03530006 nila istighfaro.ps

160
PENINGKATAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS DENGAN METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN BENTONIT KARBON AKTIF BIJI KELOR (Moringa oleifera. Lamk) SKRIPSI Oleh : Nila Istighfaro NIM. 03530006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010

Upload: jamald-siodme-dziecko

Post on 07-Aug-2015

90 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: 03530006 Nila Istighfaro.ps

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS DENGAN

METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN BENTONIT – KARBON

AKTIF BIJI KELOR (Moringa oleifera. Lamk)

SKRIPSI

Oleh :

Nila Istighfaro

NIM. 03530006

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2010

Page 2: 03530006 Nila Istighfaro.ps

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS DENGAN

METODE ADSORPSI MENGGUNAKAN BENTONIT – KARBON

AKTIF BIJI KELOR

(Moringa oleifera. Lamk)

SKRIPSI

Diajukan Kepada:

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri (UIN) Malang

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)

Oleh:

Nila Istighfaro

NIM: 03530006

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2010

Page 3: 03530006 Nila Istighfaro.ps

SURAT PERNYATAAN

ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nila Istighfaro

NIM : 03530006

Fakultas / Jurusan : Sains da Teknologi / Kimia

Judul Penelitian : Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dengan

Metode Adsorpsi Menggunakan Bentonit – Karbon Aktif

Biji Kelor (Moringa oleífera. Lamk)

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini

tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang

pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip

dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan,

maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai

peraturan yang berlaku.

Malang, 16 Juni 2010

Yang Membuat Pernyataan,

Nila Istighfaro

NIM.03530006

Page 4: 03530006 Nila Istighfaro.ps
Page 5: 03530006 Nila Istighfaro.ps
Page 6: 03530006 Nila Istighfaro.ps

"PERSEMBAHAN"

“Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan” (QS. Al-Hadiid:20)

“Siapa berjalan mencari ilmu pasti Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga “

(HR. Muslim) “Dunia adalah sekumpulan kesan yang diciptakan untuk menguji manusia (Harun Yahya)

Dengan Mengucapkan Rasa Syukur Kehadirat Ilahi Robbi Yang Maha Pemurah lagi Maha Penolong

Semoga Ridho-Nya selalu Mengiringi setiap Langkah Hidupku Sehingga Kesuksesan dan Kebahagian

Menjadi Akhir dari semua Perjuangan yang mesti Kutempuh Kupersembahkan Karya Sederhana ini untuk...............

Kedua Orang tuaku, ayahanda M Andri Zaini dan Ibunda Mudawamah Yang senantiasa mengeringi langkahku dengan Do’a dan kasih sayangnya

Sungguh Kasih Sayang Kalian sangat Berarti dalam Hidupku Suamiku tercinta ”Bahtiar Yulianto” dan Buah Hatiku Tersayang ”Aika Zulfa Syarifah” yang selalu mendampingiku dalam mengaruhi hidup. Pengorbanan kalian sangat berarti.. Moga Aika jadi anak yang sholehah,cerdas & kuat.

Adikku tersayang Adib Syaifullah dan Seluruh Keluarga Besarku (Mas Irham, Mba’ Ayu,

Mas Agus, Mba’ Novi, De’Wawan, De’ Nita, De’ Riha) yang selalu mendukung dalam meraih cita2.

Tiadah Hadiah yang Terindah selain Kasih Sayang Kalian Bapak dan Ibuguruku, yang selalu menjadi Pahlawan dalam Studyku Karenamu Aku bisa Mewujudkan Harapan dan Cita-citaku

Seluruh Saudara N sahabat_q yang senantiasa mendoakan demi kelancaran dan kesuksesan dalam menggapai cita.

Tiada Kata Yang Bisa Terucap Selain Do’a

Semoga Segala Amal Kalian Semua Dibalas oleh Allah SWT Amien..................

Page 7: 03530006 Nila Istighfaro.ps
Page 8: 03530006 Nila Istighfaro.ps

MOTTO

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci

Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka “ (Ali Imron, ayat 191)

Semangat yang kuat, do’a yang tiada henti ,

keikhlasan dan keridhoan

Adalah pintu menuju kesuksesan

Page 9: 03530006 Nila Istighfaro.ps

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Maha Besar Allah Swt. yang telah memberikan kemudahan bagi umat

manusia untuk menguak misteri dalam setiap rahasia yang diciptakan-Nya, guna

menunjukkan betapa kuasanya Allah terhadap segala jenis makhluk-Nya. Rahasia

itu menjadi ladang bagi umat manusia untuk menuai hikmah dan makna selama

rentang kehidupan yang singkat. Segala puji syukur kehadirat Allah yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan kemudahan yang selalu diberikan kepada

hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”

Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dengan Metode Adsorpsi

Menggunakan Bentonit – Karbon Aktif Biji Kelor (Moringa oleifera. Lamk)”

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains.

Sholawat dan salam kepada Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi

panutan bagi umat di dunia. Dialah Nabi akhir zaman, revolusioner dunia, yang

telah merubah kejahiliahan menuju shirothol mustaqim, ya’ni agama Islam.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, iringan doa dan ucapan

terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN MALIKI Malang beserta

stafnya, terima kasih atas fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN

Malang.

Page 10: 03530006 Nila Istighfaro.ps

ii

2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, S.U., D.Sc., selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi UIN MALIKI Malang.

3. Diana Chandra Dewi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan

Teknologi UIN MALIKI Malang.

4. Eny Yulianti, M.Si, Anton Prasetyo, M.Si, dan Munirul Abidin, M.Ag, selaku

dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran, ketelatenan dan keikhlasan

di tengah-tengah kesibukannya meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan serta pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Diana Chandra Dewi, M.Si, dan Akyunul Jannah, S.Si, MP, selaku penguji

yang banyak memberikan masukan saran dan kritik konstruktif.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi yang telah

banyak mengamalkan ilmunya.

7. Moh. Taufik, S.Si., Moh. Kholid Al-Ayubi, S.Si., dan Zulkarnain, S.Si., selaku

Laboran Kimia UIN Malang.

8. Koordinator Laboratorium Kimia Fisika, Teknik Hasil Pertanian (THP)

Universitas Brawijaya atas kesediaannya memberikan tempat penelitian dan

meminjamkan segala peralatannya.

9. Ayah dan ibuku yang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan telah

mengasuh, membesarkan dan membiayai baik materiil maupun spiritual,

mendidikku, memberikan dukungan, nasehat serta dengan penuh kesabaran

mengalirkan doa-doanya untuk kebahagiaan dan kesuksesan putri tercintanya

baik di dunia maupun di akhirat

Page 11: 03530006 Nila Istighfaro.ps

iii

10. Suamiku tercinta “Bahtiar Yulianto” yang dengan penuh kesabaran dan

keikhlasan memberikan dukungan baik materiil maupun spirituil, saran,

nasihat, waktu, pengorbanan dan doanya disetiap saat

11. Anakku tersayang “Aika Zulfa Syarifah” yang selalu menghibur dalam suka

dan duka.

12. Teman-teman Chemistry dan semua pihak yang telah banyak membantu

penulis baik secara langsung maupun tidak langsung demi terselesainya

skripsi ini.

Tiada kata dan ungkapan yang lebih berharga yang bisa penulis sampaikan

kecuali do’a dan ucapan banyak terima kasih, kepada semua pihak atas segala

bantuan, kerja sama dan dukungannya. Semoga apa yang kita kerjakan dapat

bermanfaat dan menjadi amal di sisi Allah SWT serta mendapat imbalan yang

semestinya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam

penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik

yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Amien Ya Robbal’alamin !

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 16 Juni 2010

Penulis

Page 12: 03530006 Nila Istighfaro.ps

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x

ABSTRAK ......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang. .......................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah. .................................................................................. 5

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

1.4 Batasan Penelitian. ..................................................................................... 7

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8

2.1 Pemanfaatan tanaman dalam perspektif Islam ......................................... 8

2.2 Tanaman Kelor ....................................................................................... 13

2.3 Minyak Goreng ....................................................................................... 17

2.3.1 Trigliserida Pada Minyak Kelapa Sawit ................................................. 18

2.3.2 Warna ...................................................................................................... 23

2.3.3 Kerusakan minyak .................................................................................. 24

2.4 Mineral Lempung ................................................................................... 28

2.4.1 Bentonit .................................................................................................. 30

2.4.2 Montmorillonit ........................................................................................ 32

2.4.3 Pertukaran ion ......................................................................................... 37

2.4.4 Pertukaran kation .................................................................................... 37

2.4.5 Aktivasi montmorillonit ......................................................................... 38

2.5 Pemurnian Minyak Goreng ..................................................................... 40

2.5.1 Penghilangan bumbu (despicing) ........................................................... 41

2.5.2 Netralisasi ............................................................................................... 41

2.5.3 Pemucatan (bleaching) ........................................................................... 42

2.6 Adsorpsi .................................................................................................. 43

2.7 Karbon Aktif ........................................................................................... 48

2.7.1 Aktivasi Karbon Aktif ........................................................................... 50

2.8 Kolom ..................................................................................................... 53

2.9 Analisis FFA dengan Metode Titrasi Asam Basa ................................... 54

2.10 Penentuan Angka Peroksida dengan Titrasi Iodin .................................. 56

Page 13: 03530006 Nila Istighfaro.ps

v

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 57

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 57

3.2 Bahan ...................................................................................................... 57

3.2.1 Sampel .................................................................................................... 57

3.2.2 Bahan Kimia ........................................................................................... 57

3.3 Alat ......................................................................................................... 57

3.4 Tahapan Penelitian .................................................................................. 58

3.5 Cara Kerja ............................................................................................... 59

3.5.1 Preparasi Biji Kelor ................................................................................ 59

3.5.2 Preparasi Bentonit ................................................................................... 59

3.5.3 Proses penghilangan bumbu (despicing) ................................................ 60

3.5.4 Proses netralisasi ..................................................................................... 60

3.5.5 Analisis warna dengan color reader ....................................................... 61

3.5.6 Penentuan Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) ................................. 61

3.5.7 Penentuan Angka Peroksida ................................................................... 62

3.5.8 Adsorpsi minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif biji

kelor dan bentonit ................................................................................... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 64

4.1 Pembuatan Karbon Aktif dari Biji Kelor ................................................ 64

4.1.1 Proses Karbonisasi Biji Kelor ................................................................. 65

4.1.2 Proses Aktivasi Biji Kelor ...................................................................... 66

4.2 Preparasi Bentonit ................................................................................... 67

4.3 Pemurnian Minyak Goreng Bekas .......................................................... 69

4.3.1 Proses Despicing ..................................................................................... 70

4.3.2 Proses Netralisasi .................................................................................... 72

4.3.3 Proses Bleaching ..................................................................................... 74

4.4 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) ........................................ 77

4.4.1 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah

berinteraksi dengan Adsorben Karbon Aktif Biji Kelor ......................... 79

4.4.2 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi

dengan Adsorben Bentonit Teraktivasi .................................................. 82

4.4.3 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi

dengan Adsorben Campuran ................................................................... 83

4.4.4 Pengaruh jenis adsorben terhadap perubahan asam lemak bebas ........... 84

4.5 Perubahan Angka Peroksida ................................................................. 89

4.5.1 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben

Karbon Aktif Biji Kelor .......................................................................... 92

4.5.2 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben

Bentonit teraktivasi ................................................................................. 95

4.5.3 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben

Campuran ................................................................................................ 97

4.5.4 Pengaruh jenis adsorben terhadap perubahan Angka Peroksida ............ 98

Page 14: 03530006 Nila Istighfaro.ps

vi

4.6 Analisis Warna Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Reprosessing . 103

4.6.1 Warna Cerah (L) .................................................................................... 103

4.6.2 Warna Merah (a*) ................................................................................. 105

4.7 Kajian Hasil Penelitian Dalam Perspektif Islam ................................. 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 112

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 112

5.2 Saran ......................................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 114

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 119

Page 15: 03530006 Nila Istighfaro.ps

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi biji kelor ..................................................... 17

Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit .............. 20

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Tabel Sawit ............ 20

Tabel 2.4 Syarat Mutu Minyak Goreng Menurut (SNI 01-3741-2002) ... 27

Tabel 2.5 Standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI 3741-1995 ..... 28

Tabel 2.6 Sifat-sifat tanah liat ................................................................... 32

Tabel 2.7 Adsorpsi Fisika dan Adsorpsi Kimia ........................................ 48

Tabel 4.1 Hasil analisa FFA dan peroksida pada minyak goreng baru,

minyak goreng bekas dan minyak hasil despicing ................... 71

Tabel 4.2 Hasil analisa FFA dan peroksida pada minyak goreng baru,

minyak goreng bekas dan minyak hasil netralisasi .................. 74

Tabel 4.3 Data hasil percobaan uji pengaruh jenis adsorben terhadap

kualitas Minyak goreng ............................................................ 76

Tabel 4.4 Warna minyak goreng baru, bekas dan hasil reprosessing .... 103

Tabel 4.5 Analisis Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada

Minyak Goreng Bekas ............................................................ 110

Page 16: 03530006 Nila Istighfaro.ps

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman kelor .......................................................................... 16

Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Trigliserida ............................................. 19

Gambar 2.3 Struktur Asam Lemak ............................................................... 19

Gambar 2.4 Reaksi Hidrolisis Minyak ......................................................... 26

Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Peroksida ................................................ 27

Gambar 2.6 Susunan atom-atom Si dan O dalam tetrahedral ...................... 33

Gambar 2.7 Lembaran silika yang tersusun oleh enam tetrahedral .............. 33

Gambar 2.8 Susunan atom-atom dalam oktahedral ...................................... 34

Gambar 2.9 Lembaran oktahedral (OH)6-Al4-(OH)2-O4 ............................. 34

Gambar 2.10 Lapisan mineral dengan perbandingan lapisan silika dan

alumina 2:1 ............................................................................... 35

Gambar 2.11 Struktur tiga dimensi dari montmorillonit ................................ 36

Gambar 2.12 Reaksi asam lemak bebas dengan NaOH ................................. 42

Gambar 2.13 Gaya Tarik antara Molekul-Molekul Polar .............................. 45

Gambar 2.14 Terjadinya Gaya Dipol-Dipol Induksian .................................. 45

Gambar 2.15 Pembentukan Dipol sesaat pada Molekul Nonpolar ................ 46

Gambar 2.16 Terjadinya gaya London .......................................................... 47

Gambar 4.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH .............................. 72

Gambar 4.2 Stabilisasi resonansi asam karboksilat ...................................... 73

Gambar 4.3 Mekanisme reaksi asam lemak bebas dengan NaOH ............... 73

Gambar 4.4 Pengaruh perlakuan terhadap kadar FFA ................................. 78

Gambar 4.5 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................ 81

Page 17: 03530006 Nila Istighfaro.ps

ix

Gambar 4.6 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan

Karbon aktif biji kelor .............................................................. 81

Gambar 4.7 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................ 87

Gambar 4.8 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan karbon

aktif biji kelor ........................................................................... 87

Gambar 4.9 Reaksi Pembentukan Peroksida Pada Asam Lemak Oleat ....... 90

Gambar 4.10 Mekanisme reaksi pembentukan peroksida pada asam Oleat .. 91

Gambar 4.11 Pengaruh Adsorben Terhadap Nilai Angka Peroksida ............. 91

Gambar 4.12 Reaksi Iodometri selama proses analisis Angka Peroksida ...... 92

Gambar 4.13 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar ................ 94

Gambar 4.14 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan

Karbon aktif biji kelor .............................................................. 95

Gambar 4.15 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar .............. 101

Gambar 4.16 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan

Karbon aktif biji kelor ............................................................. 102

Page 18: 03530006 Nila Istighfaro.ps

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir ........................................................................... 118

Lampiran 2. Pembuatan Reagen Kimia ...................................................... 123

Lampiran 3. Data Hasil Penelitian .............................................................. 126

Lampiran 4. Skema alat .............................................................................. 134

Lampiran 5. Gambar Proses Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor ............. 135

Lampiran 6. Gambar Proses Despicing (Penghilangan bumbu) ................. 136

Lampiran 7. Gambar Proses Netralisasi dan Bleaching ............................... 137

Lampiran 8. Gambar Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Processing .. 138

Page 19: 03530006 Nila Istighfaro.ps

xi

ABSTRAK

Istighfaro, Nila. 2010. Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas dengan

Metode Adsorpsi Menggunakan Bentonit – Karbon Aktif Biji Kelor

(Moringa oleifera. Lamk).

Pembimbing Utama : Eny Yulianti, M.Si

Pembimbing Agama : Munirul Abidin, M.Ag

Penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang dengan pemanasan pada

suhu tinggi akan menyebabkan terbentuknya berbagai senyawa hasil oksidasi lemak

berupa seyawa alkohol, aldehid, keton, hidrokarbon, ester serta bau tengik yang akan

mempengaruhi mutu dan gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak goreng bekas

merupakan limbah yang dapat diolah kembali dengan proses pemucatan

menggunakan adsorben. Sistem adsorpsi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :

metode kolom dan metode batch. Metode kolom dipandang lebih efektif karena

kolom yang sudah digunakan dapat diregenerasi kembali. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida, dan

perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan melalui kolom yang berisi

adsorben karbon aktif biji kelor, bentonit teraktivasi dan campuran dari bentonit

teraktivasi dengan karbon aktif biji kelor.

Penelitian ini meliputi: (1) Pembuatan karbon aktif dari biji kelor dengan

dehidrasi, karbonisasi dilakukan satu tahap dengan cara dipanaskan dalam tanur pada

temperatur 600oC selama 3 jam dan aktivasi kimia menggunakan larutan NaCl (2)

Pemurnian minyak goreng bekas dengan cara depicing, netralisasi, bleaching dengan

ketiga jenis adsorben melalui kolom (3) Penentuan angka peroksida, asam lemak

bebas dan warna minyak goreng baru, minyak goreng bekas, hasil despicing,

netralisasi, hasil bleaching pada masing-masing adsorben menggunakan kolom

Hasil penelitian menunjukkan asam lemak bebas pada minyak goreng baru,

bekas, despicing, netralisasi berturut-turut 0,037 %,0,448 %, 0,211 %, 0,148 %.

Angka peroksida pada minyak goreng baru, bekas, despicing, netralisasi berturut-

turut 1,32 meq/kg, 4,58 meq/kg, 4,00 meq/kg, 3,96 meq/kg. Minyak hasil netralisasi

yang telah diinteraksikan dengan adsorben melalui kolom menunjukkan asam lemak

bebas 0,141 % pada adsorben karbon aktif biji kelor, 0,145 % pada adsorben bentonit

teraktivasi dan 0,142 % pada adsorben campuran. Angka peroksida 2,49 meq/kg pada

adsorben karbon aktif biji kelor, 2,39 meq/kg pada adsorben bentonit teraktivasi dan

2,37 meq/kg pada adsorben campuran. Hasil penelitian menunjukkan kadar FFA

mengalami penurunan sebesar 69 % menggunakan adsorben karbon aktif biji kelor

dan angka peroksida sebesar 48 % menggunakan adsorben campuran. Sedangkan

warna minyak goreng mengalami peningkatan. Untuk warna cerah (L) mengalami

peningkatan sebesar 29.98 %, warna merah (a*) 48,2 %, dan warna kuning (b*) 42, 8

%.

Kata Kunci : Minyak goreng bekas, karbon aktif, biji kelor, bentonit, asam lemak

bebas, angka peroksida

Page 20: 03530006 Nila Istighfaro.ps

xii

ABSTRACT

Istighfaro, Nila. 2010. Improve quality of used fried oil by adsorption

method using betonit – activeted carbon of moringa seed (Moringa

oleifera Lamk)

Pembimbing Utama : Eny Yulianti, M.Si

Pembimbing Agama : Munirul Abidin, MA

Tha use of fried oil repeatedly with steam at high temperature will produce

various chemical compounds as a result of oxidized oil such as alcohol, aldehide,

keton, hydrocarbon, esther and rancidity. This process will influence the quality and

nutritional values of the fried food materials. Used fried oil is waste that could be

reusable by bleaching using adsorben. Adsorption could be proceed by column

method and batch method. The column method is more effective than those of

method due to the ability for regeneration easily. The purpose of this research are to

find the change of free fatty acid (FFA), peroxide value, and the color of the used of

fried oil after passing through the coloumn process containing adsorben i.e activeted

carbon from kelor seed, activated bentonit and mixed adsorben. This scope of this research are (1) Making activated carbon from dehidrated

kelor seed. This process is one step process which is carried out by heating at 600 oC

for 3 hours in a furnace and chemical activation is use with 30 % NaCl, (2) The

purification of the used fried oil was carried out by despicing, netralization and

bleaching using three different adsorbens through a coloumn, (3) Measuring a

peroxide value, free fatty acid and the colour of fresh fried oil, used fried oil,

despicing result, netralization and bleaching for each adsorben through the column

The result showed that free fatty acid of the fresh fried oil, the used fried oil,

the despicing, and the netralization were 0,037 %,0,448 %, 0,211 %, 0,148 %

respectively. Peroxide values of the fresh fried oil, the used fried oil, the despicing

and the netralization were 1,32 meq/kg, 4,58 meq/kg, 4,00 meq/kg, 3,96 meq/kg

respectively. The Free fatty acid content of the used fried oil after passing

through the column containing activeted carbon of Moringa oleifera Lamk seed

was 0.141%, 0.145% for the adsorben activated bentonit and 0.142% for mixed

adsorben. The peroxide values of the used fried oil after passing through the

column containing activeted carbon of the kelor seed was 2.49 meq/kg, 2.39

meq/kg for the adsorben activated bentonit and 2.37 meq/kg for the mixed

adsorben. The experiment result showed that FFA content decreased 69% (using

the adsorben activated carbon) and the peroxide value decreased 48% (using the

mixed adsorben bentonit and the activated carbon Moringa oleifera Lamk seed.

The color of the used oil also improved. For light color (L) increased 29,98%, red

color (a*) 48,2% and yellow color (b

*) 42,8%.

Key word: fried oil, activated carbon, moringa oleifera seed, bentonit, free fatty

acid and peroxide value

Page 21: 03530006 Nila Istighfaro.ps

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lemak atau minyak merupakan salah satu jenis bahan makanan yang

banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena dapat meningkatkan cita

rasa, dan memperbaiki tekstur makanan (Muchtadi, 2000). Sudarmadji (2003)

menyatakan bahwa minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar

200C) sehingga biasa dipergunakan untuk menggoreng makanan karena bahan

yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan

menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan aroma dan rasa gurih

spesifik yang lain dari gurihnya protein.

Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang cukup tinggi tentu dapat

menimbulkan dampak yang signifikan pada masyarakat, terutama sektor industri

kecil, seperti makanan yang berbasis gorengan. Secara kuantitatif jumlah

pedagang kecil ini cukup banyak dan tersebar hampir di seluruh penjuru kota,

dengan adanya kenaikan harga jual BBM maka biaya produksi juga mengalami

peningkatan, di sisi lain daya beli konsumen melemah akibat terjadinya inflasi.

Oleh karena itu, masyarakat cenderung memakai kembali minyak goreng bekas

untuk menggoreng makanan dan dipakai berulang-ulang demi penghematan tanpa

mempertimbangkan risiko bagi kesehatan seperti kerongkongan gatal atau serak

dan lebih berbahaya lagi bisa memicu kanker.

Page 22: 03530006 Nila Istighfaro.ps

2

Minyak sayur yang digunakan untuk menggoreng mengalami perubahan

secara kimiawi baik selama proses penyimpanan, pemanasan atau adanya kontak

dengan cahaya. Perubahan kimiawi itu dapat menyebabkan penurunan kualitas

minyak, seperti perubahan warna menjadi lebih gelap, lebih kental, muncul bau

yang tidak sedap (tengik), meningkatnya bilangan peroksida, asam lemak bebas

dan menyebabkan rasa yang tidak lezat.

Keberadaan makanan bagi kehidupan manusia sangat penting. Secara

medis makanan dan minuman yang kita konsumsi dapat menentukan

pertumbuhan dan perkembangan fisik. Islam mengajarkan makanan atau minuman

yang kita konsumsi sehari-hari keberadaan hukumnya harus halal lagi baik secara

dzatiyah ataupun secara hukmiyah selain harus mengandung nutrisi yang

dibutuhkan oleh tubuh (Anwar, 2007:1). Hal ini sesuai dengan firman Allah

dalam Al-qur’an surat Al-Maidah ayat 88 yang berbunyi:

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah

rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-

Nya” (QS. Al-Maaidah :88).

Allah menganjurkan kepada seluruh hambanya untuk selalu memahami

kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan melihat seluruh ciptaan-Nya, tiadalah Allah

menciptakan alam beserta isinya dengan sia-sia dan batil, yang menciptakan

dengan benar dan merupakan kebenaran. Begitu pula Tuhan menciptakan tumbuh-

tumbuhan agar manusia dapat menggambil manfaat darinya (Quthb, 2001: 244).

Page 23: 03530006 Nila Istighfaro.ps

3

Seperti yang dijelaskan di dalam firman-Nya surat Ar-Rad ayat 4:

”Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun

anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak

bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-

tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang

demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir”.

Shihab (2002) memberikan tafsir bahwa Allah menumbuhkan dari

berbagai macam tumbuhan yang baik yaitu subur dan bermanfaat. Tumbuh-

tumbuhan keluar (tumbuh) dari benda mati. Tumbuhan dan bagian tumbuhan yang

telah mati secara tidak langsung dapat dimanfaatkan kembali untuk sesuatu yang

lebih berguna (Jauhari, 1984). Sebagaimana halnya tanaman kelor yang banyak

tumbuh di Indonesia, pemanfaatan tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman

pagar hidup, batas tanah atau penjalar tanaman lain dan sebagai sayuran.

Penggunaan bahan organik yang berasal dari tumbuhan yang telah mati sebagai

adsorben saat ini banyak dikembangkan. Tehnik ini tidak memerlukan biaya

tinggi dan kemungkinan sangat efektif untuk menghilangkan kontaminan, baik

anionik maupun kationik (Saleh, 2004).

Hal inilah yang dirasa perlu untuk diketengahkan pada masyarakat

manfaat biji kelor yang telah tua dan kering (mati) sebagai bahan

Page 24: 03530006 Nila Istighfaro.ps

4

pengendap/koagulator untuk menjernihkan air secara cepat, murah,aman, seperti

yang diterapkan di ITB dan mulai dikembangkan melalui Program UNDP.

