06.60.0120_isabella
DESCRIPTION
jurnalTRANSCRIPT
0
Perpustakaan Unika
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASANSPIRITUAL DAN KECERDASAN INTELEKTUAL
TERHADAP KINERJA AUDITOR DALAMKANTOR AKUNTAN PUBLIK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelarSarjana Akuntansi di Fakultas Ekonomi
Universitas Katolik SoegijapranataSemarang
Disusun Oleh :
Isabella 06.60.0120
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSIUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG2011
1
Perpustakaan Unika
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Profesi sebagai akuntan publik memainkan peranan sosial yang sangat
penting berhubungan dengan tugas dan tanggungjawab yang diemban oleh
auditor. Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan
yang dibuat oleh kliennya. Tugas seorang akuntan publik adalah memeriksa dan
memberikan opini terhadap kewajaran laporan keuangan suatu entitas usaha
berdasarkan standar yang telah ditentukan IAI. Hal ini menunjukkan bahwa
auditor bertanggung jawab atas opini yang diberikan terhadap laporan keuangan
yang diterbitkan.
Dalam melaksanakan audit, profesi akuntan publik memperoleh
kepercayaan dari pihak klien dan pihak ketiga untuk mmembuktikan laporan
keuangan yang disajiakan oleh pihak klien. Pihak ketiga tersebut diantaranya
manajemen, pemegang saham, kreditur, pemerintah dan masyarakat yang
mempunyai kepentingan terhadap laporan keuangan klien yang diaudit.
Sehubungan dengan kepercayaan yang telah diberikan kepada akuntan publik,
maka auditor dituntut untuk dapat memberikan kepercayaan tersebut.
Kepercayaan ini harus senantiasa ditingkatkan dengan menunjukkan suatu kinerja
yang profesional. Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik,
2
Perpustakaan Unika
maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar
audit yang ditetapkan oleh IAI.
Menurut Mulyadi dan Kanaka dalam Surya dan Hananto (2004:34), ada
dua tanggung jawab yang harus dipikul oleh auditor dalam menjalankan pekerjaan
profesionalnya, yaitu pertama, menjaga kerahasiaan informasi yang diperolah
dalam melaksanakan tugasnya. Informasi yang diperoleh auditor selama ia
menjalankan pekerjaannya tidak boleh diungkapkan oleh pihak ketiga, kecuali
atas ijin kliennya. Namun jika hukum atau negara menghendaki akuntan publik
mengungkapkan informasi yang diperolehnya selama penugasannya, akuntan
publik berkewajiban untuk mengungkapkan informasi tersebut tanpa harus
mendapatkan persetujuan dari kliennya. Tanggung jawab yang kedua yaitu
menjaga mutu profesionalnya. Setiap auditor harus bisa
mempertanggungjawabkan mutu pekerjaan atau pekerjaan lain pada saat yang
bersamaan, yang bisa menyebabkan penyimpangan obyektivitas atau ketidak
konsistenan dalam pekerjaannya.
Kinerja auditor juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak.
Seperti kasus penyuapan yang telah dilakukan oleh pejabat KPU yaitu Mulyana W
Kusuma kepada Khairiansah yang merupakan salah satu pimpinan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Mulyana tertangkap basah oleh seorang petugas
KPK membawa sejumlah uang yang diduga akan digunakan untuk menyuap
Khaeriansah yang menjadi auditor dalam pemeriksaan keuangan di KPU. Dengan
adanya kejadian tersebut Khaeriansah mendapat penghargaan Integrity Aword dari
Berlin Jerman. Namun disatu sisi ternyata oleh penyidik kasus korupsi Dana
3
Perpustakaan Unika
Abadi Umaat (DAU) di Departeman Agama, Khaeriansah dinyatakan ikut
menikmati Dana Abadi Umat (DAU). Dengan fenomena kinerja tersebut dapat
dikatakan lembaga-lembaga fungsional pemeriksa keuangan Negara seperti BPK
dan BPKP sudah tidak memadai lagi untuk menjalankan fungsinya sebagi Control
And Audit Buggetting. Pamor lembaga ini akan kian memudar sebagai lembaga
yang bertugas mengamankan dan menyelamatkan keuangan negara dari
penyalahgunaan.
Aturan bekerja sekarang ini tengah berubah, seseorang dinilai tidak hanya
berdasarkan tingkat kepribadian atau berdasarkan tingkat penilaian dan
pengalaman tetapi juga berdasarkan seberapa baik seseorang mengelola diri
sendiri dan orang lain Goleman dalam Sayogya (2004:2). Sebagai seorang auditor,
pendidikan dan pengalaman dapat meningkatkan kompetensinya, namun dalam
berhubungan dengan pihak lain (auditee) seorang auditor selain harus memiliki
kemampuan intelektual juga harus memiliki kemampuan organisasional,
interpersonal dan sikap dalam berkarir dilingkungan yang selalu berubah. Dalam
meningkatkan profesionalisme seorang auditor harus terlebih dahulu memahami
dirinya sendiri dan tugas yang akan dilaksanakan serta selalu meningkatkan dan
mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan auditee, (Tantina 2003:2).
McClelland dalam (Golemen 2001:25) menyatakan bahwa kemampuan
akademik bawaan, nilai rapor, dan prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak
memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa tinggi
sukses yang dicapainya dalam hidup. Sebaliknya McClelland menyatakan bahwa
4
Perpustakaan Unika
seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif mampu
membedakan orang sukses dari mereka yang berprestasi biasa-biasa saja.
Goleman (2001) menyatakan bahwa peran IQ dalam keberhasilan didunia
kerja hanya menempati posisi kedua setelah kecerdasan emosi dalam menentukan
prestasi puncak dalam perkerjaannya. Goleman (2001:513) membagi kecerdasan
emosional yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja
kedalam 5 bagiaan utama yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati
dan keterampilan sosial. Seseorang dengan kecerdasan emosional yang
berkembang dengan baik, kemungkinan besar akan berhasil dalam kehidupannya
karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong produktivitas
(Widagdo, 2001:15).
Dalam lingkungan dunia usaha yang kompetitif, kecerdasan emosional
dapat berpengaruh terhadap kesuksesan perusahaan secara keseluruhan.
Kecerdasan emosional sebagai salah satu faktor penting yang membentuk
tercapainya tujuan perusahaan, merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja yang profesional (Sayogya, 2004:3).
EQ berarti menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan,
membangun hubungan kerja yaang produktif dan meraih keberhasilan ditempat
kerja. Karena bukan IQ saja yang membuat orang berhasil, maka perlu menelusuri
kecerdasan emosional karyawan suatu organisasi.
Bulo (2002) dan Afufah dkk (2004) meneliti tentang pengaruh pendidikan
dalam jurusan akuntansi terhadap pembentukan kecerdasan emosional (EQ)
mahasiswa akuntansi. Suryaningrum dkk (2003) meneliti tentang pengaruh
5
Perpustakaan Unika
kecerdasan emosional (EQ) terhadap prestasi belajar mahasiswa ekonomi jurusan
akuntansi di universitas negeri dan swasta.
Sedangkan beberapa penelitian dan karya ilmiah terkait dengan
kecerdasan spiritual antara lain, di awali oleh Zohar dan Marshal (2000) meneliti
secara ilmiah dan membahas tentang adanya kecerdasan spiritual yang
dimiliki oleh setiap manusia, yang berpengaruh terhadap segala aspek
kehidupannya. Beberapa karya ilmiah penulis dan peneliti dari luar negeri yang
senada yang membahas tentang kecerdasan spiritual antara lain: Hendrick dan
Ludeman (1998), Edward (1999), Khavari (2000), Sinetar (2000), Wild (2000).
Dalam sudut pandang atau konsep psikologis, auditor sebagai manusia
yang memiliki ego, akal, budi dan emosi serta akal. Menurut Bacolod et.al. (2009)
pendekatan psikologis yaitu ketrampilan, IQ, pendidikan juga penting bagi profesi
auditor. Penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2009) mengemukakan bahwa
kecerdasan intelektual dan emosional berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
akuntansi mahasiswa, yang nantinya akan berdampak kepada pada saat mereka
bekerja.
Dengan adanya kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan intelektual
yang semakin tinggi, maka seseorang akan memiliki kinerja yang lebih baik, hal
ini juga berlaku pada seorang auditor. Penelitian ini berbeda dengan penelitian
terdahulu (Susilo, 2009) dengan menambahkan kecerdasan intelektual sebagai
variabel independen yang mempengaruhi kinerja auditor. Alasan dipilihnya IQ,
SQ dan EQ sebagai variabel independen yang mempengaruhi kinerja auditor
adalah karena ketiganya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan
6
Perpustakaan Unika
merupakan konsep manusia dalam sudut pandang psikologis dimana manusia
memiliki akal (IQ), budi (SQ) dan emosi (EQ).
