01_bab_1_pendahuluan_kua_8c_1

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan akan energi baik dalam bentuk fossil energy (non- renewable energy/energi yang tidak terbarukan) maupun non-fossil energy (renewable energy/energi terbarukan) di tingkat dunia meningkat dengan pesatnya. Pasokan energi pada tahun 1976 sebesar sekitar 5.800 MTOE (Million Ton of Oil Equivalent) dan meningkat lebih dari dua kali menjadi sekitar 12.000 MTOE. Kebutuhan energi dan investasi sektor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) di tingkat nasional (di Indonesia) meningkat dengan pesat. Pemerintah telah mencanangkan crash program dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan proses instalasi selesai pada tahun 2009 dengan total kapasitas energi sebesar 10.000 MW (mega Watt) dengan investasi sebesar US$ 25,6 milyar (Yusgiantoro, http://www.kompas.com). Direncanakan pada tahun 2030 akan dibangun PLTU sebesar 35.000 MW, dan sebagian besar PLTU yang dibangun menggunakan bahan bakar batubara dan bahan bakar cair (fossil energy). Tabel 1.1. menjelaskan tentang pengembangan energi sebesar 155.11 GW haruslah memperhatikan investasi pengembangan infrastruktur energi sebesar USD 455 miliar dalam bentuk pembangkit listrik, baik dengan menggunakan tenaga uap (PLTU), tenaga panas bumi (PLTP), tenaga air (PLTA), tenaga nuklir (PLTN), tenaga mikro hidro (PLTMH), tenaga diesel (PLTD) atau yang lain hingga tahun 2030. Suatu rencana investasi yang sangat besar dan membutuhkan pengendalian serta perencanaan yang baik.

Upload: trastnoun

Post on 05-Jul-2015

99 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Kebutuhan akan energi baik dalam bentuk fossil energy (non-

renewable energy/energi yang tidak terbarukan) maupun non-fossil energy

(renewable energy/energi terbarukan) di tingkat dunia meningkat dengan

pesatnya. Pasokan energi pada tahun 1976 sebesar sekitar 5.800 MTOE (Million

Ton of Oil Equivalent) dan meningkat lebih dari dua kali menjadi sekitar 12.000

MTOE. Kebutuhan energi dan investasi sektor Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral (KESDM) di tingkat nasional (di Indonesia) meningkat dengan

pesat. Pemerintah telah mencanangkan crash program dengan membangun

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan proses instalasi selesai pada tahun

2009 dengan total kapasitas energi sebesar 10.000 MW (mega Watt) dengan

investasi sebesar US$ 25,6 milyar (Yusgiantoro, http://www.kompas.com).

Direncanakan pada tahun 2030 akan dibangun PLTU sebesar 35.000 MW, dan

sebagian besar PLTU yang dibangun menggunakan bahan bakar batubara dan

bahan bakar cair (fossil energy).

Tabel 1.1. menjelaskan tentang pengembangan energi sebesar 155.11

GW haruslah memperhatikan investasi pengembangan infrastruktur energi

sebesar USD 455 miliar dalam bentuk pembangkit listrik, baik dengan

menggunakan tenaga uap (PLTU), tenaga panas bumi (PLTP), tenaga air

(PLTA), tenaga nuklir (PLTN), tenaga mikro hidro (PLTMH), tenaga diesel

(PLTD) atau yang lain hingga tahun 2030. Suatu rencana investasi yang sangat

besar dan membutuhkan pengendalian serta perencanaan yang baik.

Page 2: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

2

Tabel 1.1 Pengembangan Energi Listrik Tahun 2030

RENCANA INVESTASI

No. URAIAN KAPASITAS

[giga watt]

INVESTASI

[USD Miliar]

1 Kebutuhan investasi pengembangan infrastruktur energi

155,11 455

2 Penambahan kapasitas listrik 155,11 326,53

Sumber: www.esdm.go.id, dan www.jawapos.com.

Tabel 1.2 Penambahan Kapasitas Kilang Minyak tahun 2030

RENCANA INVESTASI

No. URAIAN KAPASITAS

[ribu bpd]

INVESTASI

[USD Miliar]

1 Penambahan kapasitas kilang minyak 4,500 101,75 2 Penambahan kapasitas kilang bahan

bakar batu bara cair (BBBC) 200 13,2

3 Penambahan kapasitas kilang bio-diesel 200 2,46 4 Penambahan kapasitas kilang bio-ethanol 260 6,51 Sumber: www.esdm.go.id, dan www.jawapos.com. Tabel 1.2. menjelaskan tentang pengembangan energi haruslah

memperhatikan peningkatan penambahan kapasitas kilang minyak pada tahun

2030 untuk kapasitas 4,5 juta bpd (barrel per day) membutuhkan investasi

sebesar USD 101,75 miliar. Penambahan kapasitas kilang bahan bakar batu

bara cair tahun 2030 untuk kapasitas 200 ribu bpd membutuhkan investasi

sebesar USD 13,2 miliar. Penambahan kapasitas kilang bahan bakar bio-diesel

sebesar 200 ribu bpd membutuhkan investasi sebesar USD 2,46 miliar. Demikian

juga penambahan kapasitas kilang bahan bakar bio-ethanol sebesar 260 ribu

bpd membutuhkan investasi sebesar USD 2,46 miliar.

Produksi minyak mentah Nasional pada tahun 2009 sebesar 944.000 bpd,

sedangkan target pada tahun 2011 sebesar 970.000 bpd dan permintaan akan

Page 3: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

3

minyak mentah Nasional sebesar 1.050.000 bpd, sehingga perlu import minyak

mentah sebesar 85.000 bpd (www.tempointeraktif.com).

