04 - bab ii geologi regional - perpustakaan digital...
TRANSCRIPT
8
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2. 1 Cekungan Jawa Timur Utara
Cekungan Jawa Timur Utara sebelah barat dibatasi oleh Busur Karimunjawa
dimana memisahkannya dengan Cekungan Jawa Barat Utara, di sebelah selatan dibatasi
oleh busur vulkanik, sebelah timur dibatasi oleh Cekungan Lombok dan sebelah utara
dibatasi oleh Tinggian Paternoster, dimana memisahkannya dengan selat Makasar.
Berdasarkan posisinya, Cekungan Jawa Timur Utara dapat dikelompokkan
sebagai cekungan belakang busur dan berada pada batas tenggara dari lempeng Eurasia
(Mudjiono dan Pireno, 2002).
2. 2 Kerangka Tektonik Cekungan Jawa Timur Utara
Graben, half-graben, dan sesar-sesar hasil dari proses rifting telah dihasilkan
pada periode ekstensional yaitu pada Paleogen. Selanjutnya periode kompresi dimulai
pada Miosen Awal yang mengakibatkan reaktivasi sesar-sesar yang telah terbentuk
sebelumnya pada periode ekstensional. Reaktivasi tersebut mengakibatkan
pengangkatan dari graben-graben yang sebelumnya terbentuk menjadi tinggian yang
sekarang disebut sebagai Central High (Ponto, et al., 1995).
Pada saat sekarang, Cekungan Jawa Timur Utara dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok struktur utama dari arah utara ke selatan, yaitu North Platform, Central High
dan South Basin (Gambar 2. 1). Perubahan struktur juga terjadi pada konfigurasi
basement dari arah barat ke timur. Bagian barat pada Platform Utara dapat
9
dikelompokkan menjadi Muria Trough, Bawean Arc, JS-1 Ridge, Norhteast Java
Platform, Central-Masalembo Depression, North Madura Platform dan JS 19-
1Depression. Sedangkan pada South Basin, dari barat ke timur dapat dikelompokkan
menjadi North East Java Madura Sub-Basin(Rembang-Madura Strait-Lombok Zone),
South Madura Shelf (kelanjutan dari Zona Kendeng) dan Solo Depression Zone. Pada
Central High tidak ada perubahan struktur yang berarti dari arah barat ke timur (Ponto,
et al., 1995).
Daerah Cepu termasuk ke dalam South Basin sebelah barat, dimana termasuk ke
dalam Zona Rembang bagian selatan. Pada konfigurasi basement yang lebih detail,
daerah Cepu termasuk ke dalam Kening Trough, seperti terlihat pada Gambar 2. 2.
Gambar 2. 1 Fisiografi Cekungan Jawa Timur Utara, daerah penelitian masuk ke dalam Zona Rembang (Ponto, et al., 1995)
Daerah penelitian
10
Gambar 2. 2 Konfigurasi batuan dasar, daerah penelitian masuk ke dalam Kening Trough (Ardhana, 1993)
2. 3 Stratigrafi
Secara regional, stratigrafi pada daerah Cepu dan sekitarnya tersusun atas
sepuluh formasi (Pringgoprawiro, 1983), yaitu Formasi Kujung, Prupuh, Tuban, Tawun,
Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok, Mundu dan Lidah. Urutan stratigrafi daerah
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. 3.
Deskripsi dari masing-masing formasi dari urutan tua ke muda adalah sebagai
berikut :
Daerah penelitian
11
2. 3. 1 Formasi Kujung
Formasi Kujung mempunyai lokasi tipe di Kali Secang, Desa Kujung, Tuban,
tersingkap susunan napal abu-abu kehijauan dan lempung napalan kuning kecoklatan
dengan sisipan batugamping bioklastik (Pringgoprawiro, 1983). Umur Formasi Kujung
adalah Oligosen Atas atau Zonasi Blow P19 – N1 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi
Kujung memiliki rasio planktonik bentonik berkisar 60% - 70%, diendapkan pada
lingkungan laut terbuka pada kedalaman berkisar antara 200 – 500 meter atau bathyal
atas, hal tersebut dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil Cibicides floridanus,
Nonion pompilioides, Spirillina vivipora, Robulus cf, Loculosis, Nodosaria sublineata,
Uvigerina auberiana, Cyclammina cancellata dan Pullenia quinqueloba
(Pringgoprawiro, 1983). Formasi Kujung ditutupi oleh Formasi Prupuh secara selaras.
