03012001 revisi proposal

Upload: anonymous-yn5f4o

Post on 08-Mar-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ANEMIA MATERNAL DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH PADA IBU BERUSIA 20-35 TAHUN

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMencapai Derajat Sarjana Kedokteran

ANAK AGUNG PUTU SANDRA PERTIWI030.12.001

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA, 21 AGUSTUS 2015

Bidang Ilmu: Klinik

PROPOSAL SKRIPSIJUDULHUBUNGAN ANEMIA MATERNAL DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH PADA IBU BERUSIA 20-35 TAHUN

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMencapai Derajat Sarjana Kedokteran

ANAK AGUNG PUTU SANDRA PERTIWI030.12.001PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA, 21 AGUSTUS 2015ix

PERSETUJUANProposal Skripsi/ Skripsi

Judul:HUBUNGAN ANEMIA MATERNAL DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH PADA IBU BERUSIA 20-35 TAHUN

ANAK AGUNG PUTU SANDRA PERTIWI030.12.001

Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Penguji Proporsal Skripsi/ Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Pada Hari Jumat, Tanggal 21 Agustus 2015

Pembimbing

dr Jane Florida K., M. Biomed

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:Nama: ANAK AGUNG PUTU SANDRA PERTIWINIM: 030.12.001Program Studi: Pendidikan Dokter UmumAlamat Korespondensi: Jl. Tomang Utara no. 8, Jakarta Barat.Telepon / mobile: 085737222372E-mail: [email protected] skripsi: Hubungan Anemia Maternal Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Pada Ibu Berusia 20 35 TahunDengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah benar-benar merupakan hasil karya ilmiah saya sendiri. Skripsi ini belum pernah diajukan sebagai suatu karya ilmiah untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan SK Permendiknas No.17 tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di perguruan tinggi.Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, agar dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.Jakarta, 21 Agustus 2015

ANAK AGUNG PUTU SANDRA PERTIWI030.12.001

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULiHALAMAN PERSETUJUANiiHALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIANiiiDAFTAR ISIivDAFTAR TABELviDAFTAR GAMBARviiDAFTAR ARTI SINGKATANviiiBAB I PENDAHULUAN11.1 Latar belakang11.2 Rumusan masalah31.3 Tujuan penelitian41.3.1 Tujuan umum41.3.2 Tujuan khusus41.4 Hipotesis41.5 Manfaat5BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI62.1 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)62.1.1 Definisi62.1.2 Klasifikasi BBLR62.1.3 Etiologi dan faktor risiko BBLR72.1.4 Karakteristik BBLR92.1.5 Penatalaksanaan BBLR102.1.6 Pengaruh Anemia Maternal Terhadap Ibu dan Janin.102.1.7 Pengaruh paritas terhadap BBLR...142.1.8 Pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap BBLR.152.1.9 Pengaruh pekerjaan ibu terhadap BBLR162.2 Anemia172.2.1 Definisi172.2.2 Klasifikasi anemia pada kehamilan berdasarkan etiologi192.2.3 Klasifikasi derajat anemia pada kehamilan232.2.4 Pemeriksaan fisik, tanda, dan gejala anemia.232.2.5 Pemeriksaan laboratorium dan mikroskopis.242.2.6 Pencegahan dan terapi pada anemia kehamilan.262.3 Ringkasan pustaka282.4 Kerangka teori31BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL323.1 Kerangka konsep323.2 Definisi operasional33BAB IV METODE PENELITIAN364.1 Desain penelitian364.2 Lokasi dan waktu penelitian364.2.1 Lokasi penelitian364.2.2 Waktu penelitian364.3 Populasi dan sampel penelitian364.3.1 Populasi target364.3.2 Populasi terjangkau364.4 Besar sampel364.4.1 Rumus infinit374.4.2 Populasi infinit374.4.3 Kriteria drop out.384.5 Pemilihan sampel384.5.1 Kriteria inklusi384.5.2 Kriteria eksklusi394.6 Bahan dan instrumen penelitian394.7 Analisis data394.7.1 Analisis univariat394.7.2 Analisis bivariat394.8 Alur kerja penelitian404.9 Etika penelitian404.10 Penjadwalan penelitian41DAFTAR PUSTAKA43LAMPIRAN...49