Tabel 1.3 Penambahan Kapasitas Kilang Receiving Terminal Minyak dan Gas tahun 2030

RENCANA INVESTASI

No. URAIAN KAPASITAS

[ribu ton]

INVESTASI

[USD Miliar]

1 Penambahan kapasitas kilang receiving terminal migas tahun 2030

286 3,3

Sumber: www.esdm.go.id, dan www.jawapos.com, diakses, 21 Nov. 2008.

Tabel 1.3. menjelaskan tentang pengembangan energi perlu memperhatikan

penambahan kapasitas kilang receiving terminal migas (minyak dan gas bumi)

untuk kapasitas 286 ribu ton membutuhkan investasi sebesar USD 3,3 miliar

pada tahun 2030.

Gambar 1.1 Harga Bahan Bakar Mentah tahun 1947-2008

Sumber: http://www.wtrg.com/prices.htm

Page 4: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

4

Gambar 1.1 menjelaskan bahwa pada 16 Oktober 1973 harga Arab

Light (minyak mentah) naik dari US$ 2,99 menjadi US$ 5,12, pada bulan

Desember 1973 menjadi US$ 12,70 per barel. Hal ini dikenal dengan krisis

minyak mentah dunia untuk pertama kali terjadi pada 15 Oktober 1973 hingga

1975 dengan naiknya harga minyak mentah yang ditetapkan oleh OPEC

(Organisation of Petroleum Exporting Countries/Organisasi Negera-negara

Pengekspor Minyak). Krisis minyak dunia untuk kedua kali terjadi pada bulan

September 1980 dan berakhir pada bulan Agustus 1988 pada saat perang antara

Irak dan Iran. Pada tahun 1983 harga minyak mentah menjadi US$ 29

(Partowidagdo, 2009: 46-47) dan di akhir tahun 2008 melonjak naik hampir

menyentuh US$ 100, bahkan harga minyak mentah pernah mencapai sebesar

US$ 142 per barel. Pada awal tahun 2009 turun menjadi sekitar US$ 39 per barel

dan pada awal tahun 2010 harga minyak mentah naik menjadi sekitar US$ 83

per barel. Krisis minyak dunia untuk ketiga kali terjadi Perang Teluk Persia I atau

Gulf War I disebabkan atas invasi Irak atas Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990.

Selain peningkatan dan fluktuasi harga minyak mentah juga berdampak

pada penerimaan Negara dari sektor migas, pajak dan penerimaan lain-lain.

Tabel 1.4 Penerimaan Negara Sektor ESDM [Trilyun Rp.]

No. URAIAN 2009

Target Realisasi

1. PENERIMAAN MIGAS 183.607 182.6342 PENERIMAAN PERTAMBANGAN UMUM

a. Pajak Pertambangan Umum b. PNBP Pertambangan Umum

30.25015.250

36.09815.480

3 PENERIMAAN LAIN-LAIN 1.101 1.101 TOTAL 230.208 235.314

Sumber: Dirjen Migas ESDM (www.esdm.go.id, diakses 15 April 2010).

Page 5: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

5

Tabel 1.4 memperlihatkan bahwa besaran penerimaan negara dari sektor

ESDM pada tahun 2009 (target) sebesar Rp. 230,208 trilyun sedangkan realisasi

sebesar Rp. 235,314, dimana realisasi lebih besar sekitar 2% dari target.

Tabel 1.5 Produksi Energi tahun 2000-2008 [BOEPD]

Sumber: Dirjen Migas ESDM (www.esdm.go.id, diakses 15 April 2010).

Tabel 1.5 memperlihatkan bahwa kapasitas produksi energi batubara dari

tahun 2000 s.d 2008 ada kecenderungan meningkat, berbeda dengan migas

yang mempunyai kecenderungan menurun tetapi secara total, produksi energi

ada kecenderungan meningkat kecuali pada tahun 2007 dan 2008 ada

kecenderungan menurun.

Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) - Departemen ESDM, Farida

Zed (www.kompas.com, diakses pada tanggal 20 November 2008) melaporkan

pengembangan infrastruktur mutlak dibutuhkan untuk mengimbangi laju

peningkatan konsumsi energi dalam negeri. Kebutuhan terbesar pengembangan

infrastruktur ada di sektor listrik. Selain itu, infrastruktur migas yang harus

dikembangkan adalah pipa gas yang membutuhkan tambahan kapasitas sebesar

2,18 billion cubic feet per day (BCFD) dengan kebutuhan investasi sebesar USD

1,92 miliar, artinya kebutuhan akan energi dan ketergantungan akan energi

masih sangat tinggi.

Page 6: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

6

Di tingkat konsumsi bahan bakar solar (diesel oil) dan bensin di Indonesia

pada tahun 2008 sebesar 14 juta kilo liter atau rata-rata 88.000.000 barrel per

tahun atau sekitar 250.000 barrel per hari. Substitusi dari Bahan Bakar Minyak

(BBM) ke Bahan Bakar Nabati (BBN) sekitar 5% dari kebutuhan bahan bakar

solar dan premium, artinya dibutuhkan sekitar 700.000 kiloliter bio-diesel dan bio-

premium setiap tahunnya.