2. 3. 2 Formasi Prupuh
Formasi Prupuh memiliki lokasi tipe di Desa Prupuh, Paceng, Paciran Gresik,
dengan panjang lintasan ± 300 m. Formasi Prupuh disusun oleh perselingan antara
batugamping berwarna putih kotor dengan batugamping bioklastik putih abu-abu muda
(Pringgoprawiro, 1983). Pada bagian bawah formasi ini ditemukan Globigerina
ciperoensis, Globigerina tripartita, Globorotalia kugleri dan Globigerinita dissimilis,
sedangkan pada bagian atas muncul Globigerinoides immaturus. Pada batugamping
bioklastik ditemukan Spiroclypeus orbitoides, Lepidocyclina verucoca dan
Lepidocyclina sumatrensis. Umur dari Formasi Prupuh ini adalah Oligosen Atas –
Miosen Bawah atau Zonasi Blow N3 – N5 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Prupuh
memiliki rasio planktonik bentonik berkisar 50% - 60%, diendapkan pada lingkungan
neritik luar, hal tersebut dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil Uvigerina
12
auberiana, Cibicides io, Eponides hannai, Nodosaria insecta dan Lagena spiralis
(Pringgoprawiro, 1983). Adanya fosil golongan orbitoid yang berasal dari laut dangkal
disimpulkan sebagai fosil-fosil ex-situ karena terjadi longsoran, terdapatnya fosil-fosil
golongan plankton dengan golongan ini menyokong pendapat ini.
2. 3. 3 Formasi Tuban
Formasi Tuban tersingkap di Desa Drajat, Paciran, Tuban. Formasi Tuban
tersusun atas napal pasiran berwarna putih abu-abu, semakin ke atas berubah menjadi
endapan batulempung biru kehijauan dengan sisipan batugamping berwarna abu-abu
kecoklatan yang kaya akan foraminifera orbitoid, koral dan algae. Semakin ke atas lagi
berubah menjadi batugamping pasiran berwarna putih kekuningan hingga coklat
kekuningan (Pringgoprawiro, 1983). Pada formasi ini dijumpai Clycloclypeus,
Myogypsina, Lepidocyclina. Umur dari Formasi Tuban ini adalah Miosen Awal bagian
tengah atau Zonasi Blow N5 – N6 (Pringgoprawiro, 1983). Pada formasi ini sering
dijumpai fosil foraminifera Globigerinoides primordius, Globorotalia opimanana,
Globigerina tripartita dissimilis, dan Globigerinoides alttiaperture. Formasi Tuban
memiliki rasio planktonik bentonik berkisar 20% - 30%, diendapkan pada lingkungan
sublitoral luar (50 – 150 meter), hal tersebut dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil
Cibides concentricus, Eponoides antilarum, Epinoides umbonatus dan Uvigerina cf
auberiana pada bagian bawah dan Lagenodosaria scalaris, Cassidulina sp., Cibicides
sp., Uvigerina sp. dan Ammonia beccarii. Adanya Ammonia becarii menunjukkan
bahwa lingkungan tempat diendapkannya formasi ini tidak jauh dari pantai
(Pringgoprawiro, 1983).
13
2. 3. 4 Formasi Tawun
Formasi Tawun tersusun atas serpih pasiran berwarna abu-abu hingga coklat
abu-abu, kemudian disusul dengan perselingan antara batupasir coklat kemerahan,
serpih pasiran dan batugamping kekuningan hingga kecoklatan, dimana makin ke atas
batugamping menjadi lebih dominan dan mengandung fosil orbitoid yang besar-besar
(Pringgoprawiro, 1983). Umur dari Formasi Tawun adalah Miosen Awal bagian tengah
– Miosen Tengah atau Zonasi Blow N8 – N12. Pada formasi ini sering dijumpai fosil
foraminifera planktonik seperti Globorotalia praemenardii, Globorotalia siakensis,
Globorotalia obesa, Globorotalia subquadratus, Globigerinoides alttiapertu
(Pringgoprawiro, 1983). Pada lempung pasirannya mengandung gastropoda, semakin ke
atas, yaitu pada batugamping bioklastik, kaya akan fosil orbitoid seperti Lepidocyclina
atuberculata, Lepidocyclina ephippioides, Lepidocyclina sumatrensis, Lepidocyclina
nipponica, Myogypsina bantamensis dan Clyclocypeus spp. yang mengindikasi umur
Miosen Tengah, (Pringgoprawiro, 1983).
