakan lingkup

lingkungan hidup, sehingga unsur-unsurnya saling bertautan satu dengan yang

lainnya dan semuanya itu adalah terwujudnya proses interaksi dengan potensi yang

ada.

Tanggung jawab Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam upaya lingkungan,

selain Peraturan Daerah dapat dilihat juga dilihat pada tugas pokok dan fungsi pada

tata kerja dinas-dinas daerah.45 Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui

Dinas Kesehatan di daerah kabupaten dan kota, mengacu kepada visi dan misi

Indonesia Sehat 201046 mempunyai sasaran program yang akan dicapai antara lain :

1.Tersusunnya kebijakan dan peningkatan kualitas lingkungan di tingkat lokal, regional dan nasional

2.Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial, budaya masyarakat dengan memaksimalkan potensi sumber daya secara mandiri

3.Meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk memelihara lingkungan sehat

4.Meningkatnya cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih yang memenuhi kualitas bakteriologis dan sanitasi lingkungan di perkotaan dan pedesaan

5.Tercapainya pemukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan di pedesaan dan perkotaan termasuk penanganan daerah kumuh

6.Terpenuhinya syarat-syarat kesehatan di tempat-tempat umum termasuk sarana dan cara pengelolaannya

7.Terpenuhinya lingkungan sekolah dengan ruang yang memadai dan kondusif untuk menciptakan interaksi sosial dan mendukung perilaku hidup sehat

45 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 2 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah, menjelaskan juga adanya tanggung jawab dinas-dinas tertentu yang memiliki tanggung jawab dalam bidang lingkungan dan sampai saat ini belum mengalami revisi sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan , Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah. 46 Hapsara Habib Rachmat R, loc.cit hal.67

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 72: 08E00193

55

8.Terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat kerja, perkantoran dan industri termasuk bebas radiasi

9.Terpenuhinya syarat kesehatan di seluruh rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain termasuk pengelolaan limbah

10.Terlaksananya pengolahan limbah industri dan polusi udara oleh industri maupun sarana transportasi

11.Menurunnya tingkat paparan pestisida dan insektisida di lingkungan kerja pertanian dan industri serta pengawasan terhadap produk-produknya untuk keamanan konsumen

Sasaran program pembangunan kesehatan tersebut di atas menurut penulis

telah memasuki wilayah administrasi kebijakan lingkungan hidup tentang baku mutu

lingkungan dan perlindungan sumber daya buatan dan sumber daya alam non hayati

seperti pencegahan kerusakan atas pemanfaatan tanah atas penggunaan insektidida

maupun desinfektan, penanggulangan limbah, pencemaran udara dan polusi

kebisingan. Dibandingkan dengan tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup dan

Kebersihan menyangkut kebijakan lingkungan juga melakukan pengawasan terhadap

sampah cair dan padat, pengelolaan pohon-pohon pelindung seperti mahoni di

sepanjang beram jalan, pertamanan, kebersihan tempat-tempat umum dan

pencemaran lingkungan akibat proses industri dan kelestarian lingkungan hidup.

Dilihat dari segi tanggung jawab, kedua instansi ini sepertinya melakukan

kewenangan yang tumpang tindih dan belum terkoordinasi secara optimal. Melihat

keadaan yang demikian, penulis mencoba melihat sejarah terbentuknya instansi yang

membidangi lingkungan hidup ini. Pada tahun 2001 setelah digulirkannya

desentralisasi, ternyata istilah lingkungan menjadi hal yang menarik untuk

diperhatikan dengan perlunya membentuk suatu kelembagaan di daerah yang

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 73: 08E00193

56

menangani langsung lingkungan hidup. Saat itu Pemerintah Daerah memberikan

solusi agar kantor lingkungan hidup belum saatnya berdiri sendiri karena

membutuhkan biaya operasional dan waktu yang cukup, sehingga terdapat 2 pilihan

yaitu menggabungkannya dengan Dinas Kebersihan atau Dinas Kesehatan.

Kenyataan yang terjadi, pengambil keputusan menyatukannya dengan Dinas

Kebersihan dengan nomenklatur Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Kendala

yang muncul kemudian yaitu menyangkut SDM atau personalia yang memiliki

disiplin ilmu lingkungan hanya dimiliki oleh Dinas Kesehatan. Hal ini muncul ketika

adanya laporan masyarakat yang masuk ke legislatif diduga adanya pencemaran air

sungai di kawasan padat penduduk oleh limbah sebuah rumah sakit dan gilingan padi.

Pihak DPRD setempat melakukan kunjungan ke lokasi dimaksud dan segera

memanggil instansi yang berwenang. Ketika itu muncul pertanyaan, instansi manakah

yang bertanggung jawab atas pencemaran tersebut ? Akhirnya kedua instansi di atas

saling melemparkan tanggung jawab dengan alasan bahwa Dinas Kesehatan

bertanggung jawab apabila limbah itu menyangkut limbah medis sedangkan Dinas

Lingkungan Hidup menyatakan bahwa tidak memiliki SDM dengan keahlian biologi

ataupun kimia untuk menyelidiki pencemaran. Gambaran seperti ini tidak akan

pernah menyelesaikan persoalan lingkungan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Menurut informasi yang diperoleh pada saat wawancara dengan beberapa

responden di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan 47, bahwa istilah limbah

47 Wawancara dengan Ir. Robert , Kasi Tempat Pembuangan Akhir pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pematangsiantar, tanggal 10 Juli 2007

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 74: 08E00193

57

selama ini hanya dikaitkan dengan pengelolaan sampah dan kelestarian lingkungan

merupakan persoalan keindahan dan pertamanan. Perspektif demikian menunjukan

betapa kurangnya pemahaman aparatur tentang pembangunan berkelanjutan

(sustainability development). Pada tahun 2006, telah dibentuk Badan Pengendalian

Dampak Lingkungan Daerah Kota Pematangsiantar dimana tugas pokoknya akan

diurai lebih lanjut terhadap konteks kebijakan lingkungan.

Fungsi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota

Pematangsiantar sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 yaitu 48:

Dalam melaksanakan tugas, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Daerah mempunyai fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis dalam lingkup pengendalian dampak lingkungan daerah ;

b. Pelayanan penunjang penyelenggaraan pengendalian dampak lingkungan daerah ; c. Perumusan kebijakan operasional pencegahan dan penanggulangan pencemaran,

kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan d. Pengembangan program kelembagaan dan peningkatan kualitas dan kapasitas

serta pengendalian dampak lingkungan e. Pembinaan dan pengendalian teknis analisis mengenai dampak lingkungan f. Pengawasan pengendalian teknis analisis mengenai dampak lingkungan Dari ketentuan tersebut di atas, penulis perlu menjabarkan kembali fungsi-

fungsi tersebut ke dalam tugas pokok dan fungsi masing-masing tingkatan

adminstrasi.

Fungsi yang pertama yaitu menyangkut penyusunan kebijakan teknis dalam

lingkup pengendalian dampak lingkungan daerah hampir sama dengan fungsi yang

48 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 75: 08E00193

58

ketiga yaitu perumusan kebijakan operasional pencegahan dan penanggulangan

pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan. Perbedaan

hanya penggunaan istilah teknis dan operasional, padahal keduanya tidak terlepas

satu dengan yang lainnya dalam perumusan kebijakan atau biasa disebut sebagai

teknis operasional, atau dengan pendapat lain yakni apakah kebijakan operasional

bisa terlaksana apabila secara teknis kebijakan belum tersusun.

Selanjutnya pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan dan

pemulihan kualitas merupakan lingkup pengendalian dampak lingkungan, artinya

fungsi ketiga dan kedua merupakan bagian dari fungsi pertama.

Fungsi keempat dan kelima merupakan tindak lanjut dari penyusunan

kebijakan baik pembinaan dan pengendalian maupun bentuk pengawasannya yang

menyangkut analisis mengenai dampak lingkungan.

Kelima fungsi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota

Pematangsiantar hanya menyangkut pengendalian akibat dampak lingkungan.

Sebagaimana diketahui bahwa analisis mengenai dampak lingkungan atau sering

disebut dengan Amdal, hanya dibicarakan apabila adanya suatu rencana kegiatan /

dan atau usaha yang wajib Amdal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Akhirnya, keberadaan Bappedalda ini nantinya hanya lebih bersifat menunggu

pembangunan / proyek yang dikenakan wajib Amdal dan juga menyusun kebijakan

dan penerapan sanksi apabila terjadinya penyimpangan.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 76: 08E00193

59

Kenyataan menunjukkan bahwa izin mendirikan bangunan terus saja

diterbitkan karena rekomendasi dari Bapedalda tidak menjadi persyaratan yang

diminta untuk penerbitan izin. Hal ini terjadi disebabkan faktor SDM yang tidak

memadai dalam arti ketidaksiapan itu justru dari pihak pemerintah daerah sendiri

bukan di pihak pemrakarsa.

Analisis mengenai dampak lingkungan dapat dikategorikan sebagai bentuk

studi, sehingga studi yang baik akan dihasilkan oleh tim yang baik pula. Baik atau

buruknya suatu tim tergantung bagaimana cara menyusun dan mengelolanya karena

terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang saling terpadu ( integrated ) 49.