Kebutuhan akan bio-diesel dan bio-ethanol secara aktual dapat didapatkan

dengan mudah di Indonesia, karena tanaman Jarak Pagar yang menghasilkan

minyak jarak (Straight Jatropha Curcas/SJC oil) dan pohon Kelapa Sawit yang

menghasilkan minyak sawit (CPO/Crude Palm Oil), sedangkan singkong, tebu,

kentang, bunga matahari, jagung, aren, nyamplung (kamani), sorghum dan

merupakan bahan baku bio-etanol yang dapat tumbuh dengan subur di

beberapa wilayah di Indonesia (www.kompas.com). Hasil penelitian Manurung

(2003) menyatakan bahwa 1 ha tanaman Jarak Pagar (1800 s.d. 2200 bibit Jarak

Pagar per ha) dapat menghasilkan sekitar 4.3 ton bio-diesel setiap tahunnya atau

sekitar 4.7 kiloliter bio-fuel per tahun. Produksi bio-etanol dapat dihasilkan dari

tanaman singkong, tebu, kentang, bunga matahari, jagung, aren, nyamplung

(kamani), sorghum dan tanaman sejenis. Kebutuhan penanaman pohon Jarak

Pagar dan singkong atau yang lain hanya 10% atau untuk produksi sekitar 10.3

juta kiloliter bio diesel setiap tahunnya atau 28,3 juta liter per hari (Tabel 1.6)

yang dapat dihasilkan atau diperlukan/disediakan lahan seluas sekitar 2,2 juta

ha. Substitusi bahan bakar minyak ke bio-diesel pada tahun 2010 semakin

meningkat dengan pesatnya dari 14,4% dan mencapai 143,6% dan pada tahun

2025 peningkatan substitusi bio-diesel dari 5% bisa mencapai 55% (menurut

KESDM sebesar 25%), demikian juga pemanfaatan lahan kering dari 5% bisa

mencapai 50%.

Page 7: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

7

Tabel 1.6 Bio-diesel Production Estimation From castor plant dry area

Wide of

Area (million

Ha)

Bio-diesel production

(million tons)

Bio-diesel production

(million kiloliter)**

Dry area exploitation*

Bio-diesel substitution in 2010***

Bio-diesel substitution in 2025***

1.1 4.7 5.2 5% 14.4% 5% 2.2 9.5 10.3 10% 28.6% 10.9% 6.6 28.4 31.1 30% 86.3% 33% 11 47.3 51.7 50% 143.6% 55%

Sumber: www.esdm.go.id NB: * Indonesia has dry area as wide as 22 million Ha (BPS, 2003) ** 1 kiloliter equal to 0.88 tons (source: US Department of Energy) *** Assumption of solar demand is 36 million kiloliter in 2010 and 94 milion

kiloliters in 2025; 1 barrel = 159,25 liter.

Berbagai keuntungan penanaman pohon Jarak Pagar maupun singkong

adalah dapat ditanam di lahan kering ataupun di lahan non-produktif dan

diharapkan akan mendatangkan penghasilan dan pendapatan bagi masyarakat

yang bertempat tinggal di lahan kering/lahan non-produktif, selain itu tanaman di

lahan kering ini tidak mengganggu atau mempengaruhi pasokan tanaman

pangan, karena tidak akan mungkin terjadi persaingan di antara kedua tanaman

tersebut. Sesuai data yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik), pada

tahun 2003 jumlah lahan kritis di Indonesia mencapai 22 juta Ha.

Kemp (2009: 408, 418-420) menyatakan beberapa keuntungan yang lain

penggunaan bio-fuel yaitu: “Adding ethanol to gasoline increase octane, reducing

knock and providing cleaner and more complete combustion, which is good for

the environment. Ethanol produces lower greenhouse gas (GHG) emissions than

gasoline: a 10% ethanol blend with gasoline (known as E10) may reduce GHG

emissions by 4% for grain-produced ethanol and 8% for cellulose-based

foodstocks. At concentrations of E 85, GHG emissionsare reduced by up to 80%

when using cellulosic ethanol. Biodiesel is readily biodegradable and non-toxic,

making it the ideal fuel choice when used in environmentally sensitive areas as

Page 8: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

8

parklands or marine habitats. High cetane value, high lubricity, low emissions,

renewability, and low sulfur (sulfur generates additional carbon dioxide

emissions).”

Tabel 1.7 Cadangan dan produksi Indonesia tahun 2007 (Energi Fosil)

No ENERGI FOSIL

SUMBER DAYA

CADANGAN (Proven + Possible)

PRODUKSI (per tahun)

RASIO CADANGAN/PRODUKSI (TAHUN)*

1. Minyak Bumi 56,6 miliar barel

8,4 miliar barel **

348 juta barel 24

2. Gas Bumi 334,5 TSCF 165 TSCF 2,79 TSCF 59 3. Batubara 90,5 miliar

ton 18,7 miliar

ton 201 juta ton 93

4. Coal Bed Methane (CBM)

453 TSCF - - -

Sumber: www.esdm.go.id; Partowidagdo (2009: 405) Catatan: *) Dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru (tanpa eksplorasi). **) Termasuk Blok Cepu. Tabel 1.7 menjelaskan tentang cadangan energi fosil akan semakin

berkurang dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi demikian juga rasio

antara cadangan dan produksi akan semakin menurun sedangkan kebutuhan

akan produksi akan semakin meningkat. Minyak bumi akan habis dalam kurun

waktu 24 tahun dan sumber daya energi fosil yang tersedia masih belum

dimanfaatkan dengan baik dengan biaya operasi yang murah, sehingga

diperlukan energi alternatif dari sumber daya energi yang lain.

Keterlibatan sebagian besar penduduk, baik secara individu maupun

kelompok melakukan penanaman pohon Jarak Pagar ataupun tanaman sejenis

yang lain (misal: tanaman singkong, tebu, bunga matahari, jagung, aren,

nyamplung, sorghum) dan proses produksi minyak nabati (BBN/bio-fuel) serta

menggunakan bio-fuel sebagai bahan bakar alternatif akan menurunkan subsidi

Page 9: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

9

BBM yang sangat besar yaitu sekitar Rp. 139,1 trilyun tahun 2008 dan sekitar

Rp. 88,9 trilyun tahun 2010 (Tabel 1.9).