Berdasarkan fosil-fosil foraminifera bentonik yang ditemukan yaitu Elphidium
sp., Pyrgo bradyi, Triloculina sp., Proteonina sp. dan Nonionella sp., Formasi Tawun
diendapkan pada lingkungan paparan dangkal antara kedalaman 0 – 50 meter.
Terdapatnya kelimpahan dari foram besar menunjukkan adanya kondisis terumbu,
dengan lautan yang dangkal, air hangat dan jernih (Pringgoprawiro, 1983).
2. 3. 5 Formasi Ngrayong
Pada umur Miosen Tengah, juga dijumpai adanya batupasir kuarsa yang
berukuran halus pada bagian bawah dan cenderung mengkasar pada bagian atas dan
terkadang gampingan (Pringgoprawiro, 1983). Batupasir ini sebelumnya disebut sebagai
14
Anggota Ngrayong dari Formasi Tawun, namun kemudian disebut sebagai Formasi
Ngrayong. Lokasi tipe Formasi Ngrayong adalah desa Ngrayong yang terletak kurang
lebih 30 km di sebelah utara kota Cepu. Pada umumnya, satuan batuan ini dicirikan oleh
pasir kuarsa lepas-lepas, disuatu tempat berselingan dengan serpih karbonan, serpih dan
batulempung. Ke arah atas dijumpai sisipan batugamping bioklastik yang mengandung
fosil Orbitoid (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006).
Pasir Ngrayong diendapkan dalam fase regresif dari lingkungan laut dangkal
zona neritik pinggir hingga rawa-rawa pada waktu Miosen Tengah (Poedjoprajitno dan
Djuhaeni, 2006). Ketebalan keseluruhan Pasir Ngrayong adalah sangat beragam, di
sebelah utara mencapai 800 – 1000 meter, sedangkan di sebelah selatan mencapai 400
meter (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006). Formasi Ngrayong kontak dengan
batugamping Formasi Tawun pada bagian bawah dan dibagian atas ditutupi oleh
batugamping Formasi Bulu (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006).
2. 3. 6 Formasi Bulu
Formasi Bulu mempunyai lokasi tipe di Desa Bulu, Rembang, terdiri dari
batugamping putih kekuningan dan batugamping pasiran berwarna putih kelabu hingga
kuning keabuan, terdapat sisipan napal berwarna abu-abu, kaya akan foram besar dan
kecil, koral, ganggang (Pringgoprawiro, 1983). Ketebalan satuan ini 54 m – 248 m.
Umur Formasi Bulu adalah Miosen Akhir bagian bawah atau Zonasi Blow N14 – N15
(Pringgoprawiro, 1983). Formasi Bulu diendapkan pada lingkungan neritik luar – batial
atas (Pringgoprawiro, 1983). Berdasarkan fosil foraminifera besar yang ditemukan,
yaitu Lepidocyclina angulosa, Lepidocyclina sumatrensis, Cycloclypeus annulatus,
Cycloclypeus indofasificus dan Lepidocycclina sp., Formasi Bulu dikelompokkan ke
15
dalam zona Tf bawah – Tf atas. Formasi Bulu memiliki rasio planktonik – bentonik 30 -
40 %, diendapkan pada lingkungan batimetri Neritik Tengah dengan kedalaman 50 –
100 meter, didasarkan pada fosil foraminifera bentonik yang ditemukan, yaitu
Amphistegina lesonii, Cibicides io, Eponides antillarium dan Nonionela atlantica
(Pringgoprawiro, 1983). Formasi Bulu ditutupi oleh Formasi Wonocolo secara selaras.