Menurut keahliannya tim Amdal mencakup 3 bidang keahlian pokok, yaitu 50:

a. Bidang lingkungan fisika atau geofisik dan kimia

b. Bidang lingkungan biologis

c. Bidang sosial ekonomi dan sosial budaya atau bidang sosial

Sebaiknya pemerintah juga memiliki pegwaia dengan keahlian yang memadai, karena

Analisa Dampak Lingkungan ( Andal ) mempunyai manfaat yang menguntungkan

antara lain 51:

a. Untuk mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tersebut tidak

rusak (khusus sumber daya alam yang dapat diperbaharui) ;

b. Mencegah rusaknya sumber daya alam lain yang berada di luar lokasi proyek baik

yang diolah proyek lain, diolah masyarakat ataupun yang belum diolah ;

49 Gunarwan Suratmo F , Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2004 ) hal 52 50 Ibid hal 53 51 Ibid hal 20

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 77: 08E00193

60

c. Menghindarkan perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaranair,

pencemaran udara, kebisingan dan lain sebagainya sehingga tidak menggangu

kesehatan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat ;

d. Menghindarkan pertentangan-pertentangan yang mungkin timbul khususnya

dengan masyarakat dan proyek-proyek lain ;

e. Sesuai dengan rencana pembangunan daerah, nasional ataupun internasional serta

tidak mengganggu proyek lain ;

f. Menjamin manfaat yang jelas bagi masyarakat umum ;

g. Sebagai alat pengambil keputusan pemerintah ;

Sebagaimana telah dijelaskan pada awal penulisan pada bab ini, bahwa

berbagai kebijakan lingkungan hidup nasional setidak-tidaknya telah dilaksanakan

secara perlahan dan bertahap di daerah mengingat Undang-Undang Pengelolaan

Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 telah berjalan selama 2 tahun dengan

diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah

dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Kelemahan Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam merumuskan kebijakan

lingkungan hidup terutama pada faktor sumber daya manusianya dimana rekruitmen

tenaga untuk mengisi posisi tersebut selama 2 kali penyelenggaraan pengadaan

formasi sepertinya terlupakan.

Kondisi lain yang tidak kalah penting yaitu terlambatnya pembentukan

organisasi atau kelembagaan pemerintah yang secara khusus menangani persoalan

lingkungan secara holistik seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.

Sebelum terbentuknya Bapedalda, koordinasi lembaga yang ada juga tidak optimal,

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 78: 08E00193

61

disamping rendahnya dan atau minimnya pengetahuan yang dimiliki aparatur di

bidang lingkungan terhadap isu lingkungan yang bersifat universal, yang pada

gilirannya Indonesia secara umum akan tertinggal atau bisa saja dianggap kurang

kooperatif dalam antisipasi persoalan-persoalan lingkungan seperti perubahan iklim

atau pemanasan global sebagaimana dalam beberapa kali pertemuan masyarakat

internasional. Hal ini tidak akan terjadi berlarut-larut seandainya dibuka sebuah

forum kerja sama antar daerah (FKSAD) tentang lingkungan hidup yang langsung

dikoordinir oleh Pemerintah Propinsi, agar tercipta suatu keseragaman di daerah

dalam pengelolaan lingkungan hidupnya.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 79: 08E00193

62

BAB III

PENGELOLAAN PENATAAN RUANG PADA PEMERINTAH

KOTA PEMATANGSIANTAR

A. Hukum Tata Ruang

Hukum adalah sebuah entitas sangat kompleks, meliputi kemasyarakatan yang

majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase.47 Berangkat dari masalah

yang kompleksitas tersebut, hukum senantiasa tiada hentinya menarik perhatian dan

menjadi wacana yang sering diperdebatkan di semua kalangan. Hukum yang

terbentuk tidak terlepas dari keinginan politik atau setidak-tidaknya suatu proses

politik (law as a product of political process). Di Indonesia, politik dimaksud

diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang

akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di

masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.

Mengkaji ilmu hukum bisa dibagikan ke dalam 2 kategori yang berbeda.

Pertama, sebagai studi normatif yang objeknya adalah hukum yang dikonsepsikan

sebagai sistem kumpulan norma-norma positif di dalam kehidupan masyarakat.

47 Hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, teknologi, keagamaan dan sebagainya), dibentuk dan iktu membentuk tatanan masyarakat, bentuknya ditentukan oleh masyarakat dengan berbagai sifatnya, namun sekaligus ikut menentukan sifat masyarakat itu sendiri. Bernard Arief Sidharta, Refleksi Struktur Ilmu Hukum ; Sebuah Penelitian tentang Fondasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1999) hal.116

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 80: 08E00193

63

Kajian yang dilakukan adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah hukum yang

bagaimana seharusnya berlaku dan sebaliknya.

Kedua, ilmu hukum bisa dilihat sebagai studi keilmuan yang bermaksud menyingkap

dan mencari kebenaran dan bermaksud menjelaskan (explanation) atau membangun

teori (theory building)48.

Berbicara mengenai hukum tata ruang merupakan lingkup struktural

pengelolaan atau kebijakan pemanfaatan wadah yang diwujudkan melalui proses

penyelenggaraan administrasi atau ketatausahaan negara dengan kategori normatif.

Hukum tata negara dalam arti luas atau hukum negara termasuk di dalamnya hukum

tata usaha atau tata pemerintahan (administratief recht). Secara sempit dapat

dikatakan sebagai hukum tata negara yang berlaku pada waktu tertentu / hukum

positif.

Pendekatan yang dipergunakan dalam mempelajari hukum tata negara sebagai

berikut :

a. Pendekatan Yuridis Formil, berupa pendekatan berdasarkan azas-azas hukum

yang mendasari ketentuan-ketentuan / peraturan, misalnya setiap peraturan tidak

diperbolehkan menyimpang dari UUD 1945 ;

b. Pendekatan Filosofis, yaitu berdasarkan Pancasila sebagai nilai-nilai luhur dalam

peri kehidupan bangsa Indonesia ;

48 FX Adji Samekto, Studi Hukum Kritis kritik terhadap Hukum Modern, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005) hal.v

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 81: 08E00193

64

c. Pendekatan sosiologis, yakni pendekatan dari hubungan sosial / masyarakat

sehingga peraturan yang diterbitkan merupakan keputusan yang bersifat politis ;

d. Pendekatan Historis, merupakan pendekatan dengan melihat sejarah

diterbitkannya peraturan termasuk era pembuatannya.

Selanjutnya di era reformasi, sistem peraturan perundang-undangan kita telah

diperbaharui melalui sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2000 dengan

menetapkan Ketetapan No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan

peraturan perundang-undangan49.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menentukan jenis dan hierarkhi

peraturan perundang-undangan meliputi50 :

1. Undang Undang Dasar 1945 ;

2. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) ;

3. Peraturan Pemerintah (PP) ;

4. Peraturan Presiden ;

5. Peraturan Daerah.

49 www.mahkamahkonstitusi.go.id, Jimly Asshiddiqie ;Tata Urutan Perundang-undangan dan Problem Peraturan Daerah ‘ disebutkan bahwa Pasal 2 ditentukan bahwa tata urutan perundang-undangan di Indonesia adalah : a. Undang-Undang Dasar 1945 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat c. Undang-Undang d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang e. Peraturan Pemerintah f. Keputusan Menteri g. Peraturan Daerah 50 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang-undangan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 82: 08E00193

65

Pada ayat (2) menentukan Peraturan Daerah meliputi :

1. Peraturan Daerah Propinsi yang dibuat oleh DPRD Propinsi bersama Gubernur ;

2. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota yang dibuat DPRD Kabupaten / Kota

bersama Bupati / Walikota ;

3. Peraturan Desa dan setingkat dibuat oleh Badan Perwalian Desa atau nama

lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Lahirnya sebuah produk peraturan perundang-undangan yang dogmatik tetap

mengacu kepada pendekatan-pendekatan sebagaimana disebutkan di atas, dan

demikian halnya peraturan yang lebih rendah harus menjiwai peraturan yang lebih

tinggi.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan

konsep pendekatan filosofis Pancasila sebagaimana termaktub dalam konsideran

menimbang. 51 Peraturan pelaksanaannya dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan

Menteri maupun Peraturan Daerah akan menyesuaikan, artinya beberapa ketentuan

yang ada masih dipergunakan sampai batas waktu yang disyaratkan selama 1 tahun 6

51 Dalam konsideran menimbang bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan dan di udara perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional di samping pengaturan pemanfaatan ruang belum menampung tuntutan perkembangan pembangunan, ( Lihat Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ).loc.cit

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 83: 08E00193

66

bulan untuk Peraturan Pemerintah, 5 tahun untuk Peraturan Presiden dan 2 tahun

untuk Peraturan Daerah.

Perubahan yang mendasar antara Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 dengan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 antara lain dengan dimasukkannya beberapa

pengertian dalam ketentuan umum yaitu struktur ruang, pola ruang, penyelenggaraan

penataan ruang, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengaturan penataan ruang,

pembinaan penataan ruang, pelaksanaan penataan ruang, pengawasan penataaan

ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, wilayah, sistem

wilayah, sistem internal perkotaan, kawasan agropolitan, kawasan metropolitan,

kawasan megapolitan, kawasan strategis, propinsi dan kabupaten / kota, ruang

terbuka hijau, izin pemanfaatan ruang, orang dan menteri.

Pada prinsipnya Undang-Undang tersebut di atas dijadikan sebagai rujukan bagi

ketentuan di bawahnya dalam pengaturan rancana tata ruang wilayah di setiap daerah

sesuai kewenangan yang dimiliki.

B. Penataan Ruang Dalam Perundang-undangan Nasional

Sebelum membahas pengelolaan tata ruang di kota Pematangsiantar, terlebih

dulu dijelaskan beberapa pengertian yuridis yang juga berupa kebijakan nasional

dalam penataan ruang.

Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang. Tata ruang sendiri adalah wujud struktural dan pola

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 84: 08E00193

67

pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. Hampir sejalan dengan

kebijakan lingkungan hidup, penataan ruang juga dilaksanakan bagi semua

kepentingan secara terpadu, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dengan aspek

keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum sehingga tujuan penataan

ruang dapat tercapai.52 Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ruang

dalam pembahasan di sini hanya dibatasi pada ruang daratan saja, karena kota

Pematangsiantar tidak memiliki wilayah laut sedangkan pengaturan mengenai

wilayah udara sendiri sampai saat ini belum ada peraturan daerah yang dapat

dijadikan sebagai bahan perbandingan.