Tabel 1.8 Cadangan dan Produksi Indonesia tahun 2007

(Energi Non Fosil)

No. ENERGI NON FOSIL SUMBER DAYA KAPASITAS TERPASANG

1. Tenaga Air 75,67 GW (e.q. 845 juta SBM)

4,2 GW

2. Panas Bumi 27 GW (e.q. 219 juta SBM)

0,8 GW

3. Mini/micro hydro 0,45 GW 0,084 GW 4. Bio-mass 49,81 GW 0,3 GW 5. Tenaga Surya 4,8 kWh/m2/day 0,008 GW 6. Tenaga angin 9,29 GW 0,0005 GW 7. Uranium *) 3 GW (e.q.

24,112 ton) untuk 11 tahun

30 GW

Sumber: www.esdm.go.id, Partowidagdo (2009: 400). Catatan: *) Hanya di Kalian – West Kalimantan

Tabel 1.9 Perkembangan Subsidi Bahan Bakar Minyak tahun 2007-2010

Sumber: (http://www.fiskal.depkeu.go.id), diakses 25 Februari 2011.

Realisasi subsidi bahan bakar sebesar Rp 74,7 triliun terdiri dari: subsidi

untuk premium sebesar Rp. 36,6 triliun, minyak tanah sebesar Rp. 13,7 triliun,

Page 10: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

10

dan solar sebesar Rp. 24,4 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara – Perbaikan (APBN-P) tahun 2010. Ada kenaikan subsidi setiap tahun

kecuali pada tahun 2009. Sedangkan subsidi untuk BBN masih sebesar Rp.

2,226 triliun relatif sangat kecil bila direncanakan kandungan BBN untuk bahan

bakar minyak menjadi sekitar 25% pada tahun 2025.

''Realisasi rata-rata penyaluran BBM bersubsidi pada 2010 sudah melebihi

kuota yang ditetapkan, yaitu sekitar 9 hingga 10 persen," ujar Menteri ESDM

Darwin Zahedy Saleh saat rapat kerja dengan Komisi VII (Komisi Energi) DPR

pada tanggal 7 Juni 2010. Dalam APBN, kuota volume BBM yang disubsidi

pemerintah pada 2010 ditetapkan hanya 36.504.775 kiloliter, ternyata

realisasinya lebih besar. Darwin menambahkan “Sehubungan dengan

keterbatasan kemampuan keuangan negara untuk memberikan alokasi anggaran

subsidi, maka perlu dilakukan pengendalian dan pengurangan secara bertahap.

Tentu agar pemberian subsidi bisa tepat sasaran.” Tahun 2009, kuota BBM

bersubsidi ditetapkan 36.854.448 kiloliter, namun realisasinya membengkak

hingga mencapai 37.837.611 kiloliter. Usaha pengurangan penggunaan BBM

bersubsidi, pemerintah akan melakukan langkah-langkah yang dinilai perlu,

seperti penyusunan peraturan terkait dengan pengurangan subsidi sesuai

dengan kondisi saat ini, antara lain, melalui revisi Perpres No. 55 Tahun 2005

dan Perpres No. 1 Tahun 2006 tentang Harga Jual BBM Dalam Negeri

(http://www.jawapos.com).

KESDM mengusulkan subsidi untuk BBN tahun 2011 sebesar Rp 2.000 per

liter. "Ini baru usulan saja, dengan pertimbangan fluktuasi harga minyak mentah

dunia yang terus meningkat," ujar Dirjen Migas KESDM - Evita Herawati Legowo

dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu,

27 Mei 2009. Subsidi campuran bio-etanol ke premium sebesar 1% (E1) atau

sejumlah 214.541 kiloliter (kL) dari premium sejumlah 21.454.100 kL sebesar Rp

Page 11: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

11

429,08 miliar dan subsidi campuran biodiesel sebesar 5% (B5) atau sejumlah

562.534 kL dari solar sejumlah 11.246.800 kL sebesar Rp 1,12 triliun sehingga

total subsidi Rp 1,55 triliun dengan volume BBN 777.075 kilo liter.

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) - Hilmi

Panigoro menyatakan bahwa “Prediksi BBN masih memiliki prospek bagus

menarik, jika harga minyak mentah dunia berada pada kisaran US$ 60 per barel.

BBN jenis ethanol biaya produksinya hingga siap pakai sebesar US$ 50 - US$ 60

per barel, jika harga minyak mentah berkisar US$ 64 - US$ 65 per barel, maka

harga jual BBN bisa US$ 70 per barel. Ini membuktikan minyak nabati sudah bisa

komersial. Masa depan, pengembangan dan investasi energi baru terbarukan

(EBT) tergantung dari insentif yang diberikan oleh pemerintah bagi

pengembangan energi ini, maka target 25% pembauran energi pada 2025 dapat

tercapai.” Pada kesempatan yang sama, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro

menjelaskan, pemerintah mengembangkan BBN guna mencapai beberapa

target, di antaranya, terciptanya lapangan kerja bagi 3,5 juta orang, dan

memaksimalkan tanaman minyak nabati seluas 5,25 juta hektar

(www.vivanews.com).