Maka berdasarkan pada uraian tersebut penelitian ini berjudul: “Pengaruh
Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spritual, dan Kecerdasan Intelektual
Terhadap Kinerja Auditor Dalam Kantor Akuntan Publik”.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah kecerdasan emosional (EQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor dalam KAP?
2. Apakah kecerdasan spiritual (SQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor dalam KAP?
3. Apakah kecerdasan intelektual (IQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor dalam KAP?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Sedangkan tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional (EQ) kinerja auditor
dalam KAP.
2. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) berpengaruh positif
terhadap kinerja auditor dalam KAP.
7
Perpustakaan Unika
3. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan intelektual (IQ) berpengaruh
positif terhadap kinerja auditor dalam KAP.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Bagi pihak KAP:
Sebagai bahan masukan dalam mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja auditornya, khusunya yang terkait dengan kecerdasan emosional,
spiritual, dan kecerdasan intelektual sehingga di kemudian hari dapat
dijadikan masukan untuk meningkatkan kinerjanya.
b) Bagi penelitian berikutnya:
Sebagai referensi dan bahan masukan bagi penelitian serupa di masa
mendatang.
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah tujuan dan
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan dalam penelitian ini.
BAB II. LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang landasan teori, penelitian terdahulu,
pengembangan dan perumusan hipotesis, serta definisi dan
pengukuran variabel
8
Perpustakaan Unika
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisi populasi dan sampel, sumber dan jenis data, metode
pengumpulan dan teknik analisa data, serta metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil analisis data dan pembahasannya.
BAB V. PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan, keterbatasan dan saran.
9
Perpustakaan Unika
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient/EQ)
Ada berbagai definisi yang diberikan oteh para ahli perihal
kecerdasan emosional. Definisi tersebut antara lain disajikan oleh: Goleman
(2000), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri
sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan
baik didalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini saling berbeda dan
melengkapi dengan kemampuan akademik murni yaitu kemampuan kognitif
murni yang diukur dengan IQ.
Coopper dan Sawaf (1998) dalam Trisnawati dan Surtaningsum (2003),
kecerdasan emosional adalah kemampuan mengindra, memahami, dan dengan
efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosional sebagai sumber energi,
informasi dan pengaruh.
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan sebagai
kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta
menggunakan perasaan itu untuk memadukan pikiran dan tindakan. Wechsler
(1958) dalam Cherniss dan Adler (2000) mendefinisikan kecerdasan emosional
sebagai keseluruhan kemampuan seseorang untuk bertindak bertujuan, untuk
berfikir rasional, dan untuk berhubungan dengan lingkungannya secara efektif.
Menurut Steiner (1997) dalam Trisnawati dan Suryaningsum (2003)
kecerdasan emosional mencakup 5 komponen, yaitu mengetahui perasaan sendiri,
10
Perpustakaan Unika
memiliki empati, belajar mengatur emosi, memperbaiki kerusakan sosial dan
interaktivitas emosional.
Goleman dalam William Bulo (2002) secara garis besar membagi
kecerdasan emosional ke dalam dua kategori yaitu kompetensi personal
(kecakapan pribadi) dan kompetensi sosial (kecakapan sosial). Kecakapan pribadi
meliputi kesadaran diri, pengendalian diri, dan motivasi diri, sedangkan
kompetensi sosial meliputi empati dan ketrampilan sosial. Goleman mengadaptasi
lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model Salovely dan
Mayer, yang kemudian diadaptasi lagi oleh Bulo (2002 yaitu pengenalan diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial. (Trisnawati dan
Suryaningrum, 2003: 1075)
2.2. Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient/SQ)
Kecerdasan spiritual atau SQ tidak selalu berhubungan dengan agama. SQ
mendahului seluruh nilai spesifik dan budaya manapun, serta mendahului bentuk
ekspresi agama manapun yang pernah ada. Namun bagi sebagian orang mungkin
menemukan cara pengungkapan SQ melalui agama formal sehingga membuat
agama menjadi perlu (Zohar & Marshall, 2002:8-9).
SQ memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat
intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan
orang lain. (Zohar & Marshall, 2002:12). Wujud dari kecerdaan spiritual ini
adalah sikap moral yang dipandang luhur oleh pelaku (Ummah dkk, 2003:43).
Matinya etika lama dan seluruh kerangkan pikiran yang mendasarinya, memberi
11
Perpustakaan Unika
kesempatan yang berharga untuk menciptakan ajaran etika baru berdasarkan SQ
(Zohar & Marshall, 2002:175).
2.3. Kecerdasan Intelektual (Intelectual Quotient/IQ)
Sedangkan Intellectual Skill merupakan kemampuan mahasiswa dalam
membaca, memahami dan menginteprestasikan setiap informasi khususnya yang
berkaitan dengan mata kuliah dan tidak menutup kemungkinan informasi yang
berkaitan dengan akuntansi secara keseluruhan. (Faridah, 2003: 82)
Kecerdasan intelektual ini berhubungan dengan IQ seseorang. Untuk
menunjang mahasiswa agar memiliki ability dan effort, serta intellectual skill yang
baik maka harus dilihat dari kemampuan mahasiswa sejak High School Grades
atau prestasi mahasiswa sejak belajar di SMU dan juga sesuai dengan Perguruan
Tinggi yang bersangkutan.
Kecerdasan intelektual atau intelectual quotient (IQ) adalah kemampuan
mahasiswa dalam membaca, memahami dan penginterpretasikan setiap informasi
khususnya yang berkaitan dengan pelajaran yang diterimanya. Sedangkan
kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan
persoalan makna dan nilai yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam
konteks yang lebih luas dan kaya (Zohar dan Marshall, 2002: 4) yang
memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal
dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang
lain (Zohar dan Marshall, 2002: 12).
12
Perpustakaan Unika
2.4. Konsep-konsep Psikologis
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa menjadi subyek dan
obyek sekaligus. Menusia berfikir dan merenung, kemudian menjadikan dirinya
sebagai obyek fikiran dan renungan. Manusia sangat menarik di mata manusia itu
sendiri. Terkadang manusia dipuja, tetapi di kala yang lain ia dihujat. Scara
internal manusia sering merasa bangga dan bahagia menjadi manusia, tetapi di
mata orang lain atau di waktu yang lain, ia terkadang menyesali diri sendiri,
menyesali keberadaannya sebagai manusia (Syafii, 2007).
Dalam sejarah keilmuan, lahirnya filsafat, antropologi, psikologi,
ekonomi dan politik sesungguhnya juga merupakan upaya mencari jawaban
tentang manusia, tetapi khusus tentang jiwa manusia, ia dibahas oleh filsafat,
psikologi dan agama. Psikologi sebagai disiplin ilmu baru lahir pada akhir abad
18 Masehi, tetapi akarnya telah menghunjam jauh ke dalam kehidupan primitip
ummat manusia. Plato sudah mengatakan bahwa manusia adalah jiwanya,
tubuhnya hanya sekedar alat saja. Aristoteles mengatakan bahwa jiwa adalah
fungsi dari badan sebagaimana penglihatan adalah fungsi dari mata. Hinga kini
sekurang-kurangnya ada empat mazhab psikologi, yakni (1) Psikoanalisa, (2)
Behaviorisme, (3) Kognitip dan (4) Humanisme. Empat mazhab itu
menggambarkan adanya dinamika pemahaman terhadap manusia yang sifatnya
trial and error (Syafii, 2007).
Freud dengan teori psikoanalisanya memandang manusia sebagai homo
volens, yakni makhluk yang perilakunya dikendlikan oleh alam bawah sadarnya.
Menurut teori ini, perilaku manusia merupakan hasil interaksi dari tiga pilar
13
Perpustakaan Unika
kepribadian; id, ego dan super ego, yakni komponen biologis, psikologis dan
social, atau komponen hewani, intelek dan moral (Syafii, 2007).
Teori ini dibantah oleh Behaviorisme yang memandang perilaku
manusia bukan dikendalikan oleh factor dalam (alam bawah sadar) tetapi
sepenuhnya dipengaruhi oleh lingkungan yang nampak,y ang terukur, dapat
diramal dan dapat dilukiskan. Menurut teori ini manusia disebut sebagai homo
mechanicus, manusia mesin. Mesin adalah benda yang bekerja tanpa ada motiv di
belakangnya, sepenuhnya ditentukan oleh faktor obyektif (bahan bakar, kondisi
mesin dan sebagainya). Manusia tidak dipersoalkan apakah baik atau tidak, tetapi
ia sangat elastis, bisa dibentuk menjadi apa dan siapa sesuai dengan lingkungan
yang dialami atau yang dipersiapkan untuknya.