2. 3. 7 Formasi Wonocolo
Formasi Wonocolo memiliki lokasi tipe di sekitar Wonocolo, Cepu. Satuan ini
tersusun oleh napal, napal lempungan, hingga napal pasiran, yang kaya akan foram
plankton, terdapat sisipan kalkarenit dengan tebal lapisan 5 – 20 cm (Pringgoprawiro,
1983). Formasi Wonocolo memiliki tebal 89 – 600 meter, diendapkan pada Miosen
Akhir bagian bawah - Miosen Akhir bagian tengah atau pada Zonasi Blow N15 – N16
(Pringgoprawiro, 1983). Formasi Wonocolo memiliki rasio planktonik bentonik 60 –
80%, diendapkan pada lingkungan laut terbuka dengan kedalaman 100 – 500 meter atau
pada zona batimetri neritik luar – batial atas. Formasi Wonocolo ditutupi oleh Formasi
Ledok di atasnya secara selaras (Pringgoprawiro, 1983).
2. 3. 8 Formasi Ledok
Formasi Ledok memiliki lokasi tipenya di Desa Ledok, Cepu. Formasi Ledok
tersusun atas perulangan napal pasiran dan kalkarenit, dengan napal dan batupasir.
Bagian atas dari satuan ini dicirikan batupasir dengan konsentrasi glaukonit.
Kalakarenitnya sering memperlihatkan perlapisan silang-siur (Pringgoprawiro, 1983).
Berdasarkan fosil foram planktonik Globorotalia pleistumida yang ditemukan, umur
Formasi Ledok adalah Miosen Akhir bagian atas atau pada Zonasi Blow N17 – N18
16
(Pringgoprawiro, 1983). Formasi Ledok memiliki rasio planktonik bentonik 30 – 47%,
diendapkan pada lingkungan neritik luar dengan kedalaman 100 - 200 meter (Pringgo-
prawiro, 1983).
2. 3. 9 Formasi Mundu
Formasi Mundu memiliki lokasi tipe di Kali Kalen, Desa Mundu, Cepu. Formasi
Mundu terdiri dari napal yang kaya foraminifera planktonik, tidak berlapis. Bagian
paling atas dari satuan ini ditempati oleh batugamping pasiran yang kaya foraminifera
planktonik. Bagian atas dari Formasi Mundu ini disebut Anggota Selorejo, terdiri dari
perselingan batugamping pasiran dan napal pasiran (Pringgoprawiro, 1983).
Penyebarannya cukup luas, dengan ketebalan 75m – 342m. Berdasarkan fosil
foraminifera planktonik yang ditemukan, umur Anggota Selorejo adalah Pliosen atau
pada Zonasi Blow N18 – N20 (Pringgoprawiro, 1983). Bagian bawah Formasi Mundu
memiliki rasio planktonik bentonik 75 – 80 %, diendapkan pada lingkungan batimetri
bathyal tengah dengan kedalaman 700 – 1100 meter, sedangkan bagian atas Formasi
Mundu memiliki rasio planktonik bentonik 30 – 47 %, diendapkan pada lingkungan
batimetri neritik luar dengan kedalaman100 – 600 meter (Pringgoprawiro, 1983).
2. 3. 10 Formasi Lidah
Formasi Lidah terdiri atas satuan batulempung biru tua, masiv, tidak berlapis.
Satuan ini dapat dipisahkan menjadi bagian atas, tengah, bawah. Pada bagian bawah
Formasi Lidah merupakan satuan batulempung berwarna biru (Anggota Tambakromo).
Bagian atasnya terdiri batulempung dengan sisipan napal dan batupasir kuarsa
mengandung glaukonit (Anggota Turi). Di daerah Antiklin Kawengan kehadiran dua
17
satuan ini dipisahkan dengan suatu satuan batugamping cocquina terdapat cangkang-
cangkang moluska (Anggota Malo). Umur formasi ini Pliosen Atas – Pleistosin Bawah,
diendapkan di lingkungan laut tertutup, dan berangsur-angsur menjadi semakin dangkal
(Pringgoprawiro, 1983). Hubungan dengan Formasi Mundu adalah selaras, dan di atas
Formasi Lidah ditutup secara tidak selaras oleh endapan alluvial dan endapan teras
sungai (Pringgoprawiro, 1983).
18
Gambar 2. 3 Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara (Pringgoprawiro, 1983)