Tabel 1.10 menjelaskan bahwa apabila BBN dengan menggunakan bahan

baku biji Jarak Pagar sebesar 3 s.d. 4 kg akan diperoleh 1 liter BBN. Bila harga

biji Jarak Pagar adalah Rp. 1.250 per kg (alternatif I) dan Rp. 1.000 per kg

(alternatif II) maka biaya untuk dibutuhkan bahan mentah untuk membuat 1 liter

BBN sebesar Rp. 3.750 untuk alternatif I dan sebesar Rp. 4.000 untuk alternatif

II. Apabila biaya pengolahan adalah Rp. 1.500 maka harga jual adalah Rp. 5.250

untuk alternatif I dan sebesar Rp. 6.000 untuk alternatif II. Apabila BBN dengan

menggunakan bahan baku biji kelapa sawit dibutuhkan 5 kg per 1 liter BBN. Bila

harga biji kelapa sawit adalah Rp. 800 per kg (alternatif I) dan Rp. 1.800 per kg

(alternatif II) maka dibutuhkan biaya untuk bahan mentah untuk membuat 1 liter

Page 12: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

12

BBN sebesar Rp. 4.000 untuk alternatif I dan sebesar Rp. 9.000 untuk alternatif

II. Apabila biaya pengolahan adalah Rp. 1.500 maka harga jual adalah Rp. 6.000

untuk alternatif I dan sebesar Rp. 11.000 untuk alternatif II. Sedangkan harga

solar saat ini adalah Rp. 4.500 per liter (subsidi dari Pemerintah sebesar Rp.

1.600 per liter), maka harga jual BBN masih kalah bersaing.

Tabel 1.10 Harga Keekonomian Bahan Bakar Minyak [Rp. per liter]

No. Jenis Bahan Bakar Harga Bahan Baku

Biaya Pengolahan

Harga Jual

Keterangan

1. Biodiesel dari biji jarak pagar (1)

3.750 1.500 5.250 1 liter BBN = 3 kg biji jarak pagar

2. Biodiesel dari biji jarak pagar (2)

4.000 1.500 6.500 1 liter BBN = 4 kg biji jarak pagar

3. Biodiesel dari biji kelapa sawit (1)

4.000 2.000 6.000 1 liter BBN = 5 kg biji kelapa sawit

4. Biodiesel dari biji kelapa sawit (1)

9.000 2.000 11.000 1 liter BBN = 5 kg biji kelapa sawit

5. Solar/Premium 4.500 Subsidi Rp. 1.600 per liter

6. BioSolar/ BioPremium

4.500 Subsidi lebih dari Rp. 1.600 per liter

7. Pertamax 7.850 Tanpa subsidi 8. Minyak tanah 2.500 Permen ESDM No.

1/2009 Sumber: Partowidagdo (2009: 398, 399), www.tempointeraktif.com dan www.metrotvnews.com diolah.

Harga BBM masih sangat murah dan harga BBM sempat naik cukup tinggi

pada tahun 2008 dan harga kembali turun pada tahun 2010, kecuali harga

Pertamax, karena sudah non subsidi (Tabel 1.11). Pemerintah juga telah

melakukan pencampuran BBM dengan BBN sekitar 2%. Beberapa SPBU

(Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) telah menjual bio-premium, bio-solar,

dan bio-pertamax. Jumlah SPBU yang telah menjual bio-solar, bio-premium dan

bio-pertamax adalah 20 unit dari rencana Pemerintah sebanyak 200 unit

(www.kompas.com).

Page 13: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

13

Tabel 1.11 Perkembangan Harga Bahan Bakar [Rp. Per liter]

No. Tahun Minyak tanah

Premium Solar Pertamax Keterangan

1. 1997 280 700 380 850 *) 2. 2000 350 1.150 600 1.500 *) Oktober 2000 3. 2001 1.790 1.450 1.780 1.900 *) Desember 2001 4. 2002 1.530 2.400 1.550 2.400 *) Desember 2002 5. 2003 1.800 1.810 1.650 2.300 Harga Eceran 2003 2.160 2.080 2.050 2.300 Harga Industri

6. 2004 1.800 1.810 1.650 4.000 Harga Eceran 2004 2.200 2.100 2.100 4.000 Harga Industri

7. 2005 2.000 4.500 4.300 5.400 Harga Eceran 2005 6.480 5.150 5.340 5.400 Harga Jual Pasar

8. 2006 5.556,10 4.841,50 5.568,30 Non subsidi 2006 5.326,20 Harga Industri

9. 2007 5.540,70 4.838,05 5.200,50 5.448,70 Non subsidi 2007 4.983 Harga Industri

10. 2008 8.442,50 7.834,50 8.544,50 8.545,65 Non subsidi 2008 8.173 Harga Industri

11. 2009 5.189 4.744 5.194 5.068 Non subsidi 12. 2010 2.500 4.500 **) 4.500 **) 7.950 **)

Sumber: www.esdm.go.id; www.bps.go.id, www.tempointeraktif.com dan www.pertamina.com. Catatan: *) Premix oktan 94. **) Termasuk biopremium, biosolar dan biopertamax.

Fenomena memroduksi BBN (bio-etanol dan bio-diesel) oleh sebagian

masyarakat dari berbagai macam bahan baku, seperti: Nyamplung (kamani)

untuk memproduksi bio-diesel di daerah Yogyakarta (www.youtube.com) untuk

kebutuhan transportasi dan bahan bakar kompor sebagai pengganti minyak

tanah; Tetes tebu untuk memroduksi etanol dengan skala kecil menjadi bio-

etanol telah diproduksi di beberapa daerah, seperti Bogor, Sukabumi,

Yogyakarta, Tegal, Semarang, Pekalongan, Solo, Jember, Bondowoso, Sidoarjo,

Kediri, dan Malang untuk kebutuhan transportasi; Bahan bakar kompor dan

farmasi (misal: bahan baku untuk membuat pasta gigi, obat kumur/listerine,

shampoo, hair tonic, cream untuk merawat wajah, larutan pembersih lantai,

parfum, desinfektan, minuman dan makanan); Biji jagung untuk memroduksi

Page 14: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

14

etanol sebagai bahan bakar bio-etanol telah diproduksi di daerah Grobogan,

Jawa Tengah; Aren dan biji Jarak untuk memroduksi etanol dan bio-diesel telah

diproduksi di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT). Tetes tebu untuk memroduksi

etanol dengan skala industri telah diproduksi oleh 10 pabrik bio-etanol, seperti:

PT Molindo Raya Industrial di Lawang-Malang, PT Anugrah Kurnia Abadi di

Lampung, dengan kapasitas produksi 177,5 juta liter per tahun. Sekitar 45%

produk etanol ini diekspor ke Jepang sekitar 45% dan sisanya untuk kebutuhan

dalam negeri. Kebutuhan etanol di dalam negeri sekitar 195 juta liter per tahun

(www.kompasiana.com); Kelapa Sawit (biji, cangkang, dan limbah) untuk

memroduksi bio-diesel telah diproduksi oleh beberapa individu dan perusahaan

di Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Tanaman Jarak Pagar untuk memroduksi

bio-diesel akan diproduksi oleh PT Alegria – Pasuruan (modal patungan antara

Jepang dan Indonesia), perusahaan ini telah menanam kebun bibit seluas 25 ha,

menanam Jarak Pagar sampai 30.000 ha dan akan membangun pabrik bio-

diesel dengan kapasitas 1.000.000 liter per bulan. PT Adaro di Sumatra dan PT

Waterland Asia Bio Ventures (perusahaan patungan antara Amerika dan

Belanda) di Grobogan – Jawa Tengah yang memroduksi bio-diesel dari bahan

baku tanaman Jarak Pagar. Sebagian lagi masyarakat di Yogyakarta (Bantul),

Tegal, Bondowoso, Probolinggo, Sidoarjo, Mojokerto, Sukabumi, Bogor, Jakarta,

Solo, dan Malang telah memproduksi kompor dengan bahan bakar bio-etanol

dan bio-diesel sebagai pengganti kompor dengan bahan bakar minyak tanah.

Berbagai penelitian, pelatihan, pameran dan seminar serta sosialisasi

berkaitan dengan BBN yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan membuat

kompor dengan bahan bakar bio-etanol dan bio-diesel (misal: Institut Teknologi

Bandung – Bandung, Institut Teknologi Sepuluh November – Surabaya,

Universitas Gajah Mada – Yogyakarta, Universitas Brawijaya – Malang,

Universitas Parahiyangan – Bandung, Institut Pertanian Bogor dan Politeknik,

Page 15: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

15

dan beberapa PTN/PTS yang lain). Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral telah membentuk Komisi Ketahanan Energi Nasional (www.kompas.com)

yang telah melakukan seminar dan pameran (Agrinex). Asosiasi Produsen

Biofuel Indonesia (APBI) telah memrakarsai dan melakukan sosialisasi tentang

kompor bio-etanol. Demikian juga Dewan Energi Nasional (DEN) diberi tugas

oleh Pemerintah untuk mempersiapkan perangkat lunak dan sosialisasi tentang

energi. Kementerian Pertanian telah melakukan penelitian serta pengadaan bibit

unggul Jarak Pagar dan peran media cetak serta elektronik yang membantu

tentang sosialisasi BBN.

Pemerintah Pusat telah memberikan bantuan peralatan press dan

peralatan pemrosesan biji Jarak Pagar sejumlah lebih 100 unit pada tahun 2007

untuk produksi bio-diesel. Sejak tahun 2008, peralatan ini (untuk daerah

Grobogan – Jawa Tengah) sudah tidak difungsikan lagi. Pemerintah Pusat telah

memberikan bantuan peralatan untuk produksi bio-ethanol dan hasil proses

produksi dengan peralatan ini ternyata peralatan ini hanya dapat menghasilkan

bio-etanol dengan kadar kurang dari 90%, artinya masih di bawah standar yang

diijinkan, yaitu 99% (www.kompasiana.com)

Hal lain yang masih perlu perhatian adalah kebutuhan bahan bakar yang

ramah terhadap lingkungan dan usaha-usaha yang dilakukan untuk reduksi emisi

gas buang (misal: kandungan COx, NOx, dan SOx) atau hasil proses pembakaran

dari industri manufaktur dan jasa, pembangkit tenaga listrik, dan kendaraan

bermotor, serta rumah tangga.

Beberapa komitmen yang telah dilakukan oleh Pemerintah untuk

mendukung pelaksanaan kebijakan energi nasional, yaitu: menyusun regulasi

dan kebijakan yang berkaitan dengan BBN, termasuk regulasi tentang

perpajakan.

Page 16: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

16

Berbagai fenomena di atas menimbulkan celah penelitian. Beberapa

penelitian terdahulu yang merupakan suatu kajian empiris tentang rencana

strategik dilakukan oleh Singh (2004: A9) menyatakan bahwa “strategy intent and

strategic mission dipengaruhi oleh external environment (terdiri dari: opportunities

(possibilities) and threats (constraints)) dan internal environment (terdiri dari:

strengths and weaknesses). Lingkungan eksternal tersebut disusun oleh kondisi-

kondisi eksternal, seperti: technology, demographic trends, economic trends,

political/legal environment, sociocultural environment, and global environment

yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan.” Singh memberikan saran untuk

melakukan kajian ini dengan menggunakan analisis rantai nilai (value chain

analysis).

Hasil penelitian Fries (2006: 6) menyatakan bahwa “strategi dipengaruhi

oleh variabel organization (yang terdiri dari goals and values, resources and

capabilities, and structure and systems) dan variabel environment (yang terdiri

dari: competitors, communities, customers, government, industry, institutions,

interest groups, media, and public).”