Teori ini dibantah lagi oleh teori Kognitip yang menyatakan bahwa
manusia tidak tunduk begitu saja kepada lingkungan, tetapi ia bisa aktip bereaksi
secara aktip terhadap lingkungan dengan cara berfikir. Manusia berusaha
memahami lingkungan yang dihadapi dan merespond dengan fikiran yang
dimiliki. Oleh karena itu menurut teori Kognitip, manusia disebut sebagai homo
sapiens, makhluk yang berfikir (Syafii, 2007).
Teori Kognitip dilanjutkan oleh teori Humanisme. Psikologi Humanistik
memandang manusia sebagai eksistensi yang positip dan menentukan. Manusia
adalah makhluk yang unik, memiliki cinta, krestifitas, nilai dan makna serta
pertumbuhan pribadi. Oleh karena itu teori Humanisme menyebut manusia
sebagai homo ludens, yakni manusia yang mengerti makna kehidupan.
14
Perpustakaan Unika
2.5. Standar Auditing
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan
oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum,
standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar
auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar
auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar
Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut
masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. Di Amerika
Serikat, standar auditing semacam ini disebut Generally Accepted Auditing
Standards (GAAS) yang dikeluarkan oleh the American Institute of Certified
Public Accountants (AICPA).
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing-masing standar yang
tercantum didalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman
utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan
audit. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi
seluruh anggota IAPI. Termasuk didalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan
Standar Auditng (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan
oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA.
Dengan demikian, IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan
dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga
merupakan perlausan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi
ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat
wajib.
15
Perpustakaan Unika
1. Standar umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar pekerjaan lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang
diaudit.
3. Standar pelaporan
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
16
Perpustakaan Unika
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul oleh auditor.
2.6. Tuntutan Kerja
Seorang auditor dalam bekerja selalu dituntut untuk profesional dan
tuntutan kerja tersebut tidak terlepas dari berbagai keputusan yang harus
diambilnya. Seorang auditor atau akuntan secara terus menerus berhadapan
dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan.
Dalam keadaan ini, klien bisa mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan
oleh auditor. Klien bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang
melanggar standar pemeriksaan. Auditor secara umum dianggap termotivasi oleh
etika profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor akan berada dalam situasi
konflik. Memenuhi tuntutan klien berarti melanggar standar (Jamilah dkk., 2007).
17
Perpustakaan Unika
Namun dengan tidak memenuhi tuntutan klien, bisa mendapatkan sanksi
oleh klien berupa kemungkinan penghentian penugasan. Karena pertimbangan
profesional berlandaskan pada nilai dan keyakinan individu, kesadaran moral
memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan akhir. Maka dengan
demikian tekanan terhadap ketaatan antara kepentingan klien dengan peraturan
tentunya akan mempengaruhi penilaian auditor dalam memberikan audit
judgement.
Auditor secara sosial juga bertanggung jawab kepada masyarakat dan
profesinya daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis
pribadi atau kepentingan ekonomis semata. Situasi seperti hal tersebut di atas
sangat sering dihadapi oleh auditor. Auditor seringkali dihadapkan kepada situasi
dilema etika dalam pengambilan keputusannya (Jamilah dkk, 2007).
2.7. Karakteristik Kerja Auditor
Spilker (1995) mengungkapkan bahwa karakteristik sebuah pekerjaan
seperti tingkat kerumitan dan jumlah informasi yang disajikan/tersedia
mempengaruhi hubungan pengetahuan, akuntabilitas dan kualitas hasil kerja. Pada
pekerjaan yang lebih sederhana faktor usaha dapat menggantikan tingkat
pengetahuan yang dimiliki seseorang (bersifat subsitusi) dan pengetahuan
memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas hasil kerja. Sedangkan untuk
pekerjaan yang lebih rumit, akuntabilitas tidak lagi bersifat subsitusi dengan
pengetahuan yang dimiliki seseorang.
18
Perpustakaan Unika
Penelitian Cloyd (1997) juga membuktikan bahwa akuntabilitas dapat
meningkatkan kualitas hasil kerja auditor jika didukung oleh pengetahuan audit
yang tinggi. Tan dan Alison (1999) melakukan penelitian yang sama dengan
Cloyd (1997) dan membutikan bahwa pengetahuan dapat memperkuat hubungan
akuntabilitas dengan kualitas hasil kerja jika kompleksitas pekerjaan yang
dihadapi sedang/menengah. Untuk pekerjaan dengan kompleksitas rendah
akuntabilitas dan pengetahuan serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas hasil kerja. Sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan
tinggi, akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja jika didukung oleh
pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah yang tinggi.
2.8. Kinerja Auditor
Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai serta merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta Stolovic
dan Keeps dalam Veithzal (2002:87).
Menurut Seymour dalam Yetti, (2005:18) kinerja merupakan tindakan-
tindakan atau pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang dapat diukur. Kinerja diukur
dengan instrumen yang dapat dikembangkan dalam studi yang tergabung dalam
ukuran kinerja secara umum, selanjutnya diterjemahkan kedalam penilaian
perilaku secara mendasar, meliputi : (1) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja,
(3) pengetahuan tentang pekerjaan, (4) pendapat atau pernyataan yang
disimpulkan, (5) perencanaan kerja. Menurut Muekijat dalam Yetti (2004), kinerja
19
Perpustakaan Unika
adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang kariawan dalam melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya.
Menurut Irving dalam Surya dan Hananto (2004:35), komponen penting
untuk melakukan penaksiran kinerja adalah kuantitas dan kualitas kinerja
individu. Ia dinilai berdasarkan pencapaian kuantitas dan kulaitas output yang
dihasilkan dari serangkaian tugas yang harus dilakukannya.
Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini kariawan bisa belajar
seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informa, seperti komentar yang baik
dari mitra kerja. Namun demikian penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem
formal dan tersetruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat
yang berkaitan dengan pekerjaan, prilaku dan hasil termasuk tingkat kehadiran
(Schuler dalam Nugroho, 2005:18). Fokus penilaian kerja adalah untuk
mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja
sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang.
2.9. HIPOTESIS
EQ berupa kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan
keterampilan sosial akan menuntun pikiran dan perilaku seseorang. Seseorang
yang memiliki EQ yang memadai akan memiliki pertimbangan yang lebih
komprehensif dalam bersikap dan berperilaku sehingga akan bersikap dan
berkinerja lebih baik.
20
Perpustakaan Unika
Tanpa adanya pengendalian atau kematangan emosi (EQ) dan keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa (keimanan dan ketakwaan) (SQ), sangat sulit
bagi seorang auditor untuk dapat bertahan dalam menghadapi tekanan
frustasi, stress, menyelesaikan konflik yang sudah menjadi bagian atau resiko
profesi, dan memikul tanggung jawab seperti apa yang disebutkan dalam
Pedoman Kode Etik Akuntan Indonesia, serta untuk tidak menyalahgunakan
kemampuan dan keahlian yang merupakan amanah yang dimilikinya kepada jalan
yang tidak dibenarkan. Sehingga akan berpengaruh terhadap hasil kinerja
mereka (mutu dan kualitas audit) atau terjadinya penyimpangan-
penyimpangan, kecurangan dan manipulasi terhadap tugas 3 Integritas
mengharuskan auditor jujur dan terus terang dalam batasan kerahasiaan obyek
pemeriksaan Kode Etik Akuntan Indonesia.Prinsip objektivitas menetapkan suatu
kewajiban bagi auditor untuk tidak memihak, jujur secara intelektual dan
bebas dari konflik kepentingan.
Goleman menjelaskan (1998) tentang penggunaan kecerdasan emosional
terhadap pendorong kinerja, dengan sampel manajer yang dikelompokkan
kedalam 3 (tiga) bagian keahlian: tekhnikal, koognitif dan kemampuan kecerdasan
emosi murni seperti kemampuan memimpin dan berhubungan dengan orang
lain. Cooper dan Sawaf (1998) meneliti tentang pemetaan kecerdasan emosional
(EQ Map) dan pengaruhnya terhadap gaya kepemimpinan dan kinerja sejumlah
eksekutif manajer pada perusahan multinasional.