Penataan ruang yang dibahas dan dianalisis di sini adalah menyangkut

perencanaan, pemanfaatan, pengendalian tata ruang yang digariskan oleh Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah Nomor 47

tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; Keputusan Menteri

Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 / KPTS / M / 2002 tentang Penetapan

52 Penataan ruang bertujuan : a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan

Nusantara dan Ketahanan Nasional ; b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya ; c. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :

1. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera 2. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan

dengan memperhatikan sumber daya manusia 3. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna,

berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia 4. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negative

terhadap lingkungan 5. mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan ( UU Nomor 24 tahun 1992, Pasal 3 bandingkan dengan UU Nomor 26 tahun 2007 Pasal 5) loc.cit

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 85: 08E00193

68

Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang selanjutnya akan dibandingkan

terhadap implementasinya pada Pemerintah Kota Pematangsiantar.

1. Perencanaan Tata Ruang

Undang-Undang tentang Penataan Ruang menyebutkan :

(1) Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Rencana tata ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan sesuai dengan jenis perencanaan secara berkala

(3) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan tata ruang sebagaaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24 ayat (3).

(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau penyempurnaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Ketentuan tersebut di atas menyangkut proses penyusunan dan penyempurnaan

rencana tata ruang, yang disebabkan adanya berbagai kebutuhan yang bersifat

dinamis, terarah dan terpadu mulai dari tingkat Nasional, Propinsi dan Kabupaten

Kota. Langkah-langkah kegiatan yang ditempuh berupa :

a. menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi,

sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi

pertahanan keamanan ;

b. mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu

wilayah perencanaan ;

c. perumusan perencanaan tata ruang ;

d. penetapan tata ruang.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 86: 08E00193

69

Selanjutnya pertimbangan perencanaannya dengan memperhatikan keserasian,

keselarasan, dan keseimbangan fungsi budi daya dan fungsi lindung, dimensi waktu,

teknologi, sosial budaya serta fungsi pertahanan dan keamanan dan aspek

pengelolaan terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta

kualitas ruang. Perencanaan tata ruang juga mencakup perencanaan struktur dan pola

pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan

tata guna sumber daya alam lainnya. Khusus yang mengatur tentang tata ruang yang

berkaitan dengan fungsi pertahanan keamanan sebagai sub sistem perencanaan tata

ruang, penyusunannya diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Pada Penjelasan Undang-Undang tersebut juga dinyatakan :

Rencana tata ruang disusun dengan perspektif menuju keadaan pada masa depan yang diharapkan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan tiap sektor. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan secara berkala. Peninjauan kembali sebagaimana tersebut di atas bukan berarti penyusunan rencana baru secara totalitas dan hanya dapat dilakukan atas dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) pasal ini. Jadi perencanaan dibedakan menurut hirearkhi administrasi pemerintahan, kedalaman rencana dan fungsi wilayah serta kawasan. Peninjauan kembali yang berakibat kepada penyempurnaan rencana tata ruang, maka hak orang harus dilindungi.53

Pengertian menghormati hak yang dimiliki oleh orang lain adalah suatu

pengertian yang mengandung arti menghargai, menjunjung tinggi, mengakui, dan

menaati peraturan yang berlaku terhadap hak yang dimiliki orang. Hak di sini adalah

53 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007; loc.cit

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 87: 08E00193

70

segala kepentingan hukum yang diperoleh atau dimiliki peraturan perundang-

undangan, hukum adapt, atau kebiasaan yang berlaku. Sebagai contoh adalah hak

kepemilikan atau penguasaan atas tanah yang diakui oleh UU Nomor 5 tahun 1960

tentang Undang-Undang Pokok Agraria.

Struktur pemanfaatan ruang itu sendiri dimaksudkan sebagai komponen

lingkungan alam hayati, non hayati, buatan, dan lingkungan sosial yang secara

hierarkhis dan fungsional berhubungan satu sama lain. Sedangkan pola

pemanfaatannya merupakan bentuk hubungan antar berbagai aspek sumber daya

manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, budaya, ekonomi, teknologi,

informasi, administrasi, pertahanan dan keamanan, fungsi lindung, budi daya, dan

estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu yang merupakan satu kesatuan

menyeluruh serta berkualitas membentuk tata ruang.

Kedua hal tersebut, baik struktur dan pola merupakan kegiatan perencanaan

tata ruang yang hasilnya menitik beratkan pada pemukiman, pelayanan barang dan

jasa yang didukung oleh sarana dan prasarana seperti jaringan transportasi dan

jaringan utilitas.54

2. Pemanfaatan Tata Ruang

Pada prinsipnya, dalam penyusunan ataupun penyempurnaan rencana tata

ruang suatu daerah tetap memperhatikan segi kemanfaatannya sesuai dengan

54 Jaringan utilitas seperti air bersih, air kotor, pengaturan air hujan, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan listrik dan system pengelolaan sampah, ( Penjelasan Pasal 14 UU Nomor 24 tahun 1992 )

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 88: 08E00193

71

spesifikasi daerah (local specific) dan kebutuhannya (local need). Hal ini dianggap

sebagai sesuatu yang tidak boleh tidak diperhatikan dengan maksud rencana tata

ruang tidak dengan mudah sekali mengalami perubahan atau lebih pragmatis. Faktor-

faktor yang diperhatikan dalam pemanfaatan ruang berupa pembiayaan dan jangka

waktu. Rangkaian program pelaksanaan pembangunan sangat mempengaruhi

pemanfaatan ruang dan juga rencana waktu termasuk mobilisasi, prioritas dan alokasi

pendanaannya. Keadaan yang demikian persiapan program harus matang, bertahap

dan terukur, karena sangat memungkinkan apabila pemanfaatan ruang juga dilakukan

oleh masyarakat.

Pengelolaan berarti juga penatagunaan, di dalamnya ada penguasaan,

penggunaan dan pemanfaatan yang terkondisi melalui lembaga yang ada sesuai

bidang penatagunaan masing-masing agar memberikan kepada kepentingan

masyarakat secara adil. Adanya pengaturan insentif yang bertujuan untuk

memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata

ruang.

Insentif dimaksud bisa berupa kemudahan-kemudahan antara lain 55 : a. bidang ekonomi, yaitu memberikan kompensasi, imbalan maupun tata cara

pengelolaan sewa ruang ; b. bidang fisik, melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti

jalan, listrik, air minum, telepon dan sebagainya untuk pengembangan kawasan. Selain itu, juga dikenal istilah disinsentif yakni pengaturan yang bertujuan untuk membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana kawasan ruang dengan melakukan pengenaan pajak yang tinggi atau tidak menyediakan sarana dan prasarana. Pelaksanaan kedua perangkat tersebut yaitu insentif dan disinsentif tidak boleh mengurangi hak penduduk sebagai warga negara 55 Lihat Penjelasan Undang-Undang tentang Penataan Ruang, loc.cit

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 89: 08E00193

72

yang meliputi pengaturan harkat dan martabat yang sama, hak memperoleh dan mempertahankan ruang hidupnya.

3. PENGENDALIAN TATA RUANG

Perangkat pengendalian tata ruang dimuat pada ketentuan ini yang berbunyi:

”Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan

penertiban terhadap pemanfaatan ruang.”

Bentuk-bentuk pengawasan terhadap pemanfaatan ruang tersebut

diselenggarakan dengan pelaporan, pemantauan dan evaluasi termasuk penjatuhan

sanksi56. Pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang perlu dilakukan

pengendalian melalui pengawasan dan penertibannya.57

Kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah dalam penataan

ruangnya termasuk pengawasan dan penertiban adalah tepat dan sejalan dengan

pembagian urusan pemerintahan. Hal yang dikecualikan dalam penyerahan urusan

yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional

56 Bentuk pelaporan adalah berupa kegiatan memberi informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, bentuk pemantauan adalah usaha atau perbuatan mengamati, mengawasi, dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, bentuk evaluasi adalah usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang, serta sanksi adalah sanksi adminitrasi, sanksi perdata dan sanksi pidana yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena Undang-Undang ini tidak memuat pasal tentang ketentuan pidana,Ibid 57 Pengawasan adalah usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, sedangkan penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. Pada daerah Kabupaten / Kota, penyelenggaraan pemanfaatan ruang meliputi juga mekanisme pemberian izin. Tindakan penertiban dilakukan dengan melalui pemeriksaan dan penyidikan atas semua pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 90: 08E00193

73

serta agama. Meskipun demikian bahwa keserasian hubungan susunan pemerintahan

harus tetap diperhatikan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.

Pada Pasal 14 ayat (1) butir b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah disebutkan :” Urusan wajib yang menjadi kewenangan

Pemerintah Daerah untuk Kabupaten / Kota merupakan urusan yang berskala

Kabupaten / Kota meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.”

4. Manfaat dan Struktur Ruang Nasional

Untuk mewujudkan tujuan nasional, pemanfaatan ruang ditetapkan adanya

strategi dan arah kebijakan pengembangan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional.

Strategi dimaksud meliputi strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan

kawasan lindung, kawasan budi daya dan kawasan tertentu. Secara nasional, pola

pemanfaatan ruang wilayah menggambarkan sebaran kawasan lindung dan budi

daya58.

Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional :

(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi : a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya ; b. kawasan perlindungan setempat ; c. kawasan suaka alam ; d. kawasan pelestarian alam ; e. kawasan cagar budaya ; f. kawasan rawan bencana alam ; g. kawasan lindung lainnya.

58 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 91: 08E00193

74

(2) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. kawasan hutan lindung ; b. kawasan bergambut ; c. kawasan resapan air.

(3) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana pada ayat (1) huruf b meliputi :

a. sempadan pantai ; b. sempadan sungai ; c. kawasan sekitar danau ; d. kawasan sekitar mata air ; e. kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota.

(4) kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :

a. cagar alam ; b. suaka margasatwa.

