065-arif
DESCRIPTION
Tugas KuliahTRANSCRIPT
-
lm
MAKALAH DAMPAK LINGKUNGAN DALAM INDUSTRI
MINERAL DI INDONESIA
Tugas Teknologi Manajemen Kewirausahaan
Oleh
Nama : Muhammad Arif
NPM : 270110130065
FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI
2014
UNPAD
SUMEDANG
-
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulilah hirabilalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
swt, shalawat dan salam tak lupa kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul Indonesia sebagai penghasil bahan mentah dan upaya
memberikan nilai tambah.
Dengan dibuatnya makalah ini semoga memberikan pengetahuan mengenai salah satu
mitos di daerah Sumedang. Akhir kata penulis ucapkan wa sallam.
Sumedang, 17 November 2014
Muhammad Arif Syaripuddin
-
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia memiliki potensi Sumber Daya Alam yang melimpah khususnya untuk sumber
daya industri mineral. Kekayaan alam yang melimpah ini telah diolah secara intensif dari
tahun ke tahun baik oleh perusahaan dalam negeri maupun perusahaan asing. Proses
eksplorasi dan eksploitasi tersebut terdapat efek samping yang cukup signifikan terhadap
lingkungan. Maka dari itu dampak indsutri mineral terhadap lingkungan harus dikaji secara
lebih baik.
1.2 Manfaat
Manfaat dibuatnya makalah ini agar mengetahui dampak lingkungan perusahaan industri
mineral.
1.3 Tujuan
Mahasiswa mengetahui dampak negatif perusahaan tambang terhadap lingkungan
Mahasiswa mengetahui konsep pengelolaan lingkungan
Mahasiswa mengetahui apa itu Asam Air Tambang
1.4 Rumusan Masalah
a. Dampak negatif perusahaan tambang terhadap lingkungan
b. Contoh pengelolaan dampak lingkungan oleh perusahaan tambang
c. Apa itu Asam Air Tambang
d. Bagaimana solusi Asam Air Tambang
-
BAB II ISI PEMBAHASAN
1. Dampak Negatif Industri Mineral Terhadap Lingkungan
Tidak bisa ditampikkan bahwa kehadiran perusahaan pada suatu daerah akan
membawa angin segar bagi perkembangan daerah tersebut. Harapan akan peningkatan taraf
hidup menjadi harapan penduduk sebagai dampak kehadiran perusahaan. Baik terkena
dampaknya secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga peran perusahaan dirasa
memiliki peranan yang cukup tinggi terhadap perkembangan daerah dalam segi ekonomi dan
sosial. Tapi juga tidak dapat dipungkiri dampak negatifnya terhadap daerah.
Contohnya perusahaan-perusahaan tambang yang melakukan eksploitasi seperti di
Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya dan lainnya. Tidak terbayangkan oleh kita dampak ke depan
yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut jika sudah tidak beroperasi lagi. Dampak
ekonomi, sosial maupun lingkungan yang terkena imbasnya secara langsung akibat
operasional pertambangan.
Entah bagaimana bentuk medan hasil operasional pertambangan mereka. Kawasan
yang dulunya dipenuhi pepohonan kini musnah, hanya tinggal hamparan tanah kosong yang
tandus. Gunung-gunung yang pernah berdiri dengan kokoh kini hanya sebuah lubang laksana
lautan yang kering tak terisi air, tunduk di bawah alat-alat berat yang menggerogoti tubuhnya
dengan cakarnya yang besar dan tajam, diinjak-injak mobil-mobil pengangkut mineral-
mineral hasil bumi.
Mungkin bayangan seperti itu jarang terlintas dalam benak mereka yang merasakan
dampak kehadiran perusahaan, atau lebih sedihnya lagi jika tidak pernah terpikirkan oleh
mereka walau sedetik pun. Karena dibungkam uang yang mengisi kocek mereka setiap bulan,
barang-barang mewah yang kini mengisi rumah mereka dan pakaian yang menghiasi tubuh
mereka yang dulunya lusuh.
Sesungguhnya, hal-hal negatif yang akan terjadi akibat operasional pertambangan
dapat diminimalisir sedini mungkin jika ada antisipasi dari awal. Hendaknya pemerintah
daerah maupun organisasi masyarakat dapat menekan perusahaan agar melaksanakan
pengelolaan dan pengendalian lingkungan yang baik dan ikut melakukan pengawasan serta
evaluasi. Sehingga ada lingkungan baru sebagai pengganti lingkungan yang terkena dampak
eksploitasi. Walaupun hal ini tidak dapat menggantikan kondisi awal, tapi setidaknya hal
-
yang nampak kecil ini dapat menjadi awal terbentuknya kesadaran terhadap lingkungan demi
masa depan kita.
Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem
hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi
tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda
asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat
perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti
semula.
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus
keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang
serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan
berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih
dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk
mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu
diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu,
untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan
yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi.
Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena
jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah
konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai
dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat
agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya
adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke
processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah
sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
-
Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan
pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung
mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis
aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan
berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida
(CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang
masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila
bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan
enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini
dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun
dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun
dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah
kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan
bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan
rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui
penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan
efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
Alternatif Solusi
Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam bentuk,
pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar.
Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih
mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa
ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat
-
pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar
dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini
jauh lebih mahal dan rumit.
Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon
dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu
dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum
dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya
terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan
terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.
Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu
dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat
akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan.
2. Contoh Pengelolaan Lingkungan Beberapa Perusahaan Tambang
A. PT Timah
Salah satu pijakan penting di Indonesia dalam upaya membangun kepedulian terhadap
lingkungan adalah pemberlakuan ketentuan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), sebagai syarat bagi para pelakuk usaha dalam upaya menciptakan kegiatan
ekonomi dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Para pelaku usaha
dituntut untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan dan standar dibidang lingkungan.
Untuk memastikan pengelolaan lingkungan yang dijalankan benar-benar berlangsung
efektif, kami menyadari perlunya tindakan pengawasan secara internal maupun pengawasan
dengan melibatkan pihak independen, mengacu pada Sistem Manajemen Lingkungan ISO
14001, yang sejak tahun 1997 telah kami raih. Dalam melakukan praktek penambangan, kami
mengacu pada pedoman good mining practices serta melakukan reklamasi lahan pasca
tambang secara efektif dan bertanggung jawab.
-
Strategi utama
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis karyawan dalam menjaga kualitas
lingkungan.
Menjadikan etika dan ketentuan mengenai kepedulian pelestarian lingkungan sebagai
materi pokok dalam buku pedoman tata kelola perusahaan yang baik.
Mewajibkan mitra usaha tambang untuk mematuhi ketentuan praktek penambangan yang
baik dan menjaga keselamatan saat bekerja.
Kegiatan menambang berpotensi mengubah bentang alam dan mengganggu ekosistem.
Oleh sebab itu, sejak kegiatan operasi penambangan direncanakan, kami memberikan
perhatian khusus bagi perbaikan kembali kualitas lingkungan. Terutama pada masa pasca
tambang sehingga kondisi lingkungan diupayakan bisa kembali seperti sedia kala. Kami juga
secara tegas mengatur bahwa kegiatan penambangan hanya boleh dilakukan pada lokasi -
lokasi yang merupakan kuasa pertambangan (KP) Perseroan dan di kawasan yang bukan
termasuk hutan lindung.
Kami juga mengembangkan konsep hutan tanaman industri (HTI) dengan memilih jenis
tanaman produktif seperti karet unggul untuk ditanam masyarakat, dan diharapkan dengan
konsep HTI maka masyarakat lebih menjadi peduli untuk melakukan perawatan dengan
bantuan penyediaan pupuk maupun perangkat lain dari Perseroan. Jenis dari tanaman dalam
pelaksanaan reklamasi adalah tanaman unggul yang dapat dinikmati hasilnya dalam kurun
waktu tidak terlalu lama, antara 5-6 tahun setelah tanam.
B. Newmont
Newmont berkeyakinan bahwa pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab dan
kinerja lingkungan terdepan merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk menjadi
perusahaan yang efektif dan sukses.Hal ini dapat dicapai melalui kepemimpinan dan
penerapan sistem manajemen formal yang andal, yang mendukung pengambilan keputusan
secara efektif, mengelola risiko perusahaan dan mendorong peningkatan yang berkelanjutan.
Saat ini PTNNT telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001.