Surya dan Hananto (2004) meneliti tentang kinerja auditor dalam Kantor
Akuntan Publik dengan kecerdasan emosional auditor. Bulo (2002) dan Afufah
21
Perpustakaan Unika
dkk (2004) meneliti tentang pengaruh pendidikan dalam jurusan akuntansi
terhadap pembentukan kecerdasan emosional (EQ) mahasiswa akuntansi. Serta
Suryaningsum dkk (2003) dan Wijayanto (2005) meneliti tentang pengaruh
kecerdasan emosional (EQ) terhadap prestasi belajar mahasiswa ekonomi jurusan
akuntansi di universitas negeri dan swasta.
Penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2007) membuktikan bahwa
terdapat pengaruh positif antara EQ terhadap kinerja auditor. Semakin tinggi
tingkat kesadaran diri atau EQ seseorang tentunya ia semakin memiliki tingkat
motivasi, empati dan ketrampilan sosial yang lebih baik sehingga pada akhirnya
akan meningkatkan kinerja auditor, dengan demikian pengaruhnya positif. Maka
berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Kecerdasan Emosional (EQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor
SQ menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya (Zohar & Marshall, 2002:4), memungkinkan seseorang untuk
menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta
menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain (Zohar & Marshall,
2002:12). Wujud dari SQ ini adalah sikap moral yang dipandang luhur oleh
pelaku (Ummah dkk, 2003:43). Hal ini berarti orang yang memiliki SQ akan
mewujudkanya dalam perilaku yang luhur (etis). Bagi sebagian orang, SQ
mungkin diungkapkan melalui agama formal sehingga membuat agama menjadi
perlu (Zohar & Marshall 2002:9). Hal ini berarti SQ memiliki hubungan dengan
22
Perpustakaan Unika
keberagamaan seseorang. Sementara keberagamaan (religiusitas) menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang (Clark &
Dawson, 1996; Maryani & Ludigdo, 2001; Weaver & Agle, 2002).
Agustian (2001) membahas tentang pengaruh kombinasi kecerdasan
emosional dan spiritual (ESQ) yang dilandaskan pada nilai-nilai keislaman dalam
membentuk kepribadian dan kinerja yang sukses. Senada dengan Agustian,
Tasmara (2002) juga membahas tentang pengaruh dan penerapan nilai spiritual
agama (SQ) terhadap pembentukan etos kerja yang positif dalam tempat kerja.
Sukidi (2002) membahas tentang pentingnya kecerdasan spiritual (SQ) dalam
mengatasi problema psikologi dalam kehidupan termasuk juga di antaranya
dalam tempat kerja. Serta Syahdani (2005) yang membahas tentang
pendekatan unsur etika dan psikologi dengan kematangan emosional dan
spiritual (ESQ) dalam strategi mengelola perusahaan atau organisasi dan untuk
mencapai perestasi kerja yang optimal.
Ludigdo dan Maryani (2001) meneliti atas faktor-faktor yang
mempengaruhi akuntan dalam berperilaku etis yang sebagian besar dipengaruhi
oleh faktor religiuistas. Serta Ludigdo (2004) membahas adanya pergeseran
paradigma sistem pendidikan dan profesi akuntansi mulai dari yang berbasis
kecerdasan intelektual menjadi berbasis kecerdasan intelektual, emosional dan
spiritual (IESQ).
Penelitian Susilo (2007) membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif
antara SQ terhadap kinerja auditor. Jadi semakin tinggi kecerdasan spiritual (SQ)
maka akan semakin baik atau semakin meningkatkan kinerja auditor, sehingga
23
Perpustakaan Unika
dengan demikian pengaruhnya positif. Maka berdasarkan uraian di atas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Kecerdasan Spiritual (SQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor
Dalam pandangan kelompok yang menekankan IQ sebagai kemampuan
adaptasi, orang yang inteligen (cerdas) akan memiliki kemampuan untuk
mengorganisasi pola-pola tingkah lakunya sehingga dapat bertindak lebih efektif
dan lebih tepat (Fudyartanta, 2004:12). Ini berarti bahwa makin tinggi inteligensi
seseorang maka akan semakin terdorong untuk memiliki kinerja lebih baik.
Artinya dengan adanya IQ yang dimiliki oleh seseorang yang lebih tinggi,
secara intrinsik ia akan semakin terdorong untuk memiliki kinerja lebih baik
dalam profesinya. Penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2007) menyatakan
bahwa memang IQ akan berpengaruh terhadap kinerja auditor.
Yacub (2001) berpendapat dan juga menekankan akan pentingnya
reformasi dan perubahan sistem pendidikan nasional yang mensinergikan IQ, EQ,
CQ dan SQ dalam segala bidang mulai dari filsafat/tujuan pendidikan sampai ke
pemerintahan dan manajemen pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, dan
substansi pengajaran secara nasional, regional dan lokal. McClleland (1973)
dalam Goleman (2000) meneliti tentang pengaruh kecerdasan intelektual (IQ)
dengan parameter prestasi akademis yang dicapai, terhadap kesuksesan seseorang
di tempat kerja.
24
Perpustakaan Unika
Penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2009) menyatakan bahwa
kecerdasan intelektual akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akuntansi
mahasiswa, sehingga setelah bekerja menjadi auditor akan semakin baik
kinerjanya. Sedangkan Bacolod etl.al. (2009) mengemukakan bahwa IQ
mempengaruhi kinerja seorang professional termasuk auditor. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Trihandini (2005).
Artinya semakin tinggi kecerdasan intelektual seseorang maka akan
semakin baik kinerjanya karena berarti ia memiliki akal yang lebih baik dalam
bekerja, dengan demikian antara kecerdasan intelektual dengan kinerja adalah
memiliki pengaruh positif. Maka berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H3: Kecerdasan Intelektual (IQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor
25
Perpustakaan Unika
2.10. KERANGKA PIKIR
Manusia: Sudut Pandang Psikologis
Manusia memiliki akal,budi, dan emosi
H1 (+) H2 (+) H3 (+)
EQ SQ IQ
Kinerja Auditor
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Ditinjau dari sudut pandang psikologis, manusia memiliki ego, akal, budi
dan emosi serta akal yang membedakannya dengan makhluk lain. Ini yang
membuatnya untuk menggeluti berbagai profesi, termasuk auditor. Maka dari itu,
kinerja auditor menjadi sorotan dan ada berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Maka penelitian ini ingin menguji apakah terdapat pengaruh antara kecerdasan
emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan intelektual (IQ)
terhadap kinerja auditor.
26
Perpustakaan Unika
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh auditor yang berdomosili di
Semarang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah dengan purposive
sampling dimana teknik pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
pertimbangan tertentu peneliti. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:
1. Merupakan staf akuntan yang bekerja sebagai tenaga profesional
(auditor).
2. Berdomisili di Semarang.
27
Perpustakaan Unika
Tabel 3.1. Penyebaran Kuesioner
JumlahNo. Nama KAP Alamat No. tlp Kuesionerauditor
KAP Hananta Budianto1 Jl. Sisingamangaraja 20-22 8412000 8 Menolak& Rekan
KAP Bayudi Watu & Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo2 8444183 7 6Rekan 85
KAP Darsono & Budi3 Jl. Mugas Dalam 65 8417530 20 MenolakCahyo Santoso4 KAP Yulianti SE BAP Jl. Letjen MT Haryono 548 3547668 5 4
Kantor Akuntan Sugeng Jl. Bukit Agung Bl AA/15 70798706 15 MenolakPamudji Drs (Perum Pondok Bukit Agung)6 Aji Multi Consultant PT Jl. Medoho Asri Raya 40 6747263 5 57 KAP Drs Tahrir Hidayat Jl. Pusponjolo Tengah I/2-A 7607969 5 5
KAP Erwan, Sugadhi &8 Jl. Tegalsari Barat V/24 8505830 4 MenolakJajat Marjat
Tidak9 KAP Irawati Kusumadi Puri Anjasmoro Bl B-5/16 7613578 MenolakDiketahui
KAP Ngurah Arya &10 Jl. Pamularsih Raya 16 7601329 20 7Rekan11 KAP Benny Gunawan Jl. Puri Anjasmoro Bl DD-1/3 7606011 20 5
12 KAP Suhartati & Rekan Jl. Citarum Tengah 22 3583238 14 Menolak
KAP Rohendi.Mardjito13 Jl. Beruang Raya 48 6710185 11 Menolakdan Roshadi
KAP Leonard Mulia &14 Jl. Marina 8 7600690 60 MenolakRichard Jumlah Kuesioner yang dibagikan: 32
Berdasarkan pada tabel di atas diketahui bahwa kuesioner pada penelitian
ini yang dapat disebarkan sebanyak 32 kuesioner dan terdiri dari 6 KAP.