(5) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d

meliputi: a. taman nasional ; b. taman hutan raya ; c. taman wisata alam ;

(6) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak

terbagi lagi dalam kawasan lebih kecil. (7) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f

meliputi antara lain kawasan rawan letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor, serta gelombang pasang dan banjir.

(8) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 91) huruf g

meliputi: a. taman buru ; b. cagar biosfir ; c. kawasan pengungsian satwa ; d. kawasan pantai berhutan bakau.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 92: 08E00193

75

Sedangkan yang dikelompokkan ke dalam kawasan budi daya menurut Pasal

11 Peraturan Pemerintah tersebut meliputi ;

a. kawasan hutan produksi ; b. kawasan hutan rakyat ; c. kawasan pertanian ; d. kawasan pertambangan ; e. kawasan peruntukan industri ; f. kawasan pengungsian satwa ; g.kawasan pemukiman. Selanjutnya, masing-masing kawasan tersebut diuraikan lagi lebih mendetail dalam

ayat berikutnya sehingga tidak ada suatu bentuk kerancuan dalam implementasi dan

dalam interpretasinya.

Pembagian kawasan hutan produksi meliputi :

a. kawasan hutan produksi terbatas ;

b. kawasan hutan produksi tetap ;

c. kawasan hutan yang dapat dikonversi.

Berikut ini merupakan pembagian kawasan-kawasan sebagaimana

dimaksudkan dalam klasifikasinya yaitu 59;

1.Kawasan pertanian meliputi, kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan tanaman tahunan / perkebunan, kawasan pertenakan,dan kawasan perikanan.

2.Kawasan pertambangan meliputi, bahan-bahan galian yang dibagi atas 3 golongan, yaitu golongan bahan galian strategis, golongan bahan galian vital dan golongan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan di atas.

3.Kawasan peruntukan industri meliputi tanah yag diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah.

4.Kawasan pariwisata meliputi kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

59 Lihat Pasal 17, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 93: 08E00193

76

5.Kawasan pemukiman meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal.

Upaya pembangunan nasional harus terus ditingkatkan melalui perencanaan,

pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang lebih baik agar seluruh pikiran dan

sumber daya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Pembangunan

juga dilakukan dengan menitik beratkan pada salah satu bidang yaitu ekonomi

dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusia agar saling mendorong,

memperkuat, terkait dan terpadu.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa struktur ruang wilayah nasional disusun berdasarkan arahan pengembangan terhadap sistem pemukiman, jaringan transportasi, jaringan kelistrikan, jaringan telekomunikasi, prasarana dan sarana air baku yang semuanya dilakukan secara nasional dengan sudut pandang wilayah keasatuan dalam wawasan nusantara dan ketahanan nasional. 60

Arah pengembangan pemukiman dimaksudkan sebagai pusat pelayanan

ekonomi, pelayanan pemerintah maupun pelayanan jasa di daerah tersebut maupun

sekitarnya. Pemukiman-pemukiman itu meliputi pusat-pusat pemukiman perkotaan

maupun pedesaan sesuai dengan fungsi masing-masing termasuk di dalamnya

melayani usaha dan atau kegiatan sehingga dapat mempercepat peningkatan daerah

itu.

Penjelasan Pasal 15 Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 bahwa

pembangunan jaringan transportasi baik darat, air dan udara yang menghubungkan

antar daerah yang pada akhirnya menciptakan sistem tersendiri di bidang transportasi. 60 Lihat Pasal 3, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 94: 08E00193

77

Pengembangan energi juga merupakan penunjang kegiatan sosial, ekonomi,

pertahanan dan keamanan dalam menggerakkan dinamika pembangunan serta tidak

dapat terpisahkan dengan jaringan telekomunikasi.

C. Penataan Ruang Dalam Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar

Peraturan pelaksanaan penataan ruang di Kota Pematangsiantar diatur dalam

Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar Tahun 2002 – 2011 yang mulai berlaku sejak

tanggal 19 Maret 2003.

Beberapa lingkup kebijakan yang diatur antara lain kebijakan pengembangan

tata ruang, konsep pembangunan, azas perencanaan tata ruang, strategi

pengembangan, arahan pemanfaatan ruang, rencana struktur tata ruang wilayah,

rencana distribusi penduduk, rencana pola pemanfaatan ruang kota, kawasan

permukiman, kawasan industri, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan

jasa, pelayanan umum, kawasan lindung, kawasan pariwisata, rencana jaringan

transportasi, rencana distribusi fasilitas, rencana jaringan utilitas, rencana pengaturan

bangunan, indikasi program, prioritas dan pembiayaan pembangunan dan peran serta

masyarakat. Kebijakan tersebut di atas selanjutnya akan diuraikan sehingga diperoleh

gambaran pelaksanaan pengelolaan tata ruang di Kota Pematangsiantar dan

membandingkannya dengan kebijakan nasional.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 95: 08E00193

78

1. Kebijakan Pengembangan Tata Ruang

Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003

menentukan kebijakan dasar pengembangan tata ruang dengan meletakkan

pengembangan di wilayahnya sampai dengan hinterland.61 Pengembangan ini

didasarkan juga kepada konsep pembangunannya dalam pemanfaatan ruang yakni

konsep unit lingkungan. Bagaimana maksud konsep unit lingkungan ini tidak

dijabarkan dalam penjelasan peraturan daerah ini.

Setiap penetapan pusat-pusat pengembangan, misalnya pusat kota atau sub

pusat kota atau juga dalam pengembangan industri, tidak dimaksudkan untuk

membatasi layanan cakupannya kota semata tetapi juga menghiraukan layanan bagi

wilayah luar kota. Pada perencanaan pusat-pusat pengembangan tersebut, selain

lokasi mudah dijangkau juga perlu perencanaan tata letak dan tata hubungan antar

kegiatan yang efisien dan kompak, untuk itu perlu rencana tata letak bagi setiap 61 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003 Pasal 5 berbunyi : Kebijakan dasar pengembangan tata ruang ditentukan sebagai berikut : a. Penentuan pusat-pusat pengembangan harus mampu mendukung terwujudnya spread effect/trickle

down effect ke wilayah buritan. Pusat-pusat pengembangan harus mampu melayani kebutuhan penduduk di wilayah pengembangannya ;

b. Penentuan pusat-pusat pelayanan akan ditentukan berdasarkan efisiensi pelayanan pusat-pusat pengembangan ;

c. Wilayah pengembangan pusat-pusat pelayanan diusahakan merupakan wilayah pengembangan yang utuh dan mencakup kawasan budi daya dan lindung ;

d. Struktur ruang yang direncanakan harus mampu mendukung penduduk yang bermukim di lokasi setempat dan menjamin kelancaran interaksi antar wilayah terutama kegiatan produksi dan interaksi sosial ;

e. Penentuan kawasan lindung mengikuti kriteria-kriteria alam sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku ;

f. Distribusi fasilitas dan prasarana wilayah dilakukan secara merata sesuai dengan kebutuhan setiap wilayah ;

g. Pengembangan sistem transportasi diutamakan untuk peningkatan ekonomi wilayah dan diarahklan terutama pada daerah-daerah kantong produksi, pusat-pusat permukiman dan membuka wilayah serta meningkatkan aksebilitas internal dan eksternal sehingga keseimbangan pembangunan dapat ditingkatkan.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 96: 08E00193

79

prakarsa pengembangan pusat layanan kota. Setiap prakarsa pengembangan

mencakup luas lebih dari 200 ha, maka perlu unsur-unsur pelestarian lingkungan dan

tidak selalu berada dalam kawasan yang direncanakan tetapi bisa juga berada di luar

kawasan apabila terkait dengan kawasan yang dikembangkan. Prakarsa dimaksud

tidak boleh mengganggu atau mengurangi kelancaran mobilitas penduduk dan barang

namun justru sebaliknya dapat meningkatkan mobilitasnya. Pada pendistribuasian

fasilitas dan sarana yang merata bukan berarti semua daerah sama tetapi didasarkan

kepada kebutuhan ataupun proporsionalitas. Pengembangan dan pemerataan ke setiap

arah berarti memprioritaskan kawasan-kawasan yang belum berkembang sehingga

tercipta intensitas pembangunan yang merata dan seimbang.

Merencanakan tata ruang dalam Pasal 7 Peraturan Daerah ini menggunakan asas-asas

yang meliputi 62:

a. Kawasan lingkungan hidup yang manusiawi, yaitu suatu lingkungan yang memiliki kenyamanan, tenang, aman, menyenangkan, hubungan kekerabatan yang erat dan bersahabat ;

b. Tingkat kemudahan, yaitu suatu lingkungan yang mudah pencapaiannya ; c. Alokasi ruang yang terstruktur, yaitu suatu lingkungan yang tidak terlalu padat

dengan alokasi penyediaan prasarana dan sarana sesuai dengan tingkat kepadatannya;

d. Kesesuaian fisik, yaitu suatu lingkungan yang terbentuk sesuai dengan topografi kawasan.

Asas-asas perencanaan tata ruang tersebut lebih tepat sebagai kondisi yang

diharapkan pada wujud dari perencanaan dan bukan principle atau beginsel sehingga

apabila tidak terwujud tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi terhadap peraturan

62 Lihat Pasal 7, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 97: 08E00193

80

daerah ini. Kawasan lingkungan yang sedemikian pada butir a sampai dengan d

merupakan keinginan yang ideal atau sesuatu yang positif dari perencanaan tata

ruang.

Selanjutnya dalam Pasal 8 disebutkan bahwa strategi pengembangan tata ruang yang dilakukan berupa pengendalian pertumbuhan pembangunan yang seimbang antar kawasan dalam kota, penyediaan prasarana yang menjamin mobilitas penduduk secara efisien, peningkatan fungsi prasarana kota agar lebih fungsional sebagai penunjang ekonomi kota, penetapan kawasan budidaya sesuai dengan kondisi lokasi untuk dimanfaatkan sebagai fungsi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, penetapan kawasan lindung sesuai dengan kondisi lokasi untuk pelestarian alam, mengendalikan kegiatan-kegiatan budidaya yang terlanjur berada di kawasan lindung serta pengendalian terhadap kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan terutama di sekitar hulu daerah aliran sungai 63.