Salah satu komponen penting yang menjadi pusat dari penerapan SML adalah Kebijakan
Lingkungan. Kebijakan Lingkungan yang ditandatangani Senior Vice President dan General
Manager Operations adalah merupakan komitment terhadap setiap operasi dan fasilitas
tambang Newmont Asia Pasifik (APAC) untuk:
-
Mematuhi semua ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku yang menjadi kewajiban
kita sebagai standar minimum
Menerapkan dan menjalankan Sistem Manajemen Terpadu (IMS) APAC dan Standar
Spesifik Disiplin guna meminimalkan risiko bahaya terhadap masyarakat dan
lingkungan. IMS menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan mengkaji tujuan
dan sasaran guna memastikan peningkatan yang berkelanjutan
Mengidentifikasi dan menilai risiko dan peluang peningkatan serta mengembangkan dan
menerapkan rencana---Welcome to Newmont--- peningkatan berkelanjutan guna
mengelola risiko yang signifikan, termasuk pertimbangan strategi untuk penanganan:
Air, meminimalkan penipisan persediaan serta penurunan kualitas sumber air melalui
maksimalisasi daur ulang air serta efisiensi penggunaan dan pencegahan pencemaran air
Energi dan Efek Rumah Kaca meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi melalui
identifikasi, penilaian dan penerapan proyek efisiensi energi guna mengurangi emisi gas
rumah kaca serta biaya operasi
Penutupan Tambang, memastikan agar kegiatan penutupan tambang terencana dengan
baik dan dilakukan sebanyak mungkin selama tahap operasi dan proses ini
dikomunikasikan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait guna memastikan
pendekatan terpadu terhadap rencana akhir penggunaan tanah
Pengelolaan Tailing, merancang, mengoperasikan dan menonaktifkan fasilitas
penyimpanan tailing guna meminimalkan risiko terhadap lingkungan dan pemangku
kepentingan
Batuan Sisa, mengelola batuan sisa guna memastikan agar potensi permasalahan yang
berkenaan dengan drainase dapat diidentifikasi dan dikelola, dan strategi rehabilitasi
dapat mendukung struktur yang stabil dan aman
Memadukan, pertimbangan lingkungan ke dalam semua aspek keputusan bisnis dan
kegiatan perusahaan, guna meminimalkan dampak terhadap lingkungan, mencegah
pencemaran, meminimalkan kewajiban finansial jangka panjang dan meningkatkan
manfaat di bidang sosial
Menyeleksi, personel yang kompeten, berkualifikasi dan tepat, serta memberikan
pelatihan dan menetapkan standar yang memungkinkan karyawan, kontraktor dan
pemasok dapat mengenali potensi dan dampak sosial aktual atas kegiatan mereka
sehingga mereka dapat berupaya untuk memenuhi ketentuan dalam Kebijakan ini
-
Melaksanakan program inspeksi, audit dan penilaian rutin serta menindaklanjuti
rekomendasi untuk peningkatan dengan segera mengambil keputusan dan langkah tindak
lanjut
Melibatkan, para pemangku kepentingan atas perhatian, aspirasi dan nilai mereka yang
berkaitan dengan aspek pengembangan, operasional dan penutupan tambang, dan
mengakui adanya kaitan yang erat antara masalah lingkungan, ekonomi, sosial dan
budaya
Mengkomunikasikan, kinerja kita secara terbuka, akurat, transparan dan tepat waktu.
SML adalah merupakan bagian dari kegiatan operasi, hal ini ditunjukkan antara lain
melalui keberadaan standar kinerja bidang pengelolaan lingkungan. Standar kinerja tersebut
antara lain pengelolaan hidrokarbon, pengelolaan bahan kimia, pengelolaan tailing,
pengelolaan batuan sisa, pengelolaan limbah, pengelolaan air, pengelolaan kualitas udara, dan
rencana penutupan dan reklamasi tambang. Pemenuhan persyaratan yang tercantum dalam
standar kinerja tersebut akan dan telah membantu PTNNT dalam mewujudkan komitmennya.
C. Air Asam Tambang dan Pengolahannya
Air asam tambang AAT (acid mine drainage - AMD atau air asam batuan acid
rock drainage - ARD) adalah air yang bersifat asam (tingkat keasaman yang tinggi dan sering
ditandai dengan nilai pH yang rendah di bawah 5) sebagai hasil dari oksidasi mineral sulfida
yang terpajan atau terdedah (exposed) di udara dengan kehadiran air. Kegiatan penambangan,
yang kegiatan utamanya adalah penggalian, mempercepat proses pembentukan AAT karena
mengakibatkan terpajannya mineral sulfida ke udara, air dan mikroorganisme.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari AAT adalah terhadap biota perairan, baik secara
langsung karena tingkat keasaman yang tinggi maupun karena peningkatan kandungan logam
di dalam air (air yang bersifat asam mudah melarutkan logam-logam).