Hasil penelitian Singh (2004) dan Fries (2006) memberikan celah untuk

diteliti, yaitu dengan menggunakan variabel internal organisasi berdasarkan

analisis rantai nilai (value chain analysis) dari Michael E Porter (Hitt, 2005: 89)

dan variabel eksternal organisasi berdasarkan penelitian Jochen Fries (Fries,

2006: 6).

Feurer (1995: 16) menyatakan terdapat 5 (lima) tahapan di dalam

penyusunan rencana strategik suatu institusi, yaitu: 1. Identify and classify the

organization’s resources. Appraise strengths and weaknesses, 2. Identify the

organization’s capabilities: what can it do more effectively or efficiently than its

competitiors? 3. Appraise the potential of resources and capabilities in terms of

their potential to lead to sustainable competitive advantage and immediate return,

Page 17: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

17

4. Select strategy which best exploits organization resources and capabilities

relative to external opportunities, and 5. Identify resource gaps which need to be

filled. Invest in replenishing, augmenting and upgrading the resource base of the

organization. Beberapa strategi yang sukses yang telah dilakukan oleh beberapa

organisasi digerakkan oleh perasaan (rasa tekat), tujuan dan komitmen

(kewajiban) yang tidak dapat dipaksakan atau dikomunikasikan, tetapi harus

berasal dari dalam organisasi dan menjadi suatu visi yang tampak jelas baik di

dalam dan di luar organisasi.

Hasil penelitian Yang (2007: 761) menyatakan bahwa terdapat 6 (enam)

tahapan di dalam penyusunan rencana strategik suatu institusi an extension

model (Envision, Identify, Diagnose, Prioritize, Execute, and Review/EIDPER) of

hoshin kanri to translate strategies into achievable policies and actions to fulfil

the objectives of the enterprise. Yang memberikan saran bahwa untuk penelitian

berikutnya dapat mengkaji model EIDPER untuk sektor jasa.

Hasil penelitian Feurer (1995: 10) menyatakan bahwa strategy formulation

process di perusahaan komputer Hewlett-Packard ada 10 (sepuluh) tahapan,

yaitu: 1. Statement of purpose. 2. Five-year objectives.3. Customers and

channels.4. Competition.5. Products/services. 6. Development plan. 7. Financial

analysis. 8. Potential problems. 9. Recommendations. 10. First-year Hoshin.

Feurer juga memberikan saran bahwa tahapan pada strategi formulasi dan

implementasi membentuk basis di dalam pengembangan strategi organisasi

yang koheren (jelas dan masuk akal).

Koontz (1988: 62, 82) menyatakan bahwa tahapan perancangan rencana

strategik adalah penetapan misi, tujuan, strategi, kebijakan, prosedur, aturan,

program, dan anggaran. Tahapan tersebut adalah berjenjang dan hirarkhis.

Bititci (Lee, 1998: 527, 531) menyatakan bahwa hoshin kanri (policy

deployment) is not a solution to all planning problems but a process which

Page 18: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

18

enables managers to plan effectively and translate those plans into actions.

Performance management process terdiri dari 6 (enam) tahapan, yaitu: vision,

business objectives, strategic goals, critical success factors, critical task action

plan, and performance measures.

Armstrong (2007: 37) menyatakan bahwa terdapat dua tahapan di dalam

menyusun suatu rencana strategik, yaitu corporate level and business unit,

product, and market level.

Berdasarkan temuan penelitian sebelumnya, yaitu berdasarkan variabel

dan metode penelitian yang digunakan, dapat diperoleh informasi bahwa:

1. Kajian mengenai strategy masih menggunakan pendekatan kualitatif saja

atau pendekatan kuantitatif saja.

2. Beberapa kajian mengenai rencana strategik (strategic planning)

menggunakan variabel internal dan eksternal organisasi, yang terdiri

variabel kekuatan dan kelemahan (di dalam organisasi) dan peluang

dan tantangan (di luar organisasi).

Adapun yang menjadi motivasi penelitian ini adalah: Pertama, mengkaji

fenomena yang terjadi di Indonesia dalam rangka mempersiapkan rencana

strategik dan mengimplementasikan kebijakan Pemerintah sebagai rekomendasi

di dalam penyediaan BBN. Kedua, penelitian ini bermaksud melengkapi dan

mengembangkan hasil penelitian sebelumnya sebagai celah penelitian dengan

cara mengintegrasikan variabel strategi penelitian dari Kulwant Singh dan Jochen

Fries serta dikombinasikan dengan variabel internal pada value chain analysis

dari Michael E Porter (Hitt, 2005: 89-92). Ketiga, merancang rencana strategik.

Tabel 1.11 memberikan informasi tentang beberapa penelitian terdahulu.

Page 19: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

19

Tabel 1.12. Beberapa Metode Penelitian Terdahulu

No. Th Peneliti Metode Uraian Keterangan 1. 1982 Henry

Mintzberg Kualitatif

5 P’s Mintzberg: • Strategy as plan • Strategy as ploy • Strategy as pattern • Strategy as position • Strategy as

perspective

2. 1988 Harold Koontz and Heinz Weihrich

Strategic Planning (Hierarchy of plans): Vision, mission/purpose, objectives, strategies, policies, procedures, rule, programs, budgets.

3. 1995 Rainer Feurer and Kazem Chaharbaghi

Kualitatif Strategy Formulation terdiri dari: Vision, Strategy formulation, Strategy Implementation, and Strategy execution.

Lokasi: Harbour in United Kingdom

4. 1998 Yoshio Kondo

Kualitatif Hoshin kanri (Policy management). Two deployment of target – op down and bottom up (Gambar 2.33).