Melihat strategi tersebut diperkirakan sebenarnya membutuhkan waktu yang

cukup lama, mengingat penetapan kawasan-kawasan tertentu seperti kawasan

budidaya atau lindung belum ditetapkan sehingga perangkat daerah yang digunakan

untuk pengendalian lingkungan menjadi tidak efisien.

Hal lainnya seperti pengendalian pertumbuhan pembangunan yang seimbang

antar kawasan dalam kota serta penyediaan prasarana yang menjamin mobilitas

penduduk lebih efisien akan mengalami kendala karena terlalu mudahnya izin

diterbitkan dalam pemanfaatan ruang khususnya terhadap rencana usaha atau

kegiatan yang wajib Amdal ataupun dokumen UPL dan UKL, yang tentunya

Pemerintah Kota Pematangsiantar akan menghadapi masalah baru untuk masa

mendatang.

63 Lihat Pasal 8, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 98: 08E00193

81

Pada Pasal 9 Peraturan Daerah ini, arah pemanfaatan ruang adalah melakukan pengamanan daerah aliran sungai (DAS) di kawasan permukiman yakni batas sempadan sungai dengan lebar 10 meter sampai dengan 15 meter di kiri kanan sungai, pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dengan daya dukung lingkungan dan menghindarkan konflik antar kegiatan dan sektor, pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan di lokasi-lokasi tertentu sehingga mampu menunjang fungsi layanan daerah-daerah buritan yang berada di luar kawasan kota serta pengembangan prasarana dan sarana kota yang menunjang struktur kota yang diinginkan serta pertumbuhan ekonomi kota 64. Berdasarkan pengamatan langsung penulis terhadap obyek-obyek tersebut dan

sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masyarakat yang bermukim di

sepanjang daerah aliran sungai berada pada 3 sampai dengan 5 meter dari sempadan

sungai, bahkan dijumpai beberapa warga di sana adalah pejabat di pemerintahan

bahkan keadaan bangunan pada umumnya sudah berbentuk permanen. Meskipun

peraturan daerah juga memiliki sanksi pidana tetapi sangat kesulitan untuk

penegakannya, hal ini disebabkan adanya benturan antara hak azasi manusia yakni

warga telah puluhan tahun telah mendirikan rumah tanpa adanya larangan oleh

pemerintahan terdahulu sebelum diterbitkannya berbagai ketentuan peraturan

perundang-undangan tentang penataan ruang.

Pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan juga hanya sebatas wacana, hal

ini terlihat dengan Perda Nomor 5 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Wilayah

Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar juga telah mengatur tentang pusat-pusat

pelayanan sampai dengan diberlakukannya Perda Nomor 7 Tahun 2003 ini, tidak ada

diperoleh data yang menunjukkan telah dilakukan penyusunan pengembangan sistem

dimaksud. Walaupun peraturan daerah ini digunakan untuk mengatur rencana- 64 Lihat Pasal 9, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 99: 08E00193

82

rencana yang lebih rinci, perumusan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang,

mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan dalam kota

dan daerah berbatasan dan pengarahan lokasi investasi perlu juga menerbitkan

kebijakan yang mengatur sistem pengembangan kota sehingga perubahan-perubahan

kawasan tidak harus merubah peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah

agar produk perundang-undangan lebih tahan uji.

Kota Pematangsiantar memiliki struktur ruang sebagai berikut 65 :

a. Pusat Kota ( pusat pelayanan utama ) yang berfungsi dan berperan dalam melayani kebutuhan seluruh kota dan daerah sekitar kota ( wilayah buritan ) ;

b. Pusat Bagian Wilayah Kota ( sub pusat pelayanan ) yaitu pusat pelayanan yang berfungsi dan berperan melayani kebutuhan penduduk bagian wilayah kota ;

c. Pusat Lingkungan, yaitu pusat pelayanan lingkungan kecil yang berfungsi melayani kebutuhan masyarakat dalam lingkungannya sendiri untuk kebutuhan sehari-hari.

Bagaimana fungsi dan peran pelayanan kebutuhan pusat kota dan apa yang

dimaksudkan dengan pusat lingkungan tidak diuraikan secara detail termasuk dalam

penjelasan hanya disebut cukup jelas saja. Ketentuan seperti ini bisa melahirkan

berbagai penafsiran atau interpretasi yang ragam oleh kelompok masyarakat maupun

investor yang mengembangkan usaha atau kegiatannya pada pusat kota.

Pusat kota Pematangsiantar sendiri hanya berada di pintu masuk dan keluar

kota dimana ada terlihat kesemrawutan semua jenis kenderaan yang berada di sana,

rumah toko di sepanjang jalan protokol sepanjang 1700 meter sampai 2000 meter,

pusat perbelanjaan modern berdekatan dengan pasar tradisional, sekolah-sekolah

65 Lihat Pasal 10, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 100: 08E00193

83

menegah, home industri, jumlah apotik dan toko obat yang berdampingan, rumah

sakit pemerintah dan rumah sakit swasta tidak terlalu jauh jarak keduanya hanya lebih

kurang 300 meter dan lain sebagainya menunjukkan adanya multi penafsiran terhadap

pusat kota dan tidak berjalannya strategi kebijakan rencana pengembangan

pemanfaatan ruang. Sedangkan pusat bagian wilayah kota ( BWK ) dalam peraturan

daerah ini telah ditentukan bagiannya.

Ketentuan pada Pasal 11 berbunyi66 :

BWK sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 butir b peraturan daerah ini

terdiri atas 5 bagian, yaitu :

a. BWK A adalah seluruh pusat kota yang meliputi sebagian Kecamatan Siantar Barat, Kecamatan Siantar Utara, Kecamatan Siantar Selatan dan Kecamatan Siantar Timur ;

b. BWK B meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba, yaitu Kelurahan Sumber Jaya, Kelurahan Tambun Nabolon, Kelurahan Naga Pita, dan Kelurahan Pondok Sayur ;

c. BWK C meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba yaitu Kelurahan Gurilla dan Kelurahan Bah Kapul ;

d. BWK D meliputi sebagian Kecamatan Siantar Marihat yaitu Kelurahan Pematang Marihat, Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Pardamean, Kelurahan Suka Raja, dan Kelurahan Balai Pansur Nauli ;

e. BWK E meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba yaitu Kelurahan Setia Negara dan Kelurahan Bukit Sofa, sebagian Kecamatan Siantar Marihat yaitu Kelurahan Naga Huta dan Kelurahan Simarimbun.

Selanjutnya apa-apa saja fungsi dari masing-masing bagian wilayah kota

(BWK) dijabarkan yaitu :

a. BWK A berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perkantoran, taman hiburan dan olahraga, permukiman, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa ;

66 Ibid, Pasal 11

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 101: 08E00193

84

b.BWK B berfungsi sebagai pusat industri, perdagangan, terminal terpadu, pendidikan, rekreasi, permukiman dan pertanian ;

c.BWK C berfungsi sebagai permukiman, sub pusat kota, industri dan pertanian ; d.BWK D berfungsi sebagai sub pusat kota, permukiman dan pertanian ; e.BWK E berfungsi sebagai sub pusat kota, hutan kota, permukiman dan pertanian.

Ke 5 fungsi bagian wilayah kota tersebut di atas hanya BWK E yang langsung

berbasis lingkungan yakni hutan kota, walaupun kenyataan di lapangan kondisinya

sangat berbeda, dengan alasan bahwa pohon pelindung yang ditanam di sepanjang

jalan di Kelurahan Simarimbun dan Naga Huta bukanlah hutan kota.

Terkait dengan rencana pola pemanfaatan ruang yang mempertimbangkan

aspek ekonomi, lingkungan dan kepentingan umum maka pengembangan fungsi

menjadikan beberapa lokasi dengan kawasan antara lain kawasan permukiman,

kawasan industri, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan jasa, pelayanan

umum, kawasan lindung dan kawasan pariwisata. Kita bisa melihat apakah dalam

pembentukan kawasan ini memasukkan isu lingkungan ke dalamnya sehingga

pemanfaatan ruang dapat dikatakan berbasis lingkungan.

2. PEMBAGIAN KAWASAN

Kebijakan pengembangan dan pembagian kawasan di Kota Pematangsiantar

dibagi atas:

a. Kawasan permukiman ;

Pengembangan kawasan permukiman dilakukan di seluruh bagian wilayah kota (BWK) seluas 5.273,17 ha dengan kelayakan fisik, kepatutan tata letak dan lingkungannya. Pembangunan kawasan permukiman baru seperti real estate harus

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 102: 08E00193

85

sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang permukiman dan disertai dengan fasilitas umum, fasilitas sosial, jalan masuk, dan jalan akses ke kawasan lain yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pembangunan tersebut juga harus dilengkapi dengan prasarana dan utilitas yang terpadu dengan sistem prasarana dan utilitas kota yang ada dan hal ini merupakan kewajiban pengembang kecuali pembangunan rumah sangat sederhana (RSS) yang mendapat bantuan pemerintah. Secara tegas disebutkan adanya larangan pembangunan kawasan pemukiman yang menggunakan lahan pertanian yang masih produktif kecuali pembangunan rumah tunggal yang bersifat permanen

76 .