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Tahapan anemia defisiensi besi14Tabel 2.2Acuan nilai normal komponen sel darah merah untuk skrining dan diagnostik spesifik anemia17Tabel 2.3Variasi morfologi eritrosit pada pengidap anemia18Tabel 2.4Ringkasan Pustaka28Tabel 3.1Definisi operasional...33Tabel 4.1Jadwal penelitian....41

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Kerangka teori penelitian...31

DAFTAR ARTI SINGKATAN

AKB: Angka Kematian BayiANC: Antenatal careAPGAR: Appearance, Pulse, Grimace, Activity, RespirationASI:Air Susu IbuBBLR: Bayi Berat Lahir RendahCDC: The Centers For Disease Control and PreventionCMV: Cytomegalovirus G6PD: Glucose-6 phospate dehydrogenaseHb: HemoglobinHIV/AIDS: Human Immunodeficiency virus / Acquired Immune Deficiency SyndromeHt: HematokritISK: Infeksi Saluran KemihIUGR: Intrauterine Growth RestrictionKemenkes: Kementrian Kesehatan Republik IndonesiaKPD: Ketuban Pecah DiniMCHC: Mean Corpuscular Hemoglobin ConcentrationMCV: Mean Corpuscular VolumeNICU: Neonatal Intensive Care UnitPW/BW: Placental Weight/Birth Weight (ratio)RDW: Red cell Distribution WidthRiskesdas: Riset kesehatan dasarTIBC: Total Iron Binding CapacityTORCH: Toxoplasmosis; Other [syphilis, varicella zoster, parvovirus B19]; Rubella; Cytomegalovirus; and HerpesWHO: World Health Organization