Lokasi: Bridgestone Tire Company, Japan

5. 2002 Barry J Witcher

Kualitatif Hoshin Kanri:PDCA Cycle

Lokasi: Japanese companies and Hewlett Pachard - USA

6. 2006 Jochen Fries Kuantitatif Faktor-faktor yang mempengaruhi strategy, yaitu: organization and environment (Gambar 2.32)

Disertasi Lokasi: Cisco system, Microsoft Corporation, MTV Europe

7. 2007 Barry J Witcher and Vinh Sum Chau

Kuantitatif Balanced scorecard and Hoshin Kanri: Vision, mission, and values.

Lokasi: Canon, Toyota and Nissan

8. 2010 Kulwant Singh

Kualitatif Technological trends, Demographic trends, Economic trends, Political/legal trends, sociocultural trends,and Global trends

Lokasi: Asia

Sumber: www.emeraldinsight.com.

Page 20: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

20

Penelitian tentang rencana strategik ini menggunakan pendekatan

gabungan yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif atau “a mixed methods”

dengan metode concurrent embedded design. Pendekatan ini dipilih karena:

Pertama, mixed methods adalah suatu paradigma pragmatis (pragmatic

worldview) yang melakukan pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif secara

simultan. Metode ini digunakan karena hasil analisis merupakan gabungan dari

analisis pendekatan kualitatif yang didukung analisis pendekatan kuantitatif

(Creswell, 2009: 18). Kedua, mixed methods memiliki 3 (tiga) keunggulan

dibandingkan dengan menggunakan metode yang lain (Tashakkori, 2003: 14),

yaitu: 1. Mixed methods research can answer research questions that the other

methodologies cannot. 2. Mixed methods research provides better (stronger)

inferences. 3. Mixed methods provide the opportunity for presenting a greater

diversity of divergent views. Ketiga, mixed methods memberikan kesempatan

untuk menyajikan 3 (tiga) kemungkinan hasil (Christian Erzberger and Udo Kelle

dalam Tashakkori, 2003: 467-479), yaitu: convergence, complementary, and

divergence of qualitative and quantitative research results. Meski terdapat tiga

kemungkinan hasil, besar harapan akan terjadi convergence or complementary

research result. Namun apabila diperoleh hasil divergence research result,

peneliti perlu mencari pernyataan atau data dan konsep teori yang dapat

mengubah hasil menjadi convergence or complementary research result.

1.2. Fokus Penelitian

Fokus penelitian diharapkan akan menjadi sentral arah penelitian yang

merupakan hasil pemikiran dari peneliti yang induktif sifatnya dan lebih

mendasarkan realita lapangan dan fokus penelitian (Salladien, 2009: 3, 4, 14, 15,

34, 35, Creswell 2009: 53, Rivers, 2008: 635-638).

Page 21: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

21

Adapun fokus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah semakin meningkat teknologi pemrosesan yang ramah

lingkungan akan semakin meningkatkan kapasitas produksi BBN?

2. Apakah semakin meningkat perbaikan regulasi akan semakin

meningkatkan kapasitas produksi BBN?

3. Apakah semakin meningkat dukungan keuangan dari Pemerintah akan

semakin meningkatkan kapasitas produksi BBN?

4. Apakah semakin meningkat saluran distribusi akan semakin

meningkatkan kapasitas produksi BBN?

5. Apakah semakin meningkat ketersediaan bahan baku akan semakin

meningkatkan kapasitas produksi BBN?

6. Semakin meningkat kapasitas produksi BBN akan semakin

meningkatkan pendapatan masyarakat?

7. Bagaimana merancang rencana strategik untuk pengembangan energi

terbarukan?

1.3. Masalah Penelitian

Beberapa masalah yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan

(stakeholders), seperti: Regulator (Pemerintah), Provider (produsen BBN), dan

end users (Pengusaha dan pengguna/masyarakat) bio-fuel dan berdasarkan

uraian pada bagian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Faktor apa saja pada internal organization dan external

organization yang mendasari pengembangan rencana strategik

pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil (Minyak

bumi/BBM) ke energi terbarukan (BBN/Bio-fuel)?

2. Bagaimana menyusun proposisi dan proposisi utama yang

Page 22: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

22

didasarkan pada internal organization dan external organization

pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil ke energi

terbarukan?

3. Bagaimana merancang rencana strategik yang didasarkan pada

internal organization dan external organization pada kegiatan

pergeseran energi dari energi fosil ke energi terbarukan?

1.4. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan penelitian yang akan dicapai, adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor dominan pada internal organization dan

external organization sebagai dasar perancangan rencana strategik

pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil ke energi

terbarukan.

2. Merancang menyusun proposisi dan proposisi utama yang

didasarkan pada internal organization dan external organization

pada kegiatan pergeseran energi dari energi fosil ke energi

terbarukan.

3. Merancang rencana strategik pada kegiatan pergeseran energi dari

energi fosil ke energi terbarukan yang didasarkan pada variabel

internal organization dan external organization.

1.5. Kegunaan Penelitian

Beberapa kegunaan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di dalam

implementasi bidang ilmu Manajemen Strategik yang menekankan

pada variabel internal dan eksternal dalam perencanaan strategik.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di dalam

implementasi pemodelan sistem di dalam merancang suatu Rencana

Page 23: 01_Bab_1_Pendahuluan_Kua_8c_1

23

Strategik bagi suatu perusahaan atau organisasi secara lebih

sederhana.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

Pemerintah di dalam merancang suatu Rencana Strategik di bidang

pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

4. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penelitian

dan sebagai sumber referensi bagi peneltian berikutnya yang

berkaitan dengan Rencana Strategik.