Hal ini juga berarti hanya pemilik lahan pertanian produktif tersebut yang

dapat mendirikan rumah di atasnya. Pengawasan terhadap pembangunan rumah

seperti ini harus mendapat perhatian, mengingat pemilik lahan pertanian dapat saja

menjual tanahnya dengan cara membuat kavling dengan alasan kebutuhan biaya yang

tentu saja secara perdata merupakan hak pemilik. Kenyataan yang diamati oleh

penulis di suatu lokasi pertanian yang masih produktif, fungsinya telah berubah

menjadi kawasan permukiman tetapi dengan merubah surat keterangan dari Camat

menjadi usulan penerbitan sertifikat Hak Milik dan selanjutnya dipecah dengan

ukuran yang bervariasi. Kebijakan lainnya dalam pengembangan kawasan

permukiman ini juga ditegaskan agar pemerintah daerah wajib memelihara bangunan-

bangunan rumah yang memiliki nilai sejarah dan hal ini sesuai dengan yang

diamanatkan oleh UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

b. Kawasan industri ;

menimbulkan kerugian kepada masyarakat yang telah berdomisili di daerah tersebut

Pengembangan industri diarahkan mengelompok di Kecamatan Siantar Martoba dan di luar itu tidak dikembangkan lebih lanjut dan secara bertahap diperluas atau direlokasi ke kawasan industri. Pembangunan kawasan industri tidaklah mudah mengingat penggunaan lahan haruslah ditentukan terlebih dahulu sehingga tidak

67 Lihat Pasal 15, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 103: 08E00193

86

di samping perlunya prasarana dasar yang dibutuhkan untuk melokalisir suatu kawasan industri 68.

Kewajiban lainnya adalah dipersyaratkan untuk melakukan studi dampak

lingkungan karena industri setidak-tidaknya memerlukan dokumen upaya

pemantauan lingkungan (UPL) dan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang

tidak wajib amdal. Sampai saat ini rencana pembentukan suatu kawasan industri

belum terlihat mengingat rencana tata ruang wilayah ini berlaku sampai dengan tahun

2011 yang akan datang.

c. Kawasan pemerintahan :

Pengembangan kawasan pemerintahan yang melayani skala kota dikembangkan mengelompok di pusat kota ( BWK A), sedangkan fungsi pemerintahan yang melayani masyarakat di bagian wilayah kota berlokasi di tempat yang sedekat mungkin dengan masyarakat yang dilayaninya dengan kebutuhan lahan kawasan ini sekitar 34,77 ha. Pelayanan sedekat mungkin dengan masyarakat yang dilayani dimaksudkan agar pelayanan yang dilakukan oleh kelurahan ataupun kecamatan tidak disatukan di pusat kota 69.

Setelah otonomi daerah, bangunan-bangunan milik pemerintah pusat,

pemerintah kabupaten Simalungun yang masih ada saat ini di Kota Pematangsiantar

masih dalam tahap evaluasi untuk menjadi aset daerah seperti ex Bank Indonesia, ex

Kantor Pembantu Gubernur Wilayah II dan sejumlah kantor milik Pemerintah

Kabupaten Simalungun untuk di jadikan dalam kawasan pemerintahan.

d. Kawasan perdagangan dan jasa 70:

68 Lihat Pasal 22, Ibid 69 Lihat Pasal 25, Ibid 70 Lihat Pasal 26, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 104: 08E00193

87

Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa yang melayani skala kota tetap dikembangkan di pusat kota (BWK A), sedangkan yang melayani kebutuhan sehari-hari masyarakat boleh berada di lingkungannya. Lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan kawasan perdagangan dan jasa adalah sekitar 55,43 ha. Diperbolehkannya pelayanan kebutuhan sehari-hari seperti pasar tradisional di

pusat kota berdampingan dengan pelayanan jasa perbankan atau pendidikan ( sekolah

swasta, kursus ) maupun kesehatan ( Rumah Sakit, praktek dokter, Apotik, toko obat,

optikal ) dan lain sebagainya sangat tidak relevan dengan strategi pemanfaatan ruang

sehingga terkesan untuk menjaga suasana kondusif masyarakat yang lebih dahulu

melakukan aktifitasnya sebagai sumber atau mata pencaharian. Faktor lain yang juga

sangat mengganggu yaitu padatnya jalan dengan kondisi seperti itu belum lagi tingkat

kebisingan dan pencemaran udara maupun potensi sampah yang dihasilkan kawasan

tersebut.

e. Kawasan pelayanan umum :

Pelayanan umum 71 merupakan kebutuhan dasar masyarakat perkotaan dan pegembangannya diarahkan pada kawasan-kawasan permukiman yang ada sesuai dengan skala layanan yaitu :

1. Pelayanan umum untuk pendidikan diarahkan di BWK B khususnya di Kelurahan Pondok Sayur Kecamatan Siantar Martoba dengan luas lahan yang dibutuhkan sekitar 101,9 ha ;

2. Pelayanan umum untuk kesehatan berupa rumah sakit umum rujukan yang ditetapkan di pusat kota, rumah sakit pembantu ataupun rumah sakit swasta ditetapkan di jalan utama kota, sedangkan pusat-pusat kesehatan masyarakat dapat dibangun di kawasan-kawasan permukiman yang ada ;

3. Stadion dan gedung olahraga yang ada tetap dipertahankan dan perlu direnovasi sesuai dengan kebutuhan peningkatan prestasi olahraga daerah ;

4. Fasilitas rekreasi yang berada di Kecamatan Siantar Barat tetap dipertahankan dan terus dilengkapi fasilitas penunjang sesuai dengan kebutuhan dan pengembangannya dimungkinkan melibatkan pihak swasta ;

71 Lihat Pasal 28, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 105: 08E00193

88

5. Pengembangan terminal untuk kereta api yang ada tetap dipertahankan dan dibangun terminal pembantu yang baru di Kelurahan Tambun Nabolon Kecamatan Siantar Martoba sesuai dengan kebutuhan ;

6. Pengembangan terminal jalan raya direncanakan dibangun terminal regional 1 di tepi jalan arteri Kelurahan Tambun Nabolon Kecamatan Siantar Martoba disamping renacana pembangunan 4 terminal local ;

7. Fasilitas kuburan yang ada tetap dipertahankan dan kebutuhan untuk kuburan baru harus ditetapkan di pinggir kota dan tidak berada di jalan utama ;

8. Bangunan-bangunan umum yang ada tetap dipertahankan dan pemeliharaannya agar melibatkan masyarakat dan pihak swasta ;

9. Kawasan militer yang ada masih bisa dipertahankan dan tidak dikembangkan lebih jauh sesuai perkembangan kota dan pengembangannya diarahkan ke luar kota ;

10. Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang berada di Kecamatan Siantar Martoba tetap dipertahankan dan dikelola secara baik dan bila kapasitas sampah terlampaui maka dicadangkan TPA di Kelurahan Gurilla Kecamatan Siantar Martoba

Beberapa lokasi yang menjadi kawasan pelayanan umum tersebut di atas

seyogyanya dikembangkan dan bukan hanya dipertahankan seperti telah disebutkan

sebelumnya bangunan-bangunan milik pemerintah pusat atau pemerintah Kabupaten

Simalungun yang sudah dikosongkan agar ditata ulang kembali apakah sebagai

kawasan pelayanan umum ataukah pemerintahan.

f. Kawasan lindung :

Kawasan lindung dalam kota terdiri dari 72: 1. kawasan lindung daerah aliran sungai dan mata air dilindungi dari

pembangunan fisik dan pengembangannya hanya kegiatan yang sifatnya tidak terbangun dan tidak merusak lingkungan hidup serta bangunan-bangunan fisik yang sudah terlanjur terbangun dan status lahannya milik dari penghuni yang bersangkutan perlu direnovasi sesuai dengan fungsi lindung ;

2. kawasan lindung hutan kota akan dikembangkan di BWK E di sekitar kawasan mata air dengan jari-jari 200 m

72 Lihat Pasal 29, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 106: 08E00193

89

Ketentuan ini bertentangan dengan ketentuan sebelumnya menyangkut

sempadan daerah aliran sungai sehingga tidak diperkenankan adanya bangunan fisik

di sekitar tersebut apalagi direnovasi sesuai dengan fungsi lindung. Ini merupakan

salah satu faktor yang dapat menghambat penegakan hukum lingkungan di daerah ini

karena sifat dari ketentuan yang sebelumnya imperatif menjadi suatu kebolehan.

g. Kawasan pariwisata:

Kawasan pariwisata 73 mencakup wisata budaya dan taman rekreasi yang

didukung oleh fasilitas akomodasi yang menunjang kegiatan pariwisata dan

dikembangkan di BWK A serta pusat akomodasinya diarahkan di BWK B.

Pengertian akomodasi di sini tidak dijelaskan lebih terinci apakah ada

kaitannya dengan pelestarian lingkungan hidup atau tidak.

3. Rencana Jaringan, Distribusi Fasilitas dan Pengaturan Bangunan Serta

Pembiayaan

Perencanaan jaringan di Kota Pematangsiantar dibagi atas rencana jaringan

transportasi dan jaringan utilitas 74. Jaringan transportasi kota ada 2 modal utama

yaitu transportasi kereta api dan sistem jalan raya dan selanjutnya sistem jalan raya

terbagi dalam 3 kelas jalan yaitu jalan arteri yang terdiri atas arteri primer dan

sekunder, jalan kolektor yang terdiri atas kolektor primer dan sekunder, jalan lokal

yang terdiri atas lokal primer dan sekunder.

73 Lihat Pasal 30, Ibid 74 Data Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar Tahun 2006

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 107: 08E00193

90

Jaringan transportasi jalan raya akan lebih dikembangkan dalam rangka

meningkatkan kemudahan interaksi masyarakat kota dengan lokasi tujuannya dengan

pengembangan jalan raya diutamakan pada :

a. jaringan yang semakin memberi kemudahan hubungan antar pusat-pusat

kecamatan dalam kota ;

b. jaringan yang mampu meningkatkan pengembangan kawasan kecamatan

Siantar Martoba ;

c. jaringan transportasi kereta api yang ada tetap difungsikan secara optimal

terpadu dengan jaringan jalan raya kota.