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram pada saat kelahiran tanpa memandang masa kehamilan.(1,2) Menurut WHO tahun 2010, prevalensi BBLR diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia. Kejadian BBLR ditemukan paling banyak di negara berkembang dengan risiko kematian 40 kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir lebih dari 2.500 gram.(3) Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan kejadian BBLR di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 10,2%, dengan prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Tengah (18,2%) dan yang terendah di Sumatera Utara (7,5%).(4) Sedangkan untuk DKI Jakarta, prevalensi BBLR dilaporkan mengalami kenaikan dari 9,1% pada tahun 2010 menjadi 9,32% pada tahun 2013.(4, 5)Berat bayi saat lahir merupakan determinan yang penting terhadap kecukupan nutrisi dan kelangsungan hidup bayi dalam masa pertumbuhannya. Bayi dengan BBLR memiliki kemungkinan lebih besar mengalami disabilitas, pertumbuhan terhambat, kerusakan otak, gangguan fungsi kognitif, dan peningkatan risiko penyakit kronis pada sistem kardiovaskuler dan metabolik.(6) Upaya menekan angka kejadian BBLR penting dalam tahun pertama kehidupan sebab BBLR merupakan faktor utama yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas bayi.(7) BBLR perlu mendapat perhatian serius karena berkontribusi terhadap kematian neonatus yang merupakan salah satu indikator penentu derajat kesehatan suatu bangsa. Upaya pencegahan BBLR juga merupakan salah satu sumbangan penting dalam menyukseskan Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh WHO.(8)Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR antara lain adalah usia ibu pada saat melahirkan, interval kelahiran, antenatal care yang tidak adekuat, paritas tinggi, riwayat abortus, riwayat melahirkan BBLR, dan gizi maternal yang buruk.(7) Salah satu kondisi yang berkaitan dengan kurangnya asupan nutrisi pada kehamilan adalah anemia. Anemia merupakan suatu kondisi ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh.(1) Sejumlah studi mengungkapkan bahwa defisiensi besi merupakan salah satu penyebab tersering anemia maternal di dunia.(7,9) Sementara menurut Riskesdas 2013, anemia maternal pada umumnya terjadi karena peningkatan volume plasma yang berakibat pengenceran Hb tanpa perubahan bentuk sel darah merah. Peningkatan volume plasma ini bertujuan sebagai kompensasi agar sirkulasi oksigen dan nutrisi uteroplasenta berjalan baik. Data Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa ibu hamil sangat rentan terhadap anemia, terutama sebagai akibat dari hemodilusi.(4)Menurut WHO dan Kemenkes, titik potong anemia pada ibu hamil yakni apabila kadar Hb di bawah 11 gr%.(4) Sebagian besar wanita mengalami anemia pada masa kehamilannya, dengan kasus terbanyak ditemukan di negara berkembang (35-75%), walaupun masih juga ditemukan di negara maju (18%).(9) Di Indonesia sendiri, prevalensi ibu hamil yang mengalami anemia mencapai 37,1%, dengan proporsi hampir sama di perkotaan (36,4%) dan pedesaan (37,8%).(4)Joshi H S, et al. mengungkapkan bahwa konsentrasi hemoglobin maternal merupakan indikator langsung dari gizi keseluruhan ibu. Kadar Hb ibu yang rendah dapat menunjukkan kondisi kurang gizi di mana janin yang dikandung kemungkinan mengalami efek buruk dari malnutrisi seperti asfiksia, hipotermia, polisitemia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan trombositemia.(7,10) Menurut beberapa penelitian, anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan insufisiensi plasenta, di mana bayi yang lahir cenderung mengalami Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).(11-16) Penelitian yang menunjukkan hubungan antara faktor risiko pada ibu hamil dengan kejadian BBLR telah dilakukan di banyak negara. Faktor risiko tersebut meliputi status gizi, usia, paritas, penyakit penyerta, dan lain sebagainya. Beberapa di antaranya fokus mempelajari hubungan antara anemia maternal dengan kejadian BBLR.(9,11-18) Menurut studi yang dilakukan oleh Levy et al., anemia selama kehamilan merupakan faktor risiko independen terhadap kejadian BBLR dan kelahiran prematur. Terdapat hubungan yang signifikan antara anemia dan BBLR setelah jenis kelamin bayi, etnis, usia gestasi, cara kelahiran, kelainan plasenta, dan presentasi non vertex disesuaikan dengan model regresi logis multivariabel.(17) Sekhavat et al. juga menyebutkan adanya hubungan yang signifikan antara anemia maternal dengan BBLR, kemudian Hb > 13 g/dl juga dikatakan berhubungan dengan peningkatan kejadian BBLR.(9) Sementara itu, Pitchaiprasert et al. menunjukkan ketiadaan hubungan antara anemia maternal dengan BBLR maupun asfiksia yang diteliti.(18) Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan anemia maternal pada ibu berusia 20-35 tahun dengan kejadian BBLR di RSUD Budhi Asih pada bulan Januari sampai Desember 2014. Usia ibu 20-35 tahun ditentukan dari usia yang paling aman untuk hamil dan melahirkan menurut Depkes (2008)(19). Sementara pemilihan lokasi penelitian di RSUD Budhi Asih berkaitan dengan status sosiodemografi pasien yang kebanyakan berasal dari kaum menengah ke bawah. Status sosiodemografi yang rendah merupakan faktor risiko penting dari kejadian BBLR.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Budhi Asih?

1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umumUntuk menurunkan kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Budhi Asih dengan menentukan adanya hubungan antara anemia maternal dengan kejadian bayi berat lahir rendah pada ibu berusia 20-35 tahun.

1.3.2 Tujuan khusus1. Untuk mengetahui angka kejadian anemia pada ibu hamil di RSUD Budhi Asih. 2. Untuk mengetahui angka kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Budhi Asih.3. Untuk menentukan adanya hubungan antara anemia maternal dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Budhi Asih.4. Untuk menentukan adanya hubungan antara paritas dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Budhi Asih.5. Untuk menentukan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Budhi Asih.6. Untuk menentukan adanya hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Budhi Asih.

1.4 HipotesisTerdapat hubungan antara anemia maternal dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSUD Budhi Asih.

1.5 Manfaat1.5.1 Untuk Ilmu PengetahuanMelalui penelitian ini dapat diketahui adanya hubungan antara anemia pada ibu hamil dengan kejadian bayi berat lahir rendah.1.5.2 Untuk Rumah SakitHasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak rumah sakit agar memberikan konseling kepada ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan sebagai bagian dari antenatal care, yang mana dapat menjadi alat deteksi dini kehamilan berisiko tinggi dalam rangka mencegah BBLR.1.5.3 Untuk PenelitiMelalui penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan menambah pengalaman dalam melakukan penelitian yang berbasis data sekunder.1.5.4 Untuk ProfesiDiharapkan hasil penelitian yang berbasis potong lintang dengan data sekunder ini dapat memberikan masukan tentang kejadian bayi berat lahir rendah dan anemia pada ibu hamil yang terjadi di RSUD Budhi Asih, sehingga dapat mendorong dokter praktik untuk terus menjalankan upaya promotif dan preventif sebagai lini pertama dalam rangka menyukseskan program berbasis kesehatan masyarakat.