Widayat, dkk., (2005) telah melakukan penelitian awal peningkatan

kualitas minyak goreng dengan zeolit alam dengan studi penurunan bilangan

asam, yang hasilnya diperoleh bilangan asam sebesar 1,71. Bilangan asam ini

belum memenuhi Standar Nasional Indonesia minyak goreng (SNI 3741-1995)

yaitu maksimal sebesar 0,3 %.

Penelitian lain telah dilakukan oleh Suharto (1997) menggunakan zeolit

alam sebagai adsorben. Hermansyah (2003) menggunakan adsorben alternatif

arang tulang yang hasilnya menunjukkan bahwa arang tulang mampu menyerap

betakaroten pada minyak sawit kasar. Bayrak (2005) telah melakukan penelitian

tentang Aplikasi isotermis Langmuir pada adsorpsi Asam lemak jenuh yang

hasilnya menunjukkan bahwa penyerapan asam lemak dengan montmorillonit

merupakan adsorpsi fisika. Penyerapan karoten dan asam lemak bebas pada

minyak kelapa sawit menggunakan adsorben lempung teraktivasi juga telah

dilakukan oleh Joy, dkk (2007). Studi kinetika menunjukkan bahwa waktu yang

diperlukan untuk kesetimbangan adsorpsi menurun saat temperatur dinaikkan.

Lempung yang diaktivasi dengan asam sulfat 1 M lebih efektif daripada lempung

dari industri yang digunakan sebagai acuan. Rossi (2002) juga menyebutkan

dalam penelitiannya tentang peranan lempung pemucat dan silica sintetik dalam

penjernihan minyak kelapa sawit yang hasilnya menunjukkan bahwa karakter

adsorpsi pada tiga macam lempung pemucat memiliki perbedaan derajat aktivasi

dalam proses penjernihan minyak kelapa sawit. Isotermis penghilangan warna dan

Page 25: 03530006 Nila Istighfaro.ps

5

pigmen karoten menggunakan lempung teraktivasi asam lebih efisien daripada

lempung alam juga pada kapasitas adsorpsi fosfor.

Taufik (2007) juga melakukan penelitian tentang pemurnian minyak

goreng bekas menggunakan biji kelor dengan metode Batch yang hasilnya dapat

menurunkan kadar asam lemak bebas (FFA) sebesar 74,6 % yaitu dari nilai 0,50

% menjadi 0,127 % dan penurunan angka peroksida sebesar 84% yaitu dari 100

meq/kg menjadi 16 meq/kg dan peningkatan warna cerah sebesar 6,7%. Nilai FFA

tersebut sudah memenuhi standart SNI 1995 yaitu maksimal 0,3 %, sedangkan

angka peroksida belum memenuhi SNI 1995 dengan kandungan angka peroksida

maksimal 2 meq/kg.

Berdasarkan hasil penelitian di atas akan dikaji lebih lanjut tentang

efektifitas adsorpsi biji kelor dan lempung bentonit dalam penjernihan minyak

goreng bekas dengan metode kolom, diharapkan dapat menurunkan bilangan

peroksida, asam lemak bebas dan warna yang lebih baik dan memenuhi mutu

Standar Nasional Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas maka dapat

diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut:

a. Berapa perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida, dan

perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan melalui kolom

yang berisi adsorben karbon aktif biji kelor ?

Page 26: 03530006 Nila Istighfaro.ps

6

b. Berapa perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida dan

perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan melalui kolom

yang berisi bentonit?

c. Berapa perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida dan

perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan melalui kolom

yang berisi campuran bentonit dan adsorben karbon aktif biji kelor ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka

peroksida, dan perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan

melalui kolom yang berisi adsorben karbon aktif biji kelor.

b. Untuk mengetahui perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka

peroksida, dan perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan

melalui kolom yang berisi bentonit.

c. Untuk mengetahui perubahan kadar asam lemak bebas (FFA), angka

peroksida dan perubahan warna minyak goreng bekas setelah dilewatkan

melalui kolom yang berisi campuran bentonit dan adsorben karbon aktif biji

kelor.

Page 27: 03530006 Nila Istighfaro.ps

7

1.4 Batasan Penelitian

Mengingat banyaknya cakupan permasalahan, maka dalam penelitian ini

hanya dibatasi pada:

a. Sampel minyak goreng yang diteliti adalah minyak goreng merek bimoli yang

telah digunakan selama 8 jam.

b. Kelor yang digunakan adalah biji kelor yang tua di pohon beserta kulit ari

yang diperoleh dari daerah Jombang Jawa Timur.

c. Parameter yang diuji adalah asam lemak bebas, angka peroksida dan warna.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan :

a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan biji

kelor (Moringa oleifera Lamk) untuk pemurnian kembali minyak goreng

bekas sehingga lebih aman dikonsumsi.

b. Dapat meningkatkan penggunaan biji kelor (Moringa oleifera Lamk) sebagai

penjernih alami, selain digunakan sebagai pakan ternak, campuran sayuran

dan obat-obatan lainnya.

Page 28: 03530006 Nila Istighfaro.ps

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Tanaman dalam Perspektif Islam

Allah SWT sebagai Tuhan mempunyai tanda-tanda kebesaran-Nya berupa

hasil-hasil ciptaan-Nya, berupa langit dan bumi dan apa yang ada di dalam

keduanya, apa yang ada di antara keduanya. Termasuk juga kejadian-kejadian

yang berlangsung dalam makhluk-Nya tersebut. Kemudian Allah menyuruh untuk

memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya tersebut, termasuk pada tanaman dan

tumbuhan (As-Sa’dy, 2007).

Tumbuhan merupakan salah satu dari ciptaan Allah Swt yang banyak

manfaatnya kepada manusia. Al-Qur`an menyebutkan bahwa sejumlah buah-

buahan dapat memberikan manfaat pada tubuh manusia dalam berbagai cara, juga

enak rasanya. Begitu pula dengan tanaman kelor, banyak manfaat dan

kegunaannya. Daun, buah dan akar banyak mengandung senyawa alkali, protein,

vitamin, asam amino, dan karbohidrat, alkaloid, yang dapat dijadikan sebagai obat

tradisional. Dewasa ini biji kelor diketahui dapat dimanfaatkan sebagai penjernih

air, koagulan pada air limbah, dan penyembuh asam urat, sehingga biji kelor dapat

bernilai komersial, namun masyarakat belum mengetahui potensi tersebut

sehingga kurang dimanfaatkan.

Pentingnya usaha penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan kelor ini

sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ali Imron ayat 191 yang berbunyi :

Page 29: 03530006 Nila Istighfaro.ps

9

Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan

berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya

berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,

Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imron

191).

Allah SWT menciptakan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya dengan

maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan kadarnya. Allah menciptakan semua

yang ada di dunia ini tidaklah sia-sia dari yang kecil hingga yang besar. Makhluk

hidup (hewan, tumbuhan dan lain-lain) semuanya dapat dimanfaatkan oleh

manusia jika manusia itu mau untuk berfikir.

Allah menjaga semua yang telah Ia ciptakan agar tetap hidup dan tersusun

rapi. Manusia wajib menjaga keseimbangan dan kelestarian alam, tanpa berpikir

untuk membuat kerusakan alam guna mempertahankan tatanan lingkungan

(ekosistem) serta keteraturan alam untuk kesejahteraan seluruh makhluk

ciptaanNya. Allah membuktikan dengan diturunkannya hujan sebagai sumber

kehidupan, dan agar manusia dapat mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan

kepadanya. Allah telah menjelaskannya dalam surat Al-An’aam ayat 99 yang

berbunyi:

Page 30: 03530006 Nila Istighfaro.ps

10

”Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan

dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari

tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman

yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai

tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan

pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah

buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.

Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi

orang-orang yang beriman” (QS.Al-An’aam: 99).

Ayat yang mulia tersebut mengajak kita untuk berpikir dan berusaha

mempelajari bagaimana proses penciptaan buah, bagaimana dia berkembang dan

tumbuh pada fase yang berbeda-beda sampai pada fase kematangannya secara

sempurna. Berikut segala unsurnya yang beraneka seperti, sukrosa, minyak,

protein, karbohidrat dan zat-zat tepung. Salah satu dalil kemahakuasaan Allah

SWT adalah mengenai penciptaan butir tumbuh-tumbuhan, biji buah-buahan, dan

janin yang hidup dan terletak di tempat yang sangat sempit sedangkan yang tersisa

dari butir atau biji muncul dari suatu benda yang tak hidup. Ketika janin bangun

dan mulai menumbuhkan tanaman maka suatu benda yang mati tersebut berubah

kondisinya menjadi benda hidup yang dapat memberi makan janin dan

menumbuhkembangkan tubuhnya. Beberapa saat kemudian ia menduplikasikan

jumlahnya menjadi banyak dan menebarkan benih dan biji, kemudian benih

Page 31: 03530006 Nila Istighfaro.ps

11

tumbuhan itu berpindah dari fase pertumbuhan menuju fase pergerakan. Saat itu

tumbuhan mulai mampu mencari makanan untuk dirinya sendiri yang dimasak

oleh akar dari garam-garaman yang berasal dari air tanah, dan dibantu oleh daun

hijau yang mengerjakan proses fotosintesa di bawah terik sinar matahari untuk

menghasilkan bahan karbohidrat (Mahran, 2006).

Menurut tafsir Ibnu Katsir (Ad-Dimasyqi, 2001) disebutkan bahwa Allah

telah menurunkan air hujan dari langit yakni dengan kadar tertentu, dengan

kepastian dalam keadaan diberkati sebagai rezeki untuk hamba-hamba Allah,

untuk menyuburkan dan sebagai pertolongan serta rahmat untuk semua makhluk

ciptaan-Nya. Kemudian Allah menumbuhkan dengan air tersebut segala macam

tumbuh-tumbuhan dan dari tumbuh-tumbuhan itu Allah mengeluarkan tanaman

yang menghijau lalu butir yang banyak. Allah menciptakan di dalam tanaman itu

berupa buah-buahan dan biji-bijian yang bersusun antara yang satu dan yang

lainnya seperti pada bulir dan lain sebagainya. Setiap ciptaan Allah tersebut pasti

memiliki manfaat termasuk biji-bijian yang kecil, salah satunya dalam hal ini

adalah biji kelor.

Menurut tafsir Nurul Quran (Imani, 2005) dijelaskan bahwa Allah telah

menciptakan segala macam tanaman sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah dan

sebagai bahan untuk berfikir agar dapat tercipta kemaslahatan bagi seluruh umat.

Penjelasan di atas didukung dengan firman Allah dalam surat Asy-syu’ara ayat 7

yang berbunyi:

Page 32: 03530006 Nila Istighfaro.ps

12

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami

tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?” (QS.Asy-

Syu’ara:7).

Shihab (2002) memberikan tafsir bahwa Allah menumbuhkan dari

bermacam-macam tumbuhan yang baik yakni subur dan bermanfaat. Sebagaimana

halnya tanaman kelor yang di dalamnya banyak memberikan manfaat jika

dikonsumsi oleh manusia sebagai sayuran, obat-obatan, bahan baku pembuatan

sabun dan kosmetik, serta sebagai bahan penjernih air.

Keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami setiap penciptaan

Allah dan kurangnya rasa syukur pada Allah menjadikan manusia sering berpikir

sesuatu hanya menjadi hiasan semata di muka bumi atau bahkan hanya menjadi

pengganggu. Tidak ada nilai yang lebih berharga yang bisa diambil dan

dimanfaatkan untuk kemaslahatan kehidupan manusia di dunia ini. Al Qur’an

memang tidak menjelaskan secara detail manfaat dari setiap penciptaan Allah.

Manusia yang diciptakan sebagai khalifah di bumi ini mempunyai tugas untuk

berpikir, mengkaji, dan mengembangkan penelitian untuk mendapatkan manfaat

dari hasil penciptaan Allah tersebut.

Firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 11yang berbunyi :

“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun,

korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang

memikirkan” (QS. An Nahl: 11).

Page 33: 03530006 Nila Istighfaro.ps

13

Al-Qur'an telah menyebutkan berbagai macam tanaman yang bermanfaat

dan memiliki khasiat bagi kesehatan. Pemanfaatan tanaman sebagai obat

merupakan salah satu sarana untuk mengambil pelajaran dan memikirkan tentang

kekuasaan Allah SWT. Semua yang tercipta mempunyai manfaatnya dan hal itu

merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah. Demikian halnya dengan tanaman kelor,

perkembangan uji penelitiannya membawa dampak agar diperoleh manfaat-

manfaat lain dari tanaman kelor khususnya biji kelor yang dimanfaatkan sebagai

adsorben.

2.2 Tanaman kelor

Pohon kelor (drumstick tree: bahasa Inggris) termasuk jenis tumbuhan

perdu yang memiliki ketinggian pohon antara 7 – 12 m. Batang kayunya lunak

dan getas (mudah patah) serta cabangnya jarang, tetapi mempunyai akar yang

kuat. Pohon kelor berbunga dan berganti daun sepanjang tahun, tumbuh dengan

cepat, dan tahan terhadap musim kering (kemarau). Pohon kelor dapat

menyesuaikan diri terhadap berbagai jenis tanah, namun areal tanah berpasir atau

tanah lempung menjadi tempat terbaik bagi pertumbuhannya. Kelor dapat

berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian antara 1 –

1000 m di atas permukaan laut (Jonni, dkk, 2008).

Daun kelor berbentuk bulat telur (oval) dengan ukuran kecil-kecil,

bersusun majemuk dalam satu tangkai. Daun kelor berguguran apabila

kekurangan air (biasanya terjadi pada musim kemarau panjang) dan tumbuh

kembali ketika kebutuhan air mulai tercukupi. Bunga kelor berwarna putih

8

Page 34: 03530006 Nila Istighfaro.ps

14

kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau (Jonni, dkk,

2008).

Buah kelor berbentuk polong segitiga memanjang sekitar 30-50 cm, yang

biasa disebut klentang (Jawa). Buah kelor berisi 15 – 25 biji, berwarna coklat

kehitaman, bulat, bersayap tiga dan hitam. Sedangkan, getahnya yang telah

berubah warna menjadi cokelat disebut blendok (Jawa). Buah kelor ini memiliki

banyak biji di dalamnya, yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pengkembangbiakannya selain menggunakan setek batang (Jonni, dkk, 2008).

Kelor atau kelor-keloran (Moringa oleifera), di Indonesia dikenal sebagai

jenis tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan. Pohon kelor sering digunakan

sebagai pendukung tanaman lada atau sirih. Daun, bunga, dan buah mudanya,

merupakan bahan sayuran yang digemari masyarakat setempat. Tanaman kelor

merupakan leguminosa, maka bagus ditanam secara tumpang sari dengan tanaman

lain karena dapat menambah unsur nitrogen pada lahan tersebut (Hendartomo,

2007).

Biji Moringa oleifera Lam. mengandung mustard oil (minyak ben, minyak

Moringa), mengandung trigliserida asam lemak behen (C22H4444O2) yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sabun, bahan iluminasi, lubrikan jam

tangan, bahan campuran untuk pembuatan kosmetik, parfum (Duke, 1983;

Folkard dkk., 1995:263). Kotiledon Moringa oleifera Lam. mengandung tiga

komponen penting, yaitu substansi antimikroba 4 L-rhamnosiloksi-benzil-

isotiosianat, minyak ben dan flokulan (Mayer & Stelz, 1993; Polprasid,

1993:213). Biji kelor yang sudah diambil minyaknya (presscake) mengandung

Page 35: 03530006 Nila Istighfaro.ps

15

protein kasar sebesar 58,9 %; CaO 0,4 %;P2O5 1,1 % dan K2O sebesar 0,8 %

(Duke,1983).

Berbagai manfaat tumbuhan kelor ini terus dieksplorasi sebagai sumber

vitamin A, B, C, sumber protein, kalsium, zat besi, sebagai bahan obat-obatan,

bahan baku pembuatan sabun dan kosmetik, sampai pada manfaatnya sebagai

bahan penjernih air (Water Purification). Tam Herb dari India sudah memasarkan

buah kelor segar, serbuk buah dan serbuk daun kelor, minyak kelor, bubuk teh

kelor, bubuk sup kelor dan kapsul kelor (Logu, 2005). Daun kelor muda juga

dipercaya meningkatkan produksi air susu ibu dan sebagai obat kurang darah

(anemia). Akar kelor berkhasiat sebagai obat kejang, obat gusi berdarah, obat

untuk haid yang tidak teratur dan obat pusing. Daunnya berkhasiat sebagai obat

sesak nafas, encok dan beri-beri. Bijinya digunakan sebagai obat mual.

Kandungan kimia akar, daun dan kulit batang kelor mengandung saponin dan

polifenol, kulit batangnya juga mengandung alkaloida. Daun kelor mengandung

minyak atsiri (http://www.murungaexports.ebigchina.com).

Page 36: 03530006 Nila Istighfaro.ps

16

c

b

a

c d

Gambar 2.1 Dari kiri searah putaran jarum jam ; a) buah kelor masih di

dahan, b) Biji bersayap, c) Biji yang masih utuh dan yang

sudah diblender, d) buah kelor yang baru dipetik (sumber:

Muyibi,2005).

Efek farmakologis : kelor dalam farmakologi cina dan pengobatan

tradisional lain disebutkan bahwa tanaman ini memiliki sifat-sifat seperti, rasa

yang agak pahit, netral, sebagai anti inflamasi, antipiretik, antiskorbut dan tidak

beracun (http://www.iptek.net.id).

Analisis kandungan biji kelor per 100 gram ditunjukkan pada tabel di

bawah ini:

Page 37: 03530006 Nila Istighfaro.ps

17

Tabel 2.1 Kandungan nutrisi biji kelor

Komposisi Buah

Air (%)

Kalori (%)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Abu (g)

Serat (g)

Mineral (g)

Ca /Kalsium (mg)

Mg/Magnesium (mg)

P/Fosfor (mg)

K/Kalium (mg)

Cu/Tembaga (mg)

Fe/Besi (mg)

S/Sulfur (mg)

Oxalic acid (mg)

Vitamin A B Carotene (mg)

Vitamin B Choline (mg)

86,9

26,0

2,5

0,1

8,5

2,0

4,8

2,0

30

24

110

259

3,1

5,3

137

10

0,11

423

Sumber: Duke, 1983

2.3 Minyak goreng

Minyak adalah lemak yang berasal dari tumbuhan yang berupa zat cair dan

mengandung asam lemak tak jenuh. Minyak dapat bersumber dari tanaman,

misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga

matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin,

minyak ikan paus dan lain-lain. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah

dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng nabati

biasa diproduksi dari kelapa sawit, kelapa atau jagung (Widayat, dkk, 2005).

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis

guineensis jack). Buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti

(kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau

Page 38: 03530006 Nila Istighfaro.ps

18

kulit buah yang disebut pericarp. Lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau

pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari

lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar

minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%,

dan endocarp tidak mengandung minyak (Pasaribu, 2004).

Minyak sawit memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak

nabati lainnya. Dari segi ekonomi minyak sawit merupakan minyak nabati yang

paling murah karena produktivitas sawit sanggat tinggi. Minyak sawit juga

mengandung betakaroten dan tokoferol sehingga dilihat dari segi gizi mempunyai

keunggulan (Elizabeth, 2002).

Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya merupakan

senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang

utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (Pasaribu, 2004).

2.3.1. Trigliserida Pada Minyak Kelapa Sawit.

Minyak kelapa sawit terdiri atas trigliserida sebagaimana lemak dan

minyak lainnya. minyak kelapa sawit merupakan ester dari gliserol dengan tiga

molekul asam lemak menurut reaksi sebagai berikut :

Page 39: 03530006 Nila Istighfaro.ps

19

CH2OH

CHOH

CH2OH

+ 3RCOOH

H2C

HC

H2C

O C R1

O

O C R2

O

O C R3

O

+ 3 H2O

trigliseridaGliserol asam lemak

Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Trigliserida (Pasaribu, 2004)

Bila R1 = R2 = R3 atau ketiga asam lemak penyusunnya sama maka

trigliserida ini disebut trigliserida sederhana, dan apabila salah satu atau lebih

asam lemak penyusunnya tidak sama maka disebut trigliserida campuran.

Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon; yang setiap atom karbonnya

mengikat satu atau dua atom hidrogen, kecuali atom karbon terminal mengikat

tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus

karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap

disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada

rantai hidrokarbonnya karbonnya disebut dengan asam lemak jenuh. Secara umum

struktur asam lemak dapat digambarkan sebagai berikut :

C C C C

H

H

H

H

H

H

H H

H

C C

O

OH

H

H

C C C C

H

H

H H

OH

O

C

H

H

H

Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tak Jenuh

Gambar 2.3 Struktur Asam Lemak (Pasaribu, 2004)

Page 40: 03530006 Nila Istighfaro.ps

20

Semakin jenuh molekul asam lemak dalam molekul trigliserida, semakin

tinggi titik beku atau titik cair minyak tersebut . Pada suhu kamar biasanya berada

pada fase padat, sebaliknya semakin tidak jenuh asam lemak dalam molekul

trigliserida maka makin rendah titik beku atau titik cair minyak tersebut sehingga

pada suhu kamar berada pada fase cair. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi

padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Pasaribu, 2004).

Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida dan tabel komposisi

asam lemak dari minyak kelapa sawit.

Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit

Trigliserida Jumlah (%)

Tripalmitin

Dipalmito – Stearine

Oleo – Miristopalmitin

Oleo – Dipalmitin

Oleo- Palmitostearine

Palmito – Diolein

Stearo – Diolein

Linoleo – Diolein

3 –5

1 – 3

0 – 5

21 – 43

10 – 11

32 – 48

0 – 6

3 – 12

Sumber : Ketaren, 1986.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Kaprilat

Asam kaproat

Asam Miristat

Asam Palmitat

Asam Stearat

Asam Oleat

Asam Laurat

Asam Linoleat

-

-

1,1 – 2,5

40 – 46

3,6 – 4,7

30 – 45

-

7 – 11

Sumber : Pasaribu, 2004

Page 41: 03530006 Nila Istighfaro.ps

21

Minyak juga mengandung sejumlah kecil komponen nontrigliserida, yaitu

lipid kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida, dan glikolipid); sterol, berada dalam

keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak bebas; asam lemak bebas; lilin;

pigmen yang larut dalam lemak; dan hidrokarbon. Komponen tersebut yang

mempengaruhi warna dan flavor minyak serta berperan dalam proses terjadinya

ketengikan (Ketaren, 2005).

Minyak sawit memiliki karakteristik asam lemak utama penyusunnya

terdiri atas 35 - 40% asam palmitat, 38 - 40% oleat dan 6 - 10% asam linolenat

serta kandungan mikronutriennya seperti karitenoid, tokoferol, tokotrienol dan

fitosterol. Selain itu keunggulan minyak sawit sebagai minyak makan adalah tidak

perlu dilakukan parsial hidrogenasi untuk pembuatan margarin dan minyak goreng

(deep frying fat), trans-fatty acid rendah, dan harganya murah. Klaim produk

minyak sawit sebagai produk sehat telah banyak dilakukan penelitian mendasar,

sehingga klaim unggulannya mempunyai dasar yang kuat. Meskipun minyak

sawit mengandung mono-unsaturated fatty acid (Omega 9) cukup tinggi,

kandungan asam lemak jenuhnya (palmitat) juga tinggi yaitu 40%. Asam palmitat

yang ada dalam minyak sawit mempunyai nilai positif karena dapat menurunkan

kolesterol LDL (low density lipoprotein) (Muchtadi, 2000).

Beberapa hal yang mempengaruhi sifat-sifat minyak adalah asam lemak

penyusunnya, yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) dan asam lemak

tak jenuh (unsaturated fatty acid/UFA), yang terdiri atas mono-unsaturated fatty

acid (MUFA) dan polyunsaturated fatty acid (PUFA) atau high unsaturated fatty

Page 42: 03530006 Nila Istighfaro.ps

22

acid. Para ahli biokimia dan ahli gizi lebih mengenalnya dengan sebutan asam

lemak tak jenuh Omega 3, Omega 6 dan Omega 9 (Muchtadi, 2000).

Asam lemak bebas (FFA) dalam minyak nabati dihasilkan dari

pemecahan ikatan ester trigliserida. Asam lemak bebas secara umum dihilangkan

selama proses penjernihan. Adsorpsi Asam lemak bebas ditentukan oleh beberapa

faktor seperti kadar air dalam minyak, kadar sabun, temperatur dan lamanya

waktu kontak dengan adsorben (Bayrak, 2005).

Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim

selama pengolahan dan penyimpanan. Ketika minyak digunakan untuk

menggoreng terjadi peristiwa oksidasi dan hidrolisis yang memecah molekul

minyak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Proses ini bertambah besar

dengan pemanasan yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan

makanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar 0,2 persen dari berat

lemak akan mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat

meracuni tubuh. Minyak dengan kadar asam lemak bebas yang lebih besar dari

1%, jika dicicipi akan terasa membentuk filem pada permukaan lidah dan tidak

berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah

asam lemak bebas. Asam lemak bebas walaupun berada dalam jumlah kecil

mengakibatkan rasa tidak lezat, menyebabkan karat dan warna gelap jika

dipanaskan dalam wajan besi (Ketaren, 2005).

Angka peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat

kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat

oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida yaitu

Page 43: 03530006 Nila Istighfaro.ps

23

produk awal dari reaksi oksidasi yang bersifat labil, reaksi ini dapat berlangsung

bila terjadi kontak antara oksigen dengan minyak (Ketaren, 2005).

2.3.2 Warna

Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu zat warna alamiah,

dan warna hasil degradasi zat warna alamiah.

1). Zat Warna Alamiah

Zat warna ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung

minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna

tersebut antara lain α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin. Zat warna

ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan

dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan

oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid bersifat tidak stabil

pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan

hilang. Karotenoid tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi (Ketaren,

2005).

2). Warna Akibat Oksidasi dan Degradasi Komponen Kimia yang Terdapat

dalam Minyak

a) Warna Gelap

Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin

E). Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan,

yang disebabkan oleh beberapa faktor: suhu pemanasan yang terlalu tinggi,

pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang

Page 44: 03530006 Nila Istighfaro.ps

24

tinggi, ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut tertentu seperti

trikloroetilena, benzol dan heksana, logam seperti Fe, Cu, dan Mn, dan oksidasi

terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak (Ketaren, 2005).

b) Warna Coklat

Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang

berasal dari bahan yang telah rusak atau memar. Hal itu dapat pula terjadi karena

reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus

amin dari molekul protein dan yang disebabkan karena aktivitas enzim-enzim,

seperti fenol oksidase, polifenol oksidase, dan sebagainya (Ketaren, 2005).

c) Warna Kuning

Timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak

atau lemak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas

warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan (Ketaren, 2005).

2.3.3 Kerusakan Minyak

Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan

yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan

menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak

enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat

dalam minyak. Oksidasi minyak dapat berlangsung bila terjadi kontak antara

sejumlah oksigen dengan minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan

pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya

asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan

Page 45: 03530006 Nila Istighfaro.ps

25

keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan (Rancidity) terbentuk oleh

aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV) hanya

indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik Oksida

minyak juga akan menghasilkan senyawa hidrokarbon, alkohol, lakton serta

senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Pembentukan

senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena reaksi polimerisasi

adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan

menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan (Ketaren, 1986).

Oksidasi adalah alasan utama dari perubahan kimiawi dari minyak tetapi

ada beberapa penyebab degradasi lainnya yang berpotensial menyebabkan atau

menghasilkan racun. Perubahan secara kimiawi pada minyak, tidak semuanya

berpotensi berbahaya. Beberapa produk tidak membahayakan dan masih layak

untuk dikonsumsi. Laju perubahan kimia dan tingkat perubahan tergantung pada

jenis minyak dimana sebagian besar minyak yang mengandung asam lemak yang

tidak tersaturasi (kedelai , bunga matahari, kanola) mempunyai laju yang tinggi.

Beberapa contoh minyak yang mempunyai laju rendah yaitu minyak zaitun dan

kelapa sawit (http://www. foodfacts.org).

Kerusakan minyak atau lemak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200 -

250°C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam

penyakit, misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker

dan menurunkan nilai cerna lemak. Kerusakan minyak juga bisa terjadi selama

penyimpanan. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat

Page 46: 03530006 Nila Istighfaro.ps

26

menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida pada minyak lalu membentuk gliserol

dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

Gambar 2.4 Reaksi Hidrolisis Minyak (sumber Ketaren, 1986)

Pada umumnya minyak apabila dibiarkan lama di udara akan

menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan oleh proses

hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi hidrolisa ini terjadi

karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. Dapat pula terjadi proses

oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh yang hasilnya akan menambah bau dan

rasa yang tidak enak. Oksidasi asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan

peroksida dan selanjutnya akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan

terjadinya bau dan rasa yang tidak enak atau tengik. Kelembaban udara, cahaya,

suhu tinggi dan adanya bakteri perusak adalah faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya ketengikan minyak (Poedjiadi, 1994).

CH2 O C R

O

CH O C R

O

CH2 O C R

O

panas, air, enzim

keasaman

CH2 OH

CH2 OH

R C OH

O

+

gliserol ALB/FFA

CH OH

FFA trigliserida

3

Page 47: 03530006 Nila Istighfaro.ps

27

Gambar 2.5 Reaksi Pembentukan Peroksida (Sumber: Ketaren, 2008: 100)

Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya

matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan produk

dengan tekstur dan rasa yang bagus. Standar mutu minyak goreng di Indonesia

diatur dalam SNI 01-3741-2002 yang dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Syarat Mutu Minyak Goreng Menurut (SNI 01-3741-2002)

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

1 Keadaan

1.1 Bau Normal Normal

1.2 Rasa Normal Normal

1.3 Warna Putih, kuning pucat sampai kuning

2 Kadar air % b/b maks 0,1 maks 0,3

3 Bilangan asam mg KOH/g maks 0,6 maks 2

4 Asam linolenat (C18:3) % maks 2 maks 2

5 Cemaran logam

5.1 Timbal (Pb) mg/kg maks 0,1 maks 0,1

5.2 Timah (Sn) mg/kg maks 40,0/250* maks 40,0/250*

5.3 Raksa (Hg) mg/kg maks 0,05 maks 0,05

5.4 Tembaga (Cu) mg/kg maks 0,1 maks 0,1

6 Cemaran arsen (As) mg/kg maks 0,1 maks 0,1

7 Minyak pelikan ** Negative Negative

CATATAN * Dalam kemasan kaleng

CATATAN ** Minyak pelikan adalah minyak mineral dan tidak bisa

disabunkan Sumber : SNI 2002

Page 48: 03530006 Nila Istighfaro.ps

28

Tabel 2.5 Standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI 3741-1995

No Kriteria Uji Persyaratan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Bau Rasa

Warna

Cita rasa

Kadar air Berat jenis

Asam lemak bebas

Bilangan peroksida

Bilangan iodium

Bilangan penyabunan

Titik asap

Indeks bias

Cemaran logam antara lain:

Besi Timbal Tembaga

Seng

Raksa

Timah

Arsen

Normal Normal Muda jernih

Hambar Max 0,3 %

0,900 g/L

Max 0,3 % Max 2 meq/Kg

45-46

196-206

Min 200oC

1,448-1,450

Max 0,5 mg/Kg

Max 0,1 mg/Kg

Max 40 mg/Kg

Max 0,05 mg/Kg

Max 0,1 mg/Kg

Max 0,1 mg/Kg

Max 0,1 mg/Kg

Sumber: Wijana dkk (2005).

2.4 Mineral Lempung

Lempung adalah bahan yang relatif banyak kita jumpai di Indonesia.

Bahan ini tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Secara morfologis tanah

lempung umumnya berwarna agak kecoklat-coklatan dan mudah dibentuk dalam

keadaan basah serta mengeras dengan warna kemerah-merahan jika dibakar, bila

diraba terasa licin dan lunak, dan bila dimasukkan ke dalam air akan menyerap

air. Tanah lempung dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagai bahan

pembuatan batu bata, tembikar dan genteng. Selain itu dalam dunia industri, tanah

Page 49: 03530006 Nila Istighfaro.ps

29

lempung dimanfaatkan sebagai bahan pengisi dalam industri kertas, cat dan karet,

sebagai bahan penukar ion, katalis dan adsorben (Wijaya, 2006).

Lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk partikel mineral

berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung

mengandung leburan silika dan atau aluminium yang halus. Unsur-unsur silikon,

oksigen dan aluminium adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi.

Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan

sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi. Lempung membentuk gumpalan

keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air (http://www.wikipedia.org.

id).

Lempung merupakan salah satu fraksi anorganik tanah yang tergolong

sangat halus (< 0,002 mm). Fraksi anorganik tanah lainnya adalah debu yang

berukuran 0,050-0,002 mm dan fraksi kasar yang disebut pasir memiliki ukuran 2-

0,050 mm. Tan menerangkan bahwa mineral lempung merupakan salah satu

komponen tanah yang didefinisikan sebagai zat padat kristalin dari senyawa

alumina silikat dengan ukuran partikel lebih kecil dari 2 m. Susunan atom

dalam lempung kristal dapat terulang dalam pola yang teratur ke arah tiga

dimensi. Susunan atom dalam keadaan amorf umumnya tidak mempunyai bentuk

yang dapat dikenal ataupun susunan internal secara geometris (Tan, 1982).

Lempung alam yang secara alamiah aktif juga dapat digunakan untuk

pemucatan. Lempung ini merupakan adsorben logam sempurna dan mampu

menurunkan kadar chlorophyl dan warna bahan, menghilangkan sabun dan

Page 50: 03530006 Nila Istighfaro.ps

30

fosfolipid serta meminimalkan meningkatnya asam lemak bebas selama proses

bleaching (Rossi, 2002).

2.4.1 Bentonit

Bentonit adalah sejenis lempung (clay) yang komposisinya didominasi

oleh mineral montmorillonit yaitu sekitar 85% dan komponen lain umumnya

merupakan campuran dari mineral beidelit, saponit, kuarsa/kristobalit, feldspar,

kalsit, gipsum, kaolinit, plagioklasillit, dan sebagainya, sehingga bentonit

seringkali disebut juga sebagai istilah montmorillonit (Mallarangan, 1988 dalam

Apriani, 2000).

Bentonit merupakan istilah yang digunakan di dalam dunia perdagangan

untuk sejenis lempung yang mengandung mineral montmorillonit dan dikenal di

Indonesia sejak dimulainya aktifitas pengeboran minyak bumi kira-kira 100 tahun

yang lampau. Nama bentonit ini pertama kali dipergunakan pada tahun 1896 oleh

Knight yaitu suatu jenis lempung yang sangat plastis (koloid) yang terdapat pada

formasi Benton, Rock Creek, Wyoming Amerika Serikat. Nama ini diusulkan

sebagai pengganti nama sebelumnya yaitu taylorit yang diperkenalkan pada tahun

1888 atau soap clay yang diperkenalkan pada tahun 1873 dan masih banyak lagi

nama lain yang dikenal untuk bentonit ini seperti : bleaching clay, fuller earth,

konfolensit, saponit atau smegtit, dan stolpenit (Riyanto, 1994).

Penggunaan utama dari bentonit adalah pada industri lumpur bor yaitu

sebagai lumpur pembilas dalam pemboran minyak bumi, gas bumi, dan uap panas

bumi, industri minyak sawit, industri kimia, farmasi, industri penyaringan lilin,

Page 51: 03530006 Nila Istighfaro.ps

31

minyak kelapa, industri besi baja dan lain sebagainya. Penggunaan dalam industri

kimia antara lain sebagai katalisator, zat pemutih, zat penyerap, pengisi lateks, dan

tinta cetak (Riyanto, 1994).

Komposisi montmorillonit suatu bentonit berbeda dengan bentonit yang

lainnya, serta kandungan elemennya bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh proses

terbentuknya di alam. Sifat-sifat bentonit antara lain adalah (Yulianto, 2001):

1. Berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau

kehijauan, tergantung dari jenis dan jumlah fragmen mineral-mineralnya.

2. Bersifat sangat lunak (kekerasan = 1), ringan mudah pecah, terasa seperti

sabun, mudah menyerap air dan mampu melakukakan pertukaran ion.

Secara umum, bentonit dapat dibagi atas dua golongan :

1. Bentonit Natrium (swelling bentonit)

Bentonit jenis ini mengandung relatif banyak ion Na+ dibandingkan ion Ca

2+

dan Mg2+

dan mempunyai sifat mengembang bila terkena air, sehingga dalam

suspensinya akan menambah kekentalan. Bentonit ini sering dinamakan

Bentonit Wyoming.

2. Bentonit Kalsium

Bentonit jenis ini mengandung kalsium dan magnesium yang relatif lebih

banyak dibandingkan dengan kandungan natriumnya. Mempunyai sifat sedikit

menyerap air dan bila didispersikan dalam air akan cepat mengendap (tidak

membentuk suspensi).

Page 52: 03530006 Nila Istighfaro.ps

32

2.4.2 Montmorillonit

Montmorillonit merupakan anggota kelompok smektit yang paling banyak

ditemukan di alam. Mineral ini mempunyai sistem kristal triklin. Struktur tiga

dimensi dari montmorillonit ditunjukkan oleh gambar 2.7 (Setyowati, 1995).

Kelompok smektite mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan

kelompok mineral tanah liat lainnya. Salah satu anggota kelompok smektite

tersebut terutama adalah montmorillonite. Perbandingan sifat-sifat dari kelompok

mineral tanah liat dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Brady dan Buckman, 1982

dalam Mustika, 2007).

Tabel 2.6 Sifat-sifat tanah liat

Sifat-sifat Tipe Tanah Liat

Montmorillonite Illite Kaolinite

Ukuran (m) 0,01-1,00 0,1-2,0 0,1-5,0

Bentuk Lembaran tidak

teratur

Lembaran tidak

teratur

Hexagonal

Crystal

Kohesi, plastisitas Tinggi Sedang Rendah

Kapasitas swelling

(mengembang) Tinggi Sedang Rendah

Kapasitas tukar

kation(meq/100g) 80-100 15-40 3-15

Sumber : Brady dan Buckman, 1982

Struktur dasar mineral bentonit merupakan filosilikat atau lapisan silikat

yang tersusun atas lembaran tetrahedral silisium oksigen dan lembaran oktahedral

alumunium-oksigen-hidroksida (Murtado, 1994).

Lapisan silikat dibangun melingkari suatu tetrahedral-silika. Dalam

lembaran tetrahedral Si-O, atom silisium berikatan dengan 4 (empat) atom

oksigen. Atom-atom oksigen tersebut terletak pada empat sudut yang teratur

Page 53: 03530006 Nila Istighfaro.ps

33

dalam bentuk tetrahedral dengan atom silisium sebagai pusatnya, seperti

ditunjukkan oleh gambar (Tan, 1982).

Gambar 2.6 Susunan atom-atom Si dan O dalam tetrahedral

Enam buah tetrahedral saling berikatan melalui cara penggunaan bersama

tiga dari empat atom oksigen dengan molekul tetrahedral lainnya membentuk

heksagonal yang simetri. Lembaran heksagonal ini disebut lembaran tetrahedral

atau lembaran silika yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini :

Gambar 2.7 Lembaran silika yang tersusun oleh enam tetrahedral

Lembaran oktahedral Al-O-H dibangun oleh atom Al yang mengikat

empat atom oksigen dan gugus hidroksida yang terletak disekeliling Al, yaitu

pada enam sudut oktahedral yang teratur. Penggunaan bersama atom-atom

oksigen dan gugus hidroksida oleh atom Al lainnya akan membentuk lembaran

Page 54: 03530006 Nila Istighfaro.ps

34

(OH)6-Al4-(OH)2-O4, seperti yang tampak pada gambar 2.8. Atom-atom oksigen

dan gugus hidroksida terletak pada dua bidang paralel dan Al terletak diantara

kedua bidang tersebut, lembaran ini disebut lembaran alumina.

Gambar 2.8 susunan atom-atom dalam oktahedral

Penggunaan bersama atom oksigen oleh oktahedral lainnya akan

menghasilkan lembaran secara perspektif yang ditunjukkan pada gambar berikut

ini :

Gambar 2.9 Lembaran oktahedral (OH)6-Al4-(OH)2-O4

Keempat atom oksigen pada lembaran tetrahedral berikatan dengan

keempat atom Al pada lembaran oktahedral membentuk dua lapisan mineral

(layer minerals). Jika lapisan tersusun oleh dua lembar tetrahedral dan satu lembar

oktahedral dinamakan tipe lapisan mineral 2:1. Struktur satuan sel kristal untuk

lapisan mineral 2:1 ditnjukkan pada gambar berikut ini :

Page 55: 03530006 Nila Istighfaro.ps

35

Gambar 2.10 Lapisan mineral dengan perbandingan lapisan silika dan alumina 2:1

Van (1978) mengemukakan nilai kapasitas tukar kation (KTK)

montmorillonit kira-kira 70 meq/100 gram lempung. Luas permukaan khusus

berkisar antar 700-800 m2/g. Montmorillonit mempunyai struktur tiga lapis

dengan lapisan oktahedral alumina sebagai pusat tertumpuk di antara dua lapisan

tetrahedral silika.

Page 56: 03530006 Nila Istighfaro.ps

36

(a)

(b)

Gambar 2.11 (a) Struktur tiga dimensi dari montmorillonit (Sumber:

Ogawa, 1992; Wijaya, 1993) (b) Mineral montmorillonit

(Sumber : www.GeoScience.com)

Satu oksigen dalam tiap tetrahedron tetap tidak terimbangi secara listrik di

dalam jaringan tetrahedral silika seperti itu. Oksigen dari tetrahedron tersebut

dihubungkan dengan Al dalam koordinasi oktahedral untuk memenuhi

persyaratan divalennya. Pengepakan lembar-lembar tetrahedron silika dan

oktahedron alumunium semacam ini, yang menyebabkan terbentuklah struktur

yang berlapis. Beberapa lapisan dari lembar-lembar tetrahedron silika dan

Page 57: 03530006 Nila Istighfaro.ps

37

oktahedron alumunium dapat ditumpuk satu di atas yang lain. Tiap lapisan

merupakan suatu unit bebas. Ikatan antar lapis dapat relatif kuat seperti dalam

kaolinit atau dapat relatif lemah seperti dalam montmorillonit (Yulianto, 2001).

2.4.3 Pertukaran Ion

Mineral lempung memiliki sifat anion dan kation serta mempertahankan

keadaan ion-ion yang dapat dipertukarkan. Ion-ion yang dapat dipertukarkan

adalah ion-ion yang berada di sekitar struktur mineral lempung silika-alumina.

Reaksi pertukaran ion bersifat stoikhiometris dan berbeda dengan penyerapan

(sorption). Perbedaan ini adakalanya sulit untuk diaplikasikan karena pertukaran

ion biasanya diikuti dengan penyerapan (sorption) dan desorpsi (Murtado,1994).

2.4.4 Pertukaran Kation

Pertukaran kation adalah pertukaran antara suatu kation dalam larutan

dengan kation lain pada suatu permukaan. Reaksi pertukaran ion di dalam mineral

lempung disebabkan oleh adanya substitusi pada lembaran silika atau alumina dan

kation yang dipertukarkan sebagian besar terletak pada permukaan bidang.

Adanya ketidakseimbangan muatan mengakibatkan sisi mineral lempung menjadi

bermuatan negatif, sehingga mineral lempung dapat menarik kation-kation

(Setyowati, 1995).

Page 58: 03530006 Nila Istighfaro.ps

38

2.4.5 Aktivasi montmorillonit

Karna, W, dkk (2006), menerangkan bahwa montmorillonit merupakan

suatu jenis lempung berupa spesies silikat alumunium terhidrasi dengan sedikit

substitusi dan merupakan komponen bentonit dengan persentase tertinggi.

Montmorillonit mempunyai sifat mengembang (swelling), montmorillonit

memiliki kelemahan apabila dipanaskan pada temperatur lebih dari 200°C maka

akan mengalami kerusakan (collapse) pada struktur oktahedral sehingga berakibat

pada pengurangan kemampuan katalitik. Penggunaan dan pemanfaatan lempung

tidak termodifikasi umumnya relatif kurang luas, maka banyak dilakukan studi

untuk meningkatkan kemampuan kerjanya dengan memodifikasi lempung seperti

aktivasi lempung atau pemilaran lempung dengan berbagai senyawa organik,

senyawa kompleks dan oksida-oksida logam, yang dinamakan pillared clay.

Pemilaran lempung merupakan proses yang memungkinkan merubah struktur

lempung yang tak tahan secara termal menjadi struktur yang stabil dan berpori.

Partikel oksida kuat dalam proses ini terbentuk yang berperan sebagai pilar atau

penyangga yang mencegah terjadinya kerusakan, meskipun digunakan sebagai

katalis cracking.

Lempung terpilar merupakan material yang memiliki porositas yang

permanen, karena adanya senyawa kimia yang berperan sebagai tiang pemilar

pada ruang antarlapis lempung yang disebut sebagai molekul penyangga. Tujuan

dari proses pemilaran ini adalah untuk membentuk mikroporositas di dalam

sistem. Hal ini mudah diperoleh melalui kombinasi antara lembaran

montmorillonit bermuatan negatif relatif rendah dengan molekul penyangga

Page 59: 03530006 Nila Istighfaro.ps

39

bermuatan positif relatif tinggi. Dalam kondisi ini penyangga akan terdistribusi

secara homogen di seluruh permukaan sistem dua dimensi. Pada dasarnya setiap

molekul atau partikel yang mampu menembus ruang antarlapis lempung

dinamakan molekul penyangga (Wijaya, 2006). Molekul air yang berada di dalam

ruang antar lapis dapat tergantikan oleh beberapa molekul organik polar. Ligan

organik netral dapat membentuk kompleks dengan kation-kation yang berada

dalam ruang antar lapis. Kation-kation antar lapis dapat tergantikan oleh beberapa

jenis kation organik (Fusova, 2009).

Sutha N (2008), menerangkan bahwa suspensi lempung montmorillonit

terbentuk melalui proses mengembangnya lempung di dalam air dan akan

terdistribusi secara merata yang akan mempermudah terjadinya pertukaran kation

terhidrat pada antarlapis lempung seperti Na+, K

+, atau Ca

+ oleh spesies pemilar.

Proses kimia yang terlibat adalah pertukaran ion yang digambarkan sebagai

kompetisi antara ion-ion tersebut dengan kation terhidrat yang berada pada

antarlapis lempung montmorillonit. Selektivitas pertukaran ion Na+ akan lebih

besar sebab konsentrasinya dalam larutan lebih banyak dan muatannya lebih besar

dibandingkan kation terhidrat yang akan dipertukarkan. Selektivitas semakin

tinggi untuk kation bermuatan lebih besar.

Karna W dkk (2006), menyebutkan dalam penelitiannya tentang cara

preparasi montmorillonit yaitu montmorillonit yang lolos pengayak 250 mesh

dicuci dengan air bebas ion dan kemudian disaring. Residu yang didapatkan

dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 °C selama 24 jam, kemudian digerus

dan diayak dengan pengayak 250 mesh. Selanjutnya Dibuat suspensi

Page 60: 03530006 Nila Istighfaro.ps

40

montmorilonit dengan melarutkannya ke dalam air bebas ion. Suspensi ini

kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama 2 jam. Selanjutnya suspensi

yang diperoleh direaksikan dengan larutan pemilar. Kemudian suspensi yang

diperoleh didiamkan selama 24 jam. Montmorilonit terinterkalasi ini kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm untuk memisahkan endapan padat

dengan supernatan. Endapan ini kemudian dicuci dengan menggunakan air bebas

ion hingga montmorillonit hasil pemilaran ini bebas ion Cl- (diuji melalui tes

AgNO3). Montmorilonit bebas ion Cl- ini dikeringkan dengan oven pada

temperatur 110°C selama 24 jam. Selanjutnya montmorilonit kering ini digerus

dan diayak hingga lolos saringan 250 mesh. Untuk membentuk pilar oksida

alumina yang rigid, senyawa yang telah diinterkalasi kemudian dikalsinasi pada

temperatur 300°C selama 5 jam dengan menggunakan aliran gas inert N2 dengan

kecepatan 20 mL/menit. Montmorilonit terpilar Al2O3 yang diperoleh kemudian

dianalisis menggunakan metode difraksi sinar-X (XRD). Hasil yang diperoleh

luas permukaan menjadi cukup besar. Selain itu selalu terbentuk jarak antarlapis

dengan ukuran 7-10 A.

2.5 Pemurnian Minyak Goreng

Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan

rasa, serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang

umur simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah

dalam industri. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun

kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui

Page 61: 03530006 Nila Istighfaro.ps

41

pemanasan, pemberian bahan pengendap serta penggunaan unit peralatan berupa

pemanas pendahuluan (heat exchanger), defekator, sulfitator expandeur, clarifier,

rotary vacuum filter. (Ketaren, 2005:203). Pemurnian minyak goreng ini meliputi

4 tahap proses yaitu despicing, netralisasi, bleaching dan deodorasi (Wijana, dkk.,

2005):

Pada penelitian ini, pemurnian minyak goreng yang digunakan adalah

despicing, netralisasi dan bleaching yaitu sebagai berikut:

2.5.1 Penghilangan Bumbu (Despicing)

Despicing merupakan proses pengendapan dan pemisahan kotoran akibat

bumbu dan kotoran dari bahan pangan yang bertujuan menghilangkan partikel

halus tersuspensi atau terbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula,

serta bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan tanpa

mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak (Taufik, 2007: 22).

2.5.2 Netralisasi

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari

minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau

pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Netralisasi dengan

kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien

dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Kaustik soda

(NaOH) membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah

Page 62: 03530006 Nila Istighfaro.ps

42

dan lendir dalam minyak. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah

sebagai berikut (Ketaren, 2005:206):

R C

O

OH

+ NaOH R C

O

ONa

+ H2O

Asam Lemak Bebas

Basa

Sabun

Air

Gambar 2.12 Reaksi asam lemak bebas dengan NaOH (Sumber: Ketaren, 2005)

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran

seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi

yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi.

2.5.3 Pemucatan (bleaching)

Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-

zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan

mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller

earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga

menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh

permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta

hasil degradasi minyak, misalnya peroksida (Ketaren, 2005:216).

Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak

tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh

warna tersebut akan dihilangkan. Daya penyerapan terhadap warna akan lebih

Page 63: 03530006 Nila Istighfaro.ps

43

efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air

tinggi, ukuran partikel halus, dan pH adsorben mendekati netral (Ketaren, 2005).

2.6 Adsorpsi

Sorpsi adalah proses penyerapan ion oleh partikel penyerap. Proses sorpsi

dibedakan menjadi dua yaitu adsorpsi dan absorpsi. Dinamakan proses adsorpsi

jika ion atau senyawa yang diserap tertahan pada permukaan partikel penyerap.

Jika proses pengikatan berlangsung sampai di dalam partikel penyerap disebut

sebagai proses absorpsi (Mattel, 1951 dalam Afiatun, 2004).

Bernasconi dkk menerangkan bahwa adsorpsi adalah suatu proses

pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan yang harus dipisahkan

ditarik oleh permukaan sorben padat dan diikat oleh gaya-gaya yang bekerja pada

permukaan tersebut. Didukung oleh selektifitasnya yang tinggi, proses adsorpsi

sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang lebih kecil dari

campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bahan yang

akan dipisahkan tentu saja harus dapat diadsorpsi. Pemisahan bahan dengan

konsentrasi yang lebih besar disarankan menggunakan proses pemisahan yang

lain, karena mahalnya regenerasi adsorben yang terbebani.

Kecepatan adsorpsi tidak hanya tergantung pada perbedaan konsentrasi

dan pada luas permukaan adsorben, melainkan juga pada suhu, tekanan (untuk

gas), ukuran partikel, dan porositas adsorben. Kecepatan adsorpsi juga tergantung

pada ukuran molekul bahan yang akan disorpsi dan pada viskositas campuran

yang akan dipisahkan (cairan, gas) (Bernasconi, dkk, 1995).

Page 64: 03530006 Nila Istighfaro.ps

44

Adsorpsi diklasifikasikan menjadi adsorpsi kimiawi dan adsorpsi fisika.

Kekuatan adsorpsi fisika relatif lebih lemah karena melibatkan ikatan Van der

Waals (induksi dipol-dipol) atau pada beberapa keadaan melibatkan interaksi

elektrostatik. Pada adsorpsi kimiawi terjadi perpindahan elektron yang ekuivalen

terhadap susunan ikatan kimia antara bahan yang diserap (sorbat) dan permukaan

adsorben.

Menurut Oscik (1991), adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Adsorpsi Fisik (Fisisorpsi)

Adsorpsi fisik merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik

menarik antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat

terlarut dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan

adsorben (Oscik, 1991). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat

lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20

kj/mol (Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible yaitu dapat

balik atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan

(Larry, et al., 1992). Adsorpsi fisika melibatkan gaya antarmolekuler, yang

melalui gaya Van der Walls atau ikatan hidrogen. Gaya Van der Walls meliputi

gaya dipol-dipol, gaya dipol-dipol induksian dan gaya London.

Gaya dipol-dipol adalah gaya tarik antara molekul polar dengan polar.

Gaya tarik antara molekul-molekul tersebut lebih kuat dibandingkan dengan gaya

tolaknya, yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini (Effendy, 2006):

Page 65: 03530006 Nila Istighfaro.ps

45

` Gaya tarik

Gaya tolak

Gambar 2.13 Gaya Tarik antara Molekul-Molekul Polar (Sumber: Effendy, 2006)

Gaya dipol-dipol induksian adalah gaya tarik antara molekul polar dengan

molekul nonpolar. Mekanisme gaya tersebut adalah apabila molekul polar dan

molekul nonpolar berada pada jarak tertentu, molekul polar dapat menginduksi

molekul nonpolar, sehingga pada molekul nonpolar terjadi dipol induksian,

selanjutnya antara kedua molekul tersebut terjadi gaya tarik elektrostatik.

Terjadinya gaya dipol-dipol induksian dapat ditunjukkan pada gambar di bawah

ini (Effendy, 2006):

induksian

molekul polar dengan molekul nonpolar

dipol permanen tanpa dipol

molekul polar dengan molekul nonpolar dipol permanen dengan dipol induksian

Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 2.14 Terjadinya Gaya Dipol-Dipol Induksian (Sumber: Effendy, 2006)

+ -

+ -

+ -

±

+

_

+

_ + -

+ -

+ -

Page 66: 03530006 Nila Istighfaro.ps

46

Gaya London adalah gaya tarik antara molekul nonpolar dengan nonpolar.

Molekul nonpolar terdiri dari inti atom dan elektron. Elektron selalu bergerak

mengelilingi inti atom, elektron tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi

rapatan elektron, yang menyebabkan pusat muatan positif dan muatan negatif

memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat.

polarisasi awan elektron

molekul nonpolar molekul dengan

tanpa dipol dipol sesaat

Gambar 2.15 Pembentukan Dipol sesaat pada Molekul Nonpolar

(Sumber: Effendy, 2006)

Dipol sesaat ini, dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian

timbul kembali secara terus menerus dan bergantian. Apabila didekatnya ada

molekul nonpolar sejenis atau berbeda maka molekul dengan dipol sesaat ini akan

menginduksi molekul tersebut sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara

kedua molekul tersebut terjadi gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar

di bawah ini :

+ -

±

Page 67: 03530006 Nila Istighfaro.ps

47

induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol

dipol sesaat

molekul dengan molekul dengan

dipol sesaat dipol induksian

Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 2.16 Terjadinya gaya London (Sumber: Effendy, 2006)

b. Adsorpsi Kimia (Kemisorpsi)

Proses adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui

pembentukan ikatan kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu

partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der

Waals atau melalui ikatan hidrogen, kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang

terjadi setelah adsorpsi fisika, dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada

permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan

cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan

substrat (Atkins, 1999). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat

dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang

dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982).

+ -

+ -

+ -

±

Page 68: 03530006 Nila Istighfaro.ps

48

Tabel 2.7 Adsorpsi Fisika dan Adsorpsi Kimia

Parameter Adsorpsi Fisika Adsorpsi Kimia

Panas adsorpsi Rendah Tinggi

Spesifisitas Tidak spesifik Sangat spesifik

Sifat dari fase

yang teradsorp

Monolayer/multilayer, tidak

terjadi disosiasi

Hanya monolayer,

melibatkan disosiasi

Range temperatur Range sempit Range lebar

Kekuatan adsoprsi Tidak terjadi perpindahan

elektron meskipun polarisasi

sorbat dapat terjadi

Terjadi perpindahan

elektron

Reversibilitas Cepat, tidak teraktivasi,

reversible

Lambat, teraktivasi,

irreversible

Sumber : Bernasconi, 1995

2.7 Karbon aktif

Karbon merupakan arang yang diproses sedemikian rupa sehingga

mempunyai daya serap yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau

uap. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,

dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada

suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi

kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung

karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi (Sembiring, 2003).

Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, filter, pemisah gas,

pemurnian air juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Arang pada

umumnya mempunyai daya adsorpsi yang rendah terhadap zat warna dan daya

adsorpsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan

uap atau bahan kimia (Ketaren, 1986).

Arang aktif adalah arang yang telah mengalami perubahan sifat-sifat fisika

dan kimianya karena dilakukan perlakuan aktifasi dengan aktifator bahan-bahan

Page 69: 03530006 Nila Istighfaro.ps

49

kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi, sehingga daya serap dan

luas permukaan partikel serta kemampuan arang tersebut akan menjadi lebih

tinggi (Sembiring, 2003).

Arang aktif merupakan senyawa karbon amorf, yang dapat dihasilkan dari

bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan

cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan

arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini berhubungan dengan

struktur pori internal, struktur pori ini menjadikan celah-celah dalam arang aktif

mampu dilewati oleh molekul pada saat adsorpsi. Arang aktif dapat mengadsorpsi

gas, molekul netral, asam atau basa organik tetapi tidak mampu menyerap secara

maksimal ion logam atau garam-garam yang terinonisasi dengan kuat, tergantung

pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif

sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif (Sembiring, 2003).

Arang aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan

sebagai penyerap uap. Arang aktif sebagai pemucat, biasanya berbentuk serbuk

(powder) yang sangat halus, diameter pori mencapai 1000A0, digunakan dalam

fase cair, berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan

warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat

penganggu dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia. Arang ini diperoleh dari

serbuk-serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang

mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah (Sembiring,

2003).

Page 70: 03530006 Nila Istighfaro.ps

50

Arang aktif sebagai penyerap uap, biasanya berbentuk granular atau pellet

yang sangat keras diameter pori berkisar antara 10-200 A0, tipe pori lebih halus,

digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis,

pemisahan dan pemurnian gas. Arang aktif ini diperoleh dari tempurung kelapa,

tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai

struktur keras (Sembiring, 2003).

2.7.1 Aktivasi Karbon Aktif

Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk

memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau

mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan

sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan

berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Sembiring, 2003).

Sembiring (2003) menyebutkan bahwa metode aktivasi yang umum

digunakan dalam pembuatan karbon aktif adalah:

a. Aktivasi Kimia

Aktivasi kimia adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan pemakian bahan-bahan kimia (Sembiring, 2003). Metode ini

dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan kimia (H3PO4, ZnCl2,

CaCl2, K2S, HCl, H2SO4, NaCl, Na2CO3) dan diaduk dalam jangka waktu tertentu,

kemudian dicuci dengan akuades selanjutnya dikeringkan. Proses ini bertujuan

untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengganggu dan

menata kembali letak atom yang dapat dipertukarkan.

Page 71: 03530006 Nila Istighfaro.ps

51

Pengaruh aktivasi pada beberapa adsorben, antara lain: Penelitian

Wahyuni dan Kostradiyanti (2008) ini, tentang aktivasi arang sekam padi dengan

KOH. Arang aktif yang dihasilkan digunakan untuk mengadsorpsi hidrogen

peroksida dan selanjutnya diaplikasikan untuk mengurangi angka peroksida

minyak kelapa tradisional. Hasil dari penelitian tersebut mengemukakan bahwa

arang sekam padi yang diaktivasi KOH proses adsorpsinya berlangsung lebih

cepat dibandingkan dengan arang sekam padi yang tidak diaktivasi. Aktivasi 15 %

KOH mampu menurunkan angka peroksida minyak kelapa tradisional sampai

84,4 %.

Penelitian Sabaruddin, A (1996), mengemukakan bahwa arang tempurung

kelapa yang diaktivasi dengan variasi konsentari NaCl (15 %, 20 %, 25 %30 %,

35 %, dan 40 %) dan variasi temperatur (350 oC, 400

oC, 450

oC, 500

oC, 550

oC

dan 600 oC), menghasilkan konsentrasi NaCl terbaik adalah pada konsentrasi

NaCl 30 %, dengan karakteristik angka iodin sebesar 302,840 mg/g; berat jenis

sebesar 1,1801 g/mL; kadar abu sebesar 0,8816 %, kadar air sebesar 1,1305 % dan

kehilangan berat karbon sebesar 14,22%, sedangkan temperatur aktivasi terbaik

adalah pada temperatur 500 oC, dengan karakteristik angka iodin sebesar 276,507

mg/g; berat jenis sebesar 1,2224 g/mL; kadar abu sebesar 0,7532 %, kadar air

sebesar 1,5990 % dan kehilangan berat karbon sebesar 14,00 %.

b. Aktivasi Fisika

Aktivasi fisika adalah proses pemutusan rantai karbon dari senyawa

organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Pemanasan ini bertujuan untuk

menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori karbon aktif sehingga luas

Page 72: 03530006 Nila Istighfaro.ps

52

permukaan karbon aktif bertambah besar. Karbon dipanaskan didalam furnace

pada temperatur 800-900°C. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah,

merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Pemanasan

dengan uap atau CO2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm,

sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan (Sembiring, 2003).

Pembuatan arang aktif berlangsung 3 tahap yaitu proses dehidrasi, proses

karbonisasi dan proses aktivasi (Juliandini dan Yulinah, 2008).

a. Dehidrasi: proses penghilangan air.

Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 105°C selama 24 jam.

b. Karbonisasi: pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Temperatur

diatas 170°C akan menghasilkan karbon monoksida, karbon dioksida dan

asam asetat. Pada temperature 275°C, dekomposisi menghasilkan tar, metanol

dan hasil sampingan lainnya.

Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 – 600 °C.

c. Aktivasi: Kemampuan adsorpsi adsorben sangat ditentukan oleh luas

permukaan (porositas) dan volume pori-pori dari adsorben. Adsorben dengan

porositas yang besar mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi

dibandingkan dengan adsorben yang memilki porositas kecil. (Juliandini dan

Yulinah, 2008).

Karbon dapat diperoleh melalui proses karbonisasi. Karbonisasi atau

pengarangan adalah suatu proses pirolisis atau pembakaran tidak sempurna (tanpa

oksigen) dari bahan yang mengandung karbon, biasanya pada temperatur 500-

8000C. Pembentukan pori mulai terbentuk dalam karbonisasi (Parker, 1993).

Page 73: 03530006 Nila Istighfaro.ps

53

Tujuan utama dari proses karbonisasi ini adalah untuk menghasilkan

butiran yang mempunyai daya serap dan struktur yang rapi. Sifat-sifat dari hasil

karbonisasi ditentukan oleh kondisi dan bahan dasarnya. Parameter yang biasanya

digunakan untuk menentukan kondisi karbonisasi yang sesuai yaitu temperatur

akhir yang dicapai, waktu karbonisasi, laju peningkatan temperatur, medium

(atmosfer) dari proses karbonisasi (Janskowska, 1991).

Karbon memiliki sifat yang unik pada permukaannya yang disebabkan

adanya gugus fungsional yang mengandung oksigen seperti karboksil, lakton dan

fenol. Gugus fungsional permukaan karbon adalah gugus yang diikat secara kimia

pada atom C dalam lempeng padatannya. Peningkatan gugus fungsional dapat

menurunkan pori dan luas permukaan spesifik karena gugus fungsional dapat

menutupi pori karbon. Gugus ini menjadikan karbon memiliki potensi sebagai

adsorben untuk menghilangkan ion logam (Parker, 1993).

Jankowska (1991) menyebutkan bahwa karbon aktif mampu mengadsorpsi

adsorbet dengan maksimal karena memiliki porositas tinggi, sehingga dapat

digunakan sebagai adsorben. Unsur-unsur dari karbon aktif sebagian besar terdiri

dari karbon dan masing-masing berikatan secara kovalen, dengan demikian

permukaan karbon aktif bersifat non polar. Komposisi dan polaritas karbon aktif

ini berpengaruh terhadap jenis adsorbat yang diserap (Tryana, 2003).

2.8 Kolom

Kolom yang digunakan dalam pertukaran ion dapat berupa pipa gelas

atau tabung yang dilengkapi bagian bawahnya dengan katup atau kran dan gelas

Page 74: 03530006 Nila Istighfaro.ps

54

penyaring didalamnya. Kolom-kolom tersebut dapat dibuat secara sederhana dari

tabung gelas, sehingga buret juga dapat digunakan (Sastrohamidjojo, 1991).

Berbagai ukuran kolom dapat digunakan tergantung pada banyaknya zat yang

akan dipisahkan, tetapi biasanya panjang kolom sekurang-kurangnya 10 kali dari

diameter kolom (Gritter, 1991). Glass wool atau kapas dapat digunakan untuk

menahan penyerap yang diletakkan di dalam kolom (Sastrohamidjojo, 1991).

Proses pengisian kolom adalah tidak mudah, untuk mendapatkan

pengisian kolom yang homogen. Pengisian yang tidak teratur dari adsorben akan

merusak proses pemisahan. Putusnya adsorben dalam kolom biasanya disebabkan

oleh gelembung-gelembung udara selama pengisian, dan untuk mencegah hal

tersebut sedapat mungkin zat pengisi/ adsorben dibuat menjadi “bubur” dengan

pelarut kemudian dituangkan perlahan-lahan dalam tabung. Pengisian adsorben ke

dalam kolom dapat dibantu dengan mengguncang perlahan-lahan, maka akan

diperoleh pengisian yang homogen. Besarnya partikel-partikel adsorben yang

diperoleh sama, akan lebih mudah untuk mendapatkan pengisian yang homogen.

Adsorben yang telah dimasukkan ke dalam kolom harus diperhatikan jangan

sampai ada bagian yang kering, baik selama pengisian atau selama pemisahan

(Sastrohamidjojo, 1991).

2.9 Analisis FFA dengan Metode Titrasi Asam Basa

Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu

suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi

Page 75: 03530006 Nila Istighfaro.ps

55

dengan larutan yang merupakan kebalikan asam-basanya (http//www.

elektroindonesia.com).

Analisa FFA pada minyak goreng menggunakan metode titrasi asam basa

dengan cara melarutkan minyak goreng dalam alkohol yang dibantu dengan

pemanasan, kemudian dititrasi dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) sampai

terbentuk warna merah jambu, indikator yang digunakan adalah fenolftalein (pp).

Pemilihan metode ini dipakai karena merupakan metode yang sederhana dan

sudah banyak digunakan dalam laboratorium maupun industri, penentuannya

hanya didasarkan pada perubahan warna yang terjadi pada sampel dan sering

disebut sebagai titik akhir titrasi.

Kemudian dihitung asam lemak bebasnya (%FFA) dengan rumus di

bawah ini:

100

1000% x

xgsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA ..……………..(2,7)

Keterangan:

% FFA : Kadar asam lemak bebas

ml NaOH : Volume titran NaOH

M NaOH : Molaritas larutan NaOH (mol/L)

BM : Berat molekul asam lemak merek bimoli (asam lemak

palmitat) 256 g/mol

Persamaan reaksi dari titrasi asam basa ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

RCOOH + NaOH RCOONa + H2O

Page 76: 03530006 Nila Istighfaro.ps

56

2.10 Penentuan Angka Peroksida dengan Titrasi Iodin

Angka peroksida dalam minyak goreng dinyatakan dengan miliequivalen

peroksida dalam 1000 g minyak. Penentuan yang paling banyak digunakan adalah

menggunakan metode titrasi iodin dengan cara melarutkan minyak goreng dalam

larutan asam asetat-kloroform, kemudian ditambahkan larutan KI jenuh dan

didiamkan selama 1 menit, selanjutnya ditambahkan aquades. Campuran dititrasi

dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3) sampai warna kuning hampir hilang. Titrasi

dihentikan untuk menambahkan indikator pati (amilum) sampai warna larutan

menjadi biru, titrasi dilanjutkan kembali sampai warna biru hilang. Khopkar

(2003), menjelaskan bahwa kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan yang

kecil dalam air sehingga penambahan dilakukan pada titik akhir titrasi.

Kemudian dihitung angka peroksida yang dinyatakan dalam mili-equivalen

dari peroksida dalam setiap 1000 g sampel menggunakan rumus di bawah ini:

)(

100032

glberatsampe

xthioNxSONamlperoksidaAngka .................(2,8)

Pada pelarutan sejumlah minyak ke dalam campuran asetat:kloroform yang

mengandung KI, akan terjadi pelepasan iodin (I2) (Sudarmadji dkk., 2007: 115-

116).

R . COO˚ + KI → R . CO˚ + H2O + I2 + K+

Iodin yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat menggunakan indikator

amilum sampai warna biru hilang (Sudarmadji dkk., 2007: 115-116).

I2 + 2 Na2S2O3 → 2 NaI + Na2S4O6

Page 77: 03530006 Nila Istighfaro.ps

57

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia Universitas Islam Negeri

Malang, pada bulan Januari sampai dengan Februari 2010.

3.2 Bahan

3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng bekas

merk Bimoli, dengan pemakaian 8 jam.

3.2.2 Bahan Kimia

Semua bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai

derajat kemurnian proanalis, meliputi: biji kelor, serbuk bentonit, aquades, NaCl,

AgNO3, glass wool, NaOH (p.a), etanol (teknis) 95 %, indikator pp (p.a) ,

kloroform (teknis), larutan pati 1 %, asam asetat (p.a), natrium thiosulfat (Na2SO3)

(p.a), HCl 0,1 M dan larutan jenuh KI (p.a).

3.3 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat

gelas, alumunium foil, tanur, mortar, oven, kolom, kertas saring, ayakan 100

Page 78: 03530006 Nila Istighfaro.ps

58

Mesh-120 mesh, buret, statif, erlenmeyer, corong pisah, timbangan analitik,

termometer, magnetik stirer dan color reader.

3.4 Tahapan Penelitian

Adapun tahap penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Preparasi biji kelor

2. Preparasi bentonit

3. Analisis kadar asam lemak bebas (FFA), angka peroksida, dan analisis warna

minyak goreng bekas dengan kontrol minyak goreng baru.

4. Proses penghilangan bumbu (despicing)

5. Analisis asam lemak bebas (Free Fatty Acid), Angka peroksida dan warna

6. Proses netralisasi

7. Analisis asam lemak bebas (Free Fatty Acid), Angka peroksida dan warna

8. Adsorpsi minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif biji kelor dan

bentonit

a. Adsorpsi menggunakan karbon aktif biji kelor

b. Adsorpsi menggunakan bentonit

c. Adsorpsi menggunakan campuran karbon aktif biji kelor dan bentonit

9. Analisis warna dengan color reader

10. Penentuan asam lemak bebas (Free Fatty Acid)

11. Penentuan angka peroksida

Page 79: 03530006 Nila Istighfaro.ps

59

3.5 Cara Kerja

3.5.1 Preparasi Biji Kelor (Sabarudin, 1996)

Buah kelor yang sudah tua dan kering dibuang kulitnya sehingga diperoleh

biji kelor, setelah itu biji kelor tanpa dipisahkan dari kulit arinya di tumbuk kasar

dan dibungkus dengan alumunium foil lalu dimasukkan tanur suhu 600 oC selama

3 jam. Arang yang dihasilkan ditumbuk dan diayak agar diperoleh serbuk arang

biji kelor. Serbuk arang biji kelor dicuci dengan air panas kemudian dikeringkan

dengan oven pada suhu 110 oC selama 2 jam. Arang diaktivasi dengan direndam

larutan NaCl 30 % selama 24 jam, kemudian dikeringkan dalam oven 110 oC

selama 2 jam. Arang yang dihasilkan dihaluskan dan disaring dengan ayakan 100

mesh.

3.5.2 Preparasi Bentonit (Yulianto, 2001)

Lempung alam bentonit yang sudah tersedia dalam bentuk powder,

sebelum digunakan dicuci terlebih dahulu dengan akuades dengan perendaman

selama 24 jam, lalu didispersikan ke dalam larutan natrium klorida 1M, diaduk

dengan pengaduk magnet selama 24 jam dan dipanaskan pada temperatur 70 C -

80 C. Sedimen dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring. Sedimen yang

didapatkan dicuci dengan akuades dan dikeringkan dalam oven pada temperatur

110 C selama 4 jam. Bentonit yang sudah kering kemudian dihaluskan dan

disaring dengan pengayak 100 mesh. Berikutnya Bentonit ini dijenuhkan dengan

NaCl jenuh selama 24 jam pengadukan. Sedimen dipisahkan dari larutannya

dengan cara disaring. Sedimen yang didapatkan dicuci dengan akuades, lalu diuji

Page 80: 03530006 Nila Istighfaro.ps

60

dengan larutan AgNO3 sampai tidak terbentuk endapan AgCl. Sedimen yang

didapatkan dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 C selama 4 jam.

Bentonit yang sudah kering kemudian dihaluskan dan disaring dengan pengayak

100 mesh.

3.5.3 Proses Penghilangan Bumbu (despicing) (Taufik, 2007)

Ditimbang sebanyak 250 gram minyak goreng bekas kemudian

ditambahkan air dengan komposisi minyak:air (1:1), masukkan ke dalam beaker

glass 500 mL. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 110 oC sampai air dalam beaker

glass tinggal setengahnya. Diendapkan dalam corong pemisah selama 1 jam,

kemudian fraksi air pada bagian bawah dipisahkan sehingga diperoleh minyak

bebas air, setelah itu dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk

memisahkan kotoran yang tersisa

3.5.4 Proses Netralisasi (Ketaren, 2005)

Minyak hasil despicing sebanyak 150 gram dipanaskan sampai

temperatur 35 ⁰C, kemudian ditambahkan 6 mL larutan NaOH 16 %, diaduk

campuran selama 10 menit pada temperatur 40 ⁰C, selanjutnya didinginkan selama

10 menit dan dipisahkan dengan cara disaring.

Page 81: 03530006 Nila Istighfaro.ps

61

3.5.5 Analisis Warna dengan Color Reader (Room, 2004)

Dua ratus gram minyak goreng dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian

color reader dihidupkan, setelah itu tentukan harga L*, a*, b* yang selanjutnya

diukur warnanya.

Keterangan:

L* : warna cerah (0-100)

a* : warna jingga sampai merah (-100 sampai +100)

b* : warna kuning

3.5.6 Penentuan Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) (AOAC, 1990)

Ditimbang sebesar 14 gram minyak goreng dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 25 ml etanol 95 % dan dipanaskan pada

suhu 40 oC, setelah itu ditambahkan 2 ml indikator pp, dilakukan titrasi dengan

larutan 0,05 M NaOH sampai muncul warna merah jambu dan tidak hilang selama

30 detik. Dihitung asam lemak bebas (%FFA) dengan rumus di bawah ini:

1001000

% xxsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA ..……………..(3,1)

Keterangan:

% FFA : Kadar asam lemak bebas

ml NaOH : Volume titran NaOH

M NaOH : Molaritas larutan NaOH (mol/L)

BM : Berat molekul asam lemak merek bimoli (asam lemak

palmitat) 256 g/mol

Page 82: 03530006 Nila Istighfaro.ps

62

3.5.7 Penentuan Angka Peroksida (AOAC, 1990)

Ditimbang sebanyak 5 gram minyak goreng dan dimasukkan ke dalam 250

mL erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml larutan asam asetat-kloroform (3 :

2), dikocok sampai bahan terlarut semua, selanjutnya ditambahkan 0,5 ml larutan

jenuh KI dengan erlenmeyer dibuat tertutup. Didiamkan selama 1 menit sambil

digoyang, setelah itu ditambahkan 30 ml aquades. Campuran dititrasi dengan 0,01

N Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang, ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1

% dan dititrasi kembali sampai warna biru mulai hilang. Dihitung angka peroksida

yang dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap 1000 g sampel.

)(

100032

glberatsampe

xthioNxSONamlperoksidaAngka .................(3,2)

3.5.8 Adsorpsi minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif biji kelor

dan bentonit

3.5.8.1 Adsorpsi menggunakan biji kelor

Serbuk karbon aktif biji kelor ditimbang sebanyak 2 gram kemudian

dimasukkan ke dalam kolom berdiameter 2 cm yang telah diberi glass wool, lalu

dialirkan minyak goreng bekas sebanyak 50 ml. Kemudian dilakukan analisa

warna, asam lemak bebas, angka peroksida seperti pada sub bab 3.5.5 ; 3.5.6 dan

3.5.7.

3.5.8.2 Adsorpsi menggunakan bentonit

Serbuk bentonit yang teraktivasi ditimbang sebanyak 2 gram kemudian

dimasukkan ke dalam kolom berdiameter 2cm yang telah diberi glass wool, lalu

Page 83: 03530006 Nila Istighfaro.ps

63

dialirkan minyak goreng bekas 50 ml. Kemudian dilakukan analisa warna, asam

lemak bebas, angka peroksida seperti pada sub bab 3.5.5 ; 3.5.6 dan 3.5.7.

3.5.8.3 Adsorpsi menggunakan campuran karbon aktif biji kelor dan

bentonit

Dimasukkan glass wool pada ujung kolom, selanjutnya sebanyak 1 gram

serbuk karbon aktif biji kelor dimasukkan. Kemudian ditutup dengan glass wool,

lalu ditambahkan 1 gram sebuk bentonit pada lapisan diatasnya dan ditutup

dengan glass wool pada bagian atas kolom. Minyak goreng bekas 50 ml dialirkan

melewati kolom. Kemudian dilakukan analisa warna, asam lemak bebas, angka

peroksida seperti pada sub bab 3.5.5 ; 3.5.6 dan 3.5.7.

Page 84: 03530006 Nila Istighfaro.ps

64

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas minyak goreng

bekas dengan metode adsorpsi menggunakan beberapa jenis adsorben dan

mempelajari pengaruh jenis adsorben terhadap kualitas minyak goreng bekas,

sehingga dapat diketahui adsorben yang relatif efektif untuk memperbaiki kualitas

minyak goreng bekas tersebut. Sehingga minyak goreng bekas tersebut dapat

dimanfaatkan kembali dengan mengurangi kadar pengotor dan kadar asam lemak

bebasnya (FFA). Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon

aktif biji kelor, bentonit teraktivasi dan campuran karbon aktif biji kelor dengan

bentonit teraktivasi.

Penelitian ini meliputi: pembuatan karbon aktif dari biji kelor, preparasi

bentonit, pemurnian minyak goreng bekas, kadar asam lemak bebas (FFA), dan

angka peroksida.

4.1 Pembuatan Karbon Aktif dari Biji Kelor

Penelitian ini diawali dengan pembuatan karbon aktif dari biji kelor yang

berfungsi sebagai adsorben untuk menjernihkan minyak goreng bekas. Pembuatan

karbon aktif umumnya berlangsung tiga tahap, yaitu: proses dehidrasi, proses

karbonisasi dan proses aktivasi. Pada penelitian ini hanya digunakan dua tahap,

yakni karbonisasi dan aktivasi karena pada proses dehidrasi dilakukan satu tahap

dengan proses karbonisasi.

Page 85: 03530006 Nila Istighfaro.ps

65

4.1.1 Proses Karbonisasi Biji Kelor

Biji kelor yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kelor yang telah

tua dan kering di pohon, berwarna coklat tua dan keras. Biji kelor tersebut

ditumbuk kasar agar kematangannya dapat merata pada waktu proses karbonisasi

lalu dibungkus dengan alumunium foil serapat mungkin agar tidak terjadi

kebocoran udara didalam tempat pemanasan ketika proses pemanasan

berlangsung, sehingga biji kelor yang mengandung karbon tersebut hanya

terkarbonisasi dan tidak teroksidasi karena adanya reaksi dengan oksigen dari

udara.

Pada proses karbonisasi (pengarangan) biji kelor ini terjadi suatu proses

pirolisis atau dekomposisi bahan-bahan organik dalam biji kelor melalui proses

pembakaran tidak sempurna (tanpa adanya oksigen). Tujuan utama dari proses

karbonisasi ini adalah untuk menghasilkan butiran arang dari biji kelor yang

diharapkan mempunyai daya serap dan struktur yang rapi sehingga memiliki

keteraturan luas permukaan yang sama.

Pada tahapan proses karbonisasi ini pemakaian suhu dilakukan secara

lambat dan bertahap. Mulai dari suhu kamar sampai pada suhu yang dicapai (600

oC) kurang lebih 3 jam. Pertama, dilakukan penstabilan suhu tanur berlangsung

kurang lebih selama 1 jam dimulai dari suhu 30 oC - 600

oC. Secara umum, proses

pembuatan arang akan terjadi proses dehidrasi pada suhu 105 oC-170

oC. Pada

pembuatan karbon aktif biji kelor ini juga terjadi proses dehidrasi pada suhu 105

oC-170

oC yakni air yang terkandung dalam biji kelor keluar menjadi uap air,

sehingga biji kelor menjadi kering. Pada suhu 170 oC – 275

oC biji kelor secara

Page 86: 03530006 Nila Istighfaro.ps

66

perlahan-lahan menjadi arang dan unsur-unsur bukan karbon dikeluarkan

(diuapkan) dalam bentuk gas seperti CO2, CO, H2 dan lain sebagainya. Pada suhu

275 oC-500

oC terjadi dekomposisi selulosa yang menghasilkan tar, metanol dan

hasil samping lainnya. Pada suhu 500 oC terjadi proses pembentukan arang lebih

sempurna, sementara pembentukan tar masih terus berlangsung. Kedua, proses

pengarangan biji kelor dilakukan pada suhu yang sama yaitu 600 oC yang

berlangsung konstan selama 2 jam agar terjadi pemanasan yang merata. Biji kelor

yang dihasilkan pada proses karbonisasi berwarna hitam. Hal ini menunjukkan

bahwa biji kelor sudah berubah menjadi karbon (arang). Kemudian serbuk arang

biji kelor dicuci dengan air panas untuk menghilangkan mineral-mineral pengotor

yang kemungkinan masih terikat atau menutupi pori-pori arang biji kelor, dan

dikeringkan dengan oven pada suhu 110 oC selama 2 jam. Pada proses ini

diperoleh serbuk arang biji kelor yang kering menggumpal.

Tahap karbonisasi ini, akan menghasilkan karbon biji kelor yang

mempunyai daya adsorpsi yang rendah, sehingga menyebabkan kapasitas adsorpsi

juga rendah. Daya adsorpsi tersebut dapat diperbesar dengan cara perbaikan

struktur pori melalui proses aktivasi.

4.1.2 Proses Aktivasi Biji Kelor

Arang biji kelor yang akan diaktivasi ditumbuk terlebih dahulu sampai

berbentuk serbuk, yang bertujuan untuk membuka pori-pori biji kelor, sehingga

semakin banyak permukaan karbon yang kontak dengan aktifator.

Page 87: 03530006 Nila Istighfaro.ps

67

Pada penelitian ini, proses aktivasi dilakukan secara kimia dengan cara

merendam serbuk arang biji kelor dengan larutan NaCl 30% selama 24 jam.

Unsur-unsur dari persenyawaan NaCl yang ditambahkan akan meresap ke dalam

arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia

yang lain. Garam ini berfungsi sebagai dehidrating agent dan membantu

menggantikan tar, endapan hidrokarbon pengotor yang dihasilkan pada proses

karbonisasi serta mengembangkan struktur rongga yang ada pada karbon,

sehingga permukaan pori karbon aktif biji kelor yang dihasilkan memiliki luas

permukaan adsorpsi yang besar. Luas permukaan yang besar ini akan

mempengaruhi hasil adsorpsi yang didapatkan.

Karbon aktif yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven 110 oC

selama 2 jam untuk menguapkan air yang terikat dalam pori-pori karbon.

kemudian ditumbuk sampai halus untuk memperbesar luas permukaan karbon

sehingga mampu menyerap lebih banyak. Serbuk dan butiran ini mempunyai

variasi berbagai ukuran, untuk mendapatkan proses penyerapan yang seragam

maka perlu dilakukan proses penyeragaman ukuran butir adsorben, yakni

dilakukan pengayakan dengan ukuran 100 - 120 mesh, yaitu lolos pada ukuran

100 mesh dan tertahan pada ukuran 120 mesh. Pada penelitian Hermansyah

(2003) disebutkan bahwa penyerapan terbaik terhadap karoten pada minyak sawit

kasar menggunakan adsorben arang tulang terjadi pada ukuran butir adsorben 180

s/d 250 mikron (100-120 mesh).

Page 88: 03530006 Nila Istighfaro.ps

68

4.2 Preparasi Bentonit

Lempung alam bentonit yang sudah tersedia dalam bentuk powder,

sebelum digunakan dicuci terlebih dahulu dengan akuades dengan perendaman

selama 24 jam. Bentonit memiliki daya mengembang yang sangat tinggi, yaitu

hingga delapan kali bila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa

waktu di dalam air (Andini, 2007) sehingga luas permukaannya semakin besar.

Bentonit tersebut didispersikan ke dalam larutan natrium klorida (NaCl) 1 M

dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam serta

dipanaskan pada temperatur 70 C - 80 C untuk memperbesar luas permukaan

bentonit karena berkurangnya pengotor anorganik yang menutupi pori-pori

bentonit sehingga pori-porinya lebih terbuka, dan ruang kosong menjadi lebih

besar. Jika dibiarkan akan diisi oleh molekul air yang berasal dari uap air.

Sedimen hasil dispersi dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring.

Sedimen yang didapatkan dicuci dengan akuades dan dikeringkan dalam oven

pada temperatur 110 C selama 4 jam untuk menghilangkan air yang masih

terperangkap dalam pori-pori. Bentonit ini memiliki kelemahan apabila

dipanaskan pada temperatur lebih dari 200°C maka akan mengalami kerusakan.

Bentonit yang sudah kering kemudian dihaluskan dan diayak dengan pengayak

100 mesh untuk menyeragamkan ukuran butir pada bentonit sehingga pada proses

adsorpsi yang berlangsung lebih efisien dan teratur. Bentonit tersebut kemudian

dijenuhkan dengan NaCl jenuh selama 24 jam proses pengadukan. Karena

suspensi lempung bentonit terbentuk melalui proses mengembangnya lempung di

dalam air dan akan terdistribusi secara merata yang akan mempermudah

Page 89: 03530006 Nila Istighfaro.ps

69

terjadinya pertukaran kation terhidrat pada antarlapis lempung seperti Na+ dari

larutan NaCl. Proses kimia yang terlibat adalah pertukaran ion yang digambarkan

sebagai kompetisi antara ion-ion tersebut dengan kation terhidrat yang berada

pada antarlapis lempung bentonit. Selektivitas pertukaran ion Na+ akan lebih besar

sebab konsentrasinya dalam larutan lebih banyak dan muatannya lebih besar

dibandingkan kation terhidrat yang akan dipertukarkan. Selektivitas semakin

tinggi, untuk kation bermuatan lebih besar.

Sedimen dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring. Sedimen yang

didapatkan dicuci dengan akuades, lalu diuji dengan larutan AgNO3 sampai tidak

terbentuk endapan AgCl yaitu tidak adanya endapan putih yang menunjukkan

sedimen telah bebas ion Cl- karena ion Cl

- dapat mengganggu pembentukan

mikroporositas. Sedimen yang didapatkan dikeringkan dalam oven pada

temperatur 110 C selama 4 jam. Untuk menguapkan air yang masih terjebak

dalam pori-pori. Bentonit yang sudah kering kemudian dihaluskan dan diayak

dengan pengayak ukuran 100 mesh untuk menyeragamkan ukuran butir adsorben

bentonit sehingga pada proses adsorpsi didapatkan proses penyerapan yang

seragam.

4.3 Pemurnian Minyak Goreng Bekas

Minyak goreng yang telah digunakan menggoreng berulang kali, telah

mengalami perubahan secara kimiawi baik selama proses penyimpanan,

pemanasan atau adanya kontak dengan cahaya. Perubahan kimiawi itu dapat

menyebabkan penurunan kualitas minyak, seperti perubahan warna menjadi lebih

Page 90: 03530006 Nila Istighfaro.ps

70

gelap, lebih kental, keruh, muncul bau yang tidak sedap (tengik), meningkatnya

bilangan peroksida, asam lemak bebas dan menyebabkan rasa yang tidak lezat.

Proses regenerasi minyak goreng bekas pada penelitian ini dilakukan 3

tahapan, yaitu: proses pemisahan bumbu (despicing), netralisasi dan pemucatan

(bleaching) melalui kolom berisi adsorben.

4.3.1 Proses Despicing

Pemurnian minyak goreng bekas pemakaian selama 8 jam ini, terlebih

dahulu dilakukan proses penghilangan bumbu (despicing). Perlakuannya adalah

dengan memanaskan minyak goreng bekas yang telah ditambah dengan air

dengan komposisi yang sama yaitu (1:1) pada suhu 110 oC hingga air tinggal

setengahnya. Kotoran-kotoran partikel halus tersuspensi seperti bumbu rempah-

rempah dalam minyak goreng bekas akan larut dalam air dan ikut mengendap di

atas permukaan air, sehingga pada proses ini diperoleh minyak yang bebas

bumbu, dengan warna minyak yang semula gelap atau kehitaman menjadi

berwarna kuning kecoklatan. Komposisi minyak dan air kemudian diendapkan

dan dipisahkan dengan corong pisah, terdapat dua lapisan pada proses despicing

ini, yaitu lapisan paling atas adalah minyak dan lapisan bawah adalah air, karena

berat jenis air lebih besar dari berat jenis minyak. Minyak yang didapatkan

disaring untuk memisahkan kotoran yang tersisa.

Proses despicing ini bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan lain,

partikel halus tersuspensi seperti protein, karbohidrat, garam, gula dan bumbu

rempah-rempah yang tertinggal dalam minyak goreng bekas ketika proses

Page 91: 03530006 Nila Istighfaro.ps

71

pemakaian berlangsung. Sehingga bisa diperoleh suatu perbaikan warna atau

kejernihan dari minyak goreng bekas.

Pada proses despicing ini terjadi perubahan warna dari hitam karena

memang masih mengandung bumbu-bumbu atau pengotor yang lain sampai

berwarna kuning kecoklatan. Warna gelap pada minyak goreng bekas pemakaian,

disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Warna gelap ini

dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh

beberapa faktor, seperti suhu pemanasan yang terlalu tinggi, dan oksidasi terhadap

fraksi tidak tersabunkan dalam minyak.

Tabel 4.1 Hasil analisa FFA dan peroksida pada minyak goreng baru,

minyak goreng bekas dan minyak hasil despicing

Analisa Standar Minyak Baru Minyak Bekas Despicing

Asam lemak

bebas (%) Maks. 0,3 0,037 0,448 0,211

Angka Peroksida

(meq/kg) Maks 2 1,32 4,58 4,00

Penurunan asam lemak bebas pada proses despicing ini disebabkan karena

reaksi hidrolisis minyak dengan air, hal ini dikarenakan asam lemak bebas yang

memiliki gugus karbonil dan gugus hidroksil yang bersifat polar akan larut dalam

air dan bersamaan dengan air menguap pada proses pemanasan serta ikut

terpisahkan pada proses pemisahan minyak dengan air.

Senyawa peroksida R.COO˚ dalam minyak goreng bekas ini memiliki

gugus karbonil RC=O dan radikal O˚ yang lebih bersifat polar, dan memiliki

rantai asam lemak oleat yang merupakan rantai karbon panjang yang lebih bersifat

Page 92: 03530006 Nila Istighfaro.ps

72

nonpolar. Ketika minyak goreng dan air dipanaskan ada sebagian ikatan pada

rantai karbon panjang yang putus sehingga memiliki rantai karbon pendek. Rantai

karbon pendek R.COO˚ ini akan lebih mudah larut dalam air panas dibanding

dalam minyak. Air bersifat polar, sementara minyak bersifat non polar, karena

beda kepolaran minyak dan air (tidak bisa larut) sehingga komponen polar yang

ada dalam minyak bekas seperti protein, karbohidrat, garam, gula, serta bumbu

rempah-rempah yang berada dalam minyak larut dalam air, sehingga setelah

melalui tahapan despicing angka peroksida minyak goreng bekas mengalami

penurunan.

4.3.2 Proses Netralisasi

Asam lemak bebas (FFA) dalam minyak goreng dengan kandungan lebih

dari 0,3 % berbahaya bagi kesehatan bila dikonsumsi. Asam lemak bebas dapat

dikurangi dengan proses netralisasi. Pada proses netralisasi ini terjadi pemisahan

asam lemak bebas dalam minyak dengan cara direaksikan dengan NaOH sehingga

membentuk sabun yang lebih larut dalam air. Kotoran dalam minyak seperti FFA

terperangkap pada sabun sehingga mudah memisahkan FFA dalam minyak yang

bersifat nonpolar.

Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut :

C

O

OH

+ NaOH C

O

ONa

+ H2O

asam lemak bebas basa sabun air

CH3(CH2)7CH CH(CH2)7 CH3(CH2)7CH CH(CH2)7

Gambar 4.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH

Page 93: 03530006 Nila Istighfaro.ps

73

Asam lemak bebas termasuk asam karboksilat. Asam karboksilat

merupakan suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil (-CO2H).

Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil.

Asam karboksilat lebih bersifat asam karena memiliki kemampuan stabilisasi-

resonansi anion karboksilatnya, RCO2-.

R C

O

O R C

O

O

Gambar 4.2 Stabilisasi resonansi asam karboksilat

Mekanisme reaksi di atas disajikan pada gambar 4.3 berikut ini :

R C O H

O

OH- Na+

R C O-

O

+ H2O + Na+

R C O-

O

R C O

O-

+H2O + Na+

R C O + H2O

ONa

Asam lemak bebas

Stabilisasi resonansi Garam karboksilat air

Gambar 4.3 Mekanisme reaksi asam lemak bebas dengan NaOH

Suatu asam karboksilat bila bereaksi dengan suatu basa akan menghasilkan

garam. Basa NaOH dalam larutan akan terionisasi menjadi ion Na+

dan ion OH-,

sedangkan H+ pada gugus hidroksil lepas dan bereaksi dengan (OH) membentuk

Page 94: 03530006 Nila Istighfaro.ps

74

(H2O). Asam karboksilat mempunyai sifat yang lebih asam karena memiliki

kemampuan stabilisasi resonansi anion. Gugus anion (C-O) menyumbang elektron

ke Na+ sehingga menghasilkan garam karboksilat (sabun).

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran

seperti fofsatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Oleh karena itu, saat

minyak goreng hasil despicing dicampurkan dengan larutan NaOH 16 % yang

dipercepat dengan pemanasan dan pengadukan. Campuran tersebut membentuk

suatu butiran kecil-kecil dan warnanya berubah dari coklat menjadi orange tua.

Butiran-butiran tersebut merupakan sabun, dan sabun ini akan tampak jelas pada

saat penyaringan dengan berbentuk busa. Minyak netral yang dihasilkan berwarna

orange jernih dan bersih. Tahapan terakhir pada proses pemurnian adalah proses

pemucatan (bleaching).

Tabel 4.2 Hasil analisa FFA dan peroksida pada minyak goreng baru,

minyak goreng bekas dan minyak hasil netralisasi

Analisa Standar Minyak Baru Minyak Bekas Netralisasi

Asam lemak

bebas (%) Maks. 0,3 0,037 0,448 0,148

Angka Peroksida

(meq/kg) Maks. 2 1,32 4,58 3,96

Penurunan asam lemak bebas dan angka peroksida pada proses netralisasi

ini disebabkan karena reaksi asam lemak bebas dengan larutan NaOH membentuk

sabun. Kotoran dalam minyak seperti FFA dan peroksida tersebut terperangkap

pada sabun sehingga mudah dipisahkan dari minyak yang bersifat nonpolar.

Page 95: 03530006 Nila Istighfaro.ps

75

Proses netralisasi ini menyumbang besar terhadap penurunan asam lemak bebas

pada minyak.

4.3.3 Proses Bleaching

Pada proses bleaching ini terjadi proses pemurnian untuk menghilangkan

zat-zat warna yang tidak disukai dengan menggunakan adsorben. Adsorben yang

digunakan pada penelitian ini ada 3 jenis yaitu karbon aktif biji kelor, bentonit

teraktivasi dan campuran dari keduanya. Pada penelitian ini proses adsorpsi

dilakukan dengan metode kolom. Zat warna dalam minyak, suspense koloid (gum

dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida dan asam lemak bebas

akan diserap oleh permukaan adsorben ketika minyak dilewatkan melalui

adsorben dalam kolom.

Pada proses bleaching yang pertama ini proses adsorpsi dilakukan dengan

metode kolom terhadap FFA, angka peroksida dan warna oleh karbon aktif biji

kelor sebanyak 2 gram. Ketika minyak sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam

kolom minyak merambat sangat pelan pada adsorben karbon aktif biji kelor

dengan tingi 1 cm. Minyak merambat setahap demi setahap ketika melalui serbuk

karbon aktif biji kelor. Hasil yang diperoleh minyak sebanyak 47 ml dan berwarna

kuning muda jernih.

Pada proses bleaching yang kedua ini proses adsorpsi dilakukan dengan

metode kolom terhadap FFA, angka peroksida dan warna oleh adsorben bentonit

teraktivasi sebanyak 2 gram. Ketika minyak sebanyak 50 ml dimasukkan ke

dalam kolom minyak mengalir dengan cepat pada adsorben bentonit teraktivasi

Page 96: 03530006 Nila Istighfaro.ps

76

dengan tingi 1 cm. Minyak merambat dengan cepat ketika melalui serbuk bentonit

teraktivasi. Hasil yang diperoleh minyak sebanyak 50 ml dan berwarna kuning

jernih.

Pada proses bleaching yang ketiga ini proses adsorpsi dilakukan dengan

metode kolom terhadap FFA, angka peroksida dan warna oleh adsorben

campuran, yaitu bentonit teraktivasi sebanyak 1 gram dan karbon aktif biji kelor

sebanyak 1 gram yang dipisahkan oleh glasswool. Ketika minyak sebanyak 50 ml

dimasukkan ke dalam kolom minyak merambat dengan cepat melalui serbuk

bentonit teraktivasi setinggi 0,5 cm lalu minyak merambat dengan pelan ketika

melalui serbuk karbon aktif biji kelor dengan tingi 0,5 cm. Hasil yang diperoleh

minyak sebanyak 50 ml dan berwarna kuning jernih.

Parameter kualitas minyak goreng dalam penelitian ini adalah kadar asam

lemak bebas (FFA), angka peroksida dan warna. Hasil analisa angka peroksida

dan FFA minyak goreng dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :

Tabel 4.3 Data hasil percobaan uji pengaruh jenis adsorben terhadap

kualitas minyak goreng

No Perlakuan/jenis adsorben FFA (%) Peroksida

(meq/kg)

1 SNI minyak goreng Maks. 0,3 Maks. 2,0

2 Minyak goreng baru 0,037 1,32

3 Sebelum adsorpsi

3a minyak goreng bekas 0,448 4,58

3b minyak goreng despicing 0,211 4,00

3c minyak goreng netralisasi 0,148 3,96

4 Sesudah adsorpsi dengan

4a karbon aktif biji kelor 0,141 2,49

4b bentonit teraktivasi 0,145 2,39

4c campuran karbon kelor dan

bentonit 0,142 2,37

Page 97: 03530006 Nila Istighfaro.ps

77

Data di atas menunjukkan bahwa minyak goreng hasil reprossesing telah

mengalami peningkatan kualitas. Meningkatnya kualitas minyak tersebut, salah

satunya dikarenakan adsorben yang diinteraksikan dengan minyak goreng bekas

mampu mengadsorpsi zat warna dan bau yang tidak dikehendaki serta mengurangi

jumlah peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida dan asam lemak bebas

(FFA) dari minyak hasil despicing mengalami penurunan sebesar 13 % dan 53 %

hasil netralisasi telah mengalami penurunan yang sangat banyak, dimana angka

peroksida semula pada minyak goreng bekas 4,58 meq/kg menjadi 3,96 meq/kg,

sedangkan standar angka peroksida pada minyak goreng adalah 2 meq/kg.

Sementara untuk jumlah asam lemak bebas yang semula pada minyak goreng

bekas 0,448 % menjadi 0,148 % pada minyak hasil netralisasi.

4.4 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

Asam lemak bebas dapat mempengaruhi cita rasa dan bau dari minyak

goreng. Asam lemak bebas dengan kadar lebih dari 0,2 % dari berat minyak

mengakibatkan rasa tidak lezat, flavor yang tidak disukai dan meracuni tubuh.

Pengaruh dan perubahan kadar FFA dalam minyak goreng bekas

pemakaian 8 jam dengan perlakuan menggunakan adsorben karbon aktif biji

kelor, bentonit teraktivasi, campuran karbon kelor dan bentonit dapat dilihat pada

gambar 4.4 di bawah ini :

Page 98: 03530006 Nila Istighfaro.ps

78

Analisa Asam Lemak Bebas (%)

0.448

0.211

0.148 0.141 0.145 0.142

0.037

0.300

0.000.050.100.150.200.250.300.350.400.450.50

Minyak

bekas

Despicing Netralisasi adsorben

karbon

aktif biji

kelor

adsorben

bentonit

teraktivasi

adsorben

campuran

Minyak

baru

SNI minyak

goreng

(%) FFA

Gambar 4.4 Pengaruh perlakuan terhadap kadar FFA

Analisa asam lemak bebas minyak goreng baru, bekas, despicing,

netralisasi dan bleaching dilakukan dengan metode titrasi asam basa. Asam lemak

bebas dalam minyak dapat diketahui jumlahnya dengan dengan cara melarutkan

asam lemak bebas dalam minyak dengan etanol. Sejumlah minyak yang bersifat

nonpolar dilarutkan dalam etanol, kemudian dipanaskan agar larut sempurna

sehingga asam lemak bebas yang bersifat nonpolar dalam minyak juga ikut

terlarut dengan etanol yang lebih larut dengan air. Kemudian ditambahkan

indikator pp yang tidak menunjukkan warna dalam larutan dengan pH netral, dan

dititrasi dengan NaOH yang bersifat polar sampai terbentuk warna merah jambu

yang tidak hilang selama 30 detik. Terbentuknya warna merah jambu setelah

dititrasi dengan sejumlah NaOH menunjukkan NaOH telah bereaksi sempurna

dengan asam lemak bebas.

Page 99: 03530006 Nila Istighfaro.ps

79

4.4.5 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi

dengan Adsorben Karbon Aktif Biji Kelor

Minyak goreng hasil netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben

dalam kolom mengalami penurunan kadar FFA dalam minyak, seperti terlihat

pada Gambar 4.4 Kadar FFA turun dari 0,148 % menjadi 0,141 % setelah

diinteraksikan dengan adsorben karbon aktif biji kelor dengan metode kolom.

Sedangkan hasil analisa pada minyak baru mengandung FFA 0,037 %.

Adsorben karbon aktif biji kelor dapat menurunkan kadar FFA dalam

minyak goreng hasil netralisasi karena karbon aktif biji kelor mempunyai

kemampuan sebagai adsorben. Daya adsorpsi karbon aktif biji kelor tersebut,

dikarenakan karbon mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, adanya situs-situs

aktif dalam karbon, seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas

permukaan adsorpsi yang terbentuk selama proses aktivasi. Sifat kimia permukaan

karbon aktif dipandang sangat penting selain struktur pori, karena menentukan

sifat adsorpsi

Proses adsorpsi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor

dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon aktif biji

kelor dengan asam lemak bebas, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.

Interaksi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor dalam

penelitian ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-

partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der

walls atau ikatan hidrogen, yakni melibatkan gaya antarmolekuler. Molekul yang

terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan

pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu

Page 100: 03530006 Nila Istighfaro.ps

80

sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali

dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara

kimia juga dapat terjadi antara senyawa asam lemak bebas dengan gugus aktif

yang dimiliki oleh karbon aktif biji kelor. Proses adsorpsi kimia, interaksi antara

adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan

kovalen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan

dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup

besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah

irreversible. Adsorben harus dipanaskan pada temperatur tinggi untuk

memisahkan adsorbat.

Identifikasi struktur dan gugus aktif pada karbon aktif biji kelor tidak

diakukan pada penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

megetahui gugus aktif yang dimungkinkan untuk mengadsorpsi secara kimia

anatara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor.

Asam lemak bebas merupakan molekul nonpolar, dan karbon aktif biji

kelor juga termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya London

(molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (karbon aktif) terdiri dari

inti atom dan elektron, elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom, elektron

tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang

menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan

memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada gambar 4.5 di bawah ini :

Page 101: 03530006 Nila Istighfaro.ps

81

Polarisasi awan elektron

molekul nonpolar tanpa

dipol

karbon aktif karbon aktif

Gambar 4.5 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian

timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus

dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (Asam lemak bebas)

maka molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut

sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi

gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.6 di bawah ini :

Induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol

dipol sesaat

karbon aktif Asam lemak bebas

molekul dengan molekul dengan dipol

dipol sesaat induksian

karbon aktif Asam lemak bebas

Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 4.6 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan karbon

aktif biji kelor

+ -

+ -

+ -

±

+ -

±

Page 102: 03530006 Nila Istighfaro.ps

82

4.4.6 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi

dengan Adsorben Bentonit Teraktivasi

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak goreng hasil

netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben bentonit teraktivasi sebesar

0,145 %. Asam lemak bebas pada minyak hasil interaksi dengan bentonit

teraktivasi ini mengalami penurunan sebesar 2 % dari minyak hasil netralisasi

yang semula memiliki asam lemak bebas sebesar 0,148 %.

Adsorben bentonit teraktivasi dapat menurunkan kadar FFA dalam minyak

goreng hasil netralisasi karena bentonit teraktivasi mempunyai kemampuan

sebagai adsorben. Bentonit merupakan mineral lempung yang tersusun atas

senyawa alumina silikat berstruktur lapis dengan tipe 2:1 yang terdiri dari dua

lembar silika bermuatan negatif yang terbentuk tetrahedral dengan lapisan tengah

berupa alumina oktahedral. Ujung tetrahedral masing-masing bertemu dengan satu

gugus hidroksil. Lembaran-lembaran ini diikat oleh atom oksigen. Pada daerah

antar ruang terdapat kation-kation (K+, Na

+ dan Ca

2+ ) yang dapat digantikan

dengan kation lain.

Antara lapisan silika dan alumina dihubungkan oleh pengikatan oksigen

yang sangat lemah sehingga mudah mengembang maka kation dan air mudah

bergerak bebas diantara kisi kristal. Potensi pengembangan dan pengerutan yang

tinggi menyebabkan mineral ini dapat menerima dan menyerap ion-ion serta

senyawa organik (Tan, 1991).

Bentonit sebagai adsorben berkemampuan menyerap sejumlah molekul

yang berukuran lebih kecil dari pori-porinya dan mempunyai bentuk geometri

yang tepat. Ukuran pori-pori yang molekuler tersebut merupakan sifat unik dari

Page 103: 03530006 Nila Istighfaro.ps

83

bentonit. Bentonit memiliki kemampuan mengembang, sifat menyerap dan

berikatan dengan anion-anion serta kation-kation dan luas permukaan yang besar.

Ukuran serbuk yang biasanya digunakan adalah kurang dari 200 mesh

(Hemzacek-Laukant, 2002).

Proses adsorpsi antara asam lemak bebas dengan bentonit teraktivasi

dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan bentonit dengan

asam lemak bebas, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika

melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui ikatan

hidrogen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan

energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol

(Castellan, 1982), karena itu sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik

atau dilepaskan kembali dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Proses

adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat dengan adsorben melibatkan

pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Molekul yang terbentuk dari

adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi

fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan,

1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus dipanaskan

pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat.

4.4.7 Perubahan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) setelah berinteraksi

dengan Adsorben Campuran

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak goreng hasil

netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben campuran sebesar 0,142 %.

Asam lemak bebas pada minyak hasil interaksi dengan adsorben campuran ini

Page 104: 03530006 Nila Istighfaro.ps

84

mengalami penurunan sebesar 4 % dari minyak hasil netralisasi yang semula

memiliki asam lemak bebas sebesar 0,148 %.

Proses penyerapan asam lemak bebas dalam minyak hasil netralisasi

menggunakan adsorben campuran ini terjadi dua kali, yaitu yang pertama FFA

dalam minyak terserap oleh bentonit teraktivasi kemudian sisa FFA dalam minyak

terserap dalam karbon aktif biji kelor. Kedua adsorben ini memiliki perbedaan

struktur mineral dimana bentonit berstruktur layer sedangkan karbon aktif biji

kelor berstruktur non layer.

Pada proses penyerapan menggunakan adsorben campuran ini tidak dapat

memberikan penurunan kadar FFA yang terbaik dimungkinkan karena terjadinya

ketidakseimbangan antara jumlah molekul FFA dalam 50 ml minyak dengan

adsorben pada lapisan pertama yaitu 1 gram bentonit teraktivasi, sehingga proses

penyerapan FFA tidak berlangsung dengan baik, kemudian FFA yang tersisa

dalam minyak melewati lapisan kedua yaitu 1 gram karbon aktif biji kelor. Selain

itu karena adsorben karbon aktif biji kelor memiliki struktur rongga yang terbuka

sehingga lebih mudah mengadsorpsi FFA daripada adsorben bentonit yang

memiliki stuktur berlapis.

4.4.8 Pengaruh jenis adsorben terhadap perubahan asam lemak bebas

Berdasarkan hasil penelitian, adsorben yang dapat menurunkan kandungan

asam lemak bebas paling banyak adalah karbon aktif biji kelor,yaitu sebesar 0,141

% sedangkan untuk adsorben bentonit teraktivasi dan adsorben campuran juga

dapat menurunkan kandungan asam lemak bebas tetapi penurunannya dalam

Page 105: 03530006 Nila Istighfaro.ps

85

jumlah yang lebih kecil dibanding dengan karbon aktif biji kelor, yaitu sebesar

0,145 % dan 0,142 %.

Asam lemak bebas (FFA) merupakan produk dari reaksi hidrolisis

trigliserida dan reaksi dekomposisi hidroperoksida. Reaksi ini akan

mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik

pada minyak. Sehingga kadar FFA dalam minyak sering digunakan sebagai salah

satu indikator kerusakan minyak goreng bekas.

Kemampuan karbon aktif biji kelor sebagai adsorben tersebut, dikarenakan

karbon mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, adanya situs-situs aktif dalam

karbon, seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan

adsorpsi yang terbentuk selama proses aktivasi. Sifat kimia permukaan karbon

aktif dipandang sangat penting selain struktur pori, karena menentukan sifat

adsorpsi

Proses adsorpsi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor

dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon aktif biji

kelor dengan asam lemak bebas, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.

Interaksi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor dalam

penelitian ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-

partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der

walls atau ikatan hidrogen, yakni melibatkan gaya antarmolekuler. Molekul yang

terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan

pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu

sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali

Page 106: 03530006 Nila Istighfaro.ps

86

dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara

kimia juga dapat terjadi antara senyawa asam lemak bebas dengan gugus aktif

yang dimiliki oleh karbon aktif biji kelor. Proses adsorpsi kimia, interaksi antara

adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan

kovalen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan

dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup

besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah

irreversible. Adsorben harus dipanaskan pada temperatur tinggi untuk

memisahkan adsorbat.

Identifikasi struktur dan gugus aktif pada karbon aktif biji kelor tidak

diakukan pada penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

megetahui gugus aktif yang dimungkinkan untuk mengadsorpsi secara kimia

anatara asam lemak bebas dengan karbon aktif biji kelor.

Asam lemak bebas merupakan molekul nonpolar, dan karbon aktif biji

kelor juga termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya London

(molekul nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (karbon aktif) terdiri dari

inti atom dan elektron, elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom, elektron

tersebut pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang

menyebabkan pusat muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan

memiliki dipol sesaat, yang ditunjukkan pada gambar 4.7 di bawah ini :

Page 107: 03530006 Nila Istighfaro.ps

87

Polarisasi awan elektron

molekul nonpolar tanpa

dipol

karbon aktif karbon aktif

Gambar 4.7 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian

timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus

dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (Asam lemak bebas)

maka molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut

sehingga terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi

gaya elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.8 di bawah ini :

Induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol

dipol sesaat

karbon aktif Asam lemak bebas

molekul dengan molekul dengan dipol

dipol sesaat induksian

karbon aktif Asam lemak bebas

Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 4.8 Terjadinya gaya London antara asam lemak bebas dengan

karbon aktif biji kelor

+ -

+ -

+ -

±

+ -

±

Page 108: 03530006 Nila Istighfaro.ps

88

Proses adsorpsi asam lemak bebas pada proses bleaching dilakukan

dengan metode kolom, yang kemungkinan dapat memberikan waktu kontak yang

lebih lama antara adsorben dengan minyak goreng, sehingga proses adsorpsi dapat

dilakukan lebih maksimal. Proses adsorpsi asam lemak bebas (FFA) dalam

minyak goreng hasil netralisasi menggunakan adsorben karbon aktif biji kelor

mampu menyerap FFA dalam jumlah yang lebih banyak daripada adsorben

bentonit teraktivasi dan adsorben campuran. Perbedaanya dengan adsorben

bentonit dan adsorben campuran adalah waktu yang dibutuhkan adsorben karbon

aktif biji kelor pada saat proses adsorpsi berlangsung jauh lebih lama daripada

waktu yang dibutuhkan adsorben bentonit teraktivasi. Waktu yang dibutuhkan 50

ml minyak goreng hasil netralisasi untuk melewati adsorben karbon aktif biji

kelor pada saat proses adsorpsi berlangsung yaitu 3 jam, sedangkan waktu yang

dibutuhkan 50 ml minyak goreng hasil netralisasi untuk melewati adsorben

bentonit teraktivasi yaitu 45 menit. Minyak goreng tersebut lebih lama tertahan di

dalam kolom dengan menggunakan adsorben karbon aktif biji kelor, minyak

merambat perlahan melalui serbuk-serbuk karbon biji kelor karena ukuran pori

karbon aktif biji kelor (yaitu 2.10-7

mikrometer) lebih kecil dari ukuran pori

bentonit yaitu 4.10-7

mikrometer (Sembiring, 2003 dan Tan, 1982).

Dari hasil penelitian tersebut, minyak goreng hasil netralisasi yang

dijernihkan dengan adsorben karbon aktif biji kelor mampu mengurangi kadar

asam lemak bebas sehingga kualitas minyak goreng bekas menjadi lebih baik dan

aman dikonsumsi kembali dan sesuai dengan standar SNI yaitu maksimal 0,3 %.

Page 109: 03530006 Nila Istighfaro.ps

89

4.5 Perubahan Angka Peroksida

Reaksi oksidasi pada minyak mula-mula akan membentuk peroksida dan

hidroperoksida, yang selanjutnya akan terkonversi menjadi aldehida, keton dan

asam-asam lemak bebas. Randicity (ketengikan) terbentuk oleh adanya aldehida,

bukan terbentuk oleh adanya peroksida. Jadi kenaikan angka peroksida (PV)

hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.

Senyawa hasil reaksi oksidasi juga dapat memberikan pengaruh buruk bagi

kesehatan. Sehingga kenaikan angka peroksida dapat digunakan sebagai indikator

kerusakan minyak.

Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya

sehingga membentuk peroksida. Peroksida merupakan produk awal dari reaksi

oksidasi yang bersifat labil, reaksi ini dapat berlangsung bila terjadi kontak antara

oksigen dengan minyak

Reaksi pembentukan peroksida pada minyak diakibatkan oleh reaksi

oksidasi oleh oksigen dengan sejumlah asam lemak tidak jenuh, dalam hal ini

adalah asam lemak oleat yang terkandung sebanyak 39-45 % pada minyak kelapa

sawit, reaksi ini dipercepat oleh pemanasan :

Page 110: 03530006 Nila Istighfaro.ps

90

H3C (CH2)7 CH CH (CH2)7 C O O

OH

O

H3C (CH2)7 CHHC (CH2)7 C

O

O

O

OH

Asam oleat

Meloksida

H3C (CH2)7 CH

O

HC

O

(CH2)7 C

O

OH

Peroksida

Gambar 4.9 Reaksi Pembentukan Peroksida Pada Asam Lemak Oleat

Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh yaitu asam lemak oleat pada

minyak goreng, karena pada asam lemak oleat memiliki ikatan rangkap yang

bersifat reaktif. Asam lemak pada umumnya bersifat semakin reaktif terhadap

oksigen dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap pada rantai molekul, sebagai

contoh, asam lemak linoleat akan teroksidasi lebih mudah oleh oksigen daripada

asam lemak oleat pada kondisi yang sama, pada suhu kamar sampai dengan suhu

100 ºC, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengadsorpsi 2 atom oksigen,

sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Proses

pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam,

kelembaban udara dan katalis. Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya

bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan.

Page 111: 03530006 Nila Istighfaro.ps

91

Mekanisme pembentukan peroksida pada asam oleat disajikan pada

gambar di bawah ini :

R CH

CH

R' RHC

HC

O

R'

O

RHC

HC

O O

R'

O O

R C C

O O

R'

Gambar 4.10 Mekanisme reaksi pembentukan peroksida pada asam oleat

Asam oleat dalam minyak teroksidasi pada ikatan rangkap. Oksigen

menyerang rantai rangkap, sehingga ikatan rangkap putus dan substituen C

kelebihan elektron. elektron yang lebih disumbangkan ke O dan ikatan rangkap

pada O putus.

Pengaruh dan perubahan angka peroksida dalam minyak goreng bekas

dengan perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.11 di bawah ini :

Analisa Angka Peroksida

4.58

4.00 3.96

2.49 2.39 2.37

1.32

2.00

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

Minyak

bekas

Despicing Netralisasi adsorben

karbon aktif

biji kelor

adsorben

bentonit

teraktivasi

adsorben

campuran

Minyak baru SNI minyak

goreng

Angka peroksida

(meq/kg)

Gambar 4.11 Pengaruh Adsorben Terhadap Nilai Angka Peroksida

Page 112: 03530006 Nila Istighfaro.ps

92

Analisa angka peroksida pada penelitian ini dilakukan pada minyak

goreng baru (minyak curah), bekas, despicing, netralisasi dan bleaching dengan

metode iodometri, dengan cara melarutkan sejumlah minyak goreng dalam

campuran asetat:kloroform hingga terlarut sempurna lalu ditambahkan larutan

jenuh KI dan didiamkan, maka akan terjadi pelepasan iodin (I2), dengan reaksi

seperti :

I2 + 2 Na2S2O3 → 2 NaI + Na2S4O6

Gambar 4.12 Reaksi Iodometri selama proses analisis Angka Peroksida

Iodin yang bebas dititrasi dengan natrium thiosulfat sampai warna kuning

hampir hilang, selanjutnya ditambahkan indikator amilum sampai terbentuk warna

biru dan dititrasi kembali dengan natrium thiosulfat sampai warna biru mulai

hilang. Terbentuknya warna biru setelah penambahan amilum, dikarenakan

struktur molekul amilum yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul

iodin maka terbentuklah warna biru (Winarno, 2002).

4.5.5 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben

Karbon Aktif Biji Kelor

Minyak goreng hasil netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben

dalam kolom mengalami penurunan angka peroksida dalam minyak, seperti

terlihat pada Gambar 4.11 angka peroksida turun dari 3,96 meq/kg menjadi 2,49

meq/kg setelah diinteraksikan dengan adsorben karbon aktif biji kelor dengan

Page 113: 03530006 Nila Istighfaro.ps

93

metode kolom. Sedangkan hasil analisa pada minyak baru mengandung angka

peroksida 1,32 meq/kg.

Adsorben karbon aktif biji kelor dapat menurunkan angka peroksida dalam

minyak goreng hasil netralisasi karena karbon aktif biji kelor mempunyai

kemampuan sebagai adsorben. Daya adsorpsi karbon aktif biji kelor tersebut,

dikarenakan karbon mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, adanya situs-situs

aktif dalam karbon, seperti struktur kimia permukaan, susunan pori-pori dan luas

permukaan adsorpsi yang terbentuk selama proses aktivasi. Sifat kimia permukaan

karbon aktif dipandang sangat penting selain struktur pori, karena menentukan

sifat adsorpsi.

Proses adsorpsi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor

dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon aktif biji

kelor dengan peroksida dalam minyak, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.

Interaksi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor dalam penelitian

ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel

adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der walls atau

ikatan hidrogen, yakni melibatkan gaya antarmolekuler. Molekul yang terbentuk

dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi

fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu sifat

adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali dengan

adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara kimia

juga dapat terjadi antara senyawa peroksida dengan gugus aktif yang dimiliki oleh

karbon aktif biji kelor. Pada proses adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat

Page 114: 03530006 Nila Istighfaro.ps

94

dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen).

Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang

terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar

400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible.

Adsorben harus dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat.

Identifikasi struktur dan gugus aktif pada karbon aktif biji kelor tidak

dilakukan pada penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

megetahui gugus aktif yang dimungkinkan untuk mengadsorpsi secara kimia

anatara peroksida dengan karbon aktif biji kelor.

Peroksida merupakan molekul nonpolar, dan karbon aktif biji kelor juga

termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya london (molekul

nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (arang aktif) terdiri dari inti atom

dan elektron. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom, elektron tersebut

pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang menyebabkan pusat

muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat,

yang ditunjukkan pada gambar 4.13 di bawah ini :

Polarisasi awan elektron

molekul nonpolar tanpa

dipol

karbon aktif karbon aktif

Gambar 4.13 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

+ -

±

Page 115: 03530006 Nila Istighfaro.ps

95

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian

timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus

dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (peroksida) maka

molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut sehingga

terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi gaya

elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.14 di bawah ini :

Induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol

dipol sesaat

karbon aktif peroksida

molekul dengan molekul dengan dipol

dipol sesaat induksian

karbon aktif peroksida

Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 4.14 Terjadinya gaya London antara peroksida dengan karbon

aktif biji kelor

4.5.6 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben

Bentonit teraktivasi

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa angka peroksida minyak goreng hasil

netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben bentonit teraktivasi sebesar

2,39 meq/kg. Angka peroksida pada minyak hasil interaksi dengan bentonit

teraktivasi ini mengalami penurunan sebesar 40 % dari minyak hasil netralisasi

yang semula memiliki bilangan peroksida sebesar 3,96 meq/kg.

+ -

+ -

+ -

±

Page 116: 03530006 Nila Istighfaro.ps

96

Adsorben bentonit teraktivasi dapat menurunkan angka peroksida dalam

minyak goreng hasil netralisasi karena bentonit teraktivasi mempunyai

kemampuan sebagai adsorben. Bentonit merupakan mineral lempung yang

tersusun atas senyawa alumina silikat berstruktur lapis dengan tipe 2:1 yang terdiri

dari dua lembar silika bermuatan negatif yang terbentuk tetrahedral dengan

lapisan tengah berupa alumina oktahedral. Ujung tetrahedral masing-masing

bertemu dengan satu gugus hidroksil. Lembaran-lembaran ini diikat oleh atom

oksigen. Pada daerah antar ruang terdapat kation-kation (K+, Na

+ dan Ca

2+ ) yang

dapat digantikan dengan kation lain.

Antara lapisan silika dan alumina dihubungkan oleh pengikatan oksigen

yang sangat lemah sehingga mudah mengembang maka kation dan air mudah

bergerak bebas diantara kisi kristal. Potensi pengembangan dan pengerutan yang

tinggi menyebabkan mineral ini dapat menerima dan menyerap ion-ion serta

senyawa organik (Tan, 1991).

Bentonit sebagai adsorben berkemampuan menyerap sejumlah molekul

yang berukuran lebih kecil dari pori-porinya dan mempunyai bentuk geometri

yang tepat. Ukuran pori-pori yang molekuler tersebut merupakan sifat unik dari

bentonit. Bentonit mempunyai memiliki kemampuan mengembang, sifat

menyerap dan berikatan dengan anion-anion serta kation-kation dan luas

permukaan yang besar. Ukuran serbuk yang biasanya digunakan adalah kurang

dari 200 mesh (Hemzacek-Laukant, 2002).

Proses adsorpsi antara peroksida dengan bentonit teraktivasi dikarenakan

adanya perbedaan energi potensial antara permukaan bentonit dengan peroksida,

Page 117: 03530006 Nila Istighfaro.ps

97

baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia. Adsorpsi fisika melibatkan gaya

antarmolekuler (gaya Van der Walls atau melaui ikatan hidrogen). Molekul yang

terbentuk dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan

pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu

sifat adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali

dengan adanya penurunan konsentrasi larutan. Proses adsorpsi kimia, interaksi

antara adsorbat dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya

ikatan kovalen). Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat

dibandingkan dengan yang terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang

dilepaskan cukup besar sekitar 400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat

adsorpsinya adalah irreversible. Adsorben harus dipanaskan pada temperatur

tinggi untuk memisahkan adsorbat.

4.5.7 Perubahan Angka Peroksida setelah berinteraksi dengan Adsorben

Campuran

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa angka peroksida minyak goreng hasil

netralisasi yang telah diinteraksikan dengan adsorben campuran sebesar 2,37

meq/kg. Angka peroksida pada minyak hasil interaksi dengan adsorben campuran

ini mengalami penurunan sebesar 40 % dari minyak hasil netralisasi yang semula

memiliki angka peroksida sebesar 3,96 meq/kg.

Proses penyerapan peroksida dalam minyak hasil netralisasi menggunakan

adsorben campuran ini terjadi dua kali, yaitu yang pertama peroksida dalam

minyak terserap oleh bentonit teraktivasi kemudian sisa peroksida dalam minyak

terserap dalam karbon aktif biji kelor. Kedua adsorben ini memiliki perbedaan

Page 118: 03530006 Nila Istighfaro.ps

98

struktur mineral dimana bentonit berstruktur layer sedangkan karbon aktif biji

kelor berstruktur non layer.

4.5.8 Pengaruh jenis adsorben terhadap perubahan Angka Peroksida

Berdasarkan hasil penelitian, angka peroksida pada minyak sebelum

diadsorpsi adalah 4,58 meq/kg minyak dan penggunaan adsorben mampu

menurunkan angka peroksida pada minyak. Tingginya angka peroksida minyak

goreng bekas ini karena diakibatkan proses oksidasi pada saat proses pemanasan

atau penyimpanan, sehingga terbentuklah peroksida.

Pada Gambar 4.11 terlihat bahwa adsorben campuran dari bentonit

teraktivasi dan karbon aktif biji kelor dapat menurunkan angka peroksida dalam

jumlah yang paling besar, kemudian adsorben bentonit teraktivasi dan karbon

aktif biji kelor. Hal ini kemungkinan disebabkan karena jumlah peroksida dalam

minyak hasil netralisasi terserap dua kali oleh dua adsorben. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa penggunaan adsorben campuran dari karbon aktif biji

kelor dan bentonit teraktivasi relatif efektif untuk perbaikan angka peroksida

minyak goreng bekas. Pencampuran kedua adsorben tersebut ternyata menaikkan

kemampuan daya adsorpsi dibandingkan bila karbon aktif biji kelor dan bentonit

teraktivasi digunakan secara terpisah.

Proses adsorpsi dilakukan dengan metode kolom, yang kemungkinan

dapat memberikan waktu kontak yang lebih lama antara adsorben dengan minyak

goreng, sehingga proses adsorpsi dapat dilakukan lebih maksimal. adsorben yang

paling banyak terpakai pada ujung atas kolom (yaitu adsorben bentonit

Page 119: 03530006 Nila Istighfaro.ps

99

teraktivasi) akan bertemu dengan adsorbat (peroksida) yang baru, sedangkan

adsorbat yang sudah teradsorpsi akan bertemu dengan adsorben yang baru pada

saat larutan tersebut bergerak ke bawah melewati kolom. Kemudian bertemu

dengan adsorben karbon aktif biji kelor, sehingga adsorbat (peroksida) dalam

minyak lebih banyak terkurangi atau terserap oleh kedua adsorben.

Bentonit mempunyai kemampuan untuk menyerap sejumlah molekul yang

berukuran lebih kecil dari pori-porinya dan memiliki bentuk geometri yang tepat.

Ukuran pori-pori yang molekuler tersebut merupakan sifat unik dari bentonit

(Mulyadi, 1992).

Bentonit memberikan daya adsorpsi yang cukup besar karena pada

bentonit oksigen penghubung antar dua lapiasan silika yang mengapit satu lapisan

alumina terikat sangat lemah, yang menyebabkan strukturnya mudah

mengembang sehingga peroksida dan molekul air mudah bergerak diantara unit

kristal. Peroksida yang merupakan senyawa organik dapat masuk ke dalam

struktur dan menggantikan ion hidrogen yang lepas untuk menetralkan

muatannya. Hal ini didukung oleh luasnya permukaan bentonit yang mencapai

700-800 m2/g sehingga lebih menguntungkan untuk proses adsorpsi.

Proses adsorpsi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor

dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan karbon aktif biji

kelor dengan peroksida dalam minyak, baik itu melibatkan gaya fisika atau kimia.

Interaksi antara peroksida dengan karbon aktif biji kelor dalam penelitian

ini dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel

adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui gaya van der walls atau

Page 120: 03530006 Nila Istighfaro.ps

100

ikatan hidrogen, yakni melibatkan gaya antarmolekuler. Molekul yang terbentuk

dari adsorpsi fisika terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi

fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan, 1982), karena itu sifat

adsorpsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau dilepaskan kembali dengan

adanya penurunan konsentrasi larutan. Namun demikian adsorpsi secara kimia

juga dapat terjadi antara senyawa peroksida dengan gugus aktif yang dimiliki oleh

karbon aktif biji kelor. Pada proses adsorpsi kimia, interaksi antara adsorbat

dengan adsorben melibatkan pembentukan ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen).

Molekul yang terbentuk dari adsorpsi kimia lebih kuat dibandingkan dengan yang

terbentuk dari adsorpsi fisika, karena energi yang dilepaskan cukup besar sekitar

400 kj/mol (Castellan, 1982), sehingga sifat adsorpsinya adalah irreversible.

Adsorben harus dipanaskan pada temperatur tinggi untuk memisahkan adsorbat.

Identifikasi struktur dan gugus aktif pada karbon aktif biji kelor tidak

dilakukan pada penelitian ini sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

megetahui gugus aktif yang dimungkinkan untuk mengadsorpsi secara kimia

anatara peroksida dengan karbon aktif biji kelor.

Peroksida merupakan molekul nonpolar, dan karbon aktif biji kelor juga

termasuk nonpolar, sehingga gaya yang terjadi yaitu gaya london (molekul

nonpolar dengan nonpolar). Molekul nonpolar (arang aktif) terdiri dari inti atom

dan elektron. Elektron selalu bergerak mengelilingi inti atom, elektron tersebut

pada suatu saat dapat terjadi polarisasi rapatan elektron, yang menyebabkan pusat

muatan positif dan negatif memisah dan molekul dikatakan memiliki dipol sesaat,

yang ditunjukkan pada gambar 4.15 di bawah ini :

Page 121: 03530006 Nila Istighfaro.ps

101

Polarisasi awan elektron

molekul nonpolar tanpa

dipol

karbon aktif karbon aktif

Gambar 4.15 Pembentukan Dipol Sesaat pada Molekul Nonpolar

Dipol sesaat ini dalam waktu yang singkat akan hilang tetapi kemudian

timbul kembali. Timbul dan hilangnya dipol sesaat ini terjadi secara terus menerus

dan bergantian. Apabila di dekatnya ada molekul nonpolar (peroksida) maka

molekul dengan dipol sesaat ini akan menginduksi molekul tersebut sehingga

terjadi dipol induksian, kemudian antara kedua molekul tersebut terjadi gaya

elektrostatik, yang ditunjukkan pada gambar 4.16 di bawah ini :

+ -

±

Page 122: 03530006 Nila Istighfaro.ps

102

Induksian

molekul dengan molekul tanpa dipol

dipol sesaat

karbon aktif peroksida

molekul dengan molekul dengan dipol

dipol sesaat induksian

karbon aktif peroksida

Terjadi gaya tarik elektrostatik

Gambar 4.16 Terjadinya gaya London antara peroksida dengan karbon

aktif biji kelor

Angka peroksida minyak hasil penjernihan jika dibandingkan dengan

minyak goreng bekas telah mengalami penurunan, namun jika dibandingkan

dengan minyak baru, angka peroksida yang dihasilkan berbeda. Angka peroksida

minyak hasil penjernihan sebesar 2,49 – 2,37 meq/kg, sedangkan minyak goreng

baru sebesar 1,32 meq/kg. Minyak goreng hasil penjernihan yang dihasilkan

melebihi standart yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 2 meq/kg.

Berdasarkan data penelitian di atas, membuktikan bahwa kualitas minyak

goreng bekas sudah berada di atas standar SNI. Minyak goreng bekas merupakan

minyak yang sudah tidak layak dikonsumsi lagi. Selain berwarna gelap, mutu

minyak tersebut sudah sangat rendah, apabila dikonsumsi maka akan

menimbulkan penyakit dan membahayakan bagi kesehatan tubuh.

+ -

+ -

+ -

±

Page 123: 03530006 Nila Istighfaro.ps

103

4.6 Analisis Warna Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Reprosessing

Analisis warna minyak goreng baru, bekas, dan hasil reprosessing

dilakukan dengan menggunakan color reader (CR.10) dengan parameter

pembacaan L, a*, b*. Parameter L menunjukkan tingkat kecerahan dengan skala 0

(gelap atau hitam) sampai 100 (cerah atau terang). Parmeter a* menunjukkan

tingkat warna jingga sampai merah dengan skala -100 sampai +100. Nilai negatif

menunjukkan warna biru, sedangkan nilai positif menyatakan kecenderungan

warna merah. Parameter b* menunjukkan adanya warna kuning. Hasil analisis

warna minyak goreng dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Warna minyak goreng baru, bekas dan hasil reprosessing

Warna L a* b* SNI 3741-

1995

Minyak baru

(bimoli) 47,2 6,2 25,3

Muda jernih

Minyak bekas

(bimoli) 29,2 16,8

18,7

Hasil despicing 29,1 16,3 17,1

Hasil netralisasi 38,6 10,0 29,5

Hasil interaksi

dengan karbon aktif

kelor

40,6 9,8 31,3

Hasil interaksi

dengan bentonit

teraktivasi

40,1 9,9 30,7

Hasil interaksi

dengan campuran 41,7 8,7 32,7

4.6.1 Warna Cerah (L)

Warna cerah (L) minyak goreng hasil despicing adalah 29,1, sementara

tingkat kecerahan minyak goreng bekas 29,2. Berarti dengan adanya proses

Page 124: 03530006 Nila Istighfaro.ps

104

despicing mengalami penurunan warna cerah sebesar 0,34 %. Peningkatan warna

cerah tersebut terjadi karena kotoran berupa bumbu-bumbu yang terakumulasi

dalam minyak akibat penggorengan bahan pangan atau disebut juga dengan

komponen senyawa polar (garam, gula, protein) sudah larut bersama air dan ikut

mengendap di atas permukaan air. Komponen senyawa polar tersebut larut dalam

air dikarenakan memiliki polaritas yang hampir sama dengan air. Kondisi ini

dilakukan dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu yang relatif lama

sehingga kelarutan dalam air lebih sempurna.

Pada proses bleaching, mengalami persentase peningkatan warna cerah

lebih besar yaitu 42,8 % dengan angka awal (minyak bekas) 29,2 menjadi 41,7,

nilai tersebut mendekati minyak baru yaitu 47,2 (Tabel 4.2). Signifikansi dari

meningkatnya warna cerah ini disebabkan karena warna minyak goreng bekas

teradsorpsi oleh adsorben campuran yaitu serbuk karbon aktif biji kelor dan

bentonit teraktivasi.

Hasil yang demikian diperkuat oleh Anderson dalam Pasaribu (2004) yang

menyatakan bahwa minyak sawit merupakan salah satu minyak yang sulit

dipucatkan karena mengandung pigmen karotena yang tinggi, oleh sebab itu

minyak sawit dipucatkan (bleaching) dengan adsorben, namun yang perlu

dipertimbangkan ialah faktor warna, kehilangan minyak, kualitas minyak dan

biaya pengolahan.

Page 125: 03530006 Nila Istighfaro.ps

105

4.6.2 Warna Merah (a*)

Berdasarkan tabel 4.4 warna merah (a*) minyak goreng bekas adalah 16,8

akan tetapi setelah mengalami proses despicing mengalami peningkatan warna

merah sebesar 2,98 % dengan nilai 16,3. Hal ini diduga pada proses despicing

suhu pemanasan terlalu tinggi sehingga zat warna alamiah pada minyak

mengalami oksidasi dan degradasi yang berakibat warna minyak menjadi gelap

kemerahan.

Warna gelap kemerahan ini mengalami penurunan setelah dibleaching

menggunakan adsorben campuran yaitu sebesar 8,7. Nilai tersebut mendekati

minyak baru yaitu 6,2 sehingga diperoleh persentase penurunan warna merah

sebesar 48,2 %. Fenomena tersebut terjadi disebabkan adanya pemucat dari

adsorben campuran yaitu serbuk karbon aktif biji kelor dan bentonit teraktivasi.

Adanya kombinasi pada proses bleaching, ini menyebabkan warna gelap

kemerahan terserap oleh serbuk adsorben karbon aktif biji kelor dan bentonit

teraktivasi.

4.6.3 Warna Kuning (b*)

Warna kuning (b*) minyak goreng yang diperoleh dari hasil penelitian ini

adalah 32,7, sedangkan warna minyak bekas 18,7. Berarti dengan adanya proses

despicing dan bleaching intensitas warna kuning mengalami peningkatan sebesar

42,8 %. Peningkatan ini dikarenakan hilangnya warna gelap, cokelat dan

kemerah-merahan pada saat bleaching dengan adsorben campuran. Sehingga zat

warna alamiah yang ikut terekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi

Page 126: 03530006 Nila Istighfaro.ps

106

muncul kembali. Zat warna tersebut antara lain α-karoten, β-karoten, xanthopil,

klorofil dan antosianin, zat warna itulah yang meyebabkan warna minyak

berwarna kuning, kuning kecokelatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

Warna kuning dalam minyak goreng disebabkan karoten yang larut dalam

minyak, dan dapat terjadi akibat proses absorbsi dalam minyak tak jenuh. Warna

kuning yang terdapat pada minyak hasil reprosessing tersebut merupakan warna

akibat oksidasi dan degradasi dari zat warna alamiah, sehingga sangat sulit untuk

dihilangkan, timbulnya warna ini dapat diidentifikasi bahwa telah terjadi

kerusakan pada minyak.

Untuk mencegah hal ini, pada proses pengolahan umumnya ditambahkan

zat antioksidan, sedangkan minyak kelapa sawit itu sendiri telah mengandung zat

antiokidan, namun dalam jumlah yang sedikit.

Berdasarkan hasil penelitian, warna minyak goreng bekas hasil

reprosessing sudah memenuhi SNI 3741-1995 yaitu warna muda dan jernih.

4.7 Kajian Hasil Penelitian Dalam Perspektif Islam

Hasil penelitian yang mengkaji mengenai peningkatan kualitas minyak

goreng bekas dengan metode adsorpsi menggunakan bentonit – karbon aktif biji

kelor (moringa oleifera. Lamk) dengan metode kolom ini menunjukkan bahwa

biji kelor benar-benar dapat digunakan sebagai adsorben yang mampu

mengadsorpsi pengotor minyak goreng khususnya asam lemak bebas, peroksida

dan warna. Asam lemak bebas dan peroksida dalam jumlah yang besar dapat

mempengaruhi kesehatan manusia. Pada kasus ini karbon aktif biji kelor mampu

Page 127: 03530006 Nila Istighfaro.ps

107

mengadsorpsi FFA sebesar 0,307 % dan peroksida sebesar 2,21 meq/kg. Hal ini

membuktikan kebenaran Al-Qur’an dalam surat Al-An’am ayat 95:

“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji

buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan

yang mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka

mengapa kamu masih berpaling?”

Ayat tersebut dengan jelas menyatakan bahwa tumbuh-tumbuhan keluar

(tumbuh dari benda mati). Artinya bahwa tumbuhan yang telah matipun dapat

dimanfaatkan kembali untuk sesuatu yang lebih berguna (Jauhari, 1984). Biji

kelor yang sudah tua dan kering di pohon memiliki manfaat sebagai bibit pohon

kelor namun umumnya di buang begitu saja tanpa dimanfaatkan kembali, tetapi

Allah pun tidak menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia, seperti dalam Al-

Qur’an surat Shaad ayat 27 yang berbunyi :

“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara

keduanya dengan sia-sia (tanpa hikmah)”.

Ayat tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh

Allah adalah tanpa sia-sia baik itu tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya yang

bisa dimanfaatkan oleh setiap makhluknya untuk bisa menjadi bahan renungan

bagi makhluknya khususnya manusia. Sebagaimana biji kelor yang tua dan kering

dapat dimanfaatkan lagi sebagai adsorben yang mampu mengadsorpsi pengotor

Page 128: 03530006 Nila Istighfaro.ps

108

minyak goreng khususnya asam lemak bebas, peroksida dan warna. Sehingga

kualitas minyak goreng bekas dapat ditingkatkan kembali. Minyak goreng bekas

yang awalnya mengandung asam lemak bebas 0,448 %, peroksida 4,58 meq/kg

dan berwarna hitam dapat diturunkan menjadi 0,141 % dan 4,00 meq/kg serta

kembali berwarna jernih. Sehingga minyak goreng bekas tersebut dapat

dikonsumsi kembali karena tidak mempengaruhi kesehatan manusia dan

membahayakan tubuh.

Ayat lain dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pemanfaatan segala apa

yang di ciptakan oleh Allah adalah Surat Qaaf ayat 7-8 yang berbunyi:

”Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-

gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang

indah dipandang mata (7) Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap

hamba yang kembali (mengingat Allah) (8)”.

Allah menciptakan bumi (alam) ini sebagai media kehidupan dan di ciptakan alam

ini dengan segala isi dan pernak-perniknya adalah agar semuanya bisa di jadikan

bahan renungan bagi setiap umatnya. Salah satunya adalah biji kelor yang bisa di

jadikan suatu bahan penelitian untuk menjaga dan melestarikan alam semesta,

karena salah satu tugas manusia sebagai mahkluk yang paling sempurna dengan

anugrah akal yang di berikan oleh Allah adalah berpikir. Orang-orang yang

berpikir ialah orang yang mau memperhatikan dan menyelidiki kejadian langit

dan bumi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Jaatsiyah ayat 13:

“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di

bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum

yang berfikir”.

Page 129: 03530006 Nila Istighfaro.ps

109

Manusia merupakan salah satu di antara unsur-unsur lingkungan hidup

yang mempunyai posisi sentral dan dominan, artinya manusia dengan segala

kelebihan yang dimiliki di bandingkan dengan makhluk yang lain yaitu akal.

Melalui akal tersebut manusia di beri kesempatan dan kemampuan untuk

melakukan pengamatan (observasi), memikirkan dan mengadakan penelitian serta

kajian terhadap fenomena-fenomena alam sebagai pengejawantahan kebesaran

Tuhan.

Al-Qur’an hanya memberikan dasar, prinsip dan pokok-pokok ajaran yang

dapat memberikan motivasi atau mendorong manusia untuk melakukan kegiatan

dan perbuatan yang positip (konstruktif). Bentuk, cara dan tehnik yang di gunakan

sepenuhnya di serahkan kepada manusia untuk memikirkan sesuai dengan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Minyak goreng bekas merupakan minyak yang sudah tidak layak

dikonsumsi lagi, selain berwarna gelap, memiliki bau yang tidak enak (tengik),

dan menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Kualitas minyak goreng bekas

tersebut sudah sangat rendah karena adanya kandungan senyawa peroksida dan

asam lemak bebas yang cukup tinggi. Hasil analisis angka peroksida dan asam

lemak bebas (FFA) pada minyak goreng bekas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Analisis Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak

Goreng Bekas

Analisis Angka Peroksida Asam Lemak Bebas

Hasil Penelitian 4,58 meq/kg 0,448 %

Spesifikasi SNI Maks. 2 meq/kg Maks. 0,3 %

Page 130: 03530006 Nila Istighfaro.ps

110

Data pada tabel 4.5 menunjukkan kandungan peroksida dan asam lemak

bebas sangat tinggi, sudah berada di atas standar. Hal ini menunjukkan bahwa

minyak goreng bekas sudah tidak layak dikonsumsi. Apabila masih tetap

dikonsumsi maka akan menyebabkan penyakit dan membahayakan bagi kesehatan

tubuh, sebagaimana anjuran Allah SWT kepada hambanya untuk selalu

mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak hanya halal ( حالال ) tapi juga harus

baik (طيبا).

Anjuran memakan yang halal dan baik telah dijelaskan dalam Al-Qur’an

Al-Baqarah ayat 168 yang berbunyi:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di

bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata”.

Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan, sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halal kecuali yang

beracun dan membahayakan bagi manusia. Kualitas minyak goreng bekas dapat

ditingkatkan lagi dengan menginteraksikannya dengan adsorben. Sehingga dapat

dikonsumsi kembali karena tidak membahayakan kesehatan manusia.

Hasil penelitian menggunakan adsorben karbon aktif biji kelor, bentonit

teraktivasi dan campuran karbon aktif biji kelor dengan bentonit teraktivasi ini

menunjukkan bahwa biji kelor benar-benar dapat digunakan sebagai adsorben

yang mampu mengadsorpsi pengotor minyak goreng khususnya asam lemak

Page 131: 03530006 Nila Istighfaro.ps

111

bebas, peroksida dan warna. Minyak goreng bekas tersebut kembali berwarna

jernih dan kandungan asam lemak bebas serta peroksidanya sesuai dengan batas

maksimal standart minyak goreng. Sehingga minyak goreng bekas tersebut dapat

dikonsumsi kembali karena tidak mempengaruhi kesehatan manusia dan

membahayakan tubuh.

Penggunaan metode kolom dalam penelitian ini adalah agar biji kelor

dapat di gunakan secara berulang-ulang secara lebih praktis (tidak perlu

menyaring) sehingga tidak menjadi sia-sia (mubadzir), dengan cara proses

regenerasi yang lebih sederhana yaitu pengembalian gugus pada kondisi semula

karena yang menjadi tujuan utama adalah pemanfaatan adsorben biji kelor sebaik-

baiknya tanpa mengurangi nilai dari fungsi adsorben itu sendiri.

Page 132: 03530006 Nila Istighfaro.ps

112

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Hasil penelitian angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA) pada minyak

goreng bekas berturut-turut sebesar 4,58 meq/kg dan 0,448 %, sedangkan

angka peroksida dan asam lemak bebas (FFA) minyak hasil reprocessing

berturut-turut sebesar 2,37 meq/kg dan 0,141 %. Hasil uji tersebut

menunjukkan bahwa proses pemurnian menggunakan metode kolom mampu

menurunkan angka peroksida sebesar 48 % dan asam lemak bebas sebesar 69

%. Rerata angka peroksida minyak hasil reprocessing belum memenuhi

standar umum minyak goreng sedangkan rerata asam lemak bebas minyak

hasil reprocessing sudah memenuhi standar umum minyak goreng.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang berkemampuan menyerap relatif

lebih banyak angka peroksida adalah adsorben campuran karbon aktif biji

kelor dan bentonit teraktivasi, sedangkan yang berkemampuan menyerap

relatif lebih banyak asam lemak bebas adalah adsorben karbon aktif biji kelor.

3. Warna yang diperoleh semakin cerah dibandingkan dengan minyak goreng

bekas sebelum reprosessing. Dari tiga macam adsorben yang digunakan, yaitu

karbon aktif biji kelor, bentonit teraktivasi dan campuran karbon aktif biji

kelor dengan bentonit teraktivasi, yang berkemampuan meningkatkan

kejernihan warna minyak goreng lebih banyak adalah adsorben campuran

karbon aktif biji kelor dengan bentonit teraktivasi

Page 133: 03530006 Nila Istighfaro.ps

113

5.2 Saran

1. Pada penelitian ini, proses interaksi antara adsorben dengan minyak dalam

kolom dilakukan dengan tanpa mengatur laju alir, sehingga waktu kontak

antara masing-masing adsorben dengan FFA dan peroksida juga berbeda-beda.

Sebaiknya, laju alir dibuat sama sehingga waktu kontak untuk menyerap

antara masing-masing adsorben pun juga sama.

2. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah suhu. Pada

penelitian ini hanya menggunakan suhu ruangan dan tidak dikontrol secara

kontinyu. Untuk mengkonstankan suhu, sebaiknya diberikan aliran air hangat

(yang di kontrol secara kontinyu) di luar kolom sehingga suhu waktu

penyerapan dapat teratur dan dapat mempercepat proses adsorpsi.

Page 134: 03530006 Nila Istighfaro.ps

114

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir, 2001, Tafsir Ibnu Kasir juz

7, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Afiatun, E. Wahyuni, S. dan Rachmawaty, A. 2004. Perolehan kembali Cu dari

Limbah Elektroplating dengan Menggunakan Reaktor Unggun

Terfluidisasi. jurnal INFOMATEK Volume 6 Nomor 1 Maret 2004.

http://www.unpas.ac.id/pmb/home/images/articles/infomatek/Jurnal_VI_1

-1.pdf. diakses pada tanggal 29 April 2008.

Amir, H. 2003. Karakterisasi Penyerapan Betakaroten pada Crude Palm Oil

dengan Adsorben Alternative Arang Tulang. Jurnal penelitian UNIB

Vol.IX no 1 Maret 2003. hal. 58-65. http://www.geocities.com/

ejurnal/files/lp/2003/58.pdf. diakses pada tanggal 29 April 2008.

Anonymous. 2000. Optimizing Flavor Quality and Oxidative Stability of

Commodity Vegetable Oils, http://www.ars.usda.gov/research/projects/

projects.htm?ACCN_NO=402579& showpars=true&fy=2000. html.

Diakses tanggal 9 April 2008.

________. 2001. Elektronika Larutan Metode Titrasi. http//www.elektro

indonesia.com/elektro/elek36.html. Diakses tanggal 13 Juli 2007.

________. 2005. Safety of Frying Oils and Oil Fried Products, http://www.

foodfacts.org.za/siteindex/Frying%20Oil%20-%20Safety.html. Diakses

tanggal 9 April 2008.

________. 2009a. Gallery Tanaman Obat. http://www.tanamanobat.com/

index.php /gallery-tanamanobat/ kelor. Diakses tanggal 29 Januari 2009.

________. 2009b. Lempung. http://www.id.wikipedia.org/wiki/lempung. Diakses

tanggal 28 Februari 2009.

________. 2009c. Teknologi Tepat Guna tentang Pangan_Kesehatan.

http://www.smecda.com/TEKNOLOGI TEPAT GUNA/TTG_

PANGAN_KESEHATAN/artikel/ ttg_tanaman_obat/ depkes/ buku/ 1-

196.pdf. Diakses tanggal 28 Februari 2009.

Anwar, A, 2007, Pangan dalam Pandangan Islam (Tinjauan Islam terhadap

Makanan dan Minuman), www.unpas.ic.id, diakses tanggal 1 januari 2009

AOAC, 1990, Official Methods of Analysis of the Association of Official

Analytical Chemists. Washington, D.C: AOAC inc.

Page 135: 03530006 Nila Istighfaro.ps

115

Apriani, S. 2000. Studi Pengaruh Jenis Adsorben Terhadap Komposisi dan

Kualitas Minyak Goreng Sisa Pakai. Tugas akhir tidak diterbitkan.

Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya.

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.

Bayrak, Y. 2005. Application of Langmuir Isotherm to Saturated Fatty Acid

Adsorption. Journal Microporous and Mesoporous Materials 87 (2006)

203–206. http://www.elsevier.com/locate/micromeso. diakses pada tanggal

9 April 2008.

Bernasconi, G, Gerster, H, dan Hauser H. 1995. Teknologi Kimia Bagian 2. Edisi

pertama. Terjemahan Lienda Handojo, Pradnya Paramita. Jakarta. hal:204.

Castellan, G.W. 1982. Physical Chemistry. Third Edition. General Graphic

Servies. New York

Duke, J. A. 1983. Handbook of Energy Crops. http://newcrop.hort.purdue.edu/

newcrop/duke_energy/moringa_oleifera.html. Diakses tanggal 31 Januari

2009.

Effendy. 2006. Teori VSEPR Kepolaran dan Gaya Antarmolekul Jilid 2. Malang:

Bayu Media Publishing.

Elizabeth, J. 2002. Ragam Minyak Goreng Pilih yang Mana.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/18/iptek/pili29.htm. diakses

pada tanggal 29 Januari 2009.

Fusova, L. 2009. Modification of the Structure of ca-montmorillonite Modifikace

Struktury ca-montmorillonitu. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan

Kimia 2006."Peran Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pemanfaatan

Sumber Daya Alam Berwawasan Lingkungan".

Gritter, R.J., James M. Bobbitt dan Arthur E. Schwarting, 1991, Pengantar

Kromatografi Edisi Kedua, Bandung: Penerbit ITB.

Hendartomo, T. 2007. Pemanfaatan Minyak dari Tumbuhan untuk Pembuatan

Biodiesel. http://bappeda.jogjakarta.go.id/intranet/download.php?act=

download&id=75. Diakses pada tanggal 23 maret 2007.

Imani, A.K.Q, 2005, Tafsir Nurul Quran Sebuah Tafsir Sederhana Menuju

Cahaya Al-Qur'an, Penerjemah Salman Nano, Jakarta: Penerbit Al-Huda.

Jankowska, H., Swiatkowski, A., Choma, J., 1991, Active Carbon, Horwood,

London.

114

Page 136: 03530006 Nila Istighfaro.ps

116

Jauhari, T., Alih Bahasa Drs. Mochamadiyah Ja’far, 1984, Qur’an dan Ilmu

Pengetahuan Modern, Surabaya: Penerbit Al-Ikhlas.

Jonni, M.S. Sitorus, M. dan Katharina, N. 2008. Cegah Malnutrisi dengan Kelor.

Edisi pertama. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 11-18.

Joy, B. A. N, Richard, K. dan Pierre, N. J. 2007. Adsorption of Palm Oil Carotene

and Free Fatty Acids onto Acid Activated Cameroonian Clays. Journal of

Applied Sciences 7 (17): 2462-2467,2007. http://www.ansijournals.com/

jas/2007/2462-2467.pdf. diakses pada tanggal 09 April 2008.

Juliandini, F dan Yulinah T, 2008, Uji Kemampuan Karbon Aktif dari Limbah

Kayu Dalam Sampah Kota untuk Penyisihan Fenol, Surabaya: Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Edisi pertama. Jakarta: Universitas

Indonesia. Hal: 216-234.

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan A.

Saptorahardjo. Jakarta: UI Press.

Larry, D.B., Judkins J.F., and Weant, B.L. 1992. Process Chemistry for Water

and Wastewater. Prentice Hall Inc. New Jersey

Logu, D. 2005. Moringa Exports. (Online). http://murungaexports.ebigchina.com.

Diakses tanggal 31 Januari 2009.

Mahran, J., dan Mubasyir, A.A.H., 2006, Al-Qur’an Bertutur Tentang Makanan

dan Obat-obatan (Penerjemah: Irwan Raihan), Yogyakarta: Mitra Pustaka,

Hal: 21.

Muallifah, S. 2009. Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat (TBA) dan Angka

Peroksida pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian dengan Biji Kelor

(Moringa oleifera. Lamk). Tugas Akhir tidak diterbitkan. Malang: Jurusan

Kimia. Fakultas Sains dan Teknologi. Malang: Universitas Islam Negeri

Muchtadi, T.R. 2000. Asam Lemak Omega 9 dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.

Jakarta: Media Indonesia

Murtado. 1994. Kajian Reaksi Pertukaran Ion Kalsium oleh Ion Natrium pada

Bentonit Alam (bentonit-Ca). Tugas akhir Tidak diterbitkan. Yogyakarta:

FMIPA UGM.

Page 137: 03530006 Nila Istighfaro.ps

117

Mustika, L. 2007. Sintesis dan Karakterisasi Montmorillonite K10 Zirkonia

sebagai Penyangga Katalis. Tugas akhir Tidak diterbitkan. Malang:

FMIPA Universitas Brawijaya.

Oscik, J, 1991, Adsorbtion, Edition Cooper, I.L., John Wiley and Sons, New

York.

Pasaribu, N. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Makalah Jurusan Kimia Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-nurhaida.pdf. diakses pada

tanggal 01 Mei 2008

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Edisi pertama. Jakarta: Universitas

Indonesia. Hal: 52-53.

Quthb, S., 2001, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, hal 244.

Riyanto, A. 1994. Bahan Galian Industri Bentonit. Dirjen Pertambangan Umum.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral. Hal: 1-15

Room, F.A., 2004, Studi Proses Despicing dengan Metode Steaming pada Minyak

Goreng Bekas Serta Biaya Operasionalnya, Tugas Akhir tidak diterbitkan.

Malang: Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian.

Universitas Brawijaya, hal: 8-9.

Rossi, M. M Gianazza, C. Alamprese, F. Stanga. 2002. The Role of Bleaching

Clays and Synthetic Silica in Palm Oil Physical refining. Journal Food

Chemistry 82 (2003) 291–296. Http://www.elsevier.com/locate/foodchem.

di akses pada tanggal 7 April 2008

Sabarudin, A. 1996. Aktivasi Arang Tempurung Kelapa dengan NaCl dan Gas

CO2 dalam Reaktor Fluidasi. Skripsi. Jurusan kimia. Fakultas MIPA.

Malang: Universitas Brawijaya.

Saleh, N., 2004, Studi Interaksi Antara Humin dan Logam Cu (II) Dan Cr (II)

dalam Medium Air, Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM.

Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty. Hal: 45-101.

Sembiring, M.T, dan Sinaga.T.S. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses

Pembuatan). Makalah. Sumatra Utara: Jurusan Teknik Industri. Fakultas

Teknik Universitas Sumatra Utara

Setyowati, L. 1995. Sintesis TMA-Bentonit dan Interkalasi Azobenzena ke dalam

TMA-Bentonit. Tugas akhir Tidak diterbitkan. Yogyakarta: FMIPA UGM.

Page 138: 03530006 Nila Istighfaro.ps

118

Shihab, M. Q., 2002, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an

Vol. 10, Jakarta: Penerbit Lentera Hati.

Sudarmadji, S. Bambang, H. dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Hal: 96-97

Suharto, T.E. 1997. Pemanfaatan Zeolit Alam sebagai Adsorben pada Proses

Pemucatan Minyak Sawit Kasar (CPO). Prosiding seminar Agribisnis

Kelapa Sawit. LPIU-ADB UNIB. dalam Jurnal penelitian UNIB Vol.IX no

1 Maret 2003. Hal: 58-65 tentang Karakterisasi Penyerapan Betakaroten

pada Crude Palm Oil dengan Adsorben Alternative Arang Tulang oleh

Hermansyah Amir. 2003

Sutha, N. M, Karna W, Eko S, 2008, Preparasi dan Karakterisasi Komposit

Kromium Oksida-Montmorillonit, Jurnal Kimia 2 (2), http://www.

geocities.com/ ejurnal/pdf. diakses pada tanggal 29 April 2009.

Tan, K.H. 1982. Dasar-dasar Kimia Tanah. Edisi pertama. Terjemahan Didiek

H.G. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press. Hal: 93-192.

Taufiq, M. 2007. Pemurnian Minyak Goreng Bekas (Jelantah) Menggunakan Biji

Kelor (Moringa oleifera Lamk). Tugas akhir Tidak diterbitkan. Malang:

Jurusan Kimia Fakultas SAINTEK UIN

Van, Olphen, H. 1978. Clay Colloid Chemistry for Clay Technologist, Geologist

and Soil Scientist. John Wiley and Sons. New York.

Widayat, S dan Haryani, K. 2005. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng

Bekas dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Pengurangan Bilangan

Asam. Jurnal Penelitian Teknik Kimia, Volume 17 No.01 April 2006.

Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro

Wijana, S.Arif, H dan Nur, H. 2005. Tekno Pangan: Mengolah Minyak Goreng

Bekas. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Wijaya, K. Tahir, I. Awalina, L. 2006, Preparasi dan uji kualitatif cu-ai203-

montmorillonit Sebagai bahan antibakteri staphylococcus aureus.

Laboratorium Kimia Fisika, Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam,Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hal: 95.

Yulianto, B. 2001. Sintesis Lempung Terpilar dan Uji Stabilitasnya terhadap

Pengaruh Panas. Tugas akhir Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan

Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada.

Page 139: 03530006 Nila Istighfaro.ps

119

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir

1. Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor

Dibuang kulitnya

Ditumbuk kasar dan dibungkus dengan alumunium foil

dimasukkan tanur suhu 600 oC selama 3 jam

ditumbuk dan diayak

dicuci dengan air panas

dikeringkan dengan oven pada suhu 110 oC selama 2

jam

direndam larutan NaCl 30 % selama 24 jam

dikeringkan dalam oven 110 oC selama 2 jam

dihaluskan dan disaring dengan ayakan 70 mesh.

Buah Kelor

Biji Kelor dengan kulit ari

Karbon aktif biji kelor

Serbuk arang biji kelor

Page 140: 03530006 Nila Istighfaro.ps

120

Lanjutan lampiran 1.

2. Preparasi Bentonit

Dicuci akuades dengan perendaman selama 24 jam

Didispersikan ke dalam larutan natrium klorida 1M

Diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam

Dipanaskan pada temperatur 70 C- 80 C Disaring

Dicuci dengan akuades

Dikeringkan dalam oven pada temperatur 110 C

selama 4 jam

Dihaluskan dan disaring dengan pengayak 100 mesh

Dijenuhkan dengan NaCl jenuh selama 24 jam

pengadukan.

Dipisahkan dari larutannya dengan cara disaring

Dicuci dengan akuades

Diuji dengan larutan AgNO3 hingga tidak terbentuk

endapan AgCl

Dikeringkan dalam oven pada temperatur 110C selama 4 jam

Dihaluskan dan disaring dengan pengayak 100 mesh

Serbuk lempung alam Na-bentonit

Bentonit teraktivasi

Sedimen Na-bentonit

Sedimen Na-bentonit

Page 141: 03530006 Nila Istighfaro.ps

121

Lanjutan lampiran 1.

2. Pemurnian Minyak Goreng Bekas

Proses Penghilangan Bumbu (Despicing)

Dimasukkan gelas beaker 500 mL

Ditambahkan air dengan komposisi minyak : air (1:1)

Dipanaskan sampai volume air tinggal setengahnya

Diendapkan dalam corong pisah selama 1 jam

Diambil fraksi minyaknya pada bagian atas

Disaring dengan kain kasa

3.2 Proses Netralisasi

- Dimasukkan gelas beaker 500 mL

- Dipanaskan sampai suhu 35 0C

- Ditambahkan 18 ml larutan NaOH 16 %

- Diaduk-aduk selama10 menit pada suhu 40 0C

- Didinginkan selama 10 menit

- Disaring

3.3 Adsorpsi minyak goreng bekas menggunakan karbon aktif biji kelor,

bentonit

3.3.1 Adsorpsi menggunakan karbon aktif biji kelor

Dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi glass

wool

Dialirkan minyak goreng hasil netralisasi 50 ml

2 gram serbuk karbon aktif biji kelor

Minyak goreng jernih

250 g Minyak goreng bekas

Minyak bebas bumbu

Analisis asam lemak bebas

Angka peroksida

Analisis warna

Analisis asam lemak bebas

Angka peroksida

Analisis warna

450 g Minyak Hasil Despicing

Minyak Hasil Netralisasi

Analisa Peroksida dan FFA dengan kontrol minyak

goreng baru

Analisa Peroksida dan FFA

dengan kontrol minyak

goreng baru

Page 142: 03530006 Nila Istighfaro.ps

122

Lanjutan lampiran 1.

3.3.2 Adsorpsi menggunakan Bentonit

Dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi glass

wool

Dialirkan minyak goreng hasil netralisasi 50 ml

3.3.3 Adsorpsi menggunakan campuran karbon aktif biji kelor dan

Bentonit

Dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi glass

wool pada ujung kolom

Dimasukkan glass wool diatas karbon aktif biji kelor

Ditambahkan 1 gram bentonit teraktivasi

Dimasukkan glass wool pada kolom menutupi lapisan

bentonit

Dialirkan minyak goreng hasil netralisasi 50 ml

Minyak goreng jernih

2 gram serbuk bentonit teraktivasi

Minyak goreng jernih

1 gram serbuk karbon aktif biji kelor

Page 143: 03530006 Nila Istighfaro.ps

123

Lanjutan lampiran 1.

4. Analisa Minyak goreng

4.1 Analisis warna

Dimasukkan ke dalam kuvet

Color reader dihidupkan

Ditentukan harga L*, a*, b* yang menyatakan tingkat

warna gelap sampai terang

Diukur warna minyak goreng dengan color reader

Keterangan:

L* : warna cerah (0-100)

a* : warna jingga sampai merah (-100 sampai +100)

b* : warna kuning

4.2 Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)

Dimasukkan ke dalam 250 mL erlenmeyer tertutup

Ditambahkan 25 mL etanol 96 %

Dipanaskan pada suhu 40 oC

Ditambahkan 2 mL indikator pp

Dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 M (sampai muncul

warna merah jambu dan tidak hilang selama 30 detik)

Dihitung kadar asam lemak bebas (FFA)

Hasil

14 gram Minyak hasil uji adsorpsi

200 gram Minyak hasil uji adsorpsi

Minyak goreng dengan warna sekian

Page 144: 03530006 Nila Istighfaro.ps

124

Lanjutan lampiran 1.

4.3 Penentuan Angka Peroksida

Dimasukkan ke dalam 250 mL erlenmeyer tertutup

Ditambahkan 30 mL larutan asam asetat-kloroform (3 :

2)

Dikocok sampai larut semua dalam keadan tertutup

Ditambahkan 0,5 mL larutan jenuh KI

Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang dengan

tertutup

Ditambahkan 30 mL akuades

Dititrasi dengan 0,01 N Na2SO3 (sampai warna kuning

hampir hilang)

Ditambahkan 0,5 mL larutan pati 1 %

Dititrasi kembali (sampai warna biru mulai hilang)

Dihitung angka peroksida

5 g Minyak hasil uji adsorpsi

Hasil

Page 145: 03530006 Nila Istighfaro.ps

125

Lampiran 2. Pembuatan Reagen Kimia

1. Larutan NaCl 30 %

Kristal garam ditimbang 30 gram, dilarutkan dengan akuades 100 ml, diaduk-

aduk sampai larut sempurna, kemudian disaring.

2. Larutan NaCl 1 M

Kristal garam ditimbang 5,8 gram, dilarutkan dengan akuades 100 ml.

mol NaCl = 0,1 L x 1 M

= 0,1 mol

gram NaCl = mol x Mr NaCl

= 0,1 mol x 58 g/mol

= 5,8 gram

3. Larutan NaCl jenuh

Dilarutkan sebanyak n gram kristal NaCl ke dalam n ml aquades sampai

terlihat NaCl tidak bisa larut.

4. Larutan NaOH 16 %

Padatan NaOH ditimbang 16 gram, dilarutkan dengan akuades 100 gram,

kemudian diaduk-aduk sampai larut sempurna.

5. Larutan NaOH 0,1 M

Dilarutkan 0,4 gram NaOH ke dalam aquades sebanyak 100 ml.

Mol NaOH = 100 ml x 0,1 M

= 0,01 mol

Gram NaOH = Mol x Mr NaOH

= 0,01 mol x 40 g/mol

= 0,4 gram

Page 146: 03530006 Nila Istighfaro.ps

126

Lanjutan lampiran 2.

6. Larutan NaOH 0,05 M

Larutan 0.1 NaOH

dipipet 50 mL, dipindahkan ke labu ukur 100 mL,

kemudian diencerkan dengan akuades mendidih sampai tanda batas.

7. Asam asetat-kloroform (3:2)

Dicampurkan 600 ml asam asetat ke dalam kloroform 400 ml dalam beaker

gelas kemudian diaduk dengan magnetik stirer selama 10 menit.

8. Larutan KI jenuh

Dilarutkan KI berlebih dalam aquades mendidih, sampai terlihat KI tidak bisa

larut. Larutan harus disimpan ditempat yang gelap dan tertutup. Reagen ini

setiap hari harus dicek kelayakan pakainya dengan cara: disiapkan 30 mL

campuran asam asetat:kloroform (3:2), ditambahkan 0.5 KI jenuh,

ditambahkan 2 tetes larutan amilum 1 %, Jika larutan berubah menjadi biru

dan membutuhkan lebih dari 1 tetes larutan 0.1 N Na2S2O3 untuk

menghilangkan warna tersebut, maka reagen KI ini tidak boleh digunakan

kembali dan harus dibuat reagen KI yang baru. Untuk membuat larutan KI

jenuh 25 ml dibutuhkan serbuk KI sebanyak 133 gram.

9. Larutan pati 1 %

1 g pati dicampur dengan sedikit akuades yang sudah mendidih sambil diaduk,

dipindahkan ke labu ukur 100 ml kemudian ditambahkan akuades yang sudah

mendidih samapai tanda batas.

Page 147: 03530006 Nila Istighfaro.ps

127

Lanjutan lampiran 2.

10. Natrium tiosulfat 0,1 N

25 g Na2S2O3.5H2O dimasukkan kedalam 1 liter aquades, didihkan selama 5

menit, kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 1 liter sampai tanda batas,

selanjutnya dipindahkan kedalam botol yang telah dibilas dengan larutan asam

dikromat panas dan dicuci dengan air panas. Simpan reagen dalam tempat

gelap dan dingin, jika terdapat kelebihan larutan sebaiknya tidak dikembalikan

dalam larutan stok. Jika dibutuhkan kosentrasi larutan lebih kecil dari 0.1 N,

maka bisa diperoleh dengan mengencerkan dari 0.1 N menggunakan aquades

mendidih (larutan encer lebih tidak stabil, karena itu disarankan hanya selalu

digunakan larutan segar) (siapkan jika dibutuhkan).

11. Larutan 0,01 M Na2S2O3

Larutan 0,1 Na2S2O3 dipipet 10 mL, dipindahkan ke labu ukur 100 mL,

kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.

Page 148: 03530006 Nila Istighfaro.ps

128

Lampiran 3. Data Hasil Penelitian

1. Analisis Minyak goreng baru

Asam Lemak bebas

Ulangan Berat (gram) Volume NaOH

FFA (%) Awal Akhir Total

1 14.0285 14.5 14.95 0.45 0.041

2 14.0576 14.95 15.30 0.35 0.032

Rerata 0.037

100

1000% x

xgsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA

1. %041,010010000285,14

25605,045,0% x

x

xxFFA

2. %032,010010000576,14

25605,035,0% x

x

xxFFA

%037,02

032,0041,0Re

rata

Angka peroksida

Ulangan Berat (gram) Volume Na2S2O3 (mL) Angka peroksida

(meq/kg) Awal Akhir Total

1 5.0516 3.50 4.25 0.75 1.485

2 5.0889 4.25 4.85 0.60 1.179

3 5,0759 4,85 5,50 0,65 1,281

Rerata 1.315

)(

1000322

gramsampelberat

xThioNxOSNamLPeroksidaAngka

1. kgmeqxx

PeroksidaAngka /485,10516,5

100001,075,0

2. kgmeqxx

PeroksidaAngka /179,10889,5

100001,060,0

3. kgmeqxx

PeroksidaAngka /281,10759,5

100001,065,0

kgmeqrata /315,13

281,1179,1485,1Re

Page 149: 03530006 Nila Istighfaro.ps

129

Lanjutan lampiran 3.

2. Analisis Minyak goreng bekas

Asam Lemak bebas

Ulangan Berat (gram) Volume NaOH

FFA (%) Awal Akhir Total

1 14.0764 0.00 4.60 4.60 0.418

2 14.0658 4.60 9.65 5.05 0.459

3 14.1029 15.30 19.65 4.35 0.395

4 14.1808 0.00 5.75 5.75 0.519

Rerata 0.448

100

1000% x

xgsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA

1. %418,010010000764,14

25605,060,4% x

x

xxFFA

2. %459,010010000658,14

25605,005,5% x

x

xxFFA

3. %395,010010001029,14

25605,035,4% x

x

xxFFA

4. %519,010010001808,14

25605,075,5% x

x

xxFFA

%448,04

519,0395,0459,0418,0Re

rata

Angka peroksida

Ulangan Berat

(gram)

Volume Na2S2O3 (mL) Angka peroksida

(meq/kg) Awal Akhir Total

1 5.0258 5,30 6,25 0,95 1,890

2 5.0343 6,25 8,25 2,00 3,973

3 5.0862 18,55 22,55 4,00 7,864

Rerata 4,576

)(

1000322

gramsampelberat

xThioNxOSNamLPeroksidaAngka

1. kgmeqxx

PeroksidaAngka /890,10258,5

100001,095,0

2. kgmeqxx

PeroksidaAngka /973,30343,5

100001,000,2

Page 150: 03530006 Nila Istighfaro.ps

130

Lanjutan lampiran 3.

3. kgmeqxx

PeroksidaAngka /864,70862,5

100001,000,4

kgmeqrata /576,43

864,7973,3890,1Re

3. Analisis Minyak goreng hasil despicing

Asam Lemak bebas

Ulangan Berat (gram) Volume NaOH

FFA (%) Awal Akhir Total

1 14.2184 9.65 12.15 2.50 0.225

2 14.1741 12.15 14.5 2.35 0.212

3 14.3104 19.65 22.05 2.40 0.214

4 14.0567 5.75 7.85 2.10 0.191

Rerata 0.211

100

1000% x

xgsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA

1. %225,010010002184,14

25605,050,2% x

x

xxFFA

2. %212,010010001741,14

25605,035,2% x

x

xxFFA

3. %214,010010003104,14

25605,040,2% x

x

xxFFA

4. %191,010010000567,14

25605,010,2% x

x

xxFFA

%211,04

191,0214,0212,0225,0Re

rata

Angka peroksida

Ulangan Berat

(gram)

Volume Na2S2O3 (mL) Angka peroksida

(meq/kg) Awal Akhir Total

1 5.0810 8,25 10,40 2,15 4,231

2 5.0535 10,40 12,55 2,15 4,254

3 5,0010 22,55 24,30 1,75 3,499

Rerata 3,995

Page 151: 03530006 Nila Istighfaro.ps

131

Lanjutan lampiran 3.

)(

1000322

gramsampelberat

xThioNxOSNamLPeroksidaAngka

1. kgmeqxx

PeroksidaAngka /231,40810,5

100001,015,2

2. kgmeqxx

PeroksidaAngka /254,40535,5

100001,015,2

3. . kgmeqxx

PeroksidaAngka /499,30010,5

100001,075,1

kgmeqrata /995,33

499,3254,4231,4Re

4. Analisis Minyak goreng hasil netralisasi

Asam Lemak bebas

Ulangan Berat (gram) Volume NaOH

FFA (%) Awal Akhir Total

1 14.0656 7.85 9.60 1.75 0.159

2 14.0578 9.60 11.10 1.50 0.137

Rerata 0.148

100

1000% x

xgsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA

1. %159,010010000656,14

25605,075,1% x

x

xxFFA

2. %137,010010000578,14

25605,050,1% x

x

xxFFA

%148,02

137,0159,0Re

rata

Angka peroksida

Ulangan Berat

(gram)

Volume Na2S2O3 (mL) Angka peroksida

(meq/kg) Awal Akhir Total

1 5.0285 12,55 14,65 2.10 4,176

2 5.0371 14,65 16,55 1,90 3,772

3 5,0701 16,55 18,55 2,00 3,945

Rerata 3,964

)(

1000322

gramsampelberat

xThioNxOSNamLPeroksidaAngka

Page 152: 03530006 Nila Istighfaro.ps

132

Lanjutan lampiran 3.

1. kgmeqxx

PeroksidaAngka /176,40285,5

100001,010,2

2. kgmeqxx

PeroksidaAngka /772,30371,5

100001,090,1

3. kgmeqxx

PeroksidaAngka /945,30701,5

100001,000,2

kgmeqrata /964,33

945,3772,3176,4Re

5. Analisis Minyak goreng hasil interaksi dengan karbon aktif biji kelor

Asam Lemak bebas

Ulangan Berat (gram) Volume NaOH

FFA (%) Awal Akhir Total

1 13.9186 11.10 12.60 1.50 0.138

2 13.9210 12.60 14.15 1.55 0.143

Rerata 0.141

100

1000% x

xgsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA

1. %138,010010009186,13

25605,050,1% x

x

xxFFA

2. %143,010010009210,13

25605,055,1% x

x

xxFFA

%141,02

143,0138,0Re

rata

Angka peroksida

Ulangan Berat

(gram)

Volume Na2S2O3 (mL) Angka peroksida

(meq/kg) Awal Akhir Total

1 5.0163 5,50 7,00 1,50 2.990

2 5.0265 7,00 8,00 1.00 1.989

Rerata 2.490

Page 153: 03530006 Nila Istighfaro.ps

133

Lanjutan lampiran 3.

)(

1000322

gramsampelberat

xThioNxOSNamLPeroksidaAngka

1. kgmeqxx

PeroksidaAngka /990,20163,5

100001,050,1

2. kgmeqxx

PeroksidaAngka /989,10265,5

100001,000,1

kgmeqrata /490,22

989,1990,2Re

6. Analisis Minyak goreng hasil interaksi dengan bentonit teraktivasi

Asam Lemak bebas

Ulangan Berat (gram) Volume NaOH

FFA (%) Awal Akhir Total

1 14.0532 12,70 14,30 1.60 0.142

2 14.0378 14,30 15,95 1.65 0.147

Rerata 0.145

100

1000% x

xgsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA

1. %142,010010000532,14

25605,060,1% x

x

xxFFA

2. %147,010010000378,14

25605,065,1% x

x

xxFFA

%145,02

147,0142,0Re

rata

Angka peroksida

Ulangan Berat

(gram)

Volume Na2S2O3 (mL) Angka peroksida

(meq/kg) Awal Akhir Total

1 5.0342 8,00 9,10 1,10 2,185

2 5.0275 9,10 10,40 1,30 2,586

Rerata 2,385

)(

1000322

gramsampelberat

xThioNxOSNamLPeroksidaAngka

Page 154: 03530006 Nila Istighfaro.ps

134

Lanjutan lampiran 3.

1. kgmeqxx

PeroksidaAngka /185,20342,5

100001,010,1

2. kgmeqxx

PeroksidaAngka /586,20275,5

100001,030,1

kgmeqrata /385,22

586,2185,2Re

7. Analisis Minyak goreng hasil interaksi dengan campuran karbon aktif

biji kelor dan bentonit teraktivasi

Asam Lemak bebas

Ulangan Berat

(gram)

Volume NaOH FFA (%)

Awal Akhir Total

1 14.0781 9,50 11,15 1.65 0.147

2 14.0560 11,15 12,70 1.55 0.138

Rerata 0.142

100

1000% x

xgsampelberat

BMxNaOHMxNaOHmlFFA

1. %136,010010000893,14

25605,050,1% x

x

xxFFA

2. %172,010010001045,14

25605,090,1% x

x

xxFFA

%154,02

172,0136,0Re

rata

Angka peroksida

Ulangan Berat

(gram)

Volume Na2S2O3 (mL) Angka peroksida

(meq/kg) Awal Akhir Total

1 5.0432 10,40 11,65 1,25 2,479

2 5.0810 11,65 12,80 1,15 2,263

Rerata 2,371

Page 155: 03530006 Nila Istighfaro.ps

135

Lanjutan lampiran 3.

)(

1000322

gramsampelberat

xThioNxOSNamLPeroksidaAngka

1. kgmeqxx

PeroksidaAngka /479,20810,5

100001,025,1

2. kgmeqxx

PeroksidaAngka /263,20810,5

100001,015,1

kgmeqrata /371,22

263,2479,2Re

Page 156: 03530006 Nila Istighfaro.ps

136

Minyak goreng bekas

Glass wool

Adsorben

Filtrat

Lampiran 4. Skema alat

Gambar 1.1 Skema Alat Uji Adsorpsi

Page 157: 03530006 Nila Istighfaro.ps

137

Lampiran 5. Gambar Proses Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor

Biji kelor sebelum

dibersihkan

Biji kelor yang

sudah dibersihkan

Biji kelor dibungkus

aluminium foil dan

ditanur suhu 600 C

Biji kelor setelah

ditanur berbentuk

karbon

Karbon biji kelor

ditumbuk dengan

mortar

Serbuk karbon biji

kelor diayak dengan

ukuran 100 mesh

Serbuk biji kelor

direndam larutan

NaCl 24 jam dan

disaring, kemudian

dicuci dengan air

dan disaring

Serbuk biji kelor

setelah disaring

dioven

Biji kelor setelah

ditanur

Dicuci dengan air

panas dan disaring,

kemudian dioven

Page 158: 03530006 Nila Istighfaro.ps

138

Lampiran 6. Gambar Proses Despicing (Penghilangan bumbu)

Minyak goreng

bekas dan air

dipanaskan

dipisahkan air dan minyak Hasil despicing

Page 159: 03530006 Nila Istighfaro.ps

139

Proses Bleaching

Lampiran 7. Gambar Proses Netralisasi dan Bleaching

P

Minyak hasil

despicing

Minyak dipanaskan

dan ditambah larutan

NaOH

Minyak hasil

netralisasi

Minyak hasil bleaching

Page 160: 03530006 Nila Istighfaro.ps

140

Lampiran 8. Gambar Minyak Goreng Sebelum dan Sesudah Processing

Minyak

goreng bekas

Minyak hasil

despicing

Minyak hasil

netralisasi

Minyak hasil

bleaching

Tanur

Color reader