Pada jaringan utilitas kota terdiri atas listrik, air bersih, telekomunikasi,

persampahan dan drainase/air limbah dengan pengembangan untuk kebutuhan

pemukiman, kegiatan perdagangan dan jasa, industri dan kegiatan-kegiatan sosial

lainnya. Sampai dengan tahun 2011, rencana jaringan utilitas ini akan membutuhkan

tenaga listrik diperkirakan 61,785,47 kva, kebutuhan air bersih diperkirakan

77,437,76 m3/hari, kebutuhan telepon diperkirakan 20.115.950 SST , kebutuhan

tempat pembuangan akhir diperkirakan 2,5 juta m3 dan diarahkan menggunakan

lahan di Kecamatan Siantar Martoba dan drainase disesuaikan dengan debit air hujan

dan buangan rumah tangga 75.

75 Data Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar dalam Angka, Tahun 2006

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 108: 08E00193

91

Pengaturan bangunan dibagi dalam 3 wujud pengaturan horizontal dan

vertikal yaitu koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB) dan

Sempadan Bangunan (SB)76. Dalam rangka mewujudkan rencana tata ruang wilayah,

maka perlu menetapkan kawasan-kawasan tertentu yang dibudidayakan dan kawasan-

kawasan tertentu yang dilindungi serta proyek-proyek yang sudah ditetapkan setidak-

tidaknya untuk 5 tahun mendatang yang berpotensi untuk berkembang juga bantaran

sungai yang melintasi kota. Kawasan-kawasan kota yang diprioritaskan untuk

dikembangkan perlu dipersiapkan rencana tata ruang yang lebih rinci untuk kawasan-

kawasan dimaksud termasuk pembiayaan yang bersumber dari APBD, peran swasta,

masyarakat, Pemerintah Pusat dan sumber lain yang sah.

Pengelolaan penataan ruang Kota Pematangsiantar masih memerlukan banyak

peraturan pelaksanaan ataupun kebijakan yang bersentuhan dengan pelaksanaan tata

ruang. Undang-undang penataan ruang yang baru telah memasukkan isu lingkungan

dalam pemanfaatan serta pengendalian tata ruang dan hal ini merupakan kewajiban

daerah untuk menindaklanjutinya serta menyesuaikannya sekaligus kesempatan revisi

rencana tata ruang di daerah melalui peraturan daerah maupun keputusan kepala

daerah.

76 Data Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Pematangsiantar, Tahun 2006

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 109: 08E00193

92

BAB IV

PERAN SERTA MASYARAKAT DI BIDANG LINGKUNGAN DALAM

PENATAAN RUANG

A. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat

Pada Bab VIII Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang mengatur hak, kewajiban dan peran masyarakat sehingga masyarakat ikut

terlibat dalam pelaksanaannya.

Pasal 60 berbunyi :

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :

a. menegetahui rencana tata ruang ; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang ; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat

pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang ; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang

tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya ; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak

sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Selanjutnya pada Pasal 61 disebutkan :

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :

a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan ; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang

berwenang ; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan dinyatakan sebagai milik umum

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 110: 08E00193

93

Menyangkut hak dan kewajiban masyarakat dalam keikutsertaannya dalam

pengelolaan tata ruang tersebut di atas masih sedikit yang mengetahui bahkan

terkesan kurangnya pengetahuan mengenai kebijakan pengelolaan tata ruang ini.

Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1984 tentang Repelita IV telah

ditetapkan program-program pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan

keberhasilan program tersebut dapat dicapai tidak tergantung kepada pemerintah

tetapi diperlukan dukungan dari masyarakat dalam bentuk peran serta. Pengertian

lembaga swadaya masyarakat terdapat juga dalam Pasal 1 angka 12 UULH yaitu

organisasi yang tumbuh secara swadaya atas kehendak dan keinginan sendiri di

tengah masyarakat dan berminat serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup.

Lembaga swadaya masyarakat juga berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan

lingkungan hidup. Menurut penjelasan Pasal 19 UULH bahwa lembaga swadaya

masyarakat mencakup antara lain77 :

a. kelompok profesi, yang Berdasarkan profesinya tergerak menangani masalah

lingkungan ;

b. kelompok hobi yang mencintai kehidupan alam dan terdorong untuk

melestarikannya ;

c. kelompok minat, yang berminat untuk berbuat sesuatu bagi pengembangan

lingkungan hidup.

Dalam menjalankan perannya, lembaga swadaya masyarakat

mendayagunakan dirinya sebagai sarana mengikutsertakan sebanyak mungkin 77 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 111: 08E00193

94

anggota masyarakat untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkugan. Awalnya

organisasi non pemerintah (Ornop) berjalan sendiri menanggapi masalah lingkungan

hidup tanpa adanya kerjasama. Di Indonesia lembaga swadaya masyarakat

dikembangkan dan didayagunakan sebagaimana Instruksi Menteri Dalam Negeri

Nomor 8 tahun 1980 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang

diuraikan pada lampirannya tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Pembinaan

Lembaga Swadaya Masyarakat disebutkan sifatnya adalah memiliki keleluasaan

untuk mengembangkan dirinya dan menentukan pimpinan atau pengurusnya dengan

orientasi tujuan yang sama dan bermotif nirlaba 78.

B. Peranan Masyarakat

Hakekat sebenarnya dari peran serta masyarakat adalah dalam hal prosedur

pengambilan keputusan tata usaha negara khususnya yang menyangkut pengelolaan

lingkungan maupun pemanfaatan ruang, sehingga hak setiap masyarakat dilindungi

oleh hukum termasuk meminimalisasi upaya keberatan setelah keputusan

dikel;uarkan oleh pejabat yang berwenang.

Fungsi dari peran serta masyarakat di bidang lingkungan hidup oleh Koesnadi

Hardjasoemantri mengatakan79 :

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup mempunyai jangkauan luas. Peran serta tersebut tidak hanya meliputi peran serta para individu

78 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1980 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat 79 Koesnadi Hardjasoemantri, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam pengelolaan Lingkungan Hidup, Pidato Pengukuhan ( Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 1985 ) hal 2

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 112: 08E00193

95

yang terkena berbagai peraturan atau keputusan administratif, akan tetapi meliputi pula peran serta kelompok dan organisasi dalam masyarakat. Peran serta efektif dapat melampaui kemampuan seseorang, baik dari sudut kemampuan keuangan maupun dari sudut kemampuan pengetahuannya, sehingga peran serta kelompok dan organisasi sangat diperlukan, terutama yang bergerak di bidang lingkungan hidup.

Peran serta masyarakat terasa penting dalam prosedur administrasi

pengelolaan lingkungan seperti perizinan, analisis mengenai dampak lingkungan dan

lain sebagainya. Hanya saja di era reformasi saat ini, jendela transaparansi masih

ragu-ragu untuk dibuka apakah hal ini berarti masih banyaknya pihak-pihak tertentu

yang berkeberatan dengan prinsip keterbukaan tersebut sehingga dikatakan belum

saatnya masyarakat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan atau justru

kekhawatiran terhadap masyarakat kemungkinan akan melakukan serangkaian

tindakan di luar hukum atau etika. Prinsip keterbukaan sebenarnya sudah mulai

dikumandangkan melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Keterbukaan telah diakui sebagai salah satu asas umum penyelenggaraan negara.

Bila dikaitkan dengan pengelolaan lingkungan maka keterbukaan semakin

penting dan merupakan suatu kebutuhan di tengah-tengah masyarakat yang

menyangkut berbagai aspek pola atau sistem nilai seperti adapt istiadat,aspirasi dan

persepsi atau opini yang ada. Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup

menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup

Informasi yang dimaksudkan disini berupa data, keterangan atau informasi lain yang

berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 113: 08E00193

96

memang terbuka untuk diketahui oleh masyarakat seperti dokumen analisis mengenai

dampak lingkungan, pemantauan penataan atau perubahan kualitas lingkungan hidup

dan rencana tata ruang, bahkan setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan

berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan

lingkungan hidup. Hak atas lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan

efektivitas peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di samping akan

membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas

lingkungan yang baik dan sehat. Dengan kata lain, informasi yang diberikan atau

yang diterima masyarakat adalah informasi yang benar bukan menyesatkan, tepat

waktu (on time), lengkap (comprehensive), dan dapat dipahami (comprehensible)

karena berpengaruh kepada pengambil keputusan atau kebijakan.

Perlunya peran serta masyarakat didasari oleh 80:

a. Pemberian informasi kepada pemerintah Peran serta masyarakat akan menambah pengetahuan mengenai suatu masalah baik pengetahuan khusus masyarakat maupun pendapat ahli sehingga pemerintah juga memperoleh masukan sehingga dampak akibat pengambilan keputusan dapat mempengaruhi rencana pemerintah. b. Kemampuan masyarakat menerima keputusan Kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan yang dikeluarkan pemerintah sekaligus mau menyesuaikan diri adalah penting sehingga tidak menimbulkan gejolak, mengurangi pertentangan sepanjang peran serta tersebut dilakukan dengan tepat walaupun diketahui setiap keputusan tidak akan pernah membuat semua orang menjadi puas. c. Membantu perlindungan hukum Setiap pengambilan keputusan setelah mendengarkan keberatan-keberatan yang diajukan masyarakat kemungkinan besar akan mengurangi gugatan ke pengadilan dan apabila perkara sudah ditangani oleh pengadilan maka sulit memberikan saran-saran karena akan terfokus kepada upaya memenangkan kasus tersebut pada masing-masing pihak. 80 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, loc.cit, hal 104

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 114: 08E00193

97

d. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan Sistem pemerintahan kita menggunakan perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat / Daerah yang merupakan bentuk penyerahan kekuasaan hak daripada rakyat yang memilihnya karena mereka bertindak untuk kepentingan rakyat. Dengan demikian peran serta masyarakat bisa perbuatan pribadi-pribadi, kelompok ataupun perwakilan sehingga membantu pemerintah melalui perangkatnya untuk melaksanakan tugas-tugas dengan cara yang dapat diterima.