BAB IITINJAUAN, RINGKASAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Bayi Berat Lahir Rendah

2.1.1 DefinisiMenurut Riskesdas tahun 2013, bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram.(4)Sedangkan menurut Muchemi et al. (2015), BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.(20)

2.1.2 Klasifikasi BBLR2.1.2.1 Menurut Masa Gestasi2.1.2.1.1 Prematuritas murni yaitu bayi yang masa gestasinya < 37 minggu tetapi berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut dengan neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan. Sekitar 40% kelahiran prematur terjadi secara spontan, 25% akibat ketuban pecah dini, dan 35% menunjukkan indikasi klinis. Penyebabnya antara lain etnis ibu, riwayat melahirkan prematur, jarak kehamilan pendek, indeks massa tubuh ibu rendah, ibu merokok, kehamilan ganda, termasuk kondisi medis ibu seperti depresi, inkompetensi serviks, penyakit tiroid, asma, diabetes, dan hipertensi. 2.1.2.1.2 Dismaturitas atau Intrauterine Growth Restriction (IUGR) menunjukkan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari presentil ke-10 untuk masa gestasi. Insufisiensi plasenta adalah penyebab paling umum dari IUGR. Pada insufisiensi plasenta, struktur vaskular uteroplasenta tidak adekuat, sehingga mengakibatkan hipoksia, hipoglikemia, dan hambatan pertumbuhan janin. Di negara berkembang, infusiensi plasenta pada IUGR lebih banyak disebabkan oleh karena malnutrisi.(21)

2.1.2.2 Menurut Harapan Hidupa. Bayi berat lahir rendah (< 2500 gram).b. Bayi berat lahir sangat rendah (< 1500 gram).c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (< 1000 gram).(22)

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko BBLR2.1.3.1 Faktor IbuApabila ibu melahirkan pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun dengan jarak kelahiran terlalu dekat, atau mempunyai riwayat melahirkan BBLR sebelumnya. Usia < 20 tahun digolongkan dalam kehamilan berisiko 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang hamil di usia ideal 20-35 tahun. Kondisi psikologis remaja < 20 tahun belum siap menerima kehamilan, di samping adanya risiko kelemahan kontraksi rahim dan indeks massa tubuh yang belum mencukupi. Kehamilan di atas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan karena terdapat risiko penyakit penyerta seperti hipertensi, keganasan, dan penyakit degeneratif. Risiko lain juga bisa muncul dari jarak kelahiran yang terlalu dekat. Jarak yang ideal adalah minimal 2 tahun untuk memberikan waktu bagi ibu memulihkan fungsi organnya pasca melahirkan sebelumnya. Paritas juga berpengaruh terhadap kesiapan uterus menerima kehamilan. Paritas dibagi menjadi primipara, multipara, dan grandemultipara. Primipara terkait dengan kehamilan yang rentan. Sebaliknya, paritas yang tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah uterus sehingga dapat mempengaruhi sirkulasi uteroplasenta untuk kehamilan berikutnya. Di samping itu, BBLR juga dapat didahului oleh komplikasi kehamilan seperti perdarahan, anemia defisiensi, Infeksi Saluran Kemih (ISK), penyakit jantung, malaria, Hepatitis B, Toxoplasmosis; Other [syphilis, varicella zoster, parvovirus B19]; Rubella; Cytomegalovirus; and Herpes (TORCH), Human Immunodeficiency virus / Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), Sexual Transmitted Disease (STD), dan sebagainya.(10,22-24)2.1.3.2 Faktor JaninPenyebab kelahiran BBLR dari janin sendiri, antara lain pada kehamilan kembar, kelainan kromosom (genetik), gawat janin, dan infeksi seperti Cytomegalovirus (CMV) dan rubella.(22) 2.1.3.3 Faktor Plasenta Gangguan yang berasal dari plasenta antara lain insufisiensi plasenta, plasenta previa, hidramnion, preeklampsia, eklampsia, solusio plasenta, dan ketuban pecah dini (KPD).(25)2.1.3.4 Faktor Gaya Hidup dan Sosio-EkonomiAngka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada kondisi sosio-ekonomi rendah, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang tidak adekuat dan antenatal care (ANC) yang kurang. ANC ini juga bergantung pada daerah tempat tinggal yang dekat dengan sarana kesehatan. Ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan ANC secara teratur mulai dari pemeriksaan kala I sampai kala IV. Ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan secara berkala minimal 4 kali, berisiko 5 kali melahirkan bayi dengan BBLR. Selain itu, kebiasaan mengkonsumsi rokok, alkohol, penyalahgunaan obat, radiasi, dan paparan terhadap zat beracun juga berkontribusi meningkatkan risiko BBLR.(10, 12)