3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu
data pertama yang diperoleh dari sumber obyek penelitian melalui pengisian
kuesioner.
28
Perpustakaan Unika
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode survei dengan cara membagikan kuesioner secara personal
yaitu dengan menyebarkan kuesioner secara langsung kepada responden.
3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.3.1. Kecerdasan Emosional (EQ)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan auditor untuk mengenali
perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain (Goleman, 2005:512). Variabel ini diperoleh dengan kuesioner EQ yang
terdiri dari 30 pertanyaan yang diadaptasi dari Bulo (2002). Pengukuran variabel
ini menggunakan Skala Likert dengan skala 1 (Sangat Tidak Setuju) hingga 5
(Sangat Setuju). Semakin banyak responden yang menjawab SS artinya semakin
tinggi kecerdasan emosionalnya.
3.3.2. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah auditor untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai dengan menempatkan perilaku dan hidup
manusia dalam konteks yang lebih luas dan kaya (Zohar & Marshall, 2002:4).
Variabel ini diperoleh dengan kuesioner yang terdiri dari 20 item yang
dikembangkan oleh Daly Planet Communications dan dipublikasikan oleh
International Institute for Reformation (2001) sebagaimana digunakan oleh
29
Perpustakaan Unika
Darwis (2004). Pengukuran variabel ini menggunakan Skala Likert dengan skala 1
(Sangat Tidak Setuju) hingga 5 (Sangat Setuju). Semakin banyak responden yang
menjawab SS artinya semakin tinggi kecerdasan spiritualnya. Kuesioner nomor 28
direcording.
3.3.3. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Kecerdasan intelektual (IQ) adalah tingkat intelegensi yang dimiliki
auditor. Variabel ini diperoleh dengan Tes Intelegensi yang dikutip dari Truste
Certified Privacy (2010). Pengukuran variabel ini menggunakan jawaban dari a
hingga d. Semakin banyak responden yang menjawab jawaban benar artinya
semakin tinggi kecerdasan intelektualnya.
3.3.4. Kinerja Auditor
Kinerja merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan-pelaksanaan tugas
yang dapat diukur. Kinerja pada penelitian ini diukur dengan instrumen yang
dikembangkan oleh Seymour dalam Yetti (2005). Pengukuran variabel ini
menggunakan Skala Likert dengan skala 1 (Sangat Tidak Setuju) hingga 5 (Sangat
Setuju). Semakin banyak responden yang menjawab SS artinya semakin baik
kinerjanya.
3.4. Uji Instrumen
Instrumen yang baik adalah instrumen yang memenuhi syarat validitas dan
reliabilitas data.
30
Perpustakaan Unika
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu unutuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut (Ghozali, 2004: 45). Uji validitas digunakan untuk
menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu dapat mengukur apa yang
ingin diukur. Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan perhitungan korelasi Product Moment dari Karl Pearson
(Santoso, 2002), yaitu dengan menggunakan rumus:
n(∑ XY ) − (∑ X ∑Y )r =
2 2 2 2n(∑ X ) − (∑ X ) − n(∑Y ) − (∑Y )
Dimana:
r = koefisien korelasi ( r hitung).
X = tingkat skor indicator yang diuji.
Y = total skor indikator.
n = jumlah sampel.
Kriteria pengujian validitas penelitian:
1. jika r hitung > r tabel, maka memenuhi persyaratan validitas.
2. jika r hitung < r tabel, maka tidak memenuhi persyaratan validitas.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.
31
Perpustakaan Unika
Reliabilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas suatu skor dari suatu
instrumen pengukur. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari
waktu ke waktu (Ghozali, 2004:41). Uji reliabilitas dalam penelitian ini
akan dilakukan dengan menggunakan uji statistik Cronbach Alpha (α )
dimana suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach
Alpha > 0,60 (Nunally, 1969 dalam Ghozali, 2004:42). Pengujian terhadap
reliabilitas data hanya dilakukan pada item-item yang valid dengan
menggunakan rumus sebagai berikut: (Ghozali, 2004)
Krα =
1+ (K −1)r
Dimana:
α = koefisien reliabilitas.
K = jumlah item reliabilitas.
r = rata-rata korelasi antar item.
3.5. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan independent keduanya memiliki distribusi normal ataukah
tidak normal (Ghozali, 2004). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi
data normal atau mendekati normal. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dimana data dikatakan
32
Perpustakaan Unika
berdistribusi normal jika memiliki nilai probabilitas pengujian yang lebih besar
dari 0,05 (Ghozali, 2004).
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali,
2006:91). Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance
dan lawannya. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinieritas jika
nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10 (Ghozali, 2004).
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. (Ghozali, 2004:105). Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Pengujian ini dilakukan
dengan uji Glejser, dengan kriteria data yang bebas dari heteroskedastisitas
memiliki probabilitas signifikansi > α (0,05) (Ghozali, 2004).
3.6. Teknik Analisis Data
Alat pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
berganda. Untuk itu diformulasikan model regresi berganda sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
33
Perpustakaan Unika
Di mana: Y = Kinerja Auditor
a = Nilai intersep (konstan)
b1—b3 =Koefisien arah regresi
X1 = EQ
X2 = SQ
X3 = IQ
e = error
3.6.1. Uji Model Fit
Untuk mengetahui pengujian model fit data dilakukan dengan menggunakan
uji F untuk mengetahui sejauh mana variabel X (independen) dapat
mempengaruhi variabel dependen (Y). Jika nilai signifikansi F lebih besar
daripada 0,05 maka model tidak fit artinya tidak dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh variabel X terhadap Y, sedangkan jika nilai signifikansi F
lebih kecil daripada 0,05 maka model fit artinya dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh variabel X terhadap Y.
3.6.2. Uji t
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji t. Untuk
menganalisis pengaruh variabel X1-X3 terhadap Y digunakan metoda statistik
dengan tingkat taraf signifikansi α = 0,05 artinya derajad kesalahan sebesar 5 %.
Kriteria penerimaan hipotesis adalah sebagai berikut:
34
Perpustakaan Unika
1. Jika nilai P-value (sig.t) < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
2. Jika nilai P-value (sig.t) > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.
23.6.3. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R )
Pengujian koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa
jauh atau berapa persen variabel X mempengaruhi variabel Y. Ini dilakukan
2dengan melihat pada nilai Adjusted R .
35
Perpustakaan Unika
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Responden
Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai hasil
penelitian ini, terlebih dahulu akan dibahas mengenai gambaran umum
responden yang menjadi sampel pada penelitian ini:
Tabel 4.1. Gambaran Umum Responden
Keterangan Jumlah PresentaseUsia:
- < 25 tahun 15 orang 46,9%- 25 – 30 tahun 13 orang 40,6%- >30 tahun 4 orang 12,5%
Jenis Kelamin:- Laki-laki 19 orang 59,4%- Perempuan 13 orang 40,6%
Pendidikan:- D3 5 orang 15,6%- S1 27 orang 84,4%
Masa Kerja:- < 3 tahun 28 orang 87,5%- 3 – 5 tahun 3 orang 9,4%- > 5 tahun 1 orang 3,1%
Total: 32 orang 100%Sumber: Data Primer yang Diolah
Dilihat dari tabel gambaran umum responden di atas diketahui
bahwa sebagian besar responden pada penelitian ini telah berusia kurang
dari 25 tahun (46,9%). Jenis kelamin mayoritas responden adalah laki-laki
(59,4%) dan sisanya sebesar 40,6% adalah perempuan. Masa kerja kurang
dari tiga tahun (87,5%) dengan tingkat pendidikan S1 (84,4%).
36
Perpustakaan Unika
Tabel 4.2.
Jenis_kelamin * Pendidikan Crosstabulation
Pendidikan
D3 S1 TotalJenis_ L Count 5 15 20kelamin % of Total 15,6% 46,9% 62,5%
P Count 0 12 12
% of Total ,0% 37,5% 37,5%
Total Count 5 27 32
% of Total 15,6% 84,4% 100,0%
Sumber: Data Primer yang Diolah
Dilihat dari tabel tabulasi silang tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki
dengan pendidikan S1 yaitu 15 orang atau 46,9%.
Tabel 4.3.