Demikian juga halnya dalam penyelenggaraan penataan ruang dilakukan

pemerintah dengan melibatkan peran serta masyarakat dengan melakukan pertisipasi

dalam penyusunan rencana tata ruang, partisipasi dalam pemanfaatan ruang dan

partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Masyarakat yang dirugikan akibat

penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan

sampai tergugat dapat membuktikan tidak terjadi adanya penyimpangan dalam

penyelenggaraan tata ruang.

Peran serta masyarakat mengenai proses perencanaan tata ruang di Kota

Pematangsiantar meliputi :

a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah ;

b. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan ;

c. Bantuan merumuskan perencanaan tata ruang ;

d. Pemberian informasi, saran, pertimbangan dalam penyusunan strategi dan struktur

pemanfaatan ruang kawasan kota ;

e. Pengajuan keberatan terhadap rencana tata ruang wilayah kota ;

f. Bekerjasama dalam penelitian dan pengembangan atau bantuan tenaga ahli.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 115: 08E00193

98

Pasal 39 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 tahun 2003

menyebutkan 81:

Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang meliputi : a. Pemanfaatan ruang Berdasarkan rencana dan peraturan yang ada ; b. Bantuan teknik dan pengelolaan ; c. Menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestariannya ;

Selanjutnya Pasal 40 berbunyi : Dalam pemanfaatan ruang masyarakat berhak : a. Mengetahui secara terbuka RTRW ; b. Menikmati manfaat ruang sebagai akibat penataan ruang ; c. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat

pelaksanaan pembangunan sesuai RTRW Kota.

Sedangkan Pasal 41 menyatakan : Dalam kegiatan penataan ruang, masyarakat wajib : a. Berperan serta memelihara kualitas ruang; b. Berlaku tertib dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan peraturan yang berlaku ; c. Mentaati RTRW Kota yang telah ditetapkan.

Wahana Lingkungan Hidup Siantar Simalungun 82menyatakan bahwa sampai

saat ini sosialisasi peraturan daerah masih minim sekali sehingga terkesan adanya

upaya untuk mengelabui masyarakat akan hak dan kewajibannya dalam bidang

lingkungan hidup maupun penataan ruang. Hal ini semakin menunjukkan ketidak

terbukaan pemerintah atau boleh disebut alergi terhadap kelompok masyarakat yang

biasa disebut dengan LSM. Penyelenggaraan good governance maupun clean

government berarti juga sudah saatnya akuntabilitas dan transparansi dilakukan

81 Lihat Pasal 39, 40, 41Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003 82 Wawancara dengan Ir Agus Marpaung sebagai eksekutif wilayah Siantar Simalungun pada tanggal 6 Juli 2007 di Pematangsiantar

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 116: 08E00193

99

sehingga ada pencerahan hukum yang diberikan oleh pemerintah dan seandainya saja

pemerintah Kota Pematangsiantar memiliki website yang bisa dibuka hal ini tidak

menjadi masalah. Walhi Siantar Simalungun ini juga menilai bahwa peran serta

masyarakat sangat sulit berjalan dengan baik di daerah ini apalagi ikut dalam

pemberian saran kepada pembuat keputusan yang disebabkan dalam proses legislasi

nyaris tidak pernah mengundang stake holder untuk public hearing apalagi

mengumumkan di papan pengumuman atau media rencana usaha dan atau kegiatan

yang kemungkinan akan mempunyai Impact Environment.

Lain lagi pendapat yang diberikan oleh Forum Kesehatan Kota83 mengenai

lingkungan bahwa semua informasi begitu penting mengingat pilar pembangunan

tidak terlepas dari persoalan lingkungan bahkan salah satu faktor yang mempengaruhi

derajat kesehatan manusia. Penurunan angka kesakitan di Kota Pematangsiantar dapat

dilakukan dengan adanya persyaratan kesehatan lingkungan seperti lingkungan rumah

sakit yang memenuhi syarat-syarat kesehatan seperti instalasi pengelolaan air limbah

atau UPL dan UKLnya, tempat-tempat umum yang sehat ( sekolah, tempat ibadah,

pasar ), industri, restoran / rumah makan yang memiliki syarat sanitasi dan hygiene,

serta perilaku hidup bersih dan sehat oleh karyawan. Menanggapi sedikitnya

masyarakat yang perduli terhadap kesehatan dan lingkungan ini juga disebabkan

informasi yang dimiliki masyarakat sangat minim dan bagaimana cara memperoleh

serta memberikan masukan kepada pemerintah juga prosesnya tidak semua orang

83 Wawancara dengan TPR Sinaga SKM sebagai Ketua Forum Kesehatan Kota Pematangsiantar tanggal 10 Juli 2007

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 117: 08E00193

100

mengetahuinya walaupun perundang-undangan sudah diundangkan sampai dengan

peraturan daerah yang dicatat dalam lembaran daerah sekalipun sulit untuk

memperolehnya.

LSM CBR Foundation84 menyebut peran serta masyarakat justru dilakukan

swasta termasuk LSM karena banyak lembaga donor menyediakan akses informasi

dan pembiayaan untuk menggerakkan masyarakat yang perduli tentang lingkungan

misalnya saja pembentukan komunitas petani kawasan pinggiran hutan di Kabupaten

Simalungun dan kelompok buruh tani sebagai dampingannya.

Sudah saatnya pemerintah pusat atau daerah mau membuka diri terhadap

masyarakat khususnya dalam pemberian informasi, penyuluhan hukum, melakukan

diskusi publik maupun dialog-dialog terbuka sepanjang hal itu digunakan untuk

pengambilan keputusan atau kebijakan yang pada gilirannya akan mereduksi

sejumlah aksi-aksi demonstrasi dan menghadapi perkara atas gugatan yang

didaftarkan ke pengadilan oleh masyarakat. Pada saat penulisan tesis ini beberapa

kondisi yang kurang kondusif akibat persoalan transparansi dan informasi kepada

publik tidak berjalan di Kota Pematangsiantar antara lain penolakan penjualan asset

atau ruilslagh bangunan sekolah yang dikategorikan oleh sekelompok masyarakat

seharusnya dilindungi sebagai benda cagar budaya dan pembukaan jalan baru di

kompleks rumah sakit milik pemerintah daerah tanpa adanya perubahan atas

peraturan daerah tentang tata ruang wilayah walaupun diketahui lahan tersebut

84 Wawancara dengan Yusniar Siahaan,SH sebagai Direktur Eksekutif CBR Foundation yang juga advokat pada Ikadin Pematangsiantar tanggal 12 Juli 2007

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 118: 08E00193

101

dianggap sebagai paru-paru kota. Rencana pembukaan jalan baru Ring Road di

wilayah permukiman penduduk dalam waktu mendatang, rencana pendirian

Universitas Negeri Pematangsiantar tahun 2008 dan pembangunan fisik lainnya yang

berpotensi mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Koordinasi lintas

program maupun sektor yang melibatkan masyarakat sudah saatnya diikutsertakan

dan perlunya reformasi birokrasi yang menghindarkan duplikasi tugas pokok dan

fungsi masing-masing badan, dinas maupun kantor yang mempunyai kewenangan

dal;am pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang, serta perlunya sumber

daya manusia yang bekerja di pemerintah daerah dan memilki pendidikan atau

setidak-tidaknya pendidikan dan latihan dalam penyelenggaraan pengelolaan

lingkungan dan perencanaan wilayah.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 119: 08E00193

102

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia berlaku secara umum sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup biasa sering disebut dengan UUPLH yang menggariskan kebijakan nasional

walaupun beberapa ahli menyatakan bahwa undang-undang ini belum sepenuhnya

memuaskan.

Berdasarkan penulisan dalam bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan :

1. Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Pematangsiantar belum optimal

mengingat kebijakan atau Peraturan Daerah yang ada, belum merupakan tindak

lanjut dari kebijakan lingkungan hidup nasional yang disebabkan kurangnya

pemahaman terhadap prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

2. Pengelolaan Rencana Tata Ruang Kota Pematangsiantar masih tertinggal dan

memerlukan revisi kembali khususnya setelah Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang diberlakukan sehingga perencanaan, pemanfaatan

dan pengendalian ruang tetap memperhatikan aspek pelestarian lingkungan hidup.

3. Berbagai elemen masyarakat perlu memperoleh informasi tentang kebijakan

lingkungan dalam penataan ruang, Ketersediaan informasi juga faktor yang

berpotensi mengurangi komunikasi pemerintah dan stake holdernya sebagai mitra

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.

Page 120: 08E00193

103

padahal peran serta masyarakat sangat memberikan arti positif dalam

pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan khususnya dalam pemberian

izin yang berkaitan dengan lingkungan.

B. SARAN

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang adalah suatu

kebijakan yang berkaitan satu dengan lainnya sehingga penulis menyarankan :

1. Pemerintah Kota Pematangsiantar sesegera mungkin melakukan perubahan dan

penambahan peraturan daerah, sehingga pengambilan keputusan dan kebijakan

yang dilakukan memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum melalui :

a. Penerbitan peraturan daerah yang berwawasan lingkungan sehingga

pembangunan berkelanjutan dapat direalisasikan ;

b. Penerbitan peraturan daerah mengenai transparansi dan akuntabilitas

2. Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam mengelola penataan ruangnya tunduk

kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

sekaligus merevisi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata

Ruang dan Wilayah Kota pematangsiantar tahun 2002 – 2011.

3. Mengharapkan kepada elemen masyarakat baik LSM ataupun ormas agar

berperan aktif untuk mendukung kelestarian lingkungan dan melakukan advokasi

kepada pengambil keputusan demi penyelamatan lingkungan sehingga generasi

berikutnya dapat menikmati hidup dengan indah, damai, dan nyaman (IDAMAN).

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar. USU e-Repository © 2008.