2.1.4 Karakteristik BBLRa. Bayi kecil, pergerakan kurang dan masih lemah, kepala lebih besar dari badan, berat badan < 2500 gram.b. Kulit dan kelaminKulit tipis, lanugo banyak, rambut halus dan tipis, genitalia belum sempurna.c. Sistem syarafRefleks moro, refleks hisap, menelan, dan batuk belum sempurna.d. Sistem MuskuloskeletalAxifikasi tengkorak sedikit, tulang rawan elastis kurang, tungkai abduksi, otot-otot masih hipotonik.e. Sistem pernapasanPernapasan belum teratur sering apnoe, frekuensi nafas bervariasi. Apabila hal ini sering terjadi dan tiap serangan lebih dari 20 detik maka ada kemungkinan timbulnya kerusakan otak yang permanen.(24)

2.1.5 Penatalaksanaan BBLR2.1.5.1 Menjaga Sistem Respirasi dan Panas TubuhKarena surfaktan alveolar diproduksi setelah kehamilan 30 - 32 minggu, bayi yang lahir sebelum itu berisiko mengalami sindrom gangguan pernapasan. Jika resusitasi diperlukan, penting untuk diingat bahwa bayi dengan BBLR lebih cepat kedinginan karena luas permukaan tubuh mereka. Hipotermia yang timbul mengurangi produksi surfaktan, juga mengakibatkan hipoglikemia dan asidemia. Semua bayi BBLR harus diselimuti dengan handuk hangat, kering, dan ditempatkan di bawah inkubator untuk resusitasi. Sintesis surfaktan sangat sensitif terhadap pH dan bayi asfiksia lebih mungkin mengalami sindrom gangguan pernapasan berat dan gejala sisa, termasuk perdarahan periventrikular.

2.1.5.2 Pemberian NutrisiKonsumsi pertama yang ditawarkan adalah dalam bentuk ASI, atau jika tidak tersedia dapat diberikan glukosa 5%. Gula darah cenderung lebih rendah pada bayi BBLR dan nutrisi awal berperan melindungi bayi dari hipoglikemia. ASI adalah bagian penting dari perawatan bayi BBLR di negara-negara berkembang. Mendorong dan mendukung ibu untuk memberikan ASI adalah intervensi yang hemat biaya. Selain itu, membantu merangsang perubahan trofik dalam usus, merangsang produksi hormon usus dan meningkatkan perkembangan sistem pencernaan.2.1.5.3 Perlindungan Terhadap InfeksiCuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh bayi, gunakan masker, dan alat-alat perlindungan yang diperlukan. Infeksi onset awal sudah bisa diterima oleh bayi selama proses kelahiran dan 48-72 jam pertama.(12)

2.1.6 Pengaruh Anemia Maternal Terhadap Ibu dan Janin 2.1.6.1 Konsekuensi Anemia Terhadap Ibu HamilAnemia menunjukkan dampak negatif terhadap ibu, baik selama kehamilan, persalinan, dan setelah persalinan. Ibu hamil dengan anemia memiliki risiko lebih tinggi mengalami abortus, partus prematur, partus lama, infeksi, dan syok yang diakibatkan oleh perdarahan postpartum karena partus lama atau atonia uteri. Anemia terkait dengan gejala-gejala yang mengganggu ibu, seperti pusing, kelelahan, penurunan fungsi kognitif, depresi postpartum, perununan daya tahan tubuh terhadap infeksi, masalah menyusui, dan kebutuhan perawatan yang berkepanjangan di rumah sakit. Anemia dapat mengganggu kemampuan ibu untuk berpartisipasi dalam merawat bayi, tugas rumah tangga, kegiatan sosial, juga mengurangi produktivitas mereka dalam kerja fisik dan intelektual. Anemia terkait defisiensi besi menyumbang angka tertinggi penyebab kematian ibu hamil di seluruh dunia, yakni sebesar 22%. Risiko kematian ibu turun sekitar 20% untuk setiap kenaikan kadar Hb sebesar 1 g/dl.(8,26)