Masa_kerja * Usia Crosstabulation
Usia
<25 th 25-30 th >30 th TotalMasa_kerja <3 th Count 14 11 3 28
% of Total 43,8% 34,4% 9,4% 87,5%
3-5 th Count 1 2 0 3
% of Total 3,1% 6,3% ,0% 9,4%
>5 th Count 0 0 1 1
% of Total ,0% ,0% 3,1% 3,1%
Total Count 15 13 4 32
% of Total 46,9% 40,6% 12,5% 100,0%
Sumber: Data Primer yang Diolah
Dilihat dari tabel tabulasi silang tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden pada penelitian ini berusia kurang dari 25 tahun
dengan masa kerja kurang dari 3 tahun yaitu ada 14 orang atau 43,8%.
37
Perpustakaan Unika
Tabel 4.4.
Pendidikan * Usia Crosstabulation
Usia
<25 th 25-30 th >30 th TotalPendidikan D3 Count 3 2 0 5
% of Total 9,4% 6,3% ,0% 15,6%
S1 Count 12 11 4 27
% of Total 37,5% 34,4% 12,5% 84,4%
Total Count 15 13 4 32
% of Total 46,9% 40,6% 12,5% 100,0%
Sumber: Data Primer yang Diolah
Dilihat dari tabel tabulasi silang tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden pada penelitian ini berusia kurang dari 25 tahun
dengan pendidikan S1 yaitu 12 orang atau 37,5%.
Tabel 4.5.
Pendidikan * Masa_kerja Crosstabulation
Masa_kerja
<3 th 3-5 th >5 th TotalPendidikan D3 Count 5 0 0 5
% of Total 15,6% ,0% ,0% 15,6%
S1 Count 23 3 1 27
% of Total 71,9% 9,4% 3,1% 84,4%
Total Count 28 3 1 32
% of Total 87,5% 9,4% 3,1% 100,0%
Sumber: Data Primer yang Diolah
Dilihat dari tabel tabulasi silang tersebut dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden pada penelitian ini berpendidikan S1 dengan
masa kerja kurang dari 3 tahun yaitu 23 orang atau 71,9%.
38
Perpustakaan Unika
4.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
4.2.1. Hasil Uji Validitas
Pengujian validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur yang
dapat digunakan untuk mengukur apa yang ingin diukur. Untuk pengujian
validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel.
Pengujian pertama untuk uji validitas dilakukan untuk menguji variabel
kecerdasan emosional (EQ):
Tabel 4.6. Hasil Pengujian Validitas EQPertanyaan r hitung r tabel Keterangan
X1 0,536 0,349 ValidX2 0,670 0,349 ValidX3 0,643 0,349 ValidX4 0,688 0,349 ValidX5 0,743 0,349 ValidX6 0,795 0,349 ValidX7 0,579 0,349 ValidX8 0,625 0,349 ValidX9 0,733 0,349 ValidX10 0,631 0,349 ValidX11 0,838 0,349 ValidX12 0,380 0,349 ValidX13 0,646 0,349 ValidX14 0,581 0,349 ValidX15 0,695 0,349 ValidX16 0,700 0,349 ValidX17 0,658 0,349 ValidX18 0,503 0,349 ValidX19 0,573 0,349 ValidX20 0,716 0,349 ValidX21 0,576 0,349 ValidX22 0,731 0,349 ValidX23 0,696 0,349 ValidX24 0,746 0,349 ValidX25 0,631 0,349 ValidX26 0,563 0,349 ValidX27 0,559 0,349 ValidX28 0,677 0,349 ValidX29 0,48 0,349 ValidX30 0,582 0,349 Valid
Sumber: Data Primer yang Diolah
39
Perpustakaan Unika
Dilihat dari tabel di atas diketahui bahwa nilai r hitung > r tabel
sehingga semua item pertanyaan untuk variabel EQ ini dapat dikatakan
valid.
Kemudian berikutnya adalah hasil pengujian validitas untuk
variabel kecerdasan spiritual (SQ):
Tabel 4.7. Hasil Pengujian Validitas SQ
Pertanyaan r hitung r tabel KeteranganX1 0,392 0,349 ValidX2 0,423 0,349 ValidX3 0,729 0,349 ValidX4 0,532 0,349 ValidX5 0,631 0,349 ValidX6 0,486 0,349 ValidX7 0,658 0,349 ValidX8 0,734 0,349 ValidX9 0,543 0,349 ValidX10 0,459 0,349 ValidX11 0,504 0,349 ValidX12 0,631 0,349 ValidX13 0,604 0,349 ValidX14 0,635 0,349 ValidX15 0,634 0,349 ValidX16 0,654 0,349 ValidX17 0,343 0,349 ValidX18 0,695 0,349 ValidX19 0,430 0,349 ValidX20 0,351 0,349 ValidX21 0,446 0,349 ValidX22 0,609 0,349 ValidX23 0,661 0,349 ValidX24 0,434 0,349 ValidX25 0,375 0,349 ValidX26 0,567 0,349 ValidX27 0,657 0,349 ValidX28 0,714 0,349 ValidX29 0,773 0,349 ValidX30 0,561 0,349 Valid
Sumber: Data Primer yang Diolah
40
Perpustakaan Unika
Dilihat dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai r hitung > r tabel
sehingga semua item pertanyaan untuk variabel SQ adalah valid.
Tabel berikut ini menunjukkan hasil pengujian validitas untuk
variabel kecerdasan intelektual (IQ):
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Validitas IQ
Pertanyaan r hitung r tabel KeteranganX1 0,435 0,349 ValidX2 0,388 0,349 ValidX3 0,386 0,349 ValidX4 0,392 0,349 ValidX5 0,365 0,349 ValidX6 0,418 0,349 Valid
Sumber: Data Primer yang Diolah
Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai r hitung > r tabel sehingga
untuk item pertanyaan IQ ini dapat dikatakan valid.
Tabel berikut ini menunjukkan hasil pengujian validitas untuk
variabel kinerja auditor:
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Validitas Kinerja Auditor
Pertanyaan r hitung r tabel KeteranganX1 0,477 0,349 ValidX2 0,723 0,349 ValidX3 0,728 0,349 ValidX4 0,631 0,349 ValidX5 0,749 0,349 ValidX6 0,654 0,349 ValidX7 0,856 0,349 ValidX8 0,613 0,349 ValidX9 0,753 0,349 ValidX10 0,428 0,349 Valid
Sumber: Data Primer yang Diolah
Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai r hitung > r tabel sehingga
untuk item pertanyaan IQ ini dapat dikatakan valid.
41
Perpustakaan Unika
4.2.2. Hasil Uji Reliabilitas
Untuk pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah
hasil dari kuesioner ini dapat dipercaya atau reliabel. Berikut ini adalah
hasilnya:
Tabel 4.10. Hasil Pengujian Reliabilitas Penelitian
Pertanyaan Alpha Cronbach KeteranganEQ 0,951 ReliabelSQ 0,914 ReliabelIQ 0,684 ReliabelKinerja Auditor 0,899 Reliabel
Sumber: Data Primer yang Diolah
Dilihat dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa untuk masing-
masing variabel pada penelitian ini yaitu EQ, SQ, IQ dan kinerja auditor
memiliki nilai yang lebih besar daripada 0,6 sehingga dikatakan reliabel.
4.3. Deskriptif Variabel Penelitian
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil statistik deskriptif
pada penelitian ini:
Tabel 4.11. Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. DeviationKec_Emosional 32 80,00 150,00 112,4688 17,45960
Kec_Spiritual 32 84,00 146,00 109,4063 15,51037
Kec_Intelektual 32 2,00 5,00 4,2813 ,85135
Kinerja_Auditor 32 25,00 50,00 36,2500 6,37029
Valid N (listwise) 32
Sumber: Data Primer yang Diolah
42
Perpustakaan Unika
Jika kategori dalam 3 rentang kategori maka dari variabel EQ
dibagi menjadi kategori sebagai berikut:
Skor minimum: 150
Skor maksimum: 80
Jumlah kategori: 3
Rentang: Skor Maksimum – Skor Minimum = 150-80 = 23,3Jumlah Kategori 3
Rendah: 80 – 103,3
Sedang: 103,4 – 126,6
Tinggi: 126,7 – 150
Skor rata-rata jawaban responden dari variabel EQ (kecerdasan
emosional adalah 112,4688 dan nilainya berada di kisaran sedang, artinya
sampel responden pada penelitian ini memiliki kecerdasan emosional yang
biasa saja. Artinya auditor mampu mengenali perasaan dirinya sendiri dan
perasaan orang lain, cukup mampu memotivasi diri sendiri dan mampu
mengelola emosi cukup baik.