AAT menjadi salah satu dampak penting dari kegiatan pertambangan yang harus
dikelola tidak saja karena dampaknya terhadap lingkungan perairan atau air tanah, tetapi juga
karena:
Sekali telah terbentuk akan sulit untuk menghentikannya (kecuali salah satu komponennya
habis)
-
Bisa berdampak sangat lama, melampaui umur tambang; pengalaman menunjukkan bisa
berlangsung sampai ratusan tahun
Jika mengacu pada Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral
dan batubara serta Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, pelaku usaha pertambangan harus bertanggungjawab terhadap berbagai
dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Bila terjadi kasus AAT pada pascatambang, bisa
membuat pelaku usaha pertambangan bertanggungjawab selamanya atau harus mengeluarkan
biaya yang sangat besar untuk melakukan penggalian & penimbunan kembali (re-mining)g
lalu, karena pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah.
D. Prinsip Pengelolaan AAT
Pencegahan terbentuknya AAT lebih baik dari pada mengolahnya (prevention is
better than treatment) karena:
Lebih andal untuk jangka panjang
Meminimalkan risiko
Langkah pertama dari pencegahan identifikasi batuan yang berpotensi membentuk
asam dan yang tidak berpotensi membentuk asam karakterisasi. Dengan mengetahui
sebaran jenis-jenis batuan berdasarkan karakteristiknya dalam pembentukan AAT dapat
disusun perencanaan pencegahan yang baik. Hal ini perlu dilakukan sejak tahap eksplorasi,
perencanaan & perancangan, konstruksi, penambangan, dan pascatambang.
Seperti yang telah disampaikan di bagian awal, bahwa sekali AAT sudah terbangkitkan akan
sangat sulit untuk menghentikannya. Prinsip utama pengelolaan AAT sedapat mungkin
mencegah terbentuknya AAT = upaya preventif. Tetapi pada kenyataannya pada kegiatan
penambangan terbuka hal tersebut tidak dapat mencegah secara total terjadinya AAT AAT
yang terbentuk di dalam pit (baik di dinding atau pit wall maupun di dasar atau pit floor)
tidak akan mungkin dicegah perlu ditangani (mitigasi). .Upaya yang dapat dilakukan adalah
mencegah terbentuknya AAT di daerah penimbunan batuan penutup rencana pengelolaan
overburden (overburden management plan).
Prinsip dasar pencegahan pencemaran adalah menerapkan suatu proses perencanaan
dan perancangan untuk :
-
mencegah, menahan, atau menghentikan proses-proses hidrologi, kimia, mikrobiologi, atau
termodinamika yang menyebabkan pencemaran pada lingkungan perairan, pada atau sedekat
mungkin dengan lokasi dimana terjadinya penurunan kualitas air (reduksi pada sumber) atau
menerapkan upaya-upaya fisik untuk mencegah atau menahan transpor dari kontaminan ke
badan air (antara lain dengan recycling, pengolahan/treatment dan/atau mengamankan
timbunan).
Gambar 1. Metode Segregasi
Gambar 2. Metode Encapsolution
-
Pengolahan AAT diperlukan untuk agar memenuhi baku mutu lingkungan sebelum
dilepaskan ke badan perairan alami. Walaupun metode pencegahan telah dilakukan dengan
baik, tetap saja ada AAT yang terbangkitkan dan perlu diolah. AAT yang tak dapat dicegah
pembentukannya, misalnya:
Dari mine pit
Pengotor hasil dari pencucian batubara
Stockpile batubara
Pengolahan AAT dapat digolongkan menjadi:
Pengolahan aktif (active treatment)
Pengolahan pasif (passive treatment)
Pengolahan ditempat (in situ treatment)
-
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Permasalahan lingkungan seolah tidak ada habisnya. Setiap kegiatan eksploraasi
maupun eksploitasi selalu memiliki dampak positif dan negatif. Tetapi dengan manajemen
dan pengelolaan yang benar dan intensif, dampak negatif lingkungan tersebut dapat
terselesaikan dengan metode win-win solution.
-
III. DAFTAR PUSTAKA
http://www.marluganababan-electrical.blogspot.com (Diakses 16 November 2014 pukul
19.20 WIB)
www.timah.com/v2/ina/dampak-lingkungan (Diakses 16 November 2014 pukul 19.21 WIB)
www.ptnnt.co.id/id/pengelolaan-lingkungan.aspx (Diakses 16 November 2014 pukul 19.24
WIB)
www.wedaran.com/dampak-negatif-pertambangan (Diakses 16 November 2014 pukul 19.24
WIB)
Sayudi, Yoga. 2014. Jurnal Online. Tersedia di :
http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/view/566/368