2.1.6.2 Konsekuensi Anemia Terhadap Janin Terkait BBLR Menurut Kumar et al. (2013), rata-rata berat bayi yang lahir dari ibu dengan anemia jauh lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu non anemia. Kejadian BBLR meningkat pada ibu hamil yang mengalami anemia pada trimester ketiga saja, yakni sebesar 6,5%. Tidak ada data statistik yang signifikan memperlihatkan hubungan antara BBLR dengan dua trimester sebelumnya. Ibu hamil yang mengalami anemia pada trimester pertama, mampu menurunkan risiko kelahiran bayi BBLR apabila anemianya dikoreksi dengan suplementasi yang tepat sehingga tidak berkelanjutan sampai trimester ketiga.(27) Phaloprakam et al. (2008) juga menunjukkan ketiadaan hubungan antara anemia pada trimester pertama dengan BBLR.(28) Penelitian yang dilakukan oleh Levy et al. (2005), Elhassan et al. (2010), dan Shobeiri et al. (2006) juga menggunakan kadar Hb trimester ketiga atau menjelang kelahiran sebagai perbandingan.(17,29,30) Telah diketahui bahwa pertumbuhan janin yang pesat terjadi pada trimester ketiga. Peningkatan kebutuhan zat besi dan mikronutrien lain yang terbanyak juga dijumpai pada trimester ketiga. Fisiologi tersebut menjelaskan hubungan kadar Hb trimester ketiga dengan BBLR. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar Hb pada trimester ketiga merupakan faktor penting dalam menentukan berat lahir bayi.(27)Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan insufisiensi plasenta, di mana bayi yang lahir cenderung mengalami BBLR.(11-16) Pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam uterus amat bergantung pada fungsi plasenta dengan berat rata-rata normal 508 gram. Rasio normal antara berat plasenta dan berat janin yakni 1:6. Rata-rata berat janin dari ibu pengidap anemia menunjukkan nilai yang lebih rendah secara signifikan jika dibandingkan dengan kelompok ibu yang tidak anemia. Sementara itu, berat, volume, dan indeks plasenta pada ibu pengidap anemia jauh lebih besar. Rasio berat plasenta dan janin merupakan indikator penting yang menunjukkan status nutrisi janin dalam kaitannya dengan fungsi uteroplasenta. Tingginya rasio antara berat plasenta dan janin menunjukkan adanya abnormalitas plasenta dengan kelainan fungsi (insufisiensi plasenta) yang banyak ditemukan pada kasus ibu hamil dengan HIV, obesitas, anemia, penyakit kardiovaskuler, diabetes, memiliki riwayat kebiasaan merokok, dan status sosio-ekonominya rendah.(14)Pemeriksaan plasenta menunjukkan informasi penting mengenai gangguan yang terjadi pada janin. Seiring bertambahnya usia kehamilan, banyak perubahan terjadi pada bentuk dan fungsi plasenta yang merefleksikan perubahan kebutuhan janin pada setiap fase perkembangannya. Berat plasenta berhubungan dengan usia ibu, usia kehamilan, berat janin, paritas, jarak kelahiran, jenis kelamin janin, nilai APGAR, dan stres pada janin. Peningkatan berat plasenta dapat menjadi petunjuk kenaikan tekanan darah ibu selama kehamilan, yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Pada kondisi anemia, kenaikan tekanan darah ibu merupakan salah satu mekanisme adaptasi dari peningkatan kebutuhan tubuh dan pemenuhan nutrisi janin melalui plasenta. Plasenta bertindak sebagai sensor terhadap stress pada janin yang terjadi sebagai akibat kondisi tidak berimbang antara kebutuhan janin dan suplai maternal. Plasenta bereaksi dengan cara menstimulasi pertumbuhannya sehingga terjadi hipertrofi plasenta guna memenuhi kebutuhan janin. Hipertrofi plasenta menunjukkan adanya pembesaran berat dan volume pada plasenta, tetapi fungsi jaringannya terganggu, terutama antara vili dan kapiler plasenta, sehingga area pertukaran oksigen dan nutrisi uteroplasenta berkurang.(23, 24)Menurut Biswas et al., sebagian besar plasenta yang berasal dari ibu pengidap anemia menunjukkan lapisan sinsisiotrofoblas yang lebih tipis dengan simpul sinsisial (syncytial knot) yang meningkat, baik dalam jumlah maupun ukuran. Di samping itu, sel-sel sitotrofoblas vili, deposit fibrin dalam vili (intravillous fibrin deposition) dan antara vili (perivillous / intervillous fibrin deposition) juga meningkat jumlahnya jika dibandingkan dengan plasenta pada kelompok ibu yang tidak anemia. Deposit fibrin perivili tampak pada area subkorionik, vili yang terperangkap di area tersebut mengalami sklerosis, lapisan sinsisial dan kapiler yang baik berkurang jumlahnya atau tidak ada sama sekali. Beberapa massa fibrin mengandung kelompok-kelompok sel X yang memiliki sitotrofoblas ekstravili berukuran besar. Area infark yang ditemukan meluas, ditandai dengan vili-vili yang memadat dan peningkatan jumlah vili yang hipovaskular. Lapisan basal juga banyak menyimpan deposit fibrin dan sel X. Pembuluh darah uteroplasenta tampak dilapisi sel X dan tunika medianya digantikan oleh jaringan fibroid. Tanda-tanda tersebut menunjukkan kondisi hipoksia dan menurunnya perfusi. Pada ibu pengidap anemia, deposit fibrin perivilli kemungkinan besar bertindak sebagai penghalang sirkulasi uteroplasenta, sehingga mengurangi transpor nutrisi yang penting bagi janin dan mengakibatkan suatu insufisiensi plasenta yang kronis sehingga bayi yang dilahirkan memiliki bobot lebih kecil jika dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.(11)Pada kondisi anemia defisiensi besi, efek defisiensi besi secara langsung menurunkan aktifitas enzim-enzim penting yang bergantung pada zat besi untuk metabolisme kolagen dan vitamin D sehingga janin memperlihatkan pertumbuhan tulang yang abnormal. Defisiensi besi berkelanjutan menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kurangnya panjang tubuh bayi saat dilahirkan.(16)