Jika kategori dalam 3 rentang kategori maka dari variabel SQ
dibagi menjadi kategori sebagai berikut:
Skor minimum: 146
Skor maksimum: 84
Jumlah kategori: 3
Rentang: Skor Maksimum – Skor Minimum = 146-84 = 20,6Jumlah Kategori 3
43
Perpustakaan Unika
Rendah: 84 – 104,6
Sedang: 104,7 – 125,2
Tinggi: 125,3 – 146
Skor rata-rata jawaban responden dari variabel SQ (kecerdasan
spiritual adalah 109,4063 dan nilainya berada di kisaran sedang, artinya
sampel responden pada penelitian ini memiliki kecerdasan spiritual yang
biasa saja. Artinya auditor cukup mampu dalam menghadapi dan
memecahkan persoalan yang dihadapi selama ini.
Jika kategori dalam 3 rentang kategori maka dari variabel IQ
dibagi menjadi kategori sebagai berikut:
Skor minimum: 5
Skor maksimum: 2
Jumlah kategori: 3
Rentang: Skor Maksimum – Skor Minimum = 5-2 = 1Jumlah Kategori 3
Rendah: 2 – 3
Sedang: 3,1 – 4
Tinggi: 4,1 – 5
Skor rata-rata jawaban responden dari variabel IQ (kecerdasan
intelektual adalah 4,2813 dan nilainya berada di kisaran tinggi, artinya
sampel responden pada penelitian ini memiliki kecerdasan intelektual
yang tinggi. Artinya auditor mamiliki tingkat intelegensi yang tinggi.
44
Perpustakaan Unika
Jika kategori dalam 3 rentang kategori maka dari variabel kinerja
auditor dibagi menjadi kategori sebagai berikut:
Skor minimum: 50
Skor maksimum: 25
Jumlah kategori: 3
Rentang: Skor Maksimum – Skor Minimum = 50-25 = 8,3Jumlah Kategori 3
Rendah: 25 – 33,3
Sedang: 33,4 – 41,6
Tinggi: 41,7 – 50
Skor rata-rata jawaban responden dari variabel kinerja auditor
adalah 36,2500 dan nilainya berada di kisaran sedang, artinya auditor
dapat melaksanakan tugas dengan cukup baik selama ini, misalnya
memiliki pengetahuan cukup, dapat menjalankan pekerjaa tepat waktu,
memiliki mutu atau kualitas kerja yang cukup baik.
4.4. Hasil Pengujian Asumsi Klasik
4.4.1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat pada nilai
Kolmogorof-Smirnov. Berikut ini adalah hasilnya:
45
Perpustakaan Unika
Tabel 4.12. Hasil Pengujian Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 32Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 3,07985714
Most Extreme Absolute ,081Differences Positive ,079
Negative -,081
Kolmogorov-Smirnov Z ,457
Asymp. Sig. (2-tailed) ,985
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dilihat dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. untuk
unstandardized residual pada penelitian ini adalah 0,985 > 0,05 sehingga
dapat dikatakan data pada penelitian ini normal.
4.4.2. Uji Multikolinearitas
Sedangkan untuk hasil pengujian multikolinearitas dilakukan
dengan melihat pada angka VIF dan Tolerance, dengan hasil sebagai
beirkut:
Tabel 4.13. Hasil Pengujian MultikolinearitasCoefficientsa
Unstandardized StandardizedCoefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF1 (Constant) -4,665 4,996 -,934 ,358
Kec_Emosional ,200 ,060 ,549 3,334 ,002 ,308 3,245
Kec_Spiritual ,146 ,064 ,357 2,303 ,029 ,348 2,870
Kec_Intelektual ,158 ,078 ,299 2,026 ,049 ,763 1,311
a. Dependent Variable: Kinerja_Auditor
Sumber: Data Primer yang Diolah
46
Perpustakaan Unika
Dilihat dari persamaan regresi tersebut di atas, nilai untuk
Tolerance > 0,1 dan VIF < 10. Jadi dapat dikatakan bahwa data pada
penelitian ini bebas dari multikolinearitas.
4.4.3. Uji Heteroskedastisitas
Sedangkan untuk hasil pengujian heteroskedastisitas juga
dilakukan untuk model regresi pada penelitian ini dengan uji Glejser
dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.14. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Unstandardized StandardizedCoefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.1 (Constant) 2,881 3,206 ,898 ,377
Kec_Emosional -,048 ,039 -,405 -1,235 ,227
Kec_Spiritual ,023 ,041 ,177 ,573 ,571
Kec_Intelektual ,507 ,502 ,210 1,010 ,321
a. Dependent Variable: ABS_RES
Sumber: Data Primer yang Diolah
Dilihat dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai masing-masing
variabel independen memiliki nilai signifikansi > 0,05 sehingga dapat
dikatakan bahwa data pada penelitian ini telah bebas dari
heteroskedastisitas.
47
Perpustakaan Unika
4.5. Analisis Regresi
Pada penelitian ini dilakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan bantuan
program SPSS 13.0. Berikut ini adalah hasilnya:
Tabel 4.15. Analisis RegresiCoefficientsa
Unstandardized StandardizedCoefficients Coefficients Collinearity St
Model B Std. Error Beta t Sig. ToleranceSig./2
1 (Constant) -4,665 4,996 -,934 ,358 ,179
Kec_Emosional ,200 ,060 ,549 3,334 ,002 ,001,308
Kec_Spiritual ,146 ,064 ,357 2,303 ,029 ,0145,348Kec_Intelektual ,158 ,078 ,299 2,026 ,049 ,0245,763
a. Dependent Variable: Kinerja_Auditor
Sumber: Data Primer yang Diolah
4.5.1. Pengujian Hipotesis Pertama
Berdasarkan pada tabel 4.15. diperoleh nilai signifikansi t untuk
variabel kecerdasan emosional sebesar 0,002/2=0,001 yang nilainya <
0,05. Nilai koefisien regresi sebesar +0,200 menunjukkan pengaruhnya
positif. Artinya kecerdasan emosional (EQ) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja auditor. Dengan demikian maka hipotesis
pertama pada penelitian ini diterima. Artinya kecerdasan emosional
berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.
48
Perpustakaan Unika
4.5.2. Pengujian Hipotesis Kedua
Berdasarkan pada tabel 4.15. diperoleh nilai signifikansi t untuk
kecerdasan spiritual adalah sebesar 0,029/2=0,0145 yang nilainya < 0,05.
Nilai koefisien regresi sebesar +0,146 menunjukkan pengaruhnya positif.
Artinya kecerdasan spiritual (SQ) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja auditor. Dengan demikian maka hipotesis kedua pada
penelitian ini diterima. Artinya kecerdasan spiritual berpengaruh positif
terhadap kinerja auditor.
4.5.3. Pengujian Hipotesis Ketiga
Berdasarkan pada tabel 4.15. diperoleh nilai signifikansi t untuk
kecerdasan intelektual adalah sebesar 0,049/2=0,0245 yang nilainya <
0,05. Nilai koefisien regresi sebesar +0,158 menunjukkan pengaruhnya
positif. Artinya kecerdasan intelektual (IQ) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja auditor. Dengan demikian maka hipotesis
ketiga pada penelitian ini diterima. Artinya kecerdasan intelektual
berpengaruh positif terhadap kinerja auditor.
49
Perpustakaan Unika
4.6. Uji Model Fit
Tabel 4.16. Uji Model Fit
ANOVAb
Sum ofModel Squares df Mean Square F Sig.1 Regression 965,798 3 321,933 30,849 ,000a
Residual 292,202 28 10,436
Total 1258,000 31
a. Predictors: (Constant), Kec_Intelektual, Kec_Spiritual, Kec_Emosional
b. Dependent Variable: Kinerja_Auditor
Berdasarkan pada tabel di atas dketahui bahwa nilai signifikansi F
sebesar 0,000 < 0,05 artinya model fit dan dapat digunakan. Jadi variabel
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual
dapat digunakan untuk memprediksi kinerja auditor.
4.7. Pembahasan
Berdasarkan pada hasil analisis dan pengujian hipotesis diketahui
bahwa hipotesis pertama diterima jadi terdapat pengaruh positif antara
kecerdasan emosional terhadap kinerja auditor. Artinya semakin tinggi
kecerdasan emosional maka kinerja auditor akan semakin meningkat. EQ
berupa kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan
sosial akan menuntun pikiran dan perilaku seseorang. Seseorang yang
memiliki EQ yang memadai akan memiliki pertimbangan yang lebih
komprehensif dalam bersikap dan berperilaku sehingga akan bersikap dan
berkinerja lebih baik. Hal ini disebabkan karena adanya pengelolaan emosi
yang lebih baik dalam berperilaku sehingga berdampak pada hasil kerja
50
Perpustakaan Unika
yang lebih baik. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Surya dan Hananto (2004), Susilo (2007) yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh positif antara kecerdasan emosional terhadap
kinerja auditor.
Hasil pengujian hipotesis kedua menyatakan bahwa terdapat
pengaruh positif antara kecerdasan spiritual terhadap kinerja auditor.
Artinya semakin tinggi kecerdasan spiritual seorang auditor maka
kinerjanya akan semakin meningkat. SQ menempatkan perilaku dan hidup
manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya (Zohar &
Marshall, 2002:4), memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal
yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani
kesenjangan antara diri dan orang lain (Zohar & Marshall, 2002:12).
Wujud dari SQ ini adalah sikap moral yang dipandang luhur oleh pelaku
(Ummah dkk, 2003:43). Semakin tinggi tingkat kecerdasan spiritual
seorang auditor, maka ia akan memiliki konteks dan pandangan luas
terhadap semua permasalahan dan memiliki moral yang baik, sehingga
akan semakin baik kinerjanya. Hal ini disebabkan karena berarti individu
tersebut memiliki moral yang baik dan berdampak pada perilaku baik
sehingga meningkatkan hasil kerjanya. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2007) yang menyatakan terdapat
pengaruh positif dan signifikan antara kecerdasan spiritual terhadap
kinerja auditor.
51
Perpustakaan Unika
Untuk pengujian hipotesis ketiga berhasil membuktikan bahwa
hipotesis diterima. Artinya terdapat pengaruh positif antara kecerdasan
intelektual terhadap kinerja auditor. Artinya dengan adanya IQ yang
dimiliki oleh seseorang yang lebih tinggi, secara intrinsik ia akan semakin
terdorong untuk memiliki kinerja lebih baik dalam profesinya. Artinya
semakin tinggi kecerdasan intelektual seseorang maka akan semakin baik
kinerjanya karena berarti ia memiliki akal yang lebih baik dalam bekerja,
dengan demikian antara kecerdasan intelektual dengan kinerja adalah
memiliki pengaruh positif. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian
yang dilakukan oleh Susilo (2007), Trihandini (2005), dan Bacolod etl.al.
(2009) yang menyatakan terdapat pengaruh positif antara kecerdasan
intelektual terhadap kinerja auditor.
52
Perpustakaan Unika
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan pada bagian
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosional (EQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor dalam KAP. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Surya dan Hananto (2004), Susilo (2007).
2. Kecerdasan spiritual (SQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor dalam KAP. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Susilo (2007).
3. Kecerdasan intelektual (IQ) berpengaruh positif terhadap kinerja
auditor dalam KAP. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Susilo (2007), Trihandini (2005), dan Bacolod
etl.al. (2009).
5.2. Saran
Sedangkan saran yang dapat dikemukakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya pihak KAP dalam melakukan pembagian tugas
memperhatikan kecerdasan emosional, spiritual dan
intelektual para auditornya sehingga bisa memaksimalkan
53
Perpustakaan Unika
kinerjanya di kemudian hari. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara mengadakan seminar, melatih kesabaran dan mental
untuk mengendalikan emosi. Untuk meningkatkan kecerdasan
spiritual dapat dilakukan dengan mengadakan rekoleksi atau
retret bersama untuk mempertebal iman.
2. Pada penelitian berikutnya dengan topik yang sama dapat
ditambahkan variabel lain yang mempengaruhi kinerja auditor,
misalnya saja tingkat pendidikan, tingkat pengendalian diri,
stress kerja. Hal ini disebabkan karena dengan adanya tingkat
pendidikan, tingkat pengendalian diri yang baik, serta stress
kerja yang rendah kemungkinan akan mempengaruhi kinerja
auditor.
54
Perpustakaan Unika
DAFTAR PUSTAKA
Afufah, A., Suryaningrum, dan Heriningsih Sucahyo, 2004, “Pengaruh.Pendidikan Tinggi Akuntansi Terhadap Kecerdasan Emosional”.Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar.
Bacolod, M., Bernardo S.Blum, William C. Strange. 2009. Elemen of Skill: Traits,Intelligences, Education, and Agglomeration. University of California.
Bulo, William Efrayim Lata, 2002, “Pengaruh Pendidikan Tinggi AkuntansiTerhadap Kecerdasan Emosional Mahasiswa”, Fakultas Ekonomi UGM.
Buku Super Tes IQ (Redaksi Tangga Pustaka). 2008. Penyunting: Agustin Leoni,Cetakan I. Jakarta: Tangga Pustaka.
Cloyd. 1997. An Analysis of Coping Strategies and Emotional Intelligence.Accounting, Finance, and Management, March 1997.
Cherniss, C. and Adler, M., 2000. “Promoting Emotional Intelligence inOrganizations: make Training in Emotional Intelligence Effective”,Alexandra, Vol.186.
Cooper, R.K. and Sawaf, A. 1999. Executive EQ. Kecerdasan Emosional DalamKepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Faridah, 2003, ”Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Dlaam MataKuliah Akuntansi Keuangan Menengah (Studi Empiris Pada MahasiswaAkuntansi PTS di Jawa Tengah)”, Jurnal Maksi, Vol. 3, Agustus 2003,hal. 78-97.
Fudyartanta, Ki. 2004. Tes Bakat dan Perskalaan Kecerdasan.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Ghozali, Imam. 2004. Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:Badan Penerbit UNDIP.
Goleman, Aniel, 2000, Working with Emotional Intelligence (terjemahan Alex TriKantjono W), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hendrick dan Ludeman. 1998. The Corporate Mystic (terjemahan), Bandung:Kaifa.
Jamilah, S., Zaenal Fanani dan Grahita Chandrarin, 2007, ”Pengaruh Gender,Tekanan Ketaatan dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgement”.SNA X, Makasar, 26-28 Juli 2007.
55
Perpustakaan Unika
Khavari. 2000. Emotional Intelligence (terj. Oleh T. Hermaya). Jakarta:Gramedia.
Ludigdo. 2004. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual.Gramedia. Jakarta.
McClelland, D. C. 1973. Testing for competence rather than for "intelligence."American Psychologist, 28, 1-14.
Napitupulu, I.H. 2009. Pengaruh Kecerdasan Intelektual dan KecerdasanEmosional terhadap Tingkat Pemahaman Pelajaran Akuntansi denganMinat sebagai Variabel Moderating (Studi Pada Siswa AMK Bisnis danManajemen di Kota Sibolga Kelas XII Jurusan Akuntansi). USURepository.
Salovey, P. and Mayer, J. D. 1990. Emotional intelligence. Imagination,Cognition, and Personality, 9, 185-211.
Santoso, S. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: Erlangga.
Sayogya, Nataline. 2004: Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap PrestasiKerja Auditor. Skripsi Jurusan Akuntansi UKSW (tidak dipublikasikan).
Sinetar, E. 2000. Spiritual intelligence: what we can learn from the early.
Surya R, dan Hananto S T. 2004 : Pengaruh Emotioanal Quotient Auditorterhadap kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik. Persepektif, Vol. 9,No. 1, Juni 2004: hal 33 – 40.
Susilo, 2009. Pengaruh Kecerdasan Emosional dan piritual Auditor TerhadapKinerja Auditor dalam Kantor Akuntan Publik.
Syafii, Agus. 2007. Konsep Psikologis Manusia. WorldPress.com.
Tan dan Alison. 1999 . Relating Emotional Intelligence to Other PsychologicalVariables.
Tantina, Yetti. 2004. Pengaruh Kepuasan Kerja, Kemampuan Auditor danKomitmen Organisasional Terhadap Kinerja Auditor di Semarang .Skripsi Jurusan Akuntansi UKSW (tidak dipublikasikan).
Trisnawati, Eka Indah dan Suryaningrum Sri, 2003, Pengaruh KecerdasanEmosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi”, SimposiumNasional Akuntansi VI, Surabaya.
56
Perpustakaan Unika
Trihandini, R.A.F.M. 2005. Analisis Pengaruh Kecerdasan Intelektual,Kecerdasan Emosi dan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasuspada Hotel Horison Semarang). Masters thesis, Program PascasarjanaUniversitas Diponegoro.
Veithzal. 2002. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasional. Jakarta: Erlangga.
Wild . 2000. Emotional Intelligence: A Review . New Jersey: Prentice Hall.
Widagdo, 2001. Rahasia Membangun Kecerdasan Emosi. Jakarta: PersadaGrafika.
Yacub. 2001. Emotional intelligence and interpersonal relations. J Soc Phychol2001; 141: 523-536.
Zohar, D. dan Marshal, I. 2000. SQ - Spiritual Intelligence, the ultimateintelligence. Bloomsbury, London.