2.1.7Pengaruh Paritas Terhadap BBLR

Menurut BKKBN 2006, paritas ialah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita. Sedangkan menurut JHPIEGO 2008, paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim. Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara, dan grandemultipara. Primipara ialah wanita yang telah melahirkan seorang anak satu kali, multipara yakni wanita yang pernah melahirkan lebih dari sekali, dan grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan lima orang anak atau lebih. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi paritas, antara lain pengetahuan, pekerjaan, status ekonomi, dan latar belakang budaya setempat. Pada umumnya, wanita dengan pengetahuan yang cukup akan berpikir secara lebih rasional dan memahami jumlah anak yang ideal (dua orang) sesuai yang dianjurkan pemerintah. Pekerjaan dan status ekonomi yang tinggi dapat mendorong suatu keluarga mempunyai anak lebih banyak karena merasa mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sementara latar belakang budaya yang berpengaruh yakni adanya anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.(31,32)Menurut Muula et al. (2011), paritas yang rendah dapat menjadi faktor risiko independen dari kejadian BBLR. Hal ini berarti, anak pertama akan memiliki risiko yang jauh lebih besar untuk mengalami BBLR, jika dibandingkan dengan anak kedua, ketiga, dan selanjutnya. Ibu yang sudah pernah melahirkan sebelumnya akan memiliki pengalaman yang lebih baik dalam hal menyikapi kondisi tubuhnya, kebutuhan akan nutrisi, dan perawatan selama kehamilan. Selain itu, ada kemungkinan bahwa wanita tersebut pertama kali mengalami kehamilan pada usia 20 tahun ke bawah, yang juga merupakan salah satu faktor risiko untuk BBLR.(33) Penelitian yang dilakukan oleh Bisai et al. (2006) menunjukkan rata-rata berat bayi yang lahir pada primipara lebih kecil 158 gram jika dibandingkan berat bayi yang lahir dari multipara.(34)

2.1.8Pengaruh Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap BBLR

Tingkat pendidikan dalam hal ini adalah jenjang institusi terakhir yang ditempuh oleh seseorang. Dibagi menjadi pendidikan dasar (setara SD dan SMP), pendidikan menengah (setara SMA), serta pendidikan tinggi (sarjana, magister, atau doktor). Menurut Chevalier et al. (2007), ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki perencanaan yang lebih baik dalam hal ketersediaan anggaran, kemudian mampu mengambil keputusan yang tepat mengenai waktu konsepsi dan jumlah anak yang diinginkan di masa depan. Pendidikan juga bisa berpengaruh langsung pada pekerjaan dan penghasilan. Dengan pendidikan yang lebih tinggi, kesempatan kerja akan jauh lebih tinggi, sehingga penghasilan yang tetap akan menjamin kebutuhan nutrisi dan perawatan selama kehamilan. Pendidikan secara langsung dapat mendorong seseorang untuk memodifikasi gaya hidup menuju perilaku hidup sehat selama kehamilan. Ibu dengan pendidikan yang cukup menghindari konsumsi rokok selama kehamilan, sebaliknya meningkatkan kunjungan ANC dan kerjasama dengan pasangan. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula kesadaran dan kemampuan untuk memperoleh informasi dengan berbagai cara, termasuk dalam hal pemanfaatan teknologi kesehatan.(35)Muula et al. (2011) juga sependapat bahwa pendidikan yang tinggi memberikan kesempatan kerja sekaligus penghasilan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ibu berpendidikan dasar atau tanpa pendidikan formal. Ibu hamil dengan keluarga berpenghasilan rendah akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan akses pelayanan kesehatan yang berbayar. Salah satu contoh, yakni kebutuhan konsumsi susu yang ikut berperan menambah berat badan janin. Ibu hamil dengan pengetahuan yang lebih tinggi juga lebih mudah memahami masukan dan informasi yang diperoleh.(33)

2.1.9Pengaruh Pekerjaan Ibu Terhadap BBLR

Penelitian yang dilakukan oleh Dwarkanath et al. (2007) menunjukkan wanita dengan kegiatan fisik sedang hingga berat pada trimester pertama kehamilan memiliki risiko yang signifikan untuk melahirkan bayi dengan BBLR, jika dibandingkan dengan wanita yang memiliki aktivitas lebih ringan. Dapat terjadi penurunan berat lahir bayi sebesar 150 gram - 400 gram apabila ibu hamil tidak mengambil cuti pekerjaan berat di luar rumah pada trimester ketiga kehamilan, dibandingkan dengan yang memilih beristirahat di rumah. Efek merugikan dari pekerjaan yang dilakukan di trimester ketiga dilaporkan lebih tinggi apabila ibu hamil bekerja dalam posisi berdiri, memiliki hipertensi, kurang gizi, dan harus mengurus anak yang lain di rumah.(36)Menurut Jahromi et al. (2011), aktivitas rutin sehari-hari pada frekuensi normal tidak memberikan kontribusi negatif bagi berat lahir bayi. Latihan fisik sebelum dan selama kehamilan justru dapat memberikan efek positif bagi berat lahir bayi. Ibu hamil disarankan untuk mengurangi aktivitas harian dan cuti dari pekerjaannya pada bulan-bulan terakhir kehamilan. Tetapi latihan fisik ringan dan sedang selama kehamilan masih diperlukan, misalnya berjalan kaki dan berenang selama 20-45 menit dengan frekuensi 2-3 kali per minggu selama trimester ketiga.(37)Takito et al. (2005) juga menyebutkan, berjalan kaki selama 50 menit pada periode pertama kehamilan merupakan faktor yang bersifat protektif terhadap BBLR. Sementara itu, pekerjaan yang mengharuskan berdiri selama 2,5 jam atau lebih selama trimester kedua kehamilan sebaliknya akan meningkatkan risiko BBLR. Penelitian ini juga secara signifikan menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas memasak dan mencuci pakaian dengan tangan rata-rata 80 menit per hari dan lebih dari tiga kali per minggu dapat meningkatkan risiko kelahiran bayi BBLR.(38)

2.2 Anemia

2.2.1 DefinisiMenurut WHO, anemia adalah suatu kondisi ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh.(1) Seseorang dikatakan anemia apabila ditemukan penurunan